• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENAMBAHAN POLYETHYLENE TEREPTHALATE DALAM CAMPURAN LAPISAN AC-BC DITINJAU DARI BATAS ATAS DAN TENGAH GRADASI AGREGAT GUNA PENINGKATAN NILAI STABILITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK PENAMBAHAN POLYETHYLENE TEREPTHALATE DALAM CAMPURAN LAPISAN AC-BC DITINJAU DARI BATAS ATAS DAN TENGAH GRADASI AGREGAT GUNA PENINGKATAN NILAI STABILITAS"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE IMPACT OF ADDING A LAYER OF POLYETHYLENE TEREPTHALATE IN A MIXTURE OF AC-BC IN TERMS OF AGGREGATE GRADATION UPPER AND MIDDLE ORDER TO

INCREASE THE VALUE OF STABILITY

By

KIKI LOLITA SARI

With increasing mobility requires the provision of infrastructure that is safe, convinient, and effecient. However, with the increasing need for the amount of asphalt is difficult to be met by Pertamina emphasis will demand the use of bitumen by improving the quality of asphalt. Improving the quality of asphalt is done by providing additional material such as polyethylene terepthalate type of polymer material which is kind of usual inorganik waste we produce in our daily life.

This study was conducted by reviewing the impact of addition a layer of polyethylene terepthalate in a mixture of AC-BC on aggregate gradation uppear limit for the test object group 1 and the central limit for the test object group 2. Next, calculate the optimum bitumen content and continued with the manufacture of test specimens to determine the optimum bitumen content after analysis process by perfoming the measurement process, weighing process, and testing with a marshall test.

From the analysis results obtained value of the optimum bitumen content that meets the requirement sixth criteria for both groups of test specimens of asphalt mixture according to specifications clan Bina Marga 2010 are 6,44%. After that, followed the variation with the addition of polyethylene terepthalate grading percent 1 %, 3 %, 5 %, 7 %, 9 %, calculated on the weight of the asphalt. From process of analyzing the result of the test, measurement, and the calculation, the addition of 3 % which is the most optimum value in terms of the stability of the highest, and meets the specification requirements of existing 6.

(2)

DAMPAK PENAMBAHAN POLYETHYLENE TERPTHALATE DALAM CAMPURAN LAPISAN AC-BC DITINJAU DARI BATAS ATAS DAN

TENGAH GRADASI AGREGAT GUNA PENINGKATAN NILAI STABILITAS

Oleh Kiki Lolita Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

DAMPAK PENAMBAHAN POLYETHYLENE TEREPTHALATE DALAM CAMPURAN LAPISAN AC-BC DITINJAU DARI BATAS ATAS DAN

TENGAH GRADASI AGREGAT GUNA PENINGKATAN NILAI STABILITAS

(Skripsi)

Oleh

KIKI LOLITA SARI

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rantai Molekul Kimia Polyethylene Terepthalate (kiri) Contoh Penggunaan

Polyethylene Terepthalate (kanan) ... 22

2. Kurva Gradasi Agregat Campuran Laston AC-BC Spesifikasi Bina Marga Batas Atas, Batas Tengah, Batas Bawah ... 35

3. Diagram Penelitian ... 50

4. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas ... 69

5. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Flow ... 71

6. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan MQ... 73

7. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM ... 74

8. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VMA ... 76

9. Grafik Hungan Kadar Aspal dengan VFA ... 78

10.Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) pada Gradasi Batas Atas dan Batas Tengah/Ideal ... 79

11.Grafik Nilai Stabilitas pada KAO 6,44% ditambah dengan Polyethylene Terepthalate Kedua Benda Uji... 88

12.Grafik Nilai Flow pada KAO 6,44% ditambah dengan Polyethylene Terepthalate Kedua Benda Uji... 90

13.Grafik Nilai MQ pada KAO 6,44% Grafik ditambah dengan Polyethylene Terepthalate Kedua Benda Uji... 92

(5)

xxiv

15.Grafik Nilai VMA pada KAO 6,44% ditambah dengan Polyethylene Terepthalate Kedua Benda Uji... 95 16.Grafik Nilai VFA pada KAO 6,44% ditambah dengan Polyethylene

(6)

xv

3. Acrylonitrile Butadine Styrene (ABS) ... 13

4. Polyvinyl Chloride (PVC) ... 13

5. Polyacetal atau Polyoxymethylene (POM)... 14

6. Polycarbonate (PC) ... 14

7. Poliamida (Nylon) ... 15

8. Polyethylene Terepthalate (PET) ... 15

D. Bahan Penyusun Konstruksi Perkerasan Jalan ... 16

1. Bahan Utama ... 16

a. Agregat ... 16

1). Agregat Kasar ... 17

(7)

xvi

E. Karakteristik Campuran Beraspal ... 23

1. Stabilitas (Stability) ... 23

2. Durabilitas ... 24

3. Kelenturan (Flexibility) ... 25

4. Ketahanan Terhadap Kelelahan (fatique resistance) ... 25

5. Kekesatan /Tahanan Geser (skid resistance) ... 26

6. Kemudahan Pelaksanaan (Workability) ... 26

F. Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 27

1. Rongga Udara dalam Campuran (VIM) ... 27

5. Pengujian dengan Alat Marshall ... 47

6. Menghitung parameter Marshall ... 48

7. Pengolahan dan Pembahasan Hasil ... 49

E. Diagram Alir Penelitian ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Bahan... 51

(8)

xvii

b. Agregat ... 53

a. Agregat Kasar ... 53

b. Agregat Halus ... 55

c. Filler ... 56

B. Desain Campuran untuk Job Mix Formula (JMF) ... 56

1. Komposisi Agregat JMF ... 56

2. Penentuan Perkiraan Kadar Aspal Rencana JMF ... 58

3. Menghitung Berat Total Agregat JMF ... 61

4. Menghitung Berat Masing-masing Agregat JMF... 63

5. Pembuatan Benda Uji JMF ... 64

6. Pengujian Benda Uji JMF dengan Alat Marshall ... 65

7. Analisis Hasil Pengujian Marshall Benda Uji JMF ... 67

a. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Stabilitas (Stability) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 68

b. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Kelelahan (Flow) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 70

c. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Marshall Quetiont (MQ) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 72

d. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Void In The Mix (VIM) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 73

e. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Void In Mineral Aggregate (VMA) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 75

f. Pengaruh Kadar Aspal Terhadap Void Filled With Asphalt (VFA) Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 77

C. Kadar Aspal Optimum ... 78

1. Penentuan Kadar Aspal Optimum ... 78

2. Hasil dan Analisis Marshall dengan Kadar Aspal Optimum ... 79

D. Variasi Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan PET (Polyethylene Terepthalate) ... 82

1. Penentuan Berat Masing-masing Bahan Tiap Benda Uji ... 83

2. Penentuan Banyaknya Kadar Polyethylene Terepthalate ... 84

3. Pembuatan Benda Uji Variasi ... 86

4. Analisa Benda Uji KAO Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate dengan Marshall ... 86

a. Nilai Stabilitas pada Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate ... 88

b. Nilai Flow pada Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate ... 90

c. Nilai Marshall Quetiont (MQ) pada Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate ... 92

d. Nilai VIM pada Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate ... 93

e. Nilai VMA pada Kadar Aspal Optimum Ditambah Dengan Polyethylene Terepthalate ... 95

(9)

xviii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

xxv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

AASHTO = Assosiation of American Society Highway Transport Organization

AC = Asphalt Concrete, Lapisan aspal beton, Laston

AC-BC = Asphalt Concrete-Binder Course, Laston sebagai lapis antara ASTM = American Society for Testing and Material

CA = Persen agregat tertahan saringan No.8 (diameter 2,36 mm) FA = Persen agregat lolos saringan No.8 dan tertahan saringan

No.200 (diameter 0,075 mm)

FF = Persen agregat minimal 75 % lolos No.200 (diameter 0,075 mm) G1, G2… Gn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

Gb = Berat jenis aspal

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara nol Gsb = Berat jenis bulk total agregat

Gse = Berat jenis efektif agregat

K = Konstanta

KAO = Kadar Aspal Optimum Laston = Lapis aspal beton MQ = Marshall Quotient

(11)

xxvi

Pb = Kadar aspal rencana awal

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran Pmm = Persentase berat total campuran (=100)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran SNI = Standar Nasional Indonesia

Va = Volume aspal dalam beton aspal padat Vba = Volume aspal yang diserap agregat

VFA = Void Filled With Asphalt, Volume rongga terisi aspal VIM = Voids In The Mix, Volume rongga dalam campuran

VMA = Void In Mineral Aggregate, Volume rongga di antara mineral agregat

Vmb = Volume bulk campuran padat

Vmm = Volume campuran padat tanpa rongga

(12)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC-BC) ... 11

2. Ketentuan Agregat Kasar. ... 17

3. Ketentuan Agregat Halus ... 18

4. Spesifikasi Aspal Keras Penetrasi 60/70 ... 21

5. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal Laston (AC-BC). ... 34

6. Beberapa Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Penelitian ini. ... 37

7. Standar Pengujian Aspal ...……… 42

8. Standar Pemeriksaan Agregat ... 43

9. Pembuatan Benda Uji Pemadatan LASTON AC-BC Untuk Penentuan KAO ... 46

10.Rincian Banyak Sampel KAO dengan Tambahan polyethylene terpthalate ... 47

11.Hasil Pengujian Aspal dengan Penetrasi 60/70 ... 52

12.Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 54

13.Hasil Pengujian Agregt Halus ... 55

14.Gradasi Agregat Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ... 57

15.Jumlah Persen Akumulasi Agregat Pada Setiap Fraksi ... 58

16.Perkiraan Nilai Kadar Aspal Tiap Kelompok Benda Uji JMF ... 59

(13)

xx

18.Perhitungan Berat Jenis Teori Maksimum Untuk Kelompok Benda Uji II (Gradasi % Lolos Batas Tengah/Ideal) JMF ... 62 19.Berat Masing-masing Agregat Untuk Kelompok Benda Uji I (Gradasi %

Lolos Batas Atas) JMF ... 63 20.Berat Masing-masing Agregat Untuk Kelompok Benda Uji II (Gradasi %

Lolos Batas Tengah/Ideal) JMF ... 64 21.Parameter dan Karakteristik Campuran Kelompok Benda Uji I Pada

Masing-masing Kadar Aspal ... 65 22.Parameter dan Karakteristik Campuran Kelompok Benda Uji II Pada

Masing-masing Kadar Aspal ... 66 23.Proporsi Campuran Agregat KAO 6,44% Gradasi Batas Atas ... 80 24.Proporsi Campuran Agregat KAO 6,44% Gradasi Batas Tengah/Ideal .. 81 25.Hasil Rata-rata Pengujian Marshall KAO 6,44% untuk Gradasi Batas Atas

dan Batas Tengah ... 81 26.Komposisi Campuran Bahan Untuk KAO 6,44% Gradasi Batas Atas ... 83 27.Komposisi Campuran Bahan untuk KAO 6,44% Gradasi Batas

Tengah/Ideal ... 84 28.Kebutuhan Polyethylene Terepthalate Untuk Batas Atas ... 85 29.Kebutuhan Polyethylene Terepthalate Untuk Batas Tengah/Ideal ... 85 30.Data Hasil Pengukuran, Pengujiam untuk Kelompok Benda Uji Gradasi

Batas Atas ... 87 31.Data Hasil Pengukuran, Pengujiam untuk Kelompok Benda Uji Gradasi

Batas Tengah/Ideal ... 87 32.Persen Perubahan Peningkatan Stabilitas ... 89 33.Persen Perubahan Peningkatan Flow Setelah Penambahan Polyethylene

(14)
(15)

MOTO

“ Don’t affraid lose your dream, just do that,, make it happen !”

“Teruslah berusaha semampu dan sekuatmu, tak ada hasil yang mengkhianati

usaha”

“Allah SWT tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kemampuannya”

Q.S Al-Baqarah: 286

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

Q.S Al-Furqon: 30

“ To Persevere is important for everybody, don’t give up dont’t give in

There’s always an answer to everything “

(16)
(17)

PERSEMBAHAN

Tiap untaian doa yang kau panjatkan, peluh yang jatuh atas tiap kerja kerasmu untuk membahagiakan dan melayakkanku.

Persembahan kecil ini ku berikan teruntuk Bapak dan Ibuku yang sangat aku sayangi, kedua sosok yang hebat yang berhasil

menuntunku hingga ku raih salah satu obsesi kehidupanku.

Budeku yang senantiasa memberi kata demi kata semangat untuk mengejar cita-citaku kuhanturkan sebuah persembahan kecil ini yang mungkin tak sebanding.

Dan untuk kedua penerus juniorku adik ku tercinta terima kasih atas semua dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. Harapan terbesarku adalah melayakkan kalian setahap lebih tinggi untuk mengukir kebanggan pada kedua

(18)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 10 Oktober 1993 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Terlahir dari pasangan Bapak Subeki dan Ibu Balkis. Penulis mengawali jenjang pendidikan di Taman Kanak-Kanak Nusantara, Merah Mata, Palembang pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 02 Rejo Basuki VIII, Lampung Tengah pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke SMP Negeri 1 Seputih Raman, Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2008.

(19)

ix

Tinggi Negri) undangan dan mendapat bantuan Beasiswa Bidik Misi semasa perkuliahan berlangsung.

(20)
(21)

vi

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “DAMPAK

PENAMBAHAN POLYETHYLENE TEREPTHALATE DALAM

CAMPURAN LAPISAN AC-BC DITINJAU DARI BATAS ATAS DAN

TENGAH GRDASI AGREGAT GUNA PENINGKATAN NILAI

STABILITAS” di waktu yang tepat, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

Pada penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan pe nghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung

(22)

xiii

4. Bapak Ir. Dwi Herianto, M.T., sebagai Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., sebagai dosen penguji skripsi saya yang telah memberikan saran dan kritik dalam menyempurnakan dan melengkapi isi skripsi penulis ini

6. Bapak Ir. Setyanto, M.T. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berkonsultasi dan memberikan nasehat berkaitan dengan akademik.

7. Kedua orang tuaku Bapak Subeki dan Ibu Balkis serta adik-adik ku Papung Dwi Cahyo dan Trio Surya Abadi semoga bisa menjadi penerus kebanggan orang tua dan meraka yang tak hentinya memberikan doa, dukungan baik secara materil dan semangat.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Jurusan Teknik Sipil, khususnya Laboratorium Inti Jalan Raya Universitas Lampung khususnya Bapak Suroto S.T dan Bapak Mi, atas apa yang telah penulis rasakan manfaatnya.

9. Teman seperjuangan skripsi penulis, Putri Ajeng Prameswari, dan Suhardi yang telah bekerja sama dengan baik dalam proses pengerjaan skripsi ini. 10. Sepriskha Dian Sari, Tri Utami, Astika Murni Lubis, Mega Astriana, Ratih

Diah Permani, Esty Handayani yang selalu memberikan semangat kepada penulis

(23)

xiv

12. Senior dan Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung angkatan 2011 dan rekan-rekan mahasiswa yang lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah turut serta membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Amin.

Penulis berharap skripsi ini nantinya, bisa menjadi referensi bagi pembaca mengenai perkerasan jalan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penyampaiannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 23 November 2015 Penulis

(24)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjawab tantangan globalisasi, ditambah lagi dengan sistem ekonomi ASEAN yang mengacu pada pasar bebas hal ini mengharuskan Indonesia untuk mempersiapkan diri, baik dari aspek ekonomi, budaya, sosial, dan infrastruktur khususnya. Infrastruktur yang baik akan membantu meningkatkan mobilitas, peningkatan mobilitas akan diiringi dengan penambahan jumlah kendaraan, apabila tidak diimbangi dengan solusi yang baik akan menimbulkan permasalahan baru kedepannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang dominan sistem transportasinya menggunakan angkutan jalan raya, berkaitan dengan hal tersebut maka dibutuhkan jalan raya yang baik, nyaman, aman dan ekonomis.

(25)

2

dasar aspal, atau dengan peningkatan mutu aspal dalam campuran seperti peningkatan stabilitias, durabilitas, dan ketahanannya terhadap air dengan menambahakan bahan tambahan dalam campuran yang sifatnya mampu mengatasi kelemahan yang dimiliki aspal contohnya bahan polimer, atau pun plastik.

(26)

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Indonesia yang sebagian besar transportasinya menggunakan transportasi darat mendorong negara ini untuk menyediakan infrastruktur jalan yang baik, nyaman, ekonomis dan kuat

2. Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan akan pemenuhan aspal membuat kita mengambil langkah untuk menekan penggunaan bahan dasar aspal dengan peningkatan nilai mutu aspal 3. Penambahan bahan jenis sampah polimer plastik polyethylene terpthalate

yang sulit terurai mampu meningkatkan nilai stabilitas aspal dan memperbaiki kelemahan aspal serta peningkatan nilai fungsi, ekonomis sampah jenis polyethylene terpthalate.

Dengan begitu perlu diadakannya penelitian tentang pengaruh penambahan limbah polyethylene terepthalate dalam campuran aspal lapisan AC-BC khususnya, untuk peningkatan nilai fungsi dan ekonomis serta peningkatan mutu aspal itu sendiri.

C. Tujuan Penelitian

(27)

4

a. Mengetahui komposisi optimum variasi penambahan polyethylene terepthalate dalam campuran lapisan AC-BC untuk peningkatan stabilitas campuran aspal.

b. Menganalisis campuran aspal AC-BC dengan tambahan polyethylene terepthalet ditinjau dari batas atas dan tengah gradasi agregat berkaitan dengan karakteristiknya terhadap campuran aspal yang dihasilkan.

D. Batasan Penelitian

Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

a. Tipe campuran yang digunakan adalah Laston lapisan AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course)

b. Dalam penelitian ini untuk tinjauan batasan agregat dipakai batas atas dan batas tengah untuk gradasi halus Laston AC-BC

c. Penggunaan polyethylene terepthalate sebagai campuran kering (seperti agregat)

d. Penelitian ini memfokuskan pada 6 (enam) variasi komposisi penambahan polyethylene terepthalate pada campuran aspal AC-BC (Asphal Concrete-Binder Course) yaitu 0%, 1%, 3%, 5%, 7%, 9%.

e. Jenis polyethylene terepthalate yang digunakan sebagai bahan tambahan adalah botol plastik kemasan minuman air mineral dengan keterangan PET dibawah kemasan tersebut dengan ukuran 600 ml.

f. Ukuran maksimal potongan polyethylene terepthalet adalah: panjang 5 cm dan lebar 0,5 cm

(28)

5

h. Agregat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tanjungan Lampung Selatan.

i. Filler yang digunakan pada penelitian ini menggunakan semen portland j. Standar yang digunakan dalam penelitian mengacu pada spesifikasi yang

dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga tahun 2010.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil dari penelitian ini memberikan informasi antara lain :

a. Merupakan salah satu terobosan baru dibidang perkerasan jalan dengan pemanfaatan limbah polyethylene terephthalate sebagai campuran aspal lapisan AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).

b. Sebagai salah satu cara peningkatan mutu perkerasan lentur jalan raya dengan peningkatan nilai stabilitas campuran aspal.

c. Salah satu solusi pengurangan sampah plastik dengan jenis polyethylene terepthalate yang sulit terurai dan untuk peningkatan nilai ekonomis dan fungsinya.

d. Sebagai bahan pertimbangan bagi para engineer bidang teknik sipil untuk penerapan di lapangan khususnya perkerasan jalan raya.

(29)

6

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini digunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan yang digunakan penulis.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini membahas tentang teori–teori pendukung serta rumus-rumus yang digunakan untuk menunjang penelitian yang penulis peroleh dari berbagai sumber.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan dipakai dalam pelaksanaan penelitian untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam proses pengolahan data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

(30)

7

Bab V Kesimpulan dan Saran

(31)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Tanah saja biasanya tidak cukup kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang berarti, terhadap beban roda yang berulang. Untuk itu perlu lapis tambahan yang terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari badan jalan. Lapis tambahan ini dibuat dari bahan khusus yang terpilih (yang lebih baik), yang selanjutnya disebut lapis keras/perkerasan jalan/pavement.

(Suprapto Tm., 2004).

Jenis lapis perkerasan pada umumnya dibedakan menjadi : 1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

(32)

9

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Digunakannya pelat beton diatas lapisan agregat, diatas pelat beton tersebut dapat dilapisi aspal agregat atau aspal pasir yang tipis atau tidak. ada lapisan sama sekali. Bagian dari perkerasan kaku terdiri dari : tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base), lapisan beton B-0 (blinding concrete/beton lantai kerja), lapisan pelat beton (concrete slab), dan lapisan aspal agregat/aspal pasir yang bisa ada bisa tidak.

(Didik Purwadi, 2008)

B. Lapisan Aspal Beton

Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. (Silvia Sukirman, 1999).

Lapis yang terdiri dari campuran aspal keras (AC) dan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhuh tertentu. Lapis ini digunakan sebagai lapis permukaan struktural dan lapis pondasi, (Asphalt Concrete Base/Asphalt Treated Base). (Andi Tenrisukki Tenriajeng)

(33)

10

1. Lapisan aspal beton sebagai lapis aus atau disebut juga dengan AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course), dengan tebal minimum adalah 4 cm 2. Lapisan Aspal beton sebagai lapisan pengikat atau disebut juga dengan

AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course), dengan tebal minimum adalah 5 cm, terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course) dan diatas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan ini harus memilki ketebalan dan kekakuan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu Base dan Sub grade (tanah dasar), mempunyai kekuatan yang tinggi pada bagian perkerasan untuk menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas, karakteristik yang penting pada campuran ini adalah stabilitas. Ukuran maksimum agregat pada lapisan ini adalah 25,4 mm. (Dwi Kusuma, 2014)

3. Lapisan Aspal beton sebagai lapisan pondasi atau dikenal dengan AC-Base (Asphalt Concrete-AC-Base)

(34)

11

Tabel 1. Ketentuan Sifat Campuran Aspal beton AC-BC Sifat-Sifat Campuran

LASTON

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800

Maks. - -

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)

C. Limbah Plastik

(35)

12

adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali. Yang termasuk plastik thermoset adalah : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi. (Imam Mujiarto, 2005)

Berikut penjelasan tentang jenis plastik :

1. Polypropylene (PP)

Merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena. Propilena memiliki spesific gravity rendah dibandingkan dengan jenis plastik lain yaitu 0,85-0,90, dan titik leleh yang cukup tinggi (190°-200° C), sedangkan titil kristalisasinya antara 130°-135° C. Memiliki sifata tahan terhadap bahan kimia (chemical resistence) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul rendah (Impact Strength) nya rendah. 2. Polystirene (PS)

(36)

13

maksimum yang bisa dikenakan dalam pemakaian adalah 75°C. Disamping itu PS memiliki sifat konduktifitas panas yang rendah.

3. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS)

Acrylonitrile butadiene styrene termasuk kelompok engineering thermoplastik yang berisi 3 monomer pembentuk. Sifatnya tahan terhadap bahan kimia, stabil terhadap panas, liat, keras, kaku, tahan korosi, dapat didesain menjadi berbagai bentuk, baiay proses rendah, dapat direkatkan, dapat dielektroplating, memberi kilap permukaan yang baik. ABS bisa diproses dengan teknik cetak injeksi, ekstruksi, thermoforming, cetak tiup, roto moulding dan cetak kompresi. ABS bersifat higroskopis , oleh karena itu harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pelelehan. Penggunaannya untuk bahan dasar peralatan (hair drayer, korek api gas, telepon, intercom, body), otomotif (radiator grill, rumah-rumah lampu, emblem,tempat kaca spion), barang tahan lama (cabinet TV, kotak penutup vidio, pintu dan body kulkas, komponen AC, kotak kamera), bangunan dan perumahan (dudukan closet, bak air, frame kaca, cabinet, kran air, gantungan handuk), Elektroplated ABS (regulator knob, pegangan pintu kulkas, pegangan paying, spareparts kendaraan bermotor)

4. Polyvinyl Chloride (PVC)

(37)

14

dan telepon, barang berongga), cetak injeksi (sol sepatu, sepatu, sepatu boot, container, sleeve (penguat leher baju), valve, fitting, electrical and engineering parts).

5. Polyacetal atau Polyoxymethylene (POM)

Merupakan salah satu engineering plastic yang penting dan banyak digunakan dibidang elektronik, bangunan dan sektor-sektor alat teknik. Ada 2 tipe poliastal yaitu homopolimer dan kopolimer. Sifat-sifat umum Strength (kekuatan tarik, kekuatan kompresi, ketahan gesek yang tinggi), Touhness (liat, tahan pukul, tingkat kemuluran rendah), Thermal (titik leleh rendah daripada engineering thermoplastic lainnya), elektrikal (sifat elektrikalnya dipengaruhi oleh kandungan uap air), Chemical (tahan terhadap berbagai macam pelarut, eter, minyak pelumas, minyak, bensin, bahan bakar dari methanol), friksi/umur pakai (sifat friksinya baik karena permukaannya lebih keras dan koefisien gesekannya rendah, Flameability (merupakan jenis material yang terbakar pelan-pelan dan berasap sedikit), stabilitas dimensi (perubahan dimensi sangat kecil). 6. Polycarbonate (PC)

(38)

15

(tempat minumam, mangkuk pengolah makanan, alat makan/minum, alat masak microwave), bidang medis ( filter housing, tubing connector, peralatan operasi yang harus disterilisasi), industri elektrikal (konektor, pemutus arus, tutup baterai, light cencentrating panels untuk display kristal cair), alat/mesin bisnis (rumah dan komponen bagian dalam printer, mesin fotokopi, konektor telepon).

7. Poliamida (Nylon)

Nylon merupakan istilah yang digunakan terhadap poliamida yang memiliki sifat-sifat dpaat dibentuk serat, film, plastik. Struktur nylon ditunjukkan oleh gugus amida yang berkaitan dengan unit hidrikarbon ulangan yang panjangnya berbeda-beda dalam suatu polimer. Sifat nylon bersifat keras, berwarna cream, sedikit tembus cahaya, titik leleh 350°-570° F, sedikit higroskopis sehingga perlu dikeringkan sebelum dipakai, tahan terhadap solvent organic seperti alkohol, ester, aseton, potraleum eter, benzene, CCl4 maupun xylene. Tidak dipengaruhi oleh waktu simpan yang lama pada suhu kamar, tetapi pada suhu yang tinggi akan teroksidasi menjadi berwarna kuning dan rapuh. Contoh penggunanaanya untuk industri listrik dan elektronika, mobil, tekstil, peralatan rumah tangga, mesin-mesin industri, kemasan.

8. Polyethylene Terepthalate (PET)

(39)

16

film bersifat jernih, kuat, liat, dimensinya stabil, tahan nyala api, tidak beracun, permeabilitas terhadap gas, aroma maupun air rendah.

D. Bahan Penyusun Konstruksi Perkerasan Jalan

Bahan-bahan penyusun lapisan aspal beton berisi agregat kasar, agregat halus, aspal, filler. Dan berikut uraian mengenai bahan penyusun lapisan beton bahan perkerasan jalan :

1. Bahan Utama a. Agregat

Sangat dominan pada elemen perkerasan lentur, sebagai material lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis permukaan, bahu yang diperkeras/berpenutup, kontruksi pelebaran jalan. Agregat adalah merupakan elemen perkerasan jalan yang mempunyai kandungan 90-95% acuan berat, dan 75-85% acuan volume dari komposisi perkerasan, sehingga otomatis menyumbangkan faktor kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Berfungsi sebagai penstabil mekanis, agregat harus mempunyai suatu kekuatan dan kekerasan, untuk menghindarkan terjadinya kerusakan akibat beban lalu lintas.

Pemilihan agregat yang digunakan pada suatu konstruksi perkerasan jalan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : gradasi, bentuk butir, kekuatan, kelekatan pada aspal, tekstur permukaan dan kebersihan. (Shirley L. Hendarsin, 2000).

(40)

17

1) Agregat Kasar

Agregat kasar adalah jenis batuan yang tertahan di saringan 4,75 mm (No. 4), atau sama dengan saringan ASTM No. 8. Pada campuran antara agregat dan aspal, agregat kasar merupakan pembentuk kinerja karena stabilitas dari campuran diperoleh dari interlocking antar agregat. Fungsi agregat kasar adalah memberi kekuatan pada campuran, tingginya kandungan agregat kasar selain memperkecil biaya, tetapi juga meningkatkan tahanan gesek lapis perkerasan. Tingginya kandungan agregat kasar membuat lapis perkerasan lebih permeabel. Agregat kasar yang akan digunakan dalam campuran harus memenuhi persyaratan yang telah ditetepakan. Berikut adalah tabel 2 ketentuan untuk agregat kasar. Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat

SNI

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991

Min. 95 % Angularitas (kedalaman dari permukaan

<10 cm) Pennsylvania DoT’s Test Method, PTM No.621

95/90 1 Angularitas (kedalaman dari permukaan

≥ 10 cm) 80/75 1

Material lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-1996

Maks. 1 %

(41)

18

2) Agregat Halus

Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel. Bahan ini dapat terdiri dari butiran-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya, ketentuan syarat untuk agregat halus tertera pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997

Min 50% untuk SS,

No. 200 SNI 03-4428-1997

Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33 atau

Sumber: Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(2a)

b. Aspal

(42)

19

Aspal didifinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun pelaburan. Jika temperaturnya mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).

Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umunya hanya 4-10% berdasarkana berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. (Silvia Sukirman, 1999) Aspal pada lapis keras jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan agregat. Aspal yang digunakan pada penelitian ini merupakan aspal keras hasil penyulingan minyak mentah. Jenis-jenis aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi terdiri dari:

1). Aspal keras/panas (Asphalt Cement)

(43)

20

temperatur 25° C ataupun berdasarkan nilai visikositasnya. Berikut beberapa jenis-jenis aspal keras berdasarkan nilai penetrasinya : a) Aspal penetrasi 40/50, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas. b) Aspal penetrasi 60/70, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim panas.

c) Aspal penetrasi 85/100, digunakan untuk kasus jalan dengan volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

d) Aspal penetrasi 120/150, digunakan untuk kasus jalan dengan volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin. 2. Aspal cair (Cut Back Asphalt)

Aspal cair adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin dalam temperatur ruang, dan merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat). 3. Aspal emulsi

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan dalam air.

(44)

21

berikut ini adalah spesifikasi untuk aspal shell penetrasi 60/70 pada tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi Aspal Keras Penetrasi 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan

1 Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik;

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.5

c. Filler

Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.

4. Bahan Tambahan

(45)

22

simbol angka 1 (satu) pada bagian dasar kemasan dasar botol, memiliki berat jenis 1,38 g/cm3 (20°C), titik leleh 250°C, titik didh 350°C (terdekomposisi), modulus elatisitas 2800-3100 Mpa, dan kuat tarik 55-75 Mpa. (Mujiarto, 2005)

Polyethylene Terepthalate adalah merupakan resin polyester yang tahan lama, kuat ringan dan mudah dibentuk ketika panas, dan merupakan jenis plastik yang biasa digunakan sebagai bahan dasar botol plastik yang tembus pandang seperti botol air mineral, botol kemasan minyak goreng, kemasan peanut butter. Penggunaan PET sangat luas antara lain: botol-botol untuk air mineral, soft drink, kemasan sirup selai, minyak makan, kemasan botol saus atau kecap. Di dalam polyethylene terepthalate,. Sifat zat ini jernih, kekuatannya tinggi, kaku (stiffnes), dimensinya stabil, tahan pelarut berupa bahan kimia dan juga panas, kedap gas dan air, melunak pada suhu 80°C, serta memiliki sifat elektrikal yang baik. PET memiliki daya serap uap air yang rendah, demikian juga daya serap terhadap air.

Berikut rantai molekul kimia dari polyethylene terepthalate :

(46)

23

E. Karakteristik Campuran Beraspal

Menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng, terdapat enam karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal. Dibawah ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut :

1. Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu mnejadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antar agregat kurang maka kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Stabilitas terjadi dari hasil geseran anatar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dar lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :

a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded) b. Agregat dengan permukaan yang kasar

c. Agregat yang berbentuk kubus d. Aspal dengan penetrasi rendah

e. Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan anatar butir

(47)

24

mengahasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. Void In Mineral Agreggate (VMA) yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga anatar campuran (void in mix = VIM) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang manambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan aspal meleleh keluar yang disebut bleeding. Berikut dijelaskan perolehan nilai stabilitas dijelaskan dalam persamaan (2.1)

Persamaan (2.1) untuk nilai stabilitas dibawah ini : S = p x q ... ... (1) Keterangan :

S : Angka stabilitas sesungguhnya

P : Pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat q : Angka koreksi benda uji

(48)

25

a. VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh (getas).

b. VMA besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.

c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi besar.

3. Kelenturan (Fleksibilitas) adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban alu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan peruahan volume. Untuk mendapatkan fleksibelitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :

a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar.

b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi)

c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehigga diperoleh VIM yang kecil.

(49)

26

a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.

b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.

5. Kekesatan terhadap slip (Skid Resistence) adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip balik di waktu hujan (basah) maupun diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dengan roda kendaraan. Tingginya nilai tahanan geser ini dipengaruhi oleh :

a. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar

b. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding c. Penggunaan agregat berbentuk kubus

d. Penggunaan agregat kasar yang cukup

6. Kemudahan Pelaksanaan (Workability) adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Workability ini dipengaruhi oleh :

a. Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan daripada agregat bergradasi lain

b. Temperatur campuran yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis

(50)

27

F. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Menurut Silvia Sukirman 1999, Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji campuran yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara volumetrik tersebut adalah: Volume rongga diantara mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam campuran (VIM), Volume aspal yang diserap agregat.

1. Rongga Udara dalam Campuran / Voids In Mix (VIM)

Voids In Mix atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta ketidak seragaman bentuk agregat. Rongga udara merupakan indikator durabilitas campuran beraspal sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Rongga udara dalam campuran yang terlalu kecil dapat menimbulkan bleeding.

(51)

28

udara dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan lebih cepat.

Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus:

V 100 GmmG Gm

mm 2

Keterangan:

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol) Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

2. Rongga pada Campuran Agregat / Void Mineral Aggregate (VMA)

Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam persentase volume total campuran. Agregat bergradasi menerus memberikan rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat.

(52)

29

a. Terhadap Berat Campuran Total

V 100 Gm G s

s 3)

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

b. Terhadap Berat Agregat Total

Keterangan :

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

3. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)

Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan persamaan:

VF 100 V V )G

(53)

30

4. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry), berat jenis bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis). Perbedaan ketiga istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi kemampuan agregat menyerap air dan aspal.

a. Berat Jenis Bulk Agregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara (termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena agregat total terdiri dari atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gs 11 2 n

Keterangan berat jenis bulk agregate: Gsb = Berat jenis bulk total agregat

(54)

31

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat bahan di udara (tidak termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu tertentu pula, yang dirumuskan:

Gs mmmm

Gmm G

7)

Keterangan:

Gse = Berat jenis efektif agregat

Pmm = Persentase berat total campuran (100%) Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%) Gb = Berat jenis aspal

c. Berat Jenis Maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran (Gmm) pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Berat jenis maksimum campuran secara teoritis dapat dihitung dengan rumus :

Gmm s mm Gs G

8)

Keterangan:

(55)

32

Pmm = Persentase berat total campuran (100%) Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran Gse = Berat jenis efektif agregat

Gb = Berat jenis aspal

G. Gradasi Agregat

Menurut Andi Teenrisukki Tenriajeng, gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan yang paling kasar diletakkan di atas dan yang paling halus terletak paling bawah. 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm).

Gradasi agregat dapat dibedakan sebagai berikut: a). Gradasi seragam (Uniform Graded)

(56)

33

perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang baik, dan berat volume kering.

b). Gradasi rapat (Dense graded) Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus dalam porisi berimbang, sehingga sering juga disebut gradasi menerus atau garadasi baik (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek, dengan berat volume besar. Hal ini dikarenakan gradasi rapat memiliki komposisi agregat yang baik karena antara agregat kasar dan halusnya saling mengisi rongga-rongga yang diciptakan oleh pertemuan antara agregat kasar kemudian terisi oleh agregat halus atau ukuran agregata yang lebih kecil.

c). Gradasi buruk (Poorly graded) Gradasi buruk adalah campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas. Agregat bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yanitu gradasi celah (gap graded), merupakan campuran agregat dengan satu fraksi hilang, sering disebut juga gradasi senjang. Agregat dengan gradasi senjang akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis diatas.

(57)

34

perhitungan berdasarkan berat agreagat dengan menggunakan satu set saringan agregat dengan pengujian Sieve Analysis Test. Ada batasan-batasan tertentu pada gradasi agregat yang kemudian disebut dengan batas, berikut macam batas pada agregat dikenal dengan batas atas, batas tengah/ideal atau batas bawah. Berikut penjelasan tentang syarat batas atas dan bawah untuk lapisan aspal beton (Aspal beton) AC-BC (Asphalat Concrete-Binder Course) untuk masing-masing ukran saringan yang diambil dari spesifikasi Bina Marga 2010 divisi VI yang diterangkan pada tabel 5.

Tabel 5. Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal Aspal beton (AC-BC)

Ukuran Ayakan

% Berat Yang Lolos ASPAL BETON (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

(Inci) (mm) AC-WC AC-BC AC-Base AC-WC AC-BC AC-Base

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.3

(58)

35

mengahasilkan campuran yang dominan terdiri dari agregat kasar dengan sedikit agregat halus dan filler, begitu pula sebaliknya. Untuk mencapai campuran agregat yang baik diusahakan menjaga gradasi agregat berada pada pertengahan rentang spesifikasinya. Gradasi tengah merupakan gradasi ideal yang terdiri dari campuran agregat kasar, agregat halus, filler yang sesuai dengan proporsinya memberikan pengaruh baik terhadap karakteristik campuran. Berikut grafik gradasi agregat untuk batas atas, batas tengah dan batas bawah berdasarkan spesifikasi dari

Gambar 2. Kurva Gradasi Agregat Campuran Aspal beton AC-BC Spesifikasi Bina Marga 2010 Batas Atas, Batas Tengah, Batas Bawah.

0

(59)

36

H. Metode Marshall

(60)

37

penyerapan aspal , tebal lapisan aspal (film aspal), kadar aspal efektif, hasil bagi marshall (koefisien marshall)

I. Penelitian yang Relevan

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan skripsi yang akan dikerjakan :

1. Penulis : Desak Nyoman Nira Kasestriani, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Topik : Karakteristik marshall dengan bahan tambahan limbah plastik pada campuran Spit Mastic Asphalt (SMA).

Dalam penelitian ini didapatkan penambahan plastik sebagai additive pada benda uji yang mendapatkan kadar aspal optimum adalah variasi penambahan 0% dengan nilai 5,75%. Sedangkan untuk kadar penamabahan 3%, 3,5%, 4% tidak memeiliki kadar aspal optimum. 2. Dian Eka Saputra, Univ rsitas m angunan Nasioanal “V t ran”,

Jawa Timur. Topik : Analisa tambahan serat Polypropylene (Fiber Plastic Beneser) pada campuran.

Dari penelitian tersebut didapatkan dengan penambahan serat polypropylene dengan kadara aspal optimum 5,4% didapatkan hasil VMA sebesar 19,51%, VFA 63,85%, VIM 7,06%, stabilitas sebesar 1288,88 kg, flow 3,9 mm dan nilai MQ sebesar 368,71 kg/mm.

3. Zulfiani. AR, Universitas Hasanudin. Topik : Studi karakteristik

(61)

38

Penelitian tersebut menunjukkan subsitusi serpihan plastik menghemat penggunaan aspal penetrasi 60/70 hingga 2,5%, terhadap berat aspal yang digunakan dalam campuran, meningkatkan nilai stabilitas, menurunkan nilai flow¸ menigkatkan nilai marshall quetiont (MQ), menurunkan nilai VIM dan menaikkan nilai VFA.

4. Apriyadi Dwi Widodo, dkk. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Topik : Pengaruh penambahan limbah botol plastik Polyethylene Terepthalate (PET) dalam campuran Laston AC-WC terhadap parameter marshall.

Penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil nilai stabilitas ,emcapai 2881,168 kg dengan penambahan kadar PET 2% dan kadar aspal optimum 6,25%. Nilai kelelahan maksimum terjadi pada kadar PET optimum 0% yaitu sebesar 6,277 mm. Nilai VIM dengan persen PET 4% dengan kadar aspal optimum didapat 37,107%, dan untuk nilai VMA didapat 0,0038% dengan penambahan PET 4%.

5. Machuri dan Jori Freedy Bath, Universitas Tadakulo, Palu. Topik : Pemanfaatan material limbah pada campuran beton aspal campuran panas.

(62)

39

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitia

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

B. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Satu Set Saringan (Sieve)

Penggunaan alat saringan digunakan untuk memisahkan agregat berdasarkan gradasi dan ukuran agregat

2. Alat Uji Pemeriksaan Aspal

Pemakaian alat ini digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain seperti uji penetrasi, uji titik lembek, uji kehilangan berat, uji daktilitas, uji berat jenis (piknometer dan timbangan).

3. Alat Uji Pemeriksaan Agregat

(63)

40

4. Alat Uji Karakteristik Campuran Agregat dan Aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall, meliputi :

a. Alat tekan Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) yang dilengkapi dengan arloji pengukur flowmeter.

b. Alat cetak benda uji (mold) berbentuk silinder diameter 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 3 inchi (7,5 cm).

c. Marshall Automatic Compactor yang digunakan untuk pemadatan campuran sebanyak 75 kali tumbukan tiap sisi (atas dan bawah) permukaan benda uji.

d. Ejektor untuk mengeluarkan benda uji setelah proses pemadatan. e. Bak perendam (water bath) yang dilengkapi pengatur suhu.

f. Alat-alat penunjang yang meliputi penggorengan pencampur, kompor pemanas, termometer, sendok pengaduk, sarung tangan anti panas, kain lap, timbangan, ember untuk merendam benda uji, jangka sorong, pan, dan tipe-x yang digunakan untuk menandai benda uji.

C. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Agregat Kasar

(64)

41

2. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan berasal dari Tanjungan Lampung Selatan. 3. Aspal

Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal dengan penetrasi 60/70.

4. Bahan Pengisi (Filler)

Material lolos saringan No.200 Filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Portland Cement.

5. Bahan tambahan yang digunakan adalah polythelene terepthalete dari limbah botol mimum kemasan air mineral dengan tulisan PET dibawah kemasan, ukuran 600 ml, ukuran potongan maksimum adalah 5 cm dan lebar 0,5 cm.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir seperti pada gambar (gambar alir penelitian) yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Persiapan

(65)

42

2. Pengujian bahan

a. Aspal penetrasi 60/70

Pengujian aspal dilakukan untuk mengetahui kualitas aspal yang akan dipakai apakah sesuai dengan spesifikasi yang ada, dengan melakukan pengujian antara lain uji penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, dan kehilangan berat. Standar pengujian aspal seperti tertera pada Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Standar Pengujian Aspal

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Penetrasi 25⁰C (mm) SNI 06-2456-1991

2 Titik Lembek (⁰C) SNI 06-2434-1991

3 Daktilitas pada 25⁰ (cm) SNI 06-2432-1991

4 Berat Jenis SNI 06-2441-1991

5 Kehilangan Berat SNI 06-2440-1991

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6 hal 38

b. Agregat kasar, Agregat halus, dan filler

(66)

43

Tabel 8. Standar Pemeriksaan Agregat

No Jenis Pengujian Standar Uji

1 Analisa saringan SNI 03-1968-1990

2 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat halus SNI 03-1970-1990

3 Berat jenis (Berat jenis Bulk, Berat jenis SSD dan

Berat Jenis Semu ) dan penyerapan agregat kasar SNI 03-1969-1990

4 Los Angeles Test SNI 03-2417:2008

Sumber: Direktorat jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Spesifikasi Umum 2010 Divisi 6

3. Perencanaan Campuran

Untuk mendapatkan campuran yang ideal dan memberikan kinerja perkerasan yang optimal maka sebelum membuat campuran diperlukan perencanaan campuran untuk menentukan komposisi masing-masing bahan penyusun campuran agar diperoleh campuran beraspal yang memenuhi spesifikasi antara lain :

a. Pada Penelitian ini gradasi campuran agregat yang digunakan adalah gradasi campuran AC-BC (Asphalt Conrete-Binder Course). Perencanaan campuran beraspal AC-BC ini dilakukan dengan mengambil batas atas dan batas tengah dari setiap persen berat lolos saringan, sesuai dengan grafik spesifikasi Bina Marga 2010.

(67)

44

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (% FF) + Konstanta Keterangan:

Pb : Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran

CA : Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36 mm) FA : Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36 mm) dan

tertahan saringan No.200 (0,075 mm)

Filler : Persen agregat minimal 75 % lolos No.200 (0,075 mm) K : Nilai konstanta untuk besar nilai konstanta diperkirakan

antara 0,5 sampai 1,0 untuk Laston

c. Hasil perhitungan nilai Pb kemudian dibulatkan, perkiraan nilai Pb sampai 0,5% terdekat. Contohnya jika hasil perhitungan diperoleh 5,95 % maka dibulatkan menjadi 6 %.

d. Setelah proses analisa didapatkan komposisi masing-masing fraksi agregat, kemudian dilanjutkan proses pengayakan agregat sesuai dengan nomor saringan yang dibutuhkan, dan sesuai berat yang telah dihitung dari proses perhitungan.

4. Pembuatan dan Pengujian Benda Uji a. Benda Uji dan Kadar Aspal Awal

Menyiapkan benda uji marshall pada kadar aspal sebagai berikut : - Sampel rencana kadar aspal optimum (pb).

(68)

45

d). Kadar aspal (pb) +0,5% e). Kadar aspal (pb) +1,0%

b. Setelah diperoleh nilai kadar aspal optimum, selanjutnya menghitung berat jenis maksimum (BJ Max) dengan cara mengambil data dari percobaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus.

c. Jika semua data telah diperoleh, langkah yang dilakukan berikutnya adalah menghitung berat sampel, berat aspal, berat agregat dan menghitung kebutuhan agregat tiap sampel berdasarkan persentase tertahan.

(69)

46

Tabel 9. Pembuatan Benda Uji Pemadatan LASTON AC-BC untuk Penentuan KAO spesifikasi AC-BC + kadar aspal minyak Pb – 1,0 (%)

3 buah 3 buah

Pb – 0,5 (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-BC + kadar aspal minyak Pb – 0,5 (%)

3 buah 3 buah

Pb (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-BC + kadar aspal minyak Pb (%)

3 buah 3 buah

Pb + 0,5 (%)

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-BC + kadar aspal minyak Pb + 0,5 (%)

3 buah 3 buah

Pb + 1,0 (%) 3 buah 3 buah

Campuran agregat dengan spesifikasi AC-BC + kadar aspal minyak Pb +1,0 (%)

Jumlah 30 Buah

Sumber: Hasil Analisis Pembuatan Benda Uji Laston Lapis AC-BC Penentuan Rencana Kadar Aspal Optimum

Pencampuran bahan dilakukan secara manual dengan diaduk di atas wajan yang dipanaskan. Dilanjutkan Proses pemadatan standard dengan automatic marshall compactor terhadap sampel sebanyak 2 x 75 kali tumbukan tiap sisinya (2 sisi atas dan bawah) dengan suhu 1450C. Benda uji dibuat berbentuk silinder dengan tinggi standar 6,35 cm dan diameter 10,16 cm. Dan mendiamkan benda uji selama 24 jam hingga mengeras.

d. Benda uji kadar aspal optimum

(70)

47

e. Dilanjutkan dengan pembuatan benda uji dengan campuran polyethylene terpthalate dengan variasi presentase nya sebagai berikut : 0%, 1%, 3%, 5%, 7%, 9% dengan kadar aspal optimum mengikuti langkah-langkah yang sama seperti yang disebutkan diatas. Setelah itu dilanjutkan dengan uji marshall kembali menggunakan kadar aspal optimum sebanyak tiga sampel tiap variasinya (Tabel 10). Sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 66 sampel. Tabel 10. Rincian Banyak Sampel KAO dengan Tambahan

Sumber: Hasil Analisis Rincian Banyak Sampel KAO dengan Tambahan Polyethylene Terepthalate

5. Pengujian dengan Alat Marshall a. Pemeriksaan Berat Jenis Campuran

(71)

48

b. Pengujian

Pengujian dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap (flow) dari campuran aspal sesuai dengan prosedur SNI 2489-1991 atau AASHTO-245-90. Berikut langkah-langkah pengujian dengan alat Marshall :

1) Benda uji direndam dalam bak perendaman pada suhu 60ºC ± 1ºC selama 30 menit

2) Bagian dalam permukaan kepala penekan dibersihkan dan dilumasi agar benda uji mudah dilepaskan setelah pengujian.

3) Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, letakkan benda uji tepat di tengah pada bagian bawah kepala penekan kemudian letakkan bagian atas kepala penekan dengan memasukkan lewat batang penuntun, kemudian letakkan pemasangan yang sudah lengkap tersebut tepat di tengah alat pembebanan, arloji kelelehan (flow meter) dipasang pada dudukan diatas salah satu batang penuntun. 4) Kepala penekan dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji,

kemudian diatur kedudukan jarum arloji penekan dan arloji kelelehan pada angka nol.

(72)

49

Setelah pengujian selesai, kepala penekan diambil, bagian atas dibuka dan benda uji dikeluarkan.

6. Menghitung parameter Marshall

Setelah pengujian dengan menggunakan alat Marshall didapat nilai stabilitas dan flow, selanjutnya menghitung parameter marshall yaitu : VIM, VMA, VFA, berat volume, dan parameter lain sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran dengan menggambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall.

7. Pengolahan dan Pembahasan Hasil

Dari data hasil penelitian di Laboratorium akan membandingkan nilai stabilitas dan karakteristik campuran (rongga dalam campuran, rongga antar agregat dan rongga terisi aspal) akibat pengaruh variasi penambahan polyethylene terepthalate menggunakan dari ke lima jenis variasi % penambahan aspal benda uji yang berbeda gradasi, serta hasil pengolahan akan diuraikan dalam bentuk grafik hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, yaitu gambar grafik hubungan antara:

a. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap Kepadatan b. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap VIM c. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap VMA d. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap VFA e. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap stabilitas f. Kadar aspal optimum + polyethylene terepthalate terhadap flow

(73)

50

Gambar 3. Diagram Penelitian E. Diagram Alir Penelitian

Pengujian Karakteristik Mutu

1. Pengujian aspal (penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, kehilangan berat) didapat dari data sekunder.

2. Pengujian agregat (analisa saringan, berat jenis dan penyerapan agregat kasar, berat jenis dan penyerapan agregat halus, Los Angeles Test) didapat dari data sekunder.

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Penentuan KAO

Uji Marshall (VMA, VIM, VFA, MQ, stabilitas, flow)

Hasil dan Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selesai Pembuatan benda uji gradasi batas atas

dengan KAO dan polyethylene

terepthalate sebanyak 0% ; 1%; 3%, 5%, 7% ; 9% sebanyak 18 sampel

Pembuatan benda uji gradasi batas tengah

dengan KAO dan polyethylene

(74)

98

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pengujian, pembahasan, dan analisa dapat diambil kesimpulan, sebgai berikut:

1. Untuk pengujian bahan dari agregat halus, kasar, dan aspal yang digunakan telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan oleh Bina Marga tahun 2010.

2. Spesifikasi gradasi yang digunakan adalah gradasi halus Laston AC-BC karena hasil nilai VIM yang didapatkan sesuai dalam spesifikasi.

3. Kadar Aspal Optimum (KAO) yang diperoleh pada kelompok benda uji I (Gradasi Batas Atas) dan kelompok benda uji II (Gradasi Batas Tengah/Ideal) yang ilainya mendekati syarat spesifikasi yang ada 6,44%. 4. Untuk variasi kadar aspal optimum yang ditambahkan bahan

polyethylene terepthalate (PET) menunjukkan persen tambahan yang memenuhi enam kriteria untuk kelompok gradasi batas atas maupun batas tengah adalah kadar penambahan 3% .

Gambar

Tabel
Tabel 1. Ketentuan Sifat Campuran Aspal beton AC-BC
Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar
Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Vieroituksesta tiineytykseen rehua annetaan vähintään 34 MJ NEa/d emakon ruokahalun ja kunnon mukaan.. Ensikon energiaruokintasuositukset MJ NEk/pv Viikko

54 Dari proses fire strength dipilih dengan mengurutkan data terbesar yang mempunyai nilai fire strength, sehingga data yang memenuhi aturan-10 [R10] mendapatkan keputusan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang isolasi mikrobia, karakteristik morfologi sel dari jus kubis terfermentasi, karakteristik biokimiawi, identifikasi bakteri asam

Beranjak dari latar belakang di atas penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana sesungguhnya upaya peningkatan motivasi dan keaktifan

Perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan dalam sengketa bersenjata sesungguhnya telah dapat ditemukan pada aturan-aturan tentang perang yang termuat dalam

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam Penentuan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2006-2011).. Najakhah, Jazilatun, Saryadi dan

MARIMUTHU : Ini yang sepatutnya kerajaan lakukan, tetapi masalahnya ialah kita hanya bercakap untuk mencari sumber tenaga pilihan apabila menghadapi masalah.. Tetapi apabila

Menurut saya sangatlah penting untuk dibuat suatu aturan yang tegas mengenai penetapan standar minimum tarif jasa notaris tersebut untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi