• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu dan Lama Thawing di Dataran Tinggi Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Brahman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu dan Lama Thawing di Dataran Tinggi Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Brahman"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN TINGGI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BRAHMAN

Oleh

SHERLY PUSPA NINGRUM

Penelitian yang dilaksanakan 8—27 Maret 2014 bertujuan untuk mengetahui suhu dan lama thawing yang optimaldi dataran tinggi pada semen beku sapi Brahman. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu (34°C, 37°C, dan 40°C) dan faktor II lama thawing (10 detik, 15 detik, dan 20 detik) dengan 3 kali ulangan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas spermatozoa dan persentase

spermatozoa hidup. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Anova dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama thawing sama-sama

memberikan pengaruh terhadap kualitas semen beku sapi Brahman, namun tidak memiliki interaksi diantara keduanya. Kualitas spermatozoa yang paling baik diperoleh pada suhu thawing 40ºC, dan pada lama thawing 20 detik. Pada suhu dan lama thawing tersebut memiliki rata-rata kualitas yang paling tinggi di antara perlakuan yang lain. Motilitas spermatozoa pada suhu thawing 40ºC sebesar 33,89% dan lama thawing 20 detik sebesar 35,56%. Persentase spermatozoa

(2)

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN TINGGI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BRAHMAN

Oleh

SHERLY PUSPA NINGRUM

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar lampung pada tanggal 30 Juni 1992 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sugiono dan Ibu Darmawaty Sayih. Pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi Prov. Lampung Pahoman Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1998; SDN 2 (Teladan) Rawa Laut Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004; SMPN 1 Bandar Lampung, diselesaikan pada 2007; SMA Perintis 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010.

(6)

Persembahan

Kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang teramat berarti dalam

hidupku, cahaya hidup yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia

mendampingi saat ku lemah dengan kasih sayang, semangat, serta doa yang

selalu mengiringi setiap langkahku

(Papa, Mama, Dimas, dan adek Aji) yang selalu memanjatkan doa untuk putri

dan kakak tercinta dalam setiap sujudnya.

Teman-teman terbaikku Nani, Aini, Nurma, Sekar, Tiwi, Dian, Indah, Ajrul,

Fara, Anung, Yesi, Tito yang selalu bersama dalam melewati

masa-masa yang sangat membosankan dan sulit ini, serta teman-teman

seangkatan 2010 yang tidak bisa disebutkan

satu per satu, seseorang di sana calon imamku yang telah bersabar dalam

penantiannya, semua yang telah mendidik

dan membekaliku ilmu yang bermanfaat,

(7)

Kata Mutiara

Manusia tidak dirancang untuk gagal, mereka gagal untuk

merancang”

(William J. Siegel)

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan

tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun

sedang menonton

(Mark Twain)

“Hai orang

-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan

shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama

orang-

orang bersabar” (Al

-Baqarah: 153)

Dari ibu kita belajar mengasihi. Dari ayah kita belajar

tanggungjawab. Dari teman kita belajar memahami. Dari

Allah kita

belajar cinta kasih yang tulus”

Perjuangan adalah awal dari sebuah kesuksesan. Namun

halangan dan rinta

ngan adalah kunci dari kesabaran”

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P. —selaku dosen pembimbing utama dan

Pembimbing Akademik—atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi,dan nasehatnya selama proses penyusunan skripsi ini;

2. Bapak drh. Purnama Edy Santosa,M.Si. —selaku dosen pembimbing anggota—atas bimbingan nasehat, ilmu, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.—selaku dosen penguji—atas bimbingan, nasehat, ilmu, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan— atas arahan, bimbingan, dan nasehatnya;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas izin untuk melakukan penelitian; 6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu

(9)

7. Papa dan mama tercinta atas do’a, kesabaran, nasihat, ilmu, dan kasih sayang yang tak tergantikan;

8. Adik-adikku (Muhammad Dimas Nugroho dan Muhammad Seno Adjie) atas do’a dan semangat yang telah kalian berikan;

9. Sahabat-sahabatku Yesi Wariesta dan Rizky Novia Tito, atas persahabatan, semangat dan motivasi yang diberikan selama ini.

10. Muhammad Fauzan S.Pt., Nani Aprilina S.Pt., Faradina, Tiwi, Aini, Ajrul Mukminat S.Pt, serta Mas Akbar yang telah membantu penulis saat proses pelaksanaan penelitian di lapangan;

11. Nurma, Sekar, Dian, Repilina Sihombing S.Pt., Irma, Ilmia Nova S.Pt., Anung, Rizki Indah Pratiwi S.Pt., dan teman-teman peternakan 2010, 2011, 2012, dan 2013 serta pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan semuanya atas kebersamaan kita serta semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini penulis harapkan.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian... 5

D. Kerangka Pemikiran ... 5

E. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Topografi Kecamatan Gisting ... 10

B. Sapi Brahman ... 10

C. Morfologi Spematozoa ... 11

D. Semen ... 12

1. Semen segar ... 12

2. Semen beku ... 13

(11)

b. Motilitas spermatozoa ... 15

c. Persentase spermatozoa hidup... 18

E. Inseminasi Buatan ... 18

F. Thawing ... 19

1. Suhu dan lama thawing ... 21

2. Perpindahan panas ... 22

3. Dataran tinggi ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat Penelitian ... 25

C. Bahan Penelitian... 25

D. Rancangan Penelitian ... 26

E. Pelaksanaan Penelitian ... 26

F. Peubah yang Diamati ... 28

G. Analisis Data ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Motilitas Spermatozoa Semen Beku setelah Thawing ... 29

B. Persentase Spermatozoa Hidup setelah Thawing ... .. 34

V. KESIMPULAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rancangan penelitian ... 26

2. Rata-rata persentase motilitas spermatozoa setelah thawing ... 29

3. Rata-rata persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 34

4. Data persentase motilitas spermatozoa setelah thawing ... 44

5. Analisis ragam motilitas spermatozoa ... 44

6. Uji lanjut duncan persentase motilitas spermatozoa setelah thawing ... 45

7. Data persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 46

8. Analisis ragam persentase spermatozoa hidup ... 46

9. Uji lanjut Duncan persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 46

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

ketersediaan daging yang juga meningkat. Daging sapi adalah sumber protein hewani, kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumen nasional baru berkisar 23%. Indonesia membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan upaya mempertahankan dan menunjang peningkatan populasi ternak terutama pada usaha sapi potong.

Peningkatan populasi sapi potong dapat dilakukan pemanfaatan teknologi reproduksi peternakan melalui teknik Inseminasi Buatan (IB) dengan

menggunakan semen beku (Kaiin et al., 2005). Semen beku adalah semen yang diencerkan menurut prosedur tertentu, lalu dibekukan jauh di bawah titik beku air. Tantangan dalam keberhasilan IB di lapangan adalah rendahnya kualitas dan penanganan semen beku yang digunakan, kondisi reproduksi, manajemen ternak, dan keterampilan inseminator (Sitepu et al., 1996).

(14)

2 mempunyai punuk besar dan gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi Eropa karena lebih banyak memiliki kelenjar keringat, kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit.

Semen beku adalah semen yang diencerkan menurut prosedur tertentu, lalu

dibekukan jauh di bawah titik beku air. Tantangan dalam keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) di lapangan adalah rendahnya kualitas dan penanganan semen beku yang digunakan, kondisi reproduksi, manajemen ternak, dan keterampilan inseminator (Sitepu et al., 1996).

Seringnya terjadi gagal kebuntingan disebabkan rendahnya kualitas semen beku. Indikator rendahnya kualitas semen bekuantara lain rendahnya motilitas dan persentase hidup spermatozoa. Hal ini disebabkan salah satunya handling semen beku seperti thawing. Thawing dimaksudkan mencairkan kembali semen beku dengan menggunakan media metode thawing semen beku menjadi salah satu faktor sangat menentukan karena menurut Evans dan Maxwell (1976), thawing

semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam inseminasi buatan. Prinsip thawing adalah peningkatan suhu semen secara konstan. Perubahan suhu yang mendadak akan menyababkan kematian spermatozoa. Penggunaan metode

thawing yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan spermatozoa sehingga menurunkan kualitas semen.

(15)

3 bagian dari faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas semen (Rosnah, 1998). Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban relatif atau

relative humidity (RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam volume udara terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan tekanan yang sama. Pada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian mempengaruhi

keseimbangan termal ternak (Sientje, 2003). Evaporasi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi dari permukaan cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas atau terjadi secara penguapan sehingga mempengaruhi suhu benda yang menyesuaikan suhu lingkungan yang ada.

Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan

spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas spermatozoa semen beku sapi Brahman yang memenuhi kriteria dalam pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama

thawing yang baik.

Suhu dan panas serta kelembapan yang terlalu rendah atau dingin secara terus menerus lebih berpengaruh buruk terhadap fertilitas dari pada suhu dan

kelembapan yang berganti-ganti panas dan dingin sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas semen beku terutama motilitas yang akhirnya menurunkan angka konsepsi (Toelihere, 1993). Menurut pendapat Pramunico (2003) suhu

(16)

4 juga sebaliknya suhu thawing yang tinggi maka akan menghasilkan angka

motilitas yang tinggi.

Suhu air pada saat pelaksanaan thawing lebih tinggi dari pada suhu lingkungan maka sebagian panas pada suhu air akan hilang dari molekul air karena diserap oleh lingkungan yang suhunya lebih rendah dari suhu air akibatnya pada saat

thawing suhu airakan mengalami penurunan di lingkungan tersebut dan melalui perpindahan panas melalui konveksi terhadap suhu air yang menyesuaikan dengan suhu lingkungan maka akan menyebabkan penurunan persentase motilitas dan

spermatozoa hidup. Sampai saat ini belum ada data penelitian sebelumnya mengenai kualitas semen beku sapi Brahman terhadap suhu dan lama thawing di dataran tinggi yang optimal.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama thawing di dataran tinggi terhadap kualitas semen beku sapi

Brahman.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh suhu dan lama thawing di dataran tinggi terhadap kualitas semen beku sapi Brahman;

(17)

5 3. mengetahui adanya interaksi antara suhu dan lama thawing di dataran tinggi

yang memberikan pengaruh terbaik terhadap kualitas semen beku sapi Brahman.

C. Kegunaaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya peternak dan inseminator tentang pengaruh suhu dan lama

thawing di dataran tinggi terhadap kualitas semen beku sapi Brahman sehingga dapat membantu keberhasilan program IB.

D. Kerangka Pemikiran

Sapi Brahman merupakan sapi keturunan Bos indicus yang berhasil dijinakkan di India, tetapi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat. Sapi Brahman memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi Eropa karena lebih banyak memiliki kelenjar keringat, kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit.

Teknik peningkatan mutu genetik ternak salah satunya dapat ditempuh dengan Inseminasi Buatan (IB). IB merupakan proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dengan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan (Partodihardjo, 1992). Salah satu komponen terjadinya fertilisasi pada makhluk hidup adalah adanya spermatozoa.

(18)

6 Kelebihan inilah yang menjadikan IB sebagai teknologi yang cepat dikenal oleh masyarakat luas. Semen beku adalah semen yang telah diencerkan menurut prosedur dengan tujuan selain untuk menyediakan makanan bagi spermatozoa

juga untuk meningkatkan volume dengan menurunkan konsentrasi semen

sehingga didapat 25 juta sel spermatozoa dalam satu straw yang sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan saat semen segar. Kemudian dibekukan jauh dari titik 0oC tergantung pada zat yang dipakai untuk membekukan semen terebut. Pembekuan bisa menggunakan es kering, cairan udara, O2 cair, dan N2 cair. N2 cair yang paling populer digunakan sebab dapat membekukan pada suhu yang paling rendah dan dapat menyimpan semen dalam waktu yang lama. Kombinasi es kering dan kristal CO2 dapat mencapai titik -70oC, cairan N2 suhunya -196oC, sedangkan CO2 cair dan udara cair suhunya -190oC (Partodiharjo, 1992).

Semen beku yang akan digunakan untuk Inseminasi Buatan (IB) diambil dari kontaineryang berisi N2 cair yang mempunyai suhu -1960C berbentuk padatan, oleh karena itu harus dilakukan thawing (pencairan kembali) sebelum IB. Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa

khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama

thawing yang baik adalah yang mengakibatkan sedikit kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi (Toelihere, 1993).

(19)

7 suhu 37oC selama 15 detik. Straw kemudian dikeringkan dengan handukatau tisu dan siap pakai. Di Indonesia thawing dilakukan dengan air kran padasuhu 15--25oC selama 15 detik (Ikhsan, 1992).

Dataran tinggi merupakan daerah yang pada umumnya memiliki temperatur udara dingin dengan kelembaban udara yang tinggi dan kondisi sumber pakan ternak yang terbatas. Temperatur dan kelembapan udara serta kondisi pakan tersebut merupakan bagian dari faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas semen (Rosnah, 1998). Tidak semua jenis sapi potong dapat tahan di daerah yang dingin,sapi Brahman merupakan salah satu sapi yang tinggal dan tahan di

lingkungan yang panas karena sapi Brahman memiliki kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit dan memiliki banyak kelenjar keringat dibandingkan jenis sapi yang lain. Keadaan iklim suatu daerah

berhubungan erat dengan ketinggian tempat, yang merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak. Setiap kenaikan ketinggian tempat di atas permukaan laut memperlihatkan terjadinya penurunan suhu, curah hujan tinggi disertai peningkatan kelembaban udara. Ternak memerlukan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang optimal untuk kehidupan dan berproduksi (Bayong, 2004). Suhu berperan sangat besar dalam menentukan motilitas sebab kadar metabolisme dan motilitas sperma berbeda menurut suhu (Toelihere, 1993).

Suhu dan panas serta kelembapan yang terlalu rendah atau dingin secara terus menerus lebih berpengaruh buruk terhadap fertilitas dari pada suhu dan

(20)

8 kualitas dan kuantitas semen beku terutama motilitas yang akhirnya menurunkan angka konsepsi (Toelihere, 1993).

Semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan spermatozoa

dan melewati masa tidak stabil (kritis) dengan cepat, sehingga spermatozoa hidup dan normal lebih banyak. Lama pencelupan pada air thawing yang pendek memberikan spermatozoa yang hidup lebih maksimal. Suhu danlama thawing

mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan

spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang mengakibatkan sedikit kerusakan spermatozoa,sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi (Handiwirawan, 1997).

Kualitas semen dalam straw dapat mengalami perubahan selama waktu distribusi. Hal ini terjadinya karena pengurangan gas nitrogen cair di dalam kontainer

sehingga terjadi fluktuasi suhu dalam pembekuan (Bearden dan Fuguway, 1980). Fluktuasi suhu disebabkan hilangnya nitrogen cair melalui evaporasi selama pengangkutan maupun penyimpanan, terutama karena suhu udara yang tinggi, insulator container yang tidak normal dan tutup kontainer tidak rapat. Keadaan tersebut menyebabkan terjadi kontak semen beku dangan suhu lingkungan yang tidak dapat dihindarkan sehingga sperma yang berada dalam straw akan

mengalami “kejutan” akibat perubahan suhu yang berulang-ulang. Kondisi ini dapat menyebabkan turunnya kualitas spermatozoa (Hedah, 1993).

(21)

9 memberi solusi guna meningkatkan kualitas semen beku sapi Brahman sesuai dengan syarat IB.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. suhu dan lama thawing di dataran tinggi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kualitas semen sapi Brahman.

2. terdapat salah satu suhu dan lama thawing di dataran tinggi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap kualitas semen sapi Brahman.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Topografi Kecamatan Gisting

Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu wilayah

pengembangan ternak yang termasuk daerah dataran tinggi terletak sekitar 700 m di atas permukaan laut. Gisting merupakan ibukota kecamatan berjarak 30 km dari Kota Agung yang merupakan ibukota kabupaten dan berjarak 110 km dari Bandar Lampung yang merupakan ibukota Provinsi Lampung (Pemerintah Kecamatan Gisting, 2006).

Iklim di Kecamatan Gisting termasuk tipe iklim tropis basah. Suhu udara harian 18—8oC dengan suhu rata-rata 26oC. Curah hujan 3.500 mm/tahun dengan rata-rata 2.500 mm/tahun (Monografi Kecamatan Gisting, 2006).

B. Sapi Brahman

Sapi Brahman merupakan sapi keturunan Bos indicus yang berhasil dijinakkan di India, tetapi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat. Sapi Brahman diekspor ke Amerika Serikat pada tahun 1849, dan disana diseleksi serta

(23)

11 Amerika Serikat diekspor ke berbagai negara, dan masuk Indonesia sejak tahun 1974.

Menurut Murtidjo (1993), ciri-ciri sapi Brahman adalah:

1. ponoknya longgar, gelambirnya lebar dan lipatan kulit dibawah perut juga lebar;

2. telinganya panjang dan bergelantung;

3. warna bulunya pada umumnya abu-abu tetapi ada juga yang merah; 4. dapat beradaptasi dengan makanan yang jelek;

5. berat badan sapi jantan bisa mencapai 800—1000 kg, yang betina 400—700kg .

Sapi ini memiliki mutu genetik dan daya reproduksi yang paling baik

dibandingkan sapi lokal. Keunggulan dari sapi Brahman antara lain pertambahan berat badan relatif cepat, persentase karkas besar, serta merupakan sapi potong tipe dwiguna yang mampu berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang tidak menguntungkan. Tahan terhadap gigitan caplak dan nyamuk, serta resisten terhadap demam texas dan dapat beradaptasi terhadap pakan yang jelek.

C. Morfologi Spermatozoa

(24)

12 bergerak bebas meskipun tanpa kepala. Ekor membantu mendorong spermatozoa

untuk bergerak maju (Salisbury dan VanDemark, 1985).

D. Semen 1. Semen segar

Semen adalah sekresi kelamin jantan yang diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan IB. Semen terdiri dari spermatozoa atau sel-sel yang berada dalam suatu cairan yang disebut plasma semen. Fungsi utama semen adalah untuk mengantarkan sel-sel sperma untuk membuahi sel telur yang dihasilkan oleh individu betina. Semen yang baik dan mempunyai fertilitas yang tinggi ditandai dengan warnanya yang terlihat krim, kental, serta gerakan-gerakan dari sperma tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang. Konsistensi yang rendah menyebabkan warna semen tampak kecoklatan dan encer seperti air susu atau lebih encer lagi (Murtidjo, 1993).

Sel sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Sperma terdiri atas

deoksiribonukleoprotein dan mukopolisakarida. Deoksiribonukleoprotein

(25)

13 2. Semen beku

Semen beku adalah semen yang diencerkan menurut prosedur tertentu, lalu dibekukan jauh di bawah titik beku air (Hartono et al., 2007). Tantangan dalam keberhasilan IB di lapangan adalah rendahnya kualitas dan penanganan semen beku yang digunakan, kondisi reproduksi, menejemen ternak, dan keterampilan inseminator (Sitepu et al., 1996).

Pada Inseminasi Buatan digunakan semen beku yang telah dicairkan lebih dahulu (post thawing) yang berasal dari pejantan unggul, sehat, bebas dari penyakit menular yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen dan disimpan dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -196°C dalam kontainer kriogenik (Mitchel dan Doak, 2004).

Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara. Berbagai cara thawing yang dilakukan, harus berpegangan pada peningkatan suhu semen harus menaik secara konstan sampai waktu inseminasi (Toelihere, 1993).

Semen beku yang akan digunakan untuk IB diambil dari kontaineryang berisi N2 cair yang mempunyai suhu -1960C berbentuk padatan, oleh karena itu harus dilakukan thawing (pencairan kembali) sebelum IB. Suhu dan lama thawing

mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan

(26)

14 Model pengemasan semen beku yang biasa digunakan menurut Hafez (1993) yaitu:

1. Straw yang terbuat dari polivinil klorida, terdapat dua ukuran yaitu ministraw

berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen. 2. Ampul gelas berisi 0,5—1 ml semen.

3. Pellet berisi 0,1—0,2 ml semen.

Umur dan daya guna semen yang dibekukan akan bertahan lama karena

pembekuan adalah menghentikan sementara kegiatan hidup dari sel (metabolisme sel) tanpa mematikan fungsi sel dimana proses hidup dapat terus berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Jadi, pada prinsipnya menggunakan faktor penurunan temperatur untuk mempertahankan daya hidup dan kemampuan fertilisasi

spermatozoa (Partodiharjo, 1992).

a. Evaluasi semen beku

Evaluasi semen beku dilakukan setelah straw diencerkandi dalam minitub bersuhu 39oC selama 2 menit, sampai semen dalam straw benar-benar mencair, kemudian sampel semen dikeluarkan untuk dievaluasi secara mikroskopis sesuai dengan peubah yang diamati (Herdiawan, 2004).

Pewarna eosin digunakan karena mempunyai sifat asam sehingga mampu

(27)

15 diletakkan dibawah mikroskop, diamati viabilitasnya (ketahanan hidup) dengan perbesaran 100x. Setelah didapatkan fokus kemudian diamati dan difoto menggunakan kamera digital dan diperoleh hasil pewarnaan sperma (Narato, 2009).

b. Motilitas individu spermatozoa

Motilitas adalah jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jiak motil laju > 40 %. Menurut Yatim (1984), yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD dengan range 10—95, namun penelitian melaporkan spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati, mungkin ada sesuatu zat sitotoksin atau antibodi yang membuatnya tidak bergerak.

Menurut Toelihere (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme

spermatozoa yaitu :

Suhu

Suhu yang tinggi dapat meningkatkan angka metabolisme dan menurunkan ketahanan spermatozoa hidup. Bila suhu dinaikkan mencapai 50oC maka molititas spermatozoa akan terhenti, karena ketahanan substrat, menurunnya pH akibat akumulasi asam laktat , atau kombinasi kedua faktor tersebut, dan

(28)

16 Konsentrasi

Peningkatan konsentrasi spermatozoa pada ejakulasi normal akan menurunkan angka metabolisme. Potassium merupakan kation utama dalam sel spermatozoa

dan sodium merupakan kation utama dalam plasma seminalis. Potasium merupakan penghambat alamiah metabolism spermatozoa sehingga dengan meningkatnya konsentrasi sel spermatozoa akan menurunkan angka metabolisme.

Tekanan osmosis

Sperma tetap motil dalam waktu lama di dalam media yang osotonik. Pengencer yang bersifat hipotonik dan hipertonik akan menurunkan angka metabolisme. Membran spermatozoa bersifat semipermeabel, pengencer yang bersifat hipotonik dan hipertonik akan mengakibatkan transfer air melalui membran sehingga

integritas sel.

Hormon

Testosteron dan beberapa androgen lain akan menurunkan angka metabolisme. Cairan dalam saluran reproduksi betina akan meningkatkan aktivitas metabolisme yang ditunjukkan dengan meningkatnya motilitas spermatozoa, terutama

disebabkan oleh estrogen.

Zat anti bakteri

(29)

17 Gas

Konsentrasi karbondioksida yang rendah akan menstimulasi metabolisme aerob, oksigen yang dibutuhkan akan memacu respirasi sel sehingga dapat meningkatkan proses metabolisme aerobspermatozoa.

Pengaruh cahaya

Sinar matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan menurunkan motilitas, angka metabolisme, dan fertilitas spermatozoa karena meningkatnya suhu. Sinar atau cahaya dapat menyebabkan suatu reaksi fotokemis di dalam sperma, yang menghasilkan hidrigen peroksida dalam jumlah yang toksik.

pH

Aktivitas optimum enzim-enzim pada spermatozoa berlangsung pada pH 7,0 (6,9—7,5 tergantung jenis spesies). Aktivitas metabolisme tertinggi dicapai pada pH mendekati pH netral. Pada pH asam angka metabolisme akan turun dan pada pH basa angka metabolism akan meningkat, namun spermatozoa

akan cepat kelelahan.

Sampel semen diteteskan diatas gelas objek dan ditutup gelas penutup dan diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan

dengan menghitung persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju ke depan dibandingkan dengan yang tidak bergerak sebanyak ± 100 spermatozoa

(30)

18 Perhitungan persentase motilitas menurut Partodiharjo (1992) adalah:

% Motilitas Spermatozoa

=

total � � � yang diamati

jumlah � � � progresif x 100%

Penilaian gerakan individual spermatozoa menggunakan mikroskop dan melihat pola pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan merupakan gerakan terbaik. Gerakan melingkar atau gerakan mundur merupakan tanda coldshock

atau media yang kurang isotonik terhadap semen. Gerakan berayun dan berputar-putar di tempat biasanya terlihat pada semen yang sudah tua dan apabila

kebanyakan spermatozoa berhenti bergerak dan dianggap mati. Motilitas

spermatozoa dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme spermatozoa yang ditunjang oleh lingkungan yaitu suhu dan komponen-komponen yang terdapat di dalam medium (Toelihere, 1993).

c. Persentase spermatozoa hidup

Persentase hidup dan mati sangat dipengaruhi oleh suhu, sinar matahari secara langsung dan goncangan yang berlebihan Toelihere (1993). Pengamatan gerakan individu dilihat dengan mikroskop, dihitung di semua lapangan pandang. Metode pewarnaan eosin 2% adalah metode yang dilakukan dalam pemeriksaan

persentase spermatozoa hidup. Perhitungan persentase hidup sperma menurut Mumu (2009) adalah sebagai berikut:

% Spermatozoa hidup

=

� ℎ�

� ℎ� + � � � x 100%

E. Inseminasi Buatan

(31)

19 konsumsi daging dapat terpenuhi. Teknik peningkatan mutu genetik ternak salah satunya dapat ditempuh dengan IB.

Inseminasi Buatan (IB) merupakan proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dengan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan (fertilisasi) (Partodihardjo, 1992). Salah satu komponen terjadinya fertilisasi pada makhluk hidup adalah adanya spermatozoa.

Keberhasilan program IB antara lain dipengaruhi oleh kondisi induk yang sedang birahi, kualitas semen khususnya motilitas spermatozoa setelah thawing

(PTM) dan keterampilan inseminator yang meliputi deteksi birahi, thawing,

penanganan semen, dan pelaksanaan IB yang tepat waktu. Semen yang akan digunakan untuk IB minimal harus memiliki persentase motilitas spermatozoa

setelah thawing sebesar 40%, jumlah spermatozoa motil minimal 12 juta/straw

dan persentase spermatozoa yang abnormal maksimal 10% (Toelihere, 1993).

F. Thawing

Thawing dilakukan dengan mengambil semen beku yang berbentuk straw dari kontaineryang berisi nitrogen cair, langsung dicelupkan dalam air hangatdengan suhu 37oC selama 15 detik. Straw kemudian dikeringkan dengan handukatau tissu dan siap pakai. Di Indonesia thawing dilakukan dengan air kran padasuhu 15oC—25oC selama 15 detik (Ikhsan, 1992). Menurut Zenichiro (2002)bahwa

(32)

20 mempengaruhi stabilitas dan fungsi‐fungsi hidup membran sel spermatozoa

(Einarsson, 1992).

Semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan spermatozoa

dan melewati masa tidak stabil (kritis) dengan cepat, sehingga spermatozoa hidup dan normal lebih banyak. Lama pencelupan pada air thawing yang pendek memberikan spermatozoa yang hidup lebih maksimal. Suhu danlama thawing

mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan

spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang mengakibatkan sedikit kerusakan spermatozoa,sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi (Handiwirawan, 1997).

Menurut Arnott (1961), perbandingan pengaruh antara thawing pada 30°C dengan 15°C, dan 15°C dengan 4°C menemukan bahwa thawing pada suhu 15°C

menunjukkan persentase non-return 60—90 hari jauh lebih tinggi dibandingkan dengan thawing pada 30°C, sedangkan thawing pada 4°C adalah sedikit lebih baik daripada thawing pada suhu 15°C. Pendapat lain mengatakan, tidak ada

perbedaan persentase non-return antara thawing pada 40°C dan 5°C. Sebaliknya suatu percobaan lapangan menunjukkan bahwa thawing pada suhu 40°C lebih baik daripada thawing pada 5°C dan keduanya lebih baik daripada thawing pada suhu 20°C (Toelihere, 1993).

(33)

21

thawing pada suhu 38°C. Pendapat lain mengatakan bahwa tidak terdapat daya tahan hidup sperma yang dicairkan kembali pada kedua ekstrem suhu tersebut (Toelihere, 1977).

1. Suhu dan lama thawing

Suhu dan panas serta kelembapan yang terlalu rendah atau dingin secara terus menerus lebih berpengaruh buruk terhadap fertilitas dari pada suhu dan

kelembapan yang berganti-ganti panas dan dingin sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas semen beku terutama motilitas yang akhirnya menurunkan angka konsepsi (Toelihere, 1993).

Kualitas semen dalam straw dapat mengalami perubahan selama waktu distribusi. Hal ini terjadinya karena pengurangan gas nitrogen cair di dalam kontainer

sehingga terjadi fluktuasi suhu dalam pembekuan (Bearden dan Fuguway, 1980). Fluktuasi suhu disebabkan hilangnya nitrogen cair melalui evaporasi selama pengangkutan maupun penyimpanan, terutama karena suhu udara yang tinggi, insulator kontainer yang tidak normal dan tutup kontainer tidak rapat. Keadaan tersebut menyebabkan terjadi kontak semen beku dengan suhu lingkungan yang tidak dapat dihindarkan sehingga sperma yang berada dalam straw akan

mengalami “kejutan” akibat perubahan suhu yang berulang-ulang. Kondisi ini dapat menyebabkan turunnya kualitas spermatozoa (Hedah, 1993).

(34)

22 kerusakan ikatan seluler yang penting dan dapat memecahkan selubung dan masuknya zat-zat tertentu yang akan mengganggu aktivitas serta substansi intraseluler yang vital (White, 1969).

Menurut Selk (2002) melaporkan bahwa menghindari bahaya cold shock pada

straw beku dilakukan thawing selama 10 sampai 60 detik menggunakan air

hangat. Sayoko et al. (2007) melaporkan bahwa thawing menggunakan air hangat akan memberikan hasil persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan air sumur. Toelihere (2003), menyatakan bahwa thawing

dilakukan dengan temperatur dengan suhu 34oC selama 15 detik. Menurut

Sayoko et al. (2007), lama thawing 30 detik memberikan hasil lebih baik terhadap persentase spermatozoa hidup daripada thawing selama 15 detik. Temperatur

thawing 21—25oC dengan waktu di bawah satu menit memperoleh tingkat motilitas 51,17% lebih baik dari temperatur thawing 5oC yang memiliki motilitas sebesar 45,95% (Adikarta dan Listiana, 2001). Oleh karena itu dianjurkan untuk

thawing tidak lebih dari 60 detik dan menggunakan air hangat guna mengurangi mortalitas spermatozoa.

2. Perpindahan panas

Perpindahan panas dapat mempengaruhi suatu zat atau benda, perpindahan panas dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

(35)

23 b. Radiasi adalah perpindahan panas tanpa melalui perantara. Merupakan

proses terjadinya perpindahan panas (kalor) tanpa menggunakan zat perantara;

c. Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat perantara. Namun, zat tersebut tidak ikut berpindah ataupun bergerak. Pada konduksi

perpindahan energi panas (kalor) tidak di ikuti dengan zat perantaranya (Dedy Setiawan, 2013).

3. Dataran tinggi

Dataran tinggi adalah wilayah dataran yang terletak pada ketinggian di atas 200 m dpl. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performan reproduksi sapi Brahman adalah ketinggian tempat, karena ketinggian tempat ini sangat erat kaitannya dengan suhu dan kelembapan (Anonimous, 2009).

Dataran tinggi merupakan daerah yang pada umumnya memiliki temperatur udara dingin dengan kelembapan udara yang tinggi dan kondisi sumber pakan ternak yang terbatas. Temperatur dan kelembapan udara serta kondisi pakan merupakan bagian dari faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas semen (Rosnah, 1998). Tidak semua jenis sapi potong dapat tahan di daerah yang dingin,sapi Brahman merupakan salah satu sapi yang tinggal dan tahan di lingkungan yang panas karena sapi Brahman memiliki kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit dan memiliki banyak kelenjar keringat dibandingkan jenis sapi yang lain.

(36)

24 dingin. Perbedaan produktivitas ini berkaitan erat dengan faktor suhu dan

kelembapan udara. Interaksi suhu dan kelembapan udara atau Temperature HumidityIndex (THI) dapat mempengaruhi kenyamanan hidup ternak.

Kelembapan biasanya diekspresikan sebagai kelembapan relatif atau Relative Humidity (RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam volume udara terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan tekanan yang sama. Pada saat kelembapan tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak (Sientje, 2003). Evaporasi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi dari permukaan cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas atau terjadi secara penguapan sehingga mempengaruhi suhu benda yang menyesuaikan suhu lingkungan yang ada.

Keadaan iklim suatu daerah berhubungan erat dengan ketinggian tempat, yang merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak. Setiap kenaikan ketinggian tempat di atas permukaan laut memperlihatkan terjadinya penurunan suhu, curah hujan tinggi disertai peningkatan kelembapan udara. Ternak memerlukan suhu lingkungan dan kelembapan udara yang optimal untuk kehidupan dan berproduksi (Bayong, 2004). Menurut Berman (2005), bahwa sapi perah menunjukkan penampilan produksi terbaik pada suhu 18ºC dengan

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 8—27 Maret 2014 di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Straw semen beku sapi Brahman berasal dari Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Terbanggi Besar, Desa Terbanggi Besar, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

B. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kontainer, gunting, pinset, kertas tisu, pemanas buncen, thermohygrometer, stopwatch atau alat hitung, ember, mikroskop binokuler, gelas obyek, dan gelas penutup.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Straw semen beku sapi Brahman sebanyak 27 straw. 2. Air bersuhu 34oC, 37oC, dan 40oC.

(38)

26 D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu ( 34°C, 37°C, dan 40°C) dan faktor II yaitu lama thawing (10 detik , 15 detik, dan 20 detik) dengan 3 ulangan.

Tabel 1. Rancangan penelitian

Suhu

Lama thawing (detik)

10 15 20

34ºC 3 straw 3 straw 3 straw

37ºC 3 straw 3 straw 3 straw

40ºC 3 straw 3 straw 3 straw

E. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. pengambilan straw sapi Brahman di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Terbanggi Besar, Lampung tengah

a. mengambil straw di BIBD Terbanggi Besar, Lampung Tengah sebanyak 27 straw;

b. memasukkan ke dalam kontainer DR 2;

2. menyiapkan air dengan suhu 34oC, 37oC, dan 40oC; 3. pemeriksaan motilitas spermatozoa;

a. mengambil semen beku dengan kemasan straw dari kontainer kemudian di

(39)

27 b. meneteskan semen dari straw yang sudah di thawing pada gelas obyek

kemudian menutup dengan gelas penutup;

c. memeriksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran sedang (10x40); d. menentukan persentase motilitas spermatozoa sesuai dengan kriteria yang

ada dengan skala persentase pergerakan dari 0 sampai 100. Penilaian Menurut Toelihere (1981), penilaian gerakan individu yang terlihat pada mikroskop adalah sebagai berikut :

1. 0 % : spermatozoa tidak bergerak;

2. 0—30 % : gerakan berputar ditempat; pergerakan progresif; 3. 30—50 % : gerakan berayun atau melingkar; pergerakan progresif; 4. 50—80 % : ada gerakan massa; pergerakan progresif;

5. 80—90 % : ada gelombang; pergerakan progresif;

6. 90—100 % : gelombang sangat cepat; pergerakan sangat progresif;

4. pemeriksaan persentase spermatozoa hidup;

a. meneteskan satu atau dua tetes eosin 2% pada ujung gelas obyek yang bersih;

b. meneteskan semen segar dengan ukuran yang sama dengan pewarna pada ujung gelas obyek yang sama;

c. menempelkan ujung gelas obyek yang lain atau ujung gelas penutup pada kedua cairan sehingga keduanya bercampur, kemudian didorong ke ujung gelas obyek;

d. mengeringkan preparat ulas dengan cara menggunakan pemanas buncen; e. memeriksa spermatozoa yang hidup dan mati dengan menggunakan

(40)

28 tidak berwarna, sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah atau merah muda. Jumlah spermatozoa yang dihitung minimal 210 sel; f. menghitung persentase spermatozoa hidup dengan rumus menurut Mumu

(2009):

sperma hidup (%) = − x 100%

keterangan: x = jumlah sel keseluruhan y = jumlah sel mati

F. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas dan persentase

spermatozoa hidup terhadap kualitas semen beku sapi Brahman dengan pengaruh suhu dan lama thawing di dataran tinggi Kecamatan Gisting Kabupaten

Tanggamus, Provinsi Lampung.

G. Analisis Data

(41)

1

V. KESIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. terdapat pengaruh antara suhu dan lama thawing terhadap persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing;

2. tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara suhu dan lama thawing terhadap persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing; 3. suhu thawing 40oC dan lama thawing 20 detik memberikan pengaruh terbaik

terhadap kualitas semen beku sapi Brahman di dataran tinggi.

B. Saran

Saran yang diperoleh dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. para inseminator yang bertugas di dataran tinggi disarankan untuk melakukan

thawing pada suhu thawing 40oC dengan lama thawing 20 detik;

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adikarta, E. W. , dan A. Listianawati. 2001. Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Semen Beku Sapi FH Post Thawing Terhadap Kualitas Sperma Post Kapasitasi. J. Tropical Animal. Special Edition. (April) 2001: 85—90.

Anonim. 2008. Reproduksi dan Konservasi Hewan. Bag. Reproduksi dan Kebidanan. FKH. UGM. Yogyakarta.

Anonimous. 2009. Kondisi Fisik Wilayah. http//donwloadpdfsmpmuhter. fies. wordpresscom/2009/11/02- ips-kls-8-bab-1. pdf. Diakses 28 Oktober 2010.

Arnott, W. J. , 1961. Problems of Artificial Breeding of Cattle, Australia, Vet. , 37: 140.

Balai Inseminasi Buatan Lembang. 1997. Diktat Pelatihan Penanganan Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Balai inseminasi Buatan lembang. Bandung.

Bayong, T. H. K. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB. Bandung.

Bearden, H. J and J. W. Fuguway. 1997. Applied Animal Reproduction. 4th ed. , Pretience-Hall. Inc. USA.

Berman. 2005. Pengaruh Panas Terhadap Penampilan Reproduksi Ternak. Erlangga. Jakarta.

Calderon, A. , D. E. Armstrong, S. K Ray, R. M. Denise, Enns and Howison. 2005. Productive and reproductive response of holstein and brown swiss heat stressed dairy cows to two different cooling systems. J. Anim Vet 4: 572—578.

Darnel, J. , Lodish, H and Baltimore, D. , 1990. Molecular Cell Biology. 2th ed. Sci. Am. Book.

(43)

40 Obstetrics Faculty of Veterinary and Animal Sciences West Bengal

University of Animal and Fishery Sciences. Kolkata West Bengal. India. Einarsson, S. 1992. Concluding Remarks. In: Influence of thawing method on

motility, plasma membrane integrity and morphology of frozen stallion spermatozoa. Bor K, B Colenbrander, A Fazelli, J Pallevliet and L Malmgren (eds. ) Theriogenology VI. 48th. 1997.

Ghustari. 1993. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins.

Hafez, E. 1993. Reproduction in farm animals. 5th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.

Hafs, H. D. and F. I. Elliot. 1954. Effect of thawing temperature and extender composition on the fertility of frozen bull semen. J. Anim. Sci. 37: 958. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga. University

Press. Surabaya.

Hedah, Dj. 1993. Peranan Balai Inseminasi Buatan Singosari dalam

Meningkatkan Mutu Sapi Madura Melalui Inseminasi Buatan. Proseding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Proyek Pembangunan Peternakan Nasional, Malang.

Herdiawan, 2004. Pengaruh Laju Penurunan Suhu dan Jenis Pengencer Terhadap Kualitas Semen Beku Domba Priangan. JITV 9(2): 98—107. Bogor. Handiwirawan, E. Nuryadi dan L. Hakim. 1997. Pengaruh Lama dan

Temperatur Thawing Semen Beku pada Inseminasi Buatan Sapi FH di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Puslitbangnak: 311—316.

Hermawanto dan Hadiwidjaja. 2002. Analisis sperma pada Infertilisasi Pria. http://www. tempo. co. id/medika/arsip/102002/pus-3. htm. Diakses 22 September 2007.

Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. ITB. Bandung.

Ihsan, M. N. 1992. Inseminasi Buatan. LUW. Universitas Brawijaya. Malang. Kaiin and Rasdik. 2005. Breeding Soundness Evaluation of Bulls. www. fao.

(44)

41 Mitchel, JR, and G. A Doak, 2004. The Artificial Insemination and Embryo

Transfer of Dairy and Beef Cattale 9 th ed. New Jersey. USA.

Mumu. 2009. Produksi dan Reproduksi Ternak. Penebar Swadaya. Surabaya Murtidjo. 1993. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya. Malang.

Narato. 2009. Teknik Pengawetan dan Pewarnaan Sperma. http://sma4rtzyoulyz. blogspot. com/2009_06_01_archive. html. Diakses 14 Maret 2010. Parks. J. E and J. K. Graham. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm membranes. Theriogenology. 30. 209—22.

Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Ed. Ke-3. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Pemerintah Kecamatan Gisting, 2006. Monografi Kecamatan. Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Pesch, S and B. Hoffman. 2007. Cryopreservation of spermatozoa in veterinary medicine. Journal of Reproductions Endocrinol. Vol 4: 101—105. Pramunico, A. 2003. Pengaruh Suhu dan Lama Thawing Semen Beku

terhadap Motilitas dan Persentase Spermatozoa Hidup pada Sapi

Limousin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Pratiwi, WC. , L. Affandhy, dan D. Ratnawati. 2009. Pengaruh Lama Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Limousin dan Brahman. J. Of

Animal Production (JAP). Vol. 11 No. 1: 48—52.

Rosnah. 1998. Pemeliharaan Ternak. Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian, Sumatera Selatan.

Salisbury, G. W and VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah Mada University. Press. Yogyakarta. Samsudewa. D dan A. Suryawidjaya. 2008. Pengaruh Berbagai Methode

Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

(45)

42 Selk, G. 2002. Artificial Insemination for Beef Cattle. http://www. osuextra.

com. Diakses 12 Januari 2006.

Sientje. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana /S3Institut Pertanian Bogor.

Sitepu P, Santoso, T Chaniago dan T Panggabean. 1996. Evaluasi Produktivitas Ternak Sapi Potong dalam Usaha Tani Tanaman Pangan di Lampung. Prosiding Temu Ilmiah Hasil‐Hasil Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan. Hlm: 267— 278.

Setiawan, Dedy. 2013. Perpindahan Panas Konveksi, Radiasi, dan Konduksi Lengkap. http://www. miung. com/2013/05/pengertian-perpindahan-panas-konveksi. html. Diakses 20 Mei 2013.

Toelihere, M, R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Penerbit Angksa. Bandung.

. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Penerbit Angkasa. Bandung.

, Yusuy TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003. Karakteristik Penampilan Reproduksi Pejantan Domba Garut. JITV8(2): 134—140. VanDemark, N. L. 1957. Preservation of Bull Semen At Subzero Temperatures,

Illinois Agric. Exp. Sta. Bull. 621.

Watson, P. F. 1996. Cooling of Spermatozoa and Freezing Capacity. Reprod. Dom. Anim. 31 : 135—140.

White, I. G. 1969. Mammalia Semen. In: E. S. E. Hafez (Ed. ) Reproduction in farm animals. Lea and Febiger, Philadelpia.

Wildan, Y. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung.

Yatim, W. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito Press. Bandung.

Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selam

Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Rancangan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

This Medical-ESP program considering its specific conducts that elaborates content-related discipline, linguistics instructions, and cross cultural understanding aims

bahwa untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat pengguna fasilitas jasa Terminal dalam Kota Banda Aceh yang aman, nyaman, teratur dan terarah sesuai

Usaha yang dilakukan pihak UPT Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta untuk menyelesaikan hambatan-hambatan dalam pengadaan bahan pustaka antara

Penelitian membutuhkan sebuah landasan untuk mendasari berjalannya suatu penelitian, termasuk penelitian kualitatif. Penelitian dimulai dengan memetakan bahan-bahan

However, some learners showed that they focused more on obtaining score than on developing their learning autonomy and language acquisition.The implementation of

yang paling rendah, dikarenakan walaupun varietas Batu Ijo mempunyai luas daun yang tinggi sehingga besarnya translokasi asimilat ke bagian tanaman tinggi tetapi

Implementasi yang telah dilakukan mendukung intervensi dari Amin(2013) Untuk diagnose nyeri akut tindakan perawatan dari tanggal 25-28 Juni 2018: melakukan pengkajian

Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang Jurusan D-III Keperawatan Karya Tulis Ilmiah Nama: Vinsensia G. Pada manula, hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan