ABSTRAK
PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL
Oleh
NANI APRILINA
Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara panas dan kelembaban udara yang rendah, sehingga berpengaruh terhadap suhu thawing. Thawing merupakan pencairan kembali semen yang telah dibekukan sebelum dilakukan Inseminasi Buatan (IB). Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental yang memenuhi kriteria dalam pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama thawing yang baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa suhu dan lama thawing di dataran rendah pada semen beku Sapi Simmental yang paling optimal untuk digunakan dalam IB. Penelitian dilakukan bulan Maret 2014. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu ( 34° C, 37° C, dan 40° C) dan Faktor II lama thawing (10 detik,15 detik, dan 20 detik) dengan 3 kali ulangan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup. Data hasi penelitian dianalisis dengan menggunakan Anova dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama thawing sama-sama memberikan pengaruh terhadap kualitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental, namun tidak memiliki interaksi diantara keduanya. Dari penelitian yang dilakukan, kualitas spermatozoa yang paling baik diperoleh pada suhu thawing 37ºC, dan pada lama thawing 15 detik. Pada suhu dan lama thawing tersebutmemiliki rata-rata kualitas yang paling tinggi diantara perlakuan yang lain. Motilitas spermatozoa pada suhu thawing 37ºC sebesar 38,33% dan lama thawing 15 detik sebesar 36,11%. Persentase spermatozoa hidup pada suhu thawing 37ºC sebesar 40,78% dan lama thawing 15 detik sebesar 38,33%.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 April 1992, sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Zulfanidar dan Ibu Runama Hasana.
Pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita Palas Pasemah, Lampung
Selatan, diselesaikan pada 1998; sekolah dasar di SDN 1 Penengahan Bandar
Lampung diselesaikan pada 2004; sekolah lanjut tingkat pertama di SMPN 10
Bandar Lampung diselesaikan pada 2007; pendidikan sekolah menengah atas di
Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Bandar Lampung diselesaikan pada
2010.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri
jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) pada 2010. Selama menjadi
mahasiswa, penulis melakukan kegiatan magang di ayam broiler di PT. Ramajaya
Farm pada tahun 2012, Praktik Umum di ayam petelur di PT. Sumber Sari Farm,
dan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Neglasari, Pringsewu.
Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode
2011—2012 sebagai Anggota Bidang Penelitan dan Pengembangan, dan periode
”Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila Engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras
untuk urusan yang lain
QS. Al insyirah: 6-7
Dan Katakanlah : “YaRabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.”
QS. Thaha:114
“Ini hidupku, danaku penentu kebesaran hidupku”
Mario Teguh
Sebuah karya kecilku……
Dengan lafadz Bismillah
Ku persembahkan Karya kecil ini dengan setulus hati kepada :
Allah SWT, atas kehendak-Nya semua ini ada,
atas Rahmat-Nya semua ini aku dapatkan,
dan atas kekuatan dari Nya lah aku bisa bertahan….
Ayah dan Ibu tercinta… sebagai tanda baktiku…
ini hanyalah setitik balasan yang tidak bisa dibandingkan
dengan berjuta-juta pengorbanan dan kasih sayang yang tidak pernah berakhir….
Uni dan ayukku serta seluruh keluarga besar yang sama tak sabarnya menanti peyandangan gelar S.Pt ini….
dan untuk seseorang yang ada di ujung sana
yang senantiasa setia dan sabar menanti kehadiranku
Calon imam atas diriku, anak-anakku dan keluargaku….
Serta kepada almamaterku,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena hanya atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, manusia biasa yang akan
selalu menjadi teladan terbaik dalam kehidupan umat manusia.
Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P—selaku dosen pembimbing utama dan
sekretaris jurusan— atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi, dan nasehatnya
selama proses penyusunan skripsi ini;
2. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.Si. —selaku dosen pembimbing
anggota—atas bimbingan nasehat, ilmu, dan bantuan dalam penyusunan
skripsi ini;
3. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.—selaku dosen penguji dan pembimbing
akademik—atas bimbingan, nasehat, ilmu, dan motivasi selama proses
penyusunan skripsi ini;
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan—
atas arahan, bimbingan, dan nasehatnya;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas
6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu
yang diberikan kepada penulis;
7. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a, kasihsayang, perhatian, ilmu, serta nasehat
yang tak akan pernah bisa terbalas;
8. Kakak-kakakku (Dara Fitria, S.T dan Zona Dwi Tami, Amd) atas dukungan
atas do’a dalam membantuku menggapai cita-cita.
9. Sherly Puspa Ningrum, M. Fauzan, Kurotul Aini, Ajrul Mukminat, Faradina,
Tiwi Metasari dan Mas Akbar yang telah menemani pada saat pelaksanaan
penelitian;
10. Dian, Anung, Indah, Nurma, Sekar, Irma, Nova, Repi, Etha, Dewi, Dwi, Tri,
Nano, Jay, Febi, Heru, Jefri, Fandi, Rahmat, Yuli. Serta teman-teman
peternakan 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 yang tidak bisa disebutkan
semuanya atas kebersamaan selama ini.
11. Teman-teman KKN (Dery, Mutia, Oppa, Nuy, Mami, Bang Yudi, Tidus,
Syarif, Nico) terimakasih atas semangat dan do’a kalian.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
ke-kurangan. Saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini penulis harapkan.
Bandar Lampung, Mei 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Kegunaan Penelitian ... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Lingkungan ... 8
1. Dataran rendah ... 8
2. Suhu dan kelembaban ... 8
3. Angin dan arah angin ... 8
C. Semen Sapi ... 10
D. Penyimpanan Dan Pemindahan Semen Beku ... 13
E. Thawing ... 14
1. Suhu dan lama thawing ... 14
2. Perpindahan panas ... 16
F. Evaluasi Spermatozoa... 17
G. Motilitas Spermatozoa ... 18
H. Persentase Spermatozoa Hidup ... 22
III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 23
B. Alat Penelitian ... 23
C. Bahan Penelitian ... 23
D. Rancangan Penelitian ... 23
E. Pelaksanaan Penelitian ... 24
F. Peubah yang Diamati ... 25
1. Molititas spermatozoa ... 25
2. Persentase spermatozoa hidup ... 26
G. Analisis Data ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 27
V. SIMPULAN ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rancangan Penelitian ... 24
2. Rata-rata motilitas spermatozoa antara setelah thawing ... 28
3. Rata-rata persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 34
4. Data motilitas spermatozoa (%) setelah thawing ... 47
5. Analisis ragam motilitas spermatozoa ... 47
6. Uji lanjut Duncan % motilitas spermatozoa setelah thawing ... 48
7. Data persentase spematozoa hidup setelah thawing... 49
8. Analisis ragam spermatozoa hidup ... 49
9. Uji lanjut Duncan % spermatozoa hidup setelah thawing ... 50
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani
untuk memenuhi permintaaan konsumen dalam negeri, sekaligus memperbaiki
gizi masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan ekspor. Usaha untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak dapat ditempuh melalui penyediaan
bibit ternak yang cukup dengan mutu baik, meningkatkan kelahiran, menekan
kematian dan meningkatkan produktivitas ternak.
Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produksi ternak
adalah proses reproduksi. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan
reproduksi ternak salah satunya adalah pemanfaatan teknologi reproduksi. Dari
semua teknik yang dilakukan pada bidang fisiologi reproduksi, Inseminasi Buatan
(IB) merupakan cara paling berhasil dan dapat diterima secara luas (Lindsay et al.,
1982). Pelaksaaan IB yang baik dapat menjadi salah satu upaya meningkatkan
produktivitas ternak melalui perbaikan mutu genetik ternak. Keberhasilan
kebuntingan ternak melalui program IB ditentukan beberapa faktor yaitu ternak
2
Ternak pejantan memengaruhi keberhasilan inseminasi buatan karena kualitas
semen yang dihasilkan oleh ternak pejantan merupakan salah satu penentu
keberhasilan perkawinan. Pelaksanaan inseminasi buatan mempunyai peran besar
dalam keberhasilan perkawinan karena prosedur palaksanaaan inseminasi buatan
mulai dari pengamatan birahi, handling semen beku, thawing semen beku sampai
dengan pelaksaan inseminasi sangat memengaruhi keberhasilan perkawinan.
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan jauh
di bawah titik beku air yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan
hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel. Thawing dimaksudkan mencairkan
kembali semen beku dengan menggunakan media. Metode thawing semen beku
menjadi salah satu faktor sangat menentukan karena menurut Evans dan Maxwell
(1976), thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam
inseminasi buatan. Prinsip thawing adalah peningkatan suhu semen secara
gradual. Perubahan suhu yang mendadak akan menyababkan kematian
spermatozoa. Penggunaan metode thawing yang tidak tepat akan menyebabkan
kerusakan spermatozoa sehingga menurunkan kualitas semen. Sampai saat ini
metode thawing di beberapa inseminasi buatan sangat beragam sehingga
mengakibatkan kualitas semen pasca thawing sangat beragam pula.
Untuk menghasilkan kualitas semen yang baik, Direktorat Jendral Peternakan
membuat standarisasi yaitu menggunakan air suhu 27oC selama 30 detik. Namun
faktor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam thawing.
Sebelum digunakan semen beku harus terlebih dahulu di thawing (dicairkan
3
merugikan, sehingga harus diusahakan melewati udara luar dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya sebab motilitas spermatozoa sapi menurun dengan
bertambahnya lama waktu thawing (Ghustari, 1993 dan Sorensen,1975).
Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur
udara yang lebih panas dari pada dataran lainnya. Thawing di dataran rendah
sangat berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa karena suhu lingkungan
memiliki pengaruh pada saat thawing. Suhu lingkungan dapat memengaruhi suhu
thawing karena adanya transfer panas melalui konveksi suhu lingkungan dan suhu
thawing yang dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin (Sientje, 2003).
Banyak hal-hal yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas semen beku terutama
terhadap motilitas diantaranya suhu dan kelembaban, thawing, jarak, cara
menyimpan semen beku, dan penambahan nitrogen cair. Suhu berperan sangat
besar dalam menentukan motilitas sebab kadar metabolisme dan motilitas sperma
dipengaruhi suhu (Toelihere, 1993). Sampai saat ini, belum adanya data
penelitian mengenai kualitas semen beku sapi Simmental terhadap suhu dan lama
thawing di dataran rendah yang optimal.
Uraian diatas menjadi dasar diadakannya penelitian mengenai pengaruh suhu dan
lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi Simmental
yang dapat memberi solusi guna meningkatkan kualitas semen beku sesuai dengan
4
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. mengetahui pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi antara suhu dan
lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran
rendah pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik;
2. mengetahui kualitas semen beku Sapi Simmental terbaik pada suhu dan
lama thawing 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
umum khususnya peternak dan inseminator tentang lama dan suhu thawing semen
beku yang terbaik terhadap kualitas spermatozoa yaitu molititas sperma dan
persentase spermatozoa hidup di daerah dataran rendah.
D. Kerangka Pemikiran
Sapi Simmental adalah jenis sapi jinak dan mudah dikelola, dan sapi ini di kenal
penghasil daging. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga yang dangkal,
tetapi akhir-akhir ini tubuh yang sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya
1000 – 1400 kg, sedang betina 600 – 850 kg. Masa produksi sapi betina 10 – 12
tahun. Sapi Simmental memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat dan harga
jualnya yang tinggi. Kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan unggul
mempunyai peranan penting dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
dengan teliti dan hati-hati. Kriteria pejantan unggul yang baik adalah mempunyai
5
Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan
kedalam saluran kelamin betina sewaktukopulasi, tetapi dapat pula ditampung.
Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar
aksesori (plasma semen). Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan
selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian
sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi
metaboliknya berhenti mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi
sehingga proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan.
Sebelum digunakan, semen yang telah dibekukan kemudian dicairkan kembali
(thawing). Setelah thawing spermatozoa sebagian sudah mengalami kapasitasi
sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas progresifnya tidak sebaik
spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang sudah mengalami kapasitasi
akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun gerakannya kurang progresif
(Ismaya 2009).
Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan apapun
cara thawing yang dilakukan harus berpegang kepada prinsip bahwa kurva
peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi,
sebab suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan
spermatozoa.
Sayoko et al., (2007) melaporkan bahwa thawing menggunakan air hangat akan
6
dengan menggunakan air sumur. Toelihere (2003), menyatakan bahwa thawing
dilakukan dengan temperature dengan suhu 34oC selama 15 detik.
Untuk kondisi dilapangan, thawing terhadap semen beku dalam kemasan straw
sebaiknya dilakukan padasuhu 35oC selama 10-12 detik (Senger, 1987 dalam
Gustari 1993) atau dengan lama waktu 12-15 detik (Bearden dan Fuquay, 1984).
Rata-rata motilitas spermatozoa tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan suhu
air 30oC selama 15 detik yaitu sebesar 56,00%, sedangkan rata-rata motilitas
spermatozoa terendah terdapat pada perlakuan suhu air 35oC selama 45 detik
yaitu sebesar 43,00% dengan rata-rata motilitas spermatozoa total adalah 48,11%
(Agustian, 2001). Semakin lama waktu thawing maka umur spermatozoa
semakin menua karena persediaan substrat semakin menipis, dan pH menurun
akibat akumulasi asam laktat (Bearden dan Fuquay, 1984).
Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan
spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu
dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa,
sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Dataran
rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara panas,
sehingga berpengaruh pada saat thawing. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental yang memenuhi kriteria dalam
pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama thawing yang baik, serta
lokasi atau tempat proses thawing di dataran rendah. Dengan diketahui suhu dan
7
memberikan solusi guna meningkatkan kualitas semen beku Sapi Simmental
sesuai dengan syarat IB.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. terdapat pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi terhadap suhu dan
lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi
Simmental pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20
detik;
2. terdapat salah satu suhu dan lama thawing yang memberikan pengaruh
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani
untuk memenuhi permintaaan konsumen dalam negeri, sekaligus memperbaiki
gizi masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan ekspor. Usaha untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak dapat ditempuh melalui penyediaan
bibit ternak yang cukup dengan mutu baik, meningkatkan kelahiran, menekan
kematian dan meningkatkan produktivitas ternak.
Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produksi ternak
adalah proses reproduksi. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan
reproduksi ternak salah satunya adalah pemanfaatan teknologi reproduksi. Dari
semua teknik yang dilakukan pada bidang fisiologi reproduksi, Inseminasi Buatan
(IB) merupakan cara paling berhasil dan dapat diterima secara luas (Lindsay et al.,
1982). Pelaksaaan IB yang baik dapat menjadi salah satu upaya meningkatkan
produktivitas ternak melalui perbaikan mutu genetik ternak. Keberhasilan
kebuntingan ternak melalui program IB ditentukan beberapa faktor yaitu ternak
2
Ternak pejantan memengaruhi keberhasilan inseminasi buatan karena kualitas
semen yang dihasilkan oleh ternak pejantan merupakan salah satu penentu
keberhasilan perkawinan. Pelaksanaan inseminasi buatan mempunyai peran besar
dalam keberhasilan perkawinan karena prosedur palaksanaaan inseminasi buatan
mulai dari pengamatan birahi, handling semen beku, thawing semen beku sampai
dengan pelaksaan inseminasi sangat memengaruhi keberhasilan perkawinan.
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan jauh
di bawah titik beku air yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan
hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel. Thawing dimaksudkan mencairkan
kembali semen beku dengan menggunakan media. Metode thawing semen beku
menjadi salah satu faktor sangat menentukan karena menurut Evans dan Maxwell
(1976), thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam
inseminasi buatan. Prinsip thawing adalah peningkatan suhu semen secara
gradual. Perubahan suhu yang mendadak akan menyababkan kematian
spermatozoa. Penggunaan metode thawing yang tidak tepat akan menyebabkan
kerusakan spermatozoa sehingga menurunkan kualitas semen. Sampai saat ini
metode thawing di beberapa inseminasi buatan sangat beragam sehingga
mengakibatkan kualitas semen pasca thawing sangat beragam pula.
Untuk menghasilkan kualitas semen yang baik, Direktorat Jendral Peternakan
membuat standarisasi yaitu menggunakan air suhu 27oC selama 30 detik. Namun
faktor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam thawing.
Sebelum digunakan semen beku harus terlebih dahulu di thawing (dicairkan
3
merugikan, sehingga harus diusahakan melewati udara luar dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya sebab motilitas spermatozoa sapi menurun dengan
bertambahnya lama waktu thawing (Ghustari, 1993 dan Sorensen,1975).
Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur
udara yang lebih panas dari pada dataran lainnya. Thawing di dataran rendah
sangat berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa karena suhu lingkungan
memiliki pengaruh pada saat thawing. Suhu lingkungan dapat memengaruhi suhu
thawing karena adanya transfer panas melalui konveksi suhu lingkungan dan suhu
thawing yang dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin (Sientje, 2003).
Banyak hal-hal yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas semen beku terutama
terhadap motilitas diantaranya suhu dan kelembaban, thawing, jarak, cara
menyimpan semen beku, dan penambahan nitrogen cair. Suhu berperan sangat
besar dalam menentukan motilitas sebab kadar metabolisme dan motilitas sperma
dipengaruhi suhu (Toelihere, 1993). Sampai saat ini, belum adanya data
penelitian mengenai kualitas semen beku sapi Simmental terhadap suhu dan lama
thawing di dataran rendah yang optimal.
Uraian diatas menjadi dasar diadakannya penelitian mengenai pengaruh suhu dan
lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi Simmental
yang dapat memberi solusi guna meningkatkan kualitas semen beku sesuai dengan
4
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. mengetahui pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi antara suhu dan
lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran
rendah pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik;
2. mengetahui kualitas semen beku Sapi Simmental terbaik pada suhu dan
lama thawing 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
umum khususnya peternak dan inseminator tentang lama dan suhu thawing semen
beku yang terbaik terhadap kualitas spermatozoa yaitu molititas sperma dan
persentase spermatozoa hidup di daerah dataran rendah.
D. Kerangka Pemikiran
Sapi Simmental adalah jenis sapi jinak dan mudah dikelola, dan sapi ini di kenal
penghasil daging. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga yang dangkal,
tetapi akhir-akhir ini tubuh yang sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya
1000 – 1400 kg, sedang betina 600 – 850 kg. Masa produksi sapi betina 10 – 12
tahun. Sapi Simmental memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat dan harga
jualnya yang tinggi. Kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan unggul
mempunyai peranan penting dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
dengan teliti dan hati-hati. Kriteria pejantan unggul yang baik adalah mempunyai
5
Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan
kedalam saluran kelamin betina sewaktukopulasi, tetapi dapat pula ditampung.
Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar
aksesori (plasma semen). Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan
selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian
sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi
metaboliknya berhenti mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi
sehingga proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan.
Sebelum digunakan, semen yang telah dibekukan kemudian dicairkan kembali
(thawing). Setelah thawing spermatozoa sebagian sudah mengalami kapasitasi
sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas progresifnya tidak sebaik
spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang sudah mengalami kapasitasi
akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun gerakannya kurang progresif
(Ismaya 2009).
Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan apapun
cara thawing yang dilakukan harus berpegang kepada prinsip bahwa kurva
peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi,
sebab suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan
spermatozoa.
Sayoko et al., (2007) melaporkan bahwa thawing menggunakan air hangat akan
6
dengan menggunakan air sumur. Toelihere (2003), menyatakan bahwa thawing
dilakukan dengan temperature dengan suhu 34oC selama 15 detik.
Untuk kondisi dilapangan, thawing terhadap semen beku dalam kemasan straw
sebaiknya dilakukan padasuhu 35oC selama 10-12 detik (Senger, 1987 dalam
Gustari 1993) atau dengan lama waktu 12-15 detik (Bearden dan Fuquay, 1984).
Rata-rata motilitas spermatozoa tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan suhu
air 30oC selama 15 detik yaitu sebesar 56,00%, sedangkan rata-rata motilitas
spermatozoa terendah terdapat pada perlakuan suhu air 35oC selama 45 detik
yaitu sebesar 43,00% dengan rata-rata motilitas spermatozoa total adalah 48,11%
(Agustian, 2001). Semakin lama waktu thawing maka umur spermatozoa
semakin menua karena persediaan substrat semakin menipis, dan pH menurun
akibat akumulasi asam laktat (Bearden dan Fuquay, 1984).
Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan
spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu
dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa,
sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Dataran
rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara panas,
sehingga berpengaruh pada saat thawing. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental yang memenuhi kriteria dalam
pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama thawing yang baik, serta
lokasi atau tempat proses thawing di dataran rendah. Dengan diketahui suhu dan
7
memberikan solusi guna meningkatkan kualitas semen beku Sapi Simmental
sesuai dengan syarat IB.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. terdapat pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi terhadap suhu dan
lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi
Simmental pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20
detik;
2. terdapat salah satu suhu dan lama thawing yang memberikan pengaruh
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Lingkungan
1. Dataran rendah
Dataran rendah adalah hamparan luas tanah dengan tingkat ketinggian yang di
ukur dari permukaan laut adalah relatif rendah (sampai dengan 200 m dpl). Istilah
ini diterapkan pada kawasan manapun dengan hamparan yang luas dan relatif
datar yang berlawanan dengan dataran tinggi. Pada dataran rendah ditandai
dengan suhu udara yang tinggi dan tekanan udara maupun oksigen yang tinggi
Hafez (1968).
2. Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara
atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Perubahan tekanan
sebagian uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu.
(Hardjodinomo, 1975).
3. Angin dan arah angin
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara
pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas
9
menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang
lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah sehingga akan terjadi
perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas
lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas,
akibatnya akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut (Lakitan,1994).
Menurut Sientje (2003), angin diturunkan oleh pola tekanan yang luas dalam
atmosfir yang berhubungan dengan sumber panas atau daerah panas dan dingin
pada atmosfir. Kecepatan angin selalu diukur pada ketinggian tempat ternak
berada. Hal ini penting karena transfer panas melalui konveksi dan evaporasi di
antara ternak dan lingkungannya dipengaruhi oleh kecepatan angin.
B. Sapi Simmental
Sapi Simmental merupakan sapi potong turunan Bos taurus yang dikembangkan
di Lembah Simme, Switzerland dan Swiss. Pertumbuhan ototnya bagus dan
penimbunan lemak di bawah kulit rendah. Jenis sapi ini dikembangkan di
Australia dan Selandia Baru sejak tahun 1972 lewat introduksi semen beku dari
Inggris dan Kanada. Simmental berwarna merah, bervariasi mulai dari yang gelap
sampai hampir kuning dengan totol-totol serta mukanya yang berwarna putih.
Sapi ini terkenal karena kemampuannya menyusui anak yang baik serta
pertumbuhannya juga cepat, badannya panjang dan padat. Sapi ini termasuk yang
berukuran berat baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa
10
Anak sapi yang berumur 2 tahun pertumbuhannya pesat sekali. Semua jenis
hijauan dapat diberikan pada sapi ini termasuk jerami kering. Sapi yang berumur
23 bulan bobotnya mencapai 800 kg dan pada umur 2,5 tahun bobot sapi
mencapai 1,1 ton sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan
hasil produksi yang baik pula. Sistem pemeliharaan pada ternak sapi yang sering
digunakan terdiri atas tiga bagian yaitu ekstensif, intensif dan semi intensif
(Sanvorini, 2002).
Sapi Simmental memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat dan harga jualnya
yang tinggi. Kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan unggul mempunyai
peranan penting dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti
dan hati-hati. Kriteria pejantan unggul yang baik adalah mempunyai kualitas
semen yang bagus dan bobot badan yang tinggi.
C. Semen Sapi
Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan ke
dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung.
Semen berasal dari pejantan unggul, digunakan untuk inseminasi buatan, semen
beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan
sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu minus 196°C. Ada beberapa faktor
yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantisa semen, salah satu faktor yang
memengaruhi kualitas dan kuantitas semen adalah bobot badan. Menurut
Susilawati, et al.,(1993) semen yang berkualitas dari seekor penjantan unggul
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: berat badan, umur pejantan,
11
Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar
aksesori (plasma semen). Volume semen dan jumlah spermatozoa yang
diejakulasi pada sapi jantan sangat bervariasi (Turman dan Rich 2010). Hal ini
tergantung dari masing-masing ternak individu, umur, musim, nutrisi, bangsa
ternak, frekuensi ejakulasi, libido, dan kondisi dari ternak tersebut. Dalam
keadaan normal, semen yang lebih kental mengandung spermatozoa yang lebih
banyak dibandingkan dengan spermatozoa yang encer. Semen sapi normal
berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Konsentrasi
spermatozoa sapi normal adalah antara 0,8 –2,0 x 109spermatozoa/ml (Garner
dan Hafez 2000)
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada
suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan hidup dari sel
tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti mendekati total. Sel
yang tidak bergerak menurunkan kecepatan metabolisme sehingga dapat
menghemat dalam penggunaan energi sehingga proses hidup dapat berlanjut
setelah pembekuan dihentikan. Pembuatan semen beku merupakan teknik
penyimpanan semen yang efektif karena dapat disimpan dalam waktu yang lama
(Vishwanath dan Shannon 2000). Spermatozoa yang telah dibekukan dan
dicairkan kembali (thawing) akan menghasilkan spermatozoa yang sebagian
sudah mengalami kapasitasi sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas
progresifnya tidak sebaik spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang
sudah mengalami kapasitasi akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun
12
Dari segi fisiologis, plasma semen berfungsi sebagai sarana transportasi sperma
pada saat melalui saluran reproduksi jantan ketika ejakulasi, mengaktifkan untuk
sperma non motil dan sebagai bahan penyangga yang kaya akan nutisi yang
berperan untuk membantu sperma supaya tetap hidup setelah dipindahkan ke
dalam saluran reproduksi betina (Evan dan Maxwell, 1987). Plasma semen terdiri
atas zat-zat organik dan anorganik. Zat-zat organik yang dikandung plasma
semen terdiri atas fosforilkolin, gliserilfosforilkolin, asam sitrat, fruktosa, inositol,
sorbitol, ergotonin, dan sperumin sedangkan zat-zat anorganik yang dikandungnya
terdiri atas kalium, kalsium, dan bikarbonat. Dengan adanya komponen kimiawi
tersebut pH semen sekitar 7,0 dengan tekanan osmotik sama dengan tekanan
osmotik darah yaitu 0,9% NaCl (Partodiharjo, 1982).
Sel sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Sperma terdiri atas
deoksiribonukleoprotein dan mukopolisakarida. Deoksiribonukleoprotein
terdapat dalam nukleus dan kepala sperma, sedangkan mukopolisakarida terdapat
dalam kromosom yang berfungsi sebagai pembungkus kepala sperma yang terikat
di dalam molekul protein. Plasmalogen atau lemak terdapat pada leher, badan,
dan ekor sperma. Plasmalogen berfungsi sebagai sarana repirasi bagi sperma dan
ditutup oleh selubung protein berbentuk keratin (Salisbury dan VanDemark, 1985)
Model pengemasan semen beku yang biasa digunakan menurut Hafez (1993)
yaitu:
1. straw yang terbuat dari polivinil klorida, terdapat dua ukuran yaitu ministraw
berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen;
13
3. pellet berisi 0,1-0,2 ml semen.
Umur dan daya guna semen yang dibekukan akan bertahan lama karena
pembekuan adalah menghentikan sementara kegiatan hidup dari sel (metabolisme
sel) tanpa mematikan fungsi sel dimana proses hidup dapat terus berlanjut setelah
pembekuan dihentikan. Jadi, pada prinsipnya menggunakan faktor penurunan
temperatur untuk mempertahankan daya hidup dan kemampuan fertilisasi
spermatozoa (Partodiharjo, 1982).
D. Penyimpanan dan Pemindahan Semen Beku
Semen beku harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan yang umum
dilakukan adalah menyimpannya dalam kontainer berisi nitrogen cair
bersuhu -196oC (-320oF). Metode lain yang digunakan adalah penyimpanan
secara mekanik bersuhu -110 oC (-166oF) dan CO2 padat atau es kering
bersuhu -79 oC (-110 oF) (Sorensen, 1975).
Pada saat proses pemindahan semen tidak boleh mengalami temperature
shock atau perbedaan suhu yaitu perbedaan antara suhu semen dengan suhu
lingkungan serta tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan syarat-syarat pemindahan semen
beku yang baik adalah sebagai berikut:
1. pemindahan semen beku harus dilakukan dengan cepat (maksimal 5 detik)
dan sebaiknya dilakukan dengan pinset;
2. pemindahan semen harus menggunakan goblet dan dilakukan dalam rendaman
14
3. diusahan terhindar dari angin dan sinar matahari.
Perlu diperhatikan bahwa kira-kira 50% sampai 70% sel-sel sperma akan mati
atau imotil karena proses pembekuan (BIB Lembang, 1997).
Selama penyimpanan dalam jangka waktu yang lama aktivitas gerakan dan
metabolisme yang dilakukan oleh sperma membutuhkan energi yang besar. Oleh
karena itu, lama hidup sperma sangat terbatas pada energi yang terkandung di
dalam tubuhnya dan plasma semen.
E. Thawing
Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan apapun
cara thawing yang dilakukan harus berpegang kepada prinsip bahwa kurva
peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi,
sebab suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan
spermatozoa, maka disarankan agar memegang straw pada bagian ujungnya untuk
menghindari pengaruh suhu panas yang mengalir dari tangan (Toelihere, 1993
Dan BIB Lembang, 1997).
Adapun yang dapat memengaruhi thawing yaitu:
1. Suhu dan lama thawing
Selk (2002) menyatakan bahwa untuk menghindari bahaya cold shock pada straw
beku dilakukan thawing selama 10 sampai 60 detik menggunakan air hangat.
Toelihere (2003) menyatakan bahwa thawing dilakukan dengan temperatur
15
thawing menggunakan air hangat akan memberikan hasil persentase spermatozoa
hidup lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan air sumur.
lama thawing 30 detik memberikan hasil lebih baik terhadap persentase
spermatozoa hidup dari pada thawing selama 15 detik. Temperature
thawing 21-25oC dengan waktu di bawah satu menit memperoleh tingkat motilitas
51, 17% lebih baik dari temperatur thawing 5oC yang memiliki motilitas sebesar
45,95% (Adikarta dan Listiana Wati, 2001). Oleh karena itu dianjurkan untuk
thawing tidak lebih dari 60 detik dan menggunakan air hangat guna mengurangi
mortalitas spermatozoa.
Pada proses thawing, straw dipindahkan dari kontainer ke media thawing. Dalam
perlakuan tersebut straw berada di udara luar yang berpotensi merusak. Lama
thawing adalah 15 detik, yaitu yang dibutuhkan agar semen beku mencair dengan
sempurna. Sesudah pencairan kembali, semen beku merupakan barang rapuh dan
tidak dapat bertahan lama seperti semen cair (Toelihere, 1993).
Di Jerman Barat bagian Utara, metode thawing terhadap straw dilakukan pada air
bersuhu 34oC selama 15 detik, terhadap ampul digunakan air bersuhu 40oC selama
35-40 detik. Di Amerika, metode Thawing dilakukan dengan memasukkan straw
kedalam air es yang bersuhu 5oC selama 5-6 menit. Untuk Indonesia metode
thawing yang paling praktis adalah dengan menggunakan air kran atau sumur,
dengan catatan semen yang sudah dicairkan harus diinseminasikan dalam waktu
kurang dari 5 menit (Toelihere, 1993). Persentase motilitas tertinggi dicapai pada
waktu segera setelah semen beku dicairkan kembali dan akan menurun seiring
16
Semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan spermatozoa
dan melewati masa tidak stabil (kritis) dengan cepat, sehingga spermatozoa hidup
dan normal lebih banyak. Lama pencelupan pada air thawing yang pendek
memberikan spermatozoa yang hidup lebih maksimal. Suhu danlama thawing
mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan
spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah
yang mengakibatkan sedikit kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki
kemampuan membuahi ovum yang tinggi (Handiwirawan, et al 1997).
2. Perpindahan panas
Perpindahan panas dapat mempengaruhi suatu zat atau benda, perpindahan panas
dapat di bedakan menjadi 3 yaitu:
a. Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan zat
perantaranya. Perpindahan panas secara Konveksi terjadi melalui aliran
zat;
b. Radiasi adalah perpindahan panas tanpa melalui perantara. Merupakan
proses terjadinya perpindahan panas (kalor) tanpa menggunakan zat
perantara;
c. Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat perantara. Namun, zat
tersebut tidak ikut berpindah ataupun bergerak. Pada konduksi
perpindahan energi panas (kalor) tidak di ikuti dengan zat perantaranya
17
F. Evaluasi semen beku
Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas semen (Kartasudjana 2001). Evaluasi
yang dilakukan meliputi persentase motilitas spermatozoa, persentase
spermatozoa, hidup dan persentase membran plasma utuh. Evaluasi kualitas
semen beku dilakukan setelah pencairan kembali atau post thawing. Evaluasi ini
meliputi penghitungan persentase hidup dan gerakan individual dari spermatozoa.
Berdasarkan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit ternak standar minimal untuk
semen beku yang baik mengandung 25 juta spermatozoa / 0,25 ml dan motilitas
post thawing sebesar 40% (Ditjennak 2009). Motilitas sering dijadikan indikator
fertilitas spermatozoa. Pengujian motilitas dilakukan untuk mengetahui
pergerakan dari ekor spermatozoa. Namun demikian pergerakan spermatozoa
dipengaruhi juga oleh integritas struktur morfologi spermatozoa. Persentase
motilitas merupakan persentase spermatozoa yang bergerak progresif ke depan.
Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati spermatozoa pada 10 lapang pandang
yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Angka yang diberikan
berkisar antara 0% hingga 100% (Turman dan Rich 2010).
Teknik pewarnaan eosin-nigrosin dilakukan untuk penilaian spermatozoa hidup.
Teknik pewarnaan differensial eosin nigrosin merupakan teknik yang sederhana
untuk pengujian spermatozoa hidup. Zat warna eosin akan diserap oleh
spermatozoa yang mati sehingga akan berwarna merah atau merah muda akibat
permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati, sedangkan
18
Pewarna eosin digunakan karena mempunyai sifat asam sehingga mampu
mendeteksi sperma yang bersifat basa hidup atau tidak. Jika eosin dipertemukan
dengan sperma yang masih hidup maka cairan eosin tidak dapat masuk ke sperma,
dikarenakan selaput sperma yang sama asamnya dengan eosin sehingga saling
tolak-menolak. Sedangkan jika sperma mati kemungkinan selaputnya juga rusak,
maka eosin dapat masuk ke tubuh sperma.Setelah ditetesi eosin, maka preparat
diletakkan dibawah mikroskop, diamati spermatozoa hidup dengan perbesaran
100x. Setelah didapatkan fokus kemudian diamati dan difoto menggunakan
kamera digital dan diperoleh hasil pewarnaan sperma (Narato, 2009).
G. Motilitas Spermatozoa
Motilitas adalah jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua
dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil laju > 40 %. Menurut Rehan
et al.,(1975) dalam Yatim (1984), yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD
dengan range 10—95, namun penelitian melaporkan spermatozoa yang tidak
bergerak belum tentu mati, mungkin ada sesuatu zat sitotoksin atau antibodi yang
membuatnya tidak bergerak.
Keanekaragaman metabolisme spermatozoa memungkinkan pegendalian aktivitas
metabolisme dengan merubah faktor lingkungan tertentu seperti suhu, jumlah
substrat, koloid, serta ion-ion atau gas dalam lingkungannya, yang dapat
memperpanjang daya fertilitas spermatozoa diluar tubuh, sehingga terdapat
keterkaitan antara proses metabolisme spermatozoa dan pergerakan spermatozoa
19
Menurut Toelihere (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme
spermatozoa yaitu:
1. Suhu
Suhu yang tinggi dapat meningkatkan angka metabolisme dan menurunkan
ketahanan spermatozoa hidup. Bila suhu dinaikkan mencapai 50oC maka
molititas spermatozoa akan terhenti, karena ketahanan substrat, menurunnya pH
akibat akumulasi asam laktat, atau kombinasi kedua faktor tersebut dan
penyimpanan spermatozoa pada suhu rendah dapat menekan angka metabolisme
tetapi fertilitas spermatozoa masih dapat dipertahankan;
2. Konsentrasi
Peningkatan konsentrasi spermatozoa pada ejakulasi normal akan menurunkan
angka metabolisme. Potassium merupakan kation utama dalam sel spermatozoa
dan sodium merupakan kation utama dalam plasma seminalis. Potasium
merupakan penghambat alamiah metabolisme spermatozoa sehingga dengan
meningkatnya konsentrasi sel spermatozoa akan menurunkan angka metabolisme;
3. Tekanan osmosis
Sperma tetap motil dalam waktu lama di dalam media yang osotonik. Pengencer
yang bersifat hipotonik dan hipertonik akan menurunkan angka metabolisme.
Membran spermatozoa bersifat semipermeabel, pengencer yang bersifat hipotonik
dan hipertonik akan mengakibatkan transfer air melalui membran sehingga
integritas sel;
4. Hormon
Testoteron dan beberapa androgen lain akan menurunkan angka metabolisme.
20
yang ditunjukkan dengan meningkatnya motilitas spermatozoa, terutama
disebabkan oleh estrogen.
5. Zat anti bakteri
Penisilin dan dihidrostreptomisin atau neomisin sering ditambahakan ke dalam
semen untuk mengontrol perkembangan bekteri sehingga persaingan penggunaan
substrat dapat dihindari;
6. Gas
Konsentrasi karbondioksida yang rendah akan menstimulasi metabolisme aerob,
oksigen yang dibutuhkan akan memacu respirasi sel sehingga dapat meningkatkan
proses metabolisme aerob spermatozoa;
7. Pengaruh cahaya
Sinar matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan menurunkan motilitas,
angka metabolisme, dan fertilitas spermatozoa karena meningkatnya suhu. Sinar
atau cahaya dapat menyebabkan suatu reaksi fotokemis di dalam sperma, yang
menghasilkan hidrigen peroksida dalam jumlah yang toksik;
8. pH
aktivitas optimum enzim-enzim pada spermatozoa berlangsung pada pH 7,0
(6,9-7,5 tergantung jenis spesies). Aktivitas metabolisme tertinggi dicapai pada
pH mendekati pH netral. Pada pH asam angka metabolisme akan turun dan pada
pH basa angka metabolisme akan meningkat, namun spermatozoa akan cepat
kelelahan.
Untuk mengetahui motilitas spermatozoa dilakukan cara yaitu sampel semen
diteteskan diatas gelas objek dan ditutup cover glass dan diamati menggunakan
21
persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju ke depan
dibandingkan dengan yang tidak bergerak sebanyak ± 100 spermatozoa dengan
satuan persen (Partodiharjo, 1992).
% Motilitas Spermatozoa
=
total � �� � � yang diamatijumlah � �� � � progresif x100%
Penilaian semen menurut Toelihere (1981), dapat ditentukan sebagai berikut:
a. 0 % : spermatozoa tidak bergerak;
b. 0-30 % : gerakan berputar ditempat; bergerak progresif;
c. 30-50 % : gerakan berayun atau melingkar; bergerak progresif;
d. 50–80 % : ada gerakan massa; bergerak progresif;
e. 80–90% : ada gelombang; pergerak progresif;
f. 90 – 100 % : gelombang sangat cepat; pergerak sangat progresif;
Penilaian gerakan individual spermatozoa menggunakan mikroskop dan melihat
pola pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan merupakan gerakan
terbaik. Gerakan melingkar atau gerakan mundur merupakan tanda cold shock
atau media yang kurang isotonik terhadap semen. Gerakan berayun dan
berputar-putar di tempat biasanya terlihat pada semen yang sudah tua dan apabila
kebanyakan spermatozoa berhenti bergerak dan dianggap mati. Motilitas
spermatozoa dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme spermatozoa yang
ditunjang oleh lingkungan yaitu suhu dan komponen-komponen yang terdapat di
22
H. Persentase Spermatozoa hidup
Persentase spermatozoa hidup sangat dipengaruhi oleh suhu, sinar matahari secara
langsung dan goncangan yang berlebihan Toelihere (1993). Pengamatan gerakan
individu dilihat dengan mikroskop, dihitung di semua lapangan pandang. Metode
pewarnaan eosin 2% adalah metode yang dilakukan dalam pemeriksaan
persentase spermatozoa hidup. Perhitungan persentase spermatozoa hidup
menurut Mumu (2009) adalah sebagai berikut:
% Spermatozoa hidup
=
sel sperma hidup23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 8 Maret 2014 sampai dengan 24 Maret 2014 di
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.
B. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu ; kontainer, gunting, pinset,
kertas tissue, thermohigrometer, stopwatch, ember, mikroskop, gelas obyek, gelas
penutup, pemanas buncen, alat hitung.
C. Bahan Penelitian
1. Straw semen beku sapi Simmental sebanyak 27 straw;
2. Air bersuhu 34oC, 37oC, 40oC;
3. Eosin 2%.
D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu ( 34° C, 37° C, dan 40° C) dan
faktor II lama thawing (10 detik , 15 detik, dan 20 detik) dengan 3 perlakuan dan
24
Tabel 1. Rancangan Penelitian
Lama Thawing Suhu Thawing
(detik) 34oC 37oC 40oC
1. pengambilan straw sapi Simmental di Balai Inseminasi Buatan (BIB)
Poncowati, Lampung tengah.
a. mengambil straw di BIB Pocowati, Lampung Tengah sebanyak 27 straw;
b. memasukkan ke dalam kontainer;
c. membawa straw ke Lampung Timur.
2. menyiapkan air dengan suhu 34oC, 37oC,dan 40oC;
3. pemeriksaan motilitas spermatozoa (Tolihere, 1993).
a. mengambil semen beku dengan kemasan straw dari kontainer kemudian
thawing dengan air yang besuhu 34oC, 37oC,dan 40oC selama 10 detik, 15
detik dan 20 detik (masing-masing 3 straw);
b. meneteskan semen dari straw pada gelas obyek kemudian menutup dengan
gelas penutup;
c. memeriksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran sedang (10x40);
d. menentukan persentase motilitas spermatozoa sesuai dengan kriteria yang
25
4. pemeriksaan persentase spermatozoa hidup (Mumu, 2009).
a. meneteskan satu tetes eosin 2% pada ujung gelas obyek yang bersih;
b. meneteskan semen segar dengan ukuran yang sama dengan pewarna pada
ujung gelas obyek yang sama;
c. menempelkan ujung gelas obyek yang lain atau ujung gelas penutup pada
kedua cairan sehingga keduanya bercampur, kemudian didorong ke ujung
gelas obyek;
d. mengeringkan preparat ulas dengan cara menggerakkan diatas nyala lilin
atau pemanas buncen;
e. memeriksa spermatozoa yang hidup dan mati dengan menggunakan
mikroskop pada pembesaran sedang (10x40). Spermatozoa yang hidup
tidak berwarna, sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah
atau merah muda. Jumlah spermatozoa yang dihitung minimal 210 sel;
f. menghitung persentase spermatozoa hidup.
F. Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas dan persentase
spermatozoa hidup.
1. Motilitas spermatozoa
Penilaian semen menurut Toelihere (1981), dapat ditentukan sebagai berikut:
a. 0 % : spermatozoa tidak bergerak;
b. 0-30 % : gerakan berputar ditempat; bergerak progresif;
26
d. 50–80 % : ada gerakan massa; bergerak progresif;
e. 80–90% : ada gelombang; pergerak progresif;
f. 90 – 100 % : gelombang sangat cepat; pergerak sangat progresif;
2. Persentase spermatozoa hidup
Perhitungan persentase spermatozoa hidup menurut Mumu (2009) adalah sebagai
berikut:
% Spermatozoa Hidup
=
sel sperma hidupsel sperma hidup+sel sperma mati
x
100%G. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%
1
V. KESIMPULAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. terdapat pengaruh (P<0,05) antara suhu dan lama thawing terhadap
persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing,
tetapi tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara suhu dan lama thawing
terhadap persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah
thawing;
2. suhu 37oC dan lama thawing 15 detik memberikan pengaruh yang terbaik
terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran rendah.
B. Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini yaitu:
1. bagi inseminator yang bertugas di daerah dataran rendah jika melakukan
Inseminasi Buatan (IB) menggunakkan semen sapi Simmental disarankan
untuk melakukan thawing pada suhu 37oC selama 15 detik;
2. diharapkan adanya penelitian lebih lanjut di dataran sedang mengenai suhu
42
DAFTAR PUSTAKA
Adikarta EW dan A Listianawati.2001. Pengaruh Suhu danWaktu Penyimpanan Semen Beku Sapi FH Post Thawing Terhadap Kualitas Sperma Post kapasiti. J. tropical animal special edition (april) 2001 : 85-90
Agustian, R. 2001. Perbandingan Suhu Air Dan Lama Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Skripsi.Fakultas Pertanian.Univeritas Lampung. Bandar Lampung
Balai Inseminasi Buatan Lembang. 1997 . Diktat Pelatihan Penanganan Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Balai Inseminasi Buatan Lembang. Bandung
Bearden, H. J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second Edition. Reston Publishing Company, inc. A Prentice-hall Company, Reston. Virgina
Blakely, J and D.H Bade.1991.IlmuPeternakan 4th ed. Terjemahan Bambang Sri Hardono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Darnel, J., Lodish, H and Baltimore, D., 1990. Molecular Cell Biology.2th ed.Sci. Am. Book.
Datta, U., Sekar, M. C., Hembram, M. L., and Dasgupta, R., 2009. Development of a New Methode to Preserve Caprine Cauda Epididymal Spermatozoa in situ at 10oC.Procedings. Departement of Veterinary Gynaecologyand Obstetrics Faculty of Veterinary and Animal Sciences West Bengal University of Animal and Fishery Sci
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Strategi Penguatan Produksi Daging Dalam Negeri Jakarta. Departemen Pertanian
Evans, G and W.M.C. Maxwell.1976.Salamon’sArtifical Insemination Of Sheep and Goats. Butter worth, Sydney
43
Garner DLE dan Hafez ESE. 2000. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109
..1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia. P. 74 -116.
Ghustari.1993. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed.USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109
Hafez. 1993. Spermatozoa and Seminal Plasma in Reproduction In Farm Animals. Edited by E.S.E.Hafez. 6thedition. Lea and Febiger, Philadelphia
Hafez and Elliot. 1954. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia. P. 74 -116.
Handiwirawan E. 1997. Pengaruh Lama dan Temperatur Thawing Semen Beku pada Inseminasi Buatan Sapi FH di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II.
Puslitbangnak:311‐316.
Hardjodinomo, Soekirno.1975, IlmuIklimdanPengairan,Binacipta, Bandung.
Ikhsan. 1992. Manajemen Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
Ismaya. 2009. Konversi Spermatozoa: Perkembangan, Hasil, dan Potensi di Masa Datang, pidato pengukuhan jabatan guru besar : rapat terbuka majelis guru besar. Yogyakarta 30 Maret
Kartasudjana R.2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional
Lakitan, 1994.Dasar-dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo. Persada, Jakarta.
Lindsay, D.R.,K.WEntwistle dan A. Winantha. 1982. Reproduksi Ternak di Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang
Mumu, M. I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simmental yang Dibekukan
Menggunakan Krioprotektal Gliserol.UniversitasTadulako, Sulawesi Tengah. (Skripsi).
Narato.2009. Teknik Pengawetan dan Pewarnaan
44
Oldeman and P.B Tomlinson.1978.Tropical Trees and Forest.An Architectural Analysis Springer.Verlag. Germany. 441p
Parks. J. E and Graham. J. K., 1992. Effects of Cryopreservation Procedures on Sperm Membranes.Theriogenology. 30. 209-22
Partodihardjo,S.1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya,Jakarta
. .1992. Fisiologi Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. IPB. Bogor
Pramunico, A. 2003.Pengaruh Suhu dan Lama Thawing Semen Beku terhadap Motilitas dan Persentase Spermatozoa Hidup pada Sapi Limousin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang
Salisbury,G.W.dan N.L.Van Demark.1985. Alih Bahasa oleh R.Djanuar. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta
Samsudewa. D dan Suryawijaya., A. 2008. Pengaruh Berbagai Methode Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sanvorini, S. 2002. Pemeliharaan Ternak. Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian, Sumatera Selatan
Sayoko Y, M Hartono, dan PE Silotonga. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persentase Spermatozoa Hidup Semen Beku Sapi Pada
Berbagai Inseminator di Lampung Tengah. Kumpulan Abstrak Skripsi Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung
Selk. 2002. Artifical Inseminator for Beef Cattle. http://www.osuextra.com
Sientje.2003.Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB. Bogor
Sorensen, Jr. A.M. 1975. Animal Reproduction Prinsiples and Practices, McGraw Hill-Book Company. New York.
Tambing. S.N., M. R. Toelihere, T.L. Yusuf dan I.K.Sutama.2000. Motilitas daya hidup tudung akrosom utuh semen kambing peranakan etawah pada berbagai suhu thawing. Pros. Seminar Nasional Peranakan dan Veteriner. 18 - 19 oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor.
45
..1993. Inseminasi Buatan PadaTernak. Penerbit Angkasa Bandung. 292 Halaman
, Yusuy TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003. Karakteristik Penampilan Reproduksi Pejantan Domba Garut. JITV 8(2): 134 --140
Turman EJ and Rich TD. 2010. Reproductive Tract Anatomy and Physiologi of The bull Extension Beef Cattle Resource Committee Beef Handbook
Vishwanath R, Shannon P. 2000. Storage Of bonive Semen In liquid An frozen State. AnimReprod: 23-53
Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.
Watson, P. F. 1996. Cooling of Spermatozoa and Freezing Capacity.Reprod. Dom. Anim. 31 : 135 – 140.
Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito Press, Bandung.
Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selam Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang
Zenichiro. 2002. Intruksi Praktis Teknologi Prosesing Semen Beku pada Sapi. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari- JICA. Malang
http://www.lampungtimurkab.go.id/index.php?mod=menu_2andopt=sm_10