• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Stek Batang Secara In Vivo Dan Perbanyakan Mikro Pre Existing Meristem Tanaman Pohpohan (Pilea Trinervia Wight.) Dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Zpt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Stek Batang Secara In Vivo Dan Perbanyakan Mikro Pre Existing Meristem Tanaman Pohpohan (Pilea Trinervia Wight.) Dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Zpt"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN STEK BATANG SECARA

IN-VIVO

DAN PERBANYAKAN MIKRO

PRE-EXISTING

MERISTEM

TANAMAN POHPOHAN (

Pilea trinervia

Wight

.

) DENGAN

BERBAGAI PERLAKUAN KONSENTRASI ZPT

DESI RATNA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Pertumbuhan Stek Batang secara In-vivo dan Perbanyakan Mikro Pre-existing Meristem TanamanPohpohan (Pilea trinervia Wight.) dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi ZPT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Desi Ratna Sari

NIM A253130121

(4)

24

RINGKASAN

DESI RATNA SARI. Respon Pertumbuhan Stek Batang secara In-vivo dan Perbanyakan Mikro Pre-existing Meristem Tanaman Pohpohan (Pilea trinervia

Wight.) dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi ZPT. Dibimbing oleh DARDA EFENDI dan ANAS DINURROHMAN SUSILA.

Tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan salah satu jenis sayuran indigenous. Daun pohpohan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat dalam keadaan segar (lalapan). Tujuan penelitian adalah (1) menentukan konsentrasi IBA dan media tanam tanah, arang sekam dan kompos yang terbaik terhadap pertumbuhan stek batang tiga aksesi pohpohan secara in-vivo, (2) menentukan konsentrasi optimum BA dan GA3 untuk induksi tunas aksilar perbanyakan mikro pre-existing meristem pohpohan dan (3) untuk menentukan konsentrasi optimum BA terbaik untuk multiplikasi tunas dari induksi tunas aksilar perbanyakan mikro pre-existing meristem tanaman pohpohan.

Penelitian terdiri atas dua percobaan yaitu (1) Stek batang tiga aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) secara in-vivo, (2) Metode perbanyakan mikro pre-existingmeristem tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) aksesi Linggarjati secara in-vitro. Penelitian dilakukan di greenhouse Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Tajur dan Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor Baranangsiang, Bogor pada bulan Januari 2015 sampai Mei 2016.

Percobaan 1 menggunakan Rancangan Faktorial Tersarang (Nested Design) yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi IBA dengan 5 taraf konsentrasi yaitu 0, 50, 100, 150 dan 200 ppm. Faktor kedua adalah media (tanah + arang sekam + kompos) dengan 2 taraf yaitu dihaluskan dan tidak dihaluskan dengan perbandingan (1:1:1). Rancangan disusun secara faktorial sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 stek sehingga terdapat 300 satuan percobaan. Masing-masing kombinasi perlakuan diaplikasikan terhadap tiga aksesi pohpohan yaitu Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati.

Percobaan 2a menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi BA (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 dan 2.0 mg l-1). Faktor kedua adalah konsentrasi GA3 (0.0, 0.5 dan 1.0 mg l-1).

Media yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) dilengkapi dengan gula 30 g l-1, agar 6.5 g l-1. Setiap perlakuan diulang 5 kali, satu unit percobaan menggunakan satu botol kultur berisi tiga eksplan. Percobaan 2b menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Perlakuan adalah penambahan BA (0, 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0 mg l-1. Setiap perlakuan diulang 10 kali (botol), sehingga terdapat 50 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbanyakan bibit pada stek batang pohpohan dapat menggunakan IBA dengan konsentrasi antara 89.25 – 108.62 ppm baik pada media dihaluskan maupun media tidak dihaluskan. Inisiasi dan multiplikasi tunas pohpohan secara in-vitro dapat menggunakan konsentrasi BA berkisar antara 1.19 – 1.32 mg l-1.

(5)

SUMMARY

DESI RATNA SARI. Growth Response of In-vivo Stem Cuttings and Pre-existing Micro Propagation Meristem pohpohan Plant (Pilea trinervia Wight.) with Various Concentrations of Plant Growth Regulators Treatment. Supervised by DARDA EFENDI and ANAS DINURROHMAN SUSILA.

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) is one of the indigenous vegetables. Pohpohan leaf widely consumed by the people of West Java in a fresh state (vegetables). The purpose of research is to (1) determine the concentration of IBA and planting media soil, rice husk and compost to the growth of stem cutting of three pohpohan accession in-vivo, (2) determine the optimum concentration of BA and GA3 for induction of axillary buds in micro propagation of pohpohan pre-existing meristems and (3) to determine the optimum concentration of BA's for shoot multiplication of micro propagation of axillary buds.

The study consisted of two experiments: (1) stem cuttings of three accessions of pohpohan (Pilea trinervia Wight.), (2) micro propagation of pre-existing meristem pohpohan (Pilea trinervia Wight.) in vitro. The study was conducted in greenhouse at experiments Station Bogor Agricultural University (IPB) Tajur and Tissue Culture Laboratory of Tropical Horticulture Research Centre, Institut Pertanian Bogor Baranangsiang, Bogor in January 2015 through May 2016.

Experiment 1 using Nested factorial design consisting of two factors. The first factor is the concentration of IBA with 5 degree of concentration (0, 50, 100, 150 and 200 ppm). The second factor is the media (soil + husk + compost) with 2 levels are fine grained and coarse grained by ratio (1: 1: 1). The design of factorial treatments so there are 10 combinations of treatments. Each combination treatment was repeated 3 times. Each experimental unit consisted of 10 cuttings so that there are 300 experimental unit. Each combination treatment was applied to the three accession pohpohan (Warung Loa, Bobojong and Linggarjati).

Experiment 2b using randomized Complete Block Design Group factorial. The first factor is the concentration of BA (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 and 2.0 mg l-1). The second factor is the concentration of GA3 (0.0, 0.5 and 1.0 mg l-1) using the media

MS is equipped with sugars 30 g l-1, to 6.5 g l-1. Each treatment was repeated 5 times, a unit of experiments using a culture flask containing three explants. Experiment 2b using a randomized block design (RAK) factor. The treatment premises addition of BA (0, 0:25, 0.5, 0.75 and 1.0 mg l-1). Each treatment was repeated 10 times (bottle), so there are 50 experimental unit.

The results showed that the multiplication of shoot on stem cuttings pohpohan can use IBA with concentration between 89.25 - 108.62 ppm in both media. Initiation and pohpohan shoot multiplication in vitro can use BA concentrations ranging from 1.19 to 1.32 mg l-1.

(6)

26

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

RESPON PERTUMBUHAN STEK BATANG SECARA

IN-VIVO

DAN PERBANYAKAN MIKRO

PRE-EXISTING

MERISTEM

TANAMAN POHPOHAN (

Pilea trinervia

Wight

.

) DENGAN

BERBAGAI PERLAKUAN KONSENTRASI ZPT

DESI RATNA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

28

(9)
(10)

210

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji dan syukur Penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Respon Pertumbuhan Stek Batang secara in-vivo dan perbanyakan mikro Pre-existing meristem tanaman pohpohan (Pilea trinervia

Wight.) dengan berbagai perlakuan konsentrasi ZPT. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Permasalahan dalam budidaya pohpohan diantaranya yaitu tanaman pohpohan termasuk ke dalam tanaman monoceous yang sulit membentuk biji. Selain perbanyakan secara konvensional, diperlukan multiplikasi yang lebih cepat. Perbanyakan bibit pohpohan secara intensif dan ekstensif sangat diperlukan, salah satunya dapat dilakukan melalui kultur jaringan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Darda Efendi, MSi dan Prof Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi, selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritik dan masukan hingga penulisan tesis. Sebagian dari tulisan ini dipublikasikan di SEAMEO BIOTROPIA dengan judul Pre-existing meristem micropropagation of pohpohan (Pile trinervia Wight.) based on plant growth regulator concentration. Terima kasih juga disampaikan kepada Kemenristek yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Insentif Riset SINas Tahun 2014 No Kontrak 25/SEK/INSINAS/PPK/I/2014 an. Prof Dr Ir Sobir, MSi. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT). Ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada ayah, ibu, suami serta seluruh anggota keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Hipotesis 3

2 TINJAUN PUSTAKA 5

2.1 Deskripsi Tanaman Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) 5

2.2 Stek Batang Pohpohan 5

2.3 Kultur Jaringan 7

3 RESPON PENGGUNAAN MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN IBA TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG POHPOHAN (Pilea

trinervia Wight.) 8

Abstak 8

Abstract 8

3.1 Pendahuluan 9

3.2 Bahan dan Metode 9

3.3 Hasil dan Pembahasan 11

3.4 Simpulan 20

4 PERBANYAKAN MIKRO PRE-EXISTING MERISTEM TANAMAN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) DENGAN BERBAGAI

PERLAKUAN KONSENTRASI ZPT 21

Abstak 21

Abstract 21

4.1 Pendahuluan 22

4.2 Bahan dan Metode 23

4.3 Hasil dan Pembahasan 24

4.4 Simpulan 32

5 PEMBAHASAN UMUM 33

6 SIMPULAN DAN SARAN 34

6.1 Simpulan 34

6.2 Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 40

(12)

22

DAFTAR TABEL

1. Rata-rata persentase stek hidup tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 11 2. Rata-rata tinggi tunas tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan

media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 12 3. Rata-rata jumlah daun tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan

media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 14 4. Rata-rata pertambahan panjang batang tiga aksesi pohpohan pada

beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah

tanam) 16

5. Rata-rata diameter batang tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 17 6. Rata-rata jumlah cabang tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan

media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 17 7. Rata-rata persentase stek berakar tiga aksesi pohpohan pada beberapa

perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 18 8. Rata-rata jumlah akar tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan

media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 19 9. Rata-rata panjang akar tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan

media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam) 19 10. Rekapitulasi sidik ragam uji F pada taraf 5% terhadap saat muncul

tunas, jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan dan jumlah daun pada induksi tunas pohpohan aksesi Linggarjati (10 minggu

setelah tanam) 25

11. Pengaruh Interaksi antara BA dan GA3 terhadap saat muncul tunas (10

minggu setelah tanam) 26

12. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BA terhadap jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas pada multiplikasi tunas aksesi Linggarjati (8 minggu setelah perlakuan) 30 13. Rekapitulasi konsentrasi optimum IBA (ppm) untuk tinggi tunas dan

jumlah daun pada media dihaluskan dan media tidak dihaluskan (8

minggu setelah tanam) 33

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir tahap penelitian tanaman pohpohan (Pilea trinervia

Wight.) 4

2. Interaksi konsentrasi IBA dan Media (A1) dihaluskan, (A2) tidak dihaluskan terhadap tinggi tunas pada aksesi pohpohan (I) Warung Loa,

(II) Bobojong dan (III) Linggarjati 13

3. Interaksi konsentrasi IBA dan Media (A1) dihaluskan, (A2) tidak dihaluskan terhadap jumlah daun pada aksesi pohpohan (I) Warung

Loa, (II) Bobojong dan (III) Linggarjati 15

(13)

5. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah eksplan bertunas tanaman pohpohan aksesi Linggarjati pada 10 minggu setelah tanam (MST) 28 6. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah tunas per eksplan pohpohan

aksesi Linggarjati pada 10 minggu setelah tanam (MST) 29 7. Pengaruh kombinasi konsentrasi BA terhadap jumlah daun pohpohan

aksesi Linggarjati (10 minggu setelah tanam) 29 8. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah eksplan bertunas pohpohan

aksesi Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan 30 9. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah tunas per eksplan pohpohan

aksesi Linggarjati 8 minggu setelah perlakuan 31 10. Pengaruh kombinasi konsentrasi BA terhadap jumlah daun pohpohan

aksesi Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan 31 11. Pengaruh konsentrasi BA terhadap tinggi tunas pohpohan aksesi

Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan 32

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada pertumbuhan pohpohan 40

2. Deskripsi aksesi Warung loa 41

3. Deskripsi aksesi Bobojong 42

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan salah satu jenis sayuran indigenous (Baihaki 2003). Daun pohpohan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat dalam keadaan segar (lalapan). Pohpohan memiliki banyak jenis dan berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, baik sebagai pangan maupun obat-obatan. Pohpohan merupakan sumber antioksidan alami

senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol, dan β-karoten (Chahardehi et al 2009; Andarwulan et al 2010; Endrini 2011). Dalam pengembangan ekonomi skill pertanian, pohpohan telah banyak digunakan sebagai bahan baku restoran atau konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas.

Permasalaan dalam budidaya pohpohan diantaranya yaitu tanaman pohpohan termasuk ke dalam tanaman monoceous, yang tanaman fertilnya sulit terbentuk biji (Shih 1995). Hal ini sering mengakibatkan kurang seimbangnya antara ketersediaan benih dengan permintaan produksi pohpohan (Muhctadi 2000). Teknik perbanyakan pohpohan yang sering digunakan adalah diperbanyak secara vegetatif dengan stek.

Perbanyakan vegetatif pohpohan dengan stek memiliki rintangan dalam pemenuhan pohon induk yang banyak. Penelitian Ekawati (2010) yaitu produktivitas tanaman pohpohan baru mencapai 360 kg ha-1 per tahun dengan jarak tanam 50x25 cm. Jumlah kebutuhan bibit dengan jarak tersebut pada luasan 1 ha mencapai 80.000 bibit. Stek pohpohan paling baik menggunakan bagian pangkal dan tengah batang, karena bagian pucuk sangat rentan mengalami busuk batang pada media arang sekam dan kompos (Muslimawati 2014).

Penambahan bahan organik ke dalam media tanam sangat diperlukan demi menunjang kualitas budidaya pohpohan yang akhirnya dapat mendorong peningkatan produktivitas tanaman. Kompos pada media tanam bisa memperbaiki struktur fisik tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation (Plosek et al 2013). Arang sekam dapat memperbaiki struktur media tanam karena partikel-partikelnya dapat mempengaruhi pergerakan air, udara dan menjaga kelembaban (Varela et al

2013).

Perbanyakan stek batang pohpohan memiliki kendala dalam pembentukan akar baru. Perkembangan dan pertumbuhan akar dapat dipacu dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) golongan auksin (Stefanic et al 2007; Kasim dan Rayya 2009). Zat pengatur tubuh (ZPT) dari kelompok auksin yang sesuai untuk perakaran adalah IBA (Indole Butyric Acid). IBA lebih efektif dari pada auksin alami IAA (Indole Acetic Acid) atau auksin sintetis lainnya (Ludwig-Muller 2000). Auksin Indole Butyric Acid (IBA) telah berhasil digunakan dalam menginduksi perkembangan akar adventif dengan stek untuk perakaran Poinsettia pulcherrima L. (Ramtin et al 2011), dan Stevia rebaudiana (Debnath 2008).

(16)

2

(embriogenesis non-zigotik). Proliferasi dari pre-existing meristem mengacu pada pembentukan tunas dari meristem aksilar (tunas aksilar) selanjutnya pembentukan perakaran tunas (Kane 2000). Organogenesis adalah propagasi dari eksplan tanpa pre-existing meristem melalui pembentukan tunas dan akar adventif (Schwarz dan Beaty 2000).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pertbanyakan melalui kultur jaringan adalah konsentrasi optimum ZPT. Secara in-vitro, sitokinin dapat ditambahkan ke medium untuk menekan dominansi apikal dan merangsang mikropropagasi meristem aksilar. Setiap cabang aksilar dipotong dan dipindahkan langsung ke media yang tepat untuk ditingkatkan multiplikasi meristem aksilar. Tunas-tunas aksilar yang terinduksi dapat dipindakan ke media perakaran dan kemudian dipindahkan ke media tanah.

Induksi tunas aksilar dapat dilakukan dengan aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Beberapa jenis ZPT seperti benzyl adenine (BA) dan gibberellic acids

(GA3) dapat menstimulasi pertumbuhan vegetatif pada beberapa jenis tanaman. Aplikasi GA3 dapat meningkatkan secara signifikan jumlah tunas aksilar pada tanaman aster (Grunewaldt 1988), dieffenbachia (More dan Khalatkar 1988), dan tanaman induk krisan untuk produksi stek (Budiarto dan Rosario 2005). BA juga telah berhasil memacu pertunasan pada perbanyakan klonal tanaman krisan (Chakrabarty et al 2000) dan lili (Darliah et al 2001).

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan: (1) stek batang 3 aksesi pohpohan (Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati) menggunakan konsentrasi IBA pada media yang dihaluskan dan tidak dihaluskan. (2) metode perbanyakan mikro pre-existing meristem tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) aksesi Linggarjati secara in-vitro melalui induksi tunas dan multiplikasi tunas. Dengan demikian pada penelitian ini didapatkan konsentrasi optimum IBA dan media tanam yang baik untuk pertumbuhan akar dan tunas aksilar pada stek batang tiga aksesi pohpohan. Pada metode perbanyakan pohpohan secara in-vitro dapat ditentukan konsentrasi optimum BA dan GA3 untuk inisiasi tunas dan multiplikasi tunas. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan konsentrasi optimum zat pengatur tumbuh IBA dan media tanam yang terbaik untuk pembentukan akar dan tunas aksilar pada stek batang tiga aksesi pohpohan secara in vivo.

2. Menentukan konsentrasi optimum 6-benzyladenine (BA) dan giberelin (GA3) untuk induksi tunas aksilar perbanyakan mikro pre-existing meristem pohpohan secara in vitro.

3. Menentukan konsentrasi optimum zat pengatur tumbuh benzyladenine

(17)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka disusun suatu rumusan hipotesis sebagai berikut:

1. Konsentrasi IBA 100 ppm dan media tanam (tanah + arang sekam + kompos) yang dihaluskan akan memberikan pengaruh terbaik terhadap kemampuan berakar dan multiplikasi tunas aksilar pada stek batang tiga aksesi pohpohan.

2. Kombinasi perlakuan BA 1.0 mg l-1 + GA3 0.5 mg l-1 dapat memberikan pengaruh yang terbaik dalam menginduksi tunas aksilar pada perbanyakan mikro pre-existing meristem pohpohan secara in vitro.

(18)

4

Gambar 1: Diagram alir tahap penelitian tanaman pohpohan (Pilea trinervia

Wight.)

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)

Percobaan 1.

Stek Batang 3 aksesi Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) secara In vivo

Percobaan 2.

Metode Perbanyakan mikro Pre-existing meristem Tanaman Pohpohan

(Pilea trinervia Wight.) aksesi Linggarjati secara In vitro

Percobaan 2a. Induksi Tunas

Percobaan 2b. Multiplikasi Tunas

 Menetapkan konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA dan media tanam yang terbaik untuk pembentukan akar dan tunas aksilar pada stek batang tiga aksesi pohpohan secara in vivo.

 Menentukan pengaruh konsentrasi 6-benzyladenine (BA) dan giberelin (GA3) terhadap induksi tunas aksilar perbanyakan mikro pre-existing meristem pohpohan secara in vitro.

 Menetapkan konsentrasi zat pengatur tumbuh benzyladenine

(BA) terbaik untuk multiplikasi tunas dari induksi tunas aksilar perbanyakan mikro pre-existing meristem secara in vitro tanaman pohpohan.

C.

Aksesi Linggarjati B.

Aksesi Bobojong A.

Aksesi Warung Loa

IBA : -Kontrol -50 ppm -100 ppm -150 ppm -200 ppm

Media tanam :

-(tanah + arang sekam + kompos) dihaluskan

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)

Pohpohan merupakan salah satu sayuran hijau yang cukup dikenal sebagai sayuran untuk lalapan. Pohpohan termasuk kedalam tipe tanaman semak tegak berupa herba monoecious (Baihaki 2003). Pohpohan diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Urticales, Famili Urticaceae, dan Genus Pilea dan spesies Pilea trinervia Wight. Di Jawa Barat, pohpohan umum ditemukan di pasar-pasar lokal hingga di supermarket (Wardhani 2014).

Pohpohan dapat tumbuh dengan subur di daerah pegunungan pada ketinggian 500 sampai 2500 m dpl. Pohpohan memiliki lebar helai daun 8.54 cm dan panjang tangkai daunnya 1-5 cm. Daun pohpohan berbentuk bulat telur (ovate) atau lebar memanjang dan memiliki tepi daun bergerigi. Permukaan atas daun berbulu halus menyerupai urat yang sejajar yang sangat jelas. Bunga berwarna putih kekuningan yang berkedudukan di buku batang dengan panjang bunga 5-30 cm dan panjang petiolnya 1-6 cm. Teknik perbanyakan pohpohan yang sering digunakan adalah diperbanyak secara vegetatif dengan stek (Mahyar 1994).

Daun pohpohan mengandung senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol,

dan β-karoten yang dapat berperan sebagai antioksidan (Desminarti 2001). Amalia

et al. (2006) menyatakan bahwa daun pohpohan mengandung golongan senyawa alkanoid, flavanoid, dan steroid/triterpenoid. Batari (2007) menyatakan bahwa daun pohpohan mengandung senyawa luteolin, kuersetin, fenol, flavonol, dan flavon yang merupakan golongan senyawa flavonoid. Dwiyani (2008) menyatakan bahwa kemungkinan golongan senyawa yang aktif sebagai antioksidan pada daun pohpohan adalah golonganan steroid/triterpenoid.

Ekstrak daun pohpohan memiliki kemampuan menghambat radikal bebas (Dwiyani 2008) dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus (Khudry 2014). Selain itu, pohpohan merupakan sumber pendapatan utama bagi petani khususnya petani Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor (Priana 2004), oleh karena itu pohpohan termasuk salah satu jenis sayuran indigenous yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia.

2.2 Stek Batang Pohpohan

(20)

6

Jenis media tanam yang digunakan untuk perakaran sangat mempengaruhi kemampuan stek untuk membentuk akar. Media perakaran memiliki fungsi yaitu untuk menahan bahan stek agar tetap tegak, dan menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh stek serta membiarkan penetrasi udara ke bagian dasar dari stek (Mahlstede dan Haber 2007). Ketersediaan unsur hara, daya serap terhadap air dan kemampuan menjaga kelembaban akar adalah faktor penting yang arus dipertimbangkan dalam memilih media tanam. Media tanam tanah adalah pilihan utama bagi para petani dalam bercocoktanam. Pengolahan tanah yang baik dan berkelanjutan dengan perbaikan terhadap kandungan unsur hara dalam tanah menjadikan tanah memiliki daya dukung yang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hayati et al 2012).

Tanah yang baik adalah tanah yang remah atau granuler yang mempunyai tata ruang yang baik sehingga aliran udara dan air dapat masuk dengan baik. Tanah yang buruk ialah apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain (tanah pasir) atau saling melekat (tanah liat). Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan pada tanah. Dengan demikian tanah pada mulanya keras dan sulit ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur kembali akibat aktivitas mikroorganisme (Crawford 2003). Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik, sehingga kompos mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Kompos pada media tanam bisa memperbaiki struktur fisik tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation (Plosek

et al 2013).

Arang sekam dapat memperbaiki struktur media tanam karena partikel-partikelnya dapat mempengaruhi pergerakan air, udara dan menjaga kelembaban (Varela et al 2013). Pembakaran sekam padi dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan karbon dan unsur hara dalam sekam padi. Memanfaatkan arang sekam untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah, juga meningkatkan daya serap dan daya ikat tanah terhadap air, sehingga kelembaban pada akar tanaman akan terjaga dengan baik (Supriyanto dan Fiona 2010).

Media tanam tanah, arang sekam dan kompos yang dihaluskan akan memiliki ruang pori yang lebih kecil dibandingkan dengan media tanam yang tidak dihaluskan. Ruang pori tersebut akan mempengaruhi ruang gerak akar dalam mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan tanaman di dalam tanah. Porositas tanah erat hubungannya dengan bulk density serta permeabilitas. Apabila total ruang pori tinggi maka memiliki tektstur tanah yang halus yang dapat menyimpan air dan udara dalam tanah sehingga menyebabkan kerapatan massa (bulk density) sangat rendah (Kartasapoetra dan Sutedjo 1994).

(21)

2.3 Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan banyak dimanfaatkan dalam industri perbanyakan tanaman dan perbaikan sifat tanaman (George dan Sherrington 1984; Pierik 1987). Salah satu kegunaan atau manfaat utama dari teknologi kultur jaringan adalah kloning in vitro atau perbanyakan secara vegetatif, yang merupakan teknologi penting dalam program pemuliaan (George dan Sherrington 1984; Yadav et al

1990). Pada kultur in vitro, kesesuaian media dan pemilihan eksplan merupakan hal yang penting untuk menghasilkan planlet (Hartmann et al 1990).

Teknik kultur in-vitro propagasi dari pre-existing meristem merupakan tipe kultur jaringan yang poliferasi tunas aksilarnya dipacu dan pertumbuhan tunas terminalnya ditekan. Hartmann et al 1990 menyatakan bahwa keadaan itu memungkinkan dilakukannya perbanyakan pucuk-pucuk mikro yang dapat dipotong dan diperakarkan secara in vitro, untuk menghasilkan tanaman mikro atau dapat dipotong menjadi stek mikro (microcutting) dan diperakarkan secara in vivo. Pre-existing meristem menjadi sangat populer pada perbanyakan vegetatif melalui kultur jaringan karena sel-sel tunas bersifat seragam dan resisten terhadap perubahan-perubaan genotipe (Bhojwani dan Razdan 1983).

Keuntungan pemanfaatan proliferasi tunas aksilar dari meristem, tunas sebagai sarana regenerasi karena tunas-tunas tersebut telah berproliferasi secara in vivo. Yang diperlukan hanya pemanjangan tunas dan diferensiasi akar untuk mendapatkan tanaman lengkap. Sebaliknya, organogenesis dan embriogenesis secara in vitro harus melewati perubahan-perubahan perkembangan yang biasanya melibatkan pembentukan kalus (Hu dan Wang 1983) yang sering kali menimbulkan mutasi genetik pada propagula yang diregenerasikan. Induksi proliferasi tunas aksilar dari meristem berhasil dibuktikan pada Pisum sativum

(Stafstrom dan Sarup 2000), kapas (Hazra et al 2000), black gram (Muruganantam

et al 2005), cumin (Ebrahimie et al 2007), dan Mandevilla guanabarica (Cordeiro

et al 2013).

Bhojwani dan razdan (1983) menyatakan bahwa laju penggandaan tunas melalui proliferasi tunas aksilar dari meristem, dapat ditingkatkan dengan memacu pertumbuhan tunas pada medium yang mengandung sitokinin dari jenis yang sesuai, pada konsentrasi yang tepat, baik dengan ataupun tanpa auksin. Tunas-tunas yang terbentuk karena ketersediaan sitokinin yang kontiniu muncul dari suatu tunas aksilar yang tumbuh dan berkembang menjadi tunas-tunas baru. Boulay (1987) menyatakan bahwa pemindahan ke medium yang mengandung sitokinin dapat memperbaiki kemampuan pembentukan akar pada tunas-tunas yang diperoleh secara in vitro. BA yang merupakan salah satu jenis sitokinin yang dapat mendorong perbanyakan mikro tunas aksilar. Pemberian BA sering digunakan pada berbagai tanaman yang ditumbuhakan secara in vitro. BA telah berhasil memacu pertunasan pada perbanyakan klonal tanaman Aloe arborescens

(Velcheva et al 2005), Agave tequilana (Valenzuela-Sanchez et al 2006) dan

Andrographis lineata (Deepa et al 2011). Beberapa jenis ZPT seperti benzyl adenine (BA) dan gibberellic acids (GA3) dapat menstimulasi pertumbuhan vegetatif pada beberapa jenis tanaman. Aplikasi GA3 dapat meningkatkan secara signifikan jumlah tunas aksilar pada tanaman aster (Grunewaldt 1988),

(22)

8

3 RESPON PENGGUNAAN MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN IBA

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG POHPOHAN

(Pilea trinervia Wight.)

Abstrak

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan salah satu tanaman

indigenous. Teknik perbanyakan pohpohan yang sering digunakan adalah diperbanyak secara vegetatif dengan stek. Perbanyakan vegetatif pohpohan dengan stek masih memiliki rintangan dalam pemenuhan bahan tanam yang banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media tanam dan efektivitas zat pengatur tumbuh IBA (Indole Butyric Acid) terhadap pertumbuhan akar stek pohpohan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

Nested Design Faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor media tanam dan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT). Media yang digunakan adalah campuran tanah, arang sekam dan kompos tanpa dihaluskan dan yang dihaluskan sedangkan ZPT yang digunakan yaitu IBA 0, 50, 100, 150 dan 200 ppm. Masing-masing kombinasi perlakuan diaplikasikan terhadap tiga aksesi pohpohan yaitu Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Pohpohan tumbuh dengan baik pada media dihaluskan dengan konsentrasi optimum IBA berkisar antara 89.25 sampai 104.75 ppm dan media tidak dihaluskan berkisar antara 98.00 – 105.50 ppm untuk aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati pada peubah tinggi tunas. Untuk peubah jumlah daun diperoleh konsentrasi optimum pada media dihaluskan antara 98.93 – 108.62 ppm dan media tidak dihaluskan berkisar antara 101.08 – 108.60 ppm untuk aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati.

Kata kunci: indigenous, perbanyakan vegetatif, zat pengatur tumbuh

Abstract

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) is one of the indigenous vegetables. Pohpohan propagation techniques commonly used are vegetatively propagated by cuttings. Pohpohan vegetative propagation by cuttings still has a hurdle in the fulfillment of many propagule. This study aims to determine the effect of growing media and effectiveness of plant growth regulator IBA (Indole Butyric Acid) on pohpohan cuttings root growth. The experimental design used was Nested Design Factorial with two factors, namely the growing media and IBA concentration. The medium used is a mixture of soil, rice husk and compost fine grained and coarse grained while the PGRs used, namely IBA 0, 50, 100, 150 and 200 ppm. Each combination treatment was applied to the three accession pohpohan that Warung Loa, Bobojong and Linggarjati. Pohpohan grow well on media fine grained with IBA optimum concentration ranged from 89.25 to 104.75 ppm and coarse grained range between 98.00 - 105.50 ppm for accession Warung Loa, Bobojong and Linggarjati shoots height. Variable number of leaves optimum on concentration media fine grained between 98.93 - 108.62 ppm and coarse grained media are between 101.08 - 108.60 ppm for accession Warung Loa, Bobojong and Linggarjati.

(23)

3.1 Pendahuluan

Teknik perbanyakan pohpohan yang sering digunakan adalah secara vegetatif dengan stek. Keunggulan perbanyakan dengan stek adalah tanaman akan memiliki sifat persis dengan induknya, waktu yang dibutuhkan relatif singkat, dan mudah dilakukan (Wijaya dan Budiana 2014). Terbentuknya akar pada stek merupakan modal awal keberhasilan perbanyakan tanaman dengan stek, karena akar berperan dalam pengambilan hara (nutrisi) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman selanjutnya (Fiani dan Moko 2006). Media tanam campuran tanah, arang sekam, dan kompos dapat mempengaruhi pertumbuhan stek karena memberikan kelembaban, unsur hara, drainase, dan aerasi sehingga dapat menopang pertumbuhan stek yang lebih baik (Mahfudz et al 2006).

Pemilihan media tanam yang tepat dan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang efektif merupakan salah satu faktor keberhasilan stek. Auksin digunakan untuk meningkatkan pembentukan bunga dan membantu dalam pengakaran. Zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin adalah Indole Acetic Acid (IAA), Naphtalene Acetic Acid (NAA), dan Indole Butyric Acid (IBA). IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain sehingga menghambat perkembangan pertumbuhan pucuk dan NAA mempunyai kisaran konsentrasi yang sempit sehingga penggunaannya harus hati-hati agar konsentrasi optimum yang dapat meracuni tidak terlampaui (Wudianto 2002). IBA lebih sering digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya. IBA bersifat lebih baik dari pada IAA dan NAA karena kandungan kimianya lebih stabil, daya kerjanya lebih lama dan efektif lebih lambat ditranslokasikan di dalam tanaman sehingga memungkinkan memperoleh respon yang lebih baik terhadap perakaran stek (Kusumo 1990 dalam Maulida et al 2013). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian stek untuk mengetahui pengaruh penggunaan media tanam serta pemberian zat pengatur tumbuh IBA (Indole Butyric Acid) untuk mengetahui efektifitas pemberian IBA terhadap pertumbuhan akar stek pohpohan.

3.2 Bahan dan Metode

(24)

10

Pembuatan larutan stok IBA dibuat dengan cara melarutkan 25 mg IBA dalam akuades 100 ml, sebelumnya diberi NaOH 1 N beberapa tetes, sehingga diperoleh larutan stok 250 ppm. Larutan stok diencerkan dengan akuades sesuai konsentrasi yang digunakan, dan stek batang pohpohan direndam dalam larutan IBA selama 30 menit. Media perlakuan dihaluskan dan yang tidak dihaluskan dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10x10 cm (bobot media 300 g). Stek kemudian ditanam pada media tanam yang telah disediakan dan penyiraman dilakukan setiap hari.

Pengamatan tanaman meliputi: 1. Persentase stek hidup (%)

Dengan membandingkan antara jumlah stek yang masih hidup pada akhir pengamatan dengan jumlah stek yang ditanam pada awal pengamatan. 2. Tinggi tunas (cm)

Diukur dari pangkal tunas sampai titik tumbuh tunas. 3. Jumlah daun (helai)

Dihitung dari banyaknya daun yang ada dalam satu tanaman. 4. Pertambahan panjang batang (cm)

Dihitung dari ujung sampai titik pangkal batang. Pertambaan panjang batang stek batang didapatkan dengan cara menghitung selisih panjang batang stek batang MST (Minggu Setelah Tanam) saat ini dengan MST sebelumnya.

5. Diameter batang (cm)

Diukur dengan menggunakan jangka sorong. 6. Jumlah cabang

Dihitung dari banyaknya cabang yang ada pada satu tanaman dan semua pengamatan dihitung pada 1 MST sampai 8 MST.

7. Persentase yang berakar (%)

Dengan membandingkan antara jumlah stek yang berakar pada akhir pengamatan.

8. Jumlah akar 9. Panjang akar (cm)

(25)

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Persentase Stek Hidup

Persentase stek hidup dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah stek yang hidup terhadap jumlah seluruh stek yang ditanam. Hasil pengamatan dan pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata persentase stek hidup secara keseluruhan sebesar 87.67% atau masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Kemampuan stek untuk hidup dipengaruhi oleh keberhasilan stek untuk membentuk akar. Wudianto (2002), mengatakan bahwa karbohidrat dalam batang sebagai bahan pembangun merupakan hasil fotosintesis yang dilakukan daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetatif tanaman sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan ini akan digunakan kembali pada saat terjadi pembentukan sel maupun organ baru. Apabila akar yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dalam tanah tidak segera dibentuk maka stek akan mati. Data persentase stek hidup pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap persentase stek hidup pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah persentase stek hidup (Lampiran 1). Tabel 1. Rata-rata persentase stek hidup tiga aksesi pohpohan pada beberapa

perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Persentase stek hidup (%)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 82.00 89.33 89.33

Tidak dihaluskan 84.00 90.00 91.33

F test tn tn tn

IBA

0 86.67 76.67 96.67

50 75.00 98.33 95.00

100 85.00 96.67 88.33

150 83.33 95.00 85.00

200 85.00 81.67 86.67

F test tn tn tn

Keterangan:tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05

3.3.2 Tinggi Tunas

(26)

12

Tabel 2. Rata-rata tinggi tunas tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Tinggi tunas (cm)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 8.06 7.52 8.96

Tidak dihaluskan 8.83 8.81 9.61

F test ** ** **

IBA

0 6.54 6.53 7.03

50 8.89 8.84 10.78

100 11.15 10.84 12.10

150 9.30 8.42 9.32

200 6.36 6.20 7.21

F test ** ** **

Respon Q* Q* Q*

Interaksi ** ** **

Keterangan:**: berbeda nyata pada α 0.01 Q*: respon kuadratik nyata pada α 0.05

Aplikasi konsentrasi IBA 0 sampai 200 ppm dan media tanam (tanah, arang sekam dan kompos) memberikan pengaruh kuadratik dengan konsentrasi optimum IBA yang berbeda-beda terhadap tinggi tunas pada aksesi pohpohan Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Pada aksesi Warung loa diperoleh konsentrasi optimum IBA 104.75 ppm dengan persamaan y = -0.0004x2 + 0.0838x + 5.7681 pada media dihaluskan dengan tinggi tunas 10.89 cm dan pada media tidak dihaluskan diperoleh konsentrasi optimum IBA 105.50 ppm persamaan y = -0.0004x2 + 0.0844x + 6.9114 dengan tinggi tunas 11.98 cm.

(27)

Gambar 2. Interaksi konsentrasi IBA dan media (A1) dihaluskan, (A2) tidak dihaluskan terhadap tinggi tunas pada aksesi pohpohan (I) Warung Loa, (II) Bobojong dan (III) Linggarjati

I

(28)

14

3.3.3 Jumlah Daun

Data jumlah daun pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap jumlah daun pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Perlakuan media yang tidak dihaluskan memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi pada aksesi Linggarjati. Selain itu perlakuan konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pohpohan pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah jumlah daun (Lampiran 1). Menurut Gardner et al (1991), jumlah daun dipengaruhi oleh genotipe yaitu laju pertumbuhan daun dan kapasitas tanaman dalam merespon kondisi lingkungan, seperti ketersediaan air.

Tabel 3. Rata-rata jumlah daun tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Jumlah daun (helai)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 13.66 12.52 12.13

Tidak dihaluskan 13.65 12.67 13.98

F test tn tn tn

IBA

0 9.66 9.00 9.80

50 14.89 14.13 14.17

100 17.66 16.42 15.63

150 14.31 12.96 13.64

200 11.76 10.47 12.03

F test ** ** **

Respon Q* Q* Q*

Keterangan:**: berbeda nyata pada α 0.01 tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05 Q*: respon kuadratik nyata pada α 0.05

Gambar 3 memperlihatkan konsentrasi antara IBA 0 sampai 200 ppm dan media tanam (tanah, arang sekam dan kompos) memberikan pengaruh kuadratik dengan konsentrasi optimum IBA yang berbeda-beda terhadap jumlah daun pada aksesi pohpohan Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Pada aksesi Warung Loa diperoleh konsentrasi optimum IBA 100.71 ppm dan persamaan y = -0.0007x2 + 0.1410x + 9.3614 pada media dihaluskan dengan jumlah daun 18.20 helai dan pada media tidak dihaluskan diperoleh konsentrasi optimum IBA 101.08 ppm persamaan y = -0.0006x2 + 0.1213x + 10.3050 dengan jumlah daun 18.32 helai.

(29)

diperoleh konsentrasi IBA 105.00 ppm dengan jumlah daun 16.38 helai terhadap aksesi Linggarjati persamaan y = -0.0005x2 + 0.1050x + 10.5583.

Gambar 3. Interaksi konsentrasi IBA dan media (A1) dihaluskan, (A2) tidak dihaluskan terhadap jumlah daun pada aksesi pohpohan (I) Warung Loa, (II) Bobojong dan (III) Linggarjati

I

II

(30)

16

3.3.4 Pertambahan Panjang Batang

[image:30.595.55.481.91.517.2]

Data pertambahan panjang batang pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap pertambahan panjang batang terhadap aksesi pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Pohpohan yang diberi perlakuan media yang tidak dihaluskan memiliki rata-rata tertinggi pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati dibandingkan dengan media yang dihaluskan. Perlakuan konsentrasi IBA tidak berbeda nyata terhadap pertambahan panjang batang. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah pertambahan panjang batang (Lampiran 1).

Tabel 4. Rata-rata pertambahan panjang batang tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Pertambahan panjang batang (cm) Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 1.95 1.96 1.91

Tidak dihaluskan 1.99 2.09 2.00

F test tn tn tn

IBA

0 1.90 2.07 2.10

50 1.99 2.03 2.02

100 2.03 2.02 1.79

150 1.76 2.05 1.85

200 2.17 1.98 2.05

F test tn tn tn

Keterangan:tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05

3.3.5 Diameter Batang

(31)
[image:31.595.89.510.26.843.2]

Tabel 5. Rata-rata diameter batang tiga aksesi pohpohan terhadap perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Diameter batang (cm)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 0.70 0.71 0.69

Tidak dihaluskan 0.69 0.69 0.71

F test tn tn tn

IBA

0 0.69 0.72 0.72

50 0.70 0.71 0.72

100 0.70 0.70 0.70

150 0.68 0.70 0.69

200 0.71 0.68 0.7

F test tn tn tn

Keterangan:tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05

3.3.6 Jumlah Cabang

Data jumlah cabang pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Perlakuan konsentrasi IBA tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah cabang. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah jumlah cabang (Lampiran 1). Menurut Gardner et al (1991) jumlah cabang dipengaruhi oleh faktor nitrogen dan kelembaban.

Tabel 6. Rata-rata jumlah cabang tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Jumlah cabang

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 2.55 2.55 2.57

Tidak dihaluskan 2.57 2.58 2.58

F test tn tn tn

IBA

0 2.53 2.55 2.60

50 2.58 2.59 2.57

100 2.58 2.58 2.55

150 2.53 2.58 2.55

200 2.58 2.60 2.64

F test tn tn tn

[image:31.595.118.507.116.305.2]
(32)

18

3.3.7 Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah stek yang berakar terhadap jumlah seluruh stek yang ditanam. Hasil pengamatan dan pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata persentase stek berakar secara keseluruhan sebesar 87.67 atau masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Terbentuknya akar pada stek merupakan modal awal keberhasilan perbanyakan tanaman dengan stek, karena berperan dalam pengambilan hara (nutrisi) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman selanjutnya (Moko 2004) dalam

(Fiani dan Moko 2006). Data persentase stek berakar pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap persentase stek berakar pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Perlakuan konsentrasi IBA tidak berpengaruh nyata terhadap peubah persentase stek berakar. Data yang diperoleh menunjukkan tidak ada interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah persentase stek berakar (Lampiran 1).

Tabel 7. Rata-rata persentase stek berakar tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Persentase stek berakar (%)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 82.00 89.33 89.33

Tidak dihaluskan 84.00 90.00 91.33

F test tn tn tn

IBA

0 86.67 76.67 96.67

50 75.00 98.33 95.00

100 85.00 96.67 88.33

150 83.33 95.00 85.00

200 85.00 81.67 86.67

Ftest tn tn tn

Keterangan:tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05

3.3.8 Jumlah Akar

[image:32.595.44.485.94.565.2]
(33)

Tabel 8. Rata-rata jumlah akar tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Jumlah akar

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 13.69 13.11 13.97

Tidak dihaluskan 14.44 14.19 13.82

F test tn tn tn

IBA

0 15.13 12.83 13.58

50 13.49 14.12 13.64

100 14.32 12.62 14.67

150 13.42 15.29 13.60

200 13.96 13.40 13.98

F test tn tn tn

Keterangan:tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05

3.3.9 Panjang Akar

[image:33.595.72.508.42.824.2]

Data panjang akar pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan media tidak berpengaruh terhadap panjang akar pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Selain itu perlakuan konsentrasi IBA tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar pohpohan pada aksesi Warung Loa, Bobojong dan Linggarjati. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara media dan konsentrasi IBA terhadap peubah panjang akar (Lampiran 1).

Tabel 9. Rata-rata panjang akar tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)

Perlakuan Panjang akar (cm)

Warung Loa Bobojong Linggarjati Media

Dihaluskan 4.25 4.32 4.29

Tidak dihaluskan 4.43 4.41 4.33

F test tn tn tn

IBA

0 4.30 4.35 4.29

50 4.27 4.26 4.29

100 4.43 4.46 4.35

150 4.29 4.34 4.31

200 4.39 4.39 4.31

F test tn tn tn

[image:33.595.123.506.116.304.2]
(34)

20

3.4 Simpulan

(35)

4 PERBANYAKAN MIKRO

PRE-EXISTING MERISTEM TANAMAN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) DENGAN BERBAGAI

PERLAKUAN KONSENTRASI ZPT

(Pre-existing Meristem Micropropagation of Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) based on Plant Growth Regulator Concentration)

Abstrak

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan salah satu sayuran indigenous yang berpotensi untuk dikembangkan secara kultur jaringan pre-existing meristem. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh penggunaan Benzil Adenin (BA) dan Giberalin (GA3) pada induksi tunas dan menetapkan konsentrasi BA untuk

multiplikasi tunas dalam mikro propagasi. Penelitian ini terdiri dalam 2 perlakuan: a) mencari konsentrasi optimum kombinasi BA dan GA3 pada induksi tunas,

konsentrasi BA yaitu (0.0, 0.5, 1.0 1.5, dan 2.0 mg l-1), dan konsentrasi GA3 yaitu

(0.0, 0.5 dan 1.0 mg l-1). Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak. b) multiplikasi tunas, menggunakan konsentrasi BA (0.0, 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0 mg l-1), percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BA 0–2 mg l-1 pada GA3 0 mg l-1

pola responnya linear, sedangkan pada GA3 0.5 dan 1 mg l-1 pola responnya

kuadratik pada peubah saat muncul tunas. Pada tahap multiplikasi tunas, perlakuan konsentrasi BA 0.0 mg l-1 sampai 1.0 mg l-1 menunjukkan pola respon linear pada peubah jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas.

Kata kunci: In vitro, konsentrasi BA dan GA3, mikropropagasi

Abstract

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) is one of the indigenous vegetables that potential to be commercial. That plant can propagate by in vitro culture of pre-existing meristem. The purpose of this research are to study the effect of combination of Benzyl Adenin (BA) and Gibberallic acid (GA3) on induction axillary buds, and to determine the concentration of BA on shoot multiplication on micropropagation. This study was divided into two experiments: a) the experiment for optimization BA and GA3 on shoot induction, the concentration of BA consisted of (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 and 2 mg l-1), and the concentration of GA3 consisted of (0.0, 0.5 and 1.0 mg l-1). The experiment was arranged as factorial in Completely Randomized Design. b) shoots multiplicationby of BA (0.0, 0.25, 0.5, 0.75 and 1.0 mg l-1). The experiment use Randomized Complete Design. The result showed BA 0 - 2 mg l-1 on GA3 0 mg l-1 pattern of response was linear, where as

the concentration of BA on GA3 0.5 and 1 mg l-1 pattern quadratic response to the

time the shoots appear. BA treatment concentration 0 to 1 mg l-1 shows the response patterns linearly on the number of explant had sprouted, the number of shoots per explant, number of leaves and the shoot height.

(36)

22

4.1 Pendahuluan

Tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan salah satu jenis sayuran indigenous (Baihaki 2003). Daun pohpohan banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat dalam keadaan segar (lalapan). Pohpohan memiliki banyak jenis dan berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan, baik sebagai pangan maupun obat-obatan. Pohpohan merupakan sumber antioksidan alami

senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol, dan β-karoten (Chahardehi et al 2009; Andarwulan et al 2010; Endrini 2011). Pohpohan telah banyak digunakan sebagai bahan baku restoran atau konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas.

Permasalahan dalam budidaya pohpohan diantaranya yaitu tanaman pohpohan termasuk ke dalam tanaman monoceous yang tanaman fertilnya sulit membentuk biji (Shih et al 1995). Hal ini sering mengakibatkan kurang seimbangnya antara ketersediaan benih dengan permintaan produksi pohpohan (Muhctadi 2000). Teknik perbanyakan pohpohan yang sering digunakan adalah secara vegetatif dengan stek.

Perbanyakan vegetatif pohpohan dengan stek memiliki hambatan dalam pemenuhan pohon induk yang banyak. Penelitian Ekawati et al (2010) yaitu produktivitas tanaman pohpohan baru mencapai 360 kg ha-1 per tahun dengan jarak tanam 50x25 cm. Jumlah kebutuhan bibit dengan jarak tersebut pada luasan 1 ha mencapai 80.000 bibit. Stek pohpohan paling baik menggunakan bagian pangkal dan tengah batang, karena bagian pucuk sangat rentan mengalami busuk batang pada media arang sekam dan kompos (Muslimawati 2014). Selain perbanyakan secara konvensional, diperlukan multiplikasi yang lebih cepat.

Perbanyakan bibit pohpohan secara intensif dan ekstensif sangat diperlukan, salah satunya dapat dilakukan melalui kultur jaringan. Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak, sehat, cepat, seragam dan terjaga kontinuitas ketersediaan bibit dibutuhkan sistem regenerasi tanaman yang efisien seperti metode perbanyakan mikro secara in-vitro. Secara umum, terdapat 3 jalur perkembangan regenerasi tanaman secara in-vitro: 1) propagasi dari pre-existing

meristem (kultur tunas atau kultur nodus), 2) organogenesis, dan 3) embriogenesis somatik (embriogenesis non-zigotik).

Proliferasi dari pre-existing meristem mengacu pada pembentukan tunas dari meristem aksilar (tunas aksilar) selanjutnya pembentukan perakaran tunas (Kane 2000). Organogenesis adalah propagasi dari eksplan tanpa pre-existing meristem melalui pembentukan tunas dan akar adventif (Schwarz dan Beaty 2000). Secara in-vitro, sitokinin dapat ditambahkan ke medium untuk menekan dominansi apikal dan merangsang pertumbuhan mikropropagasi meristem aksilar. Setiap cabang aksilar dipotong dan dipindahkan langsung ke media yang tepat untuk ditingkatkan meristem aksilar. Tunas-tunas aksilar yang terinduksi dapat dipindakan ke media perakaran dan kemudian dipindahkan ke media tanah.

Pada penelitian ini penggunakan BA yang merupakan salah satu jenis sitokinin dikombinasikan dengan GA3 dapat menentukan konsentrasi optimum

(37)

tanaman pohpohan dan memperoleh Standar Operasional Prosedur (SOP) perbanyakan benih berkualitas pohpohan secara in-vitro.

4.2 Bahan dan Metode

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Hortikultur Tropika, Institut Pertanian Bogor Baranangsiang, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan Januari – Oktober 2015. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, percobaan 1 yaitu Induksi Tunas dan percobaan 2 yaitu Multiplikasi Tunas. Metode perbanyakan mikro secara pre-existing meristem tunas aksilar tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) menggunakan eksplan satu buku batang (nodus) pohpohan aksesi Linggarjati. Eksplan buku batang yang digunakan adalah batang pohpohan yang masih muda berwarna hijau, kemudian dipotong-potong di setiap satu buku batang (ukuran 1 cm). Media kultur adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) dengan komposisi hara makro (NH4NO3, KNO3,

MgSO4.7H2O, KH2PO4), larutan hara mikro (MnSO4.4H2O, H3BO3, ZnSO4.7H2O,

KI, Na2MoO4.2H2O, CuSO4.5H2O, CoCl2.6H2O), vitamin (asam nikotinat,

piridoksin, tiamin HCl), Myo-inositol, CaCl.2H2O, Fe-EDTA, FeSO4.7H2O, dan

Na2EDTA.2H2O dengan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin Benzyl

Adenin (BA), Gibberallic acid (GA3), sukrosa, NaOH atau HCL sebagai pengatur

derajat keasaman larutan media.Selain itu, bahan lain yang digunakan meliputi detergen dengan konsentrasi 3 g/l, alkohol 10%, agrept 1 gr/200 ml, benlate 1 gr/200 ml, tween sebanyak 2 tetes ditambahkan dalam akuades 100 ml, clorox

10% dan 5%, spritus serta akuades steril. Alat yang digunakan meliputi botol kultur (botol balsam), autoclave, timbangan analitik, cawan petri, gunting, pinset, gelas piala, gelas ukur, corong gelas, oven, laminar air flow cabinet (LAFC), lampu spiritus, scalpel, erlenmeyer, pH meter, hand sprayer, kamera digital, lemari pendingin dan rak kultur yang dilengkapi dengan pencahayaan

flourescence sebagai sumber penerangan. 4.2.1 Percobaan 2a: Induksi Tunas

Percobaan disusun secara faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama adalah kosentrasi BA (0, 0.5, 1.0, 1.5 dan 2.0 mg l-1). Faktor kedua adalah kosentrasi GA3 (0, 0.5, 1.0 mg l-1) menggunakan

media dasar MS dilengkapi dengan gula 30 g l-1, agar 6.5 g l-1. Sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 5 kali, sehingga terdapat 75 satuan percobaan. Satu unit percobaan yang merupakan satu botol kultur berisi tiga eksplan. Pelaksanaan penelitian terdiri dari pengambilan eksplan, eksplan tunas aksilar diambil dari kebun percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Tajur. Sterilisasi eksplan, buku batang (nodus) dicuci dengan air mengalir, kemudian direndam dalam larutan detergen dengan konsentrasi 3 g l-1 ± 10 menit dan dibilas lagi dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dalam alkohol 10% dan dishaker selama 5 menit dan dibilas dengan akuades. Direndam dalam larutan agrept

(38)

24

selama 5 menit dan dibilas lagi dengan akuades sebanyak 3 kali. Induksi tunas, nodus ditanam dimedia induksi tunas dengan berbagai taraf perlakuan. Kultur di inkubasi pada ruang terang dengan intensitas 1000 lux dan suhu 25±1 oC. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali selama 10 minggu. Peubah yang diamati adalah saat muncul tunas, jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun per tunas. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%, bila perlakuan berpengaruh akan dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal.

4.2.2 Percobaan 2b: Multiplikasi Tunas

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Perlakuan dengan penambahan BA (0, 0.25, 0.5, 0.75 dan 1.0 mg l-1). Setiap perlakuan diulang 10 kali (botol), sehingga terdapat 50 satuan percobaan. Satu unit percobaan yang merupakan satu botol kultur berisi tiga eksplan nodus pohpohan. Pelaksanaan percobaan meliputi persiapan media multiplikasi tunas, media multiplikasi tunas disiapkan setelah terjadi induksi pembentukan tunas. Tunas yang digunakan sebagai eksplan berasal dari induksi tunas pada percobaan 2a yang tingginya ≥ 1 cm. Kultur diinkubasi pada intensitas 1000 lux dan suhu 25±1 oC. Pengamatan dilakukan selama 2 hari sekali selama 8 minggu. Peubah yang diamati meliputi jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, tinggi tunas dan jumlah daun. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%, bila perlakuan berpengaruh, akan dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Induksi Tunas

Pada sidik ragam (Tabel 10) diketahui bahwa faktor BA memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peubah saat muncul tunas, jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan dan jumlah daun. Pemberian GA3 tidak

berpengaruh nyata terhadap peubah saat muncul tunas, jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan dan jumlah daun. Interaksi BA dan GA3 berpengaruh

sangat nyata terhadap saat muncul tunas. Interaksi BA dan GA3 tidak berpengaruh

(39)
[image:39.595.97.512.74.736.2]

Tabel 10. Rekapitulasi sidik ragam uji F pada taraf 5% terhadap saat muncul tunas, jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan dan jumlah daun pada induksi tunas pohpohan aksesi Linggarjati (10 minggu setelah tanam)

Perlakuan Saat muncul tunas (HSK)

Jumlah eksplan bertunas (eksplan)

Jumlah tunas per eksplan

(tunas)

Jumlah daun (helai)

BA mg l-1

0.0 8.29 1.74 1.84 6.97

0.5 6.97 2.24 2.14 8.65

1.0 5.67 2.45 2.59 10.23

1.5 5.30 2.43 2.49 9.62

2.0 6.62 2.31 2.25 8.54

F test ** ** ** **

Respon L*Q* Q* Q* Q*

GA3 mg l-1

0.0 6.78 2.21 2.24 8.83

0.5 6.55 2.24 2.29 8.87

1.0 6.38 2.25 2.20 8.71

F test tn tn tn tn

Interaksi ** tn tn tn

KK 10.54 5.47 6.55 6.26

Keterangan:**: berbeda nyata pada α 0.01, tn: tidak berbeda nyata pada α 0.05 L*: respon linear nyata pada α 0.05 Q*: respon kuadratik nyata pada α 0.05

Interaksi Konsentrasi BA dan GA3 terhadap Saat Muncul Tunas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara pemberian BA dan GA3 terhadap saat muncul tunas. Berdasarkan data pada Tabel

11, perlakuan konsentrasi BA 0.0 mg l-1 sampai 2.0 mg l-1 yang dikombinasikan dengan GA3 0.0 mg l-1 terdapat pola respon secara linear terhadap saat muncul

tunas (Hari Setelah Kultur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemberian taraf konsentrasi BA ke dalam media kultur akan mempercepat pertumbuhan tunas. Sedangkan, perlakuan konsentrasi BA 0.0 mg l-1 sampai 2.0 mg l-1 yang dikombinasikan dengan konsentrasi GA3 0.5 mg l-1 dan 1.0 mg l-1

membentuk pola respon secara kuadratik pada peubah saat muncul tunas (HSK) sehingga dapat diperoleh titik optimum konsentrasi BA yang diberikan terhadap masing-masing perlakuan konsentrasi GA3. Pertumbuhan yang dipacu oleh BA

(40)
[image:40.595.93.450.117.404.2]

26

Tabel 11. Pengaruh interaksi antara BA dan GA3 terhadap saat muncul tunas (10

minggu setelah tanam) Konsentrasi GA3

(mg l-1)

Konsentrasi BA (mg l-1)

Saat muncul tunas (HSK)

0.0 0.0 7.99

0.5 7.67

1.0 6.76

1.5 5.73

2.0 5.74

Respon L**

0.5 0.0 9.37

0.5 7.13

1.0 5.47

1.5 4.87

2.0 5.93

Respon Q**

1.0 0.0 7.52

0.5 6.11

1.0 4.78

1.5 5.29

2.0 8.19

Respon Q**

Keterangan:L**: respon linear nyata pada α 0.01 Q**: respon kuadratik nyata pada α 0.01

Hasil uji lanjut polinomial orthogonal menunjukkan bahwa interaksi pemberian konsentrasi BA 0.0 mg l-1 sampai 2.0 mg l-1 yang dikombinasikan dengan konsentrasi GA3 0.5 mg l-1 (Gambar 4) pada media MS meningkatkan saat

muncul tunas secara kuadratik dengan pola y = 2.190 x2– 6.207 x + 9.475 dan R2 = 0.821, sehingga saat muncul tunas maksimum tercepat 4.87 (HSK) diperoleh apabila konsentrasi optimum BA yang digunakan adalah 1.41 mg l-1. Pemberian konsentrasi BA 0.0 mg l-1 sampai 2.0 mg l-1 yang dikombinasikan dengan konsentrasi GA3 1.0 mg l-1 juga meningkatkan saat muncul tunas secara kuadratik

dengan pola y = 2.993 x2 – 5.882 x + 7.77 dan R2 = 0.769 dan saat muncul tunas maksimum tercepat 4.78 (HSK) diperoleh apabila konsentrasi optimum BA yang digunakan adalah 0.98 mg l-1. Jadi pemberian GA3 antara kebutuhan akan BA

(41)

Gambar 4. Pengaruh kombinasi konsentrasi BA dan GA3 terhadap saat muncul tunas pohpohan aksesi Linggarjati (10 minggu setelah tanam)

GA3 0.0 mg l-1

GA3 0.5 mg l-1

[image:41.595.106.485.85.786.2]
(42)

28

4.3.2.2 Pengaruh Konsentrasi BA terhadap Jumlah Eksplan Bertunas

[image:42.595.40.467.55.634.2]

Uji lanjut polinomial orthogonal pada variabel jumlah eksplan bertunas menunjukkan bahwa pemberian beberapa konsentrasi BA berpengaruh nyata terhadap jumlah eksplan bertunas pada media MS yang meningkat secara kuadratik dengan pola y = -0.418x2 + 1.105x + 1.788 dan R2 = 0.788 sehingga x maksimum = 1.32 mg l-1. Hasil uji lanjut polinomial orthogonal konsentrasi BA terhadap variabel pengamatan jumlah eksplan bertunas disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah eksplan bertunas tanaman pohpohan aksesi Linggarjati pada 10 minggu setelah tanam (MST) Gambar 5. menunjukkan bahwa jumlah eksplan bertunas maksimum terbanyak 2.75 tunas diperoleh apabila konsentrasi optimum BA 1.32 mg l-1 tanpa GA3. Sel-sel meristem dengan penambahan BA 1.32 mg l-1 tanpa GA3 mengalami

proses pembelahan lebih cepat, sesuai dengan peran sitokinin dimana berfungsi sebagai pemacu proses pembelahan sel.

4.3.2.3 Pengaruh Konsentrasi BA terhadap Jumlah Tunas Per Eksplan

(43)

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah tunas per eksplan pohpohan aksesi Linggarjati pada 10 minggu setelah tanam (MST)

4.3.2.4 Jumlah Daun

[image:43.595.103.488.74.753.2]

Pemberian BA memberikan pengaruh pa00000da eksplan untuk mendorong pertumbuhan jumlah daun total. Daun yang terbentuk berwarna hijau, hal tersebut dikarenakan adanya sitokinin yang dapat menghambat perombakan butir-butir protein dan klorofil yang apabila terombak akan menyebabkan daun menjadi kuning (Wattimena, 1988). Hasil uji lanjut polinomial orthogonal konsentrasi BA terhadap variabel pengamatan jumlah daun disajikan pada Gambar 7. Jumlah daun maksimum sebesar 11.33 daun diperoleh apabila konsentrasi BA yang digunakan 1.19 mg l-1.

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah daun pohpohan aksesi Linggarjati (10 minggu setelah tanam)

4.3.2 Multiplikasi Tunas

[image:43.595.156.452.91.243.2]
(44)

30

Tabel 12. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BA terhadap jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas per eksplan, jumlah daun dan tinggi tunas pada multiplikasi tunas pohpohan aksesi Linggarjati (8 minggu setelah perlakuan)

Perlakuan Jumlah eksplan bertunas (eksplan)

Jumlah tunas per eksplan

(tunas)

Jumlah daun (helai)

Tinggi tunas (cm)

BA (mg l-1)

0 1.76 1.96 7.78 2.11

0.25 2.10 2.14 8.50 2.32

0.5 2.33 2.29 9.18 2.64

0.75 2.51 2.56 10.18 2.94

1 2.70 2.82 11.29 3.41

F Test ** ** ** **

Respon L* L* L* L*

KK 8.60 8.21 8.44 9.37

Keterangan:**: berbeda nyata padaα 0.01 L*: respon linear nyata pada α 0.05

3.3.2.1 Jumlah Eksplan Bertunas

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa BA berpengaruh nyata terhadap jumlah eksplan bertunas pada eksplan pohpohan. Uji lanjut polinomial orthogonal pada variabel jumlah eksplan bertunas menunjukkan bahwa pemberian beberapa konsentrasi BA pada media MS meningkat secara linear jumlah eksplan bertunas dengan pola y = 0.893x + 1.823 dan R2 = 0.707(Gambar 8).

Gambar 8. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah eksplan bertunas pohpohan aksesi Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan

3.3.2.2 Jumlah Tunas Per Eksplan

(45)
[image:45.595.112.480.100.717.2]

eksplan terbanyak yaitu sebanyak 3.13 tunas dan perlakuan yang menunjukkan jumlah tunas per eksplan terendah pada perlakuan tanpa BA (0 mg l-1) yaitu 1.63 tunas.

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah tunas per eksplan pohpohan aksesi Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan

3.3.2.3 Jumlah Daun

Perlakuan BA memberikan pengaruh pada eksplan untuk mendorong pertumbuhan jumlah daun total. Pengaruh perlakuan tersebut mempunyai kesesuaian dengan pengaruhnya pada banyaknya jumlah tunas yang terbentuk. Apabila jumlah tunas yang terbentuk banyak, maka jumlah daun yang terbentuknya pun akan banyak. Banyaknya jumlah daun ini menunjukkan banyaknya tunas dan buku yang terbentuk (Gambar 10).

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi BA terhadap jumlah daun pohpohan aksesi Linggarjati pada 8 minggu setelah perlakuan

Pengaruh perlakuan BA terhadap jumlah daun mencapai hasil jumlah daun terbanyak pada konsentrasi 1 mg l-1. Menurut Strabala et al. (1996), sitokinin berperan dalam perkembangan primordia daun. BA sebagai sitokinin sangat berperan dalam menghasilkan tunas tersebut, maka peningkata

Gambar

Gambar 1: Diagram alir tahap penelitian tanaman pohpohan (Pilea trinervia
Tabel 1. Rata-rata persentase stek hidup tiga aksesi pohpohan pada beberapa
Tabel 2. Rata-rata tinggi tunas tiga aksesi pohpohan pada beberapa perlakuan media dan konsentrasi IBA (8 minggu setelah tanam)
Gambar 3. Interaksi konsentrasi IBA dan media (A1) dihaluskan, (A2) tidak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan penerapan model pembelajaran scramble dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, di mana pada siklus I ketuntasan siswa masih rendah

[r]

(Kalau Gus Jalil sering bicara ke kita atau para santri biar anak-anak itu kompak, bisa saling kenal bahkan bisa menjaga antar santri kalau ada masalah. Ini sudah dicontohkan sama

Kondisi operasi terbaik dan memenuhi SNI susu bubuk dalam proses pengeringan busa susu kedelai adalah pada temperatur pengeringan 50°C dengan tebal lapisan susu

untuk pharmassip : pada pembuatan sediaan nanosuspensi dibutuhkan pengadukan dengan alat berkecepatan tinggi… salah satu alat yang digunakan dalam pembuatn nanosuspensi

Dari Tabel 6.9, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, untuk pengujian dengan pembagian data 70%, algoritma nearest neighbour menghasilkan akurasi tertinggi untuk kedua mata kuliah,

menyelesaikan persoalan hidupnya dengan lebih maslahat. Partai Kebangkitan Bangsa berketetapan bahwa kekuasaan yang hakekatnya adalah amanat itu haruslah dapat

Pulau Sakanun merupakan pulau sangat kecil, memiliki terumbu karang fringing reef, ekosistem lamun berada di sekitar pesisir pulau dan kawasan intertidal yang