• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Tebu (Saacharum officinarum) di Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Tebu (Saacharum officinarum) di Kalimantan Selatan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN TEBU (Saacharum

officinarum) DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

ZAHIR SATRIA NUGRAHA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN TEBU (Saacharum

officinarum) DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

ZAHIR SATRIA NUGRAHA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains

Pada Program Studi Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul : Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Tebu (Saacharum

officinarum) di Kalimantan Selatan

Nama : Zahir Satria Nugraha

NRP : G24052607

Menyetujui,

Pembimbing Skripsi

I Putu Santikayasa, S.Si, M.Sc

NIP. 19790224 200501 1 002

Mengetahui.

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP. 19600305 198703 2 002

(4)

i

ABSTRACT

Sugar cane (Saacharum Officinarum L) is a plant where sugar came from. Sugar cane has a distinct economic potential. The needs of sugar in this country is getting bigger every year, and it makes government must act faster to give people needs. The purpose of this study is to make South Borneo as a new solution for increasing domestic production of sugar cane. South Borneo has a huge suitable area to expand this commudity. This study is based on the method as described by FAO and used GIS capability for an integration of land qualities to create land unit. A simple map subsystem (Arcview GIS) was used for basic data and models result demonstration on a map. Climatic and soil requirements for sugarcane growth were identified and a land suitability map was produced by overlaying the climatic and soil suitability maps. The land with good capability for agriculture uses is classified as highly suitable (S1) and moderately suitable (S2), the land with a lower quality is classified as a marjinally suitable (S3) and not suitable (N). According to results, 49,26% of the total area or about 1.930.240 ha was good capable for sugarcane uses, and 50,74% is not dedicated for agriculture. The most suitable areas are found in the south of the province. In the rest of the province climatic or soil conditions are expected to restrict sugarcane growth. The results of this study can be used for further research on the possibilities for a large-scale commercialisation of the crop in South Borneo and in other regions with favourable ecological conditions.

(5)

ii

ABSTRAK

Tebu (Saacharum Officinarum L) merupakan tanaman penghasil sukrosa yang biasa digunakan sebagai bahan baku gula. Kebutuhan gula dalam negeri yang sangat besar menyebabkan industri gula dipaksa untuk terus maju dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun demikian, pemusatan industri gula yang hanya terdapat di beberapa propinsi membuat kebutuhan masyarakat tidak tercukupi. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menampilkan Propinsi Kalimantan Selatan sebagai salah satu pusat produksi tebu yang baru. Pendekatan yang dilakukan dalam menentukan luas wilayah di Propinsi Kalimantan Selatan yang berpotensi dalam pembudidayaan tebu adalah dengan metode pemetaan (Arcview SIG) kesesuaian lahan berdasarkan parameter tanah dan iklim (agroklimat). Pemetaan ini akan menghasilkan empat kriteria yang diantaranya adalah Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), Sesuai marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N). Berdasarkan parameter iklim dan tanah (agroklimat), wilayah yang termasuk ke dalam kriteria sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) sekitar 49,26% dari luas keseluruhan wilayah atau sekitar 1.930.240 ha, sedangkan untuk kriteria tidak sesuai (N) dan cukup sesuai (S3) mencapai 50,74%. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal dari penelitian lebih lanjut yang lebih besar dan juga dapat menjadi suatu acuan dalam pengembangan tanaman tebu di Kalimantan Selatan ke arah yang lebih baik.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Allah SWT karena berkat kemurahanNya skripsi ini dapat saya selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian ini membahas tentang besarnya potensi pengembangan tanaman tebu (Saacharum officinarum) di Propinsi Kalimantan Selatan. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perkembangan tebu di Indonesia tidak dapat memenuhi konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, pemerintah dinilai masih kurang melakukan ekstensifikasi lahan tebu di luar Pulau Jawa. Kalimantan Selatan sebagai propinsi yang sedang berkembang dan memiliki lahan tidak terpakai cukup besar dapat menjadi salah satu alternatif pengembangan lahan tebu di Luar Pulau Jawa.

Pada proses pengerjaan materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan kepada :

 I Putu Santikayasa S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing skipsi

 Dr. Ir. Sobry Effendi M.Si dan Ir. Heny Suharsono MS sebagai dosen penguji yang memberi banyak masukan dalam ujian.

 Ibu saya yang telah rela memberikan waktunya dan saran bijaknya untuk mendorong pengerjaan penelitian ini

 Annisa firdausy sebagai teman yang telah banyak berkorban dan memberikan semangat demi selesainya penelitian saya.

 Annisa isnaeni, Samba wirahma, dan Gito sugih immanuel untuk ilmu-ilmu yang diberikan.

 Rekan-rekan mahasiwa dan dosen-dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini, serta seluruh staf Tata Usaha yang juga turut serta dalam memberikan kelancaran dalam penyelesaian penelitian.

 Seluruh pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan secara satu persatu dalam pengantar ini saya ucapkan banyak terima kasih

Demikian penelitian ini saya buat semoga bermanfaat

Penulis

(7)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Oktober tahun 1987 dari pasangan Ir. H. Achmad Rizali Fauzi dan Drs. Hj. Isnawaty. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pengadilan 5 di Bogor dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama tahun 2001. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis berhasil diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(8)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT………... i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP……… iv

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR………. viii

DAFTAR LAMPIRAN……….. ix

I. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Tujuan……… 1

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 1

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tebu……… 1

2.2 Daur Hidup Tanaman Tebu……….. 3

2.3 Syarat Hidup Tanaman Tebu……… 3

2.3.1 Sifat Iklim………. 3

2.3.2 Sifat Tanah……… 4

2.3.3 Kondisi Fisiografi………. 4

2.4 Keadaan Tebu Nasional………. 4

2.5 Keadaan Daerah Kalimantan Selatan………... 5

2.5.1 Letak Geografis………. 5

2.5.2 Keadaan Iklim……….. 6

2.5.3 Fisiografi dan Bentuk Wilayah………. 6

2.5.4 Keadaan Penduduk………... 6

2.6 Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Tanaman……… 6

2.7 Sistem Informasi Geografis………... 8

III. METODOLOGI……….. 8

3.1 Bahan dan Alat……….. 8

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian……… 8

3.3 Metode………... 8

3.3.1 Persiapan Data Numerik dan Spasial……… 8

3.3.2 Perubahan Data Numerik ke Dalam Bentuk Spasial……….. 8

3.3.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan………... 9

3.3.4 Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah………. 9

3.3.5 Penggabungan Peta Spasial………... 9

3.3.6 Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim……… 9

3.3.7 Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat……….. 10

3.3.8 Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu………. 10

IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….... 11

1.1 Kesesuaian Tanah………... 11

1.2 Kesesuaian Iklim……… 13

(9)

vi

1.4 Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu………... 16

1.5 Analisa Ekonomi Tanaman Tebu………... 19

V KESIMPULAN………... 20

5.1 Kesimpulan……… 20

5.2 Saran……….. 20

DAFTAR PUSTAKA……… 20

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Persentase Kemiringan Lereng di Kalimantan Selatan………. 6

Tabel 2 Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu……….. 7

Tabel 3 Kesesuaian Lahan Tebu Untuk Parameter Yang Diteliti………. 9

Tabel 4 Klasifikasi Penutupan Lahan………... 11

Tabel 5 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan per Kabupaten……….. 12

Tabel 6 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan……….. 14

Tabel 7 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan per Kabupaten……….. 15

Tabel 8 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan………... 16

Tabel 9 Luas Wilayah Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan……….. 17

Tabel 10 Luas Wilayah Rekomendasi Penanaman Tebu di Propinsi Kalimantan Selatan Per Kabupaten……….. 18

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L)………. 2

Gambar 2 Batang Tebu Hasil Panen………..……… 2

Gambar 3 Skema Sederhana Pembentukan Gula Pada Tebu……….. 3

Gambar 4 Produksi Tebu Nasional Tahun 1998-2006……… 4

Gambar 5 Luas Areal Tebu Nasional Tahun 1998-2006………. 5

Gambar 6 Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia……… 5

Gambar 7 Wilayah Administrasi Kalimantan Selatan………. 5

Gambar 8 Proses Penggabungan Peta Isohyet dan Isotherm………. 10

Gambar 9 Proses Penggabungan Peta Tanah dan Peta Kesesuaian Iklim……… 10

Gambar 10 Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan ……….…………... 11

Gambar 11 Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan ……….……… 13

Gambar 12 Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan.………... 15

Gambar 13 Peta Penutupan Lahan Kalimantan Selatan tahun 2007……… 16

Gambar 14 Peta Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu Propinsi Kalimantan Selatan..…. 17

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Stasiun-stasiun di Propinsi Kalimantan Selatan………..……….. 22

Lampiran 2 Data Curah Hujan Stasiun Banjarbaru... 23

Lampiran 3 Data Curah Hujan Stasiun Syamsudin Noor Banjarmasin... 24

Lampiran 4 Persyaratan Penggunaan Lahan Tanaman Tebu……… 25

Lampiran 5 Penyakit Pada Tanaman Tebu……….. 26

Lampiran 6 Luas Wilayah Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten………..………. 28

Lampiran 7 Jumlah Penduduk Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten………..……….. 28

Lampiran 8 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kelompok Umur dan Status Pekerjaan Tahun 2007……….………. 29

Lampiran 9 Tabel Jenis Tanah Pada Tiap Kabupaten... 30

Lampiran 10 Tabel Karakteristik Jenis Tanah Yang Ada di Propinsi Kalimantan Selatan... 30

Lampiran 11 Peta Administrasi Propinsi Kalimantan Selatan... 31

Lampiran 12 Peta Jenis Tanah Propinsi Kalimantan Selatan... 32

Lampiran 13 Peta Suhu (isotherm) Propinsi Kalimantan Selatan... 33

Lampiran 14 Peta Curah Hujan (isohyet) Propinsi Kalimantan Selatan... 34

Lampiran 15 Peta Topografi Propinsi Kalimantan Selatan... 35

Lampiran 16 Peta Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan... 36

Lampiran 17 Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan... 37

Lampiran 18 Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan... 38

Lampiran 19 Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan... 39

(13)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iklim dan pertanian merupakan dua hal penting penunjang kehidupan manusia yang memiliki hubungan yang sangat erat. Besarnya produksi pertanian atau tingkat keberhasilan panen suatu areal pertanian sangat ditentukan oleh kondisi iklim. Penurunan atau kenaikan produksi pertanian hingga meningkatnya harga merupakan dampak dari keragaman cuaca yang terjadi. Hal ini membuat pemerintah harus terus bekerja keras dalam menentukan berbagai macam kebijakan sehingga dampak negatif dari anomali (ketidaknormalan) cuaca yang semakin sering terjadi dapat berkurang atau bahkan dihindari.

Perkebunan yang merupakan suatu bagian dari pertanian memiliki peranan yang penting sebagai sumber dari pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan penduduk dan perubahan struktur perekonomian sebagai konsekuensi logis dari proses pembangunan, telah dan terus akan membawa dampak terhadap peningkatan kebutuhan akan penyediaan pangan, sandang, papan serta berbagai sarana dan prasarana penunjang lainnya (Saefulhakim 1994). Oleh karena itu, pemerataan industri perkebunan di luar pulau Jawa diharapkan dapat menjadi suatu usaha yang dapat membangkitkan perekonomian daerah di luar pulau Jawa dan terutama juga dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia.

Tebu adalah suatu komoditas perkebunan penghasil gula yang merupakan salah satu dari sembilan bahan makan pokok. Luas areal tebu di Indonesia pada periode tahun 2000-2005 mencapai 380 ribu ha. Departemen Pertanian pada tahun 2005 mencatat bahwa industri gula berbasis tebu merupakan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja mencapai 1,3 juta orang. Akan tetapi, produktivitas tebu dinilai masih kurang karena tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang mencapai 3,18 juta ton pada tahun 2008. Sedangkan produksi tebu sendiri pada tahun yang sama hanya mencapai angka 2,2 juta ton. Hal ini diakibatkan oleh masih lemahnya teknologi yang dimiliki serta perluasan lahan yang tidak diiringi oleh peningkatan jumlah permintaan. Selama ini lokasi industri gula hanya tersebar di 8 propinsi dengan Jawa Timur sebagai sentra utama dengan 32 Pabrik Gula (PG). Propinsi lain yang digunakan sebagai daerah industri gula diantaranya adalah Jawa Barat, Jawa

Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan (Dinas Pertanian 2005). Ekstensifikasi areal tanaman tebu yang menjadi salah satu solusi dari perkembangan komoditas tebu dewasa ini lebih banyak diarahkan pada lahan-lahan kering di luar Pulau Jawa yang mempunyai potensi tidak kalah dengan daerah di Pulau Jawa.

Kalimantan Selatan dengan luas areal lahan kering yang belum terpakai mencapai 670.480 ha merupakan salah satu daerah ekstensifikasi dengan potensi tinggi dalam pengembangan tanaman tebu. Sumber daya yang cukup tinggi dan masih lemahnya tingkat ekonomi masyarakat di Kalimantan Selatan merupakan alasan lain dalam pengembangan industri ini. Hal ini juga didukung oleh belum tersedianya industri gula yang memadai di Pulau Kalimantan. Pembangunan pabrik-pabrik gula dan perluasan perkebunan tebu akan menyerap tenaga kerja yang cukup besar, sehingga keadaan perekonomian masyarakat dan pendapatan daerah akan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, informasi mengenai luas lahan yang berpotensi untuk ditanami tebu dapat digunakan untuk pengembangan tebu secara berkelanjutan.

1.2 Tujuan

1. Menentukan luas daerah yang memiliki potensi dalam pengembangan tanaman tebu di Kalimantan Selatan berdasarkan aspek iklim dan agroklimat.

2. Menghitung luas areal yang direkomendasikan sebagai daerah budidaya tebu.

3. Menggambarkan kelayakan budidaya tebu sebagai salah satu alternatif usaha yang menguntungkan melalui analisa ekonomi sederhana.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tebu

(14)

2

sangat luas yaitu sekitar 35o LS sampai

dengan garis 39o LU. Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2007 mencatat bahwa negara-negara penghasil gula terbesar di dunia berada pada garis khatulistiwa atau dengan kata lain beriklim tropis seperti halnya Brazil yang merupakan negara penghasil gula terbesar di dunia. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa tebu termasuk ke dalam kelompok tanaman C4 dimana kelompok tanaman ini biasanya mampu beradaptasi dalam kondisi lingkungan yang terik dan bersuhu tinggi serta kering.

Tebu adalah tumbuhan yang termasuk ke dalam keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, jagung dan bambu (Supriyadi 1992). Tanaman dengan nama ilmiah Saccharum officinarum L ini mengandung banyak sukrosa, mempunyai kandungan serat rendah, berdaun luas dan juga berbatang besar. Berikut adalah klasifikasi tanaman tebu dalam tumbuh-tumbuhan yang dinyatakan oleh Notojoewono (1970) dan Setyamidjaya (1992) :

Philum : Spermathophyta Famili : Graminae Sub Famili : Andropoganae Kelas : Sacchareae Genus : Saccharum

Species : Saccharum offcanarum L

Gambar 1 Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L)

(Sumber : Lukito 2008)

Bagian tanaman tebu yang paling bermanfaat untuk digunakan oleh manusia adalah bagian batangnya (Gambar 2). Bagian ini memiliki spesifikasi yang unik dan bermacam-macam. Sebagai tanaman yang berbiji tunggal tebu memiliki batang yang dalam pertumbuhannya hampir tak bertambah besar. Adapun yang bertambah hanya tingginya saja dengan pertumbuhannya bisa mencapai 2,5-4 meter, bahkan ada pula yang bisa mencapai 5 meter (Adisewojo 1984 dan Mulyana 1989). Tiap jenis tebu memiliki batang yang besarnya tidak sama, ada yang berukuran seperti tongkat, ada juga yang berbentuk seperti lengan dengan warna yang

berbeda-beda pula, ada yang hijau, kuning, ungu, merah tua, dan lain-lain. Kulit batangya diliputi oleh lilin yang berwarna putih kelabu. Batang tebu itu beruas dengan buku-buku diantara ruasnya. Bentuk dan panjang dari ruas pada tiap jenis tebu berbeda, ada yang besar di bagian tengah, ada pula yang besarnya sama pada setiap ruasnya. Ruas-ruas tebu dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun tebu. Pada ketiak daun tebu terdapat sebuah kuncup yang biasanya disebut mata.

Gambar 2 Batang Tebu Hasil Panen. (Anonim 2008)

Batang tebu dari mulai pangkal hingga ujung mengandung air gula yang berkadar kurang lebih dari 20%. Pada bagian pangkal kadar air gulanya lebih tinggi daripada di bagian ujung. Oleh karena itulah pada pemanenan batang tebu biasanya yang diambil adalah bagian batang tebu sampai dengan ke akar-akarnya sampai tidak ada yang tersisa, kecuali apabila petani tebu ingin memanen tebu beberapa kali, maka batang tebu bagian pangkal disisakan agar dapat tumbuh kembali (disebut kepras).

(15)

3

Pada permulaan musim kemarau biasanya

tebu mulai berbunga, yaitu sekitar bulan April dan Mei. Bunga tebu adalah bunga majemuk yang berbentuk malai dengan panjang antara 70 sampai 90 cm. Di dalam satu malai terdapat beribu-ribu bunga kecil. Bunga ini juga nantinya akan menghasilkan buah seperti halnya tanaman padi-padian yang berbiji satu (Mulyana 1989). Namun demikian buah dari tebu saat ini masih belum bisa ditemukan manfaatnya, bahkan ada beberapa pendapat yang sedikit berbau kontroversi tentang munculnya bunga pada tebu. Ada pendapat yang menyatakan bahwa munculnya bunga memberikan sinyal positif bagi rendemen gula yang terbentuk, akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kemunculan bunga memberikan pertanda buruk bagi hasil tebu yang akan dipanen. Artinya bunga justru akan menurunkan rendemen yang akan dihasilkan.

2.2 Daur Hidup Tanaman Tebu

Daur hidup tanaman tebu adalah dimulai dari fase perkecambahan, lalu fase pertunasan, fase perpanjangan batang, fase kemasakan dan diakhiri dengan fase kematian (Supriyadi 1992). Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu, dan diakhiri dengan fase perkecambahan pada umur 5 minggu. Fase pertunasan dimulai dari umur 5 minggu hingga umur 3,5 bulan, lalu dilanjutkan dengan fase perpanjangan batang sampai umur 9 bulan. Fase pemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegatatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase yang terjadi kurang lebih 2 bulan inilah gula di dalam batang mulai terbentuk hingga titik optimal, kurang lebih terjadi pada bulan agustus, dan setelah itu rendemennya berangsur-angsur turun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahap penimbunan rendemen gula (Supriyadi 1992).

Tebu merupakan tanaman yang paling efisien dalam proses fotosintesa. Tanaman ini menangkap hampir 2-3% energi radiasi matahari dan mengubahnya menjadi karbohidrat dan gula (Anonim 2008). Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya bergantung pada umur ruas. Ruas bawah (lebih tua) mengandung lebih banyak gula dibandingkan ruas di atasnya, demikian seterusnya hingga ruas pada pucuk dimana pada ruas ini kandungan gula paling sedikit terbentuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan telah masak apabila kadar gula sepanjang batang telah seragam, kecuali ruas

pada pucuk (Supriyadi 1992). Berikut adalah sedikit gambaran tentang skema pembentukan gula pada tebu.

Gambar 3 Skema Sederhana Pembentukan Gula Pada Tebu (Anonim 2008)

2.3 Syarat Hidup Tanaman Tebu 2.3.1 Sifat Iklim

Keadaan iklim yang paling cocok untuk tanaman tebu adalah basah selama pertumbuhan namun agak kering menjelang masak dan kering saat panen. Curah hujan yang cukup tinggi diperlukan tanaman tebu pada fase pertumbuhan awal dan fase vegetatif utama. Keadaan yang cukup kering diperlukan di akhir pertumbuhan atau menjelang musim tebang agar diperoleh hasil gula yang baik dan tinggi. Pertumbuhan vegetatif tebu berlangsung selama 6 sampai 7 bulan dengan curah hujan minimum 100 mm/bulan (1500-3000 mm/tahun) dan fase pemasakan 2-4 bulan kering (curah hujan kurang dari 100 mm/bulan) (Tjokrodirjo 1989). Curah hujan yang merata sepanjang tahun kurang baik bagi tebu karena dapat menurunkan rendemen dan menyulitkan pengangkutan hasil panen (Departemen Pertanian 2004). Secara garis besar, curah hujan yang ideal untuk pengembangan tebu adalah panjang bulan kering selama dua atau tiga bulan dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 2000-2500 mm, atau sama saja dengan tipe iklim C2 atau C3 Oldeman (Tim P3GI 1989).

(16)

4

pembentukan rendemen gula. Tanaman ini

perlu penyinaran yang intensif setiap hari terutama pada masa pemasakan dimana rendemen gula akan dibentuk pada masa ini (Dinas Pertanian 1994).

2.3.2 Sifat Tanah

Pada umumnya tebu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam tanah. Tanah terbaik yang bisa digunakan adalah tanah dengan tekstur lempung berliat dengan solum yang dalam, lempung berpasir dan lempung berdebu. Adapun lapisan solum yang bagus untuk pertumbuhannya minimal 60 cm (Dinas Pertanian 1993). Akan tetapi, tanah bertekstur berat pun dapat ditanami tebu, dengan syarat dilakukan pengelolaan yang khusus (Sudiatso 1983). Sedangkan kisaran pH tanah yang sesuai untuk ditanami tanaman ini berkisar antara 5,5 sampai 7,0. Apabila tebu ditanam pada pH kurang dari 5,5 maka perakarannya tidak akan dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Sedangkan apabila tebu ditanam pada pH yang lebih dari 7,5 akibatnya akan menyebabkan terjadinya klorosis (penguningan) pada daun, sebagai akibat dari tidak cukup tersedianya Fe (Indriani dan Sumiarsih 1995).

2.3.3 Kondisi Fisiografis

Berdasarkan segi fisiografi, daerah yang paling baik untuk ditanami tebu adalah daerah vulkanis dan dataran aluvium dengan bentuk lahan datar sampai berombak. Kemiringan lereng yang dianjurkan sebaiknya terletak antara 0 sampai 8%. Lahan dengan kemiringan lebih dari 8% masih dapat digunakan untuk budidaya tebu, dengan syarat harus disertai dengan tindakan konservasi tanah yang tepat. Hal ini penting karena lahan

yang digunakan untuk budidaya tebu memiliki potensi bahaya erosi yang tinggi (Young 1976 dalam Ismail 1985). Selain memiliki potensi bahaya erosi yang tinggi, parameter kemiringan dalam penanaman tebu berpengaruh nyata dengan proses produksi tebu. Kemiringan yang curam dapat menyebabkan sulitnya transportasi yang dilakukan dalam merawat dan memproduksi hasil tebu yang diinginkan, sehingga akan menimbulkan resiko kerugian yang cukup besar bagi produsen. Seperti halnya sifat tanah, kemiringan pun sebenarnya merupakan faktor yang dapat disesuaikan sesuai dengan kehendak kita. Lahan dengan kemiringan yang tidak terlalu curam dapat disesuaikan dengan cara konservasi hingga bisa digunakan untuk penanaman.

2.4 Keadaan Tebu Nasional

Perkembangan tebu di Indonesia memiliki trend yang positif setiap tahun pada 10 tahun terakhir (Gambar 4). Walaupun luas areal sempat mengalami penurunan pada tahun 1999-2000, namun demikian produksi tanaman tebu beranjak naik hingga produksi nasional mencapai angka 2.307.027 ton pada tahun 2006 (Departemen Pertanian 2002 2007). Luas areal tebu merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya produksi tebu nasional. Pada tahun 2006 luas areal tebu mencapai 396.441 ha yang tersebar di 9 popinsi di Indonesia, yang diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan (Departemen Pertanian 2008) Luas areal tebu pada tahun 1998 hingga 2006 dapat dilihat pada Gambar 5.

(17)

5

Gambar 5 Luas Areal Tebu Nasional Tahun 1998-2006 (Departemen Pertanian 2002, 2007)

Gambar 6 Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia (Departemen Pertanian, 2007)

Gambar 6 menunjukkan kenaikan harga rata-rata gula per tahun. Pada beberapa kota besar di Indonesia, ada yang mengalami penurunan adapun yang mengalami kenaikan, namun secara keseluruhan harga gula relatif naik tiap tahunnya. Kenaikan ataupun penurunan harga gula ini disebabkan oleh kelangkaan gula di pasar maupun pengaruh dari impor gula. Namun untuk menjaga stabilitas harga di pasar, pemerintah seharusnya mengambil kebijakan untuk menetapkan harga dasar gula. Hal ini akan melindungi para petani dari penurunan harga gula akibat masuknya gula impor. Selain itu, harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah dapat juga menghindari monopoli pasar yang mungkin akan terjadi kelangkaan gula. Namun demikian, hal terpenting yang harus dilakukan adalah pembenahan industri gula, mulai dari pembenahan bibit, regulasi perkebunan gula rakyat, proteksi gula lokal sampai revitalisasi mesin pabrik gula yang relatif sudah tua (Primanto 2008).

2.5 Keadaan Daerah Kalimantan Selatan 2.5.1Letak Geografis

Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak diantara 114 19’ 13”-116

33’ 28” Bujur Timur dan 1 21’49”- 4 10’ 14” (Gambar 7) dan secara administratif propinsi ini terletak di bagian selatan Pulau Kalimantan dengan batas-batas : sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makassar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan sebelah utara dengan Propinsi Kalimantan Timur. Propinsi Kalimantan Selatan memiliki 11 kabupaten dan 2 kota kabupaten terbaru dengan luas wilayah keseluruhan adalah sebesar 37.530,52 km2 atau sekitar 3.753.052 ha (Badan Pusat Statistik (BPS) 2008).

(18)

6

2.5.2Keadaan Iklim

Menurut data curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pada beberapa stasiun curah hujan yang tersebar di berbagai wilayah, Propinsi Kalimantan Selatan memiliki rata-rata curah hujan sekitar 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering (<100 mm/bulan) dan bulan basah (>100 mm/bulan) yang jelas. Artinya, curah hujan di wilayah ini tidak merata sepanjang tahun, curah hujan tinggi pada bulan Oktober hingga Februari dan menurun pada bulan Juni hingga Agustus (musim kemarau). Penyebaran hujan sendiri pada wilayah Propinsi Kalimantan Selatan ini dibagi menjadi dua wilayah besar, yaitu Kabupaten Tanah Bumbu, Kotabaru, dan Pulau Laut dengan jumlah curah hujan rata-rata lebih dari 2500 mm/tahun dan curah hujan antara 2000 mm/tahun hingga 2.500 mm/tahun yang tersebar di Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Barito Kuala, Balangan, dan Tabalong. Sedangkan untuk temperatur udara rata-rata tahunan, Propinsi Kalimantan Selatan memiliki suhu berkisar antara 17,96 – 26,50 oC dengan suhu terendah terukur pada ketinggian 1400 mdpl.

2.5.3 Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Secara fisiografi Propinsi Kalimantan Selatan dapat dibedakan menjadi 8 grup fisiografi, yaitu gambut, marin, aluvial, dataran, karst, vulkanik, perbukitan, dan pegunungan. Kedelapan grup fisiografi ini terbentuk dari berbagai macam aktivitas bumi yang berbeda, sehingga menghasilkan suatu bahan yang dapat digunakan sesuai dengan sifat dari permukaan tanahnya. Grup yang sampai saat ini paling banyak digunakan untuk perkebunan dan pertanian adalah grup dataran, vulkanik, dan karst. Hal ini dikarenakan sifat tanah pada ketiga grup ini yang subur dan juga kemiringan lereng yang sesuai untuk ditanami baik oleh tanaman

pertanian maupun perkebunan (Departemen Pertanian 2006). Adapun kemiringan lereng yang dimiliki oleh propinsi ini sebagian besar berkisar antara 0-2% sedangkan untuk ketinggian Propinsi Kalimantan Selatan sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian antara >25 – 100 m diatas permukaan laut dengan tempat tertinggi hanya mencapai 500 m diatas permukaan laut. Rincian luas wilayah menurut kemiringan dapat dilihat pada Tabel 1 (BPS 2008).

2.5.4 Keadaan Penduduk

Hasil perhitungan lengkap sensus penduduk pada tahun 2000, penduduk Kalimantan Selatan tercatat berjumlah 2.970.244 jiwa yang terdiri atas 1.484.945 penduduk laki-laki dan perempuan sebanyak 1.485.299 jiwa. Pada tahun 2007 dilakukan lagi Susenas untuk mengetahui perkembangan penduduk tiap tahunnya, dan pada saat itu jumlah penduduk propinsi ini bertambah menjadi 3.396.680 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.700.790 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 1.695.890 jiwa (BPS 2008). Kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Banjarmasin dengan jumlah 615.570 jiwa. Jumlah penduduk produktif dengan usia antara 20 sampai 34 tahun yang cukup besar dapat menjadi dasar bagi pertumbuhan perekonomian propinsi ini terutama perkembangan dalam bidang perkebunan.

2.6 Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Tanaman

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu, contohnya saja seperti untuk budidaya tanaman pangan dan juga komoditas yang lainnya. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.

Tabel 1 Persentase Kemiringan Lereng di Kalimantan Selatan

Kemiringan (%) Luas (Ha) Persentase (%)

0-2 1.625.384 43,31

2-15 1.182.346 31,50

15-40 714.127 19,02

(19)

7

Penilaian kelas yang dilakukan, didasari

pada pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.

Adapun tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk mengetahui potensi nilai dari suatu areal untuk penggunaan tertentu. Evaluasi tidak terbatas hanya pada penilaian karakteristik lingkungan, tetapi dapat juga mencakup analisis-analisis ekonomi, konsekuensi sosial, dan dampak lingkungannya (Sitorus 1985).

FAO membagi sistem klasifikasi kesesuaian lahan menjadi empat kategori yang merupakan generalisasi yang bersifat menurun, diantaranya adalah ordo, kelas, sub-kelas, dan unit. Kesuaian lahan pada tingkat ordo hanya menunjukkan sebatas apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan hanya dibagi dua, yaitu Ordo S (sesuai) dan Ordo N (tidak sesuai). Sedangkan kategori yang lebih spesifik lagi dalam pembagian klasifikasi kesesuaian lahan adalah kategori kelas yang terdiri dari 5 jenis tingkatan (Sitorus 1985). Tingkatan-tingkatan tersebut diantaranya adalah :

1. S1 : Sesuai (Highly Suitable) Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberadya lainnya. Keuntungan

yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.

2. S2 : Cukup sesuai (Moderately Suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.

3. S3 : Sesuai marjinal (Marginally suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

4. N1 : Tidak sesuai pada saat ini (Currently not Suitable)

Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.

5. N2 : Tidak sesuai permanen (Permanently not Suitable)

Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

Adapun kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu

Persyaratan Penggunaan/ Karakteristik Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Suhu udara rata-rata (oC) 24-30 30-32 32-34 >34

22-24 21-22 <21

Curah hujan tahunan (mm/thn) 1500-1700 1700-2000 2000-2500 >2500 1250-1500 1000-1250 <1000

pH tanah 5,5 – 7,5 5,0 – 5,5 <5,0 -

7,5 – 8,0 >8,0

Sinar matahari (jam/thn) >1800 1400-1800 1200-1400 <1200

Ketersediaan oksigen Baik, agak baik

Agak terhambat Terhambat, agak cepat

Sangat terhambat

cepat

(20)

8

2.7 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau yang dalam lebih dikenal Geographic Information System (GIS) dalam dunia internasional memiliki banyak sekali pengertian dari banyaknya ahli yang bermunculan. Namun secara garis besar pengertian SIG adalah suatu sistem manual dan atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spasial atau geografis atau dengan kata lain SIG adalah suatu alat yang mengatur data dan menganalisa informasi yang bersifat keruangan atau spasial yang bisa digunakan sebagai basis informasi untuk pengambilan keputusan di berbagai bidang (Anonim 2009).

Salah satu metode dalam SIG yang tepat dan akurat dalam menggambarkan suatu informasi pada permukaan bumi dan juga biasa digunakan adalah metode pemetaan. Namun demikian, pemetaan harus didukung oleh ketepatan data yang ada di lapangan. Artinya, penggabungan berbagai jenis data dan pengolahannya hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan dapat digunakan, diperlukan lagi sebuah alat atau dalam hal ini perangkat lunak dalam pengerjaannya. Salah satu contoh alat yang dapat digunakan adalah ArcView. Arcview merupakan contoh nyata suatu alat yang didalamnya terdapat berbagai fungsi Sistem Informasi Geografis (SIG).

III. METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat

1. Data curah hujan rata-rata tahunan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 1962-2003 (Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).

2. Peta ketinggian, peta administrasi, dan peta tanah Kalimantan Selatan dengan skala tinjau 1 : 50.000 (Sumber : Badan Pertanahan Nasional (BPN)).

3. Peta penutupan lahan Kalimantan Selatan tahun 2007 dengan skala 1 : 50.000 (Sumber : BPN).

4. Perangkat lunak ArcView 3.3 dan Microsoft Office 2003 yang digunakan dalam pengolahan data. 5. Seperangkat alat komputer.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Agustus 2009 bertempat di Laoratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

3.3 Metode

3.3.1 Persiapan Data Numerik dan Spasial

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua buah data yang nantinya akan digabungkan menjadi satu. Kedua data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data curah hujan rata-rata tahunan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 1962-2003.

2. Data spasial sebaran jenis tanah, peta ketinggian, peta penutupan lahan, dan peta administrasi Kalimantan Selatan yang kesemuanya ini berbentuk peta digital dengan skala 1 : 50.000 (sumber : BPN).

3.3.2 Perubahan Data Numerik ke dalam Bentuk Spasial

Data curah hujan yang berbentuk numerik dirubah terlebih dahulu menggunakan Software ArcView 3.3 ke dalam bentuk spasial dengan cara interpolasi. Teknik interpolasi yang digunakan adalah teknik Inverse Distance Weighted (IDW). Teknik IDW mengasumsikan tiap titik input memiliki pengaruh lokal dan berkurang terhadap jarak. Metode ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan titik data dibandingkan dengan sel yang lebih jauh (Samba 2008). Hasil keluaran dari interpolasi ini disebut dengan peta isohyet.

Peta suhu (isoterm) diperoleh dengan menggunakan turunan dari peta ketinggian. Penentuan suhu ini dilakukan dengan asumsi bahwa setiap kenaikan ketinggian sebesar 100 m maka suhu akan turun sebesar 0,6 oC (Hukum Braak). Stasiun yang digunakan sebagai patokan suhu adalah stasiun Stagen di Kabupaten Kotabaru yang memiliki ketinggian 1 mdpl. Penentuan stasiun acuan ini dilakukan dengan mencari stasiun yang memiliki jarak paling dekat dengan laut. Adapun suhu udaranya diduga dengan persamaan Braak (Samba 2008) :

T = X – 0,0061 h untuk h > 0 dan h < 2000 mdpl

T = X – 0,0052 h untuk h > 2000 mdpl

(21)

9

Tabel 3 Kesesuaian Lahan Tebu Untuk Parameter Yang Diteliti

Karakteristik lahan/ syarat penggunaan

lahan

Kelas kesesuaian lahan

S1 S2 S3 N

Curah hujan (mm/tahun)

1500-1700 1700-2000, 1250-1500

2000-2500, 1000-1250

>2500, <1000 Suhu udara (oC) 24-30 30-32, 22-24 32-34, 21-22 >34, <21

Jenis Tanah Mollisol Alfisol, ultisol, inceptisol

Entisol Histosol, oxisol

(Sumber : Djaenudin et al 2000)

3.3.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Peta suhu, peta curah hujan, dan peta tanah yang telah siap untuk diolah lalu diklasifikasikan dari S1 hingga N dan diberi nilai 1 sampai 4. Nilai 4 diberikan kepada kriteria S1, nilai 3 diberikan kepada kriteria S2, dan seterusnya hingga kriteria N. Pengklasifikasian peta-peta tersebut didasarkan pada kesesuaian lahan tanaman tebu pada Tabel 3. Berikut adalah penjelasan masing-masing klasifikasi menurut Sitorus (1985) :

 Sangat sesuai (S1)

Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberadya lainnya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.

 Sesuai (S2)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas untuk suatu penggunaan yang lestari. Akan tetapi pembatas tersebut tidak berdampak secara berkelanjutan dan tidak akan menurunkan hasil.

 Sesuai marjinal (S3)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

 Tidak sesuai (N)

Daerah ini tidak cocok untuk ditanami tanaman tebu karena faktor pembatas yang berat dan hampir tidak mungkin untuk diatasi.

3.3.4 Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah

Peta tanah yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional berisi berbagai macam informasi tentang bentuk wilayah Propinsi Kalimantan Selatan hingga jenis-jenis tanah. Penentuan tingkat kesesuaian tanah ini dilakukan berdasarkan tabel kesesuaian lahan. Jenis-jenis tanah dengan spesifikasi tertentu dikelompokkan menjadi kriteria Sangat Sesuai (S1), Sesuai (S2), Cukup Sesuai (S3), dan Tidak Sesuai (N).

3.3.5 Penggabungan Peta Spasial

Pada penggabungan peta-peta terklasifikasi ini, peneliti menggunakan map calculator yang ada didalam Software ArcView 3.3. Prinsip kerjanya adalah tiap-tiap kriteria dari mulai S1 hingga N diberi nilai 4 sampai 1. Kriteria Sangat sesuai (S1) mendapat nilai 4, kriteria Sesuai (S2) diberi nilai 3, untuk Sesuai marjinal (S3) diberi nilai 2 dan kriteria Tidak sesuai (N) dengan nilai paling kecil yaitu 1. Setelah itu masing-masing nilai parameter tiap sel dikalikan dan kemudian dikelaskan kembali menjadi empat kriteria, yaitu Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), Sesuai Marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N).

3.3.6 PenentuanTingkat Kesesuaian Iklim

(22)

10

Isohyet Isoterm

Kriteria Nilai S1 S2 S3 N 4 3 2 1

Gambar 8 Proses Penggabungan Peta Isohyet dan Isotherm

Peta yang diperoleh akan memberikan kita informasi tentang kesesuaian lahan untuk tanaman tebu yang didasarkan pada informasi curah hujan dan suhu Propinsi Kalimantan Selatan.

3.3.7 Kesesuaian Agroklimat

Peta kesesuaian agroklimat adalah peta yang berisikan informasi tentang kesesuaian suatu lahan untuk tanaman tebu dilihat dari unsur-unsur tanah dan iklimnya. Peta isohyet, peta isoterm, dan peta jenis tanah yang sudah diklasifikasikan lalu diberi nilai. Akan tetapi, karena peta isohyet dan peta isotherm sudah digabungkan menjadi satu peta, yaitu Peta Kesesuaian Iklim, maka kedua peta ini tidak digabungkan dan diberi nilai lagi. Peta yang sekarang diberikan nilai adalah Peta Jenis Tanah. Peta jenis tanah diklasifikasikan menjadi S1, S2, S3, dan N. Setelah itu nilai diberikan untuk tiap klaisifikasi. Nilai 1 untuk kriteria N atau tidak sesuai, nilai 2 untuk kriteria S3 atau sesuai marjinal, nilai 3 untuk kriteria S2 atau sesuai, dan yang terakhir nilai 4 untuk kriteria S1 atau sangat sesuai. Apabila telah siap maka nilai sel peta kesesuaian iklim dan peta tanah dikalikan, dan kemudian dikelaskan kembali menjadi empat kriteria, yaitu Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), Sesuai Marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N). Gambaran mengenai proses penggabungannya dapat dilihat pada Gambar 9.

Kesesuaian Iklim Peta Tanah

Gambar 9 Proses Penggabungan Peta Tanah dan Peta Kesesuaian Iklim

3.3.8 Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu

Peta rekomendasi wilayah penanaman tebu adalah peta yang memuat informasi tentang kesesuaian suatu lahan untuk ditanami ditinjau dari segi penutupan lahan. Peta Agroklimat yang telah dibuat dengan klasifikasi tertentu akan dicocokan kembali dengan penutupan lahan yang tersedia. Sebagai contoh apabila lahan yang sebelumnya tergolong Sangat sesuai (S1) telah digunakan sebagai pemukiman warga, maka dengan demikan lahan tersebut tidak lagi bisa digunakan.

Peta penutupan lahan ini sebelumnya telah diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi

dua kriteria, yaitu kriteria “bisa” dan “tidak bisa”. Pembagian kriteria ini didasarkan pada peraturan yang diproleh dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) dalam hal konversi

lahan. Kriteria “bisa” berarti bahwa lahan tersebut dapat dikonversi, namun kriteria

“tidak bisa” berarti bahwa lahan tersebut tidak bias dilakukan pengolahan dalam kaitannya

Kriteria Nilai S1 S2 S3 N 4 3 2 1

Hasil Kriteria kesesuaian iklim

1 N

2 N

3 N

4 S3

6 S3

8 S2

9 S2

12 S1

16 S1

Hasil Kriteria

1 N

2 N

3 N

4 S3

6 S3

8 S2

9 S2

12 S1

16 S1

Kriteria Nilai S1 S2 S3 N 4 3 2 1

Hasil Kriteria agroklimat

1 N

2 N

3 N

4 N

6 S3

8 S3

9 S3

12 S3

16 S2

18 S2

24 S2

27 S2

32 S1

36 S1

48 S1

(23)

11

dengan penggunaan lahan sebagai perkebunan

tebu.

Tabel 4 Klasifikasi Penutupan Lahan

No Penutupan Lahan

Kriteria Konversi

Lahan

1 Alang-alang Bisa 2 Danau/Situ Tidak Bisa 3 Hutan Bakau Tidak Bisa 4 Hutan Belukar Tidak Bisa 5 Hutan Lebat Tidak Bisa 6 Hutan Sejenis Tidak Bisa

7 Kebun Bisa

8 Kebun Sejenis Bisa 9 Pemukiman Tidak Bisa 10 Perkebunan Besar Bisa 11 Pertambangan Tidak Bisa 12 Pertanian Tanah

Kering

Bisa

13 Rawa Tidak Bisa

14 Sawah Bisa

15 Semak Bisa

16 Sungai Tidak Bisa

17 Tambak Tidak Bisa

18 Tanah Terbuka Sementara

Bisa

19 Tegalan/Ladang Bisa

20 Waduk Tidak Bisa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kesesuaian Tanah

Propinsi Kalimantan Selatan dengan bentuk wilayah yang berbagai macam dari mulai datar, datar bergelombang hingga pegunungan memiliki 6 jenis tanah dengan spesifikasi berbeda. Keenam jenis tanah tersebut diantaranya adalah entisols, histosols, inceptisols, mollisols, oxisols, dan ultisols. Keenam jenis tanah ini memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman tergantung dari karakteristik tanaman itu sendiri.

Tanaman tebu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki syarat-syarat keadaan tanah tertentu agar dapat tumbuh. Syarat tanah tanaman tebu akan disesuaikan dengan keadaan tanah Propinsi Kalimantan Selatan sehingga kemudian akan diperoleh sebaran kesesuaian tanah tanaman tebu di Kalimantan Selatan. Peta kesesuaian lahan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria tanah yang dikeluarkan Departemen Pertanian untuk tananaman tebu, sekitar 79% wilayah Kalimantan Selatan dapat ditanami tanaman tebu. Wilayah yang memiliki luas wilayah paling besar untuk kriteria lahan sangat sesuai (S1) adalah kabupaten Kotabaru sebesar 188.896,9 ha, sedangkan wilayah yang memiliki luas wilayah terbesar untuk kriteria lahan tidak sesuai (N) adalah Kabupaten Banjar dengan luas wilayah mencapai 127.596,9 ha.

(24)

12

Tabel 5 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Tanah Propinsi

Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)

No Kabupaten S1

(Sangat sesuai) S2 (Sesuai) S3 (Cukup sesuai) N (Tidak sesuai)

1 Balangan 10.432,9 127.170,4 0,0 76.136,4

2 Banjar 0,0 365.565,7 2.168,4 127.596,9

3 Baritokuala 0,0 212.942,6 21.056,4 2.453,3

4 Hulu Sungai Selatan 0,0 135.705,6 0,0 34.646,9

5 Hulu Sungai Tengah 3.862,4 95.025,2 0,0 24.169,0

6 Hulu Sungai Utara 0,0 67.891,5 0,0 22.329,5

7 Banjarbaru 0,0 32.750,4 0,0 3.677,6

8 Banjarmasin 0,0 11.058,9 0,0 0,0

9 Kotabaru 188.896,9 542.001,8 158.418,8 0,0

10 Tabalong 7.840,0 328.436,3 0,0 37.767,3

11 Tanah Bumbu 29.018,5 488.034,7 47.984,2 22.814,8

12 Tanah Laut 0,0 251.124,5 50.294,5 94.248,8

13 Tapin 0,0 154.939,9 0,0 68.526,2

Secara keseluruhan, kriteria lahan sesuai (S2) mendominasi sebagian besar wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dengan total luasan sebesar 2.812.647,5 ha, atau sekitar 73% dari luas total propinsi ini. Pembagian luas kesesuaian tanah untuk tiap-tiap kabupaten dapat dilihat pada Tabel 5.

Beberapa kabupaten terlihat memiliki nilai nol, atau suatu kriteria sama sekali tidak terdapat pada kabupaten itu. Hal ini berarti jenis tanah yang termasuk kriteria tertentu memang tidak terdapat pada wilayah itu. Mengingat bahwa tanah merupakan suatu parameter yang tidak tetap atau dapat dirubah, maka pengolahan tanah dapat dilakukan pada wilayah-wilayah tersebut. Wilayah dengan jenis tanah alfisol, ultisol, dan inceptisol ,atau wilayah dengan sebagian besar arealnya termasuk kriteria sesuai (S2) mampu dirubah menjadi areal yg lebih sesuai lagi. Ketiga jenis tanah tersebut sebenarnya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik pada kriteria tanah S1. Perbedaannya hanya teretak pada sisi drainasenya saja. Ketiga jenis tanah ini memiliki drainase yang agak baik atau agak terhambat. Apabila suatu jenis tanah memiliki drainase yang agak terhambat, maka artinya tanah tersebut memiliki konduktivitas hidrolik agak rendah dengan ciri-ciri tanah basah hingga ke permukaan (Djaenudin et al 2000).

Konduktivitas hidrolik itu sendiri adalah kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan air baik dalam kondisi jenuh maupun dalam kondisi tidak jenuh (Anonim 2007). Solusi untuk hambatan tanah seperti ini adalah pengolahan tanah dalam dan pembuatan

saluran drainase sehingga tanah tidak basah dan aliran air bisa lebih lancar. Pemberian pupuk atau bahan organik pada tanaman muda sangat dianjurkan agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman semakin cepat. Sedangkan pada daerah atau wilayah dengan kriteria S3 atau jenis tanah entisols, faktor penghambat yang dijumpai semakin besar, sehingga pengolahannya pun akan semakin sulit. Entisols merupakan jenis tanah dengan tekstur berpasir kasar dan drainase yang agak cepat. Tekstur dan drainase macam ini menyebabkan air yang lewat sangat sulit untuk ditahan oleh tanah, akibatnya tanaman akan kekurangan air. Tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki hambatan ini diantaranya adalah pembuatan saluran drainase dan penambahan bahan organik khususnya pupuk NPK secara teratur dan berimbang. Namun demikian, tekstur tanah entisols yang pada dasarnya sudah berpasir dan kasar membuat pengolahan yang dilakukan menjadi sulit dan lebih mahal. Faktor-faktor lain seperti unsur hara dan pH relatif mudah untuk diatasi, karena bukan merupakan faktor pembatas utama.

(25)

13

syarat pengolahan tertentu, dari mulai

pengolahan yang mudah sampai pengolahan yang sulit dan mahal untuk dilakukan.

4.2 Kesesuaian Iklim

Dinas Pertanian (1993) menyatakan bahwa unsur iklim yang perlu mendapat perhatian penting dalam pertumbuhan tebu diantaranya adalah suhu, curah hujan, dan penyinaran matahari. Namun demikian, unsur iklim yang dimasukkan ke dalam perhitungan pada penelitian ini hanya suhu dan curah hujan. Data suhu dan curah hujan yang diolah adalah data rata-rata tahunan dengan rentang waktu 10 hingga 20 tahun.

Informasi tentang besarnya luas wilayah yang dapat digunakan untuk perkebunan tebu dapat diperoleh melalui penggabungan antara peta sebaran suhu (isoterm) dengan peta curah hujan (isohyet). Peta ini nantinya menjadi sebuah kesatuan yang berisikan informasi tentang kesesuaian lahan tanaman tebu berdasarkan unsur iklim, yaitu peta kesesuaian iklim (Gambar 11).

Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan memiliki kriteria sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3) untuk ditanami tanaman tebu. Sedangkan wilayah yang sangat sesuai (S1)

hanya sedikit terlihat, yaitu pada daerah Kabupaten Balangan. Kriteria lahan tidak sesuai (N) juga terlihat cukup kecil. Kriteria kesesuaian ini kebanyakan hanya terdapat pada daerah pegunungan dengan ketinggian yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh menurunnya suhu dengan meningkatnya ketinggian. Pada daerah dengan ketinggian mencapai lebih dari 1.200 mdpl maka pertumbuhan tebu akan sangat terhambat, dimana pada daerah ini suhu diperkirakan mencapai 17 oC.

Menurut kriteria kesesuaian lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (2000), Propinsi Kalimantan Selatan memerlukan curah hujan rata-rata sebesar 1.500 mm sampai 1.700 mm per tahun dengan suhu rata-rata 24-30oC per tahun. Namun demikian lebih dari 90% curah hujan yang terjadi di propinsi ini memiliki rata-rata lebih dari 2000 mm/tahun. Daerah dengan curah hujan mulai dari 2.000 mm/tahun hingga 2.500 mm/tahun sebagian besar berada di sebelah utara propinsi, yaitu pada Kabupaten Baritokuala, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Banjarmasin, sebagian besar Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tabalong. .

(26)

14

Sedangkan daerah penyebaran curah hujan

lebih dari 2.500 mm/tahun berada di sebelah selatan propinsi ini, yaitu di Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjarbaru, sebagian besar Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar dan Kotabaru.

Pola curah hujan di Propinsi Kalimantan Selatan sendiri termasuk ke dalam pola monsoonal. Pola monsoonal adalah pola curah hujan dengan satu puncak hujan dalam satu tahun dan pola ini memiliki curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Berdasarkan syarat tumbuh tanaman tebu yang menyatakan bahwa daerah yang cocok adalah daerah dengan musim hujan yang tidak merata sepanjang tahun, maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa propinsi ini sesuai untuk ditanami dari segi iklimnya. Adapun jenis pola curah hujan yang lainnya selain monsoonal adalah pola ekuatorial dan lokal.

Suhu rata-rata Propinsi Kalimantan Selatan tidak terlalu bervariasi dengan rata-rata suhu sebesar 26,5 oC. Variasi suhu hanya terjadi pada daerah pegunungan dengan penurunan suhu yang berbanding lurus dengan kenaikan ketinggian

Secara keseluruhan, kriteria lahan sesuai (S2) menempati luas terbesar dengan persentase 48,53% dari luasan total Propinsi Kalimantan Selatan yang mencapai kurang lebih 1.871.034 ha. Sedangkan untuk kriteria dengan persentase luas wilayah paling rendah adalah kriteria tidak sesuai (N) dengan persentase hanya sebesar 1,52% dari luas keseluruhan Propinsi Kalimantan Selatan. Luas areal wilayah masing-masing kriteria disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan

Kelas Kesesuaian Luas Wilayah (ha) Persentase (%) Sangat Sesuai (S1)

85.569,4 2,22

Sesuai (S2)

1.871.034,0 48,53

Sesuai Marjinal (S3)

1.840.530,5 47,73

Tidak Sesuai (N)

58.603,3 1,52

Berbeda halnya dengan keadaan tanah, iklim merupakan suatu parameter yang mutlak sifatnya. Artinya, keadaan iklim hampir tidak dapat dirubah oleh manusia. Curah hujan yang tidak sesuai dengan kriteria tanaman ini akan mempersulit pertumbuhan yang terjadi. Apabila curah hujan merata sepanjang tahun dengan intensitas yang cukup besar, maka pembentukan rendemen gula akan terhambat dan hal ini juga mempersulit proses produksi saat panen berlangsung. Sebaliknya, pada curah hujan yang relatif rendah, pembentukan air pada fase awal pertumbuhan akan terhambat, sehingga sangat mengganggu pertumbuhan tanaman ini, akibatnya tanaman akan mudah layu dan mati. Namun demikian, bukan berarti dengan ketidakcocokan sifat iklim dengan kriteria kesesuaian lahan suatu tanaman lalu dapat disimpulkan bahwa suatu daerah tersebut tidak dapat ditanami. Curah hujan dan suhu merupakan unsur yang memiliki peranan terbesar, akan tetapi masih banyak lagi parameter-parameter yang juga mempunyai peranan dan dapat dimaksimalkan untuk menutupi kekurangan akibat keadaan iklim.

4.3 Kesesuaian iklim dan tanah (Agroklimat)

Kesesuaian tanah maupun kesesuaian iklim tidak dapat kita pisahkan apabila kita ingin mengetahui kesesuaian lahan suatu tanaman secara keseluruhan. Unsur-unsur iklim memiliki peranan yang besar, tetapi tanah juga mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas tanaman yang baik. Iklim adalah parameter yang mutlak sifatnya, sedangkan tanah adalah parameter yang masih dapat diubah sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada. Oleh karena itu, dalam hal ini tanah bisa menjadi faktor pendukung yang dapat mengimbangi atau menutupi kekurangan yang diakibatkan oleh keadaan iklim.

(27)

15

Gambar 12 Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan

Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa secara agroklimat Kalimantan Selatan merupakan daerah yang sesuai untuk ditanami tanaman tebu. Hal ini dibuktikan dengan jumlah luas wilayah dengan kriteria lahan sesuai (S2) yang cukup tinggi. Namun demikian, wilayah dengan kriteria sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N) juga memiliki persentase yang cukup besar.

Secara keseluruhan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan aspek agroklimat didominasi oleh kriteria sesuai (S2) dengan persentase sekitar 46,47%. Sedangkan kriteria kesesuaian sangat sesuai (S1) menempati urutan terkecil dengan persentase 3,79%. Keterangan tentang luas wilayah masing-masing kriteria dijelaskan pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan Kelas Kesesuaian Luas Wilayah (ha) Persentase (%) Sangat Sesuai (S1)

145.815,5 3,79

Sesuai (S2)

1.784.605,7 46,47

Sesuai Marjinal (S3)

1.721.234,2 44,82

Tidak Sesuai (N)

188.568,3 4,91

Kabupaten dengan luas yang paling besar untuk kesesuaian lahan paling sesuai (S1) berdasarkan aspek agroklimat adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas wilayah mencapai 82.617 ha. Kabupaten ini juga memiliki luas wilayah dengan kriteria sesuai (S2) yang paling besar diantara kabupaten-kabupaten lainnya, yaitu seluas 424.279 ha. Hal ini disebabkan oleh memang besarnya luas areal yang dimiliki oleh kabupaten ini. Kabupaten Kotabaru adalah kabupaten dengan luas areal terbesar di Propinsi Kalimantan Selatan dengan luas areal mencapai kurang lebih 8.861,6 km2 atau setara dengan 886.160 ha. Luas wilayah kesesuaian agroklimat untuk tiap kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 8.

(28)

16

Tabel 8 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat Propinsi

Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)

No Kabupaten Sangat Sesuai (S1)

Sesuai (S2)

Sesuai Marjinal (S3)

Tidak Sesuai (N)

1 Balangan 41.355,6 89.779,6 82.070,8 0,0

2 Banjar 1.447,8 175.595,6 248.879,7 69.397,6

3 Baritokuala 0,0 233.351,3 2.452,4 0,0

4 Hulu Sungai Selatan 0,0 127.222,7 42.497,7 632,1 5 Hulu Sungai Tengah 3.870,5 88.115,9 31.070,3 0,0

6 Hulu Sungai Utara 0,0 67.851,4 22.260,6 0,0

7 Banjarbaru 0,0 2.475,2 30.260,3 3.692,4

8 Banjarmasin 0,0 11.061,0 0,0 0,0

9 Kotabaru 82.617,5 424.279,6 379.205,5 0,0

10 Tabalong 13.537,3 318.692,5 40.166,3 0,0

11 Tanah Bumbu 0,0 103.257,7 465.036,4 19.282,4

12 Tanah Laut 0,0 4.869,5 295.515,5 94.956,9

13 Tapin 2.986,8 138.053,7 81.818,7 606,9

4.4 Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu

Peta kesesuaian agroklimat atau peta-peta lainnya seperti kesesuaian tanah dan iklim hanya menggambarkan daerah-daerah mana saja yang cocok atau tidak cocok ditanami tebu menurut parameter masing-masing. Apabila peta ini dibandingkan atau digabungkan kembali dengan peta penutupan lahan, maka kemungkinan kriteria-kriteria yang telah disebutkan dapat berubah drastis. Sebagai contoh saja apabila suatu lahan atau areal memiliki kriteria yang sangat sesuai (S1), akan tetapi areal tersebut sudah

digunakan untuk perumahan atau pemukiman, maka secara otomatis kriteria yang pada awalnya sangat sesuai berubah menjadi tidak sesuai karena penggunaan lahan yang sudah ada. Oleh karena itu, untuk menghitung dan melihat lebih teliti lagi daerah-daerah mana saja yang dapat digunakan kita harus menggabungkannya dengan peta penutupan lahan (Gambar 13). Peta penutupan lahan pada gambar 13 menunjukkan secara visual bahwa sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan masih didominasi oleh wilayah hutan.

(29)

17

Tabel 9 Luas Wilayah Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan

Penutupan Lahan Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Hutan Hutan bakau, hutan belukar, hutan lebat, hutan sejenis

1.375.383,9 35,65

Kebun Kebun sejenis, kebun 1.149.516,9 29,80

Padang rumput Alang-alang, semak 231.848,9 6,01

Perairan Darat Danau, rawa, tambak, waduk, sungai

51.850,9 1,34

Pemukiman Perkampungan, Pemukiman 45.223,1 1,17

Perkebunan Perkebunan besar 396.761,6 10,28

Persawahan Sawah 276.792,5 7,17

Pertambangan Pertambangan 6.260,9 0,16

Pertanian Tanah Kering Semusim

Pertanian tanah kering, Tegalan/ladang

205.019,1 5,31

Tanah Terbuka Tanah terbuka sementara 119.425,9 3,10

Berdasarkan luas wilayah penutupan lahan pada Tabel 9, proporsi hutan di Propinsi Kalimantan Selatan adalah yang paling besar diantara penutupan lahan yang lain. Persentase luas hutan mencapai 35,65% dari total luas wilayah propinsi ini. Proporsi yang paling kecil dimiliki oleh areal pertambangan dengan persentase 0,16% atau setara dengan 6.260,9 ha. Data ini diambil dari Badan Pertanahan Nasional tahun 2007 dengan asumsi bahwa hingga saat ini tidak banyak perubahan pada penutupan lahan. Wilayah yang digunakan untuk perkebunan dan pertanian juga cukup banyak, apabila diakumulasi bisa mencapai sekitar lebih dari

40%. Melalui informasi ini maka dapat diyakini bahwa propinsi Kalimantan Selatan secara penutupan lahan memiliki potensi yang tinggi untuk budidaya tanaman tebu.

Penggabungan yang dilakukan antara peta agroklimat dan peta penutupan lahan akan menghasilkan peta rekomendasi penanaman tebu di Kalimantan Selatan. Kriteria-kriteria yang sebelumnya sudah ada dan sudah ditentukan akan dicocokan kembali dengan penutupan lahannya. Peta hasil penggabungan dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah, sedangkan untuk luas wilayah per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 10.

(30)
[image:30.595.136.460.107.338.2]

18

Tabel 10 Luas Wilayah Rekomendasi Penanaman Tebu di Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)

No Kabupaten Kelas Rekomendasi Bisa Tidak Bisa

1 Balangan 66.416,2 146.789,3

2 Banjar 134.369,6 363.130,4

3 Baritokuala 206.260,5 29.528,7

4 Hulu Sungai Selatan 117.003,3 53.349,2 5 Hulu Sungai Tengah 79.897,8 43.158,2 6 Hulu Sungai Utara 58.588,8 31.570,4

7 Banjarbaru 2.210,0 34.222,3

8 Banjarmasin 6.977,2 4.177,1

9 Kotabaru 238.718,1 647.364,2

10 Tabalong 167.089,1 207.046,1

11 Tanah Bumbu 31.976,5 555.798,3

12 Tanah Laut 4.318,8 390.988,1

13 Tapin 118.899,0 107.405,7

Daerah-daerah yang masuk kedalam

lahan yang “tidak bisa” untuk ditanami adalah daerah dengan penutupan berupa pemukiman warga, hutan, rawa, areal pertambangan dan perairan darat seperti sungai, danau, dan sebagainya. Pada daerah ini pembudidayaan tebu rasanya hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena penutupan lahan jenis ini tidak dapat dikonversi lagi atau sangat sulit untuk diubah.

Berdasarkan Gambar 14 dan Tabel 10 terlihat jelas bahwa sebaran kriteria yang terjadi agak jauh berbeda dengan peta-peta kesesuaian lahan sebelumnya. Sekitar kurang lebih 32% wilayah Kalimantan Selatan dapat digunakan untuk penanaman tebu karena sebagian besar wilayah ini memang banyak digunakan untuk perkebunan, sawah, dan lain-lain. Kabupaten Kotabaru memiliki areal yang

[image:30.595.109.517.590.721.2]

sangat luas dan berpotensi untuk budidaya tebu dengan luas sebesar 238.718,1 ha. Kabupaten Kotabaru sendiri memiliki komoditi perkebunan unggulan, yaitu kelapa sawit, karet, dan kakao dengan penggunaan lahan hanya sebesar 22.843 ha. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 269.111 jiwa dan sisa lahan yang belum terpakai oleh perkebunan sekitar 397.459 ha, Kabupaten Kotabaru bisa menjadi salah satu daerah pilihan yang berpotensi untuk budidaya tebu. Kabupaten-kabupaten lain yang juga direkomendasikan adalah Kabupaten Banjar, Baritokuala, Tabalong, dan Kabupaten Tapin. Tabel 11 berikut akan menjelaskan proporsi keempat kabupaten lain yang direkomendasikan sebagai areal perkebunan tebu.

Tabel 11 Kabupaten Yang Memiliki Potensi Terbesar Dalam Pembudidayaan Tebu

Kabupaten Komoditi Perkebunan Areal terpakai (ha) Areal berpotensi (ha) Penduduk (jiwa)

Banjar Karet, Kopi, Kelapa, Jambu Mete

27.848 134.369,6 470.048

Baritokuala Kopi, kelapa 14.015 206.260,5 266.313

Tabalong Kakao, Karet, Kopi, Kelapa

38.084 167.089,1 189.009

Tapin Karet, Kopi, Kelapa, Cengkeh

15.292 118.899,0 260.640

(31)

19

4.5 Analisa Ekonomi Tanaman Tebu

Informasi tentang potensi penggunaan lahan untuk tanaman tebu di Kalimantan Selatan memerlukan informasi lain berupa suatu analisa ekonomi dalam kaitannya dengan kelayakan pengembangan tanaman tebu di propinsi ini. Daerah-daerah atau kabupaten-kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan memiliki berbagai macam kebijakan otonomi daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing, untuk itu dengan adanya suatu analisa ekonomi diharapkan dapat menjadi tolak ukur dalam mengambil kebijakan terutama dalam hal pengembangan tanaman tebu. Berikut adalah perkiraan analisis budidaya tanaman tebu di tanah sawah dengan luas lahan 1 ha.

 Biaya produksi tahun pertama : 1. Bibit 22.000 batang Rp. 1.100.000,- 2. Pupuk Rp. 1.425.000,- 3. Pestisida Rp. 374.000,- 4. Tenaga kerja Rp.19.000.000,- 5. Peralatan Rp. 716.000,-

Jumlah Biaya Produksi Rp.22.615.000,-

Jumlah Biaya Variabel Rp.20.799.000,- (selain bibit dan alat)

 Biaya produksi tahun Keprasan : 1. Pupuk Rp. 1.260.000,- 2. Pestisida Rp. 374.000,- 3. Tenaga kerja Rp.10.000.000,-

Jumlah Biaya Variabel Rp.11.634.000,- (selain bibit dan alat)

 Pendapatan

1. Pendapatan tahun pertama

Rp. 23.150.000,-

2. Pendapatan tahun keprasan

Rp. 14.000.000,-

 Keuntungan

1. Keuntungan tahun pertama

Rp. 2.351.000,-

2. Keuntungan tahun keprasan

Rp. 2.366.000,-

Keterangan:

Perkiraan analisis budidaya tebu untuk tanah tegalan tidak jauh berbeda dengan analisis budidaya tebu tanah sawah, yang membedakan adalah hasil produksi dari tebu tersebut.

TRIS = Tebu Rakyat Intensifikasi Sawah TRIT = Tebu Rakyat Intensifikasi Tegalan (Sumber : Heryanto 2008)

[image:31.595.105.498.277.745.2]

Analisa ekonomi sederhana diatas sedikit banyak dapat membantu pengusaha khususnya para petani yang ingin membuat suatu usaha agribisnis baru dalam memperoleh gambaran tentang keuntungan yang akan didapat. Pemusatan berbagai macam industri khususnya industri perkebunan di pulau Jawa menjadi perhatian khusus yang kini semakin berkembang. Areal di luar Pula Jawa masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pembangunan industri perkebunan baru di luar Pulau Jawa makin gencar dilakukan mengingat permintaan gula dalam negeri yang semakin meningkat. Permintaan gula yang semakin besar ini tidak diiringi oleh berkembangnya sektor perkebunan tebu sehingga menyebabkan tingginya impor gula pada beberapa tahun terakhir (Gambar 15). Hal ini juga didukung oleh jumlah penduduk di Propinsi Kalimantan Selatan yang mencapai 3.396.680 jiwa dengan angkatan kerja sekitar 1.730.916 jiwa. Badan Pusat Statistik juga mencatat bahwa pada tahun 2008 jumlah pengangguran di Propinsi Kalimantan Selatan mencapai 131.935 jiwa. Oleh karena itu, budidaya tanaman tebu di luar Pulau Jawa terutama di Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu alternatif usaha yang cukup menguntungkan.

(32)

20

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Propinsi Kalimantan Selatan yang memiliki keragaman curah hujan, suhu, hin

Gambar

Tabel 1 Persentase Kemiringan Lereng di Kalimantan Selatan……………………………………. 6
Tabel Jenis Tanah Pada Tiap Kabupaten................................................................
Gambar 2 Batang Tebu Hasil Panen. (Anonim  2008)
Gambar 6 Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia (Departemen Pertanian, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menentukan kelas dan sub kelas kesesuaian lahan bagi tanaman tebu diperlukan data persyaratan tumbuh yang meliputi: drainase lahan, pH tanah, kemiringan

Penelitian merupakan bagian dari penelitian pendahuluan mengenai sayuran lokal khas rawa Kalimantan Selatan yang berpotensi sebagai tanaman obat dan berpeluang

Untuk menentukan kelas dan sub kelas kesesuaian lahan bagi tanaman tebu diperlukan data persyaratan tumbuh yang meliputi: drainase lahan, pH tanah, kemiringan

Penelitian merupakan bagian dari penelitian pendahuluan mengenai sayuran lokal khas rawa Kalimantan Selatan yang berpotensi sebagai tanaman obat dan berpeluang

Beberapa variabel- variabel yang signifikan dalam menentukan keuntungan petani tebu rakyat kredit adalah luas lahan, rendemen, umur, pengalaman da- lam berusaha tani

Berdasarkan metode maching, kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi berdasarkan satuan lahan Kecamatan Tabukan, Kabupeten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan adalah 100%

Adapun beberapa dampak positif dari kesesuaian RTRW pada bidang pertambangan mineral dan batu bara berdasarkan RTRWK di Kabupaten Tapin dan RTRWP di Provinsi Kalimantan Selatan yang di

Hasil perhitungan regresi dalam tabel 2 menunjukkan hasil nilai sig pada rendemen tebu sebesar 0.54 berdasar- kan hal tersebut diketahui bahwa nilai Sig lebih besar dari 0.05 maka