• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI DAYA SAING KELAPA SAWIT

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

LISEU

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Liseu

(4)

ABSTRAK

LISEU. Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh JONO MINTARTO MUNANDAR dan SRI NURYANTI.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan daya saing kelapa sawit antara Indonesia dengan Malaysia dan menganalisis strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia. Menurut hasil RSCA, daya saing kelapa sawit mentah/CPO kode HS (151110) Indonesia pada tahun 2001-2012 sudah bagus dan rata-rata berada di atas Malaysia. Namun, untuk kelapa sawit olahan kode HS (151190) daya saing kelapa sawit Indonesia di beberapa negara tidak memiliki daya saing sama sekali. Berdasarkan analisis IFE dan EFE, kelapa sawit Indonesia berada pada posisi yang kuat dan berdasarkan analisis IE Indonesia berada pada sel kedua, yaitu tumbuh dan membangun. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh berbagai alternatif strategi bersaing yang kemudian diolah kembali menggunakan AHP. Hasil analisis AHP menunjukkan strategi bersaing kelapa sawit paling dipengaruhi oleh faktor kondisi alam, sumber daya manusia, dan lingkungan yang mendukung (0.260). Aktor yang dominan dalam penyusunan strategi bersaing ini adalah pengusaha kelapa sawit (0.183). Tujuan yang paling ingin dicapai dalam penerapan strategi bersaing kelapa sawit ini adalah meningkatkan ekspor (0.314), sedangkan strategi bersaing yang seharusnya menjadi prioritas utama adalah optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit (0.286).

Kata kunci: AHP, daya saing, kelapa sawit, strategi

ABSTRACT

LISEU. Analysis of Indonesian Palm Oil Competitiveness Strategy in the International Market. Supervised by JONO MINTARTO MUNANDAR and SRI NURYANTI.

The objective of this research is to compare competitiveness of palm oil between Indonesia and Malaysia and to analysis strategy for Indonesia. Based on RSCA analysis, competitiveness of Indonesian for crude palm oil / CPO HS code (151110) from 2001 to 2012 is better than Malaysia. However, for processed palm oil HS code (151190) of Indonesian is not competitive at all. Based on the IFE and EFE analysis, Indonesia is in a strong position. While based on IE analysis,

Indonesia is in the second cell that means “grows and builds”. Based on SWOT

analysis, Indonesia has some strategies and then these strategies are analyzed by AHP. Based on AHP analysis, competitiveness strategy is most affected by the nature, human resource, and environment factors of Indonesia (0.260). The dominant actor in the competitiveness strategy is palm oil businessmen (0.183). The most goal to be achieved in the implementation of competitiveness strategy is to increase palm oil export (0.314), and the alternative strategy of competitiveness that should be the main priority is to optimizing palm oil plantations (0.286).

(5)

ANALISIS STRATEGI DAYA SAING KELAPA SAWIT

INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

LISEU

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional

Nama : Liseu NIM : H24100068

Disetujui oleh

Dr Ir Jono Mintarto Munandar, MSc Sri Nuryanti, STP, MP

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013 ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Internasional.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Jono Mintarto Munandar serta Ibu Sri Nuryanti selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta sahabat atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kelapa Sawit 3

Persaingan 4

Pemasaran 5

Penelitian Terdahulu 5

METODE PENELITIAN 6

Kerangka Pemikiran Penelitian 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Jenis dan Sumber Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil Analisis Keunggulan Komparatif 10

Hasil Analisis IFE, EFE, dan IE 14

Hasil Analisis SWOT 19

Hasil Analisis AHP 21

Implikasi Manajerial 26

SIMPULAN DAN SARAN 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit di dunia 16 2 Faktor strategi internal kelapa sawit Indonesia 17 3 Faktor strategi eksternal kelapa sawit Indonesia 18

4 Bobot hasil penilaian terhadap faktor 23

5 Bobot hasil penilaian terhadap aktor 23

6 Bobot hasil penilaian terhadap tujuan 23

7 Bobot hasil penilaian terhadap alternatif 24

8 Bobot hubungan antara elemen aktor terhadap elemen faktor 24 9 Bobot hubungan antara elemen tujuan terhadap elemen aktor 25 10 Bobot hubungan antara elemen alternatif terhadap elemen tujuan 25

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 6

2 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit HS 151110 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012 12 3 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit

HS 151190 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012 13 4 Matriks IE daya saing kelapa sawit Indonesia 18

5 Matriks SWOT kelapa sawit Indonesia 20

6 Hierarki AHP 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengolahan perkembangan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di

Cina 30

2 Pengolahan perkembangan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di

Pakistan 30

3 Pengolahan perkembangan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di

India 31

4 Pengolahan perkembangan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di

Belanda 31

5 Perhitungan IFE kelapa sawit Indonesia 32

6 Perhitungan EFE kelapa sawit Indonesia 32

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki berbagai macam sumber daya alam mulai dari yang dapat diperbaharui sampai yang tidak dapat diperbaharui. Contoh kekayaan alam Indonesia adalah gas alam cair terbesar di dunia, timah (produsen timah terbesar kedua), terumbu karang terkaya di dunia, spesies ikan terbanyak (150 spesies), cengkeh, pala, karet alam, kelapa sawit, kayu lapis, anggrek, 17504 pulau yang tiga diantaranya adalah pulau terbesar di dunia, dan masih banyak lagi kekayaan alam Indonesia yang lain (Kementerian Perekonomian 2013). Namun sangat disayangkan karena sampai saat ini kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah tersebut belum dapat membuat Indonesia bangkit dalam perekonomiannya. Pada tahun 2013 tercatat bahwa pendapatan perkapita Indonesia adalah $3850, apabila diklasifikasikan maka Indonesia merupakan negara berpendapatan menengah rendah (pendapatan $1026 hingga $4035) (Bank Dunia 2013). Oleh karena itu, dengan berbagai pertimbangan keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia dan tantangan dunia global maka Indonesia memerlukan suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju, sehingga Indonesia dapat meningkatkan daya saing dan mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Kemenko Perekonomian pada tahun 2011, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia mencapai tujuan yang salah satunya adalah menjadi sepuluh negara besar di dunia. Program MP3EI yang diluncurkan pada bulan Mei 2011 memiliki konsep yang lain, yaitu MP3EI memiliki semangat Not Business as Usual, dimana kemajuan ekonomi Indonesia bukan lagi hanya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga semua pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan milik negara, perusahaan swasta, serta rakyat Indonesia sendiri. Program MP3EI memiliki delapan program utama yang menjadi fokus, diantaranya adalah dalam bidang pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, dan pengembangan kawasan strategis. Delapan program tersebut kemudian lebih terperinci dijabarkan ke dalam dua puluh dua kegiatan ekonomi utama yang salah satunya adalah kelapa sawit (Kementerian Koordinator Bidang Pertanian 2011).

Pada tahun 2012 Indonesia telah memproduksi minyak kelapa sawit sebanyak 28 juta ton dimana pada waktu yang sama Malaysia memproduksi minyak kelapa sawit sebanyak 36 juta ton. Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia, namun Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara produsen terbesar mengungguli Malaysia dan menjadi market leader dalam perdagangan minyak kelapa sawit dunia. Indonesia masih harus terus berusaha untuk menjadi negara nomor satu secara utuh apalagi melihat beberapa kekurangan Indonesia (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2012).

(12)

negara tujuan ekspor utama, yaitu Cina, Pakistan, India, dan Belanda, sehingga nantinya Indonesia diharapkan dapat menjadi negara produsen nomor satu di dunia. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional apabila dibandingkan dengan Malaysia?

2. Apa kekuatan dan kelemahan kelapa sawit Indonesia, serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Indonesia baik dalam produksi maupun dalam proses ekspor ke luar negeri?

3. Bagaimana strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan ekspor dan menjadi negara terbesar dalam perkelapasawitan?

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar internasional apabila dibandingkan dengan Malaysia.

2. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari kelapa sawit Indonesia serta peluang dan ancaman yang dihadapi Indonesia baik dalam produksi maupun dalam proses ekspor ke luar negeri.

3. Memberikan rekomendasi strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan ekspor dan menjadi negara terbesar dalam perkelapasawitan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah:

1. Bagi perusahaan dan pemerintah, hasil dari penelitian ini dapat memberi gambaran tentang daya saing, kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman kelapa sawit Indonesia. Disamping itu, memberi rekomendasi strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan ekspor dan menjadi negara terbesar nomor satu dalam perkelapasawitan. 2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan

(13)

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah membahas mengenai persaingan kelapa sawit yang dilakukan oleh Indonesia terhadap pesaing utamanya, yaitu Malaysia. Analisis yang dilakukan berfokus pada pengkajian kondisi internal dan eksternal untuk menentukan strategi bersaing yang tepat dan sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Sejarah Perkelapasawitan

Kelapa sawit adalah tumbuhan pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter dan memiliki bunga serta buah yang berupa tandan dan bercabang banyak. Nantinya bunga tersebut akan berubah menjadi buah yang apabila sudah masak akan berwarna merah kehitaman (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005). Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai dari mana asal kelapa sawit. Ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika dengan alasan yang sangat kuat, yaitu berdasarakan catatan-catatan sejarah penjelajahan orang-orang Eropa ke Afrika. Sedangkan ahli lainnya mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan karena kelapa sawit tumbuh secara alami di pantai Brazil dan marga palma lain kebanyakan berasal dari Amerika Selatan, selain itu juga karena di Amerika terdapat lebih dari satu jenis kelapa sawit tidak seperti di daerah Afrika. Kelapa sawit pertama didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor. Setelah diadakan penelitian, para petani pekebun mulai melakukan pertanian kelapa sawit namun hasilnya masih jauh dari kata memuaskan. Barulah pada abad ke-20 dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kelapa sawit karena kelapa sawit dapat membuktikan bahwa memiliki produktivitas yang lebih tinggi dalam menghasilkan minyak dibandingkan dengan kelapa. Pada akhirnya kelapa sawit pun dibudidayakan dan Indonesia dapat melakukan ekspor secara signifikan (Mangoensoekarjo dan Semangun 2000).

Manfaat Kelapa Sawit

Kelapa sawit yang dikenal saat ini memiliki berbagai macam manfaat dan keuntungan bagi masyarakat, beberapa manfaat kelapa sawit yaitu (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010):

1. Pendapatan petani sawit dengan kepemilikan lahan 2 ha adalah antara 2-4 juta/bulan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. 2. Kelapa sawit mengandung berbagai nutrisi yang berguna di dalam tubuh,

(14)

3. Kelapa sawit dapat menjadi suplementasi RPO untuk ibu hamil dan menyusui, potensi untuk mengatasi defisiensi vitamin A, dan merupakan bahan baku produk turunan seperti minyak makan dan margarin.

4. Minyak sawit merupakan sumber alami vitamin E yang merupakan antioksidan, yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, sehingga mencegah penuaan dini dan kanker.

5. Minyak sawit tidak mengandung kolestrol.

6. Minyak sawit mentah merupakan minyak nabati dengan kandungan karetonoid (pro-vitamin A) yang sangat tinggi.

7. Minyak sawit dapat mengurangi risiko jantung koroner.

8. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh yang baik untuk kesehatan.

Produk Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat menghasilkan berbagai macam produk, baik yang berasal dari minyak kelapa sawit, minyak inti sawit, serta limbah kelapa sawit. Produk yang dihasilkan dari minyak inti sawit adalah berupa minyak goreng, produk-produk oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol, glycerine, metallic soap, stearic acid, methyl ester, dan stearin. Pada akhirnya, perkembangan industri oleokimia merangsang tumbuh dan berkembangnya industri barang konsumen seperti misalnya deterjen, sabun, dan kosmetik (Kementerian Koordinator Bidang Pertanian 2011).

Selain produk yang dihasilkan dari inti sawit, ada juga produk sampingan yang dihasilkan dari limbah sawit. Contoh produk yang dihasilkan dari limbah sawit adalah pupuk organik, kompos, dan kalium serta serat yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang pelepah, serta pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005).

Persaingan

Konsep Daya Saing

Menurut Kristanto (2013), keunggulan bersaing menurut Keegan dan Green akan muncul jika ada kesesuaian antara kompetensi-kompetensi khusus (distinctive competencies) dengan faktor-faktor yang mampu menyebabkan kesuksesan di dalam industri. Suatu perusahaan dapat mengungguli pesaingnya apabila perusahaan tersebut mampu memiliki perbandingan yang superior antara kompetensi perusahaan dengan kebutuhan para pelangggannya.

Konsep Keunggulan Komparatif dan kompetitif

(15)

khususnya diantara barang-barang yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi. Sementara keunggulan kompetitif adalah usaha meningkatkan efisiensi pada

tingkat perusahaan”.

Saat ini keunggulan komparatif tanpa didukung oleh keunggulan kompetitif tidak berarti apa-apa. Diperlukan adanya sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat (perusahaan swasta) untuk melakukan keduanya, sehingga keunggulan komparatif suatu negara atau perusahaan dapat dicapai dengan mudah. Maka setelah memiliki keunggulan komparatif, suatu perusahaan dapat memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Pemasaran

Pengertian Pemasaran

Kotler (2008) memberikan pengertian tentang pemasaran sebagai berikut,

“Pemasaran (Marketing) adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa

yang bernilai dengan orang lain”.

Pemasaran Internasional

Pada kenyataannya tidak ada satu pun negara yang dapat berdiri sendiri tanpa berkerja sama dengan negara lain. Walaupun negara tersebut merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, tetap saja negara tersebut perlu untuk melakukan apa yang namanya kerja sama internasional. Dalam kerja sama

tersebut muncullah istilah pemasaran internasional. “Pemasaran Internasional adalah suatu kegiatan yang memberikan manfaat atas pertukaran bagi pelanggan, nasabah, dan masyarakat secara luas di manca negara” (Ma’mun 2013).

Penelitian Terdahulu

(16)

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Tahapan penelitian awalnya berasal dari tujuan pembangunan MP3EI, yaitu menjadikan Indonesia menjadi sepuluh negara terbesar dengan memanfaatkan delapan program utamanya. Selanjutnya delapan program utama tersebut dijabarkan menjadi dua puluh dua kegiatan ekonomi utama yang salah satunya adalah pengembangan kelapa sawit. Saat ini Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam hal produksi kelapa sawit, padahal Indonesia memiliki luas lahan pertanian kelapa sawit terbesar di dunia. Untuk mencari tahu penyebab dari masalah ini maka dilakukan analisis SWOT yang memberi gambaran tentang bagaimana kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman dari kelapa sawit di Indonesia. Selain mengetahui keadaan Indonesia, penelitian ini juga memerlukan data mengenai keadaan kelapa sawit di Malaysia agar strategi bersaing yang direkomendasikan dapat beracuan kepada strategi Malaysia. Akhirnya, dari berbagai pilihan alternatif strategi yang ada dipilih prioritas dengan menggunakan AHP. Ringkasan pemikiran untuk penelitian ditunjukkan dalam Gambar 1 di bawah:

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

TUJUAN PEMBANGUNAN

(MP3EI)

KELAPA SAWIT

ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DIBANDINGKAN

DENGAN MALAYSIA KEADAAN

INDONESIA

KEADAAN MALAYSIA

RCA, RSCA

SWOT

REKOMENDASI STRATEGI TERBAIK

MENINGKATKAN DAYA SAING

AHP

(17)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2013 dan bertempat di Bogor dan Jakarta.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara, focus group discussion, dan pengisian kuesioner oleh para pakar yang terdiri dari akademisi, asosiasi, peneliti, dan pengusaha. Data sekunder berupa data jumlah dan nilai ekspor dan impor kelapa sawit Indonesia juga Malaysia, serta data impor dunia terhadap empat negara tujuan ekspor utama, yaitu Cina, Pakistan, India, dan Belanda dengan kode HS 1511 beserta produk turunannya, yaitu 151110 (minyak kelapa sawit mentah) dan 151190 (minyak kelapa sawit olahan) pada tahun 2001-2012. Data sekunder didapat dari International Trade Centre dan informasi-informasi lain yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku literatur, media massa maupun media elektronik (internet).

Pengolahan dan Analisis Data

Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)

Analisis daya saing sudah diformulasikan oleh Balassa (1965) melalui metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA dihitung dengan membandingkan performa produk ekspor suatu negara dengan dunia untuk produk tersebut (Tambunan 2003). RCA merupakan salah satu cara mengukur keunggulan suatu produk yang dapat diperbandingkan dalam suatu daerah atau kawasan. RCA dihitung dengan menggunakan rumus:



i j ij j ij i ij ij ij X X X X

RCA ………..………..(1)

dimana:

ij

X

= Ekspor produk industri (i) dari negara produsen (j);

i ij

X = Total ekspor dari negara produsen (j);

j ij

(18)



i j

ij

X = Total ekspor negara produsen;

Nilai RCA yang didapatkan berkisar mulai dari negatif tak hingga sampai positif tak hingga. Apabila nilai RCA yang didapatkan lebih besar dari satu maka negara tersebut memiliki daya saing dalam produk tersebut, begitu juga sebaliknya. Untuk memudahkan dalam interpretasi data, maka dilakukan normalisasi terhadap hasil RCA yang didapatkan. Metode normalisasi tersebut disebut Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dengan rumus:

RSCA =

………... (2)

Hasil yang didapat dari perhitungan RSCA adalah dari -1 sampai dengan 1. Suatu komoditas memiliki daya saing apabila nilai RSCA yang didapat lebih besar dari 0 (Tambunan 2003).

SWOT

Setiap organisasi atau pun perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya pasti memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki nantinya harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan proses bisnis agar lebih kompetitif dan memiliki daya saing yang unggul. Sementara yang dinamakan kelemahan harus diminimalisir agar tidak menjadi penghalang proses bisnis kedepan. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan suatu bisnis dan juga mengetahui peluang serta ancaman bisnis dinamakan analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, Threats) (Griffin 2002).

Analisis SWOT menurut David (2009) dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, yaitu:

1. Strategi S-O (Strengths-opportunities) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal.

2. Strategi W-O (Weaknessess-Opportunities) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal.

3. Strategi S-T (Strengths-Threats) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

4. Strategi W-T (Weaknessess- Threats) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.

Analisis IFE, EFE, IE

(19)

dan kelemahan, (2) membuat bobot dari masing-masing faktor suskes tersebut, (3) memberikan rating (perlu diperhatikan bahwa untuk matriks IFE kekuatan harus mendapat rating 3 dan 4, serta kelemahan harus mendapat rating 1 atau 2), (4) mengalikan bobot rating untuk menentukan skor, dan (5) menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total nilai. Terlepas dari berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam matriks IFE, skor bobot total berkisar antara 1.0 sebagai titik terendah dan 4.0 sebagai titik tertinggi dengan skor rata-rata 2,5. Skor bobot total di bawah 2.5 menunjukkan organisasi yang lemah secara internal, sedangkan skor bobot total di atas 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat.

Matriks EFE (External Factor Evaluation) memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal seperti informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif. Masalah tersebut penting karena berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. Cara membuat matriks EFE mirip dengan membuat matriks IFE, hanya saja ketika pemberian

rating baik untuk peluang maupun ancaman diperbolehkan memberikan rating 1 sampai 4.

Menurut Rangkuti (1998), matriks Internal External (IE) memposisikan suatu organisasi ke dalam sembilan sel. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor total IFE pada sumbu x dan EFE pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategi yang berbeda-beda. Pertama, yaitu sel I, II, dan IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (grows and builds), strategi yang cocok adalah strategi yang intensif dan integratif. Kedua, yaitu sel III, V, dan VII dapat digambarkan dengan menjaga dan mempertahankan (hold and maintain), strategi yang cocok adalah pengembangan produk dan penetrasi pasar. Ketiga, yaitu sel VI, VIII, IX atau disebut panen dan divestasi (harvest and divest).

Analytical Hierarchy Process

(AHP)

Secara teoritis AHP adalah suatu model pendekatan yang memberi kesempatan bagi setiap individu atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan atau ide dan mendefinsikan persoalan-persoalan yang ada dengan cara membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan masalah yang diinginkan. AHP memberi kemungkinan untuk menciptakan tingkat-tingkat baru dan menatanya secara logis, sehingga tingkat-tingkat itu saling berkaitan satu sama lain secara wajar. Dengan membandingkan elemen-elemen dalam satu tingkat secara berpasangan terhadap elemen-elemen yang satu tingkat di atasnya maka dapat diputuskan suatu pilihan yang tepat mengenai tingkat yang lebih tinggi tersebut. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan kompleks.

Langkah–langkah pemecahan masalah dengan pendekatan AHP (Saaty 1993) adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci permasalahan yang diinginkan;

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh;

3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan;

(20)

5. Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama;

6. Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5;

7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas, dan

8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Keunggulan Komparatif

Keunggulan komparatif serta daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dapat diketahui melalui beberapa metode analisis diantaranya adalah

Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA). Analisis daya saing ini dilakukan pada produk kelapa sawit dengan kode HS 1511 dengan data yang bersumber dari International Trade Centre. Keterbatasan data menyebabkan analisis data hanya dapat dilakukan terhadap dua produk, yaitu HS 151110 (minyak kelapa sawit mentah) serta 151190 (minyak kelapa sawit olahan) pada periode tahun 2001-2012. Berdasarkan data yang tersedia, negara Cina, Pakistan, India, dan Belanda merupakan negara yang menjadi pasar ekspor utama, sehingga analisis ini dilakukan terhadap keempat negara tersebut. Sebagai pembanding daya saing kelapa sawit Indonesia, analisis yang sama juga dilakukan terhadap pesaing utama Indonesia, yaitu Malaysia.

Nilai RCA yang didapatkan tidak memiliki batas absolut, sehingga penelitian ini menggunakan alat analisis lain, yaitu RSCA. Nilai yang didapatkan dari RSCA ini menunjukkan secara lebih jelas bagaimana tingkat daya saing kelapa sawit Indonesia baik minyak kelapa sawit mentah maupun minyak kelapa sawit olahan di negara tujuan ekspor. Berdasarkan hasil perhitungan RSCA, volume dan nilai ekspor produk minyak sawit HS 151110 Indonesia menunjukkan daya saing yang cenderung turun di empat negara tujuan ekspor utama.

Di pasar Cina sejak tahun 2001 kelapa sawit mentah Indonesia menunjukkan daya saing yang baik karena nilai RSCA yang didapatkan mendekati 1 dan semakin meningkat di tahun 2002, tetapi menurun kembali sampai akhirnya pada tahun 2011 kelapa sawit Indonesia tidak berdaya saing sama sekali karena nilai RSCA yang didapatkan bernilai negatif. Pada tahun 2012, kelapa sawit mentah Indonesia mulai menunjukkan daya saing kembali walaupun masih lemah karena mendekati nol. Daya saing kelapa sawit mentah Malaysia di pasar Cina tidak lebih baik dari Indonesia karena sejak tahun 2002 sampai 2011 nilai RSCA yang didapatkan bernilai negatif, sisanya yaitu pada tahun 2001 dan 2012 Malaysia berdaya saing tetapi masih sangat lemah (Gambar 2).

(21)

2010 hingga 2012 RSCA yang didapatkan bernilai negatif yang berarti kelapa sawit mentah Indonesia tidak berdaya saing sama sekali di pasar Pakistan. Daya saing kelapa sawit mentah Malaysia sejak tahun 2003 hingga 2010 berada di bawah Indonesia dan tidak menunjukkan daya saing sama sekali karena RSCA yang didapatkan bernilai negatif, tetapi mulai tahun 2011 hingga 2012 kelapa sawit Malaysia mampu mengungguli Indonesia dan mulai memiliki daya saing ditunjukkan dengan nilai RSCA yang positif.

Di pasar India kelapa sawit mentah Indonesia maupun Malaysia memiliki daya saing yang berfluktuatif, tetapi Indonesia mampu mengungguli Malaysia mulai tahun 2001 hingga 2011. Kelapa sawit mentah Indonesia hanya memiliki daya saing pada tahun 2004, 2005, 2008, 2010, dan 2011, sedangkan Malaysia menunjukkan daya saing (RSCA positif) hanya pada tahun 2012. Gambaran ini menunjukkan bahwa di pasar India ada sumber impor minyak sawit HS 151110 disamping Indonesia dan Malaysia dan mulai menggeser posisi kedua eksportir utama minyak sawit di dunia tersebut.

Berbeda dengan di ketiga pasar yang sudah dijelaskan, di pasar Belanda daya saing Indonesia cenderung berada di bawah Malaysia. Indonesia mampu mengungguli Malaysia hanya pada tahun 2001 dan 2002, karena sejak tahun 2003 hingga 2012 kelapa sawit mentah Indonesia di pasar Belanda tidak berdaya saing sama sekali yang ditunjukkan dengan nilai RSCA yang negatif, sedangkan kelapa sawit mentah Malaysia memiliki nilai RSCA positif.

Berdasarkan nilai RSCA untuk volume dan nilai ekspor produk minyak sawit olahan HS 151190 (Gambar 3) secara umum dapat dikatakan bahwa Indonesia kurang berdaya saing di pasar Cina, Pakistan, dan India. Di pasar Cina, minyak sawit olahan Indonesia memiliki nilai RSCA negatif sejak tahun 2001 hingga 2012 yang artinya minyak sawit olahan dari Indonesia tidak berdaya saing sama sekali. Keadaan Malaysia di pasar Cina tidak jauh lebih baik dari Indonesia karena RSCA yang didapatkan sejak tahun 2001 hingga 2005 dan 2012 adalah nol. Malaysia hanya menunjukkan daya saingnya pada tahun 2006 sampai 2011.

Walaupun pernah mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2008 di pasar Pakistan, tetapi pada tahun 2010 sampai 2012 Indonesia memiliki kenaikan RSCA yang cukup tinggi bahkan melebihi Malaysia. Daya saing minyak sawit olahan Malaysia berfluktuatif dan tidak berdaya saing sejak tahun 2011. Oleh karena itu, di pasar Pakistan kelapa sawit olahan Indonesia menunjukkan daya saing pada tahun 2010 hingga 2012 yang mana di saat bersamaan kelapa sawit olahan Malaysia mulai kehilangan daya saing.

Di pasar India daya saing kelapa sawit olahan Indonesia menunjukkan daya saing pada tahun 2001, 2002, 2003, 2006, 2007, 2009, dan 2012. Sementara itu kelapa sawit olahan Malaysia berada di atas Indonesia sejak tahun 2001 hingga 2011. Keadaan mulai berbalik pada tahun 2012 dimana Indonesia mulai memiliki daya saing sementara Malaysia mulai kehilangan daya saing.

(22)

Gambar 2 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit HS 151110 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN 0.78 0.88 0.66 0.83 0.27 0.16 0.32 0.22 0.16 0.17 -0.06 0.11

RSCA Nilai IDN 0.77 0.88 0.56 0.80 0.26 0.16 0.32 0.22 0.18 0.17 -0.01 0.13

RSCA Volume MLY 0.18 -0.99 -1.00 -0.18 -0.04 -0.17 -0.29 -0.12 -0.14 -0.37 -0.50 0.10

RSCA Nilai MLY 0.17 -0.99 -1.00 -0.30 -0.05 -0.20 -0.35 -0.18 -0.08 -0.34 -0.51 0.08

-1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.200.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 R S C A Pasar China

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN 0.56 0.21 0.34 0.14 0.00 0.23 0.06 -0.21 -0.47 -0.89

RSCA Nilai IDN 0.56 0.17 0.35 0.13 -0.02 0.23 0.05 -0.09 -0.45 -0.91

RSCA Volume MLY -0.28 -0.39 -0.05 -0.34 -0.16 -0.18 -0.11 -0.06 0.02 0.16

RSCA Nilai MLY -0.28 -0.40 -0.06 -0.15 -0.18 -0.22 -0.05 -0.05 0.02 0.15

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 R S C A Pasar Pakistan

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN -0.04 -0.20 -0.12 0.16 0.03 -0.09 -0.05 0.00 0.00 0.01 0.01 -0.07

RSCA Nilai IDN -0.05 -0.21 -0.12 0.17 0.03 -0.09 -0.04 0.01 0.00 0.01 0.01 -0.07

RSCA Volume MLY -0.21 -0.43 -0.40 -0.05 -0.09 -0.24 -0.08 -0.14 -0.19 -0.16 -0.06 0.03

RSCA Nilai MLY -0.27 -0.46 -0.42 -0.06 -0.10 -0.09 -0.08 -0.18 -0.19 -0.17 -0.08 0.03

-0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 R S C A

Pasar India

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN 0.05 0.03 -0.02 -0.06 -0.08 -0.07 -0.08 -0.06 -0.05 -0.04 -0.11 -0.05

RSCA Nilai IDN 0.07 0.03 -0.03 -0.06 -0.08 -0.07 -0.09 -0.05 -0.03 -0.03 -0.11 -0.05

RSCA Volume MLY -0.01 -0.01 0.01 0.03 0.03 0.05 0.07 0.04 0.05 0.06 0.06 0.03

RSCA Nilai MLY -0.02 -0.01 0.00 0.02 0.02 0.04 0.06 0.04 0.06 0.06 0.06 0.03

(23)

Gambar 3 Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit HS 151190 di pasar Cina, Pakistan, India, dan Belanda, 2001-2012

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN -0.03 -0.28 -0.29 -0.28 -0.27 -0.21 -0.28 -0.33 -0.36 -0.39 -0.34 -0.23

RSCA Nilai IDN -0.04 -0.27 -0.27 -0.26 -0.26 -0.20 -0.27 -0.31 -0.34 -0.38 -0.33 -0.23

RSCA Volume MLY 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00

RSCA Nilai MLY 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.00 0.00

-0.45 -0.40 -0.35 -0.30 -0.25 -0.20 -0.15 -0.10 -0.050.00 0.05 R S C A Pasar China

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN 0.04 0.58 0.28 -0.20 -0.06 0.45 0.39 0.00 -0.02 -0.05 -0.07 0.20

RSCA Nilai IDN 0.05 0.59 0.26 -0.18 -0.07 0.43 0.27 -0.04 0.01 -0.07 -0.08 0.19

RSCA Volume MLY 0.16 0.71 0.51 0.04 0.14 0.66 0.48 0.34 0.38 0.39 0.23 -0.15

RSCA Nilai MLY 0.19 0.72 0.50 0.04 0.14 0.43 0.40 0.35 0.37 0.39 0.26 -0.13

-0.30 -0.20 -0.100.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 R S C A Pasar India

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCA Volume IDN -0.08 -0.06 0.04 0.10 0.18 0.22 0.25 0.24 0.20 0.19 0.38 0.32

RSCA Nilai IDN -0.12 -0.06 0.06 0.09 0.16 0.19 0.25 0.20 0.14 0.14 0.39 0.32

RSCA Volume MLY 0.01 0.02 -0.02 -0.08 -0.11 -0.23 -0.43 -0.33 -0.49 -0.65 -0.70 -0.47

RSCA Nilai MLY 0.03 0.02 0.01 -0.05 -0.07 -0.20 -0.39 -0.30 -0.51 -0.63 -0.60 -0.37

-0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 R S C A Pasar Belanda

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

RSCAVolume IDN -0.15 -0.03 -0.05 -0.05 0.00 -0.19 -0.02 0.06 0.16 0.11

RSCA Nilai IDN -0.13 -0.02 -0.05 -0.04 0.01 -0.19 -0.02 0.03 0.15 0.11

RSCA Volume MLY 0.02 0.03 0.00 0.06 0.05 0.07 0.03 0.02 -0.01 -0.05

RSCA Nilai MLY 0.02 0.03 0.00 0.03 0.06 0.09 0.01 0.02 -0.01 -0.05

(24)

Hasil Analisis IFE, EFE, dan IE

Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kelapa sawit Indonesia diperoleh beberapa kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang dihadapai oleh Indonesia.

Kekuatan:

1. Luas lahan yang mendukung

Indonesia memiliki luas lahan yang jauh lebih luas daripada Malaysia. Pada tahun 2012 luas area perkebunan kelapa sawit Malaysia hanya sekitar 5.3 juta ha, sedangkan Indonesia memiliki lebih dari 9.3 juta ha, yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia. Provinsi yang paling banyak memiliki kebun kelapa sawit berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Jambi. Selain itu, luas lahan yang berpotensi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah sekitar 31.77 juta ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). 2. Jumlah tenaga kerja yang banyak.

Indonesia memiliki tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit sebanyak 847 000 orang sedangkan Malaysia hanya memiliki pekerja sekitar 200 490 orang sehingga Malaysia harus memperkerjakan tenaga kerja asing (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).

3. Pangsa pasar Indonesia mendominasi pangsa pasar CPO di dunia

Pada tahun 2012, Indonesia dan Malaysia mampu mendapatkan pangsa pasar sebanyak 80% dari seluruh pangsa pasar di dunia. Indonesia mendapatkan pangsa pasar sebanyak 42%, sedangkan Malaysia 38%. (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).

4. Memiliki keunggulan komparatif yang tinggi untuk CPO

Berdasarkan hasil perhitungan RCA dan RSCA untuk CPO, Indonesia memiliki daya saing yang tinggi dan sebagian besar posisinya ada di atas Malaysia.

5. Sudah ada kebijakan pemerintah mengenai klaster kelapa sawit

Kebijakan pemerintah mengenai pembangunan klaster industri kelapa sawit melalui Keputusan Menteri Perindustrian (KMP No. 13/ M-IND/ PER/I/2010). Ditetapkan tiga wilayah sebagai lokasi pendirian klaster industri kelapa sawit yaitu Sei Mangkei (Sumatera Utara), Kuala Enok (Riau), serta Maloy (Kalimantan Timur). Dengan adanya kebijakan mengenai klaster kelapa sawit diharapkan Indonesia mampu untuk mengungguli Malaysia pada tahun mendatang (Kementerian Koordinator Bidang Pertanian 2011).

6. Adanya kebijakan mengenai aspek lingkungan (AMDAL).

Berbagai macam isu mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kelapa sawit membuat harga dari kelapa sawit itu sendiri berfluktuasi. Dunia internasional menjadi berpandangan negatif mengenai kelapa sawit Indonesia. Sejak mulai diberlakukannya AMDAL dan kebijakan yang lain seperti ISPO dan RSPO, pandangan negatif terhadap kelapa sawit Indonesia perlahan mulai berubah.

Kelemahan:

(25)

Secara umum, produktivitas rata-rata nasional perkebunan kelapa sawit Indonesia masih rendah yaitu hanya sekitar 3.4 ton CPO/ha/tahun. Produktivitas tersebut masih jauh di bawah potensi produksi tanaman kelapa sawit unggul yang dihasilkan oleh produsen benih yaitu 7-10 ton /ha/ tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).

2. Ekspor minyak sawit masih banyak pada produk hulu

Minyak sawit Indonesia kebanyakan diproduksi dan diekspor hanya sebagai CPO, aktivitas petani kelapa sawit terhenti hanya sebatas aktivitas budidaya (on farm) yang bernilai tambah kecil. Industri hilir (off farm)

yang mengolah sawit didominasi minyak goreng serta sedikit margarin, sabun, dan detergen. Ekspor Indonesia baru 42% yang sudah berupa produk turunan kelapa sawit karena Indonesia hanya memiliki kurang lebih 323 pabrik, Malaysia sudah lebih unggul karena mampu mengekspor sebanyak 80% produk turunan kelapa sawit (Pusat Penelitian Kelapa sawit 2013).

3. Biaya ekspor CPO tinggi

Bea keluar sawit besarannya progresif dan berjenjang mengikuti tingkat olahan produk sawit. Semakin tinggi tingkat olahan, semakin rendah bea keluar. Tujuannya untuk mendorong industri pengolahan lebih banyak mengolah dan mengekspor produk hilir sawit. Selain harus menanggung bea keluar yang tinggi, eksportir CPO juga masih harus menanggung biaya seperti biaya kapal angkutan, biaya asuransi, biasa LC (letter of credit), biaya tes CPO, biaya penyusutan selama pengangkutan, fee untuk broker dan biaya lain. Indonesia harus membayar biaya LC yang lebih tinggi dibandingkan Malaysia karena Indonesia kurang dipercaya oleh Internasional. Total biaya ekspor Indonesia adalah sekitar $110 per ton, sementara Malaysia hanya memerlukan sekitar $95 per ton (Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian 2011).

4. SDM yang kurang berkulitas

Tingkat pendidikan angkatan kerja yang bekerja di perusahaan kelapa sawit Indonesia masih rendah apabila dibandingkan dengan Malaysia. Struktur pendidikan pekerja kelapa sawit Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 38.32 %, sedangkan di Malaysia lebih dari 50% merupakan pekerja yang memiliki pendidikan SMA dan Sarjana (Tambunan 2013).

5. Nilai CPO Indonesia masih dihargai rendah

Harga CPO Indonesia selalu dihargai murah di pasar Internasional akibat DOBI-nya (Indeks daya pemucatan: rasio dari kandungan karoten dan produk oksidasi sekunder pada CPO) masih di bawah angka minimal yang dipersyaratkan (standar AFTA 2013) sebesar 2.8. Rata-rata nilai DOBI yang dihasilkan oleh Indonesia adalah 2.5 dan ini sangat tertinggal dengan Malaysia yang DOBI-nya mencapai 3 (Purwiyanto 2013).

6. Banyak pengusaha yang memiliki dokumen AMDAL tetapi masih banyak yang bermasalah dalam penerapannya

(26)

lahan gambut, beroperasi tanpa ada pelepasan kawasan hutan, beroperasi di daerah konservasi, dan tetap beroperasi walaupun dokumen AMDAL sudah dicabut (Tambunan 2013).

Peluang:

1. Permintaan dunia yang semakin meningkat

Tabel 1 menunjukkan jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit dunia. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun permintaan kelapa sawit semakin meningkat.

Tabel 1 Jumlah produksi dan permintaan kelapa sawit dunia Tahun Produksi (juta ton) Permintaan (juta ton)

2005 33.5 29.2

2006 36.0 32.5

2007 37.3 35.5

2008 41.0 37.8

2009 42.8 42.6

2010 45.1 45.3

2011 47.1 47.0

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

2. Masih terbukanya peluang untuk mengembangkan industri hilir

Peluang mengembangkan industri hilir kelapa sawit masih sangat terbuka mengingat masih banyak yang bisa dikembangkan dari minyak mentah (CPO). Contoh pengembangan yang dapat dilakukan adalah pembuatan kompos dari limbah sawit, pengolahan buah kelapa sawit menjadi bahan pangan seperti susu kental manis dan untuk bahan nonpangan seperti kosmetik, dan untuk kebutuhan farmasi seperti lilin. Dari sekitar 500 pabrik di Indonesia, baru sekitar 10% yang mengelola tandan kosong (dapat diolah menjadi kompos, bahan baku pulp, karbon dan rayon) (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2013).

Ancaman:

1. Adanya pesaing kuat yaitu Malaysia

Berdasarkan data pada International Trade Center, terlihat bahwa Malaysia merupakan satu-satunya negara penghasil kelapa sawit yang menjadi pesaing utama Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2012, Malaysia mengekspor kelapa sawit sebanyak 15 juta ton, sedangkan Indonesia 18 juta ton.

2. Adanya ancaman pengurangan ekspor CPO Indonesia ke India

Dalam usaha pengembangan industri hilir dan pemasaran produknya, langkah Indonesia mendapat beberapa protes dari negara importir seperti India. mereka mengancam tak akan mengambil produk kelapa sawit Indonesia lagi jika pemerintah mengubah kebijakan ekspor kelapa sawit mentah (Satyawibawa 2012).

Matriks IFE

(27)

sawit Indonesia. Tabel 2 menampilkan kekukatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kelapa sawit Indonesia.

Tabel 2 Faktor strategi internal kelapa sawit Indonesia

Faktor-faktor strategi internal Bobot (a)

Rating

(b)

Skor (axb) Kekuatan

1. Luas lahan yang mendukung 0.11 3.60 0.40 2. Jumlah tenaga kerja yang banyak 0.09 3.20 0.28 3. Pangsa pasar Indonesia mendominasi

pangsa pasar CPO di dunia 0.12 3.40 0.40 4. Memiliki keunggulan komparatif yang

tinggi 0.12 3.80 0.46

5. Sudah ada kebijakan pemerintah

mengenai klaster kelapa sawit 0.12 3.40 0.23 6. Adanya kebijakan mengenai aspek

lingkungan (AMDAL) 0.07 3.60 0.22

Kelemahan

1. Produktivitas perkebunan yang masih

rendah 0.07 1.60 0.12

2. Ekspor minyak sawit masih banyak pada

produk hulu 0.07 1.60 0.12

3. Biaya ekspor CPO tinggi 0.07 1.80 0.13 4. SDM yang kurang berkualitas 0.09 1.80 0.15 5. Nilai CPO Indonesia masih dihargai

rendah 0.07 1.80 0.12

6. Banyak pengusaha yang memiliki dokumen AMDAL tetapi masih banyak yang bermasalah dalam penerapannya

0.06 2.00 0.12

Total 2.75

Sumber: Data diolah (2014)

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan total nilai skor terbobot sebesar 2.75. Dari total nilai skor terbobot tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan berada pada posisi kuat. Hal ini dikarenakan kondisi internal perusahaan berada di atas rataannya, yaitu 2.50. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor internal kelapa sawit Indonesia kuat dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan mampu mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang dimiliki kelapa sawit Indonesia adalah memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dengan skor 0.46, sedangkan kelemahan utamanya adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia masih kurang berkualitas dengan skor 0.15.

Matriks EFE

(28)

Tabel 3 Faktor strategi eksternal kelapa sawit Indonesia

Faktor-faktor strategi eksternal Bobot (a)

Rating

(b)

Skor (axb) Peluang

1. Permintaan dunia yang semakin

meningkat 0.21 3.80 0.81

2. Masih terbukanya peluang untuk

mengembangkan industri hilir 0.32 3.60 1.15 Ancaman

1. Adanya pesaing kuat yaitu Malaysia 0.20 2.40 0.49 2. Adanya ancaman pengurangan ekspor

CPO Indonesia ke India 0.26 2.20 0.58

Total 3.03

Sumber: Data diolah (2014)

Berdasarkan pada Tabel 3 didapatkan skor terbobot adalah 3.03. Bersadarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada posisi yang kuat dalam menghadapi peluang dan mengatasi ancaman dengan total skor terbobot lebih tinggi dari nilai rataan yaitu 2.50. Peluang utama yang dihadapi kelapa sawit Indonesia adalah masih terbukanya peluang untuk mengembangkan industri hilir dengan skor 1.15, sedangkan ancaman yang dihadapi kelapa sawit Indonesia adalah adanya ancaman pengurangan ekspor CPO Indonesia ke India dengan skor 0.58.

Matriks IE

Berdasarkan hasil yang didapat dari matriks IFE (2.75) dan EFE (3.03), maka matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.

I II III

IV V VI

VII VIII

IX

Gambar 4 Matriks IE daya saing kelapa sawit Indonesia

Setelah nilai skor bobot IFE dan EFE dicocokkan dengan matriks IE, terlihat posisi kelapa sawit Indonesia berada di sel II. Sel pertama, kedua, dan keempat menggambarkan bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada tahap

1

4 3 2

3

2

1

2.75

(29)

“tumbuh dan membangun”. Pada tahap ini harus menjalankan strategi yang intensif atau integratif. Menurut David (2009), strategi intensif adalah upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dengan produk atau sumber daya yang ada saat ini. Strategi intensif dapat berupa penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar dijalankan untuk meningkatkan pangsa pasar dari produk yang ada saat ini pada pasar yang ada saat ini melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih gencar, seperti misalnya Indonesia melakukan pemasaran dan promosi yang lebih gencar kepada negara-negara tujuan ekspornya saat ini. Strategi pengembangan pasar adalah usaha memperkenalkan produk yang ada saat ini pada pasar baru melalui perluasan area geografi baru dan menamabah segmen baru contohnya Indonesia dapat memperluas tujuan ekspor utamanya menjadi tidak hanya ke Cina, Pakistan, Indoa, dan Belanda. Strategi intensif yang terakhir adalah strategi pengembangan produk yang merupakan strategi yang dijalakan untuk meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk yang ada saat ini. Strategi pengembangan produk ini dapat dilakukan Indonesia melalui pengembangan industri hilir yang maksimal. Strategi integratif dapat berupa strategi integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan strategi horizontal. Integrasi ke depan yang dapat dijalankan oleh Indonesia adalah dengan meraih kendali atas jalur distribusi mulai dari distributor hingga pengguna akhir. Integrasi ke belakang yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah melalui peningkatan kendali atas perusahaan pemasok kelapa sawit. Integrasi horizontal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan integrasi terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di dalam Indonesia sendiri. Setelah diketahui posisi kelapa sawit Indonesia dimana, maka posisinya harus dicocokkan dengan tipe-tipe strategi yang dihasilkan pada matriks SWOT.

Hasil Analisis SWOT

(30)

Kekuatan:

1. Kondisi alam dan luas lahan yang mendukung

2. Jumlah tenaga kerja yang banyak

3. Pangsa pasar Indonesia mendominasi pangsa pasar CPO di Dunia

4. Memiliki keunggulan komparatif yang tinggi

5. Sudah ada kebijakan pemerintah mengenai klaster kelapa sawit 6. Adanya kebijakan

mengenai aspek lingkungan (AMDAL) Kelemahan: 1. Produktivitas perkebunan yang masih rendah 2. Ekspor minyak

sawit masih banyak pada produk hulu 3. Biaya ekspor CPO

tinggi

4. SDM yang kurang berkualitas

5. Nilai CPO Indonesia masih dihargai rendah 6. Banyak pengusaha

yang memiliki dokumen AMDAL tetapi masih banyak yang bermasalah dalam penerapannya Peluang:

1. Permintaan dunia yang semakin meningkat 2. Masih terbukanya

peluang untuk mengembangkan indutri hilir

Strategi S-O

1. Optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit (S1, S2, S3, S4, S5, S6, O1) 2. Mengembangkan

produk hilir kelapa sawit (S1, S2, S3, S4, S5, S6, O1, O2) Strategi W-O 1. Melakukan penelitian untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kelapa sawit (W1, W2, W3,W4, W5, O1)

Ancaman:

1. Adanya pesaing kuat yaitu Malaysia 2. Adanya ancaman

pengurangan ekspor CPO Indonesia ke India dan Eropa

Strategi S-T

1. Mempertahankan dan

[image:30.595.56.477.48.767.2]

mengembangkan pangsa pasar (S3, S4, T1) Strategi W-T 1. Pengawasan penerapan kebijakan untuk meningkatkan persaingan (W6, T1, T2)

(31)

Hasil Analisis AHP

Hasil Pengolahan Data Secara Vertikal dalam AHP

[image:31.595.108.510.170.743.2]

Seluruh elemen yang telah diidentifikasi disusun menjadi struktur AHP yang dinilai oleh pakar. Pakar yang terlibat dalam penilaian struktur ini antara lain peneliti kelapa sawit, asosiasi, akademisi yang berhubungan dengan kelapa sawit, serta pengusaha kelapa sawit. Pakar yang menilai struktur dalam penelitian ini mempunyai pandangan dan penilaian yang berbeda sehingga penggabungan penilaian dari pakar akan menghasilkan penilaian yang objektif. Penggabungan elemen-elemen penyusunnya tergabung dalam sebuah hirarki lengkap, seperti Gambar 6.

Gambar 6 Hierarki AHP

Strategi bersaing kelapa sawit Indonesia

(32)

Faktor

1. Faktor 1 ; kondisi alam, sumber daya manusia, dan lingkungan yang mendukung

2. Faktor 2 ; pangsa pasar CPO yang luas

3. Faktor 3 ; keunggulan komparatif yang tinggi dari kelapa sawit 4. Faktor 4 ; Kebijakan pemerintah dan kebijakan AMDAL 5. Faktor 5 ; Produktivitas CPO yang masih rendah

6. Faktor 6 ; Biaya ekspor kelapa sawit yang tinggi 7. Faktor 7 ; Persaingan yang kuat dengan Malaysia

Aktor

1. Pengusaha 2. Pemerintah

3. Peneliti dan akademisi 4. Pesaing

5. Eksportir 6. Importir 7. Asosiasi

Tujuan

1. T1 ; Meningkatkan ekspor

2. T2 ; Mencukupi kebutuhan dalam negeri 3. T3 ; Menambah kesejahteraan petani sawit 4. T4 ; Perluasan pasar

5. T5 ; Membuat klaster kelapa sawit

Alternatif

1. ALT 1 ; Optimalisasi lahan perkebunan dan SDM 2. ALT 2 ; Mengembangkan produk hilir

3. ALT3 ; Melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu 4. ALT4 ; Pengawasan penerapan kebijakan

5. ALT5 ; Mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar

Hasil Pengolahan AHP Terhadap Level Faktor

(33)
[image:33.595.82.518.90.556.2]

Tabel 4 Bobot hasil penilaian terhadap faktor

Elemen faktor Bobot Prioritas

Kondisi alam, SDM, dan lingkungan yang

mendukung 0.260 1

Pangsa pasar CPO yang luas 0.188 2

Keunggulan komparatif yang tinggi dari kelapa sawit 0.141 3

Kebijakan pemerintah dan AMDAL 0.119 4

Produktivitas CPO yang rendah 0.087 7

Biaya ekspor kelapa sawit yang tinggi 0.090 6 Persaingan yang kuat dengan Malaysia 0.115 5 Sumber: Data diolah (2014)

Hasil Pengolahan AHP Terhadap Level Aktor

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa aktor yang paling berpengaruh dalam menentukan faktor dan penyusunan strategi bersaing kelapa sawit Indonesia adalah pengusaha (0.183). Aktor yang memiliki prioritas kedua adalah pemerintah dengan bobot (0.179). Prioritas ketiga adalah peneliti dan akademisi (0.155), keempat eksportir (0.133), kelima asosiasi (0.125), keenam importir dan pesaing yang memiliki bobot sama (0.113).

Tabel 5 Bobot hasil penilaian terhadap aktor

Elemen aktor Bobot Prioritas

Pengusaha 0.183 1

Pemerintah 0.179 2

Peneliti dan akademisi 0.155 3

Pesaing 0.113 7

Eksportir 0.133 4

Importir 0.113 6

Asosiasi 0.125 5

Sumber: Data diolah (2014)

Hasil Pengolahan AHP Terhadap Level Tujuan

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tujuan yang paling ingin dicapai pertama kali dalam strategi bersaing adalah meningkatkan ekspor dengan bobot 0.314 tujuan kedua yang menjadi prioritas adalah mencukupi kebutuhan dalam negeri (0.223), ketiga adalah menambah kesejahteraan petani (0.170), keempat adalah perluasan pasar (0.152), dan tujuan yang menjadi prioritas terakhir adalah membuat klaster kelapa sawit dengan bobot 0.141.

Tabel 6 Bobot hasil penilaian terhadap tujuan

Elemen tujuan Bobot Prioritas

Meningkatkan ekspor 0.314 1

Mencukupi kebutuhan dalam negeri 0.223 2

Menambah kesejahteraan petani sawit 0.170 3

Perluasan pasar 0.152 4

Membuat klaster kelapa sawit 0.141 5

[image:33.595.116.517.98.228.2]
(34)

Hasil Pengolahan AHP Terhadap Level Alternatif

Semua alternatif strategi bersaing kelapa sawit yang dijalankan dengan baik akan berdampak baik pada persaingan kelapa sawit dengan negara lain. Alternatif strategi yang harus pertama kali diterapkan dan menjadi prioritas adalah optimalisasi lahan perkebunan dan SDM dengan bobot 0.286, kemudian mengembangkan produk hilir (0.218), ketiga melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu (0.181), keempat pengawasan penerapan kebijakan (0.160), dan kelima adalah mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar (0.155).

Tabel 7 Bobot hasil penilaian terhadap alternatif

Elemen alternatif Bobot Prioritas

Optimalisasi lahan perkebunan dan SDM 0.286 1

Mengembangkan produk hilir 0.218 2

Melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu 0.181 3

Pengawasan penerapan kebijakan 0.160 4

Mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar 0.155 5 Sumber: Data diolah (2014)

Hasil Pengolahan Data Secara Horizontal dalam AHP

Hasil pengolahan data secara horizontal menunjukkan hubungan antara elemen-elemen dalam satu tingkat hirarki dengan elemen-elemen lainnya di tingkat hirarki yang berbeda. Struktur hirarki terdiri dari lima tingkat antara lain

ultimate goal pada tingkat pertama, faktor yang mempengaruhi pada tingkat kedua, aktor yang berpengaruh pada tingkat tiga, tujuan yang ingin dicapai pada tingkat empat, dan alternatif strategi bersaing pada tingkat lima. Dari pengolahan data secara horizontal, akan terlihat pengaruh antar suatu elemen atau faktor pada satu tingkat terhadap sejumlah faktor lainnya pada tingkat hirarki di bawahnya.

Hubungan Antara Elemen Aktor terhadap Faktor yang Berperan dalam Penyusunan Strategi Bersaing Kelapa Sawit

Tabel 8 Bobot hubungan antara elemen aktor terhadap elemen faktor Elemen

aktor

Elemen faktor

A B C D E F G

A 0.215 0.152 0.130 0.222 0.159 0.227 0.168 B 0.176 0.199 0.114 0.183 0.221 0.176 0.195 C 0.193 0.122 0.157 0.134 0.175 0.142 0.135 D 0.085 0.143 0.147 0.097 0.098 0.117 0.107 E 0.140 0.117 0.143 0.140 0.113 0.138 0.138 F 0.087 0.136 0.132 0.112 0.099 0.095 0.136 G 0.104 0.130 0.177 0.112 0.137 0.106 0.121 Sumber: Data diolah (2014)

(35)

AMDAL), dan faktor F (tingginya biaya ekspor) dalam upaya mencapai goal strategi bersaing kelapa sawit Indonesia. Aktor pemerintah merupakan aktor yang paling berpengaruh untuk faktor B (pangsa pasar CPO yang luas), faktor E (produktivitas CPO yang masih rendah) serta faktor G (persaingan yang kuat dengan Malaysia). Aktor asosiasi berperan paling penting dalam faktor C (keunggulan komparatif yang tinggi dari kelapa sawit Indonesia).

Hubungan Antara Elemen Tujuan dengan Aktor yang Ingin dicapai

Tabel 9 Bobot hubungan antara elemen tujuan terhadap elemen aktor Elemen

Tujuan

Elemen aktor

A B C D E F G

A 0.337 0.281 0.319 0.300 0.432 0.312 0.210 B 0.244 0.210 0.217 0.197 0.216 0.257 0.217 C 0.151 0.196 0.183 0.194 0.132 0.149 0.181 D 0.150 0.157 0.151 0.175 0.113 0.129 0.193 E 0.118 0.155 0.130 0.134 0.107 0.153 0.199 Sumber: Data diolah (2014)

Berdasarkan pengolahan horizontal yang ditunjukkan pada Tabel 9, pada tingkat ini dapat dilihat bahwa tujuan yang paling ingin dicapai adalah meningkatkan ekspor (oleh pengusaha, pemerintah, peneliti dan akademisi, pesaing, ekspotir, importir, dan asosiasi) serta mencukupi kebutuhan dalam negeri (oleh asosiasi).

Hubungan Antara Elemen Tujuan yang Ingin dicapai dengan Alternatif yang digunakan

Tabel 10 Bobot hubungan antara elemen alternatif terhadap elemen tujuan Elemen

Alternatif

Elemen tujuan

A B C D E

A 0.300 0.243 0.399 0.241 0.236

B 0.220 0.247 0.191 0.176 0.247

C 0.165 0.191 0.170 0.182 0.212

D 0.155 0.167 0.117 0.215 0.151

E 0.161 0.151 0.122 0.186 0.153

Sumber: Data diolah (2014)

(36)

Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil pengolahan metode RSCA, didapatkan bahwa daya saing kelapa sawit mentah kode HS (151110) Indonesia di pasar Cina sejak tahun 2001 hingga 2012 berada di atas Malaysia. Di pasar Pakistan, India, dan Belanda daya saing kelapa sawit mentah Indonesia menurun sedangkan Malaysia mengalami kenaikan. Di ketiga pasar tersebut daya saing Indonesia yang awalnya berada di atas Malaysia mengalami penurunan sejak tahun 2010 di pasar Pakistan, 2011 di pasar India dan sejak tahun 2003 di pasar Belanda sehingga di ketiga pasar tersebut Malaysia mampu mengungguli Indonesia. Untuk kelapa sawit olahan kode HS (151190), di pasar Cina sejak tahun 2001 hingga 2012 daya saing Indonesia selalu di bawah Malaysia. Di pasar Pakistan, India, dan Belanda daya saing Indonesia yang semula berada di bawah Malaysia berubah menjadi lebih unggul sejak tahun 2010 di pasar Pakistan, 2011 di pasar India, dan 2003 di pasar Belanda sehingga Indonesia berada di atas Malaysia. Jadi, Indonesia unggul untuk kelapa sawit mentah di pasar Cina, sedangkan untuk kelapa sawit olahan Indonesia unggul di pasar Pakistan, India, dan Belanda.

Untuk menjadikan Indonesia menjadi negara terbesar dalam hal ekspor kelapa sawit sesuai dengan tujuan MP3EI maka dilakukan analisis IFE, EFE, IE, dan SWOT. Dari analisis tersebut Indonesia perlu memanfaatkan kekuatan utamanya (keunggulan komparatif yang tinggi dan kondisi alam Indonesia yang mendukung), meminimalisir kelemahan utamanya (SDM yang kurang berkualitas dan biaya ekspor yang tinggi), memanfaatkan peluang utamanya (masih terbukanya peluang mengembangkan industri hilir), serta menghadapi ancamannya (adanya isu pengurangan ekspor ke luar negeri). Dari hasil analisis SWOT kemudian dipilih prioritas dan alokasinya menggunakan AHP.

Sesuai dengan hasil analisis AHP, strategi bersaing kelapa sawit Indonesia tidak akan berjalan tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta kontrol dari pihak-pihak yang terlibat selama ini. Perencanaan yang utama yang harus dilakukan adalah terhadap faktor yang memiliki bobot terbesar, yaitu kondisi alam dan luas lahan kelapa sawit Indonesia. Pengembangan klaster kelapa sawit sesuai dengan apa yang dirancangkan program MP3EI merupakan salah satu langkah untuk pengoptimalan lahan kelapa sawit Indonesia yang saat ini masih belum digunakan. Selain pengembangan klaster kelapa sawit yang sudah ada, langkah untuk mengoptimalkan lahan salah satunya adalah dengan membuka lahan-lahan berpotensi yang saat ini belum digunakan untuk membuat klaster baru apabila memang dirasakan masih perlu, mengembangakn produk hilir yang saat ini perbandingan produk hulu dan hilir Indonesia adalah 60:40 tidak seperti Malaysia yang sudah mampu menjadikan 20:80, melakukan penelitian (penelitian terhadap daya saing, penelitian terhadap bauran produk, dan lain-lain) agar dampak negatif dari pembukaan lahan kelapa sawit dapat diminimalisir, serta penerapan peraturan ISPO dan RSPO untuk seluruh pengusaha kelapa sawit yang dapat menjadi salah satu program agar kelapa sawit yang dihasilkan tidak merugikan lingkungan.

(37)

dengan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Berbagai macam kebijakan yang dapat dibuat pemerintah dalam upaya pengembangan daya saing kelapa sawit diantaranya adalah membuat kebijakan mengenai pembebasan tanah dan membuat infrastruktur yang lebih baik. Peran pengusaha dalam kerja sama dengan pemerintah diantaranya adalah dengan ikut andil dalam pengembangan pogram yang sudah dibuat serta ikut membiayai berbagai macam penelitian yang dapat meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia.

Apabila dikaitkan hasil analisis metode RSCA dengan alternatif strategi yang memiliki bobot terbesar dalam metode AHP, maka pengoptimalisasian lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan Indonesia untuk meningkatkan daya saing kelapa sawit mentah yang saat ini mengalami penurunan di beberapa negara tujuan ekspor seperti Pakistan, India, dan Belanda. Sementara itu, alternatif strategi yang memiliki bobot terbesar kedua yaitu pengembangan industri hilir merupakan langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing kelapa sawit olahan yang saat ini di pasar Cina daya saing kelapa sawit olahan sedang mengalami penurunan, alternatif tersebut juga digunakan untuk mempertahankan daya saing kelapa sawit olahan di pasar Pakistan, India, dan Belanda.

Program MP3EI mentargetkan beberapa hal mengenai kelapa sawit ini, diantaranya adalah Indonesia menjadi negara eksportir terbesar di dunia dan Indonesia harus mampu mengekspor minyak kelapa sawit sebanyak 19 juta ton/ tahun. Namun saat ini klaster kelapa sawit Indonesia baru berjalan sekitar 20% sehingga diperlukan usaha yang lebih intensif dari semua pihak. Apabila seluruh perencanaan dapat dijalankan, diharapkan Indonesia dapat memenuhi target yang sudah direncanakan dalam program MP3EI dan Indonesia dapat menjadi eksportir nomor satu di dunia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(38)

Strategi bersaing kelapa sawit paling dipengaruhi oleh faktor kondisi alam, sumber daya manusia dan luas lahan yang mendukung. Aktor yang dominan dalam penyusunan strategi bersaing ini adalah pengusaha. Tujuan yang paling ingin dicapai dalam penerapan strategi bersaing kelapa sawit ini adalah meningkatkan ekspor. Alternatif strategi bersaing yang seharusnya menjadi prioritas utama adalah optimalisasi lahan perkebunan.

Saran

Usaha mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar yang luas dan daya saing CPO yang tinggi dapat dilakukan melalui kerja sama semua pihak sesuai dengan yang dijelaskan dalam program MP3EI. Pengusaha, pemerintah, dan pihak lainnya harus menaruh perhatian lebih kepada apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan utama kelapa sawit Indonesia agar ke depannya kekuatan tersebut mampu untuk menghadapi ancaman-ancaman yang dihadapi Indonesia. Pengusaha selaku aktor utama yang paling mempengaruhi strategi bersaing kelapa sawit Indonesia diharapkan mampu mengoptimalkan kondisi alam, SDM, dan luas lahan yang dimiliki oleh Indonesia yang saat ini menjadi faktor yang paling mempengaruhi strategi bersaing kelapa sawit Indonesia. Hal ini dapat dilakukan misalnya melalui perluasan perkebunan kelapa sawit, melakukan inovasi yang mampu meminimalisir dampak perkebunan kelapa sawit, serta pemilihan SDM yang berkulitas.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Dunia. 2013. World Bank. [internet]. [diunduh 2014 Januari 16]. Tersedia pada http://Worldbank.org/Worldbankdevelopmentreport2013.

[BPPPN] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta (ID): BPPPN.

David HJ. 2009. Manajemen Strategis. Terjemahan oleh Julianto Agung. Edisi 2. Yogyakarta (ID): Airlangga.

[DMSI] Dewan Minyak Sawit Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia.

Jakarta (ID): DMSI

[DMSI] Dewan Minyak Sawit Indonesia. 2012. Perkembangan Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta (ID): DMSI

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Griffin RW. 2002. Manajemen. Jakarta (ID): Airlangga.

Hariyadi P. 2013. Kumpulan Abstrak Hasil Riset Industri Hilir Kelapa Sawit.

(39)

[Kemenko] Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2013. Laporan Akuntabilitas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2013.

Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

[Kementan] Kementerian Koordinator Bidang Pertanian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Jakarta (ID): Kementerian Koordinator Bidang Pertanian.

Kotler P dan Kevin LK. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): Airlangga. Kristanto J. 2013. Manajemen Pemasaran Internasional Sebuah Pendekatan

Strategi. Jakarta (ID): Erlangga.

Mangoensoekarjo S dan Haryono S. 2000. Manajemen Agrobisnis Kelapa sawit.

Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

[PDIKP] Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian. 2011. Outlook Sektor Perkebunan Indonesia. Jakarta (ID): Pusdatin.

[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2013. Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit Indonesia. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Rangkuti F. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia.

Saaty TL. 1993. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). Jakarta (ID): PT Pustaka Binaman Pressindo.

Sari DM. 2008. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sarma M. 2013. Pemasaran Internasional Komoditi Pertanian dan Industri di Indonesia.Bogor (ID): IPB Press.

Satyawibawa I dan Yustina. 2012. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tambunan T. 2003. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Jakarta (ID): LP3ES.

Tambunan T. 2013. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia: Beberapa Isu Penting. Jakarta (ID): Ghalia.

(40)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Pengolahan perkembangan ekspor kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Cina

LAMPIRAN 2 Pengolahan perkembangan ekspor kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Pakistan

Tahun

RSCA 151110 RSCA 151190

Volume Nilai Volume Nilai

Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia 2001

2002

2003 0.56 -0.28 0.56 -0.28 -0.15 0.02 -0.13 0.02

2004 0.21 -0.39 0.17 -0.40 -0.03 0.03 -0.02 0.03

2005 0.34 -0.05

Gambar

gambaran tentang bagaimana kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan
Gambar 2  Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
Gambar 3  Perkembangan RSCA volume dan nilai ekspor produk kelapa sawit
Tabel 2 Faktor strategi internal kelapa sawit Indonesia
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian pewarnaan pada jamur dengan cara diidentifikasi menggunakan pewarnaan dengan lactophenol blue , pertama siapkan media agar sebanyak 5 ml secara aseptis

Loans (NPL) dan Aktiva Produktif Bermasalah (APB). NPL adalah rasio yang dapat digunakan untuk mengukur ke- mampuan bank dalam mengelola kredit. Rasio ini menunjukkan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: Terdapat pengaruh secara parsial pengalaman kerja terhadap kinerja

Pengembangan kapas di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat dilakukan di lahan tadah hujan dengan musim hujan yang

Dari tabel di atas, dapat dilihat perolehan nilai rerata keseluruhan dari masing-masing aspek melalui uji kualitas terhadap kain hasil eksperimen dan terhadap

Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana otonomi

Hasil penelitian dan pembahasan tentang ”Peningkatan Penguasaan Materi Kependudukan melalui Model Jigsaw pada Peserta Didik Kelas VIII F di SMP Negeri 3 Teras Boyolali Semester

Pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kelas kontrol dan eksperimen terhadap hasil belajar kognitif siswa materi ekosistem sebelum mendapatkan perlakuan