• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Nilai Penting Dan Indeks Kepentingan Budaya Jenis Tumbuhan Bermanfaat Dalam Hutan Adat Hiang, Kerinci.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indeks Nilai Penting Dan Indeks Kepentingan Budaya Jenis Tumbuhan Bermanfaat Dalam Hutan Adat Hiang, Kerinci."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

INDEKS NILAI PENTING DAN INDEKS KEPENTINGAN BUDAYA

JENIS TUMBUHAN BERMANFAAT DALAM

HUTAN ADAT HIANG KERINCI

EVAN VRIA ANDESMORA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Indeks Nilai Penting dan Indeks Kepentingan Budaya jenis tumbuhan bermanfaat dalam Hutan Adat Hiang, Kerinci” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(4)

RINGKASAN

EVAN VRIA ANDESMORA. Indeks Nilai Penting dan Indeks Kepentingan Budaya jenis tumbuhan bermanfaat dalam Hutan Adat Hiang, Kerinci. Dibimbing oleh MUHADIONO dan IWAN HILWAN.

Hutan Adat merupakan salah satu bentuk kekayaan alam di Indonesia. Masyarakat sekitar kawasan Hutan Adat memiliki kearifan lokal. Hutan Adat Hiang berfungsi memberi jaminan jangka panjang ketersediaan air dan pelindung kesuburan tanah pedesaan, perlindungan keanekaragaman hayati serta membantu pengelola Taman Nasional mengamankan zona inti TNKS. Di Hutan Adat tersimpan keanekaragaman hayati yang perlu kita jaga. Penelitian bertujuan untuk menganalisis indeks nilai penting tumbuhan dan indeks kepentingan budaya jenis tumbuhan bermanfaat dalam Hutan Adat Hiang. Penelitian dilakukan dari Februari sampai April 2015.

Pengambilan data melalui Analisis Vegetasi menggunakan kombinasi metode transek dan garis berpetak. Data diambil dalam petak contoh yang (20x20) m2 untuk strata pohon, strata tiang (10x10) m2, strata pancang (5x5) m2, dan strata semai

(2x2) m2. Petak contoh yang dibuat berjumlah 40 petak. Struktur data tumbuhan

diambil berupa Frekuensi (F), Kerapatan (K) dan Dominansi (D) merupakan komponen mendapatkan Indeks Nilai Penting (INP). Selanjutnya, dari data tersebut dihitung indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis tumbuhan di Hutan Adat Hiang. Kearifan lokal masyarakat dengan Indeks Kepentingan Budaya diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan yang ada di dalam Hutan. Untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan abiotik dengan tumbuhan digunakan Analisis Komponen Utama (AKU).

Hasil penelitian Hutan Adat Hiang terdapat 52 jenis tumbuhan. Hutan Adat Hiang dominansi jenis pohon Syzigium pycnanthum (Klak) dengan INP 59.16% kemudian Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) 46.37%, dan Altingia excelsa (Kayu Pandan) 24.71%. Dominansi tingkat tiang adalah Santiria tomentosa Blume (Bdin Kapareh) 47.02% Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) 36.89% dan Styrax benzoin (Kijang) 32.04%. Pada tingkat pancang didominasi Santiria tomentosa Blume (Bdin Kapareh) 45.89% Styrax benzoin Dryand (Kayu Kijang) 22.78% dan Glochidion obscurum (Marne) 17.25%. Sedangkan, semai didominasi jenis Uta (Calamus marginatus) dengan INP 61.53%, Kulit Manis Imbo (Cinnamomum petrophyllum) dengan INP 51.17%. Tumbuhan bawah didominasi Sapidin Imbo (Freycinetia banksii) INP yaitu 93.43%

Keanekaragaman jenis tertinggi adalah tingkat pancang dengan nilai (H’) 3.64. Tumbuhan bawah memiliki nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 2.08. Berdasar klasifikasi maka keanekaragaman hayati jenis tumbuhan diatas 3 di Hutan Adat Hiang termasuk kategori tinggi. Nilai kemerataan jenis tertinggi terdapat pada tingkat tiang dengan nilai E 0.80. Tingkat semai memiliki nilai terendah sebesar 0.74. Kemerataan jenis di Hutan Adat Hiang dapat dikatakan menyebar merata berdasarkan nilai kemerataan jenisnya yang E >0.7.

(5)

Kemenyan dari kedua jenis ini biasanya diambil oleh masyarakat yang masuk kedalam Hutan Adat Hiang dengan melihat sisi yang telah terluka. Goresan alami atau gesekan antar batang pohon akan mengeluarkan kemenyan lebih banyak daripada goresan yang sengaja dibuat oleh manusia.

Jenis dominan Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) variabel yang memengaruhi adalah pasir, debu, liat dan H2O. Kayu Pandan (Altingia excelsa) yang memengaruhi

adalah C dan N. Kayu Kijang (Styrax benzoin) yang memengaruhi adalah KCl dan P2O5. Kayu Klak (Syzygium pycnanthum) dipengaruhi oleh KCl dan P2O5. Tabilik

Tenda (Lithocarpus elegans) yang memengaruhi adalah pasir, debu, liat dan H2O.

Styrax benzoin dan Santiria tomentosa perlu ditingkatkan pembudidayaannya karena merupakan tumbuhan paling banyak dimanfaatkan masyarakat.

(6)

SUMMARY

EVAN VRIA ANDESMORA. Important Value Index and Cultural Significance Index of Valuable Plants in Hiang Indigenous Forest, Kerinci. Supervised by MUHADIONO and IWAN HILWAN.

Indigenous forest is one form of natural resources in Indonesia. Communities around the indigenous forest areas have the wisdom in keeping the forest. Hiang Indigenous Forest serves to guarantee long-term availability of water and soil fertility protector for villages, biodiversity protection and help park managers to secure the core zone of Kerinci Seblat National Park. Enomorous biodiversities in the indigenous forest need the guardian and preservation. The objective of the study was to analyze the Important Value Index and Cultural Significance Index of valuable plant species in Hiang Indigenous Forest. The study was conducted on February - April 2015.

The data collection was performed through vegetation analysis using a combination of squares and trasect methods. Data were taken in sample plots for tree strata (20x20) m2, pole strata (10x10) m2, sapling strata (5x5) m2, and

seedling strata (2x2) m2. Sample plots were made totaling 40 plots. The collected data were Frequency (F), density (K) and dominance (D) as components to obtain Importance Value Index (IVI). These data were calculated for species diversity index and evenness index of plants in Hiang Indigenous Forest. Local knowledge regarding to the utilization of existing plants in the forest was calculated using in Cultural Significance Index. Cultural Significance Index was obtained by the interview to the community. Principal Component Analysis (PCA) was employed to determine the relationship between abiotic environmental factors with dominant plants.

The results of the research showed that there were 52 species in Hiang indigenous forest. The tree strata was dominated by Syzigium pycnanthum (Klak) with IVI of 59.16%, Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) with IVI of 46.37%, and Altingia excelsa (Kayu Pandan) with IVI of 24.71%. The pole strata was dominated by Santiria tomentosa (Bdin Kapareh) with IVI of 47.02%, Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) with IVI of 36.89% and Styrax benzoin (Kijang) with IVI of 32.04%. The saplings were dominated by Santiria tomentosa (Bdin Kapareh) with IVI of 45.89%, Styrax benzoin (Kijang) with IVI of 22.78%, and Glochidion obscurum (Marne) with IVI of 17.25%. Seedlings were dominated by Calamus marginatus (Uta) with IVI of 61.53%, Cinnamomum petrophyllum (Kayu Manis Imbo) with IVI of 51.17%. The understory plants were dominated by Freycinetia banksii (Sapidin Imbo) with an IVI of 93.43%

The highest species diversity in Hiang indigenous forest is at sapling strata with the (H’) value of 3.64. The undergrowth has the lowest species diversity index (2.08). Based on the plant species diversity, Hiang indigenous forest is classified above 3 which includes high category. The highest evenness value is obtained by the pole strata with E value of 0.80, while the seedling strata has the lowest value of 0.74. The evenness of Hiang indigenous forest can be classified as evenly-spreaded based on the above value of 0.7.

(7)

these plants produce tree sap/incense that is often used in ritual activities of indigenous community. The sap of the two types is usually taken by people who go into the woods to see the sides who have been injured. Friction between the tree trunk will sap more than scratches deliberately created by human.

Plant species in Hiang indigenous forest are influenced by soil structure and fertility. Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) domination is influenced by the soil type in which has high levels of sand, silt, clay and H2O. Pandan Kayu (Altingia

excelsa) is influenced by the levels of C and N. Kijang (Styrax benzoin) is influenced by KCl and P2O5. Klak (Syzygium pycnanthum) is influenced by KCl

and P2O5. Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans) is influenced by sand, silt, clay

and H2O. Styrax benzoin and Santiria tomentosa need to be improved because of

the most community-utilizied plant.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

INDEKS NILAI PENTING DAN INDEKS KEPENTINGAN BUDAYA

JENIS TUMBUHAN BERMANFAAT DALAM

HUTAN ADAT HIANG KERINCI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Indeks Nilai Penting dan Indeks Kepentingan Budaya Jenis Tumbuhan Bermanfaat dalam Hutan Adat Hiang, Kerinci” dapat terselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc dan Dr. Ir. Iwan Hilwan, M.S selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Sulistijorini M.Si selaku dosen penguji, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan, keluarga besar prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di laboratorium Ekologi Tumbuhan dan keluarga besar Masyarakat Adat Hiang-Kerinci atas segala doa dan dukungannya.

Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya.

(15)

DAFTAR ISI

Indeks Kemerataan Jenis Tumbuhan 11

Analisis Komponen Utama 11

Indeks Kepentingan Budaya 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 13

Profil Hutan 13

Indeks Nilai Penting Di Hutan Adat Hiang 15

Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon 16

Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang 16

Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang 17

Indeks Nilai Penting Tingkat Semai 17

Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah 18

Indeks Kepentingan Budaya 19

Analisis Komponen Utama Habitat Jenis Pohon 20

Pembahasan 21

(16)

Keterkaitan INP dan ICS 23 Hubungan antara Kondisi Lingkungan Vegetasi dengan Faktor lingkungan 26 Peranan Konservasi dan Budidaya Jenis Di Hutan Adat 27 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 35

(17)

DAFTAR TABEL

1 Tingkat pendidikan masyarakat sekitar Hutan Adat Hiang 5 2 Rata-rata suhu udara, kelembaban, curah hujan, suhu maksimum dan

minimum tahun 2010 sampai tahun 2014 6

3 Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis 11

4 Kriteria nilai indeks kemerataan (E) 11

5 Kategori kisaran ICS dalam Penelitian 6 Penentuan strategi sosialisasi konservasi setiap jenis tumbuhan dengan

membandingkan INP dan ICS 12

7 Nilai indeks penting (INP) 5 jenis dominan pohon di Hutan Adat Hiang 16 8 Nilai indeks penting (INP) 5 jenis dominan tiang di Hutan Adat Hiang 17 9 Nilai indeks penting (INP) 5 jenis dominan pancang di Hutan Adat Hiang 17 10 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Semai di Hutan Adat Hiang 18 11 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Tumbuhan Bawah di Hutan

Adat Hiang 18

12 Nilai Indeks Shannon-wienner dan Evennes di Hutan Adat Hiang 19 13 Manfaat dan nilai ICS 5 jenis tertinggi dan INP 20

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian pemanfaatan tumbuhan berkelanjutan sesuai

kearifan lokal masyarakat adat Hiang 3

2 Ilustrasi petak contoh analisis vegetasi 8

3 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 1 13 4 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 2 14 5 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 3 14 6 Jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan di Hutan Adat Hiang 15 7 Total jumlah individu tumbuhan pada setiap strata pengamatan 16 8 Kategori pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang 20 9 Hubungan jenis dominan pohon terhadap faktor tanah 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kategori Nilai dalam Indeks Kepentingan Budaya 35

2 Indeks Nilai Penting Pohon di Hutan Adat Hiang 39

3 Indeks Nilai Penting Tiang di Hutan Adat Hiang 40

4 Indeks Nilai Penting Pancang di Hutan Adat Hiang 41

5 Indeks Nilai Penting Semai di Hutan Adat Hiang 42

6 Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah di Hutan Adat Hiang 42 7 Nilai Indeks Kepentingan Budaya Jenis Tumbuhan Bermanfaat di Hutan

Adat Hiang 42

(18)

8 Kontribusi jenis dominan terhadap masing-masing komponen 46 9 Keragaman total yang dijelaskan oleh setiap komponen fisik 46 10 Strategi untuk kegiatan sosialisasi tindakan konservasi pada tingkat

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati karena memiliki hutan tropis yang sangat luas. Hutan tropis memiliki vegetasi yang kaya jumlah makhluk hidup, memiliki temperatur yang konstan (Whitmore 1998). Hutan tropis memiliki peranan sangat penting bagi makhluk hidup di dunia, karena memiliki kekayaan jenis yang melimpah dari hutan lainnya.

Sumberdaya hutan Indonesia adalah salah satu yang terbesar di dunia. Hutan tersebut sebagian besar berada di tiga pulau besar yaitu Kalimantan, Sumatera dan Papua. Kondisi ini menggambarkan peran penting pulau-pulau tersebut untuk pembangunan ekonomi dan upaya memakmurkan Indonesia (Aryadi 2012). Hutan hujan tropis yang luas memiliki kekayaan dan potensi, namun sering mendapat gangguan. Smith (1990) mendefinisikan gangguan tersebut sebagai aktivitas dari luar yang bisa mempengaruhi ekosistem, komunitas, populasi, tanah, dan terutama keanekaragaman hayati itu sendiri.

Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Betung Kuning Muaro Air Dua yang selanjutnya dikenal sebagai Hutan Adat Hiang. Hutan adat Hiag adalah salah satu dari hutan adat yang berada di Kabupaten Kerinci. Hutan adat ini merupakan daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) (SK Bupati Kepala Daerah TK II Kerinci No. 226 tahun 1993) .

Keanekaragaman jenis yang dimiliki Indonesia merupakan potensi unggulan seperti produk pertanian yang unggul, untuk memproduksi obat-obatan, kosmetika, zat pewarna dan bahan pengawet. Potensi ini didukung pengetahuan masyarakat tentang khasiat dan kegunaan tumbuhan. Masyarakat Sabang di Pulau Weh telah memanfaatkan 113 jenis tumbuhan sebagai obat (Susiarti 2006). Masyarakat di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu telah memanfaatkan 25 jenis tumbuhan yang digunakan untuk mengusir hama tanaman pertanian (Utami & Haneda 2010). Hariyadi (2011) mengungkapkan masyarakat Serampas Jambi telah memanfaatkan 131 jenis tumbuhan obat. Mairida et al. (2014) melakukan penelitian mengenai kearifan lokal Suku Anak Dalam di Jambi dalam memanfaatkan tumbuhan rotan untuk keperluan rumah tangga dan kerajinan yang bersumber dari Taman Nasional Bukit Duabelas. Iskandar et al. (2003) mengungkapkan masyarakat di desa Cibunar, Sumedang telah memanfaatkan 160 jenis tumbuhan obat. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Dayak Kanayan (Munziri et al. 2013).

(20)

2

officinale, Crepis vesicaria subsp. taraxacifolia dan Sonchus spp., sebagai bahan makanan dan obat (Sabrina & Annalisa 2014).

Selain pemanfaatan dan pengetahuan lokal mengenai tumbuhan. Kajian mengenai struktur dan komposisi dari sumberdaya alam juga perlu dilakukan. Jenis tumbuhan dominan dalam satu kawasan bisa diketahui melalui nilai penting. Tumbuhan dengan nilai penting tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dari tumbuhan lainnya (Ernawati et al. 2013).

Kearifan tradisional masyarakat adat menyimpan kekuatan upaya konservasi sumberdaya hayati. Tradisi pengelolaan secara berkelanjutan, masyarakat sekitar hutan adat juga memiliki upaya-upaya menjaga kelestarian hutan. Kearifan masyarakat adat Hiang dalam memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan belum pernah dipublikasikan, padahal kearifan inilah yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Masyarakat adat yang berada di sekitar hutan adat telah lama memanfaatkan tumbuh-tumbuhan di dalamnya. Masyarakat adat juga memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian hutan adat. Masyarakat meyakini ketika hutan dijaga maka kehidupan mereka akan terjamin. Hal ini dikarenakan mata pencaharian masyarakat adat disana adalah bertani. sehingga dengan menjaga hutan maka ketersedian air akan terjamin dalam mengairi sawah-sawah mereka.

Selanjutnya, ketersediaan data dan informasi kekayaan jenis tumbuhan hutan adat Hiang sangat penting terutama untuk menunjang peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) dan Indeks Kepentingan Budaya (IKB) jenis tumbuhan bermanfaat dalam hutan adat Hiang, Kerinci sehingga dapat mengungkap kearifan masyarakat lokal dalam memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi informasi mengenai Indeks Nilai Penting dan Indeks Kepentingan Budaya jenis tumbuhan bermanfaat dalam hutan adat Hiang, Kerinci. Diharapkan dapat memberi masukan dalam pengambilan keputusan dan pengembangan konservasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci dan masyarakat adat serta pemanfaatan tumbuhan secara berkelanjutan sesuai kearifan lokal masyarakat.

Kerangka Pemikiran

(21)

3

gambaran posisi pohon-pohon di dalam hutan. Profil hutan juga menggambarkan struktur vegetasi jenis-jenis tumbuhan yang ada di dalamnya. Kearifan lokal masyarakat sangat penting dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan tersebut. Pemanfaatan tumbuhan diungkapkan dengan pendekatan Indeks Kepentingan Budaya (IKB). IKB merupakan hasil analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan nilai kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan berguna yang didasarkan pada keperluan masyarakat. INP dan IKB digunakan dalam pengembangan usaha konservasi dan pemanfaatan tumbuhan yang berkelanjutan sesuai kearifan lokal masyarakat. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir penelitian pemanfaatan tumbuhan berkelanjutan sesuai kearifan lokal masyarakat adat Hiang

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Adat Hiang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan pasal 1 UU No. 41 Tahun 1991, sedangkan, Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Hutan adat Hiang adalah salah satu dari hutan adat yang berada di Kabupaten Kerinci. Hutan adat ini merupakan daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) (SK Bupati Kepala Daerah TK II Kerinci No. 226 tahun 1993). Berdasarkan Kongres Masyarakat Adat Nasional I, masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri (Moniaga 2004).

Keanekaragaman flora Indonesia tercermin pada kekayaan jenis hutan-hutan tropik basah. Pada hutan-hutan inilah dapat dijumpai berbagai tumbuhan dan masih belum diketahui pemanfaatannya dan hanya 25% telah dibudidayakan. Hilangnyaberbagai jenis tumbuhan yang belum diketahui dikarenakan kondisi lingkungan berubah dengan cepat (Sastrapradja & Rifai1989). Hutan adat adalah kawasan lindung yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi dan bentuk kehidupan beragam dan mendapat dukungan teknis serta pendampingan berbagai pihak dan terletak di luar batas tetap kawasan pelestarian alam. Hutan adat desa bertujuan memberikan jaminan jangka panjang ketersediaan air dan pelindung kesuburan tanah pedesaan, memperbaiki kondisi mutu dan fungsi tanah, persediaan kultivar liar tanaman budidaya dan kebutuhan lainnya (tumbuhan obat, tumbuhan ritual), perlindungan ex-situ serta meningkatkan apresiasi, tanggung jawab sosial dan kejelasan hak penguasaan dan pengelolaan masyarakat lokal terhadap hutan alam yang berlanjut serta membantu pihak pengelola taman nasional dalam mengamankan zona inti TNKS. Hutan Adat Hiang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kerinci No. 226 Tahun 1994. SK Hutan Adat Hiang ini ditetapkan dalam SK Bersama tiga desa pada waktu itu yaitu Desa Hiang Tinggi, Desa Betung Kuning, dan Desa Muara Air Dua.

Keadaan Geografis

(23)

5

Masyarakat Adat Hiang

Penduduk

Penduduk di Kecamatan Sitinjau Laut di dominasi oleh penduduk usia muda. Perubahan arah perkembangan penduduk yang ditandai dengan kelompok usia muda yang jumlahnya lebih besar dari kelompok penduduk usia tua. Adapun jumlah penduduk Sitinjau Laut tahun 2013 mencapai 14384 jiwa. Jumlah penduduk desa Betung Kuning 721 jiwa, Hiang Tinggi 408 jiwa, Hiang Karya 512 jiwa, dan Hiang Sakti 524 jiwa.

Pendidikan

Pendidikan di Kecamatan Sitinjau Laut sudah mulai dianggap penting oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya sekolah-sekolah yang beraada di Kecamatan Sitinjau Laut. Pada umumnya setiap desa memiliki satu Sekolah Dasar (SD). Saat ini lulusan SD merupakan yang paling dominan di Kecamatan Sitinjau Laut yaitu 1851 jiwa seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat pendidikan masyarakat sekitar Hutan Adat Hiang

Desa Tingkat pendidikan

Kesehatan masyarakat menjadi bagian dalam setiap pembanguanan di suatu daerah. Kecamatan Sitinjau Laut didukung beberapa fasilitas kesehatan seperti Puskesmas induk Kecamatan, serta hampir di setiap desa memiliki pos KB, dan bidan praktek. Selain itu, masyarakat masih memakai jasa dukun/ahli herbal dalam jasa kesehatan.

Agama dan Kepercayaan

Penduduk di Kecamatan Sitinjau Laut merupakan penganut agama Islam. Setiap desa didukung dan difasilitasi dengan rumah ibadah seperti mushola dan masjid. Dalam kegiatan keseharian, masyarakat membentuk kelompok seperti Majelis Taklim, serta mendidik anak-anak di Taman Baca Al-Quran seperti TPA/TPS yang biasanya diadakan pada sore hari menjelang maghrib.

Pertanian

(24)

6

juga banyak diusahakan oleh masyarakat di daerah ini seperti sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik.

Iklim

Hutan Adat Hiang termasuk dalam tipe iklim A atau tergolong dalam iklim sangat basah menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan rata-rata curah hujan 1622 mm/tahun dan rata-rata kelembaban 82.5%. Bulan basah selama 10 bulan dengan curah hujan di atas 100 mm/bulan. Suhu rata-rata minimum 18.30C

dan suhu rata-rata maksimum adalah 28.40C. Data mengenai suhu udara, kelembaban, lama penyinaran, curah hujan dan suhu maksimum dan minimum seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata suhu udara, kelembaban, curah hujan dan suhu maksimum dan minimum tahun 2010 sampai tahun 2014

Bulan Suhu udara(0C) Kelem-

Sumber: BMKG Bandara Depati Parbo Kerinci Tahun 2010 - 2014

Analisis Vegetasi

Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari berupa komunitas tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto 2006).

Vegetasi adalah masyarakat tumbuhan pada suatu daerah dan mudah dikenal dengan penglihatan. Analisis vegetasi bertujuan untuk memperoleh data yang terkait komposisi tumbuhan dan data mengenai penyebaran, jumlah, dan dominasi jenis. Analisis vegetasi berupa Indeks Nilai Penting (INP) dilakukan karena merupakan pencerminan hubungan berbagai faktor lingkungan dengan tumbuhan. Pertumbuhan jenis di hutan bergantung pada vegetasi, sehingga terdapat korelasi antara vegetasi dengan komunitas tumbuhan (Heddy 2012).

(25)

7

merupakan parameter kuantitaif yang dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) jenis-jenis dalam suatu komunitas tumbuhan dalam bentuk Indeks Nilai Penting (Soegianto 1994). Jenis-jenis dominan dalam suatu komunitas akan memiliki nilai penting yang tinggi dalam suatu komunitas, sehingga jenis dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.

Etnobotani

Konsep etnobotani pertama kali dikenalkan pada tahun 1995/1996. Menurut Walujo (2004), etnobotani adalah cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya manusia dengan alam sekitarnya. Dalam hal ini, lebih diutamakan pada persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkup hidupnya. Etnobotani meliputi semua bidang ilmu yang memperhatikan hubungan antara tumbuhan dan masyarakat tradisional (Cotton 1996). Etnobotani berhubungan dengan bidang ilmu seperti taksonomi, nutrisi, fitokimia, palinologi, ekologi, biologi konservasi, sedangkan di bidang sosial diantaranya adalah antropologi, ilmu politik, geografi, ilmu lingkungan ekonomi, psikologi, pilosofi dan lain sebagainya (Anderson et al. 2011).

Ruang lingkup etnobotani dibatasi pada ilmu pengetahuan mengenai persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya di lingkungannya (Walujo 1992). Keanekaragaman jenis tumbuhan secara alami dikelompokkan dalam berbagai kategori di antaranya berdasarkan komoditas untuk berbagai keperluan primer dan sekunder seperti kacangan-kacangan, buah-buahan, pewarna, pakan, kayu dan tanaman hias (Kartikawati 2004).

(26)

8

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di hutan adat Hiang, Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci, Jambi. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari Februari sampai dengan April 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah: Roll meter, Soil tester, Thermohigrometer, Hypsometer, parang, gunting, alat tulis, buku lapangan, lem, pisau, alat perekam suara, kamera.

Bahan yang digunakan adalah tali, pancang, kantong plastik, kertas koran, alkohol 70%, selotip, plastik sampel, tali rafia, dan daftar panduan pertanyaan wawancara.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama studi ekologi, yang mengkaji keterkaitan faktor abiotik dan biotik terhadap jenis tumbuhan di hutan adat Hiang. Tahap kedua adalah studi etnobotani yang mencakup mengenai Index of Cultural Significance (ICS) atau indeks kepentingan budaya yaitu jenis tumbuhan yang memiliki beberapa manfaat bagi masyarakat sekitar, seperti tumbuhan obat dan pengawet makanan.

Karakter Ekologi

Pengumpulan data ekologi menggunakan kombinasi antara metode kuadrat dan transek. Metode ini digunakan untuk mendapatkan komposisi berupa nilai penting suatu tumbuhan. Setiap petak dilakukan identifikasi tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah. Ilustrasi petak contoh dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :

a. Petak ukur 20 m x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon b. Petak ukur 10 m x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiang c. Petak ukur 5 m x 5 m untuk tingkat pertumbuhan sapihan d. Petak ukur 2 m x 2 m untuk tingkat pertumbuhan semai

Gambar 2 Ilustrasi petak contoh analisis vegetasi b

c a

(27)

9

Total transek dibuat berjumlah 4 dengan panjang 1 transek adalah 200 m. Satu transek dibuat 10 plot dengan subplot didalamnya. Total plot dalam penelitian ada 40 plot. Pohon adalah tumbuhan yang berdiameter setinggi dada sama atau lebih dari 20 cm, tiang berdiameter 10 - 19.9 cm, pancang berdiameter kurang dari 10 cm dan tingginya lebih dari 1.50 m, dan semai tingginya kurang dari 1.50 m (Soerianegara & Indrawan 2005). Tingkat pohon dan tiang kemudian dihitung jumlah, kerapatan, frekuensi, dan diameternya untuk memperoleh dominansi jenis. Tingkat pancang dan semai dicatat jenisnya dan jumlahnya. Identifikasi tumbuhan lokal di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI Cibinong.

Profil Hutan

Profil hutan merupakan metode yang digunakan untuk melihat struktur vegetasi secara vertikal dan horizontal lapisan tumbuh-tumbuhan penyusunan hutan (Kartawinata 1984). Pembuatan profil hutan didasarkan posisi pohon, diukur tinggi, diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi kanopi ke tanah. Profil hutan menunjukkan keadaan sebenarnya dari posisi pohon-pohon di dalam hutan. Jumlah plot yang digunakan sebagai profil hutan adalah 3 buah yang berdampingan (20 m x 20 m).

Faktor Edafik

Analisis tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Cimanggu Bogor. Pengambilan contoh tanah untuk menentukan sifat fisik meliputi tekstur tanah (pasir, debu dan liat) dan kimia tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 20-30 cm secara acak. Tanah diambil seberat 1 kg dari 4 titik kemudian dicampur sampai merata sehingga mewakili contoh tanah pada lokasi. Kandungan yang dianalisis adalah C/N ratio, C organik, N, P serta K (Partomihardjo & Joeni 2004).

Studi Etnobotani

Data etnobotani dikumpulkan melalui pendekatan emik dan etik (ilmu pengetahuan). Pendekatan emik untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan. Pengumpulan data pengetahuan masyarakat untuk mengetahui manfaat setiap jenis tumbuhan. Pengumpulan data melalui wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan (observasi). Pendekatan etik dengan melakukan analisis tingkat kepentingan budaya menggunakan Indeks Kepentingan Budaya (IKB)/Index of Cultural Significance (ICS) (Walujo 2004).

Analisis Data Indeks Nilai Penting

(28)

10

Kerapatan Mutlak (KM) jenis i

KM(i) = (ind/ha)

Kerapatan Relatif (KR) jenis i

KR(i) = X %

Frekuensi Mutlak (FM) jenis i

FM(i) = P D X 100%

Frekuensi Relatif (FR) jenis I

FR(i) = F

F X %

Dominansi Mutlak (DM) jenis i

DM(i) = (m2/ha)

Dominansi Relatif (DR) jenis i DR(i) =

D X %

Indeks nilai penting merupakan penjumlahan dari nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif. Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 dan 300% (Odum 1993).

INP(i) = KR + DR + FR untuk tingkat pohon dan tiang, sedangkan untuk tingkat pancang, semai dan tumbuhan bawah INP(i) = KR + FR.

Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman jenis tumbuhan dinyatakan dalam Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (Barbour et al. 1987), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

H’= -∑=1 pi log pi Keterangan :

H’= Indeks Keanekaragaman Shannon – Wienner pi = ni/N

ni = Jumlah nilai penting satu jenis

(29)

11

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit jenis dan jika hanya ada sedikit saja jenis yang dominan. Setelah dilakukan penghitungan kemudian dikelompokkan berdasarkan Tabel 1 (Odum 1993).

Tabel 3 Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Nilai Indeks

Keanekaragaman Kategori

H’≥3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu setiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

2,1≤ H’<3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu setiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas sedang

1,1 ≤H’< 2 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu setiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas rendah.

H’≤1 Keanekaragaman sangat rendah, penyebaran jumlah individu setiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas sangat rendah.

Indeks Kemerataan Jenis Tumbuhan

Tingkat kemerataan atau Evenness Index menunjukkan penyebaran individu dihitung dengan rumus (Odum 1993) dan dikelompokkan berdasarkan Tabel 2 (Magurran 1988).

E =log SH’

Keterangan:

E = Indeks Evennes

H’ = Shannon Index S = Jumlah Jenis

Tabel 4 Kriteria nilai indeks kemerataan (E)

Nilai Indeks Kemerataan Kategori

0.96 - 1 Merata

0.76 – 0.95 Hampir merata

0.51 – 0.75 Cukup merata

0.26 – 0.50 Kurang merata

0.00 – 0.25 Tidak merata

Analisis Komponen Utama

(30)

12

Indeks Kepentingan Budaya

Data etnobotani untuk mengetahui sistem pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan dengan Index of Cultural Significance (ICS). ICS merupakan hasil analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan nilai kepentingan setiap jenis tanaman berguna yang didasarkan pada keperluan masyarakat.

Untuk mendapatkan nilai dalam penghitungan ICS mengikuti (Kodir 2009) kategori nilai dalam ICS pada Lampiran 1. Selanjutnya, dihitung dengan menggunakan rumus yang diformulasikan oleh Turner (1988) dan dikembangkan oleh Purwanto (2007) sebagai berikut:

ICS =

=1

q x i x e

n

i

Keterangan :

ICS = Index of Cultural Significance.

q = Nilai kualitas (Quality Value), dihitung dengan cara memberikan skor atau nilai kualitas dari suatu jenis.

i = Nilai intensitas (Intensity Value), yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari jenis tumbuhan.

e = Nilai ekslusivitas (Exclusivity Value). Tabel 5 Kategori kisaran ICS dalam penelitian

Nilai ICS Kategori Kode

≥20 Tinggi T

10-19.9 Sedang S

1-9.9 Rendah R

Sumber : diadaptasi dari Setyaningrum (2009)

Penentuan nilai kategori strategi tindakan didapat dari nilai tertinggi dan terendah INP dan ICS. Nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dari setiap INP dan ICS. Kemudian, nilai tersebut dibagi menjadi tiga rentangan.

Tabel 6 Penentuan strategi sosialisasi konservasi setiap jenis tumbuhan dengan membandingkan INP dan ICS

Kategori

Strategi Tindakan

INP ICS

Tinggi Rendah Mempertahankan luasan habitat dan meningkatkan

intensitas pemanfaatan jenis

Tinggi/Sedang Tinggi/sedang Mempertahankan luasan habitat dan intensitas pemanfaatan jenis

Rendah Tinggi/Sedang Membudidayakan dan menurunkan intensitas

pemanfaatan jenis

Rendah Rendah Membudidayakan dan dipertahankan intensitas

pemanfaatan jenis

(31)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Profil Hutan

Hutan adat Hiang didominasi oleh pohon-pohon yang memiliki ukuran besar. Struktur hutan membentuk stratifikasi tajuk diakibatkan persaingan dalam suatu komunitas. Stratifikasi pada hutan hujan tropis dibagi manjadi 5 stratum dari atas kebawah. Namun tidak semua hutan hujan tropis memiliki 5 stratum tersebut, sering hanya ada 3 atau 4 stratum saja. Jadi setiap tempat mempunyai ciri khas dengan stratifikasi yang berbeda-beda. Diagram profil ini akan menunjukkan jenis-jenis dominan yang menguasai tajuk teratas dalam naungan pohon di Hutan Adat Hiang.

Dinamika pertumbuhan Ekosistem hutan tropis terjadi seperti persaingan, stratifikasi, dan hubungan ketergantungan. Persaingan tersebut terjadi antara individu-individu dari sesama jenis ataupun dengan jenis yang berbeda namun mempunyai kebutuhan yang sama terhadap hara mineral tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh. Interaksi tersebut membentuk struktur hutan secara vertikal maupun horizontal. Profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa datang, masa kini dan masa lampau. Pohon masa datang adalah anakan pohon yang akan menjadi pohon pada masa yang akan datang sehingga akan menggantikan keberadaan pohon masa kini. Pohon masa kini merupakan pohon yang berada di fase pohon pada saat ini sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi pohon masa lampau. Pohon masa lampau adalah pohon yang telah berada pada fase pohon sebelumnya sehingga akan digantikan oleh pohon masa kini.

No Jenis

7, 33, 34... Santiria tomentosa

8, 35... Glochidion obscurum

(32)

14

Gambar 4 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 2

Gambar 5 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 3

No Jenis

1,10, 11... Canangium odoratum

2, 12... Palaquium rostratum

3, 13,14,15,16,

17... Styrax benzoin

4,18... Santiria tomentosa

5, 19, 20, 21.. Acer laurinum

6, 22, 23... Syzygium pycnanthum

7, 9... Lithocarpus elegans

8... Gironniera subaequalis

No Jenis

1, 14... Lithocarpus elegans

2... Ficus grossulariodes

3... Schima wallichii

4,15,16,17,18,

19,20,21,22 Santiria tomentosa

5,23,24,25,26

27... Palaquium rostratum

6,28, 29,30.... Styrax benzoin

7... Canangium odoratum

8... Cinnamomum petrophilum

9,31,32,33... Alstonia spectabilis

10,34... Altingia excelsa

11... Gironniera subaequalis

12... Syzygium pycnanthum

(33)

15

Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) dan Kayu Klak (Syzygium pycnanthum) merupakan pohon yang paling banyak dijumpai pada saat penggambaran profil hutan. Pohon ini sebagian besar berada pada fase pohon masa kini. Selain itu, pohon ini termasuk kedalam tajuk A yang memiliki ketinggian diatas 30 m (Soerianegara & Indrawan 2005).

Indeks Nilai Penting di Hutan Adat Hiang

Indeks nilai penting jenis menunjukkan nilai ekologi suatu jenis tumbuhan di suatu komunitas tumbuhan. INP merupakan penjumlahan relatif dari nilai-nilai kerapatan, frekuensi dan dominansi jenis. Apabila nilai INP suatu tumbuhan besar maka semakin besar peranan tumbuhan tersebut di dalam ekosistem tempat tumbuhan tersebut berada. Penelitian di Hutan Adat Hiang ditemukan 52 jenis tumbuhan: 32 jenis tingkat pohon, 32 jenis tingkat tiang, 38 jenis tingkat pancang dan 15 jenis tingkat semai dan 8 jenis tumbuhan bawah. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan di Hutan Adat Hiang Gambar 6 menujukkan bahwa masing-masing tingkat pertumbuhan memiliki jumlah jenis yang berbeda-beda. Tingkat pertumbuhan pancang merupakan yang mendominasi jumlah jenis diikuti oleh tingkat tiang, pohon, semai, dan tumbuhan bawah.

Kelimpahan jenis tumbuhan di hutan adat Hiang dominan pada tingkat pancang dari tingkat lainnya. Hal ini dilihat dari banyaknya jumlah individu yang ditemukan pada strata ini (Gambar 7). Pola penyebaran dari Gambar 7 seperti J terbalik. Bentuk ini merupakan kejadian umum pada hutan alam dimana kelas diameter kecil mendominasi areal hutan dan mengalami penurunan pada kelas diameter yang besar (Abdurachman 2008). Bentuk ini menunjukkan bahwa hutan adat Hiang adalah hutan alam.

(34)

16

Gambar 7 Total jumlah individu tumbuhan pada setiap strata pengamatan

a. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon

Tingkat pohon didominansi 5 jenis tumbuhan berdasarkan indeks nilai penting (Tabel 7). Jenis Kayu Klak (Syzygium pycnanthum) memiliki INP tertinggi dari jenis lainnya yaitu sebesar 59.16% kemudian Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans) dengan nilai INP sebesar 46.37%.

Tabel 7 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan pohon di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% DR% INP% Kayu Klak Syzygium pycnanthum 46.88 20.89 11.93 26.34 59.16 Tabilik Tenda Lithocarpus elegans 36.88 16.43 13.64 16.30 46.37 Kayu Pandan Altingia excelsa 18.13 8.08 8.52 8.11 24.71 Bedin Kapareh Santiria tomentosa 16.25 7.24 6.25 10.01 23.50 Kayu Kijang Styrax benzoin 27.50 12.26 5.68 3.98 21.92

Kelima jenis diatas merupakan yang memiliki peranan besar dalam ekosistem tumbuhan di Hutan Adat Hiang pada tingkat pohon. Selanjutnya Petai imbo (Archidendron clypearia), Balang tinggai (Palaquium obovatum) dan Talibuik memiliki nilai INP terendah yaitu sebesar 1.05%. Nilai INP beserta K, F dan D dari 32 jenis untuk tingkat Pohon pada Lampiran 2.

Tingkat pohon di Hutan Adat Hiang terdapat 32 jenis tumbuhan terdiri 20 Famili. Famili Moraceae paling banyak ditemukan 19% dengan 6 jenis tumbuhan yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu Bedin Paoh (Ficus grossulariodes), Kayu Trok (Artocarpus altilis),

Temedak Imbo (Artocarpus sp). Famili yang paling sedikit ditemukan jenisnya seperti Altingiacecae, Myrtaceae dan lain sebagainya. Selanjutnya famili-famili yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 2.

b. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang

(35)

17

Tabel 8 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan tiang di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% DR% INP% Bedin Kapareh Santiria tomentosa 145.00 17.37 13.57 15.93 46.86 Tabilik Tenda Lithocarpus elegans 102.50 12.28 11.06 13.43 36.76 Kayu Kijang Styrax benzoin 100.00 11.98 10.55 9.39 31.92 Kayu Pandan Altingia excelsa 77.50 9.28 9.05 9.15 27.47 Kayu Klak Syzygium pycnanthum 77.50 9.28 7.54 8.14 24.95

Dominansi untuk tingkat tiang berikutnya adalah Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) yang memiliki INP sebesar 36.76% dan yang terendah adalah kayu Trok (Artocarpus Altilis) dan Kayu Tula (Artocarpus sp) dengan INP sebesar 1.13%. Nilai INP 32 jenis untuk tingkat Tiang pada Lampiran 3.

Tingkat tiang terdapat 32 jenis tumbuhan terdiri 22 Famili. Famili Moraceae merupakan paling banyak ditemukan 13% (4 jenis tumbuhan) yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), dan Kayu Trok (Artocarpus altilis). Famili yang sedikit ditemukan adalah Altingiacecae,

Myrtaceae, Styracaceae dan lain sebagainya hanya 3%. Selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah beserta K, F dan D pada Lampiran 3.

c. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang

Tingkat Pancang ditemukan 38 jenis tumbuhan. Jenis Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) memiliki nilai INP tertinggi dari jenis lainnya yaitu sebesar 45.63%, Bedin Kapareh memiliki peranan yang besar dari jenis lainnya pada tingkat pancang. Kayu Kijang(Styrax benzoin) memiliki nilai INP 22.65%.

Tabel 9 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan pancang di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Bedin Kapareh Santiria tomentosa 1460.00 0.04 15.58 45.63 Kayu Kijang Styrax benzoin 680.00 13.99 8.66 22.65 Kayu Marne Glochidion obscurum 370.00 7.61 9.52 17.14 Kulit Manis Imbo Cinnamomum petrophyllum 420.00 8.64 8.23 16.87 Kayu Balang Palaquium rostratum 250.00 5.14 6.06 11.20

Tingkat pancang yang terendah adalah Bedin Talampo, Kayu Tutaup dan Bungo Tanjung dengan nilai INP 0.64%. Berikut nilai beserta K, F, dan INP 36 jenis tumbuhan untuk tingkat Pancang pada Lampiran 4. Tingkat Pancang di Hutan Adat Hiang terdiri atas 38 jenis tumbuhan dari 24 Famili. Famili Moraceae merupakan paling banyak ditemukan 17% dengan 6 jenis tumbuhan yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu Bedin Paoh (Ficus grossulariodes), Kayu Trok (Artocarpus altilis), Temedak

Imbo (Artocarpus sp). Famili sedikit ditemukan adalah Altingiaceae, Myrtaceae, Styracaceae dan beberapat famili lainnya yaitu 3%. Selanjutnya famili-famili tersebut nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 4.

d. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai

(36)

18

nilai INP terbesar dari jenis lainnya yaitu 61.53% (Tabel 9). Jenis-jenis yang memiliki nilai INP terendah pada tingkat ini adalah Lithocarpus elegans, Hancea penangensis, Toona sureni, Archidendron clypearia dan Lasianthus cf. Scabridus yang memiliki nilai INP 1.80%. Selanjutnya, nilai K, F, dan INP 12 jenis tumbuhan untuk tingkat semai pada Lampiran 5.

Tabel 10 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Semai di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Uta Calamus marginatus 4875.00 28.68 32.86 61.53 Kulit Manis Imbo Cinnamomum petrophyllum 4812.50 28.31 22.86 51.17 Boa Salacca zalacca 1687.50 9.93 8.57 18.50 Bedin Kapareh Santiria tomentosa 1625.00 9.56 7.14 16.70 Kayu Marne Glochidion obscurum 1250.00 7.35 8.57 15.92

Tingkat semai di Hutan Adat Hiang terdapat 15 jenis tumbuhan terdiri atas 11 Famili. Famili Moraceae merupakan yang paling banyak ditemukan 17% dengan 2 jenis tumbuhan yaitu Kayu trok (Artrocarpus altilis), dan Temedak imbo (Artrocarpus sp). Famil-famili lainnya ditemukan yaitu 4%. Famili-famili yang ditemukan pada tingkat ini selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 5.

e. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah

Tumbuhan Bawah didominasi oleh jenis Sapidin Imbo (Freycinetia banksii). Tumbuhan ini memiliki peranan besar dalam komunitas tumbuhan pada tingkat semai tumbuhan bawah karena memiliki nilai INP terbesar dari jenis lainnya yaitu 93.43%. Jenis-jenis yang memiliki nilai INP terendah pada tingkat ini adalah Cafe (Lasianthus densiflorus) yang memiliki nilai INP 7.82%. Selanjutnya, nilai K, F, dan INP 8 jenis tumbuhan bawah pada Lampiran 6.

Tabel 11 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Tumbuhan Bawah di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Sapidin Imbo Freycinetia banksii 5062.50 52.26 41.18 93.43 Daun Paku Imbo Angiopteris evecta 1750.00 18.06 5.88 23.95 Bungo Imbo Phyllagathis rotundifolia 937.50 9.68 11.76 21.44 Pakau Imbo Selaginella sp 562.50 5.81 11.76 17.57 Keladi Imbo Alocasia sp 812.50 8.39 5.88 14.27

Tumbuhan bawah di Hutan Adat Hiang terdapat 8 jenis tumbuhan terdiri atas 18 famili. Famili Arecaceae merupakan yang paling banyak ditemukan 37% dengan 4 jenis tumbuhan yaitu Pinang Imbo (Pinanga patula), Rotan (Calamus marginatus), Boa ( Salacca zalacca), dan Kpa (Liquala spinosa). Famil-famili lain ditemukan yaitu 4%. Famili-famili yang ditemukan pada tumbuhan bawah ini selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 6.

(37)

19

menyebar merata. Variasi nilai indeks keanekaragaman pada berbagai tingkatan vegetasi yang terjadi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik tempat tumbuh dan aktivitas yang berlangsung didalam komunitas hutan tersebut. Selanjutnya indeks Shannon-wienner dan Evennes di Hutan Adat Hiang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai Indeks Shannon-wienner dan Evennes di Hutan Adat Hiang

Tingkat tumbuh H’ E

Pohon 3.47 0.80

Tiang 3.47 0.83

Pancang 3.64 0.80

Semai 2.71 0.74

Tumbuhan bawah 2.08 0.81

Nilai keanekaragaman jenis tertinggi adalah pada tingkat pancang dengan

nilai (H’) 3.64 dan tumbuhan bawah memiliki nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 2.08. berdasarkan nilai keanekaragaman jenis ini diketahui bahwa keanekaragaman hayati jenis tumbuhan di Hutan Adat Hiang ini termasuk kedalam kategori tinggi. Nilai kemerataan jenis (E) tertinggi terdapat pada tingkat tiang dengan nilai 0.83, sedangkan semai memiliki nilai terendah 0.74. Berdasarkan nilai Evennes indeks kemerataan jenis di Hutan Adat Hiang ini menyebar merata. Bruineg (1995) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis berhubungan dan dibatasi kondisi tanah dimana terdapat zona perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.

Indeks Kepentingan Budaya

(38)

20

Gambar 8 Kategori pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang

Selanjutnya, pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang, nama lokal, nama ilmiah dan nilai ICS pada Lampiran 5. Berikut 5 nilai ICS tertinggi di Hutan Adat Hiang dan nilai INP dari jenis-jenis tersebut.

Tabel 13 Manfaat dan nilai ICS 5 jenis tertinggi dan INP

Nama lokal Nama ilmiah Kegunaan ICS INP

Kayu Kijang Styrax benzoin Getah untuk kemenyan, bahan bangunan, kayu bakar.

27 21.92

Kayu Pandan Altingia excelsa Getah untuk kemenyan, ritual adat, bahan bangunan

25 24.71

Tabilik Tenda Lithocarpus elegans Bahan bangunan, kayu bakar. 20 46.37 Kayu Pulai Alstonia scholaris Untuk dijadikan bingkai, kayu

bakar

Principal Component Analysis (PCA) digunakan dalam analisis hubungan jenis dominan dengan foktor lingkungan (kondisi fisik dan kimia tanah). Hasil analisis komponen utama dengan grafik Biplot. Meskipun semua variabel tidak mempengaruhi semua jenis tumbuhan tetapi masing-masing jenis dipengaruhi oleh variabel yang berbeda. Berikut adalah hasil PCA yang diperoleh dari 5 jenis tumbuhan dominan dengan faktor tanah (Gambar 7).

Gambar 7, menunjukkan bahwa Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) variabel yang memengaruhi adalah C/N, H2O, C dan N. Keempat variabel tersebut

yang paling mengarah ke arah jenis ini. Untuk jenis Kayu Pandan (Altingia excelsa) variabel yang paling memengaruhi adalah P2O5, dan liat. Pada kuadran

empat ada jenis Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans) yang memengaruhi adalah variabel pasir. Untuk kayu Klak (Syzygium pycnanthum) yang paling memengaruhi adalah KCl, debu dan K2O karena ketiga variabel tersebut vektor

(39)

21

Pembahasan

Habitat Jenis Dominan

Tumbuhan dominan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan hutan, sehingga mempunyai peluang yang besar dalam menjaga kelestariannya di hutan. Tumbuh-tumbuhan tersebut seperti Kayu Klak (Syzygium pycnanthum), Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans), Kayu Pandan (Altingia excelsa), Kayu Kijang (Styrax benzoin) dan Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) yang keberadaan jenis melimpah membuat tumbuh-tumbuhan ini akan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Santiria tomentosa merupakan tumbuhan yang dapat mencapai ketinggian pohon hingga 50 m dengan diameter 86 cm. Biasanya hidup pada tanah berpasir, tetapi juga di tanah liat dan kadang-kadang pada batu kapur. Kayu digunakan untuk konstruksi dalam ruangan. Buah tumbuhan ini dapat dimakan, dan digunakan untuk menghasilkan minyak nabati.

Altingia excelsa adalah pohon hutan yang dapat tumbuh sangat tinggi, mencapai 40 hingga 60 meter. Pohon ini bernilai ekonomi karena memiliki kayu yang kuat dan menghasilkan damar yang berbau harum dan menjadi bahan campuran pengharum ruangan. Palaquium rostratum memiliki ketinggian hingga 55 m dengan diameter 119 cm. Batang biasanya memiliki getah putih. Tumbuh

Biplot (axes F1 and F2: 70.00 %)

(40)

22

perabotan dan panel. Buah Palaquium rostratum dapat dimakan dan digunakan untuk mengekstrak lemak untuk memasak.

Hutan Adat Hiang berdasarkan indeks Shannon-Wienner dan Evennes memiliki keanekaragaman tinggi serta penyebaran yang merata setiap jenis individu serta memiliki kestabilan yang tinggi pada komunitas. Kenaikan keanekaragaman lokal berhubungan erat dengan sifat-sifat tanah dan iklim mikro, naik turunnya intensitas penyinaran cahaya matahari, curah hujan, suhu dan pembagian hara tanah anatara tanah dan vegetasi lebih besar di hutan tropis (Irwan 1996). Variasi nilai indeks keanekaragaman pada berbagai tingkatan vegetasi yang terjadi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik tempat tumbuh dan aktivitas yang berlangsung didalam komunitas hutan tersebut. Perubahan kondisi keanekaragaman jenis tumbuhan terjadi karena peran serta manusia dan gejala alam yang memengaruhi vegetasi dan kondisi lahan di Hutan Adat Hiang secara keseluruhan. Keberadaan masyarakat lokal sangat penting terutama perannya sebagai salah satu komponen dari kawasan tersebut. Berdasarkan nilai Evennes indeks kemerataan jenis di Hutan Adat Hiang ini menyebar merata. Bruineg (1995) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis berhubungan dan dibatasi kondisi tanah dimana terdapat zona perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.

Dinamika pertumbuhan didasarkan prinsip-prinsip ekologis yang memberi kontribusi kepada sifat tegakan seperti suksesi, persaingan, toleransi, dan konsep zona optimum. Suksesi tumbuhan merupakan penggantian suatu komunitas tumbuhan oleh yang lain (Daniel 1987). Hal ini dapat terjadi pada tahap integrasi lambat ketika tempat tumbuh mula-mula sangat keras sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuh diatasnya atau suksesi bisa cepat ketika komunitas dirusak oleh suatu faktor seperti api, banjir, atau epidemi serangga dan diganti dengan yang lain.

Kerusakan hutan karena penebangan liar merupakan salah satu sebab yang dapat merusak vegetasi secara cepat karena tidak diiringi dengan penanaman kembali pohon-pohon yang telah diambil atau ditebang. Kayu Klak (Syzygium pycnanthum),Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans), Kayu Pandan (Altingia excelsa), yang dominan saat ini bisa diganti oleh tingkat tiang dan semai yang dominan saat ini yaitu Kayu Kijang (Styrax benzoin), Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) dan Kulit Manis Imbo (Cinnamomum petrophilum). Hal ini terjadi karena lebih memilih menebang di tingkat pohon daripada tingkat tiang dan semai.

(41)

23

Keterkaitan INP dan ICS

Masyarakat Indonesia yang memiliki sumber daya hutan yang sangat luas telah memanfaatkan tumbuhan yang ada di dalamnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tumbuhan hutan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena disana tersedia berbagai sumber makanan. Hasil penelitian (Yeni et al. 2015) di Desa Sebangun Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas, tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pangan berjumlah 33 jenis. Sedangkan (Juliana et al. 2013) melaporkan ada 47 jenis tumbuhan berpotensi sebagai sumber pangan yang bisa dimanfaat oleh masyarakat di Gunung Peramas Desa Pangkalan Buton Kabupaten Kayong Utara. Sementara masyarakat sekitar hutan Tembawang Desa Nanga Kompi Kecamatan Nanga Sayan Kabupaten Malawi telah memanfaatkan 92 jenis tumbuhan untuk kehidupan sehari (Dasman et al. 2015). Sebanyak 60 jenis tumbuhan berpotensi sebagai tumbuhan obat yang digunakan masyarakat suku Dayak Seberuang di Kawasan Hutan Desa Ensabang Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang (Takoy 2013). Ada 9 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Rongkong untuk bahan bangunan (Wartika et al. 2013). Dengan demikian hutan merupakan sumber daya yang potensial bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam menjaga lingkungan sangat penting. Pemanfaatan lingkungan hutan yang arif dalam pengelolaan yang tepat akan memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi kehidupan penduduknya (Senoaji, 2010). Pemanfaatan sumberdaya alam tergantung pengetahuan masyarakat terhadap jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat tersebut misalnya pemanfaatan buah-buahan yang bisa dikonsumsi, di Hutan tembawang Desa Setia Jaya kabupaten Bengkayang diketahui masyarakat telah memanfaatkan 25 jenis buah yang bisa dikonsumsi (Kurniawati 2015).

Pemanfaatan tumbuhan yang dominan biasanya digunakan untuk kepentingan bersama seperti membangun rumah ibadah yaitu masjid, mushola, rumah adat atau acara ritual adat yang memerlukan bahan-bahan bagian dari tumbuhan yang berada di kawasan Hutan Adat Hiang. Acara seperti ini menjadi kegiatan masyarakat untuk masuk ke dalam kawasan hutan dan memanfaatkan hasil hutan yang ada didalamnya. Biasanya sebelum masuk ke hutan masyarakat akan meminta izin kepada tokoh adat yang menjadi penanggung jawab menjaga hutan adat, setelah mendapat izin baru mereka masuk ke dalam hutan.

Aliran pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan sangat penting karena yang memiliki ilmu sudah berusia lanjut. Jika hal ini terus berlangsung maka akan terjadi pemutusan aliran ilmu. Hasil penelitian Rasna (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui manfaat tumbuhan yang ada di sekitar mereka. Vegetasi hutan sekunder yang jarang dijamah oleh masyarakat sejak penetapan SK pada tahun 1994 oleh pemerintah membuat masyarakat takut untuk masuk kawasan kecuali jika memiliki keperluan bersama. Vegetasi di kawasan di Hutan Adat Hiang didominasi oleh pohon-pohon besar sehingga pemanfaatannya lebih dimaksimalkan pada bahan bangunan. Beberapa kategori pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Hutan Adat Hiang (Gambar 5).

(42)

24

masyarakat. Kemenyan dari kedua jenis ini biasanya diambil oleh masyarakat yang masuk kedalam Hutan Adat Hiang dengan melihat sisi yang telah terluka, baik secara alami ataupun yang sengaja dilukai pada bagian batang pohon tersebut. Goresan alami atau gesekan antar batang pohon akan mengeluarkan kemenyan lebih banyak daripada goresan yang sengaja dibuat oleh manusia.

Masyarakat yang masuk ke dalam hutan akan melukai bagian dari sisi pohon biasanya akan ditinggal dan diambil beberapa hari kemudian jika masyarakat kembali masuk hutan. Selain itu kedua tumbuhan ini merupakan kayu keras sehingga sering digunakan untuk tiang bahan bangunan.

a. Bahan Bangunan

Sebagian besar pohon-pohon yang berada di Hutan Adat Hiang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan seperti tiang/rangka rumah diantaranya adalah sebagai berikut, kayu Ficus sp., Altingia excelsa, Santiria tomentosa, Styrax benzoin, Palaquium rostratum, Lithocarpus, Palaquium, Artocarpus sp., Ficus grossulariodes, Toona sp., Abroma augusta., Cinnamomum petrophilum, Quercus gemelliflora, Liquala spinosa. Tumbuhan-tumbuhan ini belum ada pembudidayaan yang dilakukan oleh masyarakat di kebun atau di sekitar pemukiman.

Pengambilan kayu-kayu untuk bahan bangunan rumah dulu masih sedikit

karena penduduk masih tinggal di rumah adat yang dikenal sebagai “Rumah larik panjang” dimana rumah tersebut dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Alat-alat yang digunakan saat menebang pohon masih sederhana yaitu kapak, gergaji dan parang. Namun saat ini pengambilan kayu dalam hutan mengalami peningkatan dengan alat yang semakin modern seperti gergaji mesin.

Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan di hutan adat Hiang biasaya berukuran besar. Tidak ada syarat khusus harus berdiameter besar, tetapi mereka secara langsung bisa menilai bahwa tumbuhan tersebut bisa dimanfaatkan. Pada umumnya mereka akan memilih pohon yang tegak sendiri agak jauh dari pohon lain. Hal ini dikarenakan pohon yang ditebang tersebut, tidak boleh menimpa pohon-pohon lainnya.

Masyarakat adat hanya memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan bangunan sekali dalam beberapa tahun saja. Hal ini dikarenakan kayu yang mereka ambil sebagai bahan bangunan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama. Demikian, tumbuh-tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan bisa terjaga kelestariannya.

b. Tumbuhan Obat

(43)

25

Masyarakat sekitar kawasan sebagian besar masih menggunakan ramuan atau herbal tradisional dalam menjaga kesehatan atau berobat diantaranya yang dimanfaatkan di dalam Hutan Adat Hiang adalah Semantung (Ficus sp.),Telabuik (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu Anak (Mangifera griffithii), Pinang Imbo (Pinanga patula), Keladi Imbo (Alocasia sp) tumbuhan ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat setelah berkonsultasi ke dukun (ahli obat tradisonal). Sebagian besar tumbuhan-tumbuhan yang ada dimanfaatkan secara ekstrak kasar. Pemanfaatan obat-obatan memang biasanya adalah tumbuhan herba, dan berada di sekitar pemukiman masyarakat.

c. Kerajinan

Kehidupan modern saat ini tidak membuat masyarakat melupakan kerajinan tradisional dalam pemenuhan alat rumah tangga. Beberapa masyarakat masih menggunakan alat tradisional dalam melakukan aktifitas seperti Jangki (alat angkut tradisional wanita) digunakan untuk membawa peralatan makanan/bekal ke sawah dan ladang. Tumbuhan-tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kerajinan adalah Pulai (Alstonia scholaris), Kayu Trok (Artocarpus altilis), Rotan (Calamus marginatus), Boa (Salacca zalacca). Pemanfaatan sebagai bahan kerajinan memang sudah jarang digunakan oleh masyarakat semenjak adanya peralatan modern yang ada akhir-akhir ini. Masyarakat mulai meninggalkan kerajinan tradisional yang sudah turun temurun.

Pemanfaatan saat ini memang lebih pada Calamus marginatus. yang memang merupakan jenis yang paling tinggi pemanfaatannya oleh hampir semua suku tradisional di Indonesia. Rotan sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya oleh masyarakat di Sungai Tapa, Jambi yang memanfaatkannya sebagai kerajinan (Rahayu et al. 2007). Selain itu pemanenan rotan tidak mengenal musim seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Alu Kabupaten Polman kecuali pada saat intensitas hujan tinggi (Asrianny 2012).

d. Ritual/Adat

Kegiatan adat di masyarakat masih kental dilakukan seperti kenduri sko (syukuran panen berlimpah) biasanya masyarakat menggunakan beberapa tumbuhan/ bagian tumbuhan untuk melengkapi acara tersebut. Hal serupa juga dilakukan oleh masyarakat adat Rongkong yang memiliki ritual seperti upacara pesta panen dan memanfaatkan 6 jenis tumbuhan didalamnya (Wartika et al. 2013). Sedangkan masyarakat hiang diantaranya adalah Kayu Pandan (Altingia excelsa), Kijang (Styrax benzoin), Balang Tinggai (Palaquium obovatum), Pinang Imbo (Pinanga patula). Salah satu pohon yang menghasilkan getah berupa kemenyan adalah Kayu Pandan (Altingia excelsa), Kijang (Styrax benzoin),. dimana kedua ini merupakan pohon yang ada di Hutan Adat dan belum ada pembudidayaan oleh masyarakat sekitar. Biasanya para dukun/ahli pengobatan tradisioal yang masuk ke dalam hutan dan mengumpulkan getah tersebut.

(44)

26

merupakan pohon dominan. Selain hal tersebut yang menjadikan pohon ini terjaga kelestariaannya adalah sudah ada produk kemenyan dijual di pasar. Sehingga intensitas untuk pohon-pohon penghasil kemenyan tetap terjaga. Pemanfaatan tumbuhan yang digunakan sebagai bahan ritual sudah banyak didokumentasikan dibeberapa suku di Indonesia. Suku Kaili Lauje telah memanfaatkan 14 jenis untuk kegiatan adat, suku Bugis memanfaatkan 12 jenis (Mirawati 2014). Suku Melayu di Kabupaten Landak telah memanfaatkan 23 jenis tumbuhan (Hasanah et al. 2014).

e. Kayu Bakar/Arang

Kebutuhan kayu bakar setiap hari sebagian diambil dari hutan. Jenis tumbuhan pada Hutan Adat Hiang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan dijadikan arang diantaranya adalah Ficus sp., Santiria tomentosa, Styrax benzoin, Palaquium rostratum, Glochidion obscurum, Lithocarpus elegans, Alstonia scholaris, Hancea, Acer laurinum., Lasianthus cf. Scabridus, Elaeocarpus sp. Palaquium calophyllum, Alstonia spectabilis, Mallotus sp., Castanopsis sp., Lithocarpus elegans, Adinandra borneensis, Artocarpus sp., Archidendron clypearia., Pittosporum ferrugineum, Quercus gemelliflora, Gironniera subaequalis, Adinandra acuminata, Schima wallichii. Pada umumnya masyarakat sekitar hutan adat menggunakan semua jenis kayu yang sudah dikeringkan sebagai kayu bakar namun yang paling disukai adalah anakan-anakan tingkat pancang dan tiang hal ini dikarenakan ukuran tumbuhan yang kecil dan mudah untuk dipotong dan dibawa pulang ke rumah.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai kayu bakar merupakan hal yang biasa digunakan oleh sebagian masyarakat di Indonesia yang mendiami daerah sekitar hutan, misalnya suku Dani di lembah Baliem Papua yang memanfaatkan 17 jenis tumbuhan sebagai kayu bakar (Arobaya & Freddy 2007). Pada masa-masa awal dan setelah dikukuhkan Hutan Adat ini masyarakat masih memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan sebagai arang dan dijual oleh masyarakat sekitar. Ini juga dijadikan sabagai mata pencaharian oleh sebagian masyarakat. Setelah pengukuhan Hutan Adat dan dilarang oleh pemerintah menebang pohon-pohon tersebut maka masyarakat beramai-ramai meninggalkannya.

Seiring berkembangnya zaman, dengan adanya sumber bahan bakar modern seperti minyak tanah dan gas. Masyarakat saat ini telah beralih menggunakan bahan bakar tersebut. Hal ini telah ditinggalkan masyarakat sejak penetapan hutan adat Hiang oleh SK Bupati Kerinci. Dengan demikian dengan beralihnya masyarakat ke bahan bakar modern ini, maka tumbuh-tumbuhan tersebut bisa tetap terjaga kelestariannya.

Hubungan antara Kondisi Vegetasi dengan Faktor Lingkungan

Hasil analisis komponen utama dengan grafik Biplot. Meskipun semua variabel tidak mempengaruhi semua jenis tumbuhan tetapi masing-masing jenis dipengaruhi oleh variabel yang berbeda. Variabel pasir, liat, debu dan H2O

memiliki nilai keragaman yang paling besar daripada nilai keragaman dari variabel lain. Hal ini dikarenakan keempat variabel tersebut mempunyai vektor variabel yang paling panjang (Gambar 9). Ini berarti persentase tumbuhan terhadap faktor lingkungan (tanah) yang mengandung pasir, liat, debu dan H2O

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian pemanfaatan tumbuhan berkelanjutan sesuai
Tabel 2  Rata-rata suhu udara, kelembaban, curah hujan dan suhu maksimum dan
Gambar 2 Ilustrasi petak contoh analisis vegetasi
Tabel 6 Penentuan strategi sosialisasi konservasi setiap jenis tumbuhan dengan membandingkan INP dan ICS
+7

Referensi

Dokumen terkait