• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Profil Hutan

Hutan adat Hiang didominasi oleh pohon-pohon yang memiliki ukuran besar. Struktur hutan membentuk stratifikasi tajuk diakibatkan persaingan dalam suatu komunitas. Stratifikasi pada hutan hujan tropis dibagi manjadi 5 stratum dari atas kebawah. Namun tidak semua hutan hujan tropis memiliki 5 stratum tersebut, sering hanya ada 3 atau 4 stratum saja. Jadi setiap tempat mempunyai ciri khas dengan stratifikasi yang berbeda-beda. Diagram profil ini akan menunjukkan jenis-jenis dominan yang menguasai tajuk teratas dalam naungan pohon di Hutan Adat Hiang.

Dinamika pertumbuhan Ekosistem hutan tropis terjadi seperti persaingan, stratifikasi, dan hubungan ketergantungan. Persaingan tersebut terjadi antara individu-individu dari sesama jenis ataupun dengan jenis yang berbeda namun mempunyai kebutuhan yang sama terhadap hara mineral tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh. Interaksi tersebut membentuk struktur hutan secara vertikal maupun horizontal. Profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa datang, masa kini dan masa lampau. Pohon masa datang adalah anakan pohon yang akan menjadi pohon pada masa yang akan datang sehingga akan menggantikan keberadaan pohon masa kini. Pohon masa kini merupakan pohon yang berada di fase pohon pada saat ini sehingga dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi pohon masa lampau. Pohon masa lampau adalah pohon yang telah berada pada fase pohon sebelumnya sehingga akan digantikan oleh pohon masa kini.

No Jenis 1... Santiria tomentosa 2, 15,16,17,18 19,20,21... Syzygium pycnanthum 3... Gironniera subaequalis 4,22, 23,24, 25 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32... Toona sureni 5... Cinnamomum petrophilum 6... Adinandra acuminata 7, 33, 34... Santiria tomentosa 8, 35... Glochidion obscurum 9... Altingia excelsa 10... Artocarpus sp 11... Palaquium rostratum 12... 13... Ficus grossulariodes Styrax bezoin 14,36,37,38,39 Lithocarpus elegans

14

Gambar 4 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 2

Gambar 5 Profil Horizontal dan Vertikal di Hutan Adat Hiang pada Plot 3

No Jenis 1,10, 11... Canangium odoratum 2, 12... Palaquium rostratum 3, 13,14,15,16, 17... Styrax benzoin 4,18... Santiria tomentosa 5, 19, 20, 21.. Acer laurinum 6, 22, 23... Syzygium pycnanthum 7, 9... Lithocarpus elegans 8... Gironniera subaequalis No Jenis 1, 14... Lithocarpus elegans 2... Ficus grossulariodes 3... Schima wallichii 4,15,16,17,18, 19,20,21,22 Santiria tomentosa 5,23,24,25,26 27... Palaquium rostratum 6,28, 29,30.... Styrax benzoin 7... Canangium odoratum 8... Cinnamomum petrophilum 9,31,32,33... Alstonia spectabilis 10,34... Altingia excelsa 11... Gironniera subaequalis 12... Syzygium pycnanthum 13... Castanopsis sp

15

Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) dan Kayu Klak (Syzygium pycnanthum) merupakan pohon yang paling banyak dijumpai pada saat penggambaran profil hutan. Pohon ini sebagian besar berada pada fase pohon masa kini. Selain itu, pohon ini termasuk kedalam tajuk A yang memiliki ketinggian diatas 30 m (Soerianegara & Indrawan 2005).

Indeks Nilai Penting di Hutan Adat Hiang

Indeks nilai penting jenis menunjukkan nilai ekologi suatu jenis tumbuhan di suatu komunitas tumbuhan. INP merupakan penjumlahan relatif dari nilai-nilai kerapatan, frekuensi dan dominansi jenis. Apabila nilai INP suatu tumbuhan besar maka semakin besar peranan tumbuhan tersebut di dalam ekosistem tempat tumbuhan tersebut berada. Penelitian di Hutan Adat Hiang ditemukan 52 jenis tumbuhan: 32 jenis tingkat pohon, 32 jenis tingkat tiang, 38 jenis tingkat pancang dan 15 jenis tingkat semai dan 8 jenis tumbuhan bawah. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan di Hutan Adat Hiang Gambar 6 menujukkan bahwa masing-masing tingkat pertumbuhan memiliki jumlah jenis yang berbeda-beda. Tingkat pertumbuhan pancang merupakan yang mendominasi jumlah jenis diikuti oleh tingkat tiang, pohon, semai, dan tumbuhan bawah.

Kelimpahan jenis tumbuhan di hutan adat Hiang dominan pada tingkat pancang dari tingkat lainnya. Hal ini dilihat dari banyaknya jumlah individu yang ditemukan pada strata ini (Gambar 7). Pola penyebaran dari Gambar 7 seperti J terbalik. Bentuk ini merupakan kejadian umum pada hutan alam dimana kelas diameter kecil mendominasi areal hutan dan mengalami penurunan pada kelas diameter yang besar (Abdurachman 2008). Bentuk ini menunjukkan bahwa hutan adat Hiang adalah hutan alam.

32 32 38 15 8 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pohon Tiang Pancang Semai Tumbuhan Bawah Ju m lah J en is Tingkat Tumbuh

16

Gambar 7 Total jumlah individu tumbuhan pada setiap strata pengamatan

a. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon

Tingkat pohon didominansi 5 jenis tumbuhan berdasarkan indeks nilai penting (Tabel 7). Jenis Kayu Klak (Syzygium pycnanthum) memiliki INP tertinggi dari jenis lainnya yaitu sebesar 59.16% kemudian Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans) dengan nilai INP sebesar 46.37%.

Tabel 7 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan pohon di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% DR% INP% Kayu Klak Syzygium pycnanthum 46.88 20.89 11.93 26.34 59.16 Tabilik Tenda Lithocarpus elegans 36.88 16.43 13.64 16.30 46.37 Kayu Pandan Altingia excelsa 18.13 8.08 8.52 8.11 24.71 Bedin Kapareh Santiria tomentosa 16.25 7.24 6.25 10.01 23.50 Kayu Kijang Styrax benzoin 27.50 12.26 5.68 3.98 21.92

Kelima jenis diatas merupakan yang memiliki peranan besar dalam ekosistem tumbuhan di Hutan Adat Hiang pada tingkat pohon. Selanjutnya Petai imbo (Archidendron clypearia), Balang tinggai (Palaquium obovatum) dan Talibuik memiliki nilai INP terendah yaitu sebesar 1.05%. Nilai INP beserta K, F dan D dari 32 jenis untuk tingkat Pohon pada Lampiran 2.

Tingkat pohon di Hutan Adat Hiang terdapat 32 jenis tumbuhan terdiri 20 Famili. Famili Moraceae paling banyak ditemukan 19% dengan 6 jenis tumbuhan yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu Bedin Paoh (Ficus grossulariodes), Kayu Trok (Artocarpus altilis),

Temedak Imbo (Artocarpus sp). Famili yang paling sedikit ditemukan jenisnya seperti Altingiacecae, Myrtaceae dan lain sebagainya. Selanjutnya famili-famili yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 2.

b. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang

Tingkat Tiang pada Hutan Adat Hiang dominansi oleh Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) memiliki nilai INP tertinggi dari jenis lainnya yaitu sebesar 46.86% 17000 4860 835 224,38 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000

Semai Pancang Tiang Pohon

K er a pa ta ( Ind /ha ) Strata pertumbuhan

17

Tabel 8 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan tiang di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% DR% INP% Bedin Kapareh Santiria tomentosa 145.00 17.37 13.57 15.93 46.86 Tabilik Tenda Lithocarpus elegans 102.50 12.28 11.06 13.43 36.76 Kayu Kijang Styrax benzoin 100.00 11.98 10.55 9.39 31.92 Kayu Pandan Altingia excelsa 77.50 9.28 9.05 9.15 27.47 Kayu Klak Syzygium pycnanthum 77.50 9.28 7.54 8.14 24.95

Dominansi untuk tingkat tiang berikutnya adalah Lithocarpus elegans (Tabilik Tenda) yang memiliki INP sebesar 36.76% dan yang terendah adalah kayu Trok (Artocarpus Altilis) dan Kayu Tula (Artocarpus sp) dengan INP sebesar 1.13%. Nilai INP 32 jenis untuk tingkat Tiang pada Lampiran 3.

Tingkat tiang terdapat 32 jenis tumbuhan terdiri 22 Famili. Famili Moraceae merupakan paling banyak ditemukan 13% (4 jenis tumbuhan) yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), dan Kayu Trok (Artocarpus altilis). Famili yang sedikit ditemukan adalah Altingiacecae, Myrtaceae, Styracaceae dan lain sebagainya hanya 3%. Selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah beserta K, F dan D pada Lampiran 3.

c. Indeks Nilai Penting Tingkat Pancang

Tingkat Pancang ditemukan 38 jenis tumbuhan. Jenis Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) memiliki nilai INP tertinggi dari jenis lainnya yaitu sebesar 45.63%, Bedin Kapareh memiliki peranan yang besar dari jenis lainnya pada tingkat pancang. Kayu Kijang(Styrax benzoin) memiliki nilai INP 22.65%.

Tabel 9 Nilai Indeks Penting (INP) 5 jenis dominan pancang di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Bedin Kapareh Santiria tomentosa 1460.00 0.04 15.58 45.63 Kayu Kijang Styrax benzoin 680.00 13.99 8.66 22.65 Kayu Marne Glochidion obscurum 370.00 7.61 9.52 17.14 Kulit Manis Imbo Cinnamomum petrophyllum 420.00 8.64 8.23 16.87 Kayu Balang Palaquium rostratum 250.00 5.14 6.06 11.20

Tingkat pancang yang terendah adalah Bedin Talampo, Kayu Tutaup dan Bungo Tanjung dengan nilai INP 0.64%. Berikut nilai beserta K, F, dan INP 36 jenis tumbuhan untuk tingkat Pancang pada Lampiran 4. Tingkat Pancang di Hutan Adat Hiang terdiri atas 38 jenis tumbuhan dari 24 Famili. Famili Moraceae merupakan paling banyak ditemukan 17% dengan 6 jenis tumbuhan yaitu Semantung (Ficus sp), Kayu talibuik (Ficus sp), Kayu Tula (Artocarpus sp), Kayu Bedin Paoh (Ficus grossulariodes), Kayu Trok (Artocarpus altilis), Temedak Imbo (Artocarpus sp). Famili sedikit ditemukan adalah Altingiaceae, Myrtaceae, Styracaceae dan beberapat famili lainnya yaitu 3%. Selanjutnya famili-famili tersebut nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 4.

d. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai

Semai didominasi oleh Uta (Calamus marginatus). Tumbuhan ini memiliki peranan besar dalam komunitas tumbuhan pada tingkat semai karena memiliki

18

nilai INP terbesar dari jenis lainnya yaitu 61.53% (Tabel 9). Jenis-jenis yang memiliki nilai INP terendah pada tingkat ini adalah Lithocarpus elegans, Hancea penangensis, Toona sureni, Archidendron clypearia dan Lasianthus cf. Scabridus yang memiliki nilai INP 1.80%. Selanjutnya, nilai K, F, dan INP 12 jenis tumbuhan untuk tingkat semai pada Lampiran 5.

Tabel 10 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Semai di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Uta Calamus marginatus 4875.00 28.68 32.86 61.53 Kulit Manis Imbo Cinnamomum petrophyllum 4812.50 28.31 22.86 51.17 Boa Salacca zalacca 1687.50 9.93 8.57 18.50 Bedin Kapareh Santiria tomentosa 1625.00 9.56 7.14 16.70 Kayu Marne Glochidion obscurum 1250.00 7.35 8.57 15.92

Tingkat semai di Hutan Adat Hiang terdapat 15 jenis tumbuhan terdiri atas 11 Famili. Famili Moraceae merupakan yang paling banyak ditemukan 17% dengan 2 jenis tumbuhan yaitu Kayu trok (Artrocarpus altilis), dan Temedak imbo (Artrocarpus sp). Famil-famili lainnya ditemukan yaitu 4%. Famili-famili yang ditemukan pada tingkat ini selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 5.

e. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah

Tumbuhan Bawah didominasi oleh jenis Sapidin Imbo (Freycinetia banksii). Tumbuhan ini memiliki peranan besar dalam komunitas tumbuhan pada tingkat semai tumbuhan bawah karena memiliki nilai INP terbesar dari jenis lainnya yaitu 93.43%. Jenis-jenis yang memiliki nilai INP terendah pada tingkat ini adalah Cafe (Lasianthus densiflorus) yang memiliki nilai INP 7.82%. Selanjutnya, nilai K, F, dan INP 8 jenis tumbuhan bawah pada Lampiran 6.

Tabel 11 Nilai Indeks Penting (INP) 5 Jenis Dominan Tumbuhan Bawah di Hutan Adat Hiang

Nama Daerah Nama Ilmiah K(ind/ha) KR% FR% INP% Sapidin Imbo Freycinetia banksii 5062.50 52.26 41.18 93.43 Daun Paku Imbo Angiopteris evecta 1750.00 18.06 5.88 23.95 Bungo Imbo Phyllagathis rotundifolia 937.50 9.68 11.76 21.44 Pakau Imbo Selaginella sp 562.50 5.81 11.76 17.57 Keladi Imbo Alocasia sp 812.50 8.39 5.88 14.27

Tumbuhan bawah di Hutan Adat Hiang terdapat 8 jenis tumbuhan terdiri atas 18 famili. Famili Arecaceae merupakan yang paling banyak ditemukan 37% dengan 4 jenis tumbuhan yaitu Pinang Imbo (Pinanga patula), Rotan (Calamus marginatus), Boa ( Salacca zalacca), dan Kpa (Liquala spinosa). Famil-famili lain ditemukan yaitu 4%. Famili-famili yang ditemukan pada tumbuhan bawah ini selengkapnya nama lokal dan nama ilmiah pada Lampiran 6.

Keanekaragaman jenis H’ digunakan untuk menyatakan struktur dan stabilitas komunitas di alam. Hutan Adat Hiang berdasarkan Indeks Shannon-wienner termasuk dalam kategori tinggi pada tingkat tumbuh pohon, pancang dan tiang. Sedangkan kemerataan jenis berdasarkan indeks Evennes termasuk

19

menyebar merata. Variasi nilai indeks keanekaragaman pada berbagai tingkatan vegetasi yang terjadi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik tempat tumbuh dan aktivitas yang berlangsung didalam komunitas hutan tersebut. Selanjutnya indeks Shannon-wienner dan Evennes di Hutan Adat Hiang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai Indeks Shannon-wienner dan Evennes di Hutan Adat Hiang

Tingkat tumbuh H’ E Pohon 3.47 0.80 Tiang 3.47 0.83 Pancang 3.64 0.80 Semai 2.71 0.74 Tumbuhan bawah 2.08 0.81

Nilai keanekaragaman jenis tertinggi adalah pada tingkat pancang dengan

nilai (H’) 3.64 dan tumbuhan bawah memiliki nilai indeks keanekaragaman terendah yaitu 2.08. berdasarkan nilai keanekaragaman jenis ini diketahui bahwa keanekaragaman hayati jenis tumbuhan di Hutan Adat Hiang ini termasuk kedalam kategori tinggi. Nilai kemerataan jenis (E) tertinggi terdapat pada tingkat tiang dengan nilai 0.83, sedangkan semai memiliki nilai terendah 0.74. Berdasarkan nilai Evennes indeks kemerataan jenis di Hutan Adat Hiang ini menyebar merata. Bruineg (1995) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis berhubungan dan dibatasi kondisi tanah dimana terdapat zona perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.

Indeks Kepentingan Budaya

Kategori pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang terbagi dalam beberapa kategori utama yaitu tumbuhan obat, bahan bangunan, bahan kerajinan, tanaman hias, makanan sekunder, serta bahan ritual adat. Masyarakat sangat mengetahui bahwa hutan sangat penting untuk menjaga mata air, seperti yang dilakukan oleh masyarakat di desa Purwogondo Kabupaten Kendal (Siswadi 2011). Semua jenis tumbuhan yang dimanfaatkan terdapat tumbuhan yang paling banyak digunakan di Hutan Adat Hiang dapat dilihat pada Lampiran 7. Pemanfaatan tumbuhan sebagai kayu bakar/arang merupakan yang paling banyak digunakan yaitu 27 jenis, kemudian digunakan sebagai bahan bangunan 15 jenis, 7 jenis dimanfaatkans sebagai obat, 6 jenis dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tradisional serta 4 jenis digunakan sebagai makanan sekunder dan bahan ritual adat.

20

Gambar 8 Kategori pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang

Selanjutnya, pemanfaatan tumbuhan di Hutan Adat Hiang, nama lokal, nama ilmiah dan nilai ICS pada Lampiran 5. Berikut 5 nilai ICS tertinggi di Hutan Adat Hiang dan nilai INP dari jenis-jenis tersebut.

Tabel 13 Manfaat dan nilai ICS 5 jenis tertinggi dan INP

Nama lokal Nama ilmiah Kegunaan ICS INP

Kayu Kijang Styrax benzoin Getah untuk kemenyan, bahan bangunan, kayu bakar.

27 21.92 Kayu Pandan Altingia excelsa Getah untuk kemenyan, ritual

adat, bahan bangunan

25 24.71 Tabilik Tenda Lithocarpus elegans Bahan bangunan, kayu bakar. 20 46.37 Kayu Pulai Alstonia scholaris Untuk dijadikan bingkai, kayu

bakar

20 3.35

Kayu Aho Gironniera

subaequalis

Getah untuk perangkap burung, bahan ritual

20 2.02

Analisis Komponen Utama Habitat Jenis Pohon

Principal Component Analysis (PCA) digunakan dalam analisis hubungan jenis dominan dengan foktor lingkungan (kondisi fisik dan kimia tanah). Hasil analisis komponen utama dengan grafik Biplot. Meskipun semua variabel tidak mempengaruhi semua jenis tumbuhan tetapi masing-masing jenis dipengaruhi oleh variabel yang berbeda. Berikut adalah hasil PCA yang diperoleh dari 5 jenis tumbuhan dominan dengan faktor tanah (Gambar 7).

Gambar 7, menunjukkan bahwa Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) variabel yang memengaruhi adalah C/N, H2O, C dan N. Keempat variabel tersebut yang paling mengarah ke arah jenis ini. Untuk jenis Kayu Pandan (Altingia excelsa) variabel yang paling memengaruhi adalah P2O5, dan liat. Pada kuadran empat ada jenis Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans) yang memengaruhi adalah variabel pasir. Untuk kayu Klak (Syzygium pycnanthum) yang paling memengaruhi adalah KCl, debu dan K2O karena ketiga variabel tersebut vektor arahnya menuju ke Syzygium pycnanthum sedangkan untuk kayu Kijang (Styrax benzoin) yang paling memengaruhi adalah KCl kemudian diikuti oleh debu dan K2O. 15 7 6 4 4 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Bangunan Obat Kerajinan Makanan sekunder

Ritual dan lain lain J um la h jenis Kategori pemanfaatan

21

Pembahasan

Habitat Jenis Dominan

Tumbuhan dominan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan hutan, sehingga mempunyai peluang yang besar dalam menjaga kelestariannya di hutan. Tumbuh-tumbuhan tersebut seperti Kayu Klak (Syzygium pycnanthum), Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans), Kayu Pandan (Altingia excelsa), Kayu Kijang (Styrax benzoin) dan Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) yang keberadaan jenis melimpah membuat tumbuh-tumbuhan ini akan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Santiria tomentosa merupakan tumbuhan yang dapat mencapai ketinggian pohon hingga 50 m dengan diameter 86 cm. Biasanya hidup pada tanah berpasir, tetapi juga di tanah liat dan kadang-kadang pada batu kapur. Kayu digunakan untuk konstruksi dalam ruangan. Buah tumbuhan ini dapat dimakan, dan digunakan untuk menghasilkan minyak nabati.

Altingia excelsa adalah pohon hutan yang dapat tumbuh sangat tinggi, mencapai 40 hingga 60 meter. Pohon ini bernilai ekonomi karena memiliki kayu yang kuat dan menghasilkan damar yang berbau harum dan menjadi bahan campuran pengharum ruangan. Palaquium rostratum memiliki ketinggian hingga 55 m dengan diameter 119 cm. Batang biasanya memiliki getah putih. Tumbuh baik di situs aluvial serta pada pegunungan, sebagian besar pada tanah berpasir, tetapi juga di lapangan tanah liat dan batu kapur. Tumbuh baik di situs aluvial serta pada pegunungan, Sebagian besar pada tanah berpasir, tetapi juga di lapangan tanah liat dan batu kapur. Selain itu kayunya juga dimanfaatkan untuk

Bdin Kapreh Kayu Pandan Kayu Kijang Kayu Klak Tabilik Tenda Pasir Debu Liat H2O KCl C % N % C/N P2O5 K2O -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 -2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 F2 (25.40 %) F1 (44.59 %)

Biplot (axes F1 and F2: 70.00 %)

22

perabotan dan panel. Buah Palaquium rostratum dapat dimakan dan digunakan untuk mengekstrak lemak untuk memasak.

Hutan Adat Hiang berdasarkan indeks Shannon-Wienner dan Evennes memiliki keanekaragaman tinggi serta penyebaran yang merata setiap jenis individu serta memiliki kestabilan yang tinggi pada komunitas. Kenaikan keanekaragaman lokal berhubungan erat dengan sifat-sifat tanah dan iklim mikro, naik turunnya intensitas penyinaran cahaya matahari, curah hujan, suhu dan pembagian hara tanah anatara tanah dan vegetasi lebih besar di hutan tropis (Irwan 1996). Variasi nilai indeks keanekaragaman pada berbagai tingkatan vegetasi yang terjadi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik tempat tumbuh dan aktivitas yang berlangsung didalam komunitas hutan tersebut. Perubahan kondisi keanekaragaman jenis tumbuhan terjadi karena peran serta manusia dan gejala alam yang memengaruhi vegetasi dan kondisi lahan di Hutan Adat Hiang secara keseluruhan. Keberadaan masyarakat lokal sangat penting terutama perannya sebagai salah satu komponen dari kawasan tersebut. Berdasarkan nilai Evennes indeks kemerataan jenis di Hutan Adat Hiang ini menyebar merata. Bruineg (1995) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis berhubungan dan dibatasi kondisi tanah dimana terdapat zona perakaran, aerasi dan kelembaban tanah, kandungan hara dan kualitas humus.

Dinamika pertumbuhan didasarkan prinsip-prinsip ekologis yang memberi kontribusi kepada sifat tegakan seperti suksesi, persaingan, toleransi, dan konsep zona optimum. Suksesi tumbuhan merupakan penggantian suatu komunitas tumbuhan oleh yang lain (Daniel 1987). Hal ini dapat terjadi pada tahap integrasi lambat ketika tempat tumbuh mula-mula sangat keras sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuh diatasnya atau suksesi bisa cepat ketika komunitas dirusak oleh suatu faktor seperti api, banjir, atau epidemi serangga dan diganti dengan yang lain.

Kerusakan hutan karena penebangan liar merupakan salah satu sebab yang dapat merusak vegetasi secara cepat karena tidak diiringi dengan penanaman kembali pohon-pohon yang telah diambil atau ditebang. Kayu Klak (Syzygium pycnanthum),Tabilik Tenda (Lithocarpus elegans), Kayu Pandan (Altingia excelsa), yang dominan saat ini bisa diganti oleh tingkat tiang dan semai yang dominan saat ini yaitu Kayu Kijang (Styrax benzoin), Bedin Kapareh (Santiria tomentosa) dan Kulit Manis Imbo (Cinnamomum petrophilum). Hal ini terjadi karena lebih memilih menebang di tingkat pohon daripada tingkat tiang dan semai.

Sistem pendayagunaan sumber daya hutan setiap daerah dan suku memiliki karakteristik yang khas. Perbedaan ini akhirnya akan memengaruhi segala kegiatan atau aktifitas manusia dalam hidupnya. Pemahaman pengetahuan masyarakat lokal tentang tata ruang bertujuan untuk mengetahui tingkat strategi adaptasi masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Selanjutnya kita bisa melihat bagaimana masyarakat mengelola dan memanfaatkan lingkungannya karena sering ditemukan sistem manajemen sumber daya tradisionaljustru berjalan baik dan efektif dalam menyelamatkan lingkungan kawasan hutan. Misalnya masyarakat adat Ammatoa yang menyadari bahwa pentingnya kelestarian hutan karena berfungsi sebagai pengatur tata air (Dassir 2008).

23

Keterkaitan INP dan ICS

Masyarakat Indonesia yang memiliki sumber daya hutan yang sangat luas telah memanfaatkan tumbuhan yang ada di dalamnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tumbuhan hutan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena disana tersedia berbagai sumber makanan. Hasil penelitian (Yeni et al. 2015) di Desa Sebangun Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas, tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pangan berjumlah 33 jenis. Sedangkan (Juliana et al. 2013) melaporkan ada 47 jenis tumbuhan berpotensi sebagai sumber pangan yang bisa dimanfaat oleh masyarakat di Gunung Peramas Desa Pangkalan Buton Kabupaten Kayong Utara. Sementara masyarakat sekitar hutan Tembawang Desa Nanga Kompi Kecamatan Nanga Sayan Kabupaten Malawi telah memanfaatkan 92 jenis tumbuhan untuk kehidupan sehari (Dasman et al. 2015). Sebanyak 60 jenis tumbuhan berpotensi sebagai tumbuhan obat yang digunakan masyarakat suku Dayak Seberuang di Kawasan Hutan Desa Ensabang Kecamatan Sepauk Kabupaten Sintang (Takoy 2013). Ada 9 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Rongkong untuk bahan bangunan (Wartika et al. 2013). Dengan demikian hutan merupakan sumber daya yang potensial bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam menjaga lingkungan sangat penting. Pemanfaatan lingkungan hutan yang arif dalam pengelolaan yang tepat akan memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi kehidupan penduduknya (Senoaji, 2010). Pemanfaatan sumberdaya alam tergantung pengetahuan masyarakat terhadap jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat tersebut misalnya pemanfaatan buah-buahan yang bisa dikonsumsi, di Hutan tembawang Desa Setia Jaya kabupaten Bengkayang diketahui masyarakat telah memanfaatkan 25 jenis buah yang bisa dikonsumsi (Kurniawati 2015).

Pemanfaatan tumbuhan yang dominan biasanya digunakan untuk kepentingan bersama seperti membangun rumah ibadah yaitu masjid, mushola, rumah adat atau acara ritual adat yang memerlukan bahan-bahan bagian dari tumbuhan yang berada di kawasan Hutan Adat Hiang. Acara seperti ini menjadi kegiatan masyarakat untuk masuk ke dalam kawasan hutan dan memanfaatkan hasil hutan yang ada didalamnya. Biasanya sebelum masuk ke hutan masyarakat akan meminta izin kepada tokoh adat yang menjadi penanggung jawab menjaga hutan adat, setelah mendapat izin baru mereka masuk ke dalam hutan.

Aliran pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan sangat penting karena yang memiliki ilmu sudah berusia lanjut. Jika hal ini terus berlangsung maka akan terjadi pemutusan aliran ilmu. Hasil penelitian Rasna (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui manfaat tumbuhan yang ada di sekitar mereka. Vegetasi hutan sekunder yang jarang dijamah oleh masyarakat sejak penetapan SK pada tahun 1994 oleh pemerintah membuat masyarakat takut untuk masuk kawasan kecuali jika memiliki keperluan bersama. Vegetasi di kawasan di Hutan Adat Hiang didominasi oleh pohon-pohon besar sehingga pemanfaatannya lebih dimaksimalkan pada bahan bangunan. Beberapa kategori pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Hutan Adat Hiang (Gambar 5).

Jenis tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di Hutan Adat Hiang adalah Kayu Pandan (Altingia excelsa) dan Kayu Kijang (Styrax benzoin) kedua tumbuhan ini merupakan pohon penghasil kemenyan yang sering digunakan dalam kegiatan-kegiatan ritual adat oleh

24

masyarakat. Kemenyan dari kedua jenis ini biasanya diambil oleh masyarakat yang masuk kedalam Hutan Adat Hiang dengan melihat sisi yang telah terluka, baik secara alami ataupun yang sengaja dilukai pada bagian batang pohon tersebut. Goresan alami atau gesekan antar batang pohon akan mengeluarkan kemenyan lebih banyak daripada goresan yang sengaja dibuat oleh manusia.

Masyarakat yang masuk ke dalam hutan akan melukai bagian dari sisi pohon biasanya akan ditinggal dan diambil beberapa hari kemudian jika masyarakat kembali masuk hutan. Selain itu kedua tumbuhan ini merupakan kayu

Dokumen terkait