• Tidak ada hasil yang ditemukan

Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Pangasius hypophthalmus) By-product

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Pangasius hypophthalmus) By-product"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI BAHAN DAN OPTIMASI EKSTRAKSI

MINYAK IKAN DARI

BY-PRODUCT

IKAN PATIN

(

Pangasius hypophthalmus

)

TITOT BAGUS ARIFIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-product Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Titot Bagus Arifianto

(4)
(5)

RINGKASAN

TITOT BAGUS ARIFIANTO. Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-product Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Dibimbing oleh NURJANAH dan SUGENG HERI SUSENO.

Budidaya ikan patin (Pangasius hypophthalmus) meningkat pesat di tahun 2008, yaitu sebanyak 102.010 ton, peningkatan ini hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu 36.780 ton pada tahun 2007. Tahun 2010 volume produksi budidaya patin mencapai 147.890 ton, dan ditargetkan mencapai hampir 400.000 ton di tahun 2011 atau meningkat sebesar 70%. Ikan patin memegang peranan penting dalam produksi perikanan budidaya, dan pada tahun 2013 pemerintah memasukkan ikan patin sebagai salah satu dari empat komoditas perairan yang masuk dalam program unggulan industrialisasi perikanan menemani udang, bandeng dan rumput laut. Ikan patin memiliki rendemen daging sebesar 49% yang berarti menyisakan 51% sebagai limbah yang terdiri dari kepala, kulit, jeroan dan tulang. Kandungan lipid terbesar ikan patin terdapat pada jeroan, yaitu sebesar 93,32%. Rendemen limbah dari proses pengolahan ikan patin dapat mencapai setengah dari bobot ikan, maka pemanfaatan limbah pengolahan ikan patin sangat potensial untuk dijadikan sumber minyak ikan yang kaya PUFA.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkarakterisasi by-product ikan patin dan menentukan jenis by-product ikan patin yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan; (2) Menentukan profil asam lemak dari by-product ikan patin; (3) Menentukan metode ekstraksi terbaik dan penentuan kualitas minyak ikan dari

by-product ikan patin yang dipilih; (4) Melakukan optimasi produksi minyak ikan dengan metode respons permukaan/ Response Surface Method (RSM).

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan by-product

terbaik yang dipilih untuk perlakuan ekstraksi adalah by-product dari bagian kulit ikan patin. Suhu dan waktu ektraksi yang dipilih adalah 60°C selama 30 menit.

Hasil optimasi ekstraksi minyak kulit ikan patin menunjukkan bahwa kondisi proses untuk nilai oksidasi yang minimum dan rendemen yang maksimum adalah, ekstraksi pada suhu 62,99°C, dengan waktu ekstraksi selama 32,68 menit. Minyak ikan yang dihasilkan memiliki nilai peroksida sebesar 73,15 meq/kg, persentase asam lemak bebas 1,01%, nilai p-anisidine 316,934 meq/kg, nilai bilangan asam 1,06 mg KOH/kg, nilai total oksidasi 512,508, dan persentase rendemen sebesar 14,73%.

(6)
(7)

SUMMARY

TITOT BAGUS ARIFIANTO. Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Pangasius hypophthalmus) By-product supervised by NURJANAH and SUGENG HERI SUSENO.

Cultivation of catfish (Pangasius hypophthalmus) increased rapidly in 2008, as many as 102,010 tonnes, Increasing almost three times compared to the previous year production 36,780 tons. In 2010 the volume of catfish aquaculture production reached 147,890 tonnes, and is expected to reach 400,000 tons in 2011 (increased 70%). Catfish plays an important role in aquaculture production, and by 2013 the Indonesian government put catfish as one of the four commodities that enter the flagship program of fisheries industrialization. Unfortunately increasing production of catfish also resulted in increasing its by-product. The yield of catfish by-product is very high (50%). Therefore catfish by-product are potential to be a source of rich omega-3 oils.

The purpose of this study was to characterize by-products and to determine the type of catfish by-product that are potential on producing fish oil, to determine the fatty acid profile of catfish by-product, selecting the best extraction and determination of the quality of fish oil of selected catfish by-product, and the optimization of production of fish oil by the response surface method.

Based on the data obtained, the by-product selected for further extraction method were the catfish skin. The selected extraction was temperature and time of 60°C and 30 minutes, respectively.

The optimum extraction process was obtained at 62.99°C for 32.68 minutes, with oxidation characteristic are yield, peroxide value, free fatty acid, p-anisidine value, acid value and total oxidation of 14.73%. , 73.15 meq/kg, 1.01%, 316.934 meq/kg, 1.06 mg KOH/kg and 512.508 respectively.

Keywords: by-product, catfish, extraction, fatty acids, optimization

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

KARAKTERISASI BAHAN DAN OPTIMAS EKSTRAKSI

MINYAK IKAN DARI

BY-PRODUCT

IKAN PATIN

(

Pangasius hypophthalmus

)

TITOT BAGUS ARIFIANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Nama : NIM :

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 11 Oktober 2013 Tanggal Lulus:

Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari

By-product Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Titot Bagus Arifianto

C351110031

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Ketua

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-product Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)ini dapat diselesaikan.

Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi. sebagai anggota komisi pembimbing atas

kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

3. Dr Ir Joko Santoso MSi selaku dosen penguji luar komisi.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi dan laboran Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi.

5. Keluarga besar penulis papa Sjamsoel Arifin, mama Toetoet SWH, papa mertua Prof (R) Komari PhD, mama mertua Dr. Astuti Lamid MCN dan istri tercinta Adini Alvina SKH, STP atas motivasi, doa, semangat dan dukungan baik moril maupun material selama penulis menempuh studi.

6. Teman-teman S2 THP 2010, 2011 dan 2012 atas kerjasama yang baik selama studi.

7. Teman-teman tim minyak ikan Patricia Lavrina PK, Jeny E Tambunan, Yosephina MJ Batafor, Boyke Raymond Toisutta.

8. Kawan berbagi suka dan duka “The Dream Team” dewa langit Fauzan Lubis, dewa laut Muhammad Zakiyul Fikri MSi, Aidil Fadli Ilhamdy, Azwin Apriandi MSi.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, Januari 2014

(16)

DAFTAR ISI

2 KARAKTERISASI BY-PRODUCT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan

3 EKSTRAKSI DAN PENENTUAN KUALITAS MINYAK DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan

4 OPTIMASI EKSTRAKSI MINYAK KULIT IKAN PATIN

(17)

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase rendemen by-product ikan patin (Pangasiushypophthalmus)

2 Persentase kandungan zat gizi masing-masing bagian by-product

ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

3 Residu logam berat masing-masing bagian by-product ikan patin

7 Rancangan komposit pusat optimasi ekstraksi 8 Persamaan regresi untuk variabel nyata RSM

11

1 Diagram alir road map penelitian

2 Persentase rendemen minyak ikan dari kulit ikan patin 3 Nilai peroksida (meq/kg) minyak ikan dari kulit ikan patin 4 Nilai p-anisidine (meq/kg) minyak ikan dari kulit ikan patin 5 Nilai FFA (%) minyak ikan dari kulit ikan patin

6 Nilai acid value (mg KOH/Kg) minyak ikan dari by-product ikan patin

(18)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi perikanan tangkap sudah mulai menurun sejak tahun 2000 akibat

overfishing, sebaliknya terjadi peningkatan pada bidang perikanan budidaya (FAO 2005). Melihat penurunan produksi perairan tangkap yang terjadi secara global,

maka sejak tahun 2011 pemerintah mencanangkan program revitalisasi perikanan hingga tahun 2015 dengan ujung tombak perikanan budidaya (KKP 2012). Salah satu komoditas dari 10 besar komoditas unggulan budidaya di Indonesia adalah ikan patin. Bahkan di tahun 2013 pemerintah menjadikan patin sebagai salah satu dari empat komoditas industrialisasi perikanan mendampingi udang, bandeng dan rumput laut (KKP 2013).

Penanganan limbah masih menjadi permasalahan bagi Industri pengolahan. Menurut Shahidi (2007) Industri pemfiletan ikan dapat menghasilkan limbah yang terkadang mencapai 50% dari total berat ikan yang diolah. Umumnya limbah hasil pengolahan ikan diolah lebih lanjut menjadi tepung ikan untuk pakan. Namun limbah hasil pengolahan masih menyimpan potensi untuk dikembangkan menjadi produk yang lebih bernilai ekonomis, salah satunya adalah minyak ikan. Junker et al. (2006) menyatakan limbah ikan yang diperoleh dari pengolahan masih sangat kaya akan asam lemak omega 3. Permintaan akan produk minyak ikan terus meningkat, sejak diketahui minyak ikan merupakan sumber yang baik dari asam lemak tak jenuh ganda seperti omega-3. Asam lemak tak jenuh (PUFA) merupakan zat yang penting untuk menjaga kesehatan dan tumbuh kembang manusia (Chow 2000). Limbah atau By-product hasil pengolahan ini ini menyimpan potensi untuk diolah menjadi minyak ikan. Produksi minyak ikan dari limbah industri ikan sangat potensial, dan sudah banyak diteliti seperti pada ikan tuna (Chantachum et al. 2000), herring (Aidos et al. 2002), salmon (Wu dan Bechtel 2008), mackerel (Zuta et al. 2003), trout (Fiori et al. 2011), carp (Crexi et al. 2010), dan patin (Thammapat et al. 2010) dengan rendemen minyak ikan tertinggi mencapai 38% (Zuta et al. 2003)

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang hidrokarbon yang menyusun lipida. Asam lemak memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh manusia, terutama asam lemak tak jenuh ganda/polyunsaturated fatty acid (PUFA) diantaranya adalah asam linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3) yang digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural membran sel, dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Beberapa keunggulan asam lemak omega-3 adalah dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Imre dan Sahgk 1997). Asam lemak linolenat memiliki turunan yaitu Eikosapentaenoic Acid

(EPA) dan Dokosaheksaenoic Acid (DHA) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat, antara lain dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar trigliserida (Leblanc et al. 2008). DHA terbukti membantu pembentukan retina dan otak manusia pada masa perkembangan, sementara EPA memiliki karakteristik anti radang, mengurangi gangguan pada penderita obesitas, membantu dalam pengobatan tumor dan gangguan akibat depresi (Mitsuyoshi et al. 1991)

(19)

2

ekstraksi minyak ikan dari bahan limbah ikan juga masih menyimpan potensi untuk dikembangkan.

Sebagai negara dengan jumlah sumber daya perairan yang berlimpah, pertumbuhan produksi pengolahan ikan di Indonesia cukup menjanjikan baik dari pengolahan ikan laut, tawar maupun perairan payau. Salah satu jenis komoditas budidaya ikan air tawar yang juga merupakan komoditas utama perikanan budidaya adalah ikan patin (Pangasius hypophthalmus).

Budidaya ikan patin meningkat pesat di tahun 2008, yaitu sebanyak 102.010 ton, peningkatan ini hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu 36.780 ton pada tahun 2007. Tahun 2010 volume produksi budidaya patin mencapai 147.890 ton, dan ditargetkan mencapai hampir 400.000 ton di tahun 2011 atau meningkat sebesar 70% (KKP 2011). Ikan patin memegang peranan penting dalam produksi perikanan budidaya, dan pada tahun 2013 pemerintah memasukkan ikan patin sebagai salah satu dari empat komoditas perairan yang masuk dalam program unggulan industrialisasi perikanan menemani udang, bandeng dan rumput laut (KKP 2013).

Ikan patin memiliki rendemen daging sebesar 49% yang berarti menyisakan 51% sebagai limbah yang terdiri dari kepala, kulit, jeroan dan tulang. Thammapat et al.

(2010) menyatakan bahwa kandungan lipid terbesar ikan patin terdapat pada jeroan, yaitu sebesar 93,32%. Melihat angka rendemen limbah dari proses pengolahan ikan patin yang mencapai setengah dari bobot ikan, maka pemanfaatan limbah pengolahan ikan patin sangat potensial untuk dijadikan sumber minyak ikan yang kaya PUFA.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Mengkarakterisasi by-product ikan patin dan menentukan jenis by-product ikan patin yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan.

2 Menentukan metode ekstraksi terbaik untuk menghasilkan minyak ikan.

3 Menentukan optimasi produksi minyak ikan dengan pemodelan metode respons permukaan/ Response Surface Method (RSM).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1 Mendapatkan kandungan proksimat, residu logam berat, dan profil asam lemak dari

by-product ikan patin.

2 Mendapatkan informasi nilai oksidasi primer, sekunder serta total oksidasi minyak ikan dari by-product ikan patin.

3 Mendapatkan informasi suhu dan lama ekstraksi terbaik optimasi ekstraksi minyak ikan dari by-product ikan patin.

Ruang Lingkup Penelitian

1 Karakterisasi by-product ikan patin yang terdiri dari perhitungan rendemen, analisis proksimat, analisis kandungan logam berat dan analisis profil.

2 Karakterisasi minyak ikan by-product ikan patin yang terdiri dari pengukuran nilai peroksida, p-anisidine, asam lemak bebas, derajat keasaman, dan total oksidasi. 3 Optimasi ekstraksi minyak ikan dengan suhu ekstraksi bertingkat (50, 60, 70, 75, 85

(20)

3

keterangan: Penelitian yang dilakukan perkembangan penelitian selanjutnya

Gambar 1 Diagram alir road map penelitian

MINYAK IKAN

karakterisasi bahan ektraksi minyak optimasi

(21)
(22)

5

2 KARAKTERISASI

BY-PRODUCT

IKAN PATIN

(

Pangasius hypophthalmus

)

Pendahuluan

Latar belakang

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting. Ikan ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, diantaranya sebagai ikan yang rakus terhadap makanan. Dalam usia 6 bulan saja ikan patin sudah bisa mencapai panjang 35-40 cm. Keunggulan ikan patin yang lain adalah tempat pemeliharaan ikan patin tidak memerlukan air yang mengalir. Ikan patin banyak ditemukan di sungai dan danau karena ikan ini merupakan ikan yang hidup di perairan umum (Khairuman dan Suhenda 2002). Dalam budidaya ikan patin umumnya dipelihara dalam kandang apung atau bubu yang dibiarkan di sungai-sungai ataupun kolam, dan ikan jenis ini banyak sekali diekspor ke negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat (Cacot dan Lazard 2004).

Selain karena pasar ekspornya yang bernilai tinggi, ikan ini juga termasuk ikan yang mudah dibudidaya. Produksi ikan patin melonjak di Asia Tenggara terutama Vietnam sepanjang tahun 2006, dengan nilai ekspor yang berlipat ganda dari pendapatan ekspor tahun sebelumnya (Josupeit 2006). Ikan patin yang diekspor untuk pasar Eropa dan Amerika umumnya berbentuk fillet. Sehingga menyisakan limbah atau

by-product bahan selain daging fillet untuk diolah lebih lanjut.

Berdasarkan karakterisasinya sebagai produk sampingan atau limbah, maka by-product ikan patin menyimpan potensi untuk dikembangkan. Oleh karena itu karakterisasi awal by-product ikan patin menjadi hal yang perlu diperhatikan, untuk pengembangan pengolahan by-product ikan patin terutama sebagai bahan pangan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi by-product ikan patin dan menentukan jenis by-product ikan patin yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan.

Bahan dan metode

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Juni 2013. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Bahan Baku Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium MIPA Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan utama ikan patin (Pangasius hypophthalmus), bahan yang digunakan dalam preparasi dan ekstraksi ikan patin seperti air, etanol, kloroform, standar asam lemak Supelco FAME mix 37

components.

Alat-alat yang digunakan adalah untuk preparasi sampel antara lain panci, kompor, pisau, blender dan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, kjeldahl sistem, soxlet, alat titrasi, cawan porselen, gegep, tanur, destilator. Alat-alat yang digunakan untuk analisa antara lain alat destruksi, labu destruksi, spektrofotometer,

Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) merk Buck Scientific, gas chromatography

(23)

6

Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengambilan dan preparasi sampel, analisis proksimat, uji kandungan logam berat, dan analisis profil asam lemak dari by-product ikan patin.

Pengambilan dan preparasi sampel

Tahap penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk berbagai pengujian yang akan dilakukan. Bahan by-product

ikan patin diperoleh dari pasar tradisional di Parung, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Selanjutnya ikan patin dibawa menuju laboratorium dalam keadaan hidup, dengan menggunakan plastik yang berisi es dan air. Ikan patin kemudian dicuci dengan air bersih lalu dilakukan penyiangan, untuk memisahkan antara daging dan by-product. Kemudian terhadap by-product dilakukan homogenisasi terpisah dari masing-masing by-product yang telah dipreparasi untuk dilakukan analisis proksimat, logam berat dan profil asam lemak. By-product yang tersisa disimpan pada suhu -20oC.

Penghitungan rendemen:

Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak dan protein.

a. Kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air :

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

b. Kadar abu (AOAC 2005)

(24)

7

Perhitungan kadar abu:

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (g) B = Berat cawan dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

c. Kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat.

Sampel didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, kedalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100

o

C. Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red yang

berwarna merah muda, setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.

Perhitungan kadar protein:

*) Faktor koreksi alat = 2.5 % Kadar protein = % N x faktor konversi * *) Faktor konversi = 6.25

d. Kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung

bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung

soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena). Refluks dilakukan selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

Keterangan :W1= Berat sampel (g)

W2= Berat labu lemak kosong (g)

(25)

8

e. Kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya.

Perhitungan kadar karbohidrat:

Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (BSN 2009)

Analisis dilakukan menggunakan sampel sebanyak 1 g yang dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL, ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4,

kemudian didiamkan 24 jam. Sampel kemudian didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan ditambahkan 10-20 mL air bebas ion, dipanaskan ±10 menit, diangkat, dan dinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera. Kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Ni; metode 3114 untuk As; dan metode 3112 untuk Hg). Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Perhitungan kandungan logam:

Penentuan total lipid (Bligh dan Dyer 1959)

Sebanyak 5 g sampel dimasukkan dalam tabung erlenmeyer, kemudian ditambahkan 20 mL ethanol (MeOH), 10 mL kloroform (CHCl3) dan dihomogenasi

dengan vortex mixer selama 2 menit, ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 mL, dan dikocok

kembali selama 2 menit. Larutan ditambahkan aquades sebanyak 18 mL dan kembali dikocok dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm (Sigma Santorius 2-16 Germany) selama 10 menit. Lapisan paling bawah kemudian dipindahkan ke wadah lain dengan pipet Pasteur. Ektraksi kedua dilakukan dengan penambahan 20 mL MeOH 10% (v/v) dalam CHCl3 kemudian

divortex selama 2 menit dan kembali disentrifuse. Setelah itu fase yang terlarut dalam CHCl3 ditambahkan kedalam hasil ekstraksi pertama.

Langkah terakhir adalah melakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator pada suhu 45°C.

Perhitungam rendemen minyak ikan:

Analisis profil asam lemak (AOAC 2005)

Metode analisis yang digunakan menggunakan prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi.

(26)

masing-9

masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.

a. Pembentukan metil ester

Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3

dan n-heksana. Sebanyak 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80°C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80°C selama 20 menit dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan dikocok. Selanjutnya, ditambahkan 5 mL heksana, kemudian dikocok dengan baik. Larutan heksana di bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 μl sampel lemak diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

b. Idenfikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010 Plus. Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.

a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

b) Dimensi kolom : P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film Thickness

c) Laju alir N2 : 30 mL/menit d) Laju alir H2 : 40 mL/menit e) Laju alir udara : 400 mL/menit f) Suhu injektor : 220°C

g) Suhu detektor : 240°C h) Inject volume : 1 μL

Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus :

Rancangan penelitian

Analisis data yang dilakukan terhadap hasil penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Tahap 1:

H0 = Bagian by-product tidak mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam lemak,

kandungan logam dan rendemen minyak ikan

H1 = bagian by-product mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam lemak,

(27)

10

Model observasi Rancangan Acak Lengkap (RAL), yaitu sebagai berikut:

Yij = µ + αi + ɛij

Keterangan:

Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j

µ = pengaruh rata-rata umum

αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

ɛij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j

j = 1,2, dan 3

(28)

11

Hasil dan Pembahasan

Rendemen By-product ikan patin

Persentase rendemen by-product ikan patin didapatkan dengan membandingkan antara by-product (kepala, kulit, usus, hati dan gonad) dengan bobot ikan. Persentase hasil perhitungan rendemen by-product disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rendemen by-product ikan patin (Pangasiushypophthalmus) Bagian by-product ikan patin Persentase rendemen (%)

Kepala 19,8±1,86a

Kulit 14,23±2,38a

Gonad 5,31±0,58b

Usus 3,57±0,35b

Hati 1,7±0,23b

keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Tabel 1 persentase rendemen by-product

yang terbesar dan berbeda nyata didapatkan pada bagian kepala (19,8±1,86%) dan kulit (14,23±2,38). Rendemen ikan patin sangat tergantung dari ukuran ikan patin tersebut, terutama rendemen dagingnya. Tabel 1 menunjukkan potensi ekstraksi minyak ikan tertinggi adalah dari bagian by-product terutama kepala dan kulit.

Kandungan gizi

Penentuan kandungan gizi dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat dari by-product ikan patin. Hasil penentuan kandungan zat gizi by-product

ikan patin (Pangasius hypophthalmus) disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Persentase kandungan zat gizi masing-masing bagian by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Kepala 62,78±1,2a 8,33±0,1a 11,47±1,8b 13,94±1,1a 3,48±0,6a

Usus 78,74±2,1a 1,7±0,2b 3,68±0,15c 12,04±2,3a 3,84±1,1a Hati 76,42±1,7a 1,61±0,1b 4,63±0,71c 13,22±1,1a 4,12±0,9a Gonad 29,36±2,3b 0,55±0,05b 60,63±3,1a 4,33±0,8b 5,13±0,5a kulit 62,66±1,1a 0,84±0,1b 26,08±0,51b 4,35±0,7b 6,07±0,15a keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata

(p<0,05).

Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam masing-masing by-product ikan patin. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan bahwa by-product ikan patin memiliki kadar air yang cukup tinggi, terutama di bagian usus, yaitu sebesar 78,74 %. Kadar air sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan habitat tempat tinggal dari ikan tersebut. Selain itu juga faktor umur, ukuran serta jenis kelamin dari spesies juga ikut berpengaruh terhadap kadar air ikan.

(29)

12

by-product mudah sekali mengalami kerusakan (highly perishable) apabila tidak ditangani dengan benar. Hal ini karena air dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan yang diduga melibatkan enzim, salah satunya enzim protease seperti katepsin (Winarno 2008).

Analisis kadar lemak dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat dalam masing-masing bagian by-product ikan patin. Lemak merupakan komponen kimia yang dibentuk dari unit structural yang bersifat hidrofobik. Lemak umumnya bersifat larut dalam pelarut organic yang bersifat non polar, dan sulit larut dalam air yang bersifat polar.

Kandungan zat gizi by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi yang berbeda nyata didapatkan di bagian gonad sebesar 60,63%. Data ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thammapat et al. (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lipid terbesar pada ikan patin terdapat pada jeroan, hingga mencapai 93,32%, dengan kecenderungan bagian ventral ikan mengandung lebih banyak lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak, apabila kadar air yang terkandung di dalam bahan cukup tinggi.

Kandungan lemak yang tinggi pada gonad ikan patin juga dapat disebabkan karena musim, jenis kelamin, serta pakan yang diberikan selama budidaya. Nakamura

et al. (2007) juga menyatakan hal yang sama, dimana kandungan lemak dapat bervariasi di setiap bagian tubuh ikan terutama ikan budidaya air tawar, tergantung kepada pergerakan, ukuran kolam budidaya serta pakan. Organ reproduksi seperti gonad diduga lebih banyak menyimpan lemak sebagai prekursor asam lemak yang nantinya digunakan sebagai penunjang reproduksi.

Pengukuran protein pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2008).

Hasil pengukuran protein pada by-product ikan patin menunjukkan kadar protein tertinggi diperoleh dari bagian kepala, hati dan usus sebesar 12,04-13,94 %. Kadar protein dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur ini juga dikenal sebagi zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).

Hasil pengukuran kadar abu pada by-product ikan patin menunjukkan kada abu tertinggi diperoleh dari bagian kepala sebesar 8,33 %. Hasil ini diduga karena pada bagian kepala banyak sekali struktur mineral yang menyusun kerangka kepala ikan patin.

(30)

13

Karbohidrat merupakan komponen organik yang paling banyak tersebar di permukaan bumi. Karbohidrat sangat berperan dalam metabolisme hewan dan tumbuhan. Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar dan paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama. Energi yang disumbangkan dari karbohidrat sebesar 4 kkal (Belitz dan Grosch 1978). Karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno 2008).

Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa by-product ikan patin secara statistik memiliki kadar karbohidrat yang sama dan tidak berbeda nyata, berkisar antara 3-6 %. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai karbohidrat. Kadar karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen (Winarno 2008).

Residu logam berat

Hasil penentuan residu logam berat yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan sebagian besar kandungan logam berat yang terdapat dalam ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini masih dalam ambang batas yang ditetapkan BSN (2009) kecuali kandungan Pb pada bagian usus dan hati.

Tabel 3 Residu logam berat masing-masing bagian by-product ikan patin (Pangasius

Keterangan: satuan semua logam berat adalah parts per million (ppm), TD: tidak terdeteksi

Logam berat berbeda dengan logam biasa. Hal ini karena logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat menjadi bahan beracun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, akan tetapi logam tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh makhluk hidup (Palar 1994). Darmono (2001) dan Effendi (2003) menyatakan bahwa di dalam tubuh makhluk hidup, logam berat akan mengalami bioakumulasi sehingga kadarnya di dalam tubuh lebih besar dari pada lingkungan perairan. Sehingga hewan-hewan seperti kekerangan dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan.

Logam timbal (Pb) bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut ditandai dengan mulut terasa terbakar, diare sedangkan untuk gejala kronis ditandai dengan mual, anemia, sakit disekitar mulut dan dapat meyebabkan kelumpuhan (Darmono 2001). Logam Pb memunyai target utama yaitu menyerang organ darah dan syaraf, beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis darah dihambat oleh Pb. Logam Pb juga dapat mengakibatkan terjadinya hiperaktif, penurunan daya konsentrasi, keterlambatan mental dan menghambat kecerdasan bayi (Hodgson dan Levi 2000).

(31)

14

oleh lingkungan budidayanya yang telah tercemar. Hal ini sesuai dengan penelitian Orban et al. (2008) yang menyatakan ikan sangat rentan terhadap kontaminasi zat kimia, terutama ikan air tawar yang banyak tercemari akibat kehidupan manusia disekitarnya.

Logam berat jenis timbal banyak digunakan sebagai zat tambahan dalam bahan bakar kendaraan bermotor, aspal dan pelumas mesin, yang banyak ditemukan disekitar lokasi budidaya ikan air tawar, dan sering digunakan oleh manusia. Sehingga kemungkinan kontaminasi timbal yang berasal dari produk-produk ini kedalam kolam budidaya ikan patin sangat tinggi.

Sustriawan (1999) melakukan penelitian dengan memberikan daging ikan yang mengandung Pb sebesar 0.36 μg/100 g BB/hari kepada tikus galur LMR, menyebabkan lesio pada hati dengan tanda-tanda adanya pendarahan disekitar vena sentralis. Terjadinya nekrosis sel dan timbulnya sel basofilik.

Logam kadmium (Cd) bersifat kumulatif dan logam ini juga sangat toksik bagi manusia karena logam ini dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, peningkatan tekanan darah dan menyebabkan kemandulan pada pria. Adapun penyakit yang terkenal akibat keracunan Cd adalah itai-itai di Jepang. Penyakit ini ditandai dengan rasa sakit pada tulang dan terjadi pengeroposan tulang (Effendi 2003).

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam berat kadmium (Cd) masih berada dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh BSN (2009) yaitu sebesar 0,5 ppm.

Merkuri merupakan salah satu logam berat yang terdapat dalam bentuk Hg murni, anorganik dan organik. Merkuri organik dalam bentuk metil merkuri, mempunyai daya racun yang tinggi dan susah diurai dibandingkan Hg murni. Jika metil merkuri terakumulasi dalam tubuh, maka akan mengakibatkan keracunan

Hasil penelitian menunjukkan kadar logam berat merkuri (Hg) pada masing-masing bagian by product ikan patin masih dibawah ambang batas aman BSN (2009) yaitu 1 ppm.

Nikel (Ni) merupakan salah satu kelompok logam berat. Logam ini bersifat mudah ditempa dan dibentuk serta berwarna mengkilat. Keracunan nikel (Ni) dapat menyebabkan gangguan syaraf, kerusakan hati, dan kerusakan paru-paru.

Hasil Penelitian ini menunjukkan kandungan logam berat jenis nikel (Ni) yang terdapat pada by-product ikan patin masih dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh BSN (2009) yaitu 1 ppm.

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam berat Arsen (As) masih jauh dibawah batas ambang yang ditetapkan BSN (2009) yaitu 1 ppm. Arsen (As) merupakan salah satu logam berat yang merupakan unsur kerak bumi yang berjumlah besar yang kemungkinannya dapat mencemari air tanah dan air permukaan, yang tidak lain jika mencemari air tanah maka arsen dapat pula ditemukan pada batuan beku dan sedimen. Arsen tidak rusak oleh lingkungan, hanya berpindah menuju air atau tanah yang dibawa oleh debu, hujan atau awan. Beberapa senyawa arsen tidak bisa larut di perairan dan akhirnya akan mengendap di sedimen (Widowati, 2008).

Penentuan total lipid

(32)

15

Hasil serupa juga disampaikan Zuta et al. (2008) yang mendapatkan ekstraksi minyak ikan dari limbah kulit ikan mackarel dengan rendemen minyak ikan mencapai 38%. Mohanarangan (2012) juga menyatakan kandungan lemak pada ikan lebih banyak terdapat bagian kulit dibandingkan dengan bagian daging.

Tabel 4 Persentase rendemen minyak ikan dari bagian by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

Bagian by-product Persentase rendemen (%)

Kepala 8,50±2,79bc

Kulit 13,44±4,18b

Gonad 45,51±6,61a

Usus 4,04±0,54c

Hati 6,17±0,76c

keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05).

Sementara tingginya kandungan minyak ikan pada bagian gonad diduga disebabkan karena cadangan lemak pada organ reproduksi ikan yang tinggi. Cadangan lemak ini menyimpan banyak asam lemak yang sangat dibutuhkan dan esensial untuk aktivitas reproduksi ikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Thammapat et al. (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lipid terbesar pada ikan patin terdapat pada jeroan, hingga mencapai 93,32%. Kandungan minyak ikan yang tinggi pada gonad ikan patin juga dapat disebabkan karena musim, jenis kelamin, serta pakan yang diberikan selama budidaya, dimana kandungan lemak dapat bervariasi di setiap bagian tubuh ikan tergantung kepada pergerakan, ukuran kolam serta pakan Nakamura et al. (2007).

Penentuan profil asam lemak by-product ikan patin

Penentuan profil asam lemak dilakukan untuk menentukan kandungan asam lemak baik itu asam lemak jenuh/Saturated Fatty Acid (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal/Monounsaturated Fatty Acid (MUFA), dan asam lemak tak jenuh majemuk/Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA). Data profil asam lemak by-product ikan patin disajikan dalam Tabel 5.

Data pada Tabel 5 menunjukkan persentase profil asam lemak jenuh/ Saturated Fatty Acid (SFA) dari masing-masing by-product ikan patin. Asam lemak jenuh asam palmitat merupakan bagian terbesar dari SFA di tiap bagian by-product yaitu kepala (24,62%), usus (15,85%), gonad (23,62%), hati (15,68%) dan kulit (25,66%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Crexi et al. (2010) yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang dominan dengan komposisi 50% dari total asam lemak jenuh. Sementara total kandungan SFA yang tertinggi terdapat pada

by-product bagian kulit yaitu sebesar 35,13%.

Kandungan asam lemak oleat, palmitoleat, dan arakidonat yang tinggi merupakan karakteristik khas minyak ikan yang berasal dari ikan perairan tawar Crexi

et al. (2010). Penelitian Orban et al. (2008) menyatakan kandungan asam lemak pada ikan patin vietnam/ sutchi catfish didominasi oleh asam lemak jenuh sebesar 41,1-47,8% dari total asam lemak, dengan asam palmitat dan stearat yang memiliki persentase paling tinggi masing-masing 27,5-28,8% dan 8,9-15,4% dari total asam lemak jenuh. Thammapat et al. (2010) juga menyatakan kandungan SFA pada ikan patin berkisar antara 30,2-36,5% dengan persentase asam lemak dominan adalah asam palmitat dan asam stearat.

(33)

16 Tidak teridentifikasi 24,72 30,34 20,59 20,59 14,39

(34)

17

Tabel 5 menunjukkan persentase profil asam lemak tak jenuh majemuk/ Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dari masing-masing by-product ikan patin. Asam lemak tak jenuh ganda linoleat merupakan bagian terbesar dari MUFA di tiap bagian

by-product yaitu kepala (6,47%), usus (13,38%), gonad (8,48%), hati (4,5%) dan kulit (8,57%). Selain itu kandungan DHA tertinggi terdapat pada by-product bagian hati sebesar 4,37%. Sementara total kandungan PUFA yang tertinggi terdapat pada by-product bagian usus yaitu sebesar 18,96%. Kandungan asam lemak EPA dan DHA paling tinggi terdapat pada bagian hati yaitu 1,68% dan 4,37%. Penelitian yang dilakukan oleh Thammapat et al. (2010) menyatakan kandungan PUFA pada ikan patin berkisar antara 14,8-24,0%, dengan asam linolenat sebagai asam lemak dominan.

Asam lemak oleat merupakan asam lemak yang penting, karena menjadi prekursor asam lemak omega-3 pada hewan (Charles 2009). Jumlah omega-6 dan SFA lebih banyak dari jumlah omega-3 yang ditemukan, hal ini karena SFA dan omega-6 biasanya disimpan dalam bentuk lemak, sementara asam lemak omega-3 digunakan sebagai asam lemak fungsional, selain itu pakan patin asia kebanyakan memang mengandung jumlah SFA dan asam lemak omega-6 yang lebih tinggi (Haliloglu et al. 2004). Thammapat et al. (2010) juga menyatakan kandungan lemak paling tinggi pada ikan patin terdapat di bagian jeroan, dengan komposisi asam lemak MUFA > SFA > PUFA. Asam lemak dominan dari ikan patin dalam penelitian yang dilakukan oleh Thammapat et al. (2010) adalah asam oleat sebesar 31,3-39,1%.

Kandungan asam lemak oleat, palmitoleat, dan arakidonat yang tinggi merupakan karakteristik khas minyak ikan yang berasal dari ikan perairan tawar (Crexi

et al. 2010). Kandungan DHA pada patin yang diteliti oleh Thammapat et al. (2010) relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan ikan air laut. Proporsi asam lemak omega-3 yang rendah pada ikan air tawar sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap jenis ikan air tawar seperti sander (Celik et al. 2005), rainbow trout (Haliloglu et al. 2004), dan ikan danau superior (Wang et al. 1990). Jumlah omega-6 dan SFA lebih banyak dari jumlah omega-3 yang ditemukan, hal ini karena SFA dan omega-6 biasanya disimpan dalam bentuk lemak, sementara asam lemak omega-3 digunakan sebagai asam lemak fungsional (Thammapat et al. 2010). Selain itu pakan ikan patin asia mengandung jumlah SFA dan asam lemak omega-6 yang lebih tinggi (Haliloglu et al. 2004).

Simpulan

(35)
(36)

19

3 EKSTRAKSI DAN PENENTUAN KUALITAS MINYAK DARI

KULIT IKAN PATIN (

Pangasius hypophthalmus

)

Pendahuluan

Latar belakang

Ekstraksi minyak ikan yang dilakukan pada skala industri umumnya melibatkan pemasakan dan pengepresan bahan baku. Namun dalam skala laboratorium ekstraksi dilakukan dengan bantuan pelarut, yang menggunakan prinsip interaksi antara bahan dan pelarut tertentu. Christie (2003) menyatakan lipid memiliki gugus fungsi yang berpolaritas rendah seperti triasilgliserol (TAG) dan kolesterol yang larut dalam pelarut hidrokarbon dan tidak larut dalam pelarut polar.

Produksi minyak ikan sangat potensial dan sudah cukup banyak dilakukan. Chantachum et al. (2000) melakukan penelitian produksi minyak ikan dari limbah industri tuna, sementara Aidos et al. (2002) menggunakan limbah ikan herring dan produksi minyak ikan dari by-product limbah ikan salmon sudah diteliti oleh Wu dan Bechtel (2008). Zuta et al. (2003) berhasil melakukan ekstraksi minyak ikan dari limbah kulit ikan mackarel dengan rendemen yang cukup tinggi hingga 38%. Selain mencari sumber PUFA yang baik dan beragam, teknik ekstraksi minyak ikan dari bahan limbah ikan juga masih menyimpan potensi untuk dikembangkan.

Kualitas minyak ikan juga menjadi perhatian tersendiri dalam proses produksi minyak ikan. Stabilitas minyak merupakan salah satu penentu mutu dari minyak. Menurut Irianto (1992) stabilitas minyak sangat dipengaruhi oleh jenis minyak yang akan dimurnikan, perlakuan yang diterapkan dalam pemurnian, suhu penyimpanan, adanya penambahan antioksidan dan tipe pengemas.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi terbaik untuk menghasilkan minyak kulit ikan patin.

Bahan dan metode

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2013. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Bahan Baku Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan utama untuk ekstraksi yaitu kulit ikan patin (Pangasius hypophthalmus), bahan yang digunakan dalam preparasi dan ekstraksi by-product ikan patin seperti air.

Alat-alat yang digunakan adalah untuk preparasi sampel antara lain panci, kompor, pisau, blender dan alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi minyak ikan seperti

waterbath, labu Erlenmeyer.

Metode penelitian

(37)

20

Preparasi sampel

Tahap penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk berbagai pengujian yang akan dilakukan. Bahan by-product

ikan patin diperoleh dari pasar tradisional di Parung, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Selanjutnya ikan patin dibawa menuju laboratorium dalam keadaan hidup, dengan menggunakan plastik yang berisi es dan air. ikan patin kemudian dicuci dengan air bersih lalu dilakukan penyiangan, untuk memisahkan antara daging dan by-product

terpilih yaitu kulit.

Analisis bilangan peroksida/Peroxide Value (PV) (AOAC 2005)

Metode penentuan bilangan peroksida menggunakan prinsip titrasi iodin yang dilepaskan dari senyawa potassium iodide oleh peroksida dengan menggunakan standar larutan thiosulfat sebagai titran dan larutan pati sebagai indikator. Metode ini mendeteksi semua zat yang mengoksidasi potassium iodide dalam kondisi asam.

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan dalam labu erlenmeyer ukuran 250 mL, kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat dan kloroform dengan perbandingan 3:2, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan potassium iodide (KI), larutan kemudian dikocok dengan hati-hati agar tercampur, kemudian ditambahkan 30 mL aquades. Titrasi dilakukan dengan larutan dengan 0,01 N sodium thisulfate (Na2S2O3) hingga

larutan berubah warna menjadi kuning, setelah itu ditambahkan 0,5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan merubah warna larutan menjadi biru, titrasi kemudian dilanjutkan bersamaan dengan terus mengocok larutan hingga berubah warna menjadi biru muda yang menandakan pelepasan iodine dari lapisan kloroform, lanjutkan titrasi dengan hati-hati hingga warna biru pada larutan hilang.

Perhitungan nilai peroksida dilakukan dengan persamaan berikut:

S : jumlah sodium thiosulfate (mL) M : konsentrasi sodium thiosulfate (0,01)

Penentuan nilai anisidin/Anisidine Value (AV) (Watson 1994)

Pertama dibuat larutan uji 1 dengan cara melarutkan 0,5 g sampel kedalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan

p-anisidine (2,5 g/l) kedalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok dan dihindarkan

dari cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan

p-anisidine (2,5 g/l) kedalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan kemudian diukur nilai absorbansi, larutan uji 1 pada 350 nm dengan menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi. Larutan uji 2 pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan disiapkan, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi.

Perhitungan nilai anisidine ditetapkan dengan persamaan berikut:

A1 : absorbansi larutan uji 1 A2 : absorbansi larutan uji 2

(38)

21

Analisis asam lemak bebas/ Free Fatty Acid (FFA) (AOAC 1995)

Asam lemak bebas sangat berkaitan dengan flavour dan tekstur yang kurang menarik pada minyak. pada industri pengolahan minyak nilai FFA sangat berkaitan dengan jumlah alkali yang akan digunakan pada proses pemurnian (Sathivel et al.

2003).

Sampel sebanyak 10 g ditambahkan 25 mL alkohol 95% dalam erlenmeyer 200mL, kemudian campuran dipanaskan di dalam penangas air selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Campuran tersebut kemudian dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik.

Perhitungan persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut:

A = Jumlah titrasi KOH (mL) N = Normalitas KOH

G = gram contoh

M = Bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat: 282 g/mol)

Penentuan bilangan asam/ acid value

Acid value ditentukan berdasarkan metode Wrolstad et al. (2005). Derajat keasaman ditentukan dengan cara titrasi KOH terhadap sampel, yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk menetralkan 1 g lemak.

Berikut persamaan untuk mendapatkan nilai bilangan asam (mg KOH/ mL lipid):

A : konsentrasi KOH (mg/mL)

B : jumlah KOH yang diperlukan untuk titrasi (mL)

Penentuan nilai total oksidasi (Perrin 1996)

Nilai total oksidasi (TOTOX) ditentukan berdasarkan metode Perrin (1996) dengan persamaan dibawah ini:

Nilai Total Oksidasi = (2PV + AV) PV = Nilai bilangan peroksida AV = Nilai P-anisidine

Rancangan penelitian

Analisis data yang dilakukan terhadap hasil penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF):

H0 = Perlakuan perbandingan, suhu, dan waktu pemanasan, tidak mempengaruhi

kualitas minyak ikan

H1 = Perlakuan perbandingan, suhu, dan waktu pemanasan, mempengaruhi kualitas

(39)

22

Model observasi Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), yaitu sebagai berikut:

Yijk = µ+αi+bj+ck+(ab)ij+(ac)ik+(bc)jk+(abc)ijk+ɛijkl

Keterangan:

Yijk = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j

µ = pengaruh rata-rata umum

αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

ɛijkl = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf dengan

(40)

23

Rendemen minyak ikan dari kulit ikan patin

Persentase rendemen minyak ikan dari kulit ikan patin didapatkan dengan membandingkan antara minyak ikan yang diperoleh dengan bobot awal kulit. Persentase hasil perhitungan rendemen minyak ikan dari kulit ikan patin disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase rendemen minyak ikan dari kulit ikan patin.

(41)

24

Berdasarkan data pada Gambar 2 didapatkan nilai rendemen terbesar senilai 18.75 ±2.0 % didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 75°C dengan lama ekstraksi 20 menit. Sementara ekstrasi pada suhu 60°C dengan lama ekstraksi 30 menit menghasilkan jumlah rendemen yang tidak jauh berbeda sebesar 14.37 ± 0.16 %. Hasil yang didapatkan pada Gambar 2 memang masih belum optimal bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Zuta et al. (2008) yang berhasil mendapatkan ekstraksi dengan rendemen sebesar 38 % dari limbah kulit ikan mackerel. Hasil ini sesuai dengan penelitian Thammapat et al. (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lipid terbesar pada ikan patin terdapat pada jeroan, hingga mencapai 93,32%. Kandungan minyak ikan pada ikan patin sangat tergantung dari banyak faktor antara lain, musim, jenis kelamin, serta pakan yang diberikan selama budidaya, dimana kandungan lemak dapat bervariasi di setiap bagian tubuh ikan tergantung kepada pergerakan, ukuran kolam serta pakan (Nakamura et al. 2007).

Nilai bilangan peroksida

Uji bilangan peroksida ditujukan untuk melihat berapa besar kandungan hidroperoksida pada minyak yang merupakan produk primer dari proses oksidasi (Aidos et al. 2001). Semakin besar kandungan hidroperoksida pada minyak maka semakin menunjukkan semakin banyak kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut dan kecenderungan untuk minyak menjadi tengik. Hidroperoksida adalah produk dari oksidasi pada minyak ikan yang terjadi ketika reaksi otooksidasi terminasi. Aidos et al.

(2002) menyatakan nilai peroksida sangat tergantung pada suhu saat ekstraksi. Perbandingan bilangan peroksida dapat dilihat pada Gambar 3.

Nilai oksidasi sangat penting sebagai indikator mutu minyak, semakin rendah nilai oksidasi primer dan sekunder, maka kualitas minyak akan semakin baik. Indikasi oksidasi primer adalah nilai peroksida yang sangat penting untuk mengetahui kualitas minyak. Tahap pertama oksidasi adalah terbentuknya hidroperoksida yang pada umumnya diukur sebagai bilangan peroksida (Aidos et al. 2003). Menurut regulasi European Comission (2006) kualitas minyak ikan seperti asam lemak bebas, kadar air, warna, nilai p-anisidine, dan nilai peroksida sangat menentukan harga minyak ikan tersebut di pasaran. Nilai peroksida terendah yang didapatkan dari Gambar 2 adalah sebesar 38 ± 4.5 meq/kg pada perlakuan suhu ekstraksi 60°C selama 20 menit. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini hampir mendekati standar nilai rekomendasi layak untuk konsumsi menurut Bimbo (1998), yang menyebutkan bahwa nilai peroksida minyak layak konsumsi berkisar antara 3-20 meq/kg. Namun hasil ini masih jauh dari standar yang ditetapkan oleh BPOM-RI dan Famakope Indonesia, yaitu nilai peroksida harus dibawah 5 meq/kg. Sementara menurut International Fish Oil Standard (IFOS) nilai bilangan peroksida harus dibawah 3,75 meq/kg untuk masuk kedalam kategori minyak layak konsumsi.

Nilai peroksida terendah yang didapatkan dari Gambar 3 adalah sebesar 38 ± 4.5

(42)

25

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 IA1

Gambar 3 Nilai peroksida (meq/kg) minyak ikan dari kulit ikan patin

keterangan: kode perlakuan (I) perbandingan pelarut dan bahan 1:1, (II) 2:1, (A) suhu 50°C, (B) 60°C, (C) 70°C, (D) 75°C, (E) 85°C, (F) 95°C, (1) 10 menit, (2) 20 menit, dan (3) 30 menit waktu ekstraksi. Huruf superscript berbeda yang mengikuti angka menandakan perbedaan nyata.

(43)

26

Nilai anisidine adalah oksidasi sekunder yang dikarakterisasi oleh degradasi lemak yang diinisiasi oleh hidroperoksida, sehingga menghasilkan produk sampingan karbonil yang bersifat yang non-volatile (Aidos et al. 2003). Nilai p-anisidine dapat menentukan keberadaan aldehid dalam minyak, karena menurut O’Brien (2009) aldehid didalam minyak dan reagen p-anisidine bereaksi dalam kondisi asam dan ekspresi warna pada minyak sangat tergantung kepada jumlah aldehid dan strukturnya. Menurut Hamilton et al. (1988) minyak yang berkualitas bagus harus memiliki nilai anisidine dibawah 20 meq/kg. data hasil analisis nilai p-anisidine disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai p-anisidine (meq/kg) minyak ikan dari kulit ikan patin

(44)

27

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

IA1

Data yang disajikan pada Gambar 4 menunjukkan nilai p-anisidine terendah sebesar 107.5±17.5 meq/kg didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 60°C dengan lama ekstraksi 10 menit. Nilai p-anisidine yang didapatkan pada penelitian ini masih jauh dari standar minyak ikan yang layak konsumsi dengan nilai p-anisidine dibawah 20 meq/kg (Hamilton et al. 1988), 4-60 meq/kg (Bimbo 1998), ≤15 meq/kg (IFOS). Namun hal ini dapat dimengerti karena minyak ikan yang didapatkan dari penelitian ini masih bersifat crude fish oil, yang belum mengalami proses pemurnian.

Nilai asam lemak bebas (FFA)

Asam lemak bebas sangat berkaitan dengan flavour yang kurang menarik pada minyak. Pada industri pengolahan minyak ikan nilai FFA sangat berkaitan dengan jumlah alkali yang akan digunakan pada proses pemurnian (Sathivel et al. 2003). FFA adalah produk dari reaksi hidrolisis triasilgliserida, dan sangat erat kaitannya dengan proses penyimpanan. Hasil uji FFA disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai FFA (%) minyak ikan dari kulit ikan patin

(45)

28

didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 60°C dengan lama ekstraksi 30 menit. Hasil ini jauh lebih rendah dari nilai rekomendasi minyak ikan layak konsumsi menurut Bimbo (1998) sebesar 1-7%. Sementara Farmakope Indonesia menyarankan untuk minyak layak konsumsi sebaiknya nilai asam lemak bebasnya ≤ 2 %.

Nilai bilangan asam/ acid value

Bilangan asam atau Acid value sangat erat sekali hubungannya dengan nilai asam lemak bebas (FFA). Nilai bilangan asam didapatkan dengan perkalian konstanta 1,99 dengan nilai asam lemak bebas (FFA). Nilai bilangan asam yang didapatkan dari penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Nilai bilangan asam terendah sebesar 895.5±199

mg KOH/kg didapatkan pada perlakuan suhu ekstraksi 60°C dengan lama ekstraksi 30 menit. Hasil ini jauh lebih rendah dari standar IFOS yang menyatakan minyak layak konsumsi harus memiliki nilai bilangan asam dibawah 2250 mg KOH/kg.

Gambar 6 Nilai acid value (mg KOH/kg) minyak ikan dari by-product ikan patin keterangan: kode perlakuan (I) perbandingan pelarut dan bahan 1:1, (II) 2:1, (A) suhu 50°C, (B) 60°C,

(46)

29

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00

IA1 dilakukan, karena terkadang nilai uji yang lainnya seperti warna dan asam lemak bebas cenderung bernilai serupa walaupun menggunakan metode ekstraksi yang berbeda. Acid value adalah parameter penting untuk menentukan keberadaan nilai FFA dan komponen asam non-lemak lainnya. Acid value sangat bergantung kepada komposisi minyak, metode ekstraksi dan kesegaran bahan mentah (Mohanarangan 2012). Nilai acid value

menentukan berapa mg basa yang digunakan untuk menetralkan 1g minyak. Meningkatnya ketengikan minyak adalah karena perubahan triasilgliserida (TAG) menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Nilai total oksidasi (TOTOX)

Nilai totox adalah hubungan oksidasi primer dan sekunder yang didapatkan degan menjumlahkan dua kali nilai peroksida dengan nilai anisidine (Perrin 1996). Nilai total oksidasi yang didapatkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 7.

.

Gambar 7 Nilai Total Oksidasi (TOTOX) minyak ikan dari kulit ikan patin

(47)

30

Nilai total oksidasi terendah yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebesar 187.5 ± 47 meq/kg yang dihasilkan pada perlakuan suhu ekstraksi 60°C dengan lama ekstraksi 10 menit. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini masih lebih tinggi dari rekomendasi Bimbo (1998) yang menyatakan nilai TOTOX untuk minyak layak konsumsi berkisar antara 10-60 meq/kg. Sementara IFOS menyatakan minyak layak konsumsi harus memiliki nilai TOTOX dibawah 20 meq/kg

Penentuan profil asam lemak minyak ikan dari kulit ikan patin

Penentuan profil asam lemak dilakukan untuk menentukan kandungan asam lemak baik itu asam lemak jenuh/ Saturated Fatty Acid (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal/ Monounsaturated Fatty Acid (MUFA), dan asam lemak tak jenuh majemuk/

Polyunsaturated fatty Acid (PUFA). Data Profil asam lemak minyak ikan dari kulit ikan patin disajikan dalam Tabel 6.

Data pada Tabel 6 menunjukkan persentase profil asam lemak jenuh/ Saturated Fatty Acid (SFA) dari minyak kulit ikan patin. Asam lemak jenuh asam palmitat merupakan bagian terbesar dari SFA yaitu sebesar 20,68%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Crexi et al. (2010) yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang dominan dengan komposisi 50% dari total asam lemak jenuh. Tingginya kandungan asam lemak oleat, palmitoleat, dan arakidonat merupakan karakteristik khas minyak ikan yang berasal dari ikan perairan tawar Crexi

et al. (2010). Penelitian Orbanet al. (2008) menyatakan kandungan asam lemak pada ikan patin vietnam/ sutchi catfish didominasi oleh asam lemak jenuh sebesar 41,1-47,8% dari total asam lemak, dengan asam palmitat dan stearat yang memiliki persentase paling tinggi masing-masing 27,5-28,8% dan 8,9-15,4% dari total asam lemak jenuh. Thammapat et al. (2010) juga menyatakan kandungan SFA pada ikan patin berkisar antara 30,2-36,5% dengan persentase asam lemak dominan adalah asam palmitat dan asam stearat.

Data pada Tabel 6 menunjukkan persentase profil asam lemak tak jenuh tunggal/

Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) tertinggi dari minyak kulit ikan patin adalah asam oleat sebesar 18,82%. Asam lemak tak jenuh tunggal oleat merupakan asam lemak yang sangat penting, karena berperan sebagai prekursor asam lemak omega-3 pada hewan (Charles 2009). Jumlah omega-6 dan SFA lebih banyak dari jumlah omega-3 yang ditemukan, hal ini karena SFA dan omega-6 biasanya disimpan dalam bentuk lemak, sementara asam lemak omega-3 digunakan sebagai asam lemak fungsional, selain itu pakan patin asia kebanyakan memang mengandung jumlah SFA dan asam lemak omega-6 yang lebih tinggi (Haliloglu et al.2004).

(48)

31

Tabel 6 Persentase profil asam lemak minyak ikan dari kulit ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

Nama asam lemak Struktur

Minyak ikan kulit ikan patin

Asam laurat C12:0 0,26

Asam tridekanoat C13:0 0,02

Asam miristat C14:0 3,00

Asam pentadekanoat C15:0 0,03

Asam palmitat C16:0 20,68

Asam heptadekanoat C17:0 0,94

Asam stearat C18:0 5,97

Asam arakidat C20:0 0,2

Asam heneikosanoat C21:0 0,05

Asam behenat C22:0 0,09

Asam trikosanoat C23:0 0,05

Asam lignoserat C24:0 0,05

Total SFA 31,34

Asam miristoleat C14:1 0,16

Asam Cis-10-pentadekanoat C15:1 -

Asam palmitoleat C16:1 4,25

Asam cis-10-heptadekanoat C17:1 -

Asam Elaidat C18:1n9t 0,09

Asam oleat C18:1n9c 18,82

Asam cis-11-eikosenoat C20:1 0,53

Asam erukat C22:1n9 0,04

Asam nervonat C24:1 0,04

Total MUFA 23,93

Asam linoleat C18:2n6c 6,49

Asam cis-11.14-eikosedienoat C20:2 0,36 Asam cis-13. 16-dokosadienoat C22:2 0,03

Asam ϒ-linolenat C18:3n6 0,53

Asam linolenat C18:3n3 0,33

Asam eikosetrienoat C20:3n6 0,98

Asam arakidonat C20:4n6 0,64

Asam eikosapentaenoat (EPA) C20:5n3 1,01 Asam dokosaheksaenoat (DHA) C22:6n3 1,57

Total PUFA 11,94

Total asam lemak 67,21

Tidak teridentifikasi 32,79

Simpulan

Gambar

Gambar 1 Diagram alir road map penelitian
Tabel 2  Persentase kandungan zat gizi masing-masing bagian by-product ikan patin  (Pangasius hypophthalmus)
Tabel 4  Persentase rendemen minyak ikan dari bagian by-product
Tabel 5 Persentase profil asam lemak dari by-product ikan patin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah status merokok sebagai variabel terikat, smoking media literacy sebagai varia- bel bebas, serta jenis kelamin,

Penerapan watermarking pada data digital seperti teks, citra, video dan audio, dilakukan langsung pada jenis data digital tersebut (Misalnya untuk citra dan video pada domain

Untuk itu perlu adanya evaluasi kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Camat untuk upaya meningkatkan kinerja birokrasi yang dipimpin oleh seorang Camat atau perlunya

Secara sederhana menurut Robert Duron, berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai “the ability to analyze and evaluate information” yaitu kemampuan untuk membuat analisis dan

adiknya, Sidang Menanti, memperlihatkan ciri kepemimpinan yang adil dan damai dalam menjalankan roda pemerintahan. Model kepemimpinan mereka mengutamakan harmoni

Adapun faktor ancaman tersebut meliputi jumlah pesaing, perkembangan fasilitas kesehatan yang dimiliki pesaing, Regulasi/aturan yang membatasi dokter untuk

Hasil penelitian di perairan Muara Sungai Rokan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir dapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang

[r]