• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI NUTRISI DAN TANIN DALAM

BEBERAPA BAHAN PAKAN ALAMI

BURUNG KICAU

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Berkicau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan ANURAGA JAYANEGARA.

Burung merupakan salah satu objek menarik yang dapat dikembangkan dalam dunia peternakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi nutrisi dan energi bruto dalam bahan pakan alami burung kicau serta mengetahui kandungan tanin dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, dan jewawut burung kicau. Penelitian ini merupakan penelitian yang berbasis eksplorasi dan deskriptif. Parameter yang diamati adalah kandungan nutrisi, energi bruto, dan tanin. Hasil analisis kandungan nutrisi hewan (jangkrik, cacing tanah, ulat hongkong, dan kroto) memiliki kandungan protein lebih tinggi (49.36%-66.55%) dibandingkan kandungan protein pada sampel bijian (8.40%-22.35%). Selain itu, kandungan gross energi pada sampel hewan berada pada rentan 5137-7276 kalg-1 sedangkan pada sampel tumbuhan (bijian) 3815-6940 kalg-1. Kandungan tanin pada millet merah sebesar 0.03g 100g-1, millet putih 0.025g 100g-1, dan jawawut 0.00g 100g-1. Dapat disimpulkan bahwa komposisi

nutrisi pakan alami burung berkicau relatif bervariasi. Kata kunci: analisis proksimat, gross energi, tanin

ABSTRACT

RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Nutrient and Tannin Composition of Natural Feed Ingredients Birds Chirping. Supervised by RITA MUTIA and ANURAGA JAYANEGARA.

Bird is one of the interesting objects that can be developed in livestock. The purpose of the research to determine the nutrient composition and gross energy in natural feedstuffs birds chirping and to know the content of tanin substances in natural feedstuffs birds chirping (red millet, white millet, and finger millet). This research is based exploration and descriptive. Parameters measured were nutrient content, gross energy, and tannins. The results of the analysis of the nutrient content of natural feed the birds chirping of animals (crickets, earthworms, hongkong caterpillars, and kroto) has the protein content higher (49.36% -66.55%) than the protein content in the grains sample (8.40% -22.35%). Gross energy content of the sample of animals are at (5137-7276) kalg-1, while the sample of plants (grains) is more varied (3815-6940) kalg-1. The content of tannins in red millet 0.03 g 100g-1, White millet 0.025 g 100g-1, and finger millet

0.00 g 100g-1.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

KOMPOSISI NUTRISI DAN TANIN DALAM

BEBERAPA BAHAN PAKAN ALAMI

BURUNG KICAU

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau

Nama : Rahayu Ambarwati Ninasari NIM : D24100016

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Mutia, MAgr Pembimbing I

Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi Ketua Departemen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam beberapa Bahan Pakan Alami Burung Berkicau. Salawat beserta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang selalu istiqomah hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada bulan Januari sampai April 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur komposisi nutrisi dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, jewawut, canary seed, biji bunga matahari, biji rami, biji sawi, blue seed, biji niger, ketan hitam, cacing tanah, jangkrik, ulat hongkong, dan kroto), dan kandungan zat anti nutrisi (tanin) dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, dan jewawut). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk menjadikan skripsi ini lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara umumnya dan penulis pada khususnya.

Bogor, Juli 2014

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Materi 2

Pakan 2

Lokasi dan Waktu 2

Prosedur Penelitian 3

Prosedur Percobaan 3

Rancangan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Komposisi Nutrisi Pakan 5

Komposisi Tanin 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 14

UCAPAN TERIMA KASIH 14

DAFTAR TABEL

1 Analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan segar) 6 2 Analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan kering) 7

3 Hasil Analisis Tanin 11

DAFTAR GAMBAR

1 Sampel pakan tumbuhan dan sampel pakan hewan 2

(13)
(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Burung merupakan salah satu objek menarik yang dapat dikembangkan dalam dunia peternakan. Keindahan yang alami, variasi yang luar biasa dan beragam perilaku sosial merupakan beberapa faktor yang melatarbelakangi meningkatnya pecinta burung. Keindahan yang dimiliknya tidak hanya berupa keindahan visual, melainkan keindahan audio juga. Keindahan bulu dan suaranya merupakan daya tarik utama dari makhluk ini sehingga banyak dipelihara oleh manusia (Suwito 2001).

Tingginya peminat burung merupakan salah satu peluang usaha yang terbuka bagi semua kalangan untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas burung. Sebagian hobiis memelihara burung ini sebagai hewan peliharaan yang dapat dinikmati baik dari segi visual maupun audio. Saat ini, pemeliharaan burung kicau semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah individu dan jumlah rumah tangga yang memiliki binatang peliharaan (FAO 2005). Harga jual yang tinggi bagi setiap burung kicau dengan suara yang indah merupakan salah satu alasan yang menjanjikan dalam dunia “perburungan”. Hal tersebut mendorong beberapa orang untuk mencoba peruntungan beternak burung kicau. Pemelihara dan pecinta burung kicau banyak yang memiliki perkumpulan atau komunitas yang digunakan sebagai salah satu sarana dalam bertukar informasi mengenai berbagai hal dalam pemeliharaan maupun perawatan burung kicau.

Budidaya burung saat ini lebih banyak berinteraksi pada kegunaannya sebagai burung konsumsi. Salah satu sumber protein hewani yang didapat dari burung merupakan alternatif pilihan yang banyak dipilih oleh masyarakat. Harga yang dapat bersaing dan cita rasa khas merupakan alasan tersendiri bagi para konsumen burung. Berbeda dengan interaksi sebagai burung konsumsi, budidaya burung sebagai unggas hias dan burung kicau justru tergolong minim dilakukan. Banyak hal yang menyebabkan ketimpangan ini, di antaranya adalah budidaya burung kicau relatif lebih sulit dibandingkan budidaya burung konsumsi.

Burung kicau memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dari pada pemeliharaan burung konsumsi. Saat ini, pemeliharaan burung kicau lebih terfokus pada keperluan kontes dan hobi. Hal ini berkorelasi dengan penelitian mengenai burung kicau, di mana penelitian mengenai burung kicau masih minim dilakukan. Ukuran tubuh yang relatif lebih kecil jika dibandingkan ayam merupakan salah satu tantangan yang serius dalam pemeliharaan burung kicau. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara bobot badan ternak dengan banyaknya jumlah konsumsi pakan yang dikonsumsi suatu ternak sehingga akan mempengaruhi asupan nutrisi dari ternak tersebut. Selain itu, minimnya penelitian mengenai pemeliharaan dan pakan burung kicau ini juga menjadi kendala dalam pemeliharaan burung kicau. Pemberian pakan untuk burung kicau hanya menggunakan standar umum yang dilakukan para peternak maupun pemelihara burung kicau pada umumnya tanpa menggunakan standar baku yang telah diuji dengan penelitian (Soemarjoto 2003).

(16)

2

kicau di Indonesia terutama kaitannya dengan pakan alami burung kicau, maka peneitian ini dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur komposisi nutrisi dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, jewawut, canary seed, biji bunga matahari, biji rami, biji sawi, blue seed, biji niger, ketan hitam, cacing tanah, jangkrik, ulat hongkong, dan kroto), dan kandungan zat anti nutrisi (tanin) dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, dan jewawut).

METODE

Materi Pakan

Penelitian ini menggunakan sampel nabati meliputi millet merah, millet putih, jewawut, canary seed, biji bunga matahari, biji rami, biji sawi, biji niger, blue seed, dan ketan hitam. Sampel hewani meliputi cacing tanah, jangkrik, ulat hongkong, dan kroto. Sampel bahan pakan diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang digunakan terdapat pada Gambar 1.

Millet Putih Millet Merah Jewawut Biji Niger

Biji Bunga Matahari Biji Bunga Matahari Canary Seed Canary Seed

(setelah dikupas) (setelah dikupas)

Biji Rami Biji Sawi Ketan Hitam Blue Seed

Ulat Hongkong Jangkrik Ternak Cacing Tanah Kroto

(17)

3

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2014. Analisis kandungan nutrisi (analisis proksimat) dilakukan di Laboraturium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboraturium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk analisis Gross energi. Analisis anti nutrisi (tanin) dilakukan di Laboraturium Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Prosedur Prosedur Percobaan

Penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan tiga analisa laboratorium yang meliputi analisis proksimat, analisis Gross energi, dan analisis tanin. Setiap sampel pakan yang dianalisis dilakukan secara duplo (2 ulangan).

Analisis Proksimat

Kadar Air. Tahap pertama adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105° C selama 1 jam. Setelah itu, cawan diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Kemudian, 1 gram sample dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105° C selama 8 jam. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian selanjutnya ditimbang kembali dan dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus:

Kadar air = Bobot sample (segar-kering) x 100% Bobot sample segar

Kadar Abu. Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105° C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dilakukan pembakaran hingga sampel tidak berasap lagi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600° C selama 2 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Kadar Abu = Bobot Abu x 100% Bobot sample

Kadar Lemak Kasar. Sampel seberat 2 gram (W1) dimasuk disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan di gulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. .Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 1 jam. Kemudian dilakukan perhitungan kadar lemak kasar dengan rumus :

Kadar lemak = Bobot lemak terekstrak x 100% Bobot sampel

Kadar Protein Kasar. Sampel ditimbang sebanyak 0.25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0.25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian sampel didestruksi pada suhu 410° C selama

(18)

4

kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100° C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna

merah muda (1:2). Setelah volume destilat (tampungan) mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0.10 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

%N = (S-B)x NHCL x 14 x 100% w x 1000

ket. S : volume titran sample (ml); B: volume titran blanko (ml); w : bobot sample kering (mg). Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan Faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 5.18 – 6.38 (AOAC, 1980).

Kadar Serat Kasar. Sebanyak 1 gram sampel kering dilarutkan dengan 100ml H2SO4 1.25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan destruksi

selama 30 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman (ф: 10 cm) dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didekstruksi kembali dengan 100 ml NaOH 1.25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1.25% mendidih 25

ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu beserta keras saring dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130° C selama 2 jam setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam tanur 600° C selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B). kemudian dilakukan penghitungan kadar serat kasar dengan rumus :

Kadar serat Kasar = bobot serat kasar x 100% Bobot sample

Ket . Bobot serat kasar = W – W0

W = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur

= A – (bobot kertas saring + cawan) : A : bobot residu + kertas sarimg + cawan

W0= bobot residu setelah dibakar dalam tanur

= B – (bobot cawan) : B : bobot residu + cawan

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen). Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohidrat by difference yaitu : 100% - (kadar air + abu + protein + lemak+serat kasar). Kadar protein N free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang dapat dicerna dari suatu bahan pangan. Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air + abu + lemak + protein + serat kasar).

Analisis Tanin

Kadar Tanin diukur dengan menggunakan spektofotometer melalui 3 tahapan :

1. Sebelum penambahan PVPP

(19)

5

ml akuades), lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit dan kemudian diukur absorbans pada panjang gelombang 725 nm.

2. Setelah penambahan PVPP

Sebanyak 100 mg PVPP ditambah dengan 1 ml ekstrak tanin dan 1 ml akuades lalu divortex. Setelah itu disimpan dalam suhu 4°C selama 15 menit, kemudian disentrifuse dan kemudian supernatan digunakan untuk analisis. Sebanyak 0.5 ml ekstrak sampel dipipet dan ditambahkan 0.25 ml folin ciocalteu (diencerkan 1:1 lalu disimpan dalam suhu 4°C) dan 1.25 ml sodium carbonate 20% ( 40 gram sodium carbonate dilarutkan dalam 200 ml akuades), lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit dan kemudian diukur absorbans pada panjang gelombang 725 nm.

3. Standar asam tanat

Sebanyak 0 ml; 0.02 ml; 0.04 ml; 0.06 ml; 0.08 ml; 0.1 ml asam tanat yang telah diencerkan dipipet lalu ditambahkan akuades hingga 0.5 ml. Kemudian ditambahkan 0.25 ml folin ciocalteu (diencerkan 1:1 lalu disimpan dalam suhu 4°C) dan 1.25 ml sodium carbonate 20% ( 40 gram sodium carbonate dilarutkan dalam 200 ml akuades), lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit dan kemudian diukur absorbans pada panjang gelombang 725 nm.

Analisis Gross Energi

Analisis Gross energi dilakukan dengan menggunakan bomb calorimeter parr 6200.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif, dengan 14 sampel dan dilakukan secara duplo.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah analisis kandungan nutrisi yang meliputi kadar air (KA), kadar abu, kadar lemak, kadar protein kasar, kadar serat kasar, BETN, dan gross energi, sedangkan analisis anti nutrisi yang berupa kadar tanin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Nutrisi Pakan

(20)

6

berarti terdekat. Metode ini merupakan metode terdekat yang dapat menggambarkan komposisi zat makanan suatu bahan makanan (Sutardi 1980).

Analisis kandungan nutrisi pakan dilakukan dengan menggunakan analisis proksimat dan analisis Gross Energy. Analisis proksimat merupakan uji analisa suatu bahan pakan yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrien dan nilai energi dari bahan atau campuran pakan yang berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut (McDonald et al. 2002). Bahan pakan yang dilakukan analisis proksimat terdiri dari 14 sampel pakan alami burung kicau yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu tumbuhan (bijian) dan hewan. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung kicau dalam keadaan segar ditampilkan pada Tabel 1 dan dalam keadaan dry mater (100% bahan kering) pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan segar)

(Guizotia abyssinica)

8.7 3.81 33.3

(Linum usitatissimum)

7.11 3.04 31.8

(Pennisetum glaucum)

13.23 3.08 3.71 9.76 4.19 66.03 3815

Millet Merah

(Panicum miliaceum)

13.48 3.43 3.59 10.80 8.97 59.73 3918

Ketan Hitam

(Orya sativa glotinosa)

14.21 1.44 2.83 8.40 0.24 72.88 4365

(Oecophylla Smaragdin)

77.51 1.1 3.25 11.10 1.81 5.23 5132

Ulat Hongkong (Tenebrio molitor)

70.14 1.26 8.03 15.62 3.31 1.64 6414

Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

80.55 2.97 1.35 12.71 0.28 2.14 4623

BK: Bahan Kering, LK: Lemak Kasar, PK: Protein Kasar, SK: Serat kasar, BETN: Bahan ekstrak tanpa Nitrogen, GE: Gross Energi

(21)

7

Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (% bahan kering)

(Guizotia abyssinica)

100 4.17 36.55 20.00 24.35 14.92 6525

(Linum usitatissimum)

100 3.27 34.30 19.75 20.44 22.23 6490

Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

100 3.73 53.21 24.40 11.50 7.16 7576

Millet Putih

(Pennisetum glaucum)

100 3.55 4.28 11.25 4.83 76.10 4397

Millet Merah

(Panicum miliaceum)

100 3.96 4.15 12.48 10.37 69.04 4528

Ketan Hitam

(Orya sativa glotinosa)

100 1.68 3.30 9.79 0.28 84.95 5088 (Tenebrio molitor)

100 4.22 26.89 52.31 11.09 5.49 7127

Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

100 15.27 6.94 65.35 1.44 11.00 5137

BK: Bahan Kering, LK: Lemak Kasar, PK: Protein Kasar, SK: Serat kasar, BETN: Bahan ekstrak tanpa Nitrogen, GE: Gross Energi

Analisa dilakukan di Laboraturium Pusat Sumberdaya Hayati, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(22)

8

Penyajian data yang dilakukan berdasarkan dry matter atau 100% BK tanpa adanya kandungan air lagi di dalam bahan pakan. Kadar abu dapat diindikasikan dengan ketersediaan mineral yang terdapat dalam bahan pakan. Menurut Sutardi (1980), pembakaran sampel dengan suhu tinggi menyebabkan semua bahan organik terbakar dan teruapkan sehingga menyisakan abu pembakaran yang diindikasikan sebagai mineral bahan pakan. Berdasarkan data dry matter pada analisis proksimat yang dilakukan didapatkan kandungan abu yang relatif seragam antara satu bahan dengan bahan yang lainnya. Kandungan abu yang paling tinggi pada sampel bijian terdapat pada blue seed (7.56%) dan terendah terdapat pada ketan hitam (1.68%), sedangkan untuk sampel hewan kadar abu tetinggi didapatkan dari cacing tanah (15.27%) dan terendah pada ulat hongkong (4.22%).

Analisis selanjutnya berupa analisa lemak kasar (LK) dilakukan dengan metode Soxhlet. Sutardi (1980) menyatakan bahwa lemak merupakan sebagian BOTN yang larut dalam pelarut organik, sedangkan yang tidak larut adalah fraksi karbohidrat. Fraksi lemak terdiri dari trigliserida yaitu ester gliserol dengan asam lemak. Kandungan Bahan Organik Tanpa Nitrogen (BOTN) merupakan selisih antara bahan organik dan protein kasar dalam bahan pakan (Sutardi 1980). Kandungan lemak kasar tertinggi pada bahan pakan dari tanaman dalam keadaan dry matter terdapat pada biji bunga matahari yang kadar lemak kasarnya mencapai 53.21% dan terendah adalah ketan hitam hitam sebesar 3.30%. Minyak biji bunga matahari menjadi salah satu pilihan pakan sumber lemak, karena selain dapat mensuplai energi, juga tinggi kadar lemak tak jenuh rantai panjang (Manso et al. 2011). Bahan pakan yang berasal dari hewan memiliki kandungan lemak tertinggi diperoleh dari ulat hongkong yang mencapai 26.89%, kemudian jangkrik (17.43%), kroto (14.45%), dan cacing tanah (6.94%).

Minyak biji bunga matahari menjadi salah satu pilihan pakan sumber lemak, karena selain dapat mensuplai energi, juga tinggi kadar lemak tak jenuh rantai panjang (Manso et al. 2011). Sumber lemak dalam pakan dapat didapat dari penambahan minyak dalam ransum. Tingginya kadar lemak kasar di dalam biji niger dan blue seed juga dimanfaatkan para pemelihara burung kicau sebagai pakan yang diberikan di saat musim dingin. Penggunaan bahan pakan dengan kadar lemak yang tinggi akan meningkatkan sumber energi bahan pakan. Penggunaan sumber energi berupa lemak merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan, karena lemak memberikan energi yang lebih tinggi daripada karbohidrat dan protein (Sudarman et al. 2008).

Analisis protein kasar dalam analisa proksimat dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, metode ini menggunakan asumsi bahwa semua nitrogen (N) bahan makanan berasal dari protein, dan semua protein bahan makanan mengandung N sebanyak 16% (Sutardi 1980). Kadar protein kasar dalam suatu bahan pakan dapat menentukan harga bahan pakan. Menurut Sutardi (1980), protein adalah senyawa organik yang tersusun dari asam-asam amino alfa yang umumnya berkonfigurasi L dan diikat satu sama lain oleh ikatan peptida sehingga membentuk polipeptida. Pada umumnya, bahan pakan dengan nilai protein yang lebih tinggi akan memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pakan yang memiliki nilai protein rendah.

(23)

9

mencapai 24.40% dan terendah terdapat pada ketan hitam yang mencapai 9.79%. Bahan pakan yang berasal dari hewan didapatkan data dalam bentuk dry mater di mana jangkrik memiliki kandungan protein tertinggi yang mencapai 65.55%, kemudian cacing tanah 66.35%, ulat hongkong 52.31%, dan kroto 49.36%. Menurut Soemadi dan Mutholib (2003) menyatakan bahwa jumlah protein yang dikonsumsi burung kicau dari pakan yang disediakan harus seimbang dengan kebutuhannya, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila protein yang dikonsumsi berlebih maka sisanya akan diubah menjadi lemak sehingga menyebabkan burung menjadi gemuk dan terlihat malas. Sebaliknya, bila terjadi defisiensi konsumsi protein maka mengakibatkan burung menjadi kurus, kerdil, pertumbuhan bulu tidak sempurna, bersifat kanibal, tidak bergairah dan enggan bersuara.

Sudrajat (2002) menyatakan bahwa jangkrik dapat diberikan kepada burung sebagai pakan tambahan untuk pemulihan saat burung sedang tidak sehat. Tingginya protein kasar dalam tubuh jangkrik merupakan salah satu indikator bahwa jangkrik merupakan bahan pakan dengan kualitas yang sangat baik sehingga baik diberikan pada ternak untuk meningkatkan kesehatan ternak. Selain itu, tepung jangkrik mengandung estrogen sebesar 259.535 ppm yang diperoleh dari ekstrasi campuran jangkrik jantan dan betina pada umur diatas 35 hari (Saefullah 2006). Soemadi dan Mutholib (2003) menyatakan bahwa untuk bersuara, burung memerlukan protein kurang lebih 35% dari jumlah makanannya.

Serat kasar merupakan bahan yang dibentuk oleh dinding sel dari tanaman seperti selulosa, pentosan, lignin, dan kitin (Achmanu dan Muharlien 2011). Serat kasar dalam bahan pakan akan menentukan kecernaan bahan pakan pada ternak yang mengkonsumsinya. Selain itu, serat kasar sering kali dijadikan faktor pembatas pada ransum unggas dikarenakan kemampuan unggas mencerna serat kasar sangat minim (Achmanu dan Muharlien 2011). Sampel pakan yang berasal dari tumbuhan yang berupa biji niger memiliki kandungan serat kasar yang paling tinggi mencapai 24.35% dan ketan hitam 0.28%. Bahan pakan yang berasal dari hewan memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah dibandingkan bahan pakan yang berasal dari tumbuhan. Serat kasar tertinggi dalam sampel bahan pakan dari hewan terdapat dalam ulat hongkong 11.09%, kemudian kroto (8.05%), jangkrik (6.81%), dan cacing tanah (1.44%).

Kandungan serat kasar ulat hongkong yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber pakan dari hewan yang lain merupakan salah satu alasan pembatas pemberian ulat hongkong pada burung berkicau. Menurut Turut (1998), pemberian ulat hongkong untuk burung berkicau cukup 3-5 ekor perhari, hal ini dikarenakan pemberian yang terlalu berlebih dapat mengganggu kesehatan burung. Kandungan serat kasar yang rendah mengakibatkan zat makanan dalam ransum yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh lebih banyak (Arisca 2010). Arisca (2010) menyatakan kadar serat yang tinggi juga menjadi penyebab rendahnya nilai metabolis dalam bahan karena selulosa dan lignin bukan termasuk sumber energi yang bisa dicerna unggas.

(24)

10

mudah larut, mempunyai daya cerna tinggi, dan kandungan sumber energi yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kandungan BETN tertinggi pada sampel tumbuhan adalah ketan hitam dengan persentase BETN sebesar 84.95% dan terendah adalah biji bunga matahari (7.16%). Sementara untuk sampel hewan diperoleh kandungan BETN sebesar 23.25% untuk ulat hongkong, kemudian 11.00% untuk cacing tanah, 5.49% untuk kroto, dan 4.29% untuk jangkrik.

Analisis gross energi digunakan untuk mengukur energi bruto dalam bahan pakan. Kandungan energi bruto ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan ransum unggas. Wahju (1997) menyatakan bahwa dalam menyusun ransum unggas selain kandungan nutrien seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral juga kandungan energi perlu diperhatikan mengingat tingkat energi ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Kebutuhan energi dijadikan standar dalam penyusunan ransum ternak sehingga pengetahuan kandungan energi secara kuantitatif sangat penting (McDonald et al. 1995). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa zat nutrisi sumber energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan menurut Wahju (1997) karbohidrat berbentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin sulit dicerna oleh ayam.

Analisis gross energi ini dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter parr 6200. Hasil tertinggi untuk sampel pakan tumbuhan dalam keadaan 100% BK (dry matter) berasal dari biji bunga matahari, yaitu sebesar 7576 kalg-1 dan terendah adalah millet putih (4397 kalg-1). Sampel hewan menunjukkan

kandungan energi bruto sebesar 7276 kalg-1 pada jangkrik ternak, kemudian ulat hongkong 7128 kalg-1, 5702 kalg-1 pada kroto, dan terendah adalah 5137 kalg-1 pada cacing tanah. Energi bruto yang terkandung dalam pakan tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan ternak, karena zat nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak dapat seluruhnya dicerna dan diserap oleh tubuh (Pond et al. 1995). Menurut Wahju (1997) nilai energi metabolis dari bahan makanan penggunaannya paling aplikatif dalam ilmu nutrisi ternak unggas karena pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur. Distribusi dan penggunaan energi dalam tubuh unggas disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Distribusi dan Penggunaan Energi dalam Tubuh Unggas (Leeson dan Summer, 2001)

Energi Bruto

Energi Feses Energi Dapat dicerna

Energi Urin Energi Metabolis

Panas Tubuh Energi Neto

Energi Neto untuk Hidup Pokok Energi Neto Produksi

• Metabolisme Basal

• Regulasi Suhu Tubuh

• Aktifitas Normal

• Bulu

• Pertumbuhan

(25)

11

Menurut Ensminger (1991) tidak semua energi yang terkandung dalam ransum dapat dipergunakan oleh ternak, sebagian akan terbuang melalui feses dan urin. Ketersediaan energi tergantung pada jumlah yang hilang selama pencernaan dan metabolisme. Energi tercerna (digestible energy/DE) merupakan selisih antara energi bruto (gross energy) makanan dengan energi yang dikeluarkan tubuh melalui feses.

Analisis Tanin

Analisis anti nutrisi yang dilakukan berupa analisis tanin, hal ini dikarenakan adanya dugaan keterkaitan antara ketersediaan tanin dengan jumlah konsumsi bahan pakan oleh burung kicau. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung kicau ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis tanin

No Bahan Pakan Tanin (%)

1 Millet Putih 0.025

2 Millet Merah 0.03

3 Jewawut 0.00

Hasil analisa Laboraturium Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

Analisis tanin dilakukan terhadap 3 jenis bijian pakan alami burung kicau yang berupa millet merah, millet putih, dan jewawut. Penggunaan millet merah, millet putih, dan jewawut lebih dominan dibandingkan penggunaan bijian lain dalam penyusunan ransum burung kicau, hal ini merupakan salah satu alasan pengujian tanin dilakukan hanya menggunakan ketiga bahan tersebut. Salah satu faktor penunjang dari dominannya penggunaan ketiga bijian tersebut adalah harganya yang relatif lebih murah dibandingkan harga bijian yang lain dan ketersediaannya yang lebih banyak. Selain itu, penggunaan millet putih yang lebih dominan dibandingkan millet merah merupakan indikasi adanya pembatasan dalam penggunaan millet merah. Pakan Tropical Finches Prestige menggunakan formulasi pakan millet putih 33%, millet merah 3%, jewawut 48%, canary seed 8,5, niger seed 1,5%, biji rami 6%. Sedangkan pada pakan Ebod Canary menggunakan formulasi millet putih 16%, millet merah10%, biji sawi 20%, niger seed 14%, canary seed 40%.

Analisis tanin yang dilakukan pada millet merah mendapatkan hasil tanin yang paling besar yaitu 0.03 g100g-1, kemudian millet putih dengan kandungan

0.025 g100g-1, dan jewawut tidak memiliki kandungan tanin di dalamnya. Lebih tingginya kandungan tanin di dalam millet merah ini menyebabkan lebih sedikitnya konsumsi millet merah dibandingkan millet putih oleh burung kicau. Cheeke dan Shull (1999) menyatakan bahwa proteksi dari serangan ternak dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat sedangkan serangan bakteri dan insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protese dari bakteri dan insekta yang bersangkutan.

(26)

12

glikoprotein dalam mulut serta dapat menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas pakan. Tanin dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan karena tanin dapat melukai saluran pencernaan sehingga menyebabkan terganggunya fungsi saluran pencernaan (Cheeke, 1989). Batas penggunaan tanin dalam ransum adalah 2.6 gkg-1 (Kumar et al. 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisa kandungan nutrisi sampel pakan alami burung berkicau berupa hewan (jangkrik, cacing tanah, ulat hongkong, dan kroto) memiliki kandungan protein (49.36%-66.55%) lebih tinggi dibandingkan kandungan protein (9.79%-24.40%) pada sampel bijian. Selain itu, kandungan gross energi pada sampel hewan berada pada rentan (5702-7276) kalg-1 sedangkan pada sampel tumbuhan (bijian) lebih bervariasi (4377-7576) kalg-1. Kandungan tanin pada millet merah sebesar 0.03 g100g-1, millet putih 0.025 g100g-1, dan jawawut 0.00 g100g-1.

Saran

Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara kandungan nutrisi pakan dengan performa burung berkicau dengan melakukan pemeliharaan atau pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu, Muharlien. 2011. Ilmu Ternak Unggas. Malang (ID) : UB Press.

Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Arisca SM. 2010. Nilai energi metabolis dan retensi nitrogen ampas sagu baiduri (Metroxilon rumpii) hasil fermentasi oleh Rhizopus oryzae dengan lama fermentasi berbeda pada ayam lokal [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Cheeke PR. 1989. Toxicants of Plant Origin. Volume III, Protein and Amino Acid. CRC Press, Inc., 2000 Corporate Blvd., N. W., Boca Raton, Florida. United State

Cheeke PR, Shull. 1999. Applied Animal Nutrition Feeds and Feeding. 2nd Edition. Department of Animal Sciences Oregon State University, New Jersey.

Ensminger K. 1991. Animal Science 11th Edition. Interstate Publisher, USA.. FAO. 2005. Production and processing of small seeds for birds.

http://www.fao.org/docrep/008/y5831e/y5831e00.htm. [22 April 2014]. Kumar V, Elangovan AV, Mandal AB. 2005. Utilization of reconstituted high

(27)

13

Manso T, Bodas R, Castro T, Jimeno V, Mantecon AR. 2011. Animal performance and fatty acid composition of lambs fedwith different vegetable oils. J Anim Sci. (10):1659-67.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JED, Morgan CA.1995. Animal Nutrition 6th Edition. Ashford Colour Press. Gosport. Indiana, United States.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JED, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Ltd., Gosport.

Pond WG, DC. Church, KR. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th

Edition. John Wiley and Sons Inc. Canada, USA.

Saefullah M. 2006. Suplementasi tepung jangkrik dalam ransum komersial terhadap performa ayam petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soebarinoto. 1986. Evaluasi beberapa hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein untuk ternak[tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Soemadi W, Mutholib A. 2003. Pakan Burung. Edisi ke-4. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.

Soemarjoto. 2003. Mengatasi Permasalahan Burung Berkicau. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sudarman A, Wiryawan KG, Markhamah H. 2008. Penambahan sabun kalsium dari minyak ikan lemuru dalam ransum dan pengaruhnya terhadap tampilan produksi domba. Med Pet. 31(3):166-171.

Sudrajat. 2002. Merawat dan Melatih Hwa Mei. Jakarta(ID):Penebar Swadaya. Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Suwito E. 2001. Merawat dan Melatih Burung-Burung dari Cina. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Turut R. 1998. Sukses Memelihara Burung Berkicau dari Thailand. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(28)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 Februari 1992. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Sumarno dan Ibu Sudarwati. Penulis menempuh pendidikan dasar di TK Satya Dharma Sudjana Gunung Madu pada tahun 1996-1998, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN 01 Gunung Madu pada tahun 1998-2004. Pendidikan dilanjutkan di SMPN Satya Dharma Sudjana Gunung Madu pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 01 Terbanggi Besar pada tahun 2007-2010.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama kuliah, penulis pernah menjadi Ketua Divisi Internal Art Dormitory Club periode 2010/2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan Magang di Green Farm, Blitar, Jawa Timur pada tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rita Mutia, MAgr dan Dr Anuraga Jayanegara, SPt., MSc selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Ibu Dr Ir Sumiati, MSc dan Bapak Rudi Afnan, SPt, MSc.Agr selaku dosen penguji, serta Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku panitia sidang pada tanggal 10 Juli 2014.

Gambar

Gambar 1 Sampel pakan nabati dan sampel pakan hewani
Tabel 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan   segar)
Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (% bahan kering)
Tabel 3. Hasil analisis tanin

Referensi

Dokumen terkait

Bukan rahasia lagi pengaturan pelayanan medis khususnya medis spesialistik sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala, tenaga spesialis masih kurang dan belum merata di berbagai

Artinya, dua kecenderungan itu akan selalu ada dan menyertai manusia dalam hidupnya pula, bukan merupakan suatu hal yang bersifat kontroversi dari sifat Tuhan

M emilih media pem belajaran dan sumber belajar yang r elevan dengan karakt erist ik pesert a didik unt uk m encapai t uj uan pem belajaran secara ut uh sesuai SK dan KD Kom

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, serta pentunjuk- Nya sehingga tugas akhir dengan judul “ Analisis Kepuasan Mahasiswa Pada

1, Juni 2019 Dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi, Pasal ambang batas ( presidential treshold ) bukanlah pasal diskriminatif, bahwa menambahkan syarat ambang batas

Menurut Asgar selaku pelaksana kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanasitolo mengemukakan bahwa dampak sosial yang biasanya timbul dari perkawinan tidak tercatat di

1. Proses regrouping SDN Tukang 01 dan SD N Tukang 02 sudah dimulai secara alami atas inisiatif stakeholder sekolah jauh sebelum Surat Keputusan regrouping dari

Penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran mengelola halaman web untuk konten server agar dapat menggunakan situs pembelajaran sebagai media