TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (
Physalis angulata
)
BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG
HILWI LAYYINA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Hilwi Layyina
ABSTRAK
HILWI LAYYINA. Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang. Dibimbing oleh SUMINAR SETIATI ACHMADI dan BUDI ARIFIN.
Tumbuhan Physalis angulata atau ciplukan sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Sudah banyak penelitian mengenai manfaat ciplukan, antara lain sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma, tetapi dalam penelitian tersebut tidak dilaporkan toksisitasnya. Penelitian ini bertujuan
menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan uji letalitas larva udang (BSLT). Uji fitokimia dari ekstrak etanol kasar mengindikasikan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan steroid. Ekstrak kasar etanol diekstraksi menggunakan ekstraksi cair-cair sehingga diperoleh 2 ekstrak, yaitu ekstrak n-heksana dan fraksi etil asetat. Uji BSLT menunjukkan bahwa semua ekstrak bersifat toksik. Ekstrak
n-heksana menunjukkan aktivitas tertinggi dengan nilai LC50 sebesar 3 ppm, yang berpotensi sebagai antikanker.
Kata kunci: ciplukan, Physalis angulata, uji letalitas larva udang
ABSTRACT
HILWI LAYYINA. Toxicity of Ciplukan (Physalis angulata) Extracts According to Brine Shrimp Lethality Test. Supervised by SUMINAR SETIATI ACHMADI and BUDI ARIFIN.
Physalis angulata known as ciplukan in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant. Studies on this plant revealed its potency as antidiabetic, antioxidant, antimicrobial, and antiasthma, but the toxicity is not reported yet. This study aimed to determine the toxicity of leaf extracts from ciplukan by using brine shrimp lethality test (BSLT). Phytochemical test of crude ethanolic extract indicated the presence of alkaloids, flavonoids, and steroids. Ethanol crude extract was extracted by liquid-liquid extraction and gave 2 extracts, namely n-hexane and ethyl acetate extracts. BSLT results showed that all the extracts were toxic. n -Hexane extract was the most toxic extract with value of LC50 3 ppm, indicating its potency as anticancer.
TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (
Physalis angulata
)
BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG
HILWI LAYYINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi: Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang
Nama : Hilwi Layyina NIM : G44070101
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal Lulus:
Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD dan Bapak Budi Arifin, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf Laboratorium Kimia Organik, khususnya Bapak Sabur atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih takterhingga penulis ucapkan kepada keluarga dan Ibu Ari, atas segala dukungan yang telah diberikan.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
METODE 1
Alat dan Bahan 1
Prosedur Kerja 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak 3
Fitokimia Ekstrak Etanol 4
Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang 6
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 8
LAMPIRAN 10
DAFTAR GAMBAR
1 Fraksi n-heksana dan etil asetat dari ekstrak kasar ciplukan 4
2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan 4
3 Uji flavonoid dan fenol ekstrak ciplukan 5
4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan 5
5 Uji saponin ekstrak ciplukan 5
6 Kurva BSLT ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana 6
7 Struktur fisalin B, D, F, dan G 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan 10
2 Diagram alir penelitian 11
3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan 12
PENDAHULUAN
Ciplukan (Physalis angulata) merupakan tumbuhan asal Amerika yang telah tersebar luas di daerah tropis. Berdasarkan taksonominya, ciplukan dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku Solanaceae, marga Physalis, dan jenis P. angulata. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah hingga 1200 m di atas permukaan laut dan tumbuh liar di kebun, tegalan, tepi jalan, semak, dan tepi hutan (Sutjiatmo et al. 2011).
Tanaman ciplukan mengandung sedikitnya 8 golongan metabolit sekunder, yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid. Dengan kandungan metabolit sekunder tersebut, ciplukan sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati kencing manis, ayan, radang saluran pernapasan, dan sebagai obat pencahar (Sutjiatmo et al. 2011). Penelitian mengenai manfaat ciplukan sudah banyak dilakukan, antara lain sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma (Lampiran 1). Akan tetapi, dalam penelitian tersebut tidak dilaporkan tahap pengujian toksisitas dengan menggunakan hewan uji berupa larva udang (Artemia salina) dalam pencarian senyawa aktifnya.
Toksisitas adalah semua hal yang memiliki efek berbahaya dari suatu senyawa pada organisme target. Metode uji letalitas larva udang (BSLT) digunakan sebagai metode pendahuluan untuk mengetahui toksisitas suatu bahan. Larva udang digunakan sebagai hewan uji karena dinilai peka terhadap toksin. Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini menunjukkan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Kelebihan uji BSLT adalah mudah dikerjakan, murah, cepat, cukup akurat, dan membutuhkan sedikit sampel. Metode BSLT juga banyak digunakan untuk analisis biosistem, yaitu untuk analisis residu pestisida, mikotoksin, polusi, dan senyawa turunan morfina (Meyer et al. 1982). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan metode BSLT.
METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, penguap putar,
2 Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 5 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit dan ditimbang kembali. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).
Kadar air (%) = × 100%
Keterangan:
A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)
Ekstraksi dan Partisi Sampel
Daun ciplukan dikeringudarakan, kemudian dihaluskan. Sebanyak 500 g sampel dimaserasi dengan etanol 70% dengan nisbah 1:5 selama 3×24 jam.
Penggantian pelarut dilakukan setiap 24 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar.
Ekstrak etanol pekat kemudian dilarutkan dalam air dan dipartisi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana dengan nisbah 1:3. Fraksi n-heksana dipisahkan, kemudian dipekatkan dengan penguap putar. Fraksi air dipartisi lagi menggunakan pelarut etil asetat dengan nisbah 1:3. Fraksi etil asetat dipisahkan, kemudian dipekatkan dengan penguap putar.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL kloroform, lalu ditambahkan 4 tetes NH4OH dan disaring. Filtrat ditambah 10 tetes H2SO4 2 M sebanyak volume filtrat, kemudian dikocok hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam diteteskan pada lempeng tetes dan masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Uji dinyatakan positif ketika berturut-turut didapatkan endapan berwarna jingga, putih, dan cokelat.
Uji Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dengan kloroform-air (1:1), kemudian dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan air dipisahkan dan dibagi 2 untuk uji flavonoid dan fenol. Keberadaan flavonoid diuji dengan menambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Uji positif flavonoid apabila menghasilkan warna kuning atau jingga. Keberadaan fenol diuji dengan menambahkan FeCl3 5% (b/v). Uji dikatakan positif fenol ketika menghasilkan warna hijau, biru, atau ungu.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL akuades dan dipanaskan hingga mendidih kemudian didinginkan hingga suhu ruang. Larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok hingga terbentuk busa. Hasil uji dinyatakan positif bila busa yang terbentuk stabil.
Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang (Modifikasi Meyer et al. 1982) Penetasan Telur Udang. Telur udang ditimbang sebanyak 0.5 g kemudian ditetaskan dalam wadah berisi air laut yang telah disaring dan diaerasi. Telur ditetaskan selama 48 jam dengan kondisi cukup cahaya agar telur menetas sempurna. Telur yang telah menetas menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.
Uji Toksisitas terhadap Larva Udang. Ekstrak pekat etanol 70%, n
-heksana, dan etil asetat masing-masing dibuat larutan induk dengan konsentrasi 2000 ppm. Ekstrak ditambah dimetil sulfoksida apabila sulit larut dalam air laut. Sebanyak 10 ekor larva udang dalam 1 mL air laut dimasukkan ke dalam
multiwell, kemudian ditambahkan air laut dan ekstrak hingga volume total 2 mL.
Multiwell ditutup dengan foil aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi, larva udang yang mati dihitung dan ditentukan nilai konsentrasi mematikan 50% (LC50).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak
Ekstraksi diawali dengan pengeringan daun ciplukan pada suhu ruang dan dihaluskan, kemudian ditentukan kadar airnya. Penentuan kadar air bertujuan menentukan cara penyimpanan contoh agar terhindar dari pengaruh aktivitas mikrob dan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak (Harborne 1987). Sampel memiliki ketahanan simpan yang baik jika kadar airnya kurang dari 10%. Sampel daun ciplukan memiliki kadar air sebesar 8.90% (Lampiran 3). Oleh karena itu, sampel dapat disimpan cukup lama tanpa tercemari oleh mikrob.
4
Gambar 1 Fraksi n-heksana (kiri) dan etil asetat (kanan) dari ekstrak kasar ciplukan
Fitokimia Ekstrak Etanol
Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak etanol daun ciplukan menunjukkan keberadaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan steroid (Tabel 1). Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah penambahan pereaksi Mayer, endapan jingga pada penambahan pereaksi Dragendorf, dan endapan cokelat pada penambahan pereaksi Wagner (Gambar 2). Uji flavonoid pada daun ciplukan menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning setelah penambahan Mg, HCl pekat, dan n-amil alkohol. Sementara uji fenol menunjukkan hasil negatif karena terbentuk warna cokelat (Gambar 3). Steroid pada ekstrak ditandai dengan terbentuknya warna hijau setelah penambahan pereaksi Liebermann-Burchard (Gambar 4). Sementara itu, uji senyawa triterpenoid dan saponin menunjukkan hasil negatif karena masing-masing tidak terbentuk warna merah atau ungu dan tidak terbentuk busa (Gambar 5).
Tabel 1 Fitokimia ekstrak etanol
Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi.
Gambar 2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan (dari kiri ke kanan): Mayer (endapan putih), Dragendorf (endapan jingga), dan Wagner (endapan cokelat)
Uji fitokimia Hasil uji Keterangan
Alkaloid + terdapat endapan
Flavonoid + berwarna kuning
Fenol - berwarna cokelat
Steroid + berwarna hijau
Triterpenoid - tidak berwarna merah/ungu
5
Gambar 3 Uji flavonoid (kiri) dan fenol (kanan) ekstrak ciplukan
Gambar 4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan
Gambar 5 Uji saponin ekstrak ciplukan
Alkaloid, flavonoid, dan steroid merupakan golongan senyawa yang banyak ditemukan pada ekstrak ciplukan seperti yang tertera pada Lampiran 1. Rathore et al. (2011) dan Nanumala et al. (2012b) pada penelitiannya menemukan ketiga golongan senyawa tersebut pada ekstrak daun ciplukan dan masing-masing bermanfaat sebagai antiasma dan antitukak. Menurut Nanumala et al. (2012 b), efek antitukak diduga karena kandungan alkaloid dan flavonoid yang dapat menekan sekresi asam lambung.
Menurut Sutjiatmo et al. (2011), daun ciplukan mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid, tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan senyawa golongan saponin, fenol, dan triterpenoid. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena sampel yang digunakan berasal dari daerah yang berbeda. Penelitian ini menggunakan sampel daun ciplukan dari Tegal, sementara Sutjiatmo et al.
(2011) menggunakan sampel daun ciplukan dari sungai Citarum, Jawa Barat. Perbedaan senyawa metabolit sekunder suatu tumbuhan dapat disebabkan oleh keragaman sifat genetika dan umur tumbuhan. Kondisi tanah dan vegetasi di sekitar lokasi tumbuhan sumber, serta kondisi musim saat pengambilan bahan tumbuhan juga berpengaruh (Kaufman et al. 2006). Selain itu, kelompok peneliti tersebut menggunakan air sebagai pelarut pengekstraknya.
6
Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang
Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subakut, dan kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, karsinogenik). Metode BSLT merupakan metode uji umum yang memperkirakan sitotoksitas ekstrak kasar tumbuhan. Metode ini menggunakan larva udang sebagai bioindikator karena larva udang peka terhadap toksin. Hasil uji BSLT ditetapkan dari jumlah kematian larva karena pengaruh ekstrak atau bahan tertentu dengan dosis yang telah ditentukan. Tingkat toksisitas ditentukan dengan mengevaluasi nilai konsentrasi mematikan 50% (LC50). Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan metode analisis probit pada selang kepercayaan 95% (Meyer et al. 1982).
Kurva dan persamaan garis uji BSLT disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan uji BSLT, ekstrak etanol daun ciplukan memiliki nilai LC50 sebesar 37.3 ppm dengan R2 sebesar 0.976 (Lampiran 4). Ekstrak n-heksana memiliki nilai LC50 jauh lebih kecil lagi, yakni sebesar 3 ppm dengan R2sebesar 0.982 (Lampiran 5). Ekstrak etil asetat memiliki nilai LC50 sebesar 496.4 ppm dengan R2sebesar 0.898 (Lampiran 6).
Gambar 6 Kurva BSLT ekstrak etanol (A), etil asetat (B), dan n-heksana (C)
7
Meyer et al. (1982) menyatakan, jika nilai LC50 lebih kecil dari 1000 μg/mL, maka bahan uji tersebut tergolong toksik. Berdasarkan acuan tersebut, ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak n-heksana bersifat toksik dan ekstrak
n-heksana merupakan ekstrak teraktif dari ketiga ekstrak tersebut. Lebih lanjut, McLaughlin et al. (1991) menyatakan, jika LC50 lebih kecil dari 30 ppm, ekstrak berpotensi sebagai antikanker (sitotoksik); LC50 30‒200 ppm, ekstrak berpotensi sebagai antimikrob; dan LC50 200‒1000 ppm, ekstrak berpotensi sebagai pestisida. Dengan demikian, ekstrak etanol berpotensi sebagai antimikrob, ekstrak
n-heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil asetat berpotensi sebagai pestisida.
Potensi antimikrob ekstrak ciplukan sudah diteliti oleh Silva et al. (2005) dan senyawa aktif yang berperan besar adalah fisalin B. Fisalin merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam ciplukan dan termasuk senyawa golongan steroid. Jenis fisalin yang banyak ditemukan dalam ciplukan adalah fisalin B, D, F, dan G (Gambar 7) (Sa et al. 2011). Dengan konsentrasi yang sama, yakni 200
μg/mL, fisalin B dapat menghambat 85% mikrob dari total mikrob yang dapat dihambat oleh total fisalin. Selain sebagai antimikrob, fisalin juga dapat berperan sebagai antiradang (Pinto et al. 2010) dan moluskisida (Santos et al. 2003). Fisalin E berperan sebagai antiradang karena berinteraksi dengan reseptor glukokortikoid (Pinto et al. 2010).
Gambar 7 Struktur fisalin B (A), fisalin D (B), fisalin F (C), dan fisalin G (D)
A B
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen ekstrak etanol dari daun ciplukan asal daerah Tegal adalah 26%. Golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar tersebut adalah alkaloid, flavonoid, dan steroid. Nilai LC50 ekstrak etanol, n-heksana, dan etil asetat masing-masing 37, 3, dan 496 ppm, yang berarti ekstrak etanol berpotensi sebagai antimikrob, ekstrak n-heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil asetat berpotensi sebagai pestisida.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan daya sitotoksik secara in vivo dan mengisolasi jenis senyawa yang berperan.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Method of Analysis. Ed ke-18. Arlington: AOAC Int.
Bastos GNT, Santos ARS, Ferreira VMM, Costa AMR, Bispo CI, Silveira AJA, Nascimento JLMD. 2006. Antinociceptive effect of the aqueous extract obtained from roots of Physalis angulata L. on mice. J Ethnopharmacol.103:241-245.
Fauzi IA, Amalia F, Sabila N, Hermawan A, Ikawati M, Meiyanto E. 2011. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanolik herba ciplukan (Physalis angulata
L.) terhadap sel hepar tikus betina galur Sprague Dawley terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasena. PharmaMedika. 3:194-199.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006. The uses of plant natural products by humans and risks associated with their use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA, Brielman HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton (US): CRC Pr. hlm 441-473.
Kimpende PM, Lusakibanza M, Mesia K, Tona L, Tits M, Angenot L, Frederich M, Meervelt LV. 2013. Isolation, pharmacological activity and structure determination of physalin B and 5b,6b-epoxyphysalin B isolated from Congolese Physalis angulata L. Acta Cryst. 69:1557-1562.
Krishna M, Vadluri R, Kumar EM. 2013. In vitro determination of antioxidant activity of Physalis angulata L. Int J Pharm Bio Sci. 4:541-549.
9
Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Med. 45:31-34.
Monikawati A, Farida S, Putri LW, Ikhtisarsyah YG, Meiyanto E. 2011. Antiproliferative activity of ethanolic extract of ciplukan herbs (Physalis angulata L.) on 7,12-dimethylbenz[a]nthracene-induced rat mammary carcinogenesis. Indones J Cancer Chemoprev. 2:227-232.
Nanumala SK, Gunda K, Runja C, Chandra MS. 2012a. Evaluations of diuretic activity of methanolic extract of Physalis angulata L. leaves. Int J Pharm Sci Rev Res. 16:40-42.
Nanumala SK, Kannadhasan R, Gunda K, Sivakumar G, Somasekhar P. 2012b. Anti ulcer activity of the ethanolic extract of leaves Physalis angulata L. Int J Pharm Pharm Sci. 4:226-228.
Nnamani CV, Ani OG, Belunwu G. 2009. Larvicidal effects of ethanol extracts of leaves and fruits of Physalis angulata L. on the larvae of Anopheles mosquitoes from Ebonyi State, Nigeria. Animal Res Int. 6:1059-1062. Oladele GM, Ode OJ, Akande MG, Ogunbodede MA, Simon MK. 2013. Effects
of ethanolic root extract of Physalis angulata on alloxan induced diabetic rats. Int J APS BMS. 2:95-100.
Pinto NB, Morais TC, Carvalo KMB, Silva CR, Andrade GM, Brito GAC, Veras ML, Pessoa ODL, Rao VS, Santos FA. 2010. Topical anti-inflammatory potential of physalin E from Physalis angulata on experimental dermatitis in mice. Phytomedicine. 17:740-743.
Rathore C, Dutt KR, Sahu S, Deb L. 2011. Antiasthmatic activity of the methanolic extract of Physalis angulata L. J Med Plants Res. 5:5351-5355. Sa MS, Menezes MN, Krettli AU, Ribeiro IM, Tomassini TCB, Santos RR,
Azevedo WF, Soares MBP. 2011. Antimalarial activity of physalins B, D, F, and G. J Nat Prod. 74:2269-2272.
Santos JAA, Tomassini TCB, Xavier DCD, Ribeiro IM, Silva MTG, Filho ZBM. 2003. Molluscicidal activity of Physalis angulata L. extracts and fractions on Biomphalaria tenagophila (d’Orbigny, 1835) under laboratory
conditions. Mem Inst Oswaldo Cruz. 98:425-428.
Santos RA, Cabral TR, Cabral IR, Antunes LMG, Andrade CP, Cardoso PCS, Bahia MO, Pessoa C, Nascimento JLM, Burbano RR, Takahashi CS. 2008. Genotoxic effect of Physalis angulata L. (Solanaceae) extract on human lymphocytes treated in vitro. Biocell. 32:195-200.
Silva MTG, Simas SM, Batista TGFM, Cardarelli P, Tomassini TCB. 2005. Studies on antimicrobial activity, in vitro, of Physalis angulata L. (Solanaceae) fraction and physalin B bringing out the importance of assay determination. Mem Inst Oswaldo Cruz. 100:779-782.
Sutjiatmo AB, Sukandar EY, Ratnawati Y, Kusmaningati S, Wulandari A, Narvikasari S. 2011. Efek antidiabetes herba ciplukan (Physalis angulata
Linn.) pada mencit diabetes dengan induksi aloksan. J Farm Indones. 5:166-171.
10
Lampiran 1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan
Acuan Temuan penting Golongan senyawa Pelarut pengekstrak
Bastos et al. (2006) Antinosiseptif - Air
Sutjiatmo et al. (2011) Antidiabetes Alkaloid, flavonoid, Air, n-heksana, etil asetat
saponin, polifenol, steroid, triterpenoid
Kimpende et al. (2013) Fisalin B Steroid Diklorometana
Pinto et al. (2010) Fisalin E (antiradang) Steroid n-heksana, etanol
Tammu et al. (2012) Antiasma - Etanol
Fauzi et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol
Nanumala et al. (2012a) Antitukak Alkaloid, flavonoid, Etanol
Steroid
Silva et al. (2005) Antimikrob - Etanol
Monikawati et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol
Nanumala et al. (2012b) Diuretik Alkaloid, flavonoid, Metanol
asam amino, glikosida
Santos et al. (2008) Efek genotoksik - Air
Krishna et al. (2013) Antioksidan Fenol, flavonoid Metanol
Nnamani et al. (2009) Larvisida Alkaloid, flavonoid, Etanol
saponin
Oladele et al. (2013) Antidiabetes - Etanol
Rathore et al. (2011) Antiasma Alkaloid, flavonoid, Metanol
steroid
Santos et al. (2003) Moluskisida - Etanol, metanol, etil
asetat, diklorometana,
11
Lampiran 2 Diagram alir penelitian
- Dikeringanginkan, digiling
Ekstrak etanol
BSLT Ekstrak n-heksana
Sampel
- Penetapan kadar air
- Dimaserasi dengan etanol 70% selama 3×24 jam
- Dipartisi dengan n-heksana-air (3:1)
Ekstrakair BSLT
- Dipartisi dengan n-etil asetat-air (3:1)
Ekstrak n-heksana Ekstrakair
BSLT
12
Lampiran 3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan a) Kadar air daunciplukan
Ulangan Bobot cawan Bobot cawan + Bobot contoh Bobot contoh Kadar air awal (g) contoh (g) awal (g) kering (g) (% b/b)
1 58.06 61.24 3.18 2.88 9.43
2 46.60 49.61 3.01 2.75 8.64
3 47.41 50.42 3.01 2.75 8.64
Rerata 8.90
Contoh perhitungan:
Kadar air (%) = × 100% = –
× 100%
= 9.43% Keterangan:
A = Bobot contoh awal (g)
B = Bobot contoh kering (g) b) Rendemen daun ciplukan
Rendemen ekstrak = ×100% = ×100%
= 25.89% (b/b)
Keterangan:
A = Bobot ekstrak
13
Lampiran 4 Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva A. salina
Konsentrasi Jumlah larva mati
Lampiran 5 Toksisitas ekstrak n-heksana terhadap larva A. salina
Konsentrasi Jumlah larva mati
Lampiran 6 Toksisitas ekstrak etil asetat terhadap larva A. salina