• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (

Physalis angulata

)

BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG

HILWI LAYYINA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Hilwi Layyina

(4)
(5)

ABSTRAK

HILWI LAYYINA. Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang. Dibimbing oleh SUMINAR SETIATI ACHMADI dan BUDI ARIFIN.

Tumbuhan Physalis angulata atau ciplukan sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Sudah banyak penelitian mengenai manfaat ciplukan, antara lain sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma, tetapi dalam penelitian tersebut tidak dilaporkan toksisitasnya. Penelitian ini bertujuan

menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan uji letalitas larva udang (BSLT). Uji fitokimia dari ekstrak etanol kasar mengindikasikan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, dan steroid. Ekstrak kasar etanol diekstraksi menggunakan ekstraksi cair-cair sehingga diperoleh 2 ekstrak, yaitu ekstrak n-heksana dan fraksi etil asetat. Uji BSLT menunjukkan bahwa semua ekstrak bersifat toksik. Ekstrak

n-heksana menunjukkan aktivitas tertinggi dengan nilai LC50 sebesar 3 ppm, yang berpotensi sebagai antikanker.

Kata kunci: ciplukan, Physalis angulata, uji letalitas larva udang

ABSTRACT

HILWI LAYYINA. Toxicity of Ciplukan (Physalis angulata) Extracts According to Brine Shrimp Lethality Test. Supervised by SUMINAR SETIATI ACHMADI and BUDI ARIFIN.

Physalis angulata known as ciplukan in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant. Studies on this plant revealed its potency as antidiabetic, antioxidant, antimicrobial, and antiasthma, but the toxicity is not reported yet. This study aimed to determine the toxicity of leaf extracts from ciplukan by using brine shrimp lethality test (BSLT). Phytochemical test of crude ethanolic extract indicated the presence of alkaloids, flavonoids, and steroids. Ethanol crude extract was extracted by liquid-liquid extraction and gave 2 extracts, namely n-hexane and ethyl acetate extracts. BSLT results showed that all the extracts were toxic. n -Hexane extract was the most toxic extract with value of LC50 3 ppm, indicating its potency as anticancer.

(6)
(7)

TOKSISITAS EKSTRAK CIPLUKAN (

Physalis angulata

)

BERDASARKAN UJI LETALITAS LARVA UDANG

HILWI LAYYINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang

Nama : Hilwi Layyina NIM : G44070101

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Toksisitas Ekstrak Ciplukan (Physalis angulata) Berdasarkan Uji Letalitas Larva Udang. Penelitian dilaksanakan sejak Februari sampai Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD dan Bapak Budi Arifin, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf Laboratorium Kimia Organik, khususnya Bapak Sabur atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih takterhingga penulis ucapkan kepada keluarga dan Ibu Ari, atas segala dukungan yang telah diberikan.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 1

Alat dan Bahan 1

Prosedur Kerja 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak 3

Fitokimia Ekstrak Etanol 4

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang 6

SIMPULAN DAN SARAN 8

Simpulan 8

Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 8

LAMPIRAN 10

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Fraksi n-heksana dan etil asetat dari ekstrak kasar ciplukan 4

2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan 4

3 Uji flavonoid dan fenol ekstrak ciplukan 5

4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan 5

5 Uji saponin ekstrak ciplukan 5

6 Kurva BSLT ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana 6

7 Struktur fisalin B, D, F, dan G 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan 10

2 Diagram alir penelitian 11

3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan 12

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Ciplukan (Physalis angulata) merupakan tumbuhan asal Amerika yang telah tersebar luas di daerah tropis. Berdasarkan taksonominya, ciplukan dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku Solanaceae, marga Physalis, dan jenis P. angulata. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah hingga 1200 m di atas permukaan laut dan tumbuh liar di kebun, tegalan, tepi jalan, semak, dan tepi hutan (Sutjiatmo et al. 2011).

Tanaman ciplukan mengandung sedikitnya 8 golongan metabolit sekunder, yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid. Dengan kandungan metabolit sekunder tersebut, ciplukan sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati kencing manis, ayan, radang saluran pernapasan, dan sebagai obat pencahar (Sutjiatmo et al. 2011). Penelitian mengenai manfaat ciplukan sudah banyak dilakukan, antara lain sebagai antidiabetes, antioksidan, antimikrob, dan antiasma (Lampiran 1). Akan tetapi, dalam penelitian tersebut tidak dilaporkan tahap pengujian toksisitas dengan menggunakan hewan uji berupa larva udang (Artemia salina) dalam pencarian senyawa aktifnya.

Toksisitas adalah semua hal yang memiliki efek berbahaya dari suatu senyawa pada organisme target. Metode uji letalitas larva udang (BSLT) digunakan sebagai metode pendahuluan untuk mengetahui toksisitas suatu bahan. Larva udang digunakan sebagai hewan uji karena dinilai peka terhadap toksin. Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini menunjukkan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Kelebihan uji BSLT adalah mudah dikerjakan, murah, cepat, cukup akurat, dan membutuhkan sedikit sampel. Metode BSLT juga banyak digunakan untuk analisis biosistem, yaitu untuk analisis residu pestisida, mikotoksin, polusi, dan senyawa turunan morfina (Meyer et al. 1982). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan toksisitas ekstrak daun ciplukan dengan metode BSLT.

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, neraca analitik, penguap putar,

(16)

2 Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 5 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit dan ditimbang kembali. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).

Kadar air (%) = × 100%

Keterangan:

A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)

B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi dan Partisi Sampel

Daun ciplukan dikeringudarakan, kemudian dihaluskan. Sebanyak 500 g sampel dimaserasi dengan etanol 70% dengan nisbah 1:5 selama 3×24 jam.

Penggantian pelarut dilakukan setiap 24 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar.

Ekstrak etanol pekat kemudian dilarutkan dalam air dan dipartisi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana dengan nisbah 1:3. Fraksi n-heksana dipisahkan, kemudian dipekatkan dengan penguap putar. Fraksi air dipartisi lagi menggunakan pelarut etil asetat dengan nisbah 1:3. Fraksi etil asetat dipisahkan, kemudian dipekatkan dengan penguap putar.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL kloroform, lalu ditambahkan 4 tetes NH4OH dan disaring. Filtrat ditambah 10 tetes H2SO4 2 M sebanyak volume filtrat, kemudian dikocok hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam diteteskan pada lempeng tetes dan masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Uji dinyatakan positif ketika berturut-turut didapatkan endapan berwarna jingga, putih, dan cokelat.

Uji Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dengan kloroform-air (1:1), kemudian dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan air dipisahkan dan dibagi 2 untuk uji flavonoid dan fenol. Keberadaan flavonoid diuji dengan menambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Uji positif flavonoid apabila menghasilkan warna kuning atau jingga. Keberadaan fenol diuji dengan menambahkan FeCl3 5% (b/v). Uji dikatakan positif fenol ketika menghasilkan warna hijau, biru, atau ungu.

(17)

Uji Saponin. Sebanyak 0.1 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 10 mL akuades dan dipanaskan hingga mendidih kemudian didinginkan hingga suhu ruang. Larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok hingga terbentuk busa. Hasil uji dinyatakan positif bila busa yang terbentuk stabil.

Uji Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang (Modifikasi Meyer et al. 1982) Penetasan Telur Udang. Telur udang ditimbang sebanyak 0.5 g kemudian ditetaskan dalam wadah berisi air laut yang telah disaring dan diaerasi. Telur ditetaskan selama 48 jam dengan kondisi cukup cahaya agar telur menetas sempurna. Telur yang telah menetas menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.

Uji Toksisitas terhadap Larva Udang. Ekstrak pekat etanol 70%, n

-heksana, dan etil asetat masing-masing dibuat larutan induk dengan konsentrasi 2000 ppm. Ekstrak ditambah dimetil sulfoksida apabila sulit larut dalam air laut. Sebanyak 10 ekor larva udang dalam 1 mL air laut dimasukkan ke dalam

multiwell, kemudian ditambahkan air laut dan ekstrak hingga volume total 2 mL.

Multiwell ditutup dengan foil aluminium dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi, larva udang yang mati dihitung dan ditentukan nilai konsentrasi mematikan 50% (LC50).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak

Ekstraksi diawali dengan pengeringan daun ciplukan pada suhu ruang dan dihaluskan, kemudian ditentukan kadar airnya. Penentuan kadar air bertujuan menentukan cara penyimpanan contoh agar terhindar dari pengaruh aktivitas mikrob dan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak (Harborne 1987). Sampel memiliki ketahanan simpan yang baik jika kadar airnya kurang dari 10%. Sampel daun ciplukan memiliki kadar air sebesar 8.90% (Lampiran 3). Oleh karena itu, sampel dapat disimpan cukup lama tanpa tercemari oleh mikrob.

(18)

4

Gambar 1 Fraksi n-heksana (kiri) dan etil asetat (kanan) dari ekstrak kasar ciplukan

Fitokimia Ekstrak Etanol

Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak etanol daun ciplukan menunjukkan keberadaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, dan steroid (Tabel 1). Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah penambahan pereaksi Mayer, endapan jingga pada penambahan pereaksi Dragendorf, dan endapan cokelat pada penambahan pereaksi Wagner (Gambar 2). Uji flavonoid pada daun ciplukan menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning setelah penambahan Mg, HCl pekat, dan n-amil alkohol. Sementara uji fenol menunjukkan hasil negatif karena terbentuk warna cokelat (Gambar 3). Steroid pada ekstrak ditandai dengan terbentuknya warna hijau setelah penambahan pereaksi Liebermann-Burchard (Gambar 4). Sementara itu, uji senyawa triterpenoid dan saponin menunjukkan hasil negatif karena masing-masing tidak terbentuk warna merah atau ungu dan tidak terbentuk busa (Gambar 5).

Tabel 1 Fitokimia ekstrak etanol

Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): terdeteksi.

Gambar 2 Uji alkaloid ekstrak ciplukan (dari kiri ke kanan): Mayer (endapan putih), Dragendorf (endapan jingga), dan Wagner (endapan cokelat)

Uji fitokimia Hasil uji Keterangan

Alkaloid + terdapat endapan

Flavonoid + berwarna kuning

Fenol - berwarna cokelat

Steroid + berwarna hijau

Triterpenoid - tidak berwarna merah/ungu

(19)

5

Gambar 3 Uji flavonoid (kiri) dan fenol (kanan) ekstrak ciplukan

Gambar 4 Uji steroid dan triterpenoid ekstrak ciplukan

Gambar 5 Uji saponin ekstrak ciplukan

Alkaloid, flavonoid, dan steroid merupakan golongan senyawa yang banyak ditemukan pada ekstrak ciplukan seperti yang tertera pada Lampiran 1. Rathore et al. (2011) dan Nanumala et al. (2012b) pada penelitiannya menemukan ketiga golongan senyawa tersebut pada ekstrak daun ciplukan dan masing-masing bermanfaat sebagai antiasma dan antitukak. Menurut Nanumala et al. (2012 b), efek antitukak diduga karena kandungan alkaloid dan flavonoid yang dapat menekan sekresi asam lambung.

Menurut Sutjiatmo et al. (2011), daun ciplukan mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol, steroid, triterpenoid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid, tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan senyawa golongan saponin, fenol, dan triterpenoid. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena sampel yang digunakan berasal dari daerah yang berbeda. Penelitian ini menggunakan sampel daun ciplukan dari Tegal, sementara Sutjiatmo et al.

(2011) menggunakan sampel daun ciplukan dari sungai Citarum, Jawa Barat. Perbedaan senyawa metabolit sekunder suatu tumbuhan dapat disebabkan oleh keragaman sifat genetika dan umur tumbuhan. Kondisi tanah dan vegetasi di sekitar lokasi tumbuhan sumber, serta kondisi musim saat pengambilan bahan tumbuhan juga berpengaruh (Kaufman et al. 2006). Selain itu, kelompok peneliti tersebut menggunakan air sebagai pelarut pengekstraknya.

(20)

6

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang

Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subakut, dan kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, karsinogenik). Metode BSLT merupakan metode uji umum yang memperkirakan sitotoksitas ekstrak kasar tumbuhan. Metode ini menggunakan larva udang sebagai bioindikator karena larva udang peka terhadap toksin. Hasil uji BSLT ditetapkan dari jumlah kematian larva karena pengaruh ekstrak atau bahan tertentu dengan dosis yang telah ditentukan. Tingkat toksisitas ditentukan dengan mengevaluasi nilai konsentrasi mematikan 50% (LC50). Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan metode analisis probit pada selang kepercayaan 95% (Meyer et al. 1982).

Kurva dan persamaan garis uji BSLT disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan uji BSLT, ekstrak etanol daun ciplukan memiliki nilai LC50 sebesar 37.3 ppm dengan R2 sebesar 0.976 (Lampiran 4). Ekstrak n-heksana memiliki nilai LC50 jauh lebih kecil lagi, yakni sebesar 3 ppm dengan R2sebesar 0.982 (Lampiran 5). Ekstrak etil asetat memiliki nilai LC50 sebesar 496.4 ppm dengan R2sebesar 0.898 (Lampiran 6).

Gambar 6 Kurva BSLT ekstrak etanol (A), etil asetat (B), dan n-heksana (C)

(21)

7

Meyer et al. (1982) menyatakan, jika nilai LC50 lebih kecil dari 1000 μg/mL, maka bahan uji tersebut tergolong toksik. Berdasarkan acuan tersebut, ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, dan ekstrak n-heksana bersifat toksik dan ekstrak

n-heksana merupakan ekstrak teraktif dari ketiga ekstrak tersebut. Lebih lanjut, McLaughlin et al. (1991) menyatakan, jika LC50 lebih kecil dari 30 ppm, ekstrak berpotensi sebagai antikanker (sitotoksik); LC50 30‒200 ppm, ekstrak berpotensi sebagai antimikrob; dan LC50 200‒1000 ppm, ekstrak berpotensi sebagai pestisida. Dengan demikian, ekstrak etanol berpotensi sebagai antimikrob, ekstrak

n-heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil asetat berpotensi sebagai pestisida.

Potensi antimikrob ekstrak ciplukan sudah diteliti oleh Silva et al. (2005) dan senyawa aktif yang berperan besar adalah fisalin B. Fisalin merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam ciplukan dan termasuk senyawa golongan steroid. Jenis fisalin yang banyak ditemukan dalam ciplukan adalah fisalin B, D, F, dan G (Gambar 7) (Sa et al. 2011). Dengan konsentrasi yang sama, yakni 200

μg/mL, fisalin B dapat menghambat 85% mikrob dari total mikrob yang dapat dihambat oleh total fisalin. Selain sebagai antimikrob, fisalin juga dapat berperan sebagai antiradang (Pinto et al. 2010) dan moluskisida (Santos et al. 2003). Fisalin E berperan sebagai antiradang karena berinteraksi dengan reseptor glukokortikoid (Pinto et al. 2010).

Gambar 7 Struktur fisalin B (A), fisalin D (B), fisalin F (C), dan fisalin G (D)

A B

(22)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rendemen ekstrak etanol dari daun ciplukan asal daerah Tegal adalah 26%. Golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar tersebut adalah alkaloid, flavonoid, dan steroid. Nilai LC50 ekstrak etanol, n-heksana, dan etil asetat masing-masing 37, 3, dan 496 ppm, yang berarti ekstrak etanol berpotensi sebagai antimikrob, ekstrak n-heksana berpotensi sebagai antikanker, dan ekstrak etil asetat berpotensi sebagai pestisida.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan daya sitotoksik secara in vivo dan mengisolasi jenis senyawa yang berperan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Method of Analysis. Ed ke-18. Arlington: AOAC Int.

Bastos GNT, Santos ARS, Ferreira VMM, Costa AMR, Bispo CI, Silveira AJA, Nascimento JLMD. 2006. Antinociceptive effect of the aqueous extract obtained from roots of Physalis angulata L. on mice. J Ethnopharmacol.103:241-245.

Fauzi IA, Amalia F, Sabila N, Hermawan A, Ikawati M, Meiyanto E. 2011. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanolik herba ciplukan (Physalis angulata

L.) terhadap sel hepar tikus betina galur Sprague Dawley terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasena. PharmaMedika. 3:194-199.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006. The uses of plant natural products by humans and risks associated with their use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA, Brielman HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton (US): CRC Pr. hlm 441-473.

Kimpende PM, Lusakibanza M, Mesia K, Tona L, Tits M, Angenot L, Frederich M, Meervelt LV. 2013. Isolation, pharmacological activity and structure determination of physalin B and 5b,6b-epoxyphysalin B isolated from Congolese Physalis angulata L. Acta Cryst. 69:1557-1562.

Krishna M, Vadluri R, Kumar EM. 2013. In vitro determination of antioxidant activity of Physalis angulata L. Int J Pharm Bio Sci. 4:541-549.

(23)

9

Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, McLaughlin JL. 1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Med. 45:31-34.

Monikawati A, Farida S, Putri LW, Ikhtisarsyah YG, Meiyanto E. 2011. Antiproliferative activity of ethanolic extract of ciplukan herbs (Physalis angulata L.) on 7,12-dimethylbenz[a]nthracene-induced rat mammary carcinogenesis. Indones J Cancer Chemoprev. 2:227-232.

Nanumala SK, Gunda K, Runja C, Chandra MS. 2012a. Evaluations of diuretic activity of methanolic extract of Physalis angulata L. leaves. Int J Pharm Sci Rev Res. 16:40-42.

Nanumala SK, Kannadhasan R, Gunda K, Sivakumar G, Somasekhar P. 2012b. Anti ulcer activity of the ethanolic extract of leaves Physalis angulata L. Int J Pharm Pharm Sci. 4:226-228.

Nnamani CV, Ani OG, Belunwu G. 2009. Larvicidal effects of ethanol extracts of leaves and fruits of Physalis angulata L. on the larvae of Anopheles mosquitoes from Ebonyi State, Nigeria. Animal Res Int. 6:1059-1062. Oladele GM, Ode OJ, Akande MG, Ogunbodede MA, Simon MK. 2013. Effects

of ethanolic root extract of Physalis angulata on alloxan induced diabetic rats. Int J APS BMS. 2:95-100.

Pinto NB, Morais TC, Carvalo KMB, Silva CR, Andrade GM, Brito GAC, Veras ML, Pessoa ODL, Rao VS, Santos FA. 2010. Topical anti-inflammatory potential of physalin E from Physalis angulata on experimental dermatitis in mice. Phytomedicine. 17:740-743.

Rathore C, Dutt KR, Sahu S, Deb L. 2011. Antiasthmatic activity of the methanolic extract of Physalis angulata L. J Med Plants Res. 5:5351-5355. Sa MS, Menezes MN, Krettli AU, Ribeiro IM, Tomassini TCB, Santos RR,

Azevedo WF, Soares MBP. 2011. Antimalarial activity of physalins B, D, F, and G. J Nat Prod. 74:2269-2272.

Santos JAA, Tomassini TCB, Xavier DCD, Ribeiro IM, Silva MTG, Filho ZBM. 2003. Molluscicidal activity of Physalis angulata L. extracts and fractions on Biomphalaria tenagophila (d’Orbigny, 1835) under laboratory

conditions. Mem Inst Oswaldo Cruz. 98:425-428.

Santos RA, Cabral TR, Cabral IR, Antunes LMG, Andrade CP, Cardoso PCS, Bahia MO, Pessoa C, Nascimento JLM, Burbano RR, Takahashi CS. 2008. Genotoxic effect of Physalis angulata L. (Solanaceae) extract on human lymphocytes treated in vitro. Biocell. 32:195-200.

Silva MTG, Simas SM, Batista TGFM, Cardarelli P, Tomassini TCB. 2005. Studies on antimicrobial activity, in vitro, of Physalis angulata L. (Solanaceae) fraction and physalin B bringing out the importance of assay determination. Mem Inst Oswaldo Cruz. 100:779-782.

Sutjiatmo AB, Sukandar EY, Ratnawati Y, Kusmaningati S, Wulandari A, Narvikasari S. 2011. Efek antidiabetes herba ciplukan (Physalis angulata

Linn.) pada mencit diabetes dengan induksi aloksan. J Farm Indones. 5:166-171.

(24)

10

Lampiran 1 Temuan tentang manfaat ekstrak ciplukan

Acuan Temuan penting Golongan senyawa Pelarut pengekstrak

Bastos et al. (2006) Antinosiseptif - Air

Sutjiatmo et al. (2011) Antidiabetes Alkaloid, flavonoid, Air, n-heksana, etil asetat

saponin, polifenol, steroid, triterpenoid

Kimpende et al. (2013) Fisalin B Steroid Diklorometana

Pinto et al. (2010) Fisalin E (antiradang) Steroid n-heksana, etanol

Tammu et al. (2012) Antiasma - Etanol

Fauzi et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol

Nanumala et al. (2012a) Antitukak Alkaloid, flavonoid, Etanol

Steroid

Silva et al. (2005) Antimikrob - Etanol

Monikawati et al. (2011) Antiproliferasi - Etanol

Nanumala et al. (2012b) Diuretik Alkaloid, flavonoid, Metanol

asam amino, glikosida

Santos et al. (2008) Efek genotoksik - Air

Krishna et al. (2013) Antioksidan Fenol, flavonoid Metanol

Nnamani et al. (2009) Larvisida Alkaloid, flavonoid, Etanol

saponin

Oladele et al. (2013) Antidiabetes - Etanol

Rathore et al. (2011) Antiasma Alkaloid, flavonoid, Metanol

steroid

Santos et al. (2003) Moluskisida - Etanol, metanol, etil

asetat, diklorometana,

(25)

11

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

- Dikeringanginkan, digiling

Ekstrak etanol

BSLT Ekstrak n-heksana

Sampel

- Penetapan kadar air

- Dimaserasi dengan etanol 70% selama 3×24 jam

- Dipartisi dengan n-heksana-air (3:1)

Ekstrakair BSLT

- Dipartisi dengan n-etil asetat-air (3:1)

Ekstrak n-heksana Ekstrakair

BSLT

(26)

12

Lampiran 3 Kadar air dan rendemen daun ciplukan a) Kadar air daunciplukan

Ulangan Bobot cawan Bobot cawan + Bobot contoh Bobot contoh Kadar air awal (g) contoh (g) awal (g) kering (g) (% b/b)

1 58.06 61.24 3.18 2.88 9.43

2 46.60 49.61 3.01 2.75 8.64

3 47.41 50.42 3.01 2.75 8.64

Rerata 8.90

Contoh perhitungan:

Kadar air (%) = × 100% = –

× 100%

= 9.43% Keterangan:

A = Bobot contoh awal (g)

B = Bobot contoh kering (g) b) Rendemen daun ciplukan

Rendemen ekstrak = ×100% = ×100%

= 25.89% (b/b)

Keterangan:

A = Bobot ekstrak

(27)

13

Lampiran 4 Toksisitas ekstrak etanol terhadap larva A. salina

Konsentrasi Jumlah larva mati

Lampiran 5 Toksisitas ekstrak n-heksana terhadap larva A. salina

Konsentrasi Jumlah larva mati

Lampiran 6 Toksisitas ekstrak etil asetat terhadap larva A. salina

(28)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 6  Kurva BSLT ekstrak etanol (A), etil asetat (B), dan  n-heksana (C)
Gambar 7  Struktur fisalin B (A), fisalin D (B), fisalin F (C), dan fisalin G (D)

Referensi

Dokumen terkait

dengan judul “Efek Ekstrak Etanol Daun Ceplukan ( Physalis angulata L.) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus L.” untuk memenuhi salah satu persyaratan

Penelitian ini bertujuan menguji toksisitas ekstrak kasar etanol rimpang temu putih terhadap larva udang ( Artemia salina ) dan embrio ikan zebra ( Danio rerio ) serta

Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun ciplukan (Physalis angulata L.) memiliki efek penurunan kadar glukosa darah pada tikus jantan galur

IDENTIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL SPONS Hyrtios erecta TERHADAP LARVA UDANG Artemia salina

ekstrak etanol daun beluntas ( Pluchea indica L.), ciplukan ( Physalis angulata L.) dan kenikir ( Cosmos caudatus Kunth.) memiliki efek sitotoksik yang lemah terhadap

Hasil penelitian yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanolik herba ciplukan ( Physalis angulata L.) memiliki efek sitotoksik terhadap sel HeLa dengan IC

Penelitian penambahan tepung daun Ciplukan (P. angulata L) yang difermentasi dengan EM 4 pada pakan mampu meningkatkan pertumbuhan Ikan Nila (O. niloticus) yang ditandai

Berdasarkan uji antibakteri dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun ciplukan ( Physalis anguluta L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Bacillus