PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID
SOFYAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sofyan, The Modeling of Fisheries Performance for developing resource and regional economic in Coastal Area: A Hybrid Model Analysis. Under supervisor of AKHMAD FAUZI, KOOSWARDHONO MUDIKDJO and ERNAN RUSTIADI.
Fisheries development in Indonesia is facing a paradox. Abundant resources in Indonesian water are not reflected in the welfare of fishermen and other user of resources. Even though there has been a significant progress during the last five years, this progress is relatively insignificant compared to potentials that could have been generated. This research attempts to seek answers to such a question through the development of hybrid model. The model aims to incorporate regional aspect into fisheries management.
In general this research aims to measure and analysis economic performance of fisheries development in accordance to regional development, specifically the objectives are 1) to assess the exploitation status of fisheries viewed from effort, levels biomass and its resource rent, 2) to measure resource depreciation and its impact to fisheries development, 3) to analyze the dynamic interaction among fisheries component in the fisheries sector, 4) to analyze the degree of competitiveness of fisheries sector within four regions in the north coast of Java and 5) to determine the optimal levels of fisheries management in the regions.
Results of study show that the performance of fisheries development is attributed to differences in regional performance. This can be seen from the level of depreciation and degradation within the regions relative to the overall north coast of Java. Among four regions, Cirebon is the only region that did not affect very much to the overall fisheries performance in the north coast of Java. Increasing performance can be made by curtailing the level of effort as much as 56,38% (Karawang), 8,60% (Subang), 46,51% (Indramayu) dan 58,57% (Cirebon) respectively. The opportunity cost of fisheries could have been allocated to other industries which are more efficient.
Keywords: Resource economic, Regional Economic, Hybrid Model, North coast of Java, Depreciation, Degradation.
ABSTRAK
SOFYAN, Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Sumberdaya Dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model Hybrid. Dimbing oleh AKHMAD FAUZI, KOOSWARDHONO MUDIKDJO DAN ERNAN RUSTIADI.
Pembangunan perikanan di Indonesia dihadapkan pada dua dilema. Di satu sisi, kita dihadapkan pada sumberdaya perikanan yang konon katanya kaya dan mampu menghasilkan potensi ekonomi. Tetapi di sisi lain kenyataannya, potensi tersebut belum mampu meningkatkan ekonomi para pelakunya secara signifikan. Meski mengalami peningkatan pertumbuhan produksi dan devisa serta penerimaan lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, namun peningkatan tersebut relatif masih kecil dibandingkan dengan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hybrid model, yaitu memasukan aspek regional ke dalam bio-ekonomi. Pada akhirnya kebijakan yang harus dilakukanpun akan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai performance (keragaan) dari sektor perikanan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan secara terintegrasi dilihat dari aspek ekonomi sumberdaya. Secara khusus, penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan sumberdaya perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa Barat dan di empat Kabupaten (Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon), melalui pengukuran: (1) nilai biomass, produksi dan rente sumberdaya perikanan pada kondisi aktual, lestari dan optimum, (2) depresiasi sumberdaya perikanan dan dampaknya terhadap keragaan perikanan, (3) interaksi dinamik antara komponen-komponen produksi dan effort, guna menentukan perbaikan kinerja perikanan secara menyeluruh dan berkelanjutan, (4) Tingkat (Derajat) Competitiveness sektor perikanan, untuk menilai kontribusi wilayah dalam keragaan kegiatan perikanan, dan (5) pengelolaan sumberdaya perikanan yang optimal serta tingkat efisiensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya terhadap Perairan Pantai Utara Jawa Barat secara keseluruhan memberikan warna yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat kita lihat baik dari kontribusinya terhadap degradasi, depresiasi maupun tingkat efisiensi relatifnya. Sehingga waktu yang diperlukan antara biomas dan effort untuk mencapai steady state (keseimbangan) sangat bervariasi. Dari empat kabupaten yang dianalisis, hanya Kabupaten Cirebon yang tidak berpengaruh positif terhadap Pantura Jawa Barat secara keseluruhan. Kemudian untuk meningkatkan efisiensi industri perikanan perlu dilakukan pengendalian input untuk masing-masing kabupaten sebesar 56,38% (Karawang), 8,60% (Subang), 46,51% (Indramayu) dan 58,57% (Cirebon). Opportunity cost dari kegiatan perikanan tangkap tersebut dapat diinvestasikan untuk pengembangan regional dengan meningkatkan nilai tambah dari industri perikanan itu sendiri yang lebih efisien.
Kata Kunci : Ekonomi Sumberdaya, Ekonomi Regional,Model Hybrid, Pantura Jawa Barat, Degradasi, Depresiasi, Efisiensi.
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi
Sumberdaya Dan Regional Pesisir : Suatu Analisis Model Hybrid
Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2006
Sofyan
Nrp: C.226010031
© Hak cipta milik Sofyan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID
SOFYAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
Judul Disertasi : Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Sumberdaya dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model Hybrid
Nama : Sofyan
NRP : C.226010031
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ketua
Prof.Dr.Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc. Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan
Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian: 26 Januari 2006 Tanggal Lulus :
Penulis dilahirkan di Ciamis 5 Nopember 1966, merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara keluarga Bapak Samsudin (alm) dan Ibu Ikah (almh). Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 1 Sukakerta, Panumbangan, Ciamis pada tahun 1979, sedangkan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri Panumbangan, Ciamis pada tahun 1982. Sekolah menengah atas diselesaikan pada tahun 1985 di SMA Negeri 1 Karawang. Pada tahun 1986, penulis tercatat sebagai sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh, dan selesai pada tahun 1991. Pada April 1995, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Bahasa Jepang di Kokusai Gakuyu Kai Nihongo Gakko, Tokyo Jepang. Kemudian pada September 1995 – Maret 1996, mengikuti Reseach Student di Universitas Saga. Pada bulan April 1996, penulis melanjutkan program master pada bidang ekonomi pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Saga, Jepang dengan bantuan beasiswa OECF-Unsyiah dan selesai pada tahun 1998. Kemudian penulis pada tahun 2001 tercatat sebagai mahasiswa program doktor di Pasca Sarjana (sekarang Sekolah Pascasarjana) Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1992, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Almamater, Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh.
Penulis menikah dengan Ir. Evi Lisna, M.Sc. pada tahun 1992 dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu: Faiz Yafie Naufal (lahir di Banda Aceh, 9 Desember 1993) dan Wildan Dhia Yafie (lahir di Banda Aceh, 1 Oktober 1999).
PRAKATA
Syukur Allhamdulillah, saya panjatkan kepada Allah SWT bahwa atas
segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini sesuai dengan rencana. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
perkuliahan pada jenjang Program Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini berjudul Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk
Pengembangan Ekonomi Suberdaya dan Regional Pesisir: Suatu Analisis
Model Hybrid, sebagai upaya untuk memberikan gambaran yang komprehensif
mengenai keragaan sektor perikanan dan kelautan di lihat dari aspek ekonomi
sumberdaya dan regional. Penulis mengharapkan dengan adanya penelitian ini
dapat memberikan sumbangan pemikiran yang lebih komprehensif dan
menyeluruh sehingga akan melahirkan pilihan kebijakan yang tepat dalam upaya
membangun perikanan yang berkelanjutan seperti yang diamanatkan dalam Code
of Conduct for Responsible Fisheries.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan penulisan.
Semoga usulan rencana penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua
pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2006
Sofyan
Penulisan disertasi ini menjadi terasa lebih ringan dan menyenangkan
berkat dorongan, arahan, doa dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini
ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi Syam, M.Sc., selaku ketua Komisi pembimbing
yang tidak pernah mengenal lelah dan selalu meluangkan waktu untuk
memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga
selesai. Dengan sentuhan beliau, disertasi ini terasa memberikan nuansa dan
warna tersendiri terhadap kontribusinya pada ilmu pengelolaan sumberdaya
pesisir dan lautan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc., selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang selalu memberikan semangat dan selalu meluangkan waktu
untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini
hingga selesai.
3. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang memonitor perkembangan penulisan disertasi ini dan selalu meluangkan
waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini
hingga selesai. Beliau selalu memberikan filosofi dan kontribusi yang kritis
untuk kesempurnaan disertasi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku penguji luar komisi
pada ujian tertutup dan Bapak Dr.Ir. Andin H. Taryoto dan Bapak Dr.Ir.
Sutrisno Sukimin, DEA, selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.
5. Ketua dan Sekertaris serta seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas
segala bekal ilmu, dorongan dan bantuannya selama penulis menimba ilmu di
PS-SPL IPB. Khusus untuk staf adminitistrasi di PS-SPL Mas Zainal, Mas
Helmi dan Mas Yoyo terimakasih atas segala bantuannya selama ini.
6. Segenap civitas akademika Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala,
khususnya kepada Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanaian, Dekan Fakultas
Pertanian dan Rektor Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh yang
telah memberikan dorongan dan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi
program S3 di IPB ini.
7. Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Pemda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), atas segala bantuannya selama
ini. Bantuan Pemerintah NAD tersebut sangat berarti bagi upaya penyelesaian
program doktor ini.
8. Bapak Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Karawang, Kepala
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Subang, Indramayu dan Cirebon,
atas segala bantuannya selama penulis dilapangan.
9. Teman-teman Mahasiswa SPL, khususnya Angkatan 4, 5 dan 6 yang telah
banyak memberikan dorongan dan semangat. Khusus kepada Dr. Armen, Dr.
Toni, Indra, Dr. Uci, Dr. Ina, Winy, Des, Dr. Dewayani, Abu Bakar, Asbar,
Feira, Niki dan Sofie, mereka adalah teman-teman yang selama ini telah
banyak memberikan tukar pikiran.
10.Seluruh mahasiswa Sekolah Pascasarjana asal NAD, khususnya Kepada
Keluarga Bapak T. Fauzi, Keluaraga Dr. Agussabti, Keluarga Razali,
Keluarga Edo dan lain-lain.
11.Ayahanda Samsudin (alm), Ibunda Ikah (almh), mereka berdua telah
menanamkan pondasi yang kuat kepada penulis dalam mengarungi kehidupan
ini.
12.Istri tercinta Ir. Evi Lisna, M.Sc., dan kedua putraku Faiz Yafie Naufal dan
Wildan Dhia Yafie. Keberhasilan menyelesaikan disertasi ini tak terlepas dari
dorongan, pengorbanan dan doa yang sangat luar biasa dari mereka.
Bogor, Februari 2006
Sofyan
Halaman
DAFTAR TABEL……….. xi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
1. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 2
1.3. Hipotesis……… 6
1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……….. 8
2. TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1 Sumberdaya Pesisir……….. 9
2.2 Optimasi Sumberdaya Perikanan... 12
2.3 Pembangunan Berkelanjutan... 17
2.4 Teori Pertumbuhan... 21
2.5 Disparitas Wilayah... 30
2.6 Konsep Efisiensi... 33
3. METODOLOGI PENELITIAN... 40
3.1 Pendekatan, Lingkup, dan Keterbatasan Studi... 40
3.2 Metode Analisis……… 43
3.2.1 Standarisasi Alat... 43
3.2.2 Uji Stationarity... 43
3.2.3 Model Bio-Ekonomi Sumberdaya Perikanan Perikanan... 45
3.2.4 Estimasi Discount Rate………. 47
3.2.5 Analisis Laju Degradasi dan Penilaian Depresiasi SumberdayaPerikanan……….. 48
3.2.6 Model Komplementari dan Kompetitif... 53
3.2.7 Data Envelopment Analysis (DEA)... 55
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian………. 57
3.4 Data Penelitian………... 57
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……….. 59
4.1 Kondisi Bio-Ekologis Sumberdaya Perikanan Pantai Utara Jawa Barat... 59
4.2 Produksi dan Nilai Produksi... 59
4.3 Peran Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Jawa Barat... 62
4.4 Perkembangan Rumah Tangga Perikanan, Armada dan Alat Tangkap... 64
5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 68
5.1 Data Produksi Perikanan……… 68
5.2 Standarisasi Unit Effort……….. 73
5.3 Estimasi Parameter Biologi……… 76
5.4 Estimasi Sustainable Yield……… 77
5.5 Analisis Degradasi………. 91
5.6 Struktur Biaya……… 101
5.7 Analisis Discount Rate……….. 103
5.8 Analisi Depresiasi………. 103
5.9 Pengelolaan Sumberdaya Yang Optimal………... 110
5.10 Analisis Kesejahteraan Produsen……….. 130
5.11 Analisis Konvergensi………. 142
5.12 Analisis Sistem Dinamis……… 143
5.13 Analisis Efisiensi………... 152
6. KESIMPULAN DAN SARAN... 167
6.1 Kesimpulan... 167
6.2 Saran... 169
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Halaman
1. Perkembangan Produksi Perikanan Pantai Utara Jawa Barat... 60
2. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Nelayan Berdasarkan Besarnya Usaha di Pantai Utara Jawa Barat Tahun 1980 – 2001... 65
3. Parameter Biologi Perikanan Pelagik di Lokasi Penelitian……….. 77
4. Fungsi Produksi Lestari Gompertz……….. 78
5. Keragaan Effort, Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Pantai Utara Jawa Barat... 80
6. Perkembangan Tingkat Degradasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Pantai Utara Jawa Barat... 92
7. Rata-rata Biaya Riil Penangkapan Ikan per Unit Effort Menurut Lokasi Penelitian (Rp. Ribu per Trip)... 102
8. Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Pantai Utara Jawa Barat... 104
9. Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Karawang... 106
10. Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Subang... 108
11. Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Indramayu... 109
12. Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon... 110
13. Nilai Optimal Biomas, produksi dan Effort pada Discount Rate 15% dan 5,54% di Pantai Utara Jawa Barat... 113
14. Nilai Biomas, Produksi dan Input Optimal dengan Menggunakan Discount Rate 15% dan 5,54%... 114
15. Rente Optimal Lestari di Pantai Utara Jawa Barat... 122
16. Rente Optimal Lestari di Kabupaten Karawang... 124
17. Rente Optimal Lestari di Kabupaten Subang... 124
18. Rente Optimal Lestari di Kabupaten Indramayu... 125
19. Rente Optimal Lestari di Kabupaten Cirebon………. 125
20. Perbedaan Present Value Rente Optimal dan Lestari di pantai Utara Jawa Barat……….. 127
21. Potensial Surplus Produsen di Lokasi Penelitian... 131
22. Matriks Analisis Komplementari... 143
23. Skor Efisiensi Unit Fisik DEA di Pantai Utara Jawa Barat... 153
24. Skor Efisiensi Unit Fisik DEA di Empat Lokasi Penelitian... 155
25. Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU (Lokasi Penelitian)... 164
Halaman
1. Kerangka Permasalahan... 7
2. Kurva Pertumbuhan ... 14
3. Kurva Yield Effort……….. 15
4. Keseimbangan Bioekonomi Gordon-Schaefer... 16
5. Hubungan Antara Tiga Tujuan Dari Pembangunan Berkelanjutan… 19 6. Konsep Pengukuran Efisiensi Dari Sisi Input... 34
7. Konsep Pengukuran Efisiensi Dari Sisi Output... 36
8. Alur Penelitian... 42
9. Perkembangan Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Terhadap Produksi Total Perikanan Tangkap Pantai Utara Jawa Barat... 61
10. Perkembangan PDRB Total dan PDRB Perikanan Propinsi Jawa Jawa Barat Tahun 1994 – 2003... 62
11. Perkembangan PDRB Total dan PDRB Perikanan dan Pertanian Di Propinsi Jawa Jawa Barat Tahun 1994 – 2003... 63
12. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Nelayan Berdasarkan Besarnya Usaha di Pantai Utara Jawa Barat Tahun 1980-2001... 66
13. Perkembangan Jumlah Perahu Motor Tempel dan Perahu Tanpa Motor Penangkap Perikanan Laut di Pantai Utara Jawa Barat... 67
14. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat... 70
15. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Karawang... 71
16. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Subang... 72
17. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu... 72
18. Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon... 73
19. Perkembangan Standarisasi Effort dari Alat Tangkap Terpilih di Pantai Utara Jawa Barat... 75
20. Fungsi Produksi Lestari Gompertz di Lokasi Penelitian... 79
21. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Pantai Utara
Jawa Barat... 81
22. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten
Karawang... 82
23. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten
Subang... 83
24. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten
Indramayu... 83
25. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten
Cirebon ... 84
26. Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Pantai Utara
Jawa Barat... 85
27. Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz
Di Pantai Utara Jawa Barat... 86
28. Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten
Karawang... 87
29. Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz
Di Kabupaten Karawang... 87
30. Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten
Subang... 88
31. Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz
Di Kabupaten Subang... 88
32. Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten
Indramayu... 89
33. Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz
Di Kabupaten Indramayu... 89
34. Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten
Cirebon... 90
35. Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz
Di Kabupaten Cirebon... 91
36. Perkembangan Nilai Koefisien Degradasi di Pantai Utara
Jawa Barat... 93
37. Grafik Perkembangan Nilai Koefisien Degradasi di Lokasi
Penelitian... 94
38. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Pantai Utara Jawa Barat... 96
39. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Karawang... 96
41. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Indramayu... 97
42. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Cirebon... 98
43. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di
Pantai Utara Jawa Barat... 99
44. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di
Kabupaten Karawang... 99
45. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di
Kabupaten Suabang... 100
46. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di
Kabupaten Indramayu... 100
47. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di
Kabupaten Cirebon... 101
48. Trajektori Nilai Biomas dan Produksi Optimal pada Discount Rate
15% dan 5,54% di Pantai Utara Jawa Barat………. 114
49. Trajektori Nilai Biomas dan Produksi Optimal pada Discount Rate
15% dan 5,54% di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian……….. 115
50. Perbandingan Produksi Aktual, Lestari dan Optimal
Di Pantai Utara Jawa Barat... 117
51. Perbandingan Input Aktual dan Optimal di Pantai Utara Jawa Barat.. 117
52. Perbandingan Produksi Aktual, Lestari dan Optimal (δ=15% dan
δ=5,54%) di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian... 119 53. Perbandingan Input Aktual dan Optimal (δ=15% dan
δ=5,54%) di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian... 120 54. Perkembangan Rente Optimal Lestari di Pantai Utara Jawa Barat... 122
55. Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan
Rente Optimal dengan Lestari (b) di Pantai Utara Jawa Barat... 127
56. Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan
Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Karawang... 128
57. Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan
Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Subang... 129
58. Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan
Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Indramayu... 129
59. Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan
Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Cirebon... 130
60. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen
Di Pantai Utara Jawa Barat... 132
61. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Karawang... 133
62. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Subang... 133
63. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di KabupatenIndramayu... 134
64. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Cirebon... 134
65. Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Biomas Di Pantai Utara Jawa Barat... 136
66. Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Biomas Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian... 137
67. Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Tenaga Kerja Di Pantai Utara Jawa Barat... 138
68. Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Tenaga Kerja Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian... 139
69. Trajektori Cost Price Ratio di Pantai Utara Jawa Barat... 140
70. Trajektori Cost Price Ratio Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian.... 141
71. Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Pantai Utara Jawa Barat... 145
72. Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Karawang... 146
73. Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Subang... 147
74. Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Indramayu... 147
75. Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Cirebon... 148
76. Analisis Phase Plane di Pantai Utara Jawa Barat... 148
77. Analisis Phase Plane di Kabupaten Karawang... 149
78. Analisis Phase Plane di Kabupaten Subang... 150
79. Analisis Phase Plane di Kabupaten Indramayu... 150
80. Analisis Phase Plane di Kabupaten Cirebon... 151
81. Analsisi Phase Plane Posisi Keempat Kabupaten Terhadap Pantura Jawa Barat... 152
84. Potensi Perbaikan Effort di Pantai Utara Jawa Barat... 157
85. Potensi Perbaikan Produksi Aktual di Pantai Utara Jawa Barat... 157
86. Potensi Perbaikan Produksi Lestaridi Pantai Utara Jawa Barat... 158
87. Potensi Perbaikan Efsiensi dari Efort... 159
88. Potensi Perbaikan Efsiensi dari Produksi Aktual... 160
89. Potensi Perbaikan Efsiensi dari Produksi Lestari... 161
90. Analisis Relatif Efisiensi Fisik Frontir... 162
91. Analisis Relatif Efisiensi Moneter Frontir... 163
92. Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU (Lokasi Penelitian)……. 164
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik di Kabupaten Karawang... 179
2. Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik di Kabupaten Karawang... 182
3. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Subang... 183
4. Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Subang... 186
5. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Cirebon... 187
6. Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon... 189
7. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Indramayu... 191
8. Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon... 194
9. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik di Pantai Utara Jawa Barat.. 195
10. Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di di Pantai Utara Jawa Barat... 197
11. Print out Analisis CYP di Pantai Utara Jawa Barat... 198
12. Print out Analisis CYP di Kabupaten Karawang... 201
13. Print out Analisis CYP di Kabupaten Subang... 204
14. Print out Analisis CYP di Kabupaten Indramayu... 207
15. Print out Analisis CYP di Kabupaten Cirebon... 210
16. Perhitungan Koefisien Degradasi di Pantura Jawa Barat... 213
17. Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Karawang... 214
18. Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Subang... 215
19. Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Indramayu………. 216
20. Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Cirebon………….. 217
21. Print Out Perhitungan Discount Rate Kulla……… 218
22. Maple Output Untuk Optimal Biomas, Produksi dan Effort ……….. 220
23. Algoritma Model Dinamik ……… 222
24. Maple Output untuk perhitungan Surplus Produsen……….. 223
25. Gams Output Untuk Analisis DEA Model Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat... 224
28. Estimasi Potensi, Produksi, dan Tingkat Pemanfaatan, Masing-masing kelompok Sumberdaya Laut Pada Setaip
Wilayah Pengelolaan Perikanan, 2001………... 229
29. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut (WPP) di Indonesia…… 230
30. Perkembangan PDRB Propinsi Jawa Barat, Tahun 1994 – 2003... 231
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perikanan dan kelautan pada saat ini merupakan salah satu sektor
yang diharapkan menjadi tumpuan bagi bangsa Indonseia untuk melakukan
pemulihan ekonomi akibat krisis yang berlangsung sejak tahun 1997. Setidaknya
ada tiga alasan utama yang diyakini bahwa sektor perikanan dan kelautan dapat
berperan sebagai salah satu sektor andalan yang mampu membangkitkan kembali
perekonomian nasional melalui penggalian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi
baru atau peningkatan sumber pertumbuhan yang selama ini berlangsung.
Pertama, secara fisik negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan
17.508 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km. Kedua, wilayah
pesisir Indonesia memiliki sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
(enviromental services) yang beraneka ragam dan besar sebagai potensi pembangunan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ketiga, seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya alam
di daratan, permintaan terhadap produk-produk dan jasa-jasa kelautan baik yang
berasal dari pasar domestik maupun pasar global diperkirakan akan semakin
meningkat.
Berdasarkan potensi yang dimiliki di atas tidak berlebihan rasanya sektor
perikanan dapat dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru atau
sebagai prime mover. Kemudian ditambah lagi dengan kebijakan politik untuk memacu desentralisasi, maka pengelolaan sumberdaya pesisir ke depan akan lebih
banyak didelegasikan kepada pemerintah daerah. Hal ini tentu saja memberikan
peluang yang lebih besar untuk mengelola dan memanfaatkan potensi pesisir
secara lebih efisien dan arif. Namun di sisi lain, kondisi ini menciptakan
kemungkinan eksploitasi sumberdaya hanya untuk memacu pertumbuhan daerah.
Ditambah lagi dengan kondisi umum sumberdaya manusia, ekosistem, dan
kebijakan pembangunan pesisir dan laut selama ini menjadi tantangan tersendiri
bagi semua pihak untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya tersebut yang
Memasuki abad 21 ini, yang dicirikan dengan era globalisasi dan
perdagangan bebas, dituntut suatu pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan dari suatu bangsa hanya dapat diwujudkan apabila
bangsa tersebut mampu menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan
memelihara dan meningkatkan efisiensi sumber (sektor) pertumbuhan yang ada
melalui produksi barang dan jasa yang efisien dan memiliki daya saing tinggi
(kompetitif).
Di negara kita, pembangunan perikanan dihadapkan pada dua dilema. Di
satu sisi, kita dihadapkan pada sumberdaya perikanan yang konon katanya kaya
dan mampu menghasilkan potensi ekonomi. Tetapi di sisi lain kenyataannya,
potensi tersebut belum juga dapat meningkatkan ekonomi para pelakunya secara
signifikan. Meski mengalami peningkatan pertumbuhan produksi dan devisa serta
penerimaan lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, namun peningkatan
tersebut relatif masih kecil dibandingkan dengan potensi ekonomi yang dapat
dihasilkan.
1.2 Perumusan Masalah
Wilayah pesisir Indonesia mempunyai sumberdaya yang sangat melimpah,
baik dari sektor perikanan secara langsung maupun dari sektor kelautan lainnya.
Hal ini dapat kita lihat misalnya dari potensi sumberdaya yang ada, terutama
misalnya potensi sumberdaya perikanannya baik secara kuantitas maupun secara
diversitasnya. Ironisnya, walaupun potensi sumberdaya perikanan Indonesia
cukup tinggi baik ditinjau dari segi luasan maupun dari ekosistemnya, tetapi
kenyataannya potensi yang tinggi tersebut belum terefleksikan secara signifikan
pada masyarakat pesisir kita, khususnya nelayan.
Kemudian kalau kita lihat sisi lain, walaupun kontribusi sektor perikanan
dan kelautan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun 1995 total PDB yang
disumbangkan oleh sektor perikanan dan kelautan baru mencapai Rp. 55,9 triliun
atau 13,32 persen dari total PDB Nasional. Nilai tersebut terus mengalami
peningkatan, dan pada tahun 1998, total PDB yang disumbangkan bidang kelautan
telah mencapai Rp.189,13 triliun atau 20,06 persen dari total PDB nasional.
3
Namun demikian, ekspansi ekonomi yang diarahkan pada penciptaan
pertumbuhan produksi maksimal yang dicirikan dengan kegiatan eksploitatif telah
mewarnai praktek pembangunan bidang perikanan dalam tiga dasawarsa ini.
Keadaan ini telah mengakibatkan adanya semacam ongkos yang harus ditanggung
(eksternalitas) dalam dimensi jangka panjang. Disamping itu fakta ketimpangan
antar sektor modern yang padat modal dan teknologi yang diyakini mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan sektor-sektor tradisional merupakan
bukti nyata bahwa pencapaian hasil-hasil pembangunan di sektor berbasis
sumberdaya perikanan ini memberikan gambaran yang beragam.
Dari tujuh kegiatan ekonomi yang berbasis perikanan dan kelautan yang
ada, hanya sektor pertambangan dan energi saja yang telah memberikan hasil dan
sumbangan nyata terhadap perekonomian bangsa, sementara sektor perikanan dan
pariwisata bahari walaupun secara potensi sangat besar, hasil-hasil yang dicapai
masih jauh dari harapan. Dilihat dari komposisi PDB setiap sektor terhadap PDB
kelautan, sektor pertambangan mendominasi sekitar 35,2 persen pada tahun 1995
dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 49,78 persen. Sementara PDB sektor
perikanan pada tahun 1995 hanya berkontribusi sebesar 11,56 persen dan
meningkat hingga mencapai 15,36 persen pada tahun 1997 dan kembali
mengalami penurunan pada tahun 1998 menjadi 10,76 persen walaupun di sisi
lain nilai meningkat menjadi Rp 20,3 milyar (Kusumastanto, 2002).
Dalam ekonomi jangka panjang kontribusi yang disumbangkan sektor
perikanan dan pariwisata bahari mampu memberikan manfaat ekonomi lain yang
kurang diperoleh dari sektor pertambangan dan energi yaitu selain menciptakan
pertumbuhan, pada saat yang sama dapat mendorong pemerataan secara lebih adil.
Demikian juga halnya dengan sektor transportasi laut, bangunan kelautan, industri
maritim dan jasa-jasa kelautan lainnya belum berkembang secara optimal, bahkan
tertinggal jauh. Ketimpangan tersebut tidak hanya terjadi antar sektor kegiatan
pada bidang kelautan melainkan juga antar kelompok-kelompok masyarakat yang
bekerja pada masing-masing kegiatan sektor tersebut.
Dengan potret dan pencapaian di atas, akibatnya meskipun pertumbuhan
yang diperoleh dari sektor ekonomi berbasis sumberdaya perikanan relatif cukup
namun kenyataannya bahwa 70 persen dari jumlah nelayan, pembudidaya ikan
dan masyarakat pesisir masih terjebak dalam kemiskinan. Ironisnya kemiskinan
dan ketertinggalan masyarakat nelayan/ pesisir justru terjadi di negara maritim
yang notabenenya memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah. Keadaan ini
kemudian diikuti oleh kerusakan lingkungan berupa overfishing (tangkap lebih), kepunahan jenis (species extinction), kerusakan terumbu karang, degradasi hutan mangrove, pencemaran, dan lainnya di berbagai kawasan pesisir dan laut, bahkan
telah mencapai suatu tingkat yang mengancam sustainable capacity terhadap ekosistem pesisir dan laut itu sendiri.
Kondisi di atas diperburuk lagi dengan kondisi tenaga kerja yang ada,
seperti jumlah tenaga kerja yang mampu diserap masih relatif rendah
dibandingkan sektor lainnya, yaitu pada tahun 2000 jumlah nelayan Indonesia
sekitar 2.486.456 orang (Dahuri, 2003). Tingkat konsumsi ikan per kapita juga
masih sangat rendah (21,78 kg pada tahun 2001). Kemudian sumbangan terhadap
devisa negarapun masih relatif kecil. Sementara kalau kita lihat dari aspek fisik,
panjang garis pantai kita merupakan terpanjang kedua setelah Kanada, tetapi
sebagai perbandingan Negara Thailand misalnya, dengan panjang garis pantai
yang dimiliki cuma 2.600 km atau 3,21 persen nya dari panjang garis pantai
Indonesia, nilai ekspor perikanan telah mencapai $ 4,2 milyar, sementara
Indonesia baru mencapai $ 1,76 milyar (1998).
Di sisi lain, pembangunan sektor perikanan terkendala pula oleh
pembangunan wilayah pesisir yang cenderung lebih tertinggal dibanding dengan
wilayah perkotaan. Infrastruktur wilayah pesisir yang banyak dicirikan oleh
infrastruktur penunjang perikanan dan kelautan belum terintegrasi secara terpadu.
Infrastruktur jalan, air, dan sarana fisik lainnya sering tidak menyentuh kebutuhan
panunjang pembangunan perikanan. Beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
misalnya tidak memiliki sarana air bersih dan infrastruktur jalan dan pabrik es
yang memadai. Kondisi ini tentu saja menyulitkan berkembangnya sektor
perikanan.
Pantai Utara Jawa Barat sebagai salah satu daerah perikanan yang cukup
penting di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi di atas. Perikanan Pantai
5
kecil. Perikanan ini merupakan perikanan yang bersifat multi species dan dengan alat tangkap yang beragam (multi gear) . Karakteristik lain dari wilayah perairan ini adalah perikanan dengan landing base di banyak tempat dan memiliki daerah penangkapan (fishing ground) yang cukup luas, mulai dari wilayah Laut Jawa sampai dengan perairan Laut Cina Selatan. Perikanan Pantura Jawa Barat telah
berkembang sangat lama dengan tingkat intensitas pemanfaatan yang tinggi dan
memiliki komunitas nelayan yang cukup penting bagi perikanan Indonesia.
Dari fenomena di atas, ada beberapa hal yang diduga merupakan masalah
rendahnya kontribusi sektor perikanan di Indonesia, diantaranya adalah :
a) Kapasitas sumberdaya alam (stok ikan) yang cenderung mulai menurun di
beberapa daerah penangkapan ikan.
b) Sumber ekonomi perikanan yang terdistorsi, dimana beberapa produk
perikanan memiliki pasar yang sifatnya monopsonis, sementara dari sisi input
produk input perikanan juga bersifat monopolistik.
c) Sumberdaya manusia pada sektor pesisir relatif masih rendah, dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya.
d) Kapasitas perikanan di beberapa daerah mulai melebihi kapasitas
sumberdayanya (Fauzi , 2002).
e) Belum terintegrasi pengembangan wilayah pesisir dengan pembangunan
sektor perikanan.
Bertitik tolak dari kelima permasalahan di atas satu resultan yang bisa
ditarik adalah aspek pengembangan wilayah dan aspek efisiensi dari industri itu
sendiri. Kemudian lemahnya daya saing sumberdaya perikanan kita dibandingkan
dengan negara lainnya adalah karena aspek inefisiensi yang dihadapi oleh sektor
perikanan di Indonesia. Selain itu tidak berkembangnya wilayah-wilayah
perikanan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi juga disebabkan aspek ekonomi
regional yang kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu penelitian yang
mengarah kepada perbaikan kedua aspek tersebut secara terintegrasi perlu
mendapat perhatian.
Tumbuhnya kepentingan untuk menganalisis lebih rinci dan mendalam
pengembangan sumberdaya pesisir dilihat dari kedua sisi tersebut, menimbulkan
1. Apakah ekstraksi yang berlebihan menjadi penyebab rendahnya kontribusi
perikanan ?
2. Apakah efisiensi pengelolaan perikanan berperan penting dalam meningkatkan
atau menurunkan kinerja perikanan?
3. Apakah konvergensi keragaan perikanan berperan dalam pembangunan
wilayah pesisir?
4. Apakah depresiasi sumberdaya perikanan manjadi pemicu rendahnya
keragaan ekonomi perikanan?
5. Oleh karena sumberdaya ikan sangat bersifat dinamis, demikian juga aktifitas
ekologinya. Apakah dengan melihat aspek dinamika tersebut dapat
memberikan jawaban terhadap keragaan perikanan ?
6. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
diturunkan atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas?
1.3 Hipotesis
Berangkat dari latar belakang permasalahan penelitian seperti diuraikan di
atas, maka dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga bahwa ekstraksi yang tidak berkelanjutan menimbulkan depresiasi
sumberdaya ikan yang berakibat pada rendahnya kinerja perikanan.
2. Diduga perbedaan input dan output antar wilayah pesisir berkontribusi
terhadap perbedaan depresiasi sumberdaya ikan yang kemudian secara
agregrat berkontribusi terhadap keragaan perikanan di Pantura Jawa Barat.
3. Diduga bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan yang tidak efisien
berkontribusi terhadap rendahnya keragaan sektor perikanan.
4. Diduga konvergensi pertumbuhan sektor Perikanan akan berkontribusi
terhadap kinerja dan keragaan perikanan secara keseluruhan.
5. Diduga bahwa interaksi dinamik akan menentukan keberlanjutan usaha
perikanan dalam jangka panjang dan berperan dalam memperbaiki
7
1.4 Tujuan dan Kegu
Atas dasar permasalahan dan hipotesis penelitian di atas, maka penelitian
ntuk : “Menilai keragaan dari sektor perikanan dalam
pemanfaatan sumberdaya pesisir secara terintegrasi dilihat dari aspek ekonomi
sumberdaya”
empat lokasi kabupaten penelitian.
rikanan dan dampaknya terhadap
keragaan perikanan secara agregrat
enelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas
dan kom berdaya perikanan, khususnya kondisi
perikanan di daerah penelitian sehingga akhirnya dapat merupakan bahan untuk
menentukan kebijakan yang tepat guna mencapai pembangunan perikanan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkunga
Code of Conduct for Responsible F
naan Penelitian
ini secara umum bertujuan u
.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk ;
1. Menganalisis, menilai dan membandingkan keragaan perikanan melalui
pengukuran nilai biomass, produksi dan rente sumberdaya perikanan pada
kondisi aktual, lestari dan optimum, baik secara keseluruhan di Pantai Utara
Jawa Barat maupun secara parsial di
2. Menghitung depresiasi sumberdaya pe
maupun secara parsial di empat lokasi
kabupaten penelitian.
3. Menganalisis interaksi dinamik antara komponen-komponen produksi dan
effort, guna menentukan perbaikan kinerja perikanan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
4. Menganalisis Tingkat (Derajat) ‘Competitiveness’ sektor perikanan, untuk
menilai kontribusi wilayah dalam keragaan kegiatan perikanan.
5. Menganalisis implikasi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
optimal serta menganalisis tingkat efisiensi perikanan tangkap di Pantai
Utara Jawa Barat dan di empat lokasi penelitian.
Dari hasil p
prehensif mengenai kondisi sum
n, sebagaimana yang disyaratkan dalam
9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
dapat berfungsi sebagai prime mover.
pengelo
suatu e emiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia
(Or
1)
2)
3)
Sumberdaya Pesisir
Wilayah pesisir merupakan suatu kawasan ekonomi yang strategis.
an strategis karena secara potensial memiliki efek ganda (multiplier effect) gnifikan baik secara lintas sektoral, lintas spasial (lintas wilayah) maupun
pelaku. Dari kenyataan diatas diharapkan wilayah pesisir dapat
rikan efek sentrifugal yang mampu menggerakkan secara efektif
bangan ekonomi sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain wilayah pesisir
Meskipun terdapat beragam definisi wilayah pesisir, dalam konteks
laan, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai pertemuan antara daratan
tan dengan dinamika yang sangat tinggi (Alder and Kay, 1999). Dengan
an, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik yang merupakan
an daratan dan lautan. Wilayah pesisir dipengaruhi oleh dua regim yang
a yaitu daratan dan lautan sehingga wilayah pesisir memiliki karakter yang
spesifik. Karakter ini berkaitan dengan proses sumberdaya dan
aatannya. Jadi dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pesisir memiliki karakteristik sebagai berikut :
Memiliki produktifitas yang tinggi dan kerentanan dalam keseimbangan
sistemnya.
Memiliki beragam fungsi dan proses, yaitu fungsi hidrologis, geofisik,
biofisik, dan ekologis.
Menampung beragam pengguna.
Memiliki beragam tema.
Berangkat dari keempat karakteristik di atas, maka wilayah pesisir sebagai
kosistem alamiah m
tolando, 1984 dalam Dahuri dkk., 2001) , yaitu :
Sebagai penyedia jasa-jasa bagi pendukung kehidupan.
Memberikan jasa-jasa kenyamanan.
4)
persyar
1)
2)
age) terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya di daerah
ut memiliki keunggulan komparatif yang
unjang
ktor basis dan sektor-Penerima limbah
Peranan strategis wilayah pesisir hanya tercapai jika memenuhi
atan-persyaratan berikut (Rustiadi, 2001):
Basis ekonomi (economic base) wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources). Aktifitas wilayah berbasis bukan sumberdaya domestik (foot loose) akan cenderung tidak stabil, rentan dan sangat tergantung pada dinamika eksternal. Sedangkan tumpuan pada sumberdaya tak terbaharui
(non renewable resources) tidak menjamin pembangunan yang lestari seiring dengan berkurangnya sumberdaya (depletion) yang menjadi tumpuannya.
Memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward lingk
bersangkutan secara signifikan, sehingga perkembangan sektor basis dapat
menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya di daerah yang bersangkuatan. Tingkat backward linkage dan forward linkage yang lebih rendah dari potensi yang dimiliki daerah menciptakan kebocoran wilayah (regional leakages). Akibatnya, potensi pertumbuhan yang dimiliki akan dinikmati oleh wilayah lainnya,
walaupun wilayah lain terseb
lebih rendah namun memiliki keunggulan kompetitif akibat berbagai
fasilitas dan struktur kebijakan (struktur insentif) yang lebih baik. Kebocoran wilayah di sentra-sentra produksi ikan di kawasan pesisir juga
banyak bersumber dari proses penyusutan (secara kuantitas dan kualitas)
yang pada semestinya. Tidak berkembangnya industri-industri pen
dan pengolahan hasil tangkapan/budidaya ikan di sentra-sentra produksi
ikan menyebabkan berbagai wilayah pesisir mengalami kebocoran wilayah
yang sangat masif.
3) Efek ganda (multiplier effect) yang signifikan dari se
sektor turunan dan penunjangnya dengan penciptaan tenaga kerja dan
pendapatan masyarakat (sektor rumah tangga), sektor pemerintah lokal/
11
signifikan dengan aktifitas ekonomi masyarakat hanya dapat terjamin pada
struktur usaha yang terhindar dari bentuk-bentuk monopoli-oligopoli
ataupun dari struktur pasar yang monopsoni-oligopsoni. Struktur pajak/
restribusi yang tidak tepat serta berbagai bentuk misleading policy yang
sekilas nampak ditujukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui sektor-sektor yang secara kuantitas sengat besar namun
sebenarnya memiliki tingkat rent yang rendah pada gilirannya malah
menurunkan daya kompetisi wilayah (regional competitive advantage) dan ng akhirnya malah menurunkan PAD.
) akan lebih menjamin aliran alokasi
oreksi dan peningkatan secara terus menerus. Proses ini harus
ana sumberdaya alam
memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of secara jangka menengah dan panja
Struktur kebijakan (struktur insentif) harus diarahkan agar mendorong
daya kompetitif dan menjamin multiplier yang tinggi terhadap penyediaan
lapangan kerja dan penerimaan rumah tangga (bukan hanya penerimaan
sektor usaha).
4) Keterkaitan lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi
(intra and interregional interactions
dan distribusi sumberdaya yang efisien dan stabil sehingga menurunkan
ketidakpastian (uncertainty). Untuk itu sarana dan prasarana transportasi, komunikasi dan informasi yang umumnya merupakan sektor-sektor publik
dimana sektor non pemerintah masih belum memiliki insentif atau
kapasitas, perlu ditingkatkan.
5) Terjadinya learning process secara berkelanjutan yang mendorong terjadinya k
terus dikembangkan melalui berbagai bentuk proses dialog dan networking lintas stakeholders sebagai bentuk pengembangan social capital, disamping pengembangan human, natural dan man-made capitals.
Indonesia memiliki sumberdaya alam pesisir dan laut yang jumlahnya
sangat besar (Dahuri dkk., 2001). Sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi,
perikanan serta pariwisata di wilayah pesisir dan laut merupakan aset yang sangat
signifikan bagi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.
Sumberdaya perikanan dan kelautan, sebagaim
nation)
esisir dan kelautan dengan berbagai kepentingannya.
Tetapi berdaya
pengelolaan sumberdaya
n ini adalah bahwa
kan kerangka surplus produksi ini
sa
ususnya untuk perikanan yang multi species. Pendekatan lain seperti
haefer Model (TBSM) yang dikembangkan oleh Brown et al. 985), serta pendekatan
angkan oleh Anderson dan Ursin (1977)
hingga
ulit diterapkan wilayah yang memiliki multi spesies.
atau suatu daerah. Untuk itu pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
kelautan tidak terlepas dari aspek pengguna (stake holder) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh p
kenyataannya memperlihatkan bahwa aspek pengguna sum
seringkali tidak menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan. Akibatnya
menimbulkan berbagai masalah baik itu dari aspek alokasi sumberdaya maupun
dalam penyediaan produk-produk yang diperlukan.
2.2 Optimasi Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya perikanan, apabila dikelola secara baik dan benar dapat
merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang dapat diandalkan. Oleh karena itu
salah satu pertanyaan yang paling mendasar dalam
perikanan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut, sehingga
diperoleh manfaat ekonomi yang setinggi-tingginya bagi pengguna dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya tersebut.
Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor
biologi semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (MSY) atau tangkapan maksimum yang lestari. Inti pendekata
setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi
kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini di panen (tidak lebih dan
tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan
(sustainable).
Pendekatan biologi dengan mengguna
sendiri merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan umum yang bia
dipakai kh
Total Biomass Sc
(1976), Pope (1979), Pauly (1979) dan Panayotou (1
independen single species yang dikemb
13
Dalam model surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan
ebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami sebagaimana digambarkan
ada persamaan berikut:
Biomas pada t+1 = biomas pada t + produksi – mortalitas alami
ersamaan tersebut di atas menyatakan bahwa jika produksi melebihi mortalitas
lami, maka biomas akan meningkat, sebaliknya jika mortalitas alami lebih tinggi
ari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus produksi sendiri enggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di
Walter (1992) menyatakan bahwa surplus produksi
enggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada aktifitas
penangkapan atau den itangkap jika biomas
ipertahankan dalam tingkat yang tetap.
mudian
ah
i pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal.
Model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) sendiri dibangun dari model
s yang telah dike bangkan sebelumnya oleh Graham pada tahun
engikuti
atas. Lebih jauh Hilborn dan
m
gan kata lain jumlah yang bisa d
d
Scott Gordon merupakan seorang ekonom yang pertama kali
memperkenalkan istilah bioekonomi, dimana menggunakan pendekatan ekonomi
untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal. Ke
seiring dengan perjalanan waktu istilah ini semakin intensif digunakan setel
Collin Clark dan Gordon Munro memperkenalkan pendekatan kapital untuk
memaham
produksi surplu m
1935. Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan m
pertumbuhan logistik dan tanpa adanya gangguan atau penangkapan oleh
manusia. Secara matematis dapat ditulis :
)
r = pertum iah (kelahiran dikurangi kematian)
Secara grafik persamaan (2.1) di atas dapat digambarkan sebagai berikut : buhan alam
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan
Kemudian jika produksi perikanan oleh manusia diasumsikan tergantung
ari input yang digunakan (I) dan jumlah biomasa ikan yang tersedia (x) serta ampuan teknologi yang digunakan θ (koefisien daya tangkap), maka :
d
kem
xI h=θ
Kemudian dengan mensubtitusikan persamaan (2.1) ke dalam persamaan (2.2)
menjadi:
(2.2)
h k x rx t x
− − = ∂ ∂
) 1 (
xI k x
rx − −θ
= (1 ) (2.3)
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pengelola perikanan adalah adnya
variabel yang tidak dapat dikontrol (biomassa) yang sulit diamati, sementara pada
kenyataannya variabel yang tersedia adalah variabel yang dapat dikontrol yaitu
data produksi (h) dan jumlah input yang digunakan (I) seperti jumlah kapal, jumlah trip atau jumlah hari melaut. Kenyataan (kendala) ini dalam model
bioekonomi GS diatasi dengan mengasumsikan kondisi ekologi dalam keadaan
seimbang (∂b/∂t=0), sehingga persamaan (2.2) dapat dipecahkan untuk mencari nilai biomassa (x) sebagai fungsi dari input, secara matematis dapat ditulis:
⎟ ⎞ ⎜
⎛ −
=k I
x 1 θ (2.4)
⎠
⎝ r
F(x)
15
sehingga kalau kita substitusikan persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.2) akan
jadi : men
⎟ ⎞ ⎜
⎛ −
= kI I
h θ 1 θ (2.5)
⎠
⎝ r
Effo
Dari kurva tersebut terlihat bahwa jika tidak ada aktivitas perikanan (effort 0), maka produksi juga akan nol. Kemudian effort akan mencapai titik yang
aksimum pada
Persamaan (2.5) di atas dalam model bioekonomi dikenal dengan istilah Yield rt Curve.
e
h (yield)
MSY
Gambar 3. Kurva Yield Effort
=
m EMSY yang berhubungan dengan tangkap maksimum lestari
MSY H
( ). Didalam pendekatan biologi, pengelolaan sumberdaya perikanan yang
ptimal dilakukan pada titik HMSY
o ini, karena pada titik inilah diperoleh tingkat
produksi yang maksimum, dengan asumsi bahwa ekosistem dalam keadaan
eseimbangan, koefisien tangkap (Catchability Coeffisien) konstan (Clark, 1990) dan tidak
Menurut Fauzi (2004a), pendekatan pengelolaan dengan konsep ini
belakan k
ada dependensi antar spesies (Conrad and Clark, 1987).
gan banyak dikritik oleh berbagai pihak sebagai pendekatan yang terlalu
sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar di antaranya adalah
ekonomi pengelolaan sumberdaya alam. Lebih jauh Conrad dan Clark (1989),
misalnya, menyatakan bahwa pendekatan MSY antara lain:
1. Tidak bersifat stabil, karena, perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa
mengarah ke pengurasan stok (stock depletion).
2. Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen
(im
tal revenue dan total cost) yang puted value).
3. Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis
(multi species).
Dengan memasukkan parameter ekonomi yakni harga dari ouput (harga
ikan per satuan berat) dan biaya dari input (cost per unit effort), Gordon mentransformasikan kurva yield-effort dari Schaefer di atas menjadi kurva yang menggambarkan antara manfaat bersih (to
dihasilkan dari sumberdaya perikanan dengan input produksi (effort) yang digunakan sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 tampak bahwa tiga
jenis rente ekonomi sumberdaya yang diartikan sebagai selisih (surplus) dari
penerimaan yang diperoleh dari sumberdaya setelah kurangi seluruh biaya
ekstraksi, dihasilkan pada titik EOA, EMSY dan *
E .
ngenai pengelolaan perikanan dalam dua rezim pengelolaan
Gambar 4. Keseimbangan Bioekonomi Gordon-Schaefer
Gambar 4 di atas dapat kita gunakan untuk menguraikan inti model
Gordon-Schaefer me
Effort TC
TR
Manfaat dan
Biaya
17
yang b
profit tidak ada.
Tingka
t dijelaskan sebagai berikut;
Pada se
ut dengan rente ekonomi yang maksimum mengingat jumlah input
produk
erbeda. Dalam kondisi (open access), sumberdaya perikanan akan mencapai titik keseimbangan pada tingkat EOA dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC). Dalam hal ini pelaku perikanan hanya menerima biaya opportunitas saja dan rente ekonomi sumberdaya atau
t effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan yang oleh Gordon disebut sebagai “bioeconomic equilibrium of open access fishery” atau keseimbangan bionomik dalam kondisi akses terbuka (Fauzi, 2004b).
Secara verbal, keseimbangan bioekonomi dapa
tiap tingkat effort dibawah EOA, penerimaan total akan melebihi biaya total sehingga pelaku perikanan (nelayan) akan lebih banyak tertarik (entry) untuk menangkap ikan. Sebaliknya pada tingkat effort di atas EOA, biaya total melebihi penerimaan total sehingga banyak pelaku perikanan akan keluar (exit) dari perikanan. Dengan demikian hanya pada tingkat effort EOA, keseimbangan tercapai sehingga entry dan exit tidak terjadi.
Dalam model Gordon, pendekatan pengelolaan perikanan yang optimum
disebut sebagai pendekatan MEY (Maximum Economic Yield). Titik MEY ini sendiri diperoleh pada titik E* dimana rente ekonomi diperoleh secara maksimal (jarak TR dan TC terbesar). Dengan demikian dibanding dengan model pendekatan biologi di atas, model pendekatan Gordon lebih menekankan pada
efisiensi inp
si yang digunakan pada model Gordon jauh lebih sedikit dari pada EMSY dan EOA. Kaitannya dengan depresiasi sumberdaya, pada pendekatan biologi, depresiasi sumberdaya tidak diperhitungkan sama sekali, sementara pada model
Gordon, depresiasi sumberdaya perikanan dilihat sebagai hilangnya rente ekonomi
(dissipated) akibat mismanagement sumberdaya perikanan yang open access.
2.3 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WECD, 1987). Dari pengertian
di atas setidaknya di dalamnya terkandung dua gagasan penting yaitu : (1) gagasan
"kebutuhan" yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia,
organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
kini dan hari depan.
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia adalah tujuan utama
pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan dipenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semuanya dan diberinya kesempatan kepada
semua untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Kebutuhan yang wajar ditentukan secara sosial dan kultural, dan
pemban
penuh, dan pembangunan berkelanjutan jelas
mensya
eksploitasi kepada sesama. Akan tetapi pertumbuhan
itu sa belum cukup. Aktivitas produksi yang tinggi dapat terjadi
ersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas, dan ini dapat
mem an lingkungan. Jadi pembangunan berkelanjutan menyaratkan
bahwa masyarakat memenuhi kebutuhan manusia dengan cara meningkatkan
potensi produksi mereka dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama bagi
semu ya.
Peningkatan jumlah penduduk dapat menambah tekanan pada
sumb daya dan memperlambat peningkatan taraf hidup di daerah-daerah yang
keme aratan sudah tersebar luas. Meskipun masalahnya bukanlah semata-mata
jumlah penduduk namun adalah distribusi sumberdaya, pembangunan
berkelanjutan hanya dapat dicapai bila pembangunan demografi selaras dengan
erubahan potensi produktif ekosistem.
engakibatkan
erubahan-perubahan pada ekosistem fisiknya. Ekosistem manapun tidak dapat
rjamah. Suatu hutan mungkin ditebangi di salah satu
bagian daerah aliran sungai dan diperluas di bagian lainnya, yang bukan gunan berkelanjutan harus menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan
standar konsumsi yang berada dalam batas-batas kemampuan ekologi, serta yang
secara wajar semua orang dapat mencita-citakannya.
Pemenuhan kebutuhan esensial bergantung sebagian pada tercapainya
potensi pertumbuhan secara
ratkan pertumbuhan ekonomi di tempat-tempat yang kebutuhan esensial
tadi belum bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi
pertumbuhan itu mencerminkan prinsip-prinsip yang luas mengenai
keberlanjutan dan non
ja
b
bahayak
an
er
l
p
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan jelas m
p
19
merup
Pada pokoknya, pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses perubahan
umberdaya, arah investasi orientasi
pengem
embentuk sebuah bangunan segi tiga seperti pada
Gambar 5 beriku
Berkelanjutan
akan hal buruk bila eksploitasi itu telah direncanakan masak-masak
dan dampaknya terhadap laju erosi tanah, sumber air, dan kerugian genetik telah
diperhitungkan. Secara umum sumberdaya yang dapat pulih, seperti sumberdaya
perikanan dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
asalkan laju pemanfaatannya dalam batas-batas regenerasi dan pertumbuhan alam.
Akan tetapi sebagian besar sumberdaya alam yang dapat pulih merupakan
bagian dari suatu ekosistem yang rumit dan saling terkait, dan hasil
berlanjut yang maksimum harus ditentukan setelah memperhitungkan dampak
eksploitasi terhadap sistem tersebut.
yang di dalamnya eksploitasi s
bangan teknologi, dan perubahan kelembagaan semuanya dalam keadaan
yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi manusia.
Secara ideal keberlanjutan pembangunan harus memiliki
(membutuhkan) tiga pilar utama (Munasinghe, 1993), yaitu pilar ekonomi,
ekologi dan sosial yang m
t ini :
Gambar 5. Hubungan Antara Tiga Tujuan Dari Pembangunan
SOCIAL OBJE TIVEC PROPERTY/EQUITY
EKONOMIC OBJECTIVE EFFEICIENCY/GROWTH
a. Keb
an sumberdaya
n mo
sejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan
dan distribusi kemakmuran.
elalui kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu
penting
erlanjutan ekologis
Keberlanjutan ekologis adalah suatu prasyarat mutlak yang tidak hanya
untuk pembangunan, tetapi juga untuk keberlanjutan kehidupan. Untuk menjamin
keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai berikut : (a)
Memelihara integritas tatanan lingkungan (ekosistem) agar sistem penunjang
kehidupan di bumi ini tetap terjamin. Menurut Serageldin (1993) tiga aspek yang
harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu; daya
dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan;
(b) Memelihara keanekaragaman hayati pada keaneka-ragaman kehidupan
dimana proses ekologis menggantungkan keberlanjutannya.
b. Keberlanjutan Ekonomi
Secara tegas Munasinghe (1993) mengatakan bahwa pilar ekonomi pada
prinsipnya menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasiskan pada
penggunaan sumberdaya yang efisien. Kemudian Serageldin (1993)
menambahkan bahwa keberlanjutan ekonomi meliputi pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan modal (capital maintenance), dan efisiensi pengguna da dal
Kemudian kalau di lihat dari perspektif pembangunan , keberlanjutan ekonomi
memiliki dua hal utama yang keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan
tujuan keperlanjutan aspek lainnya. Keberlanjutan ekonomi makro dan
keberlanjutan sektoral.
Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural
dan nasional. Tiga elemen utama untuk memberlanjutkan ekonomi makro yaitu;
efisiensi ekonomi, ke
meningkatkan pemerataan
Keberlanjutan ekonomi sektoral. Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan
keberlanjutan ekonomi makro secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi
sektoral yang selanjutnya mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus
diperbaiki m
21
Setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan untuk mencapai keberlanjutan
ekonomi sektoral, pertama, sumberdaya alam di mana nilai ekonominya dapat
dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang "tangible" dalam kerangka akunting ekonomi. Kedua, koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu
diintroduksikan. Secara prinsip, harga sumberdaya alam harus merefleksikan
biaya ekstraksi/ pengiriman, ditambah biaya lingkungan ditambah biaya
pemanfaatan. Pakar ekonomi mengidentifikasikan bahwa sumberdaya yang
terpulihkan seperti perikanan dapat memberi manfaat secara berkelanjutan bila : (a)
tas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau jasa yang
mengal
dapat dikatakan bahwa keberlanjutan sosial
dinyata
.4 T
Pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan kemampuan atau kapasitas
ian untuk m
enjadi tujuan utama dalam pembangunan
Ada berbagai pandangan atau teori yang membahas tentang faktor-faktor
yang menentukan atau mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Secara umum, Tidak memperlakukan produktivi
ir (flow service); (b) Menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan;
c. Keberlanjutan Sosial dan Budaya
Menurut Serageldin (1993), bahwa implementasi pembangunan
berkelanjutan yang pertama kali harus diperhatikan adalah aspek sosial. Hal
ini dapat dipahami karena aspek sosial dapat berperan sebagai pusat dari
pembungnan. Aspek sosial yang paling penting adalah adalah pendekatan
kesejahteraan (well-being) dan pemberdayaan (empowerment). Secara lebih tegas lagi
kan dalam "keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas
hidup seluruh manusia". Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai tiga
sasaran : (a) Stabilitas penduduk; (b) Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan
memerangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut; (c)
Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai
sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa di dunia, dan dengan memahami dan
menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan
pembangunan ekonomi.
2 eori Pertumbuhan
dari suatu perekonom enghasilkan barang-barang dan jasa, merupakan
unsur yang sangat penting dan m