• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Sifat Fisik dan Mekanis Edible Film Karagenan melalui Penambahan Penaut Silang Kation Ca2+ dan Nanopartikel Karbon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Sifat Fisik dan Mekanis Edible Film Karagenan melalui Penambahan Penaut Silang Kation Ca2+ dan Nanopartikel Karbon."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i i

PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN MEKANIS EDIBLE FILM

KARAGENAN MELALUI PENAMBAHAN PENAUT SILANG KATION Ca2+ DAN NANOPARTIKEL KARBON

HARTODI RAHMANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Meningkatkan Sifat Fisik dan Mekanis Edible Film Karagenan dengan Penambahan Penaut Silang Kation Ca2+ dan Nanopartikel Karbon adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum disajikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

HARTODI RAHMANSYAH. Peningkatan Sifat Fisik dan Mekanis Edible Film Karagenan melalui Penambahan Penaut Silang Kation Ca2+ dan Nanopartikel Karbon. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan NOVIYAN DARMAWAN.

Edible film dari karagenan merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi. Aplikasi edible film pada penyalut makanan bermanfaat untuk menambah masa simpan makanan dan melindungi makanan dari mikroorganisme berbahaya. Penambahan nanopartikel karbon dan penaut silang kation Ca2+ pada edible film berbahan dasar karagenan bertujuan meningkatkan kuat tarik dan menurunkan laju permeabilitas uap air. Nanopartikel karbon dan Ca2+ ditambahkan pada setiap film dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% b/v. Kuat tarik edible film meningkat seiring peningkatan konsentrasi nanopartikel karbon dan Ca2+, sedangkan nilai permeabilitas uap air menurun seiring dengan meningkatnya nanopartikel karbon dan Ca2+. Ca2+ dapat berperan sebagai panaut silang yang ditandai dengan pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih rendah pada spektrum inframerah yang dihasilkan. Pencirian menggunakan SEM (scanning electron microscope) menunjukkan bahwa terdapat aglomerasi nanopartikel karbon pada permukaan edible film.

Kata kunci: karagenan, nanopartikel karbon, penaut silang Ca2+, permeabilitas air, sifat mekanik

ABSTRACT

HARTODI RAHMANSYAH. Enhancement of Physical and Mechanical Properties of Carrageenan Edible Film by adding Ca2+ Crosslinker and Carbon Nanoparticles. Supervised by AHMAD SJAHRIZA dan NOVIYAN DARMAWAN.

Edible film from carrageenan is a thin layer made of food grade materials. Application of edible coating films could increase food product shelflife and protect the food from microorganisms. Carbon nanoparticles and Ca2+ Crosslinker were added to improve tensile strength and to decrease the rate of water vapor permeability. Carbon nanoparticles and Ca2+ were added to each film with concentrations of 5%, 10%, 15%, 20% w/v. The edible film tensile strength increased along with the increasing of nanoparticles carbon and Ca2+ concentrations, while the rate of vapor permeability decreased along with the increasing nanoparticles carbon and Ca2+ concentrations. Ca2+ could act as crosslinker as showed by the presence of the hypochromic shift in the infrared spectrum. Scanning electron microscope (SEM) characterization showed that there were carbon nanoparticles agglomeration on the surface of the edible film.

(6)
(7)

PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN MEKANIS EDIBLE FILM

KARAGENAN MELALUI PENAMBAHAN PENAUT SILANG KATION

Ca2+ DAN NANOPARTIKEL KARBON

HARTODI RAHMANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari 2015 dengan judul Meningkatkan Sifat Fisik Dan Mekanis Edible Film Karagenan dengan Penambahan Penaut Silang Kation Ca2+ dan Nanopartikel Karbon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku pembimbing kedua. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mail dan Ibu Ai selaku staf Laboratorium Kimia Fisik, Bapak Sujono, MSi staf Laboratorium Terpadu, saudara Yusuf Bramastya Apriliyanto. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga, Ramita Anggraini, dan teman-teman kimia angkatan 47 yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moral maupun materi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

xiii xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kadar Air dan Kadar Abu 7

Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma cottonii 7

Proses Pembuatan Edible Film 8

Ketebalan Edible Film 8

Sifat Permeabilitas 9

Sifat Mekanis 10

Pencirian Menggunakan Spektrofotometri Inframerah 12

Sifat Flourosens Edible Film Nanopartikel Karbon 13

Pencirian menggunakan SEM (scanning electron microscope) 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

1 Komposisi edible film dengan penambahan penaut silang dan nanopartikel

karbon. 5

2 Ketebalan Edible Film 9

3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR 12

DAFTAR GAMBAR

1 Reaksi karagenan dengan basa (Wati IF 2014) 7

2 Metode gel casting 8

3 Permeabilitas uap air dari masing-masing komponen 9

4 Kuat tarik dari masing-masing komponen 10

5 Persentase perpanjangan dari masing-masing komponen 11

6 Hasil uji payar edible film dibawah lampu UV 13

7 Pencirian menggunakan SEM (scanning electron microscope) 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 18

2 Kadar air, kadar abu karagenan, dan ketebalan edible film 19

3 Uji permeabilitas uap air 20

4 Uji tarik edible film 20

5 Persentase perpanjangan edible film 22

6 Hasil uji FTIR sampel edible film 23

(15)

1 2

PENDAHULUAN

Beberapa jenis plastik membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai secara alami. Plastik umumnya dapat mengkontaminasi bahan yang dikemas melalui imigrasi monomernya, sehingga berpotensi bersifat karsinogenik

(Asy’ari 2013). Masalah tersebut dapat diatasi dengan menciptakan kemasan yang

lebih ramah terhadap lingkungan salah satunya adalah edible film. Edible film adalah salah satu alternatif bahan kemasan yang ramah terhadap lingkungan, yang layak dimakan dan dapat diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dapat terdegradasi dengan baik. Edible film dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, hidrokoloid, lipid, dan komposit. Kelompok hidrokoloid meliputi protein, alginat, pektin, pati, turunan selulosa, dan polisakarida lain (Dhapanal et al. 2012).

Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa kekuatan fisik dan mekanis dari edible film lebih rendah jika dibandingkan dengan plastik komersial umum berbahan baku petroleum (Wati 2014), sehingga perlu dikembangkan sistem kemasan bahan organik yang memiliki sifat fisik maupun mekanik yang mirip, namun dapat terurai secara alami, salah satunya adalah edible film berbahan baku karagenan (Sari 2014).

Karagenan dapat digunakan sebagai pelapis bahan pangan atau bahan dasar dari edible film. Edible film untuk coating dapat berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan (antioksidan, antimikroba, dan mineral yang berguna bagi tubuh). Edible film juga dapat berperan sebagai penghambat selektif untuk mencegah transpor uap air, gas-gas, dan zat terlarut ke bagian dalam sistem pangan yang heterogen, dan dapat dikonsumsi bersama bahan pangan yang dikemas (Handito 2011).

Edible film berbahan dasar karagenan telah banyak dikembangkan, Asy’ari (2013) membuat edible film berbahan dasar karagenan dengan perpaduan tepung kedelai, Wati (2014) membuat edible film berbahan dasar karagenan dengan penambahan nanopartikel karbon dan penaut silang kation Fe2+ serta Sari (2014) membuat edible film berbahan dasar karagenan dengan penambahan nanopartikel karbon dan penaut silang asam sitrat. Namun dari beberapa penelitian tersebut sifat fisik dan mekanik edible film yang dihasilkan masih berada di bawah plastik komersial berbahan baku minyak mentah.

(16)

2

diperhatikan karena mayoritas logam bersifat toksik terhadap tubuh maupun lingkungan.

Ion Ca2+ dipilih berdasarkan interaksinya terhadap edible film membantu meningkatkan gaya kohesi, sifat barrier, kekuatan mekanik dan mencegah edible film larut dalam air (Cagri et al. 2003), serta sifat agen penaut silang tersebut yang nontoksik dalam tubuh pada konsentrasi yang rendah dan ramah terhadap lingkungan. Nanopartikel karbon (C–dot) merupakan material yang termasuk ke dalam kelas nanopartikel 0 dimensi (zero dimensional) (Jiang et al. 2012). C-dot memiliki karakteristik, beberapa di antaranya adalah dapat larut baik dalam air, bahan baku pembuatan yang murah, proses sintesisnya tidak menggunakan logam berat, proses sintesis efisien, sifat fotoluminesens yang kuat, toksisitas yang rendah, serta merupakan fotostabilitas yang baik (Yang et al. 2013). Material ini dapat diaplikasikan secara luas untuk fotokatalis, sensor, laser, LED, dan penyimpan energi (Qu et al. 2012) serta sensor ion logam berat. Pada penelitian kali ini nanopartikel karbon dapat digunakan sebagai penanda pada edible film yang disebabkan oleh pendarannya pada panjang gelombang 366 nm.

Penambahan nanopartkel karbon dan penaut silang ion Ca2+ diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanis edible film dari karagenan, dapat dijadikan salah satu alternatif bahan kemasan yang ramah terhadap lingkungan serta, dapat terdegradasi dengan baik melalu proses alami, serta dapat menambah masa simpan bahan yang akan dikemas.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan adalah oven gelombang mikro Panasonic 800 W di Laboratorium Kimia Fisik IPB, alat pengukur ketebalan film Teclock dan alat uji tarik Tenso lab-Mey di Laboratorium Pengujian Mutu Kayu Fakultas Kehutanan IPB, alat Spektrofotometer Inframerah dengan jenis IR prestige-21 di Laboratorium Terpadu IPB, serta alat SEM (scanning electron microscope) di Laboratorium Puslabfor Mabes Polri. Bahan-bahan yang digunakan di antaranya rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang diperoleh dari Kepulauan Seribu, gliserol, KOH dari Merck, nata de coco dari Kara, dan nanopartikel karbon berbahan dasar asam askorbat hasil sintesis Nisa (2014).

Metode

(17)

3

spektrofotometri inframerah dan SEM (scanning electron microscope). Secara umum prosedur penelitian ini disajikan pada Lampiran 1.

Kadar Air (AOAC 935.29 2007)

Cawan porselin dicuci dengan akuades kemudian dikering udarakan, cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105-110 oC, selanjutnya

B = bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C = bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)

Kadar Abu (AOAC 935.29 2007)

(18)

4

Penyiapan Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri (Nata de coco) merk Kara dicuci menggunakan air bebas ion untuk menghilangkan sisa larutan gula yang masih ada. Selulosa bakteri dihaluskan menggunakan blender.

Ekstraksi Karagenan (Pratiwi 2011)

Rumput laut E.cottonii kering yang sudah dirajang direndam dengan akuades selama 24 jam, selanjutnya rumput laut dihaluskan menggunakan blender untuk memudahkan proses ekstraksi. Setelah itu, ditambahkan dengan 100 ml KOH 0.1% (b/v), dan diekstraksi didalam oven gelombang mikro selama 20 menit dengan daya defrost (160 watt). Nisbah rumput laut kering dan pelarut KOH (%b/v) adalah 1:20. Filtrat rumput laut kemudian disaring dengan menggunakan kain blacu.

Pembuatan Edible Film Karagenan(Modifikasi Purba 2013)

Filtrat karagenan dan selulosa bakteri serta gliserol disiapkan terlebih dahulu. Semua ekstrak tersebut dicampurkan dan diaduk hingga homogen, lalu dipanaskan pada suhu 40 oC selama 30 menit hingga komponen tercampur secara sempurna kemudian dipisahkan menjadi dua bagian. Bagian yang pertama ditambahkan dengan agen penaut silang CaCl2 0.1 M dengan konsentrasi sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% (b/v) terhadap bobot jumlah campuran secara keseluruhan, dilakukan pencampuran selama 40 menit pada suhu 90 oC kemudian edible film dicetak pada plat mika.

(19)

5

Tabel 1 Komposisi edible film dengan penambahan penaut silang dan nanopartikel karbon Karagenan Gliserol Selulosa Crosslinker Ca2+. KGSN: Karagenan Gliserol Selulosa Nanokarbon.

Ketebalan Edible Film (Bae et al. 2008)

Ketebalan edible film diukur secara acak di sembilan titik yang berbeda pada film dengan menggunakan mikrometer Teclock dengan tingkat akurasi ± 1µm.

Kuat Tarik dan Perpanjangan

Kuat tarik dan perpanjangan diukur menggunakan alat uji tarik jenis Tenso lab-Mey dan berdasarkan ASTM D 638-14 (2014). Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 40 mm dan lebar 20 mm. Kemudian film dijepitkan pada alat uji tarik dan ditarik dengan kecepatan konstan. Data yang dihasilkan dicetak di atas kertas. Perhitungan besar kuat tarik dan presentase perpanjangan menggunakan persamaan di bawah ini.

Permeabilitas Uap Air (Hu et al. 2000)

Permeabilitas uap air diukur menggunakan metode cawan berdasarkan ASTM D2434-68 (2002). Sebanyak 30 mL akuades dimasukkan ke dalam cawan petri dan ditutup menggunakan aluminium foil yang telah dilubangi. Luas lubang

Kuat tarik (Mpa) = Gaya tarik saat putus Luas area

(20)

6

pada almunium foil sebesar 10% dari luas cawan. Film dilekatkan di atas lubang menggunakan lem epoxy. Batas ketinggian permukaan air di dalam cawan dan film sebesar 6 mm. Cawan dipanaskan di dalam oven pada suhu 37 ± 0,5°C dan RH 19 ±1,5% selama 5 jam dan diukur hilangnya masa air setiap jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.

Pencirian Menggunakan Spektrofotometri Inframerah

Pencirian edible film menggunakan FTIR Shimadzu IR Prestige-21. Edible film ditempatkan di dalam sel holder kemudian sampel disinari dengan sinar inframerah pada spektrofotometer. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR berupa spektogram yang menampilkan hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas puncak yang dideskripsikan sebagai gugus fungsi. Spektrum FTIR direkam menggunakan spektrofotometer pada suhu ruang.

Uji Flourosens Edible Film Nanopartikel Karbon

Identifikasi Nanopartikel karbon pada edible film dilakukan dengan penyinaran di bawah sinar lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Penyinaran di bawah lampu UV bertujuan untuk melihat pendaran yang ditimbulkan oleh komponen nanopartikel karbon pada edible film yang dihasilkan.

Pencirian Menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope)

Edible film disiapkan untuk dicirikan menggunakan SEM (Scanning Elctron Microscope), kandungan air harus dihilangkan dari sampel, karena air akan menguap pada kondisi vakum. Selanjutnya sampel dilapisi dengan material yang bisa menghantarkan listrik (emas). Selanjutnya sampel ditempatkan pada sel holder untuk dipayar pada permukaan dan tepi edible film menggunakan SEM dengan perbesaran 500 kali hingga 10.000 kali pada setiap sampel uji. Hasil uji didapatkan dalam bentuk micrograph.

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Kadar Abu

Kadar air rumput laut yang digunakan pada penelitian kali ini sebesar 21.10% (Lampiran 2). Kadar air rumput laut jenis ini telah dilaporkan sebelumnya oleh Wati (2014) sebesar 13.90 %. Menurut SNI 01-2801-1995 syarat mutu kadar air maksimal untuk produk pangan khususnya agar-agar tepung rumput laut sebesar 17%. Kadar air di dalam rumput laut sangat menentukan kualitas rumput laut terhadap masa simpan rumput laut itu sendiri dan agar tidak cepat rusak serta agar tidak mudah diserang oleh mikroba. Keberagaman kadar air yang diperoleh ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya adalah lama penyimpanan, suhu penyimpanan, iklim, serta kelembaban.

Kadar abu pada rumput laut diperoleh sebesar 17.02% sedangkan pada penelitian Asy’ari (2013) diperoleh kadar abu sebesar 49.16% yang lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral yang terkandung dalam rumput laut yang akan digunakan lebih rendah dibandingkan dengan rumput laut yang digunakan pada penelitian sebelumnya. hal ini disebabkan kemurnian rumput laut yang akan digunakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput laut pada penelitian sebelumnya. Semakin rendah kadar abu yang dimiliki maka akan semakin baik untuk digunakan sebagai bahan baku edible film karena memiliki kandungan mineral lebih sedikit terhadap karagenan. Rasio kandungan mineral yang tinggi akan menghambat proses kopolimerisasi antara karagenan dengan gliserol, selulosa, nanopartikel karbon dan penaut silang ion Ca2+ (Winarno 2004).

Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma cottonii

Ekstraksi rumput laut dilakukan dengan pelarut KOH menggunakan metode gelombang mikro dengan menggunakan microwave. Kelebihan ekstraksi dengan gelombang mikro adalah lebih cepat, sederhana, menghasilkan rendeman yang tinggi, dan pemanasan yang merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas dari dalam (Pratiwi 2011). Pemberian basa pada ekstraksi dapat meningkatkan sifat gelnya. Berdasarkan Distantina et al. (2011) melaporkan bahwa pelarut basa dapat mengkatalisis hilangnya gugus 6-sulfat sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel (Gambar 1). Pembentukan gel merupakan hasil crosslinking antara rantai heliks yang berdekatan, dengan gugus sulfat menghadap ke bagian luar Purba (2013). Kelarutan dalam air sangat dipengaruhi kadar grup sulfat (bersifat hidrofilik) dan kation dalam karagenan. Kation yang dijumpai dalam karagenan adalah natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Banyaknya fraksi sulfat dan keseimbangan kation dalam air menentukan kekentalan atau kekuatan gel yang dibentuk karagenan (Sari 2014). Reaksi pemutusan gugus sulfat oleh basa disajikan pada Gambar 1.

(22)

8

Proses Pembuatan Edible Film

Pembuatan edible film dilakukan dengan mencampurkan karagenan yang telah diekstraksi terlebih dahulu dari rumput laut dengan gliserol sebagai pemlastis hal ini bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas edible film melalui penurunan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimernya (Krochta et al. 2006). Karakteristik fisik edible film dipengaruhi oleh jenis bahan serta jenis dan konsentrasi pemlastis seperti polihidrik alkohol atau poliol di antaranya adalah gliserol dan sorbitol.

Selulosa ditambahkan pada edible film untuk memperkuat sifat mekanis dari edible film. Kadar Selulosa yang berasal dari bakteri ini memiliki karakteristik yang khas di antaranya adalah memiliki kemurnian, kristalinitas, kekuatan mekanik, porositas yang tinggi, memiliki kapasitas dalam menyerap air yang cukup besar, mudah terurai, serta selulosa bakteri dapat dijadikan komposit yang sangat kuat dengan teknik pengolahan yang cukup sederhana (Dewi 2009). Selulosa dalam penelitian ini adalah jenis selulosa bakteri yang berasal dari nata de coco merk kara dengan kadar air 71%.

Kation Ca2+ dipilih sebagai bahan penaut silang untuk meningkatkan resistensi edible film terhadap air, kohesi, rigiditas, dan kekuatan mekanik. Kalsium merupakan salah satu jenis penaut silang yang ramah terhadap tubuh dan lingkungan dalam konsentrasi rendah. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. kalsium di dalam tubuh sebagian besar terdapat pada tulang dan gigi serta sisanya terdapat dalam darah dalam bentuk ion bebas (Winarno 2004).

Edible film kemudian dicetak dengan metode gel casting yang telah dimodifikasi dengan pita perekat. Semakin tebal pita perekat yang diberikan, semakin tebal pula membran film yang dihasilkan. Gel dituangkan pada plat mika dan dikeringkan selama 24 jam. Edible film kemudian diangkat dalam bentuk membran atau lapisan plastik. Proses pembuatan edible film disajikan Gambar 2.

Ketebalan Edible Film

Rerata ketebalan Edible film didapatkan pada pengukuran di 9 titik secara acak. Rerata ketebalan film untuk edible film dengan karagenan saja (K) adalah 0.029 mm, kemudian rerata ketebalan film pada edible film karagenan dengan penambahan gliserol (KG) yaitu 0.031 mm, sedangkan rerata ketebalan edible film karaginan setelah penambahan gliserol dan selulosa adalah 0.035 mm. Nanopartikel karbon ditambahkan pada edible film setelah penambahan gliserol dan selulosa dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, serta 20% b/v, sehingga menghasilkan rerata ketebalan edible film berturut-turut adalah 0.038, 0.026,

(23)

9

variasi konsentrasi nanopartikel karbon dan penaut silang kalsium 0.026, dan 0.028 mm. Ion Ca2+ ditambahkan pada campuran edible film karagenan, gliserol dan selulosa dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% sehingga menghasilkan rerata ketebalan edible film setiap konsentrasi berturut-turut adalah 0.029, 0.028, 0.032, dan 0.038. Ketebalan film sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah kadar air campuran setelah pemanasan, kedalaman kolam plat mika, waktu dan suhu pada proses pemanasan Hasil pengukuran ketebalan edible film dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan rata-rata ketebalan edible film disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ketebalan edible film

Sampel Rata-rata ketebalan (mm)

Karagenan 0.029

K: Karagenan; KG: Karagenan Gliserol; KGS: Karagenan Gliserol Selulosa; KGSCa2+; Karagenan Gliserol Selulosa Crosslinker Ca2+. KGSN: Karagenan Gliserol Selulosa Nanokarbon.

Sifat Permeabilitas

Permeabilitas uap air merupakan kemampuan film menahan laju uap air yang menembus film. Laju permeabilitas uap air menyatakan jumlah air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas film. Nilai permeabilitas uap air pada edible film disajikan pada Gambar 3.

(24)

10

Pada diagram batang dapat dilihat bahwa edible film yang hanya mengandung karagenan saja (K) memiliki permeabilitas uap air yang tinggi yaitu 19.12 ng/msPa. Kemudian penambahan griserol (KG) dan selulosa (KGS) pada edbile film dapat menurunkan nilai permeabilitas uap air berturut-turut menjadi 14.89 ng/msPa dan 15.10 ng/msPa. Semakin tinggi nanopartikel karbon ditambahkan (KGSN) dapat menurunkan laju transmisi uap air dari 15.10 ng/ms Pa menjadi 6.89 ng/ms Pa seiring meningkatnya konsentrasi nanopartikel karbon dari 5% b/v hingga 20% b/v. Sedangkan pada peningkatan konsentrasi penaut silang kation Ca2+ (KGSCa2+) yang ditambahkan pada edible film dari 5% b/v hingga 20% b/v, laju transmisi uap air menurun dari 14.92 ng/ms Pa menjadi 10.83 ng/ms Pa (Lampiran 3). Hal tersebut disebabkan pada saat komponen ditambahkan, pori yang terdapat pada bahan polimer edible film menjadi lebih kecil dan berkurang karena interaksi fisik yang terjadi.

Integritas bahan pangan dalam kemasan ditentukan oleh kemampuan kemasan untuk menahan kerusakan selama penanganan. Laju transmisi uap air pada bahan kemasan sangat menentukan masa simpan bahan yang dikemas. Semakin tinggi nilai laju transmisi uap air akan semakin baik. Tingginya laju transmisi uap air akan memberikan perlindungan yang optimal terhadap pelepasan gas CO2 dan uap air yang dihasilkan dari proses respirasi metabolisme bahan organik yang dikemas agar tidak terakumulasi di dalam sistem pengemasan. Umumnya bahan organik yang disimpan seperti buah dan sayur masih melakukan respirasi sel dalam sistem metabolisme walaupun sudah berada di dalam kemasan, sehingga diperlukan kemasan yang dapat melepaskan senyawa tersebut keluar sistem, hal ini diharapkan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya proses oksidasi senyawa-senyawa yang bermanfaat di dalam bahan sehingga bahan organik yang dikemas tidak cepat busuk.

Sifat Mekanis

Pengukuran kuat tarik dan elongasi dilakukan menggunakan alat uji tarik jenis Tenso lab-Mey yang mengacu pada ASTM D 638. Kekuatan renggang putus yang tinggi pada umumnya sangat penting bagi edible film agar tahan terhadap tekanan normal selama perlakuan, pemindahan atau transportasi, dan penanganan bahan pangan (Tanaka et al. 2001). Hasil uji tarik dari edible film disajikan pada Gambar 4 dan Lampiran 4.

Gambar 4 Kuat tarik dari masing-masing komponen

0

(25)

11

konsentrasi nanopartikel karbon dan penaut silang kation pada edible film

Berdasarkan diagram batang hasil uji tarik edible film di atas terlihat bahwa penambahan gliserol pada karagenan (KG) menurunkan nilai kuat tarik dari 15.89 Mpa ke 8.72 Mpa terhadap nilai kuat tarik edible film yang hanya mengandung karagenan saja (K). Hal ini disebabkan oleh gliserol yang berfungsi sebagai pemlastis sehingga membuat edible film tersebut menjadi lebih fleksibel. Penambahan selulosa (KGS) kedalam edible film membuat kuat tarik meningkat dari 8.72 Mpa menjadi 15.73 Mpa yang disebabkan oleh selulosa yang mempunyai struktur mekanik yang lebih kaku sehingga gaya yang diperlukan untuk menarik hingga putus lebih besar (Lampiran 4). Embuscado dan Huber (2009) melaporkan bahwa selulosa akan meningkatkan kuat tarik edible film dengan cara berinteraksi secara fisik.

Penambahan nanopartikel karbon (KGSN) pada edible film dapat meningkatkan kuat tarik edible film, hal tersebut dibuktikan dengan nilai kuat tarik yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel karbon dari konsentrasi 5% hingga 20 % b/v dengan peningkatan nilai kuat tarik dari 10.93 Mpa menjadi 40.57 Mpa (Lampiran 4). Penambahan penaut silang kation Ca2+ (KGSCa2+) juga dapat meningkatkan nilai kuat tarik dari 10.14 Mpa menjadi 20.52 Mpa seiring dengan meningkatnya konsentrasi penaut silang kation Ca2+ yang ditambahkan yaitu dari 5% sampai 20% b/v. Namun peningkatan tesebut tidak lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan nanopartikel karbon. Hal ini disebabkan oleh nanopartikel karbon bersifat sebagai filler yang berinterkasi terhadap ruang pori dari edible film sedangkan penaut silang kation hanya berinteraksi dengan gugus fungsi yang mempunyai muatan parsial negatif sehingga membentuk interaksi antar polimer yang bersifat statis. Perpaduan antara penaut silang kation dan nanopartikel karbon tidak berdampak positif dan hanya menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 17.32 Mpa. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pada saat penambahan nanopartikel karbon saja. Hal ini diduga disebabkan oleh ikatan taut silang pada edible film dapat memperbesar pori polimer edible film,sehingga nanopartikel karbon tidak dapat menutup pori tersebut secara sempurna. Persentase perpanjangan edible film dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 5.

Persentase perpanjangan edible film pada grafik di atas memperlihatkan bahwa persentase perpanjangan dengan nilai kuat tarik cenderung berbanding

(26)

12

terbalik. Persentase perpanjangan pada saat penambahan gliserol lebih tinggi yaitu mencapai 9.77 %, namun pada saat peningkatan konsentrasi nanopartikel karbon dan penaut silang kation Ca2+ yang ditambahkan nilai persentase perpanjangan cenderung menurun (Lampiran 5). Perpanjangan edible film selalu berbanding terbalik terhadap nilai kuat tarik, karena semakin tinggi gaya yang diperlukan untuk menarik edible film maka akan semakin rendah perpanjangan yang didapatkan Pranoto (2010).

Pencirian Menggunakan Spektrofotometri Inframerah

Analisis FTIR digunakan untuk melihat gugus fungsi yang terdapat pada edible film serta melihat interaksi yang terjadi antar komponen penyusun edible film tersebut. Gugus fungsi yang muncul pada edible film pada beberapa kisaran panjang gelombang dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan spektrum FTIR disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR

(27)

13

pergeseran puncak serapan secara signifikan serta tidak ada gugus fungsi lain yang dihasilkan. Sehingga dengan demikian pencampuran yang terjadi antar komponen yang ditambahkan pada edible film tersebut berupa pencampuran secara fisik. Penambahan penaut silang Ca2+ pada sampel KGSCa2+ menyebabkan terjadinya sedikit pergeseran puncak serapan regang O-H pada bilangan gelombang 3392 (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi proses taut silang di antara komponen polimer tersebut. Proses taut silang akan membuat ikatan O-H menjadi lebih panjang sehingga akan menyebabkan energi ikatan menjadi lebih rendah. Hal tersebut akan menyebabkan pergeseran pita serapan ke arah kanan atau menuju bilangan gelombang yang lebih rendah.

Sifat Flourosens Edible Film Nanopartikel Karbon

Sifat nanopartikel karbon yang dapat berflourosens pada panjang gelombang 366 nm dapat dijadikan sebagai penanda edible film (Liu et al. 2007). Data hasil uji payar edible film dengan penambahan nanopartikel karbon disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Hasil uji payar edible film dibawah lampu UV (A;karagenan. B; KGSN 5 %. C; KGSN 10%. D; KGSN 15%. E; KGSN 20%).

Berdasarkan gambar di atas terlihat secara visual bahwa intensitas pendaran edible film dengan penambahan nanopartikel karbon semakin terang seiring dengan semakin tingginya konsentrasi nanopartikel karbon yang ditambahkan. Selain dapat meningkatkan kekuatan fisik dan mekanis, nanopartikel karbon yang ditambahkan juga dapat dijadikan salah satu penanda pada edible film. hal ini diharapkan dapat memicu penelitian lebih lanjut mengenai perpaduan nanopartikel karbon pada edible film berbahan dasar karagenan.

Pencirian menggunakan SEM (scanning electron microscope)

Pencirian menggunakan SEM bertujuan untuk melihat struktur permukaan edible film. Gambar dihasilkan dengan cara memindai permukaan sampel dengan high-energy beam of electrons. Elektron-elektron berinteraksi dengan atom-atom

(28)

14

sehingga menghasilkan sinyal yang memberikan informasi tentang topografi permukaan sampel, struktur kristal, dan konduktivitas listrik serta sifat-sifat lainnya (Valtchev et al. 1996). Hasil micrograph pencirian menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 7 dan Lampiran 7.

Gambar 7 Pencirian menggunakan SEM (scanning electron microscope)

Berdasarkan micrograph hasil pencirian menggunakan SEM terlihat pada permukaan dan bagian tepi edible film KGSN (Karagenan Gliserol Selulosa Nanopartikel Karbon) terdapat aglomerisasi nanopartikel karbon di permukaan film yang disebabkan oleh tidak adanya pendispersi nanopartikel karbon, sehingga menyebabkan nanopartikel karbon tidak masuk sempurna pada pori edible film. Sedangkan pada KGSCa (karagenan gliserol selulosa penaut silang Ca2+) terjadi retakan pada permukaan dan bagian tepi edible film, diduga retakan inilah yang menyebabkan rendahnya kuat tarik, dan tingginya laju transmisi uap air (Denavi et al. 2009). Retakan tersebut juga bisa disebabkan oleh ikatan taut silang yang terjadi bersifat statis dan dapat lepas sehingga akan menimbulkan celah pada permukaan edible film .

KGSN pembesaran 500 x

KGSN pembesaran 10000x

Tepi KGSN pembesaran 2000x

Tepi KGSCa pembesaran 1000x KGSCa pembesaran 500x

(29)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan nanopartikel karbon dan penaut silang kation Ca2+ secara umum dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanis dari edible film berbahan dasar karagenan. Pengaruh penambahan nanopartikel karbon jauh lebih terlihat jika dibandingkan dengan penambahan penaut silang kation Ca2+, selain itu penambahan nanopartikel karbon dapat membuat edible film berflourosens pada panjang gelombang 366 nm. Pencirian menggunakan FTIR memperlihatkan bahwa kation Ca2+ dapat menjadi penaut silang antar polimer.

Saran

Perlu penambahan pendispersi nanopartikel karbon agar tidak terjadi aglomerasi, sehingga nanopartikel karbon dapat berinteraksi secara sempurna pada ruang pori edible film. Perlu dilakukan uji aplikasi terhadap bahan pangan dan dilakukan uji DTA-TGA pada edible film. Selain itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai manfaat serta nilai tambah terhadap keberadaan nanopartikel karbon pada edible film berbahan dasar karagenan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method of Analysis 18th. Marylan: Association of Official Analytical Chemist. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test

Method for Water Vapor Transmission of Materials. American Society for Testing and Materials Inc.

Asy’ari A. 2013. Film biodegradable karagenan yang dipadukan dengan tepung

kedelai. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2008. Film and pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean, waterchestnut, and sweet potao starches. Food Chemistry 106:96–105. Denavi, D.R. Tapia-Blácido, M.C. Añón, P.J.A. Sobral, A.N. Mauri, F.C. 2009.

Menegalli Effects of drying conditions on some physical properties of soy protein films. Journal of Food Engineering 90:341–349.

Dewi S. 2009. Pengaruh jenis gula dan lama inkubasi terhadap kualitas nata de milko ditinjau dari serat kasar, rendemen, dan kadar air [Skripsi]. Malang (ID). Universitas Brawijaya.

(30)

16

Distantina S, Wiranti, Fachrurrozi M, Rochmadi. 2011. Carrageenan properties extracted from Eucheuma cottonii. Indonesia. Engine and Techno 78:738-742.

Embuscado ME. and Huber KC. 2009. Edible Film and Coatings For Food Application. London (UK): Springer.

Handito D. 2011. Pengaruh Konsentrasi Karagenan Terhadap Sifat Fisik Dan Mekanik Edible Film. [skripsi]. Jogjakarta (ID) : Universitas Mataram. Hu Yu, Topolkaraev V, Hiltner A, Baer E. 2000. Measurement of water vapor

transmission rate in highly permeable films. Journal of Applied Polymer Science. 81:1624–1633.

Jiang J, He Y, Li S, Cui H. 2012. Amino acids as the source for producing carbon nanodots: microwave assisted one-step synthesis, intrinsic photoluminescence property and intense chemiluminescence enhancement. Chem Commun. 48:9634-9636.doi:10.1039/c2cc34612e

Jayanti RD.2013. Biofilm berbahan dasar polisakarida dari karagenan dan tepung kacang hijau. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Krochta JM. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and film. In Singh RP. and MAWirakartakusumah, editors: Advances in Food Engineering. Boca Raton (US): CRC Press.

Lingyan Kong and Gregory R Ziegler. 2011. Fabrication of k-carrageenan fibers by wet spinning : spinning parameters. Materials. 4:1805-1817.

Liu H, Ye T, Mao T. 2007. Flourecent carbon nanoparticles derived from candle soot. Angew Chem. Int. Ed. 46:6473-6475.

Nisa AK. 2014. Sintesis Nanopartikel Karbon Berfluoresens. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi N. 2011. Optimasi Ekstraksi Karagenan Kappa dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Purba Sefriwati. 2013. Film edibel berbahan dasa karagenan dengan tambahan tepung porang (amorphophallus onchophyllus) dan selulosa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Qu S, Wang X, Lu Q, Liu X, Wang L. 2012. A biocompatible fluorescent ink based on water-soluble luminescent carbon nanodots. Angew Chem. 124:15.doi:10.1002/ange.201206791.

Rhim JW, Wang LF. 2013. Mechanical and water barrier properties of agar Carrageenan konjac glucomanan ternary blend biohydrogel films. Jurnal Carbohydrate Polymers 96:71-78.

Syaifia R. 2012. Sintesis dan karakterisasi kopolimer pati sagu (Sago Starch) dengan agen crosslink asam sitrat [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.

Tamaela P and Lewerissa S. 2008. Characteristic of Edible Film from Carrageenan. Ichthyos 1:27-30.

Valtchev V, Hedlund S, Schoeman B J, Sterte J, Mintova S. 1996. Deposition of Continuous Silicate-1 Film on Inorganic Fiber. Microporous and Mesoporous Materials. 8, 93-101.

(31)

17

Wati IF. 2014. Pembuatan Edible Film Dari Karagenan Dan Nanoselulosa Dengan Penambahan Nanokarbon Dan Crosslinker Besi Asetat. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yan F, Zou Y, Wang M, Mu X, Yang N, Chen L. 2014. Highly photoluminescent carbon dots-based fluorescent chemosensors for sensitive and selective detection of mercury ions and application of imaging in living cells. Sensors and Actuators B. 192:488-495.doi:10.1016/j.snb.2013.11.041.

(32)

18

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Rumput laut

Karagenan (K)

Selulosa (S) Giserol

(G)

KGS Penaut silang Ca2+

KGSN 5%, 10%, 15%,20%

KGSCa2+ 5%, 10%, 15%,20% Uji fisik mekanis :

1. Ukur ketebalan. 2. Uji elongasi. 3. Uji kuat tarik.

4. Uji permealitas uap air.

5. Uji flourosens edible film dengan penambahan nanopartikel karbon.

6. Analisis spektrofotometri infra merah. 7. Uji scanning elec tron microscope

(SEM) Nanopartikel karbon

KGSNCa

(33)

19

X 100%

X 100% Lampiran 2 Kadar air, kadar abu karagenan dan ketebalan edible film

Kadar air karagenan.

Persentase Kadar air = Bobot cawan sebelum -bobot cawan setelah dioven Bobot cawan sebelum di oven- bobot cawan kosong

persentase kadar abu = bobot sampel sebelum-bobot sampel setelah di tanur Bobot sampel sebelum

Sampel Ulangan(mm) Rerata

(mm)

(34)

20

Lampiran 3 Uji permeabilitas uap air

Sampel Rerata bobot Air yang hilang tiap 3600 s selama

5 jam

Ketebalan (m)

Luas ∆P (Pa) WVP (ng m/m2 s

Pa)

K 0.19 0.00002944 0.0004 203.18 19.12

KG 0.14 0.00003111 0.0004 203.18 14.89

KGS 0.15 0.00003556 0.0004 203.18 15.10

KGSN 5% 0.40 0.00003867 0.0004 203.18 18.50

KGSN 10% 0.30 0.00002622 0.0004 203.18 14.34

KGSN 15% 0.10 0.00002644 0.0004 203.18 9.04

KGSN 20% 0.07 0.00002878 0.0004 203.18 6.89

KGSCa 5% 0.15 0.00002911 0.0004 203.18 14.92

KGSCa 10% 0.12 0.00002867 0.0004 203.18 11.76

KGSCa 15% 0.018 0.00003256 0.0004 203.18 11.13

KGSCa 20% 0.015 0.00003856 0.0004 203.18 10.83

KGSNCa 0.017 0.00003343 0.0004 203.18 11.42

Permeabilitas uap air = massa air yang hilang X ketebalan

Waktu X Luas X ∆P

Contoh perhitungan :

MVP (K) = = 19.12 ng m/m2 s Pa

(35)

21

Lampiran 4 Uji tarik edible film

Sampel

beban maksimum

(kgf)

(36)

22

Lampiran 5 Persentase perpanjangan edible film

sampel perpanjangan

(mm) rerata perpanjangan % perpanjangan

KGS

(37)

23

Persentase perpanjangan = pertambahan panjang Panjang mula-mula

Contoh perhitungan

Persentase perpanjangan = 4.13 / 69.9999924 x 100% = 5.90 %

Lampiran 6 Hasil Uji FTIR Sampel edible film

Spektrum FTIR sampel karagenan

Spektrum FTIR sampel karagenan dan gliserol

(38)

24

Spektrum FTIR Sampel Karagenan Gliserol Selulosa

(39)

25

Spektrum FTIR Sampel Karagenan Gliserol Selulosa dan Penaut Silang Ca2+

Spektrum Tumpuk Antara KGS, KGSN, KGSNCa2+

(40)

26

Lampiran 7 Hasil uji karakteristik SEM (scanning electron mickroscope)

Gambar Hasil uji SEM untuk KGSN

Gambar Hasil uji SEM untuk sampel KGSCa

500x 2000x 5000x 10.000x

Tepi 1000x Tepi 2000x

500x 1000x 2000x 5000x 10000x

100x 500x 1000x 2000x 5000x

(41)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 juni 1991 sebagai anak ke-5 dari enam (6) bersaudara dari pasangan bapak Supratman dan ibu Lena Mulyati. Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA N 1 mulak-ulu pada tahun 2010 di tahun yang sama penulis masuk perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melewati jalur beasiswa utusan daerah (BUD).

Gambar

Tabel 1 Komposisi edible film dengan penambahan penaut silang dan nanopartikel
Gambar 3 Permeabilitas uap air dari masing-masing komponen
Gambar 4 Kuat tarik dari masing-masing komponen
Gambar 6.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga data penelitian tersebut layak untuk digunakan penelitian selanjutnya dapat diterangkan bahwa nilai signifikansi dari permainan modifikasi sepak bola dalam

Laporan Tugas Lahir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tahap sarjana di Program Studi Teknik Sipil dan mencakup Studi Banding Efektifitas Sistem

4.4.3 Hipotesis nol Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor yang paling dominan seperti faktor kelengkapan, keselamatan, pengurusan dan persekitaran terhadap

(2) wewenang dari PNS BPOM adalah melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan; melakukan pemeriksaan terhadap

dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari

Penelitian ini melakukan studi lieratur untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang ada selanjutnya ekperimen untuk memprediksi cusromer churn dalam bidang

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Sebagai bahan penelitian utama adalah data rekam medis pasien dengan diagnosis keluar demam berdarah dengue (DBD) yang telah menjalani rawat inap di Rumkital Dr. Biaya