• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Sistem Kompleks berdasarkan Prinsip Active Walker dan Cellular Automata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Sistem Kompleks berdasarkan Prinsip Active Walker dan Cellular Automata"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN SISTEM KOMPLEKS

BERDASARKAN PRINSIP

ACTIVE WALKER

DAN

CELLULAR

AUTOMATA

RYAN SUGIHAKIM

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Sistem Kompleks berdasarkan Prinsip Active Walker dan Cellular Automata adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ryan Sugihakim

(4)

ABSTRAK

RYAN SUGIHAKIM. Pemodelan Sistem Kompleks berdasarkan Prinsip Active

Walker dan Cellular Automata. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS.

Sistem kompleks memiliki dinamika yang sangat rumit. Metode analitik sulit untuk memecahkan sebagian besar masalah dinamika sistem kompleks. Baru-baru ini, ada paradigma baru yang digunakan untuk memodelkan sistem kompleks, yaitu prinsip active walker dan cellular automata. Kami melakukan penggabungan kedua paradigma ini untuk memodelkan sistem kompleks. Hasil yang diperoleh berupa model dinamika diskret. Model yang dibuat kemudian diterapkan pada masalah arus lalu lintas dan filtrasi sederhana.

Kata kunci: active walk, cellular automata, filtrasi membran, lalu lintas, sistem kompleks

ABSTRACT

RYAN SUGIHAKIM. Modelling The Complex Systems based on Active Walker Principle and Cellular Automata. Supervised by HUSIN ALATAS.

Complex systems have very complicated dynamics. It is hard to solve them by using analytic methods. More recently, there is a new paradigm that is used to model complex systems, namely the principle of active walker and cellular automata. We merge these two paradigms to model complex systems. Results obtained in the form of discrete dynamical model. The model made is then applied to the traffic flow and a simple filtration problem.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Fisika

PEMODELAN SISTEM KOMPLEKS BERDASARKAN

PRINSIP

ACTIVE WALKER

DAN

CELLULAR AUTOMATA

RYAN SUGIHAKIM

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemodelan Sistem Kompleks berdasarkan Prinsip Active Walker

dan Cellular Automata

Nama : Ryan Sugihakim

NIM : G74100055

Disetujui oleh

Dr Husin Alatas Pembimbing Utama

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian ini yaitu sistem kompleks yang ruang lingkup dan aplikasinya sangat luas meliputi berbagai bidang, termasuk ilmu alam dan ilmu sosial.

Tanpa bantuan dari orang lain, tidak mungkin karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu, Ayah, Kakang, Sandi, dan Arya yang selalu memberi semangat dan selalu menjadi inspirasi bagi penulis.

2. Bapak Husin Alatas yang telah memberikan motivasi, bimbingan, serta pengetahuannya kepada penulis.

3. Bapak Kiagus Dahlan, Bapak Sidikrubadi Pramudito, Bapak Irmansyah, dan Bapak Mamat Rahmat yang telah memberi masukan dan kritikan. 4. Bapak Ardian Arif selaku pembimbing akademik saya.

5. Bapak Faozan Ahmad yang telah memberikan pengetahuan dan saran kepada penulis.

6. Seluruh staf di departemen Fisika FMIPA IPB atas pelayanannya.

7. Asmareta yang selalu menemani dan memberi dukungannya kepada penulis.

8. Rekan-rekan fisika 47, Kharis, Habib, Nofi, Hadyan, Vivi, Setiawan, Ratna, Yuyun, Afgan, Eer, Arman, Alvin, Yagus, Adam, fisika 48, dan fisika 49 yang telah memberi semangat bagi penulis.

9. Rekan-rekan kontrakan Tjipenk House dan Deboy atas kebersamaannya. 10.Semua pihak yang belum disebutkan yang telah memberi dukungan

moral maupun material.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Cellular Automata (CA) 2

Active walker (AW) 2

METODE 3

Alat 3

Model 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Aplikasi untuk Arus Lalu Lintas 5

Aplikasi untuk Filtrasi Sederhana 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR GAMBAR

Unit sel dalam ruang tiga dimensi 3

Skema seri (kiri) dan paralel (kanan) 4

Tipe-tipe neighborhood 5

Neighborhood untuk aturan simulasi lalu lintas 6

Hubungan entropi dengan banyak kendaraan 7

Susunan awal simulasi lalu lintas 7

Entropi lalu lintas 8

Variasi kondisi awal simulasi lalu lintas 8

Entropi per lajur dengan variasi kondisi awal (atas kiri: lajur 1, atas

kanan: lajur 2, bawah: lajur 3) 9

Daerah stabil dan tidak stabil 9

Entropi total dan jumlah kendaraan 10

Neighborhood untuk simulasi filtrasi sederhana 10

Aturan transisi konfigurasi untuk simulasi membran 11

Aturan transisi momentum untuk simulasi membran 11

Skema simulasi filtrasi sederhana 11

Hasil simulasi untuk N = 300 partikel 12

Hasil simulasi untuk N = 480 partikel 12

DAFTAR LAMPIRAN

Program Matlab untuk simulasi filtrasi sederhana 15

Program pemanggil simulasi filtrasi sederhana 15

Fungsi Matlab: multiagent81.m 16

Fungsi Matlab: timur.m 24

Fungsi Matlab: barat.m 24

Fungsi Matlab: utara.m 24

Fungsi Matlab: selatan.m 25

Program Matlab untuk simulasi arus lalu lintas 25

Fungsi pemanggil untuk simulasi arus lalu lintas 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dua puluh tahun yang lalu, sistem kompleks menjadi studi interdisiplin yang mengubah paradigma ilmu pengetahuan.1 Sistem kompleks yaitu sistem yang terdiri dari banyak subunit yang saling berinteraksi.2 Metode yang digunakan untuk meneliti sistem kompleks di antaranya adalah analitik atau komputasi. Metode analitik biasanya menyelesaikan persamaan matematik dalam bentuk persamaan diferensial untuk meneliti perilaku sistem, sedangkan metode komputasi dilakukan dengan bantuan komputer. Terkadang sulit untuk memecahkan masalah dalam sistem kompleks dengan metode analitik. Persamaan dalam sistem kompleks dapat berupa persamaan nonlinear, dan bisa juga terkopel (setiap persamaan saling terhubung), yang penyelesaian analitiknya sulit diperoleh. Oleh karena itu, dikembangkan metode komputasi untuk membantu masalah tersebut.

Baru-baru ini, ada paradigma yang dapat memodelkan sistem kompleks. Yaitu prinsip active walker,3 dan cellular automata.4 Prinsip active walker (AW) dan cellular automata (CA) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjadi basis dari permodelan sistem kompleks. AW sudah bisa mendeskripsikan fenomena kompleks seperti dielectric breakdown.5 CA sudah banyak digunakan sebagai alat simulasi dalam magnetisasi dan menentukan kalor spesifik,6 lalu lintas,7 dan hidrodinamika.8 Dengan menggabungkan kedua prinsip ini, kami dapat membuat sebuah permodelan yang menggambarkan dinamika sistem kompleks. Model yang kami buat diaplikasikan ke dalam sistem filtrasi sederhana dan arus lalu lintas.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, perumusan masalah penelitian ini yaitu

1. Bagaimana permodelan sistem kompleks dapat dibuat dari prinsip active walker (AW) dan cellular automata (CA)?

2. Apa sifat yang dimiliki oleh model yang dibuat? 3. Apa hasil yang diperoleh dari simulasi?

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Model yang kami buat bermanfaat untuk pemodelan yang melibatkan sistem kompleks dengan partikel yang sangat banyak dan interaksinya bersifat lokal. Beberapa aplikasinya yaitu untuk pemodelan filtrasi sederhana dan arus lalu lintas.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu membuat permodelan untuk sistem kompleks. Model yang telah dibuat diterapkan untuk sistem filtrasi sederhana dan arus lalu lintas.

TINJAUAN PUSTAKA

Cellular Automata (CA)

Awal dari kemunculan istilah CA dimulai saat John von Neumann mencoba untuk membuat mesin (automaton) yang dapat mereplikasi dengan sendirinya, tanpa bantuan manusia.9 Mekanisme replikasi automaton mencontoh pada replikasi DNA. Stanislaw Ulam memberi saran kepada Neumann untuk membuat konsep yang sekarang dikenal dengan nama cellular automata (tunggal: cellular

automaton). Stephen Wolfram kemudian menemukan 256 CA elementer, dalam

buku A New Kind of Science. Setelah itu, dibentuk formalisme matematik untuk CA.10

CA terdiri dari subunit yang disebut sel. Bentuk sel dapat berupa apa saja, tetapi pada umumnya berbentuk persegi. Nilai-nilai tertentu sel disebut sebagai keadaan (state) yang berbeda satu dengan yang lain. Banyak state lebih dari sama dengan 2, dan berhingga.11 Tiap sel akan berubah keadaannya sesuai dengan keadaan sel-sel di sekitarnya. Evolusi sel ditampilkan dalam interval waktu diskret. Ada tiga sifat fundamental dari CA, yaitu keseragaman (semua sel berubah berdasarkan set aturan yang sama), sinkronitas (semua sel berubah dalam waktu bersamaan), dan lokalitas (aturan bersifat lokal). CA dapat berdimensi satu atau lebih. Khusus untuk satu dimensi, kumpulan sel ini berupa barisan sel dengan

state tertentu. Untuk menggambarkan perubahan dalam jumlah iterasi tertentu, terdapat sejumlah baris dalam sejumlah iterasi. Baris pertama merupakan keadaan awal atau suatu input, keadaan sel pada iterasi selanjutnya ditentukan berdasarkan aturan yang telah dibuat.

Active walker (AW)

(13)

3 potensial, walker berjalan di landscape bergantung kepada konfigurasi potensial

landscape, pergerakan walker akan merubah landscape di sekitarnya dan

pergerakan selanjutnya bergantung kepada landscape yang sudah berubah tadi. Banyak sistem adaptif, dan self-organization dapat dideskripsikan oleh model ini. Ide dasar AW yaitu setiap komponen dalam sistem merupakan walker, dan berinteraksi dengan walker di sekitarnya melalui landscape.

METODE

Penelitian ini dimulai dari studi pustaka mengenai lalu lintas, sistem filtrasi, CA dan AW. Selanjutnya membuat program simulasi melalui Matlab dan menerapkan program simulasi untuk sistem filtrasi membran dan arus lalu lintas.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, netbook, dan komputer. Piranti lunak yang digunakan untuk komputasi yaitu Matlab (Mathworks Inc.).

Model

Sel

Dinamika sistem dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial, dan dalam model diskret.4 Model diskret dapat diturunkan dari persamaan diferensial, seperti finite difference method, dan finite element analysis.15 Selain itu, dapat dimodelkan secara first principle melalui himpunan aturan yang menggambarkan transisi sistem. CA termasuk ke dalam tipe ini. Dalam model diskret, ruang dan waktu dibuat dalam interval tertentu. Dinamika sistem dalam model diskret memiliki keuntungan lebih mudah ditangani dengan komputer.

(14)

4

momentum, atau energi. State (S) merupakan kumpulan himpunan informasi yang mencirikan sistem, kita notasikan sebagai berikut

S س, ش, ص, . ( 2 )

Mari kita tinjau suatu sistem yang dicirikan oleh informasi sebagai berikut. Konfigurasi jenis agen/partikel dengan lambang C, momentum dengan lambang P, dan energi dengan lambang E, maka state sistem tersebut adalah

S , ( 3 )

dengan

{c ,c , ,cl} { , , , n}

, , , .

Tiga informasi ini akan bermanfaat untuk memodelkan sistem fisis.

Skema Seri dan Paralel

Kita tinjau sistem dengan konfigurasi state S = (C, P, E). Ada dua skema untuk menghitung perubahan state setiap waktu, yaitu seri dan paralel. Pada transisi state secara seri, transisi P, C, dan E dilakukan dalam waktu berurutan. Pada transisi paralel, P, C, dan E mengalami transisi dalam waktu bersamaan.

Gambar 2 Skema seri (kiri) dan paralel (kanan)

Tetangga (Neighborhood)

Interaksi setiap sel dianggap bersifat lokal, yaitu transisi state dari suatu sel bergantung terhadap sel-sel di sekelilingnya. Sehingga ada beberapa tipe interaksi

(15)

5 sel dengan sekelilingnya yang disebut tetangga. Beberapa tipe tetangga diantaranya yaitu tipe Neumann,9 dan tipe Moore9 (lihat Gambar 3).

Gambar 3 Tipe-tipe neighborhood

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model yang telah kami buat merupakan gabungan dari ide-ide yang ada dalam CA dan AW. Menurut CA, sistem dibagi menjadi sejumlah kisi (lattice) yang tersusun sedemikian rupa sehingga ada interaksi antar kisi tersebut, kemudian oleh Neumann kisi tersebut diberi nama dengan sel.9 Aturan transisi dapat dibuat dengan meminjam ide dari AW, yaitu potential landscape, dan

stepping rule. Stepping rule merupakan aturan yang digunakan untuk mengatur

walker berjalan di dalam potential landscape. Potensial dalam AW merupakan manifestasi dari “energi” sistem. Ketika sebuah agen/partikel berada dalam suatu medan potensial, agen tersebut akan memiliki energi potensial yang sebanding dengan potensial di lokasi agen tersebut. Informasi potensial dalam model yang kami buat disimpan dalam informasi energi (E). Untuk mengubah informasi potensial menjadi informasi energi, kami memperkenalkan konsep null agent.

Null agent akan memiliki energi potensial yang nilainya sama dengan potensial di lokasi yang ditempatinya. Lokasi null agent dapat ditempati oleh agen lain, dan sistem mematuhi prinsip eksklusi, misal suatu sel di dalam sistem Aijk, maka state

untuk Aijk hanya salah satu dari a, b, ... Prinsip eksklusi telah digunakan untuk

simulasi fenomena transport dengan model ASEP (Asymmetric Simple Exclusion Process) dan TASEP (Totally Asymmetric Simple Exclusion Process).16

Aplikasi untuk Arus Lalu Lintas

Skema simulasi untuk arus lalu lintas dilakukan dengan cara membagi ruas menjadi sel-sel yang sedemikian sehingga satu sel hanya memuat satu kendaraan. Sumbu horizontal merupakan koordinat posisi, sedangkan sumbu vertikal merupakan koordinat lajur. Kecepatan kendaraan kami sederhanakan hanya 0, 1, atau 2 sel per waktu iterasi. Setiap kendaraan dapat bergerak ke depan, berpindah

(16)

6

lajur ke kiri, atau berpindah lajur ke kanan, atau diam, tergantung keadaan sekelilingnya.

Gambar 4 Neighborhood untuk aturan simulasi lalu lintas

Kami memakai neighborhood tipe Neumann orde 2 untuk membuat aturan transisi seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4. Warna gelap menunjukkan bahwa bagian sel tersebut tidak kami tinjau untuk pembuatan aturan transisi. Tanda x menunjukkan posisi kendaraan yang akan melakukan keputusan. Sel yang ditandai dengan D1, D2, D3, D4, D5, dan D6 kami atur bernilai 0 jika tidak diisi oleh kendaraan dan 1 jika diisi kendaraan. Kami membuat kode bilangan biner dengan urutan D6D5D4D3D2D1. Misalkan, hanya D4 yang terisi kendaraan, dan lainnya tidak terisi kendaraan, maka D4 bernilai 1, dan lainnya bernilai 0, kode biner keadaan tersebut yaitu 001000. Kemudian untuk state yang dipakai adalah momentum, yaitu S = (P), dengan P = {0,1,2,3,4}. Angka 0 menunjukkan kendaraan diam; angka 1 menunjukkan kendaraan bergerak ke sel D3; angka 2 menunjukkan kendaraan bergerak ke sel D4, angka 3 menunjukkan kendaraan bergerak ke sel D2, dan angka 4 menunjukkan kendaraan bergerak ke sel D6.

Berikut ini penjelasan aturan transisi yang kami buat17

1. Jika D4, dan D3 kosong, maka ambil P menjadi 2, jika tidak maju ke langkah 2.

2. Jika D4 kosong, maka ambil P menjadi 1, jika tidak maju ke langkah 3. 3. Jika D1, D2, D5, dan D6 kosong, maka ambil salah satu P menjadi 3

atau 4, jika tidak maju ke langkah 4.

4. Jika D1, dan D2 kosong, maka ambil P menjadi 3, jika tidak maju ke langkah 5.

5. Jika D5, dan D6 kosong, maka ambil P menjadi 4, jika tidak P menjadi 0.

Entropi Lalu Lintas

Entropi dapat menjadi parameter kuantitatif untuk arus lalu lintas. Dengan besaran entropi, kita dapat mengukur tingkat kompleksitas suatu sistem. Entropi berkaitan dengan banyak cara yang mungkin dari suatu susunan.

Banyak cara untuk menyusun sejumlah kendaraan dalam suatu lajur sebuah ruas jalan yaitu

n n ( 4 )

dengan L adalah panjang ruas jalan, ni adalah jumlah kendaraan, dan nk = Lni. Kemudian kita definisikan entropi lalu lintas (ST) sebagai berikut

D1 D2

×

D3 D4

(17)

7

ln ( 5 )

dengan kT merupakan suatu konstanta. Jika terdapat lebih dari satu lajur, entropi

total merupakan penjumlahan dari entropi tiap lajur.

Menurut ( 4 ) dan ( 5 ), entropi suatu ruas jalan adalah nol ketika tidak ada kendaraan sama sekali, atau terisi penuh oleh kendaraan. Entropi mencapai maksimum ketika ni = nk = L/2. Hal ini menunjukkan pada keadaan sebagian ruas

jalan terisi kendaraan, dinamika sistem lebih kompleks dibandingkan dengan ruas jalan tersebut terisi penuh atau tidak terisi sama sekali. Hubungan entropi lalu lintas dengan jumlah kendaraan merupakan fungsi cembung yang ditunjukan oleh Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan entropi dengan banyak kendaraan

Hasil Simulasi

Gambar 6 menunjukkan skema simulasi. Warna putih merupakan sel yang terisi kendaraan, sedangkan warna hitam adalah sel yang kosong. Pada simulasi yang kami jalankan, ruas jalan terdiri dari 3 lajur, dan jumlah kendaraan yaitu 151. Kami definisikan sistem yang kami tinjau berpusat di xrata, yaitu posisi rata-rata

dari semua kendaraan. Panjang sistem (L) yang kami tinjau yaitu 52 sel, dengan batas kiri yaitu xrata – 0,5L, dan batas kanan yaitu xrata + 0,5L. Dengan begitu,

sistem yang kami tinjau bergerak sesuai dengan posisi rata-rata seluruh kendaraan, dan panjang sistem dijaga agar tetap.

Gambar 6 Susunan awal simulasi lalu lintas

(18)

8

Gambar 7 adalah grafik entropi hasil simulasi. Setelah beberapa waktu, terlihat entropi sistem menjadi stabil. Hal ini menunjukkan akibat dari aturan yang telah dibuat, sistem mengatur diri (self-organized) menuju ke ke keadaan stabil.

Gambar 7 Entropi lalu lintas

Kami melakukan percobaan untuk saat kondisi awal sistem diubah. Gambar 8 menunjukkan variasi kondisi awal sistem dengan merubah beberapa posisi kendaraan, tetapi jumlah kendaraan dijaga tetap.

Gambar 8 Variasi kondisi awal simulasi lalu lintas

Hasil yang diperoleh yaitu terdapat variasi entropi saat terjadi kondisi tidak stabil. Setelah mencapai kondisi stabil, entropi sistem berubah ke keadaan stabil dan menuju nilai yang sama. Hal ini terjadi untuk semua lajur (lihat Gambar 9).

(19)

9

Gambar 9 Entropi per lajur dengan variasi kondisi awal (atas kiri: lajur 1, atas kanan: lajur 2, bawah: lajur 3)

Gambar 10 Daerah stabil dan tidak stabil

Di dalam sistem yang kita tinjau, jumlah kendaraan tidak tetap. Ada fluks kendaraan yang merubah jumlah kendaraan dalam sistem yang ditinjau. Gambar 11 memperlihatkan grafik jumlah kendaraan di dalam sistem dan entropi totalnya. Terlihat bahwa perubahan entropi total sistem terjadi karena perubahan jumlah kendaraan di dalam sistem. Selama terjadi self-organization, sistem mengatur keadaan dengan mengurangi jumlah kendaraan. Sampai pada waktu tertentu, tidak ada fluks kendaraan, dan pada waktu tersebut juga tidak ada lagi perubahan entropi total sistem. Ada waktu ketika terjadi pembalikan gradien entropi, dari

(20)

10

awalnya gradien entropi positif berubah menjadi negatif. Hal ini terjadi ketika kepadatan kendaraan (ρ) mengalami transisi ρ > 0,5 menjadi ρ < 0,5 sesuai Gambar 5.

Gambar 11 Entropi total dan jumlah kendaraan

Aplikasi untuk Filtrasi Sederhana

Skema simulasi filtrasi sederhana menggunakan neighborhood Neumann untuk pembuatan aturan transisi. Idenya adalah sekumpulan partikel yang saling berinteraksi dengan partikel partikel di sekelilingnya. Kami batasi simulasi ini untuk ruang 2 dimensi. Dalam Gambar 12 nilai D1, D2, D3, dan D4 dapat bernilai 0 jika tidak terisi partikel dan 1 jika terisi partikel. Tanda × menunjukkan partikel yang akan ditinjau, partikel tersebut dapat memiliki 5 kemungkinan nilai yang berbeda. Sehingga ada 5 × 24 interaksi yang mungkin. Kita buat kode biner D4D3D2D1 untuk masing-masing keadaan di sekitarnya, misalnya ada partikel di D2 dan D4, dan D1 dan D3 tidak ada partikel, maka kode binernya adalah 0101, atau jika diubah ke bilangan desimal menjadi 6.

Gambar 12 Neighborhood untuk simulasi filtrasi sederhana

Pergerakan partikel bergantung terhadap momentumnya. Dalam sistem ini state S = (C, P). Transisi konfigurasi partikel C = {O, N, E, S, W}, dan momentum P = {0, 1, 2, 3, 4}. Untuk momentum partikel 0, dipilih transisi konfigurasi partikel tersebut O (diam); untuk momentum 1, transisinya adalah N (utara); untuk momentum 2, transisinya adalah E (timur); untuk momentum 3, transisinya adalah S (selatan), dan untuk momentum 5, transisinya adalah W (barat). Aturan transisi konfigurasi dan momentum terangkum dalam Gambar 13 dan Gambar 14.

D1

D4

×

D2

(21)

11

Gambar 13 Aturan transisi konfigurasi untuk simulasi membran

Gambar 14 Aturan transisi momentum untuk simulasi membran

Simulasi menggunakan bidang berbentuk persegi berukuran 150×150 satuan, dengan dinding tertutup. Diagonal persegi menjadi pembatas antara kompartemen yang tersaring dengan yang tidak tersaring. Pada awalnya semua partikel berada di kompartemen kiri atas. Partikel yang tersaring merupakan partikel yang berada di kompartemen bawah kanan. Dinding filtrasi dibuat dengan porositas tertentu, yaitu 0.5 dan 0.6.

(22)

12

Gambar 16 menunjukkan hasil simulasi dengan 300 partikel. Variasi yang dilakukan yaitu dengan mengatur porositas dinding filtrasi, dari 0, 0.5, dan 0.6. porositas 0 dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tidak ada dinding filtrasi. Terlihat bahwa semakin besar porositas maka semakin besar partikel yang tersaring. Untuk filtrasi dengan porositas 0.5, terlihat bahwa terjadi kondisi tunak, setelah waktu yang lama, semua partikel berada pada kompartemen masing-masing. Hal yang sama juga terjadi pada filtrasi dengan porositas 0.6.

Gambar 16 Hasil simulasi untuk N = 300 partikel

Gambar 17 adalah hasil simulasi dengan menambah jumlah partikel menjadi 480 partikel. Untuk kasus tanpa dinding filtrasi, jumlah partikel tiap kompartemen seimbang, jika dibandingkan dengan hasil simulasi 300 partikel, terlihat untuk partikel yang lebih banyak cenderung menuju ke kondisi kesetimbangan. Selain itu, hasil lain ditunjukan dengan menggunakan dinding filtrasi juga lebih cenderung menuju titik setimbang, yaitu di sekitar 0.5 pada sumbu Nf/N (jumlah

partikel yang tersaring dibandingkan dengan jumlah seluruh partikel).

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Permodelan dengan menggunakan prinsip active walker dan cellular automata dapat menggambarkan proses dinamika sistem kompleks. Salah satu aplikasinya yaitu arus lalu lintas dan filtrasi sederhana. Terdapat hasil yang menarik dari simulasi arus lalu lintas, dimana proses self-organization yang terjadi dapat digambarkan sebagai transisi fase dari entropi yang tidak stabil menuju entropi yang stabil.

Saran

Penelitian ini masih menggunakan aturan transisi yang sederhana. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu memperbaiki aturan transisi yang dibuat untuk simulasi arus lalu lintas dan filtrasi sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nicolis, G., & Nicolis, C. (2012).Foundations of Complex Systems: Emergence, Information and Predicition. World Scientific.

2. Nicolis, G., & Prigogine, I. (1977). Self-organization in nonequilibrium

systems (Vol. 191977). Wiley, New York.

3. Lam, L. (1998).Nonlinear physics for beginners: fractals, chaos, solitons, pattern formation, cellular automata, complex systems(Vol. 338). World scientific.

4. Boccara, N., & Boccara, N. (2004).Modeling complex systems(Vol. 1). New York: Springer.

5. Lam, L. (2005). Active walker: The first twelve years (Part I).International Journal of Bifurcation and Chaos,15(08), 2317-2348.

6. Nandhini, G., Kumar, M. V., & Sangaranarayanan, M. V. (2010).

Estimation of Magnetization, Susceptibility and Specific heat for the two-dimensional Ising Model in a Non-zero Magnetic field.arXiv preprint arXiv:1006.0351.

7. Nagel, K., & Schreckenberg, M. (1992). A cellular automaton model for freeway traffic. Journal de physique I, 2(12), 2221-2229.

8. Squier, R. K., & Steiglitz, K. (1993). Two-dimensional FHP lattice gases are computation universal.Complex Systems,7(4), 297-308.

9. Ilachinski, A. (2001). Cellular Automata: A Discrete Universe.Singapore: World Scientific.

10. Martin, O., Odlyzko, A. M., & Wolfram, S. (1984). Algebraic properties of cellular automata.Communications in mathematical physics,93(2), 219-258. 11. Schiff, J. L. (2011).Cellular automata: a discrete view of the world(Vol.

45). John Wiley & Sons.

(24)

14

13. Schweitzer, F., Lao, K., & Family, F. (1997). Active random walkers simulate trunk trail formation by ants. BioSystems, 41(3), 153-166.

14. Lam, L. (2006). Active walks: The first twelve years (Part II). International Journal of Bifurcation and Chaos, 16(02), 239-268.

15. Blazek, J. (2001).Computational Fluid Dynamics: Principles and Applications: Principles and Applications. Elsevier.

16. Kokot, B. Totally asymmetric simple exclusion process.

(25)

15 Lampiran 1 Program Matlab untuk simulasi filtrasi sederhana

Lampiran 2 Program pemanggil simulasi filtrasi sederhana %input yang dibutuhkan

B = xlsread('kondisi awal.xls','sheet5');

(26)

16

Lampiran 3 Fungsi Matlab: multiagent81.m

function [X,Y,A,p,Nright] =

(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

24

Lampiran 4 Fungsi Matlab: timur.m

function [X,Y,A] = timur(t,n,X,Y,A)

%ke timur

X(t,n) = X(t-1,n)+1; Y(t,n) = Y(t-1,n);

%jika X(t,n) dan Y(t,n) kosong maka isi %jika X(t,n) dan Y(t,n) terisi maka:

%X(t,n) = X(t-1,n);

Lampiran 5 Fungsi Matlab: barat.m

function [X,Y,A] = barat(t,n,X,Y,A)

%ke barat

X(t,n) = X(t-1,n)-1; Y(t,n) = Y(t-1,n);

%jika X(t,n) dan Y(t,n) kosong maka isi %jika X(t,n) dan Y(t,n) terisi maka:

%X(t,n) = X(t-1,n);

Lampiran 6 Fungsi Matlab: utara.m

function [X,Y,A] = utara(t,n,X,Y,A)

%ke utara

(35)

25 Y(t,n) = Y(t-1,n)-1;

%jika X(t,n) dan Y(t,n) kosong maka isi %jika X(t,n) dan Y(t,n) terisi maka:

%X(t,n) = X(t-1,n);

Lampiran 7 Fungsi Matlab: selatan.m

function [X,Y,A] = selatan(t,n,X,Y,A)

%ke selatan

X(t,n) = X(t-1,n); Y(t,n) = Y(t-1,n)+1;

%jika X(t,n) dan Y(t,n) kosong maka isi %jika X(t,n) dan Y(t,n) terisi maka:

%X(t,n) = X(t-1,n);

Lampiran 8 Program Matlab untuk simulasi arus lalu lintas

(36)

26

B = zeros(5,400); B(1,:) = 0.5; B(5,:) = 0.5;

xinit = xlsread('kondisi awal.xls','sheet3');

yinit = xlsread('kondisi awal.xls','sheet4');

N = length(xinit);

Lampiran 10 Fungsi Matlab: SimulasiMultiAgent102.m

function [X,Y,A,nl] =

SimulasiMultiAgent102(Xinit,Yinit,B,T,l,lajur) N = length(Xinit);

%X fungsi posisi

(37)

27

nl(t,:) = mencacah(C,xrata1-0.5*l,xrata1+0.5*l,lajur);

end

Lampiran 11 Fungsi Matlab: maju1.m

function [X,Y,A] = maju1(t,n,X,Y,A)

X(t,n) = X(t-1,n)+1;

Lampiran 12 Fungsi Matlab: maju2.m

function [X,Y,A] = maju2(t,n,X,Y,A)

X(t,n) = X(t-1,n)+2;

Lampiran 13 Fungsi Matlab: kekanan.m

function [X,Y,A] = kekanan(t,n,X,Y,A)

X(t,n) = X(t-1,n)+1;

Lampiran 14 Fungsi Matlab: kekiri.m

(38)

28

Lampiran 15 Fungsi Matlab: kekanankiri.m

function [X,Y,A] = kekanankiri(t,n,X,Y,A)

a = randint(1,1,2);

Lampiran 16 Fungsi Matlab: mencacah.m

function nl = mencacah(C,a,b,lajur)

Lampiran 17 Fungsi Matlab: TrafficEntropy.m

function [Sl,W] = TrafficEntropy(nl,L,T,lajur)

W = ones(T,lajur); Sl = ones(T,lajur+1);

for t=1:T

for n=1:lajur

W(t,n)=factorial(L)/(factorial(nl(t,n))*factorial(L-nl(t,n)));

Sl(t,n) = log(W(t,n)); end

Sl(t,lajur+1) = sum(Sl(t,:));

end

Lampiran 18 Fungsi Matlab: tampilkan.m

(39)

29 M = size(C);

D = zeros(M(1,1),M(1,2));

for i = 1:M(1,1)

D(i,:) = C(i,:);

end

figure(2)

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, 18 Juli 1991 dari pasangan Saepudin dan Nenah. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan dimulai dari RA Al Islamiyah (1997-1998), SDN Girimukti (1998-2004), SMPN 1 Cipanas (2004-2007), SMAN 1 Sukaresmi (2007-2010), dan masuk ke IPB tahun 2010 melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 2  Skema seri (kiri) dan paralel (kanan)
Gambar 4   Neighborhood untuk aturan simulasi lalu lintas
Gambar 7 adalah grafik entropi hasil simulasi. Setelah beberapa waktu,
Gambar 9  Entropi per lajur dengan variasi kondisi awal (atas kiri:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah Dilakukan Konsultasi Dengan Kualifikasi Kebermaknaan Koefisien Reliabilitas Tersebut Maka Tes Kebugaran Jasmani Unsur Keseimbangan (Bast Test) (X1) Untuk

Gambar atau diagram lissajous adalah sebuah penampakan pada layar osiloskop yang mencitrakan perbedaan atau perbandingan antara beda fase, frekuensi dan

Setelah selesainya pelaksanaan Ujian Masuk calon Mahasiswa Baru Program Studi Profesi Apoteker Angkatan XXXV Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah

Dimensi Pengembangan Kapasitas di KPPT Kabupaten Kediri sudah sesuai dengan teori Soeprapto namun untuk tahapan-tahapan pengembangan kapasitas KPPT Kabupaten Kediri

Berdasarkan hasil temuan penelitian, di- sarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, terutama menggunakan transformasi NDVI den- gan metode klasifikasi lain untuk meningkatkan

Kematian adalah proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.. Perubahan

Skripsi ini berjudul ‚ PERJANJIAN PENERIMA KUASA (AL- WAKIL) UNTUK MEMBELI BARANG TERHADAP DIRINYA SENDIRI MENURUT IMAM SYAFI’I (Studi Kasus di Desa Baroh Lancok