• Tidak ada hasil yang ditemukan

Willingness To Accept Nelayan Untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Willingness To Accept Nelayan Untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

WILLINGNESS TO ACCEPT

NELAYAN UNTUK

KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA DI PELABUHAN

PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

RANY GUSTRIANY

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Willingness To Accept Nelayan untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

RANY GUSTRIANY. Willingness To Accept Nelayan untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan NIMMI ZULBAINARNI.

Teluk Palabuhanratu letaknya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, hal ini menyebabkan tingginya produksi tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Tuna merupakan salah satu dari potensi perikanan Indonesia yang bernilai ekonomis penting. Alat penangkapan utama yang digunakan untuk menangkap tuna di teluk Palabuhanratu adalah pancing tonda dan longline. Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat dapat mengganggu keberlanjutan perikanan tuna yang mengakibatkan tidak hanya tuna layak tangkap yang ditangkap melainkan juga baby tuna. Baby tuna merupakan tuna yang secara ukuran belum layak tangkap karena tuna belum matang gonad. Berdasarkan data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tahun 2011 terdapat sebanyak 1,17% produksi baby tuna dari total produksi tuna yang ditangkap. Apabila kegiatan penangkapan baby tuna dibiarkan terus menerus maka akan berdampak pada keberlanjutan perikanan tuna tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengukur kesediaan nelayan untuk menerima kompensasi sebagai pengganti terhadap larangan melakukan kegiatan menangkap baby tuna. Setelah melalui proses analisis statistik dengan menggunakan regresi linier berganda dari keempat variabel yang diuji diperoleh dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai WTA yang diinginkan nelayan. Variabel yang berpengaruh signifikan tersebut adalah variabel Penerimaan dan jumlah tanggungan keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa kesediaan nelayan untuk menerima ganti rugi adalah sebesar Rp 18.143,55/kg baby tuna. Fakta ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah guna membangun perikanan berkelanjutan.

(6)

ABSTRACT

RANY GUSTRIANY. Willingness To Accept Tuna Fishery in Archipelagic Fishing Port Palabuhanratu. Supervised by BUDY WIRYAWAN and NIMMI ZULBAINARNI.

Palabuhanratu bay located directly opposite the Indian Ocean, this fact to higher production of tuna in the archipelagic Fishing Port Palabuhanratu. Tuna is one of the potential economic value of Indonesian fishery matters. The main fishing gear used to catch tuna in the bay Palabuhanratu are trolling and longline fishing. Exploitation of tuna fisheries are growing can impair the sustainability of tuna fishery causing not only worth catching tuna caught but also baby tuna. Baby tuna is tuna that size is not feasible because the capture immature tuna gonads. Based on statistical data Archipelagic Fishing Port Palabuhanratu in 2011 contained as much as 1.17% of the total production of baby tuna production of tuna caught. If the baby tuna fishing activity is allowed to continue it will have an impact on the sustainability of the tuna fishery. One effort to do that is by measuring the fishing willingness to accept compensation in lieu of the ban on the activities of baby tuna catch. After a thorough statistical analysis using multiple linear regression of the four variables tested obtained two variables that significantly affect the value of the desired WTA fishermen. Variables that have a significant effect is variable Revenue and number of dependents. The results showed that the willingness of fishermen to receive compensation amounting to Rp 18143.55 / kg baby tuna. This fact is expected to be considered by the government in order to establish sustainable fisheries.

(7)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

WILLINGNESS TO ACCEPT

NELAYAN UNTUK

KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA DI PELABUHAN

PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yaitu Willingness To Accept Nelayan untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari 2015 di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Budy Wiryawan MSc dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku pembimbing yang telah memberikan berbagai masukan, kritik, dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Am Azbas Taurusman SPi MSi selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr Iin Solihin SPi MSi selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kepala PPN Palabuhanratu, seluruh Staff PPN Palabuhanratu, nelayan dan masyarakat sekitar PPN Palabuhanratu yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, Adik-adik dan seluruh keluarga serta seluruh civitas PSP atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Penelitian Terdahulu 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Operasi Penangkapan Tuna 6

Unit Penangkapan Pancing Tonda 7

Unit Penangkapan Longline 9

Produksi Tuna 10

Analisis Faktor Kesediaan Nelayan Menerima Ganti Rugi 12

Estimasi Nilai Willingness To Accept (WTA) 14

SIMPULAN 15

SARAN 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produksi tuna tahun 2011 10

2 Hasil tangkapan baby tuna rata-rata per alat tangkap 11 3 Hasil tangkapan kapal longline dan pancing tonda saat bongkar 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 3

2 Jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu 4 3 Peta daerah penangkapan tuna longline dan pancing tonda

Palabuhanratu 6

4 Sketsa pengoperasian pancing tonda 8

5 Konstruksi alat tangkap pancing tonda 9

6 Desain alat tangkap longline 9

7 Sebaran tingkat penerimaan nelayan 13

8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data hasil wawancara nelayan 19

2 Hasil regresi linier berganda 20

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara bahari yang kaya akan potensi perikanan dan kelautannya. Salah satu dari potensi perikanan Indonesia yang bernilai ekonomis penting yaitu ikan tuna. Berdasarkan data statistik perikanan menunjukan produksi tuna tahun 2013 sebesar 269.530 ton dengan kenaikan rata-rata 6,95% dari tahun 2008-2013. Salah satu perairan Indonesia penghasil tuna terbaik adalah perairan Palabuhanratu. Perairan Palabuhanratu lokasinya dekat dengan PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan perikanan nusantara di Indonesia yang digunakan nelayan sebagai tempat untuk mendaratkan tuna. PPN Palabuhanratu ini berada di Pantai Selatan Jawa Barat yang dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Samudera Hindia. Perikanan tuna di PPN Palabuhanratu ditangkap dengan longline dan pancing tonda (trolling).

Perikanan tuna merupakan komoditas ekspor kedua setelah udang. Peningkatan nilai ekspor berdampak pada peningkatan ekspoitasi perikanan tuna. Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat dapat mengganggu keberlanjutan perikanan tuna yang mengakibatkan tidak hanya tuna layak tangkap yang ditangkap melainkan juga baby tuna, sehingga ada kekhawatiran mengenai keberlanjutan perikanan dimasa yang akan datang.

Baby tuna merupakan tuna yang secara ukuran belum layak tangkap karena tuna belum matang gonad. Berdasarkan statistik perikanan Palabuhanratu (2010) bahwa jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu yaitu madidihang (Yellowfin tuna), tuna mata besar (Big eye), dan albakora. Menurut Fromentin dan Fonteneau (2000) menyatakan bahwa length of maturity Yellowfin tuna tercapai pada ukuran panjang sekitar 105 cm, sedangkan Big eye pada ukuran panjang 115 cm. sedangkan menurut Rohit and Rammohan (2009) menyatakan bahwa ikan tuna pada ukuran panjang 80 cm telah mendekati matang gonad pada ukuran sekitar 90-95 cm.

Berdasarkan data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tahun 2011 terdapat sebanyak 1,17% produksi baby tuna dari total produksi tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Kegiatan penangkapan baby tuna apabila dibiarkan terus menerus maka akan berdampak pada keberlanjutan perikanan tuna tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengukur kesediaan nelayan untuk menerima kompensasi sebagai pengganti terhadap larangan melakukan kegiatan menangkap baby tuna. Fakta ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah bagi nelayan yang mematuhi larangan menangkap baby tuna di teluk Palabuhanratu. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi kelangsungan hidup nelayan juga kelangsungan ekonomi perikanan tuna berkelanjutan di Palabuhanratu.

(14)

2

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis Willingness to Accept telah dilakukan sebelumnya oleh Ady Candra dalam disertasi dengan judul Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap Indonesia dalam Kerjasama Perikanan Regional pada West and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC). Penelitian ini dilakukan di PPS Bitung dengan tujuan menganalisis ketentuan pengelolaan perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, menganalisis dampak ekonomi terhadap ketentuan WCPFC bagi nelayan Indonesia dan Menganalisis perumusan kebijakan Indonesia dalam memperkuat peran serta dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC. Sampel yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu metode sensus terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan tuna di wilayah WCPFC dan mendaratkan tuna di PPS Bitung. Analisis WTA penelitian ini menghasilkan nilai rataan kesediaan menerima pembayaran per orang sebesar Rp 397.433 per bulan. Sementara pendapatan setiap nelayan purse seine sebesar Rp 1.710.000 per bulan. Dengan demikian, apabila larangan penangkapan baby tuna diberlakukan maka pendapatan nelayan purse seine per bulannya menjadi Rp 1.312.166,67.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Menganalisis faktor-faktor kesediaan nelayan menerima ganti rugi dalam upaya pengelolaan perikanan tuna

b) Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Accept (WTA) yang diinginkan oleh nelayan sebagai ganti rugi terhadap larangan menangkap baby tuna

Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat membantu permasalahan yang terjadi dalam perikanan tuna bagi nelayan dan pemerintah dalam hal perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia. Analisis mengenai kesediaan nelayan untuk menerima ganti rugi ini diharapkan dapat diperhatikan oleh pemerintah guna membangun perikanan tuna yang berkelanjutan baik dari segi konservasi terhadap perikanan tuna maupun terhadap keberlanjutan perekonomian.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(15)

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Sumber: CMAP World V.3.0

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu : 1) Ikan tuna

2) Meteran gulung untuk mengukur panjang tuna 3) Timbangan digital untuk mengukur bobot tuna 4) Alat tulis untuk pencatatan data dan informasi 5) Kamera

6) Kuisioner tentang persepsi nelayan terhadap perikanan tuna 7) Ms.excel untuk pengolahan data dan perhitungan WTA

Metode Penelitian

(16)

4

(a) Albakora (b) madidihang (c) Tuna mata besar Gambar 2 Jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

Sumber: Fisbase.org

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data primer dan data sekunder. a) Data primer

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai karakteristik nelayan pancing tonda dan longline yang melakukan penangkapan baby tuna yang ada di Teluk Palabuhanratu. Data primer yang digunakan berupa kuisioner diberikan kepada nelayan pancing tonda dan longline dengan wawancara secara intensif dan mendalam. Selain itu, harga tuna dipasaran juga dibutuhkan guna menganalisis lebih lanjut mengenai besarnya kesediaan dengan permintaan nelayan terhadap ganti rugi yang diinginkan nelayan untuk larangan menangkap baby tuna.

b) Data sekunder

Data sekunder yang digunakan adalah berupa laporan tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diterbitkan. Data diperoleh dari kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu.

Analisis Data

Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat mengakibatkan tidak hanya tuna layak tangkap yang ditangkap melainkan juga baby tuna sehingga apabila penangkapan baby tuna terus dilakukan maka kelestarian dan keberlanjutan tuna akan terganggu. Selain itu, baby tuna yang tertangkap secara ekonomi tidak menguntungkan karena tidak bernilai jual ekspor. Agar keberlanjutan perikanan tuna tetap terjaga maka pada penelitian ini akan dilakukan analisa mengenai kesediaan nelayan untuk menerima ganti rugi apabila dilakukan pelarangan menangkap baby tuna. Analisa mengenai kesediaan menerima ganti rugi dilakukan dengan willingness to accept (WTA):

(17)

5 diterima oleh masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan disekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut Menurut Saefrudin (2014). Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA untuk menilai peningkatan atau kemunduran suatu kondisi lingkungan antara lain :

a. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya kegiatan pembangunan

b. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan

c. Melalui survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalarn rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Penghitungan WTA dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect method) dengan menghitung nilai dari suatu penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.

Analisis WTA dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Memberikan pemahaman kepada nelayan pancing tonda dan longline tentang kemungkinan larangan penangkapan baby tuna. Sebelumnya nelayan pancing tonda dan longline diberikan informasi mengenai kemungkinan diterapkannya peraturan untuk tidak menangkap baby tuna di teluk Palabuhanratu.

b. Memperoleh Nilai WTA yang besarnya didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner, kemudian menghitung nilai WTA untuk responden. Perhitungan didasarkan pada nilai rataan yang mengacu pada FAO (2000) diacu dalam Candra (2013), kemudian dianalisis dengan menggunakan persamaan berikut ini:

WTA = f (Usia, Pendidikan, Penerimaan, Jumlah Anggota Keluarga) Keterangan:

WTA : nilai WTA nelayan

Usia : usia nelayan (tahun)

Pendidikan : tingkat pendidikan (1.SD 2.SMP 3.SMA) Pendapatan : tingkat penerimaan (Rp/bulan)

Jumlah Anggota Keluarga : tingkat tanggungan keluarga nelayan (orang) Analisis dilakukan dengan regresi linier berganda untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan menerima WTA. Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Walpole, 1988) :

Y = β0 + β1U+ β2P+ β3I+ β4N+ εI

N = jumlah tanggungan keluarga (orang)

(18)

6

Variabel usia, pendidikan, penerimaan, dan jumlah tanggungan keluarga diduga berbanding lurus dengan nilai WTA. Usia nelayan diduga berpengaruh positif karena semakin lama seseorang bekerja menjadi nelayan perikanan tuna maka nilai ganti rugi yang diinginkan semakin tinggi. Variabel pendidikan mencerminkan seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi dan semakin tinggi tingkat pendidikan maka nilai ganti rugi yang diinginkan akan semakin tinggi. Variabel penerimaan nelayan juga berpengaruh positif karena semakin tinggi penerimaan nelayan maka nilai ganti rugi yang diinginkan akan semakin tinggi begitupun jumlah tanggunggan keluarga yang berkaitan pula dengan penerimaan. Tanggungan keluarga nelayan semakin banyak maka nilai ganti rugi yang diinginkan akan semakin tinggi pula.

c. Evaluasi WTA

Hasil Analisis berfungsi untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan menerima ganti rugi. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-square (R2) dari model regresi linier berganda WTA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Operasi Penangkapan Tuna

Pada penelitian ini dibatasi pada alat tangkap yang menangkap tuna sebagai tangkapan utama yaitu longline dan pancing tonda.

Gambar 3 Peta daerah penangkapan tuna longline dan pancing tonda Palabuhanratu

(19)

7 Alat tangkap pancing tonda memiliki ukuran kapal yang lebih kecil daripada longline. Pada saat pengoperasian, longline tidak menggunakan alat bantu penangkapan, hanya menggunakan umpan namun pada kapal tonda menggunakan rumpon. Hal ini disebabkan karena ukuran armada berbeda. Daerah penangkapan tuna pada kedua alat tangkap tersebut hingga perbatasan Samudera Hindia. Kapal tonda beroperasi di sekitar 06000’00”LS-09000’00”LS antara

105000’00”BT-106000’00”BT dengan lama pengoperasian 3-11 hari. Kapal tonda

melakukan trip dalam satu tahun yaitu 24-30 kali.

Sedangkan longline beroperasi sekitar 08000’00”LS-10000’00”LS antara

106000’00”BT-109000’00”BT dengan lama pengoperasian 15-30 hari. Longline

melakukan trip dalam satu tahun sebanyak 7-12 kali. Perubahan jarak penangkapan tergantung kondisi perairan bisa bertambah ataupun berkurang sejauh 50 mill tergantung keberadaan sumberdaya ikan di daerah penangkapan ataupun cuaca yang kurang mendukung misalnya badai, ombak besar dan lain sebagainya.

Musim penangkapan ikan di teluk Palabuhanratu ada dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Menurut Nurhayati (2006) bahwa musim barat ditandai dengan ombak yang sangat besar disertai angina dan hujan yang sangat kencang yang mengakibatkan para nelayan enggan untuk melaut (Desember-Februari). Sebaliknya pada musim timur keadaan perairan biasanya tenang, jarang terjadi hujan dan ombak relatif kecil sehingga memungkinkan nelayan untuk melaut dan biasanya pada musim ini merupakan musim puncak ikan (Juni-Agustus). Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan yang biasa disebut musim Liwung oleh warga setempat yang terjadi pada bulan Maret-Mei dan September-November. Sedangkan menurut Tampubolon (1990), musim penangkapan digolongkan menjadi tiga musim penangkapan ikan yaitu musim banyak ikan (Juni-September), musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November), dan musim kurang ikan (Desember-Februari).

Unit Penangkapan Pancing Tonda

Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil di buritan untuk menangkap tuna dan jenis ikan pelagis lainnya menggunakan umpan buatan. Alat tangkap pancing tonda terdiri atas seutas tali panjang, mata pancing, pemberat dan umpan. Umpan buatan yang biasa digunakan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu adalah bulu ayam jantan berwarna putih. Umpan dibuat dengan warna terang atau menyerupai ikan umpan agar menarik ikan pemangsa.

Alat tangkap ini hanya terdiri dari kail yang memiliki umpan buatan yang terbuat dari benang warna-warni dan tali nilon multifilamen. Kail yang digunakan memiliki ukuran no tujuh atau delapan dan tali yang digunakan memiliki ukuran no 100. Ketika dioperasikan, nelayan memegangi tali dan melakukan tarik ulur dan panjang tali yang digunakan cukup jauh dari kapal.

(20)

8

kemudian dilakukan operasi penangkapan berdasarkan alat tangkap yang dikehendaki (Subani 1986).

Pengoperasian pancing tonda dilakukan pukul 05.30 di sekitar rumpon. Tahap sebelum melakukan operasi penangkapan meliputi persiapan, keberangkatan, pemancingan, istirahat, dan kembali ke fishing base. Perbekalan yang dibawa yaitu kebutuhan pangan selama 1 minggu dan alat pancing candangan. Sebelum melaut, nelayan memeriksa keadaan kapal, dilanjutkan pengisian oli dan solar. Setelah semua terpenuhi, juru mudi segera dilakukan pemberangkatan menuju ke rumpon. Pertama, perjalanan menuju rumpon pertama butuh waktu selama 9 jam. Pengoperasian pancing tonda diberhentikan bila malam tiba, terjadi gelombang besar atau badai. Selama tidak beroperasi, nelayan beristirahat dan makan. Pengoperasian dilanjutkan keesokan harinya menuju rumpon berikutnya. Nelayan akan kembali ke fishing base bila hasil tangkapan dirasakan cukup banyak. Ikan yang tertangkap dikumpulkan dek dekat buritan kemudian dimasukan ke dalam keranjang. Hasil tangkapan dibersihkan dengan menggunakan air laut, kemudian dimasukan ke dalam palkah yang diberi es curah.

(21)

9

Gambar 5 Konstruksi Alat Tangkap Pancing Tonda Unit Penangkapan Longline

Alat tangkap tuna Longline merupakan salah satu alat penangkapan tuna yang ada di PPN Palabuhanratu. cara pengoperasian tuna longline melalui dua proses yaitu penurunan alat tangkap (setting) dan penarikan alat tangkap (hauling). Proses penurunan alat tangkap dilakukan pada pagi hari pukul 07.00. proses setting sesuai dengan instruksi tekong. Sebelumnya berbagai persiapan dilakukan ABK meliputi penyiapan umpan, tali utama, tali cabang, radio bouy, pelampung, dan penyambung tali utama dengan line thrower. lamanya setting sekitar 5-6 jam dilakukan di buritan kapal. jumlah mata pancing yang diturunkan di teluk Palabuhanratu rata-rata 1000-1100 mata pancing dengan tali utama sebanyak 21-22 karung dan setiap karung dipasang 50-52 mata pancing. Jarak antar mata pancing 30 meter dengan panjang tali cabang adalah 7 meter. Pelampung tanda diletakan antara 2 tali cabang pada tali utama. Radio bouy yang dipasang sebanyak 5-6 buah dan setiap satu kali setting, total tali utama yang dihanyutkan sebanyak 21-22 karung.

(22)

10

Proses selanjutnya yaitu alat tangkap longline dihanyutkan selama 5-6 jam. Saat hauling pertama kali dilakukan adalah pencarian alat tangkap yang berlangsung sekitar 1-2 jam. Pencarian alat tangkap dibantu dengan RDF dan GPS, kemudian setelah ditemukan yang pertama kali diangkat adalah radio bouy. Alat tangkap ditarik dengan bantuan line hauler dan side roller, sedangkan branch line digulung oleh ABK secara bergantian. Proses penarikan dilakukan di dek depan sebelah kanan. Tuna yang tersangkut mata pancing dinaikan ke kapal dengan bantuan ganco agar tidak terlepas kembali. Kemudian ketika sudah diatas dek, ikan tuna dilumpuhkan dengan menusuk benda runcing dibagian kepala. Tahap selanjutnya, isi perut dan insang ikan tuna dibuang. Kemudian, ikan tuna dibungkus plastik dan disimpan di freezer yang berisi air dingin.

Produksi Tuna

Data produksi baby tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada tahun 2011 mengalami fluktuasi. Perbedaan jumlah produksi baby tuna dengan total produksi tuna selama 1 tahun di tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 1. Jenis tuna tersebut terdiri atas tuna mata besar, madidihang dan albakora yang diakumulasi. Alat tangkap yang digunakan pada penangkapan tuna ini adalah pancing tonda dan longline.

Tabel 1. Produksi tunatahun 2011

Bulan Baby tuna (kg) Total Produksi Tuna (kg)

(23)

11 perikanan tuna itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi guna membangun perikanan tuna yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberi ganti rugi kepada nelayan apabila pemerintah melakukan pelarangan menangkap baby tuna.

Pada penelitian lapang yang dilakukan bulan Januari hingga Februari 2015 dengan wawancara nelayan pancing tonda dan longline diperoleh rata-rata sebanyak 40 kg dalam satu kali trip. Sedangkan jumlah hasil tangkapan baby tuna yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap tonda yaitu rata-rata sebanyak 80 kg dalam satu kali trip. Kapal tonda melakukan trip sebanyak 3-4 kali dalam satu bulan. Hasil tangkapan tersebut telah melalui proses penyortiran diatas kapal sebelum didaratkan. Baby tuna yang dominan tertangkap oleh kedua jenis alat tangkap tersebut adalah madidihang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nakamura (1969) vide Handriana (2007) bahwa dominasi hasil tangkapan cakalang dan madidihang dikarenakan ikan tuna dan sejenis tuna pada umumnya ditemukan schooling campuran yang terdiri dari dua atau lebih spesies, namun ukuran masing-masing ikan relatif sama.

Tabel 2 Hasil tangkapan baby tuna rata-rataper alat tangkap

Jenis alat tangkap Jumlah rata-rata baby tuna (kg)/bulan

longline 40

tonda 320

Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

(24)

12

kematangan gonad pada ikan dapat diketahui dengan panjang ikan tersebut dengan menggunakan acuan kriteria length at first maturityfishbase.

Tabel 3 Hasil tangkapan kapal longline dan pancing tonda saat bongkar

Kapal Tuna Layak Tangkap (ekor) Tuna Tidak Layak Tangkap (ekor)

KM Nabine 253 3

Jaya Mitra 02 78 8

Sumber: Data Primer, 2015 (diolah)

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa baby tuna yang ditangkap oleh pancing tonda lebih banyak dibandingkan dengan longline. Penelitian yang dilakukan oleh Handriana (2007) menyatakan bahwa komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang tertangkap oleh pancing tonda di perairan Palabuhanratu mempunyai berat rata-rata sekitar 4,22 kg. Menurut penelitian Purnama (2014) mengenai hubungan panjang dan bobot tuna mata besar yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki nilai 2,982 artinya pola pertumbuhan ikan tuna mata besar yang didaratkan bersifat alometrik negatif dengan pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot (Effendie 1997). Kisaran panjang ikan tuna mata besar yaitu sebesar 82-171 cm. Hasil tersebut sama dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai ikan tuna mata besar di Samudera Hindia Zhu et al. (2010); Faizah (2010). Selain itu model hubungan antara panjang dan bobot ikan tuna sirip kuning dengan kisaran panjang sebesar 93-172 cm dengan nilai b sebesar 2,937. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan ikan tuna sirip kuning yang didaratkan di PPN Palabuhanratu bersifat alometrik negatif. Hasil tersebut sama dengan beberapa penelitian sebelumnya mengenai ikan tuna sirip kuning di Samudera Hindia juga menunjukan pola pertumbuhan allometrik negatif Zhu et al (2010);Andamari (2012). Menurut indikator LM dari penelitian Purnama (2014) bahwa terdapat hasil tangkapan belum layak tangkap dengan jumlah yang relatif besar (3,84%-41,02%) untuk tuna mata besar dan 0,72% untuk tuna sirip kuning.

Analisis Faktor Kesediaan Nelayan Menerima Ganti Rugi

Analisis faktor yang mempengaruhi Willingness To Accept dilakukan menggunakan regresi linier berganda dengan microsoft excel. Regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai kesediaan menerima nelayan terhadap larangan menangkap baby tuna guna perikanan tuna yang berkelanjutan dengan beberapa variabel yaitu usia, pendidikan, penerimaan, dan jumlah tanggungan keluarga (lampiran 1). Setelah melalui proses analisis statistik dari keempat variabel diperoleh dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai WTA yang diinginkan nelayan. Variabel yang berpengaruh signifikan tersebut adalah variabel Penerimaan dan jumlah tanggungan keluarga (lampiran 2).

Penerimaan nelayan

(25)

13 penerimaan juga semakin tinggi. Sebagian besar kapal tonda menggunakan sistem bagi hasil sedangkan pada longline sudah gaji tetap. Menurut Undang-undang No.16 Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan adalah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau oemeliharaan ikan antara nelayan penggarap dengan nelayan pemilik atau antara nelayan penggarap tambak dengan nelayan pemilik tambak. Menurut perjanjian, mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut imbangan yang telah disetujui sebelumnya (Muhartono 2004). Penerimaan pemilik modal, Kapten dan ABK berbeda. Persentase penerimaan bagi hasil pemilik kapal lebih besar karena pemilik kapal merupakan penyedia modal bagi kegiatan penangkapan. Menurut ketentuan Undang-Undang bagi hasil Perikanan Nomor 16 Tahun 1964 bahwa jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi hasil, maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap dan penggarap tambak paling sedikit harus diberikan bagian 75% dari hasil bersih jika menggunakan perahu layar dan 40% dari hasil bersih jika menggunakan kapal motor. Penerimaan bersih ini terdiri atas total penerimaan produksi yang dikurangi dengan biaya operasional dalam satu kali trip. Biaya operasional tersebut meliputi bahan bakar (solar), es balok, makanan, perawatan pancing, dan retribusi. Persentase bagi hasil adalah 50%. 50% bagian dari bagi hasil nelayan buruh dibagi lagi sebanyak jumlah nelayan yang melaut. Namun, pada gambar 7 penerimaan yang dimasukan adalah penerimaan tetap dan rata-rata yang didapat setiap bulannya diluar dari penerimaan tambahan dari pancingan. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh rataan penerimaan nelayan sebesar Rp 2.223.333,33 (Lampiran 1)

Gambar 7 Sebaran tingkat penerimaan nelayan Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

Tanggungan keluarga nelayan

(26)

14

Gambar 8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga nelayan Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

Estimasi nilai Willingness To Accept (WTA)

Berdasarkan hasil analisis dari kedua faktor yang mempengaruhi besarnya nilaI WTA, didapatkan bahwa nelayan bersedia untuk menerima kompensasi dengan sejumlah uang sebagai pengganti seharga Rp 18.143,55/kg/orang. faktor yang mempengaruhinya adalah tingkat penerimaan. Nelayan-nelayan dengan penerimaan tinggi bersedia menerima kompensasi dengan nilai yang tinggi pula. Selain itu, pertimbangan nelayan seperti tanggungan keluarga dan ketika sedang musim barat yang menyebabkan nelayan tidak melaut atau melaut namun apapun yang tertangkap akan diambil meskipun belum layak tangkap. Namun, ditinjau dari harga pasaran bahwa harga tuna adalah Rp.17.000/kg - Rp.22.000/kg sesuai mutu dari tuna tersebut. Semakin baik mutu maka harga semakin tinggi. Berikut bentuk persamaan hasil analisis statistik tersebut:

Y= 14.365,0822+0,0011I+666,3245N+ εi

Nilai P-value masing-masing sebesar 0,0176 dan 6,306E-05. Nilai P-value penerimaan nelayan sebesar 0,0176 artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap peluang nelayan menerima kompensasi dari upaya pelestarian perikanan tuna di PPN Palabuhanratu dengan taraf α = 0,05 (lampiran 1).

Tingkat penerimaan dengan koefisien 0,0011 dan P-value sebesar 0,0176, maka dikatakan bahwa tingkat penerimaan nelayan berpengaruh secara nyata terhadap kesediaan menerima ganti rugi pada taraf nyata α = 0,05. koefisien jumlah tanggungan keluarga sebesar 666,3245 dan P-value sebesar 6,306E-05, maka dikatakan bahwa jumlah tanggungan nelayan merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan menerima kompensasi pada taraf nyata α = 0,05.

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 2) menggunakan regresi linier berganda diperoleh nilai R Square sebesar 0,848 atau sebesar 84,8%. Angka tersebut menjelaskan bahwa 84,8% peluang nelayan bersedia untuk dibayar apabila dilakukan larangan penangkapan baby tuna, sisanya 15,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam model dengan faktor yang mempengaruhi adalah penerimaan dan jumlah tanggungan keluarga nelayan, sedangkan faktor usia dan pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai WTA. Hal ini ditandai ketika diuji bersama-sama variabel usia dan tingkat pendidikan tidak

(27)

15 mempengaruhi secara nyata karena memiliki P-value yang lebih besar dari α = 0,05.

Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran 2), model dianggap valid karena menghasilkan tingkat signifikasi (angka probabilitas) sebesar 0,05. Berdasarkan tabel . diperoleh nilai F hitung sebesar 34,888 dan nilai F tabel sebesar 2,70. F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya faktor penerimaan dan

jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata terhadap kesediaan nelayan menerima ganti rugi.

Nilai rataan kesediaan menerima pembayaran (WTA) atas larangan penangkapan baby tuna per orang Rp 18.143,55/kg. ditinjau berdasarkan alat tangkap maka nilai WTA nelayan pancing tonda lebih tinggi daripada nilai WTA nelayan Longline (lampiran 3). Hal ini dikarenakan jumlah tangkapan baby tuna yang ditangkap lebih banyak pada alat tangkap pancing tonda. Nilai ganti rugi WTA longline per kapal sebesar Rp 725.741,88 dalam satu kali trip dengan lama trip bulan. Dengan demikian, apabila diberlakukan maka setiap kapal longline kehilangan penerimaan sebesar Rp 725.741,88/bulan dari total penerimaan seluruhnya termasuk biaya operasional dan upah ABK. Sedangkan Nilai ganti rugi WTA tonda per kapal sebesar Rp 5.805.935,02 dalam empat kali trip sebulan. Dengan demikian, apabila diberlakukan maka setiap kapal tonda kehilangan penerimaan sebesar Rp 5.805.935,02 /bulan dari total penerimaan seluruhnya termasuk biaya operasional dan upah ABK. Nilai WTA tersebut merupakan estimasi besarnya ganti rugi berdasarkan analisis statistik dan data primer yang diperoleh.

SIMPULAN

1. Setelah melalui proses analisis statistik dari keempat variabel diperoleh dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai WTA yang diinginkan nelayan. nilai R Square sebesar 84,8% artinya bahwa 84,8% peluang nelayan bersedia untuk dibayar apabila dilakukan larangan penangkapan baby tuna. Tingkat penerimaan menghasilkan koefisien 0,0011 dan P-value sebesar 0,0176 pada taraf nyata α = 0,05. koefisien jumlah tanggungan keluarga sebesar 666,3245 dan P-value sebesar 6,306E-05 pada taraf nyata α = 0,05. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa faktor penerimaan nelayan dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan menerima ganti rugi apabila diberlakukan aturan untuk tidak menangkap baby tuna oleh pemerintah.

(28)

16

SARAN

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara terhadap nelayan pancing tonda dan longline yang menangkap tuna dan pengukuran serta penimbangan langsung saat ada bongkar hasil tangkapan. Pengukuran panjang tuna dilakukan secara acak dan estimasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan musim penangkapan untuk melihat banyaknya baby tuna yang tertangkap pada setiap musim tersebut sebagai perbandingan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pula penimbangan dan pengukuran panjang secara menyeluruh terhadap tuna yang didaratkan. Perlu adanya upaya pengelolaan, pendataan tertangkapnya baby tuna saat pengoperasian. Pemanfaatan perikanan tuna secara terus menerus dan tidak terkontrol dapat mengganggu keberlanjutan perikanan tuna. Namun, apabila penangkapan baby tuna dilarang maka akan berdampak pada pendapatan nelayan. Rancangan undang-undang mengenai perlindungan dan pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan yang rencananya akan disahkan tahun ini untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan.

DAFTAR PUSTAKA

Andamari R, Hutapea JH, Prisantoso BI. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip Kuning(Thunnus albacares). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1): 89-96. Bogor (ID) Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia

[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2011. Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap 2010 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi (ID): Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2012. Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap 2011 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Sukabumi (ID): Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Candra, A. 2013. Strategi kebijakan perikanan tangkap Indonesia dalam kerjasama perikanan regional pada West and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Durianto, et al. 2001. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Prilaku Merek. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Dewi Sri.

FAO. 2000. Aplication of Contingent Valuation Method in Developing Countries. FAO Economic and Social Development. Papers No. 146/200. FAO. Roma

Faizah, R. 2010. Biologi reproduksi ikan tuna mata besar (Thunnus obessus) di perairan Samudera Hindia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fauzi, A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): PT. Penerbit IPB Press.

(29)

17 Handriana, J. 2007. Pengoperasian pancing tonda di Perairan Selatan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB.

Inizianti, RL. 2010. Analisis spasial daerah penangkapan ikan tuna kapal PSP 01 di Perairan Selatan Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB.

Muhartono, R.2004. Alternatif pola bagi hasil nelayan Gillnet di Muara Baru, Jakarta Utara[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purnama, A.I. 2014. Kajian bioekonomi perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB.

Rohit P, Rammohan K. 2009. Fishery and Biological Aspects of Yellowfin Tuna Thunnus albacares along Andhra Coast, India. Asian Fisheries Science. 22:235-244.

Saefrudin, M. 2014. Analisis Willingness To Accept terhadap program relokasi masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

Subani, W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Perairan Indonesia. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut No.50. Departemen Pertanian. 248 hal

Tampubolon, B.I. 2011. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.

Tampubolon, N. 1990. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Bogor (ID): Ikatan Alumni Fakultas Perikanan IPB.

Walpole, RE. 1988. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

(30)

18

(31)
(32)

20

Lampiran 2 Hasil analisis regresi linier berganda

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0,920909995

R Square 0,848075219

Adjusted R Square 0,823767254

Standard Error 1002,866917

Observations 30

koefisien P value t stat

simpangan baku

intercept 14365,0822 1,85E-14 15,7059 914,6302

pendapatan 0,0011 0,0176 2,5418 0,0004

jumlah tanggungan

keluarga 666,3245 6,31E-05 4,7969 138,9062

Lampiran 3. Nilai estimasi WTA per kapal

Kapal WTA(Rp/bulan)/kapal WTA(Rp/bulan)/orang

Longline 907.177.3465 90.717.73465

Tonda 7.257.418.772 1.451.483.754

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 4 140356448.7 35089112.17 34.88877897 6.83677E-10 Residual 25 25143551.31 1005742.052

Total 29 165500000

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0%Upper 95.0%

Intercept 14365.08226 914.6302219 15.70589067 1.84758E-14 12481.36606 16248.79847 12481.36606 16248.8

X Variable 1 31.67678852 22.34875994 1.417384616 0.168713833 -14.3513442 77.70492122 -14.35134418 77.70492

X Variable 2 147.2579258 319.6147143 0.460735752 0.648971146 -511.0009 805.5167519 -511.0009004 805.5168 X Variable 3 0.001075171 0.000423002 2.541766161 0.017606113 0.000203983 0.001946359 0.000203983 0.001946

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Agustus 1993 dari ayah Arnas dan ibu Rohana. Penulis adalah putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA PGRI 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Avertebrata Air pada tahun 2014/2015. Penulis juga aktif mengajar les privat bimbingan belajar BIMMA IPB hingga sekarang dan pernah aktif mengajar di bimbingan belajar Etos Study. Penulis juga pernah aktif sebagai staf CIA FKM-C tahun 2012/2013. Penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dan PKM Penelitian penulis pada tahun 2012 didanai Dikti. Penulis pernah mendapatkan beasiswa PT.ANTAM persero sejak 2012 hingga 2015.

Bulan Juni-Juli 2013 penulis juga aktif dalam kegiatan turun desa IPB Goes To Field Pekalongan. Selama perkuliahan penulis juga pernah aktif mengikuti UKM Agriaswara 2011 hingga 2012. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitian Gebyar Perikanan 2012, MarineAlga 2013 serta bedah buku.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Gambar 2 Jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu
Gambar 3 Peta daerah penangkapan tuna longline dan pancing tonda  Palabuhanratu Sumber: ArcView GIS 3.3
Gambar 4 Sketsa pengoperasian pancing tonda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) luas perubahan lahan milik masyarakat paling besar berada di Kelurahan Kedungpane mencapai 60%, sedangkan yang paling sedikit berada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa

Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui profil rumah tangga miskin petani jagung di Kecamatan Randangan 2) Mengetahui sumber pendapatan rumah tangga miskin petani jagung di

Pembelajaran bercerita dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan terprogram untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam menuturkan kembali sebuah cerita secara lisan,

Parenting berbasis Islami merupakan suatu program pendidikan yang diberikan kepada anggota keluarga, khususnya bagi orang tua yang memiliki kemampuan untuk mendidik

Meskipun belum mencapai kesempurnaan seperti perpustakaan moden hari ini. perpustakaan Muslim telah mampu diwujudkan oleh Muslim kerana ia keperluan kepada mereka yang

kerucut (onion shaper crown). 5) Domes, yakni elemen masjid yang paling umum dan menjadi simbol utama dari masjid. 6) Fountains/Water, yakni unsur dekoratif yang