• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis brand equity kayu jati bundar Perum Perhutani (studi kasus wilayah Klender Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis brand equity kayu jati bundar Perum Perhutani (studi kasus wilayah Klender Jakarta)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BRAND EQUITY KAYU JATI BUNDAR PERUM

PERHUTANI

(Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta)

SRI NUR AMALINA HASYYATI

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Brand Equity Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus wilayah Klender Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

(4)

ABSTRAK

SRI NUR AMALINA H. Analisis Brand Equity Kayu Jati Bundar Perum Perhutani (Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta). Dibimbing oleh JONO M MUNANDAR.

Kayu merupakan komoditas bahan baku utama dalam segala jenis konstruksi. Salah satu jenis kayu yang paling banyak diminati oleh para pelaku bisnis kayu adalah kayu jenis jati (tectona grandis L.f). Produksi kayu jati banyak diminati oleh para konsumen, karena secara teknis kayu jenis jati memiliki sifat yang baik dari segi kekuatan, keawetan serta ketahanan. Bisnis usaha kayu jati bundar yang tersertifikasi dan legal di Indonesia masih sangat terbatas. Salah satu pelaku usaha kayu jati bundar yang memiliki legal dan sertifikasi di Indonesia adalah Perum Perhutani. Peneliti melakukan analisis mengenai brand equity dari empat elemen utama, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Tujuan penelitian menganalisis brand equity dan menganalisis hubungan variabel dari persepsi pelanggan dan variabel dari profil pelanggan. Pengolahan analisis data dilakukan menggunakan uji Validitas, uji Reliabilitas, Analisis Deskriptif, Skala Likert, Skala Semantic Differensial, uji Cochran dan uji korelasi dengan metode chi square. Hasil penelitian dari brand awareness bahwa produk kayu jati bundar Perum Perhutani mendapatkan posisi top of mind, hasil brand loyalty menunjukan tingkat loyalitas switcher 38%, liking the brand 75%, committed buyer 33.3 % dan satisfied buyer 87.5%.

Kata kunci: Brand equity, Brand loyalty, Kayu jati bundar

ABSTRACT

SRI NUR AMALINA H. Analysis of Brand Equity Perum Perhutani Teak Round (Case Study Klender Territory of Jakarta). Supervised by JONO M MUNANDAR.

Wood is the main raw material commodities in all types of construction. One type of wood that is most in demand by businesses wood is wood of teak (Tectona grandis Lf). Teak production demand by consumers, because it is technically teak wood types have good properties in terms of strength, durability and resilience. Business enterprises certified teak and legal round in Indonesia is still very limited. One round teak wood business operators who have legal and certification in Indonesia is Perum Perhutani. Researchers conducted an analysis of the brand equity of the four main elements, namely brand awareness, brand association, perceived quality, and brand loyalty. The purpose of research analyzing brand equity and analyze the relationship of variables and variable customer perception of the customer profile. Processing data analysis was performed using test validity, reliability test, descriptive analysis, Likert Scale, Scale Semantic Differential, Cochran test and correlation with the chi-square method. The results of the brand awareness that round teak wood products Perhutanioffice get top of mind position, the result indicates the level of brand loyalty loyalty switcher 38%, liking the brand 75%, 33.3% committed buyers and 87.5% satisfied buyer.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen

ANALISIS

BRAND EQUITY

KAYU JATI BUNDAR PERUM

PERHUTANI

(Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta)

SRI NUR AMALINA HASYYATI

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Brand Equity Kayu Jati Bundar Perum Perhutani (Studi kasus Wilayah Klender jakarta).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jono M Munandar, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran,dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis mengharapkan adanya penelitian berikutnya sebagai penyempurna skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun untuk penelitian selanjutnya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Kayu 5

Jati (Tectona Grandis L.F.) 7

Pengertian Merek 8

Pengertian Brand Equity 8

METODE 14

Kerangka Pemikiran 14

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 15

Pengumpulan Data 15

Analisis Data 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Gambaran Umum Perusahaan 19

Hasil Uji Awal 23

Profil Pelanggan 25

Implikasi Manajerial 40

SIMPULAN DAN SARAN 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 50

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produksi hasil hutan dan pemasaran/penjualan dalam negeri kayu jati

bundar Perum Perhutani 2009-2012 1

2 Hasil survei pelanggan 2

3 Peta Produk-produk Perum Perhutani sesuai pengelolaan hulu dan hilir 22 4 Hasil crosstabs tempat terjadinya transaksi pembelian dengan

kelompok pelanggan 27

5 Hasil crosstabs persepsi pelanggan terhadap dari mana pelanggan mendapat informasi tentang produk kayu jati bundar Perum Perhutani dengan persepsi pelanggan terhadap informasi yang diperoleh pelanggan tentang kayu jati bundar dari sumber 29 6 Hasil crosstabs jenis informasi yang diperoleh dari sumber dengan

persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati yang dipasok dari

Perum Perhutani dengan pemasok lainnya 30

7 Hasil uji cochran asosiasi produk kayu jati bundar Perum Perhutani 33 8 Rataan atribut perceived quality kayu jati bundar Perum Perhutani 34 9 Brand image kayu jati bundar Perum Perhutani 40

DAFTAR GAMBAR

1 Bagian-bagian kayu (Dumanauw 2001) 5

2 Konsep brand equity (Aaker 1997) 9

3 Piramida brand awareness (Aaker 1997) 10

4 Piramida brand loyalty (Aaker 1997) 12

5 Piramida brand loyalty bentuk segitiga terbalik (Aaker 1997) 12

6 Kerangka pemikiran 14

7 Profil pengunjung berdasarkan kelompok pelanggan 25 8 Profil pelanggan berdasarkan latar belakang pelanggan 25

9 Lama menjadi pelanggan 26

10 Profil pelanggan berdasarkan tempat terjadi transaksi di KBM, TPK 26 11 Grafik persepsi pelanggan terhadap faktor yang paling di

pertimbangkan dalam memutuskan pembelian kayu 28

12 Grafik persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati bundar yang

dipasok Perhutani dengan pemasok lainnya 28

13 Grafik persepsi pelanggan terhadap dari mana pelanggan mendapat informasi tentang produk kayu jati bundar dari Perhutani 29 14 Grafik persepsi pelanggan terhadap informasi yang diperoleh mengenai

kayu jati bundar Perhutani dari sumber informasi 30 15 Persepsi pelanggan terhadap keputusan pembeli dalam membeli kayu

jati bundar yang menjadikan asal produsen sebagai pertimbangan utama 31

16 Top of mind produk kayu jati bundar 32

17 Brand Recall merek Kayu Jati Bundar 32

(11)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Output uji validitas dan uji reliabilitas brand association produk kayu jati bundar Perum Perhutani lokasi Klender Jakarta dengan SPSS

statistic 20 50

2 Output hasil uji validitas dan uji reliabilitas perceived quality produk kayu jati bundar Perum Perhutani Klender Jakarta dengan SPSS statistic

20 52

3 Hasil uji chi square kelompok pelanggan terhadap profil pelanggan 55 4 Hasil uji chi square jabatan pelanggan terhadap profil pelanggan dan

persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 55

5 Hasil uji chi square lama menjadi pelanggan terhadap profil pelanggan dan persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 56 6 Hasil uji chi square tempat terjadi transaksi pembelian terhadap

persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 56

7 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap faktor yang paling di pertimbangkan dalam memutuskan pembelian kayu jati bundar Perhutani terhadap persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 57 8 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati

bundar yang dipasok Perhutani dengan Pemasok lainnya terhadap

persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 57

9 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap dari mana anda mendapatkan informasi tentang produk kayu jati bundar dari Perum Perhutani terhadap persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20 57 10 Output hasil uji cochran brand association produk kayu jati bundar

Perum Perhutani Klender Jakarta dengan SPSS statistic 20 58 11 Output hasil switcher, satisfied buyer,liking the brand, dan committed

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu merupakan komoditas bahan baku utama dalam segala jenis konstruksi. Salah satu jenis kayu yang paling banyak diminati oleh para pelaku bisnis kayu adalah kayu jenis jati (tectona grandis L.f.), karena mempunyai kegunaan yang cukup luas. Produksi kayu jati banyak diminati oleh para konsumen, karena secara teknis kayu jenis jati memiliki sifat yang baik dari segi kekuatan, keawetan serta ketahanan terhadap serangan rayap.

Para pelaku usaha dalam bisnis kayu jati bundar di Indonesia bersaing menghasilkan kayu jati bundar berkualitas tinggi untuk mencapai Standar Internasional Indonesia (SNI), sehingga para konsumen mendapatkan kepuasan dan kenyamanan dari produk yang dihasilkan para pelaku usaha. Bisnis usaha kayu jati bundar yang tersertifikasi dan legal di Indonesia masih sangat terbatas. Salah satu pelaku usaha kayu jati bundar yang memiliki legal dan sertifikasi di Indonesia adalah Perum Perhutani.

Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang Kehutanan. Wilayah kerjanya meliputi kawasan hutan Negara, baik hutan produksi maupun hutan lindung, di Pulau Jawa dan Madura. Perum Perhutani mengemban tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Dalam operasinya, Perum Perhutani berada dalam pengawasan Kementerian BUMN dan bimbingan teknis dari Kementerian Kehutanan (Laporan Tahunan Perhutani 2012).

Perum Perhutani merupakan salah satu perusahaan kehutanan yang menjual kayu tebangan dengan prinsip kelola lestari. Kayu bundar Jati telah menjadi produk utama perusahaan selama lebih dari 50 tahun dan telah menjadi

“trademark” perusahaan, bahwa dimana “Java Teak” disitulah Perhutani. Tahun 2012, total pendapatan penjualan kayu dalam negeri mencapai Rp1.525,56 Miliar, naik 8% dari pendapatan tahun 2011. Penjualan kayu tebangan memberi kontribusi 41% dari seluruh total pendapatan perusahaan. Pendapatan tersebut, berasal dari penjualan kayu bundar sebesar 976,736 m3 dengan rincian jenis Jati sebesar 390,288 m3 dan jenis rimba sebesar 586,448 m3. Terhadap rencana tahun 2012, terdapat peningkatan volume penjualan hingga 6%, dikarenakan terdapat tambahan penjualan dari sisa persediaan tahun sebelumnya.

Tabel 1 Produksi hasil hutan dan pemasaran/penjualan dalam negeri kayu jati bundar Perum Perhutani 2009-2012

Uraian/analysis Satuan RKAP 2012 2011

PEMASARAN/PENJUALAN

Pemasaran dalam Negeri Kayu Bundar Jati

M3 314.616 375.660 379.604

Sumber: Laporan Tahunan Perhutani (2012)

(14)

2

negeri dilayani oleh Kesatuan Bisnis mandiri (KBM) pemasaran kayu (untuk log) dan KBM industri kayu (untuk kayu olahan). Kayu jati sebagai salah satu produk unggulan perusahaan, memiliki kurva permintaan yang linier seiring dengan kondisi perekonomian, baik untuk permintaan di pasar global maupun nasional. Untuk permintaan di pasar domestik, produk kayu jati perusahaan baik masih berupa tebangan maupun olahan tetap mendominasi.

Sejak tahun 2010 Perum Perhutani telah mengembangkan Program Customer Relationship Management, yang merupakan strategi pengelolaan hubungan dengan konsumen yang memperhatikan persyaratan yang diminta pelanggan untuk mendapatkan tingkat kepuasan pelanggan yang diinginkan salah satunya yaitu melaksanakan survey kepuasan pelanggan dan menerapkan produk branding. Selama 3 tahun pelaksanaan didapatkan hasil survei kepuasan pelanggan bahwa perkembangan kepuasan pelanggan selalu meningkat seperti pada tabel 2 hasil survei sebagai berikut.

Tabel 2 Hasil survei pelanggan

No KBM Nilai bobot inndeks Responden yang menjawab

Nilai bobot inndeks Responden yang menjawab Kepuasan Kategori

kepuasan

Puas tidak puas

Kepuasan Kategori kepuasan

Puas tidak puas

Tahun 2011 Tahun 2012

% % % % % % %

Sumber: Laporan Tahunan Perhutani (2012)

Perum Perhutani ingin melakukan komunikasi pemasaran dengan mendapatkan umpan balik dari para konsumen atas berbagai produk dan jasa dimana salah satunya produk kayu jati bundar, tujuannya untuk menetapkan strategi pemasaran yang paling tepat untuk masing-masing kelompok produk dan pola pengembangan yang harus dilakukan untuk suatu produk tertentu agar mampu memenuhi harapan konsumen. Dengan dipenuhinya harapan dan kepuasan konsumen maka pemasaran produk tertentu akan lebih terjamin dalam jangka panjang. Perencanaan produksi maupun investasi yang dilakukan oleh Perusahaan akan semakin efektif dan effisien serta memberikan imbal hasil yang lebih optimal (Laporan Tahunan Perhutani 2012).

(15)

3 Perumusan Masalah

Perum Perhutani sebagai salah satu Produsen kayu jati bundar bersertifikasi dan legal memiliki rencana jangka panjang dalam menentukan strategi pemasaran yang mampu meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kajian kualitas merek seperti apa yang perlu di evaluasi untuk meningkatkan loyalitas konsumen sehingga mampu membedakan kualitas dengan produsen pesaing. Wilayah Klender Jakarta merupakan salah satu tempat pelanggan kayu jati bundar Perhutani diantaranya pedagang trader/perantara, pengolah langsung, dan pengrajin. Pedagang kayu jati bundar di Klender berada di satu jalan yaitu jalan revolusi dimana di wilayah tersebut ada beberapa penjual kayu jati bundar. Kayu jati bundar yang dijual di wilayah tersebut terutama kayu jati bundar Perhutani secara umum dijual kembali ke industri. oleh karena itu beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk penelitian ini adalah :

1. Bagaimana brand equity Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus wilayah Klender Jakarta?

2. Bagaimana hubungan antar variabel dari persepsi pelanggan dengan variabel dari profil pelanggan untuk produk Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus wilayah Klender Jakarta?

Tujuan Penelitian

Kajian dilaksanakan, baik dari sisi konsumen maupun kompetitornya, untuk: 1. Menganalisis brand equity untuk mengetahui tingkat kepuasan dan loyalitas

konsumen terhadap produk Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus wilayah Klender Jakarta

2. Menganalisis hubungan variabel dari persepsi pelanggan dan variabel dari profil pelanggan.

Manfaat Penelitian

manfaat penelitian yang dikaji dalam penelitian ini, yakni:

1. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Program Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengamati, mengumpulkan, menganalis data serta mampu mengaplikasikan ilmu yang sudah didapatkan.

2. Sebagai sumber referensi dan pengembangan lebih lanjut bagi penelitian mengenai merek.

Ruang Lingkup Penelitian

(16)

4

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kayu

Kayu sebagai hasil hutan sekaligus hasil sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang istimewa, karena tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Kayu dapat didefinisikan sebagai sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, sebagai bagian dari suatu pohon. Dalam hal pengelolaannya lebih lanjut, perlu diperhitungkan secara cermat bagian-bagian kayu manakah yang dapat lebih banyak dimanfaatkan untuk suatu tujuan tertentu. Ditilik dari tujuan penggunaannya, kayu dapat dibedakan atas kayu pertukangan, kayu industri dan kayu bakar. Pohon sebagai satu kesatuan memiliki bagian-bagian yang penting. Bagian-bagian penting tersebut adalah akar, batang, cabang, ranting, dan daun (Dumanauw 2001).

Bagian-Bagian Kayu

Dumanauw (2001) menyatakan bagian-bagian kayu secara singkat dapat dipaparkan dengan (Gambar 1) berikut.

Gambar 1 Bagian-bagian kayu (Dumanauw 2001)

1. Kulit.Kulit terdapat pada bagian terluar dan mempunyai dua bagian, yaitu a. Kulit bagian luar yang mati dan mempunyai ketebalan yang bervariasi

menurut jenis pohonnya

b. Kulit bagian dalam yang bersifat hidup dan tipis

2. Kambium. Kambium merupakan jaringan yang mempunyai lapisan tipis dan bening, melingkari kayu. Fungsi kambium ke arah luar, kambium membenruk kulit baru menggantikan kilit lama yang telah rusak; dan ke arah dalam, membentuk kayu yang baru. Dengan adanya kambium pohon lambat laun dapat bertambah besar. Sementara itu, pertumbuhan meninggi ditentukan oleh jaringan meristem. Kambium terletak di antara kulit dalam dan kayu gubal. 3. Kayu gubal. Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda. Terdiri dari

(18)

6

4. Kayu teras. Kayu teras terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan-perubahan sel hidup pada lingkaran kayu gubal bagian dalam. Terbentuknya kayu teras disebabkan oleh terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan proses-proses lain dalam kahidupan kayu. Ruang dalam kayu teras dapat mengandung berbagai macam zat yang memberi warna lebih gelap, tetapi tidak semua jenis kayu yang memiliki zat ekstraksif dapat dipastikan keawetannya. 5. Hati. Hati merupakan bagian kayu yang terletak pada pusat lingkaran tahun

(tidak mutlak pada kayu bontos). Hati berasal dari kayu awal, yaitu bagian kayu yang pertama kali dibentuk oleh kambium. Oleh karena itu, umumnya hati mempunyai sifat rapuh atau lunak.

6. Lingkaran tahun. Lingkaran tahun adalah batas antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan akhir suatu musim. Melalui lingkaran-lingkaran tahun ini dapat diketahui umur suatu pohon. Apabila pertumbuhan diameter (membesar) terganggu oleh musim kering karena pengguguran daun ataupun serangan serangga/hama.

Kerusakan dan Cacat-Cacat Kayu

Dumanauw (2001) menyatakan bentuk-bentuk cacat pada suatu kayu banyak sekali. Cacat-cacat kayu tersebut sekurang-kurangnya ada delapan sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Cacat mata kayu. Mata kayu adalah lembaga atau bagian cabang yang berada di dalam kayu. mata kayu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu mata kayu sehat, mata kayu lepas dan mata kayu busuk.

2. Pecah dan belah. Pada badan kayu bulat atau pada bontos kayu bulat sering terlihat adanya serat-serat yang terpisah memanjang. Berdasarkan ketentuan pengujian kayu, lebar terpisahnya serat yang tidak melebihi 2 mm dinamakan retak. Apabila tidak lebih dari 6 mm dikatakan pecah, dan kalau lebarnya lebih dari 6 mm disebut belah.

3. Pecah busur dan pecah gelang. Pecah busur adalah pecah yang mengikuti arah lingkaran tumbuh, bentuknya kurang dari setengah lingkaran. Adapun pecah gelang adalah kelanjutan pecah busur yang kedua ujungnya bertemu membentuk lingkaran penuh atau lebih dari setengah lingkaran.

4. Hati rapuh. Hati ialah pusat lingkaran tumbuh kayu bulat. Hati berbeda dengan pusat bontos. Letak hati mungkin saja tidak sama dengan pusat bontos, tapi ada kalanya berhimpit. Pengertian rapuh ialah tahap pertama proses pembusukan. Bagian kayu rapuh menunjukkan tanda-tanda berkurangnya kekerasan dan kepadatannya. Hati rapuh ini merupakan tanda khas yang umum dimiliki kayu daun lebar di daerah tropis misalnya kayu meranti dan lain sebagainya.

(19)

7 ini sudah tentu akan mewarisi serat yang melintang pula. Serat ini akan menyebabkan keteguhan kayu berkurang.

6. Jamur penyerang kayu. Jamur penyerang kayu dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Jamur pembusuk

kayu, Jamur pelapuk kayu, Jamur penyebab noda kayu.

7. Serangga perusak kayu. Serangga-serangga perusak kayu antara lain rayap, kumbang kayu, dan bubuk kayu. Sudah barang tentu kekuatan kayu akan berkurang, karena serangga-serangga tersebut merusak kayu dengan membuat lubang-lubang terowongan di dalam kayu sebagai makanan dan tempat tinggalnya.

8. Lubang gerek dan lubang cacing laut. Lubang gerek ialah lubang-lubang pada kayu yang disebabkan oleh serangga penggerek. Lubang cacing laut ialah lubang-lubang pada kayu yang disebabkan oleh cacing-cacing laut.

Jati (Tectona Grandis L.F.)

Jati dengan nama ilmiah T. grandis L.f. termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati dan kulidawa. Di berbagai negara, jati lebih dikenal dengan nama giati (Venezuela), teak (Burma, India, Muangthai, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jerman), kyun (Burma), sagwan (India), mai sak (Muangthai), teck (Perancis) dan teca (Brazil) (Martawijaya et al. 1981).

Pada habitusnya, pohon dapat mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20 m, diameter dapat mencapai 220 cm, umurnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur. Penyebaran daerah phon jati berada di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), Maluku dan Lampung (Martawijaya et al. 1981).

Ciri Umumnya, warna kayu teras berwarna coklat muda, coklat kelabu sampai coklat merah tua atau merah coklat. Kayu gubal berwarna putih atau kelabu kekuning-kuningan. Tekstur kayu jati agak kasar dan tidak merata. Arah serat kayu jati lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Kesan raba kayu jati permukaan kayu licin atau agak licin, kadang-kadang seperti berminyak. Gambar lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial, seringkali menimbulkan gambar yang indah. Bau kayu jati berbau bahan penyamak yang mudah hilang (Martawijaya et al. 1981).

Strukturnya, pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar, diameter 20-40 µ (mikron), frekuensi 3-7 per mm2. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Di samping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal terdapat pada batas lingkaran tumbuh. Jari-jari kayu jati homogen, lebar 50-100 µ, tinggi 500-2000 µ, frekuensi 4-6 per mm. Panjang serat kayu jati rata-rata 1.316 µ dengan diameter 24,8 µ, tebal dinding 3,3 µ dan diameter lumen 18,2 µ (Martawijaya et al., 1981).

(20)

8

Light dan percobaan kuburan terhadap jamur dan rayap tanah. Jenis kayu ini juga dilaporkan tahan terhadap serangan jamur, antara lain schizophyllum commune. Keterawetan kayu jati secara peleburan dengan Carbolineum dan NaF memberikan hasil penetrasi obat yang dalam (Martawijaya et al. 1981).

Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan, terutama di pulau Jawa. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api, mebel, alat-alat yang memerlukan perubahan bentuk yang kecil, kulit dan dek kapal, lantai (papan dan parket) dan sirap (Martawijaya et al. 1981).

Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnnya agak rapuh, kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan kekenyalan tinggi seperti tangkai perkakas, alat olah raga, peti pengepak dan sebagainya. Jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal yang berlayar di daerah tropis. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dan lain-lain dalam industri kimia dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia. Selain daripada itu dikabarkan juga bahwa kayu jati dapat dipakai sebagai obat kolera dan kejang usus (Martawijaya et al. 1981).

Pengertian Merek

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing. Maka merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau nyata yang berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata yang berhubungan dengan apa yang direpresentasikan merek (Kotler dan Keller 2008). Merek diartikan sebagai nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor (Aaker 1997).

Pengertian Brand Equity

(21)

9 simbol merek, maka beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.

Menurut Aaker (1997), brand equity (Gambar 2) dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu :

1. Brand awareness. Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek, sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.

2. Brand association. segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

3. Perceived quality. Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.

4. Brand loyalty. suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. 5. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya). Aset-aset merek

lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset itu menghalangi dan mencegah para kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset merek lainnya seperti paten, cap dagang dan saluran hubungan.

Gambar 2 Konsep brand equity (Aaker 1997)

Pengertian Brand Awareness

Aaker (1997) menjelaskan bahwa pengertian brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Penjelasan mengenai piramida brand awareness (Gambar 3) dari tingkatan terendah sampai tingkat tertinggi (Aaker 1997) adalah sebagai berikut :

Perceived Quality

Brand Awareness Brand Association

Brand Loyalty Other proprietary brand assets

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat :

 Intrepetasi / proses informasi

 Rasa percaya diri dalam pembelian

 Pencapaian kepuasan dari pelanggan

 Efisiensi dan efektivitas program pemasaran Brand loyalty

 Harga / laba  Perluasan merek

 Peningkatan perdagangan

Keuntungan kompetitif Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat :

(22)

10

1. Unaware of brand (tidak menyadari merek). Tingkatan ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2. Brand recognition (pengenalan merek). Tingkatan ini merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.

3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek). Tingkatan ini merupakan pengingatan kembali konsumen terhadap merek yang didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.

4. Top of mind (puncak pikiran). Tingkatan yang terdapat dalam merek yang paling banyak disebutkan pertama kali apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan.

Gambar 3 Piramida brand awareness (Aaker 1997) Pengertian Brand Association

Aaker (1997), menjelaskan bahwa pengertian brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image didalam benak konsumen. Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen.

Pengertian Perceived Quality

Aaker (1997), pengertian perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Berbagai hal yang harus diperhatikan dalam membangun perceived quality :

1. Komitmen terhadap kualitas. Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memeliharakualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.

2. Budaya kualitas. Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan kepad a pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

Top Of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

(23)

11 3. Informasi masukan dari pelanggan. Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.

4. Sasaran/standar yang jelas. Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.

5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif. Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

Pengertian Brand Loyalty

Menurut Aaker (1997), tingkatan brand loyalty (Gambar 4) terdiri dari: 1. Switcher (berpindah-pindah). Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas

ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain, mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan). Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan). Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila dapat mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek.

4. Liking the brand (menyukai merek). Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.

(24)

12

yang berbeda dan mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya.

Gambar 4 Piramida brand loyalty (Aaker 1997)

Dari piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar konsumennya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer. Meskipun demikian, bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty diharapkan membentuk segitiga terbalik, yaitu makin ke atas makin melebar, sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher (gambar 5).

Gambar 5 Piramida brand loyalty bentuk segitiga terbalik (Aaker 1997) Hasil Penelitian yang Relevan

Ferdie Pratama (2006) melakukan analisis analisis brand equity pocari sweat dalam persaingan industri minuman (studi kasus : mahasiswa di bogor). Dalam penelitian ini dipelajari posisi kekuatan merek pocari sweat ditengah persaingan merek industri minuman dari perspektif konsumen. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment, alfa cronbach, metode spearman-brown, skala likert, rataan dan simpangan baku, skala semantic differential, analisis biplot, uji cochran, dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian tersebut, di dalam elemen brand awareness, merek Pocari Sweat memiliki posisi tertinggi pada tingkatan top of mind. Sedangkan pada brand recall posisi tertinggi ditempati oleh merek Mizone. Asosiasi yang membentuk brand image merek Pocari Sweat yaitu, aman bagi kesehatan, dan rasa yang segar pelepas dahaga. Merek Mizone mendapatkan empat brand image,

Committed buyer

Liking the brand

Satisfied buyer

Habitual buyer

Switcher

Committed buyer

Liking the brand

Satisfied buyer

Habitual buyer

(25)

13 yaitu kemasannya menarik, aromanya enak, aman bagi kesehatan dan rasa yang segar pelepas dahaga. Sedangkan merek ProSweat tidak memiliki asosiasi yang dapat menjadi brand image.

Pada elemen perceived quality, konsumen menilai bahwa merek Pocari Sweat memiliki keunggulan yang lebih banyak dibandingkan merek lainnya, yaitu dari atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi, rasa dan memulihkan stamina. Keunggulan dari atribut aroma, kemasan dan volume diraih oleh merek Mizone. Sedangkan Aqua dipandang oleh konsumen memiliki keunggulan dari atribut harga dan kemudahan mendapat. Merek Pocari Sweat memiliki karakteristik dari atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi dan memulihkan stamina yang tercermin dari kedekatan antara posisi relatif merek dengan atribut. Brand loyalty merek Pocari Sweat memiliki nilai 6,94% pada tingkatan switcher. Tingkatan habitual buyer memliki nilai sebesar 20,14%, tingkatan satisfied buyer memiliki nilai sebesar 63,19%, tingkatan liking the brand memiliki nilai sebesar 61,81% dan yang terakhir tingkatan committed buyer memiliki nilai 7,64%. Sementara itu, bentuk piramida brand loyalty Pocari Sweat belum memperlihatkan bentuk piramida terbalik yang menunjukkan bahwa brand loyalty Pocari Sweat belum kuat.

Sunda (2011) melakukan analisis brand equity radio megaswara dalam persaingan industri penyiaran radio. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah software SPSS versi 16.0, teknik alpha cronbach, Skala likert, rataan, simpangan baku, uji cochran, analisis deskriptif, dan skala semantic differential. Pada analisis brand awareness PT. Radio Megaswara Bogor yang mencakup top of mind, brand recall, brand recognition dan brand unaware. Untuk analisis top of mind dapat diketahui merek PT. Radio Megaswara Bogor menempati urutan tertinggi dengan presentase 43%, untuk analisis brand recall diperoleh merek kisi yang paling banyak disebut dengan presentase 49% setelah merek pertama kali disebut, sedangkan merek Megaswara hanya memperoleh sebesar 25%, untuk analisis brand recognition diketahui tidak ada yang perlu diberi bantuan dalam mengenal merek Megaswara, dan untuk analisis brand unaware, diketahui bahwa tidak ada seorangpn yang tidak mengenal merek PT. Radio Megaswara atau lebih sering di sebut Megaswara.

(26)

METODE

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen utama brand equity (ekuitas merek), yaitu brand awareness atau kesadaran merek, dari elemen ini akan diketahui top of mind dan brand recall dari kayu jati bundar Perum Perhutani yang akan membentuk bagaimana mengasosiasikan merek. Kedua, elemen brand association atau kesan merek, dari elemen ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu merek. Ketiga, elemen perceived quality atau persepsi kualitas terhadap merek, elemen ini akan mengetahui persepsi pelanggan terhadap suatu merek yang akan membentuk loyalitas terhadap suatu merek. Terakhir, elemen brand loyalty atau kesetiaan terhadap merek, elemen ini akan mengidentifikasi bagaimana pelanggan loyal atau tidak loyal terhadap suatu merek. Kerangka dapat dilihat pada (Gambar 6).

Gambar 6 Kerangka pemikiran

Kayu Jati Bundar Perum Perhutani

Analisis

Brand Awareness

Analisis

Brand Association

Analisis

Perceived Quality

Analisis

Brand Loyalty

Korelasi Profil pelanggan dan

persepsi pelanggan

Analisis

Deskriptif

Analisis Uji Cochran

Skala Likert Skala

Semantic Differential

Analisis

Deskriptif

Analisis Uji Chi Square

(27)

15 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian Kajian Brand Equity Produk Kayu Jati Bundar Perum Perhutani terhadap Loyalitas Konsumen di wilayah Klender Jakarta. Penentuan lingkup wilayah (lokasi) kegiatan survey dimaksudkan karena sebagian konsumen kayu jati bundar Perhutani berada di wilayah Klender Jakarta. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 1 november 2013 – 1Juni 2014, dengan mengambil data di Klender Jakarta pada pedagang kayu jati gelondongan, industri kayu, dan pengrajin mebel.

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner yang disusun untuk menganalisis dari elemen-elemen brand equity, bentuk pertanyaan terdiri dari pertanyaan terbuka (open ended question) pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab, pertanyaan tertutup (close ended question) berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan, dan pertanyaan semi terbuka adalah sebuah pertanyaan yang selain memberikan pilihan, juga menyediakan tempat untuk menjawab secara bebas jika jawaban diluar jawaban yang tersedia. Data sekunder diperoleh dari data perusahaan, media internet dan melalui studi literatur yang relevan bermanfaat untuk membantu dalam mendesain survey yang akan dilakukan, termasuk dalam membuat kuesioner dan menentukan responden survey.

Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan teknik sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2010) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering digunakan bila jumlah populasi relatif kecil, misalnya kurang dari 30 orang. Istilah lain dari sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Penelitian dilakukan di lokasi klender Jakarta ditujukan pada pelanggan kayu jati bundar Perhutani. Jumlah sampel yang didapat untuk penelitian brand equity kayu jati bundar Perhutani sebanyak 24 responden pada wilayah Klender Jakarta. Responden yang di wawancara adalah pelanggan kayu jati bundar perhutani dari pedagang, industri, dan pengrajin kayu.

Analisis Data Uji Validitas

(28)

16

Pengujian suatu butir kuesioner dapat dikatakan valid jika R-hitung (Corrected Item-Total Correlation) lebih besar dari R-tabel.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen pada kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali misalnya seseorang telah mengisi kuesioner dimintakan mengisi kembali, isian kuesioner pertama dan kedua haruslah dianggap sama, atau dengan kata lain kuesioner harus konsisten (Umar 2010). Alat ukur yang digunakan dalampengujian reliabilitas adalah dengan melihat

cronbach‟s alpha. Uji reliabilitas dikatakan baik apabila nilai cronbach‟s alpha

lebih besar dari 0,60. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis profil responden, elemen brand awareness, dan brand loyalty. Data primer yang diperoleh ditabulasi ke dalam kerangka table dan dilakukan analisis kemudian diintepretasikan. profil responden yang akan dianalisis diantaranya meliputi nama perusahaan, kelompok pelanggan, jabatan responden, dan lama menjadi pelanggan Perhutani. Pada elemen brand awareness, analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui besarnya masing-masing tingkatan di dalam elemen brand awareness, yaitu top of mind, brand recall. Sedangkan pada brand loyalty diketahui hasil switcher, satisfied, liking the brand dan committed buyer.

Skala Likert dan Rataan

Menurut Durianto dkk (2001) skala Likert merupakan skala pengukuran yang dapat digunakan untuk menunjukkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk. Informasi yang diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal.

Sebagai gambaran bila peneliti memberi 5 alternatif terhadap responden,maka rentang skala yang digunakan 1 sampai 5. Misalkan Pemetaan bobot penilaian adalah sebagai berikut:

Skala 1 = bobot 1 (Sangat jelek) Skala 2 = bobot 2 (Jelek)

Skala 3 = bobot 3 (Cukup) Skala 4 = bobot 4 (Baik)

Skala 5 = bobot 5 (Sangat Baik)

Selanjutnnya, dari data yang diperoleh, dicari nilai rata-ratanya untuk mengetahui ukuran pemusatan.

Keterangan: Xi : nilai pengukuran ke-i fi : frekuensi kelas ke-i

hasil dari nilai rata-rata tersebut kemudian dipetakan ke rentang skala yang mempertimbangkan informasi interval tersebut:

...(1)

(29)

17 Setelah besarnya interval diketahui,kemudian dibuat rentang skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian responden terhadap setiap unsur diferensiasinya. Rentang skala tersebut adalah:

1,00 – 1,80 = Sangat jelek 1,80 – 2,60 = Jelek 2,60 – 3,40 = Cukup 3,40 – 4,20 = Baik 4,20 – 5,00 = Sangat baik

Skala likert dan rataan digunakan untuk menganalisis perceived quality dan brand loyalty.

Skala Semantic Differensial

Skala semantic differensial digunakan untuk menganalisis perceived quality (kesan kualitas). Kesan kualitas yang akan diukur mengacu pada dimensi kesan kualitas. Skala ini merupakan salah satu skala faktor yang dikembangkan untuk menganalisis dua masalah (Durianto dkk 2001), yaitu :

1. Pengukuran populasi yang multidimensi

2. Pengungkapan dimensi yang belum dikenal atau belum diketahui Tahap-tahap penggunaan skala sematic differential (Durianto dkk 2001):

1. Pemilihan konsep yang akan digunakan dalam studi

2. Menentukan pilihan dua kata yang akan ditempatkan dalam titik kutub/ekstrem

3. Observasi tanggapan responden terhadap faktor-faktor tersebut, dengan meminta kesediaan responden mengisi kolom-kolom alternatif yang tersedia diantara dua kutub polar.

4. Menghitung rata-rata skor jawaban responden dan memplotnya dalam suatu grafik yang akan menggambarkan kecenderungan positif atau negatif.

Untuk menginterpretasikan data yang diperoleh dengan skala ini, pertama kalinya dapat dicari rentang skalanya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: m = skor tertinggi pada skala n = skor terendah pada skala

b = jumlah kelas atau kategori yang dibuat Cochran Test

Menurut Durianto dkk (2001), uji cochran digunakan pada data dengan skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua, misalnya

informasi „ya‟ atau „tidak‟. Penggunaan uji ini adalah untuk mengetahui keberadaan hubungan antara beberapa variabel. Hipotesis pengujian :

Ho : Kemungkinan jawaban „ya‟ adalah sama untuk semua atribut/variabel Ha : Kemungkinan jawaban „ya‟ adalah berbeda untuk semua atribut/variabel

(30)

18

Kemudian hitung statistik Q dengan rumus :

Keterangan :

C : banyaknya variabel (asosiasi)

Ri: jumlah baris jawaban „ya‟ Cj: jumlah kolom jawaban „ya‟

N : total responden

Uji cochran digunakan untuk mengetahui signifikasi hubungan setiap asosiasi merek yang ada dalam suatu produk dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Asosiasi yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut dengan cara membandingkan nilai Q dengan X2tabel(α,v). jika

diperoleh nilai Q < X2tabel(α,v), maka H0 diterima yang berarti semua asosiasi yang

diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek.jika nilai Q > X2tabel(α,v), dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima H0. Dalam

analisis ini df atau derajat kebebasan adalah jumlah variabel (atribut)-1 dan α atau tingkat signifikasi adalah 5 %.

Analisis Chi-Square

Analisis dengan menggunakan metode chi square digunakan untuk mengetahui hubungan antara vaariabel-variabel yang terdapat pada profil pelanggan dengan persepsi pelanggan. Menurut sugiyono (2010) analisis chi square merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas, data terbentuk nominal dan sampelnya besar. Rumus dasar chi square yang digunakan adalah:

Keterangan : X2= chi kuadrat

Fo= Frekuensi yang diobservasi

Fh= Frekuensi yang diharapkan, didapatkan dari total frekuensi yang diamati dibagi dengan n yaitu jumlah data

Hipotesis:

Ho: tidak terdapat perbedaan secara signifikan

Ha: terdapat perbedaan secara signifikan

Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang terdapat pada profil pelanggan dengan persepsi pelanggan digunakan taraf signifikan yaitu α(0,1):

Apabila Sig.x2 hitung ≤ 0,1 = Ho ditolak, berarti ada hubungan antara profil

pelanggan dengan persepsi pelanggan

Apabila Sig.x2hitung ≥ 0,1 = Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara profil

pelanggan dengan persepsi pelanggan.

...(4)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan

Perum Perhutani adalah perusahaan yang bergerak di bidang Kehutanan (khususnya di Pulau Jawa dan Madura) dan mengemban tugas serta wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Dalam operasionalnya, Perum Perhutani berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN dengan bimbingan teknis dari Departemen Kehutanan.

Perum Perhutani mempunyai kisah panjang dalam sejarah pembentukannya, diawali dengan terbentuknya Jawatan Kehutanan dengan Gouvernement Besluit (Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21, termuat dalam Bijblad 5164. Sejarah hutan di bawah kekuasaan Hindia Belanda itu segera berakhir setelah Indonesia memproklamasikan diri sebagai negara merdeka pada 17 Agustus 1945. Hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura oleh Jawatan Kehutanan Hindia Belanda q.q. den Dienst van het Boschwezen, dilimpahkan secara peralihan kelembagaan kepada Jawatan Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang- undang dasar ini.”

Dengan disahkannya Ketetapan MPRS No. 11/ MPRS/1960, seperti tersebut dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraph 595, industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini merupakan sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A (Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 2551). Pada waktu itu direncanakan untuk mengubah status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara yang bersifat komersial.

Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang

”Pembentukan Perusahaan-Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”.

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang awalnya berada di bawah Departemen Kehutanan diberi tanggung jawab dan hak pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972. Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya diperluas pada tahun 1978 dengan masuknya kawasan hutan Negara di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2 tahun 1978.

(32)

20

jawab sosial dan lingkungan yang dimiliki PT. Perhutani, bentuk pengusahaan PT. Perhutani tersebut kembali menjadi BUMN dengan bentuk Perum berdasarkan PP Nomor 30 tahun 2003 yang selanjutnya dalam perjalanannya Peraturan Pemerintah tersebut digantikan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Dari sejarah awal berdirinya Perhutani tersebut, terlihat ada fungsi strategis yang diemban oleh perusahaan ini untuk memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk pundi-pundi penerimaan negara. Tugas semacam ini telah Perum Perhutani emban hingga kini, karena sebagai BUMN Perum Perhutani juga harus menjadi lokomotif pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam kumparan waktu 52 tahun, banyak perubahan sosial, ekonomi dan politik yang berpengaruh terhadap Perum Perhutani. Ambil contoh, pasca reformasi, sebagaimana hutan-hutan yang lain, hutan-hutan-hutan-hutan Perum Perhutan-hutani juga dijarah secara besar-besaran oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan hutan Perum Perhutani menjadi kerontang bahkan gundul, hingga bisnis Perum Perhutani juga sempat merosot. Dalam konteks inilah, peran strategis Perum Perhutani juga bertransformasi. Jika sebelumnya hanya berperan dalam sistem perekonomian nasional, pasca reformasi Perum Perhutani juga Berperan dalam mendukung sistem kelestarian lingkungan, dan sistem sosial budaya, khususnya dalam memberdayakan masyarakat di sekitar hutan, agar mereka bisa merasakan manfaat adanya hutan di satu sisi. Pada sisi lain masyarakat juga terlibat dalam mengelola dan mengamankan hutan dari penjarahan.

Dalam kondisi hutan yang rusak tersebut, untuk menjalankan fungsi strategis untuk mendukung sistem kelestarian lingkungan hidup, Perum Perhutani kini giat melakukan penanaman hutan. Penanaman pohon ini tak hanya dilakukan oleh korporasi, tetapi juga oleh individu karyawan. Perum Perhutani mewajibkan seluruh karyawannya untuk menanam paling sedikit 25 pohon baik di sekitar rumah, maupun lahan kosong lainnya.

Visi dan Misi Perum Perhutani

Perum Perhutani berdasarkan surat Direksi No.17/Kpts/Dir/2009 tanggal 9 januari 2009 memiliki visi dan misi sebagai berikut:

1. Visi : Menjadikan pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Misi :

a. Mengelola sumber daya hutan dengan prinsip pengelolaan hutan lestari berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung daerah aliran sungai, serta meningkatkan manfaat hasil hutan, kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestry serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan.

b. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi, serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, professional dan handal, serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan. c. Mendukung dan turut berperanserta dalam pembangunan wilayah secara

(33)

21

Produk, Jasa dan Bidang Usaha Perum Perhutani

Bidang usaha Perum Perhutani adalah usaha di bidang Kehutanan (khususnya di Pulau Jawa dan Madura) dan mengemban tugas serta wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Maksud penyelenggaraan usaha Perum Perhutani adalah:

1. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai guna memenuhi hajat hidup orang banyak dan memupuk keuntungan.

2. Menyelenggarakan pengelolaan hutan sebagai ekosistem sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat optimal dari segi ekologi, sosial, budaya dan ekonomi bagi perusahaan dan masyarakat. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional dengan berpedoman kepada rencana pengelolaan hutan yang disusun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Perum Perhutani memiliki 9 (sembilan) kelompok produk barang dan jasa dan/atau 8 (delapan) produk unggulan. Semuanya terkait dengan pengelolaan hutan. Produk dan jasa Perum Perhutani adalah:

1. Sustainable Wood Product : Perhutani menghasilkan kayu-kayu berkualitas tinggi, dipanen dari hutan yang dikelola dengan prinsip berkelanjutan. Jenis-jenis kayu bundar yang dipasarkan melalui KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri) Pemasaran Kayu adalah: Jati, Pinus, Mahoni, Sonokeling, Damar, Akasia, Jabon, Sengon, Gmelina, Rasamala dan lain sebagainya, termasuk beberapa jenis rotan dan bambu. Perum Perhutani memproduksi barang jadi atau produk industri kayu olahan dari KBM Industri Kayu Cepu, KBM Industri Kayu Brumbung, KBM Industri Kayu Gresik. Beberapa produk kayu olahan adalah: Garden Furniture, Housing Component (Pintu dan Kusen), Indoor Furniture, Flooring (Lantai Kayu), Raw Sawn Timber, TOP ( Teak Overlay Plywood) dan Produk lain sesuai pesanan.

2. Forest Chemical Product : Perhutani menghasilkan Forest Chemical Product berupa Gondorukem dan Terpentin. Produk Gondorukem dan Terpentin merupakan hasil destilasi getah Pinus yang berkualitas tinggi. Produk lain yang masuk kedalam kategori ini adalah: kopal, minyak kayu putih, lak, minyak ylangylang dan sebagainya.

3. Ecotourism and Landscape Beauty : Perum Perhutani mengelola wisata alam di 162 (seratus enam puluh dua) lokasi, berupa wisata rekreasi hutan, wisata pantai, wisata air terjun, wisata telaga, wisata kawah, wisata gua. Beberapa lokasi wisata dilengkapi dengan atraksi-atraksi seni dan budaya yang menarik seperti festival wisata Kawah Putih, petik strawberry dan sebagainya.

(34)

22

masyarakat desa hutan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

5. Forest Seed Product : Benih dan bibit-bibit tanaman kehutanan berkualitas dan bersertifikat dihasilkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani di Cepu. Produk pada kategori ini diutamakan untuk menunjang bisnis pengelolaan hutan Perum Perhutani, disamping juga untuk dipasarkan.

6. Forestry Trainning and Development : Perum Perhutani menyediakan paket training dan konsultasi tentang bisnis kehutanan yang diselenggarakan di Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Madiun. Perum Perhutani juga memiliki Assessment Centre yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk kerjasama dengan pihak lain.

7. Forest Clean Energy Product : Perum Perhutani mengembangkan usaha energi alternatif melalui teknologi mikrohidro, memanfaatkan sumber-sumber air hutan atau sungai yang memiliki air terjun. Perhutani juga bekerjasama Pemerintah Korea mengembangkan energi alternatif biomassa dari limbah tebangan.

8. Flora and Fauna Forestry Product : Perum Perhutani menyediakan produk kokon, benang sutera, penangkaran kera, penangkaran rusa, penangkaran buaya sekaligus untuk konservasi.

9. Commercial Zone Product : Perum Perhutani membuka kerjasama dengan pihak lain untuk optimalisasi pemanfaatan asset berupa; rest area, papan reklame, tower, penyewaan gedung pertemuan, dan sebagainya.

Adapun Produk-produk yang sudah dipetakan menurut pengelolaan hulu dan hilirnya sebagai berikut:

Tabel 3 Peta Produk-produk Perum Perhutani sesuai pengelolaan hulu dan hilir

Hulu Produksi Kayu (Log)/ Non Kayu

Hilir Pengusahaan Saat Ini

Hutan

10.Non Kayu Lainnya

1. Industri

2. Mengelola 3 Industri Kayu 3. Kemitraan dalam industri

kayu

4. Mengelola 7 Pabrik Gondorukem & Terpentin 5. Mengelola 4 Pabrik

Minyak Kayu Putih 6. Mengelola 1 Pabrik Lak 7. Mengelola 1 Pabrik

AMDK

8. Mengelola 3 Pabrik Air madu

9. Mengelola 162 lokasi Wana Wisata

(35)

23 Lanjutan Tabel 3

Hulu Produksi Kayu (Log)/ Non Kayu

Hilir Pengusahaan Saat Ini

Hutan

2. Kerjasama dengan mitra

Usaha Lain 1. Benih/Bibit 2. Agroforestry 3. Lembaga

Pendidikan 4. Rehabilitasi dan

Reklamasi

1. Menjual Bibit dan Benih 2. Mengerjakan Proyek

Pemerintah dan BUMN untuk rehabilitasi

Sumber: Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2012

Output produk dari seluruh kelompok produk barang dan jasa tersebut sangat beragam, dan terdiri dari lebih 60 (enam puluh) jenis produk barang dan jasa yang bersumber dari areal hutan kelolaan seluas sekitar 2,5 juta Ha di Jawa dan Madura.

Hasil Uji Awal

Uji awal dalam penelitian ini melibatkan 24 responden yang merupakan industry kayu, pedagang kayu jati gelondongan dan pengrajin kayu. pengujian ini dilakukan dengan sampel sensus semua populasi yang membeli atau menggunakan produk kayu jati bundar dari Perum Perhutani hanya di wilayah Jakarta Timur. Pengujian awal dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel (Sugiyono 2010). Merek yang dilakukan dalam penelitian adalah produk kayu jati bundar Perum Perhutani.

Uji awal Brand Association

Brand association adalah segala kesan yang muncul dibenak pelanggan yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek (Durianto dkk 2001). Asosiasi-asosiasi yang diuji, yaitu :

1. memiliki keunggulan dibanding produk kayu jati lainnya. 2. memiliki program sertifikasi dan standarisasi produk.

3. Atribut-atribut (kualitas, layanan, status legalitas/sertifikasi) sudah sesuai dengan harganya.

(36)

24

6. mudah mengenali produk secara fisik.

7. lebih dikenal sebagai produsen kayu jati dibanding produsen produk lainnya (seperti: wanawisata, kayu rimba, furniture, dll).

8. mampu memasok kayu jati bundar secara berkelanjutan, karena memiliki hutan jati sendiri.

9. Perum Perhutani telah lama memproduksi kayu jati bundar.

Hasil pengujian validitas brand Association produk kayu jati bundar Perum Perhutani yang melibatkan 24 responden dari pengujian asosiasi 1 (satu) sampai asosiasi 9 (sembilan) memiliki nilai r hitung > r tabel. Berdasarkan metode korelasi

Product moment pearson, jika nilai r hitung > r tabel maka nilai r hitung valid. Selain

pengujian awal validitas, dilakukan uji awal reliabilitas. Berdasarkan hasil yang didapat dari metode alfa cronbach, asosiasi-asosiasi yang diuji dari asosiasi 1 (satu) sampai asosiasi 9 (sembilan) mendapat nilai |r11| sebesar 0,605 dengan nilai

minimum 0,600, maka nilai atribut brand association reliable. Data uji validitas dan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Uji Awal Perceived Quality

Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto dkk, 2001). Terdapat dua tahap pengujian awal yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Atribut-atribut yang diuji terdiri dari:

1. Kayu jati bundar perhutani terjamin mutunya

2. Tidak ada cacat bentuk pada batang utama kayu jati bundar Perhutani 3. Tidak ada cacat badan pada batang utama kayu jati bundar Perhutani 4. Tidak ada cacat bontos pada batang utama kayu jati bundar Perhutani

5. Kayu jati bundar Perhutani lebih tahan lama (tahan terhadap rayap, air, dll) dibanding kayu jati dari produsen lain

6. Umur kayu jati yang diproduksi Perhutani cukup tua, sehingga menghasilkan warna/corak yang indah

7. Ukuran diameter dan panjang kayu jati bundar perhutani sudah tepat

8. Harga kayu jati bundar Perhutani bersaing dengan produsen kayu jati lainnya 9. Saya mengetahui promosi/iklan yang dilakukan oleh Perum Perhutani

mengenai kayu jati bundar bagus/menarik

10. Saya mengetahui promosi mengenai kayu jati bundar Perhutani jelas dan lengkap

11. Konsumen mudah dalam mendapatkan informasi seputar mutu, sortimen dan harga kayu jati bundar Perhutani

12. Prosedur pembelian kayu jati bundar dengan Perhutani lebih mudah, sederhana (tidak berbelit), aman dan terjamin

13. Memiliki saluran penjualan yang baik dan sederhana.

Hasil pengujian validitas perceived quality produk kayu jati bundar Perum Perhutani yang melibatkan 24 responden dari hasil pengujian, semua atribut perceived quality memiliki nilai r hitung > r tabel. Berdasarkan metode korelasi

Product moment, jika nilai r hitung > r tabel maka nilai r hitung valid.

(37)

25 mendapat nilai |r11| sebesar 0,747 dengan nilai minimum 0,600, maka nilai atribut

perceived quality reliable. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Profil Pelanggan Kelompok Pelanggan

Berdasarkan kelompok pelanggan, persentase pelanggan kayu jati bundar Perum Perhutani di lokasi Klender Jakarta kelompok pedagang memiliki jumlah paling besar sebanyak 50,0%, kelompok industri sebanyak 41,7% dan kelompok pengrajin sebanyak 8,3%.Grafik data disajikan pada (Gambar 7).

.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0

INDUSTRI PEDAGANG PENGRAJIN 41.7

50.0

8.3

Pe

rc

en

t

Kelompok Pelanggan

Gambar 7 Profil pengunjung berdasarkan kelompok pelanggan Latar Belakang Pelanggan

Berdasarkan latar belakang pelanggan lokasi klender Jakarta, persentase terbesar untuk latar belakang pelanggan kayu jati bundar di peroleh pada latar belakang Pemilik Perusahaan memiliki jumlah sebanyak 58,3%, latar belakang Direksi sebanyak 25%, latar belakang staf sebanyak 12,5%, dan latar belakang manager sebanyak 4,167%. Grafik data disajikan pada (Gambar 8).

0,0% 20,0% 40,0% 60,0% PEMILIK

DIREKSI MANAGER/SUPERVISOR STAF

58,3% 25,0%

4,2% 12,5%

Percent

Latar belakang pelanggan

(38)

26

Lama Menjadi pelanggan

Berdasarkan lama menjadi pelanggan lokasi Klender Jakarta, hasil presentase data menunjukkan yang paling lama menjadi pelanggan adalah <10 tahun dan 20-30 tahun masing-masing sebanyak 46%. Grafik data disajikan pada (Gambar 9).

0 10 20 30 40 50

tidak menjawab

<10 10-19 20-30

4

46

4

46

P

e

rc

e

nt

Lama menjadi pelanggan (tahun)

Gambar 9 Lama menjadi pelanggan Tempat Transaksi Pembelian

Berdasarkan tempat terjadinya transaksi pembelian, pelanggan melakukan transaksi di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM), Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dan Trader (Perantara). Pelanggan yang melakukan transaksi pembelian di KBM Jawa Barat menempati jumlah paling tinggi yaitu sebanyak 46%. Grafik data disajikan pada (Gambar 10).

0 10 20 30 40 50

KBM (Jawa Barat) KBM (Jawa Tengah) dan TPK (Jawa Timur) TPK (Jawa Tengah) KBM/TPK Trader/Pedagang TPK (Jawa Barat)

46 4

13 17 13 8

Percent

Transaksi pembelian

Gambar

Gambar 2 Konsep brand equity (Aaker 1997)
Gambar 3 Piramida brand awareness (Aaker 1997)
Gambar 4 Piramida brand loyalty (Aaker 1997)
Gambar 6 Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut saya sudah sangat baik, ini terlihat dari keseharian peserta didik baik itu dalam pembelajaran, dalam lingkungan sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah. Mereka dapat

Bedak kompak harus dapat menempel dengan mudah pada spons bedak dan padatan bedaknya harus cukup kompak, tidak mudah pecah atau patah dengan penggunaan normal (Butler, 2000)..

Hubungan dividend payout ratio dengan kepemilikan manajerial dapat dikatakan bahwa kepemilikan manajerial yaitu manajer berperan sebagai pemegang saham akan menghindari

2.3.2 Sifat dan Dampak dari PHC terhadap Tumbuhan Menurut (Bossert dan Bartha,1984 dalam Herdiyanto 2005) tumpahan crude oil yang komponen utamanya terdiri dari senyawa PHC

Pada masa revolusi peranan kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas keamanan dan ketertiban dalam negeri tidak terlepas dari intervensi pemerintah,

Adsorpsi kolesterol menggunakan kitosan dan karbon aktif pada dasarnya bukan merupakan hal baru, namun kajian tentang kinetika adsorpsinya masih sangat kurang terutama adsorpsi

dalam ayat (2), (3) dan 4 Pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat

Berdasarkan kesimpulan data semiotik dalam pemecahan masalah program linier, diketahui bahwa siswa dengan kemampuan bahasa rendah kesulitan dalam melakukan proses