• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kabupaten Pati Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kabupaten Pati Jawa Tengah"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK

OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

ERI IRWANTA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kabupaten Pati Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ERI IRWANTA. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kabupaten Pati Jawa Tengah. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD.

Tren pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri-industri obat tradisional. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan bahan baku obat tradisional dalam bentuk simplisia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: simplisia nabati, produk obat tradisional, harga jual dan sumber simplisia yang diperdagangkan di Kabupaten Pati, serta menilai status keterancaman dan kelangkaan dari spesies tumbuhan obat tersebut. Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung dan wawancara. Hasil penelitian teridentifikasi 126 spesies tumbuhan obat dari 55 famili. Teridentifikasi pula 242 produk obat tradisional dari 40 produsen. Kisaran harga jual simplisia budidaya Rp 4 000 – Rp 200 000 per kilogram sedangkan simplisia liar Rp 20 000 – Rp 300 000 per kilogram. Simplisia kebanyakan dipasok dari Semarang, Solo dan daerah sekitar pasar tradisional. Selain itu, sebanyak 8 spesies tumbuhan obat termasuk kategori langka LIPI; 2 spesies Appendix II CITES; dan 6 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable berdasarkan IUCN Redlist.

Kata kunci: kabupaten Pati, produk obat tradisional, simplisia, tumbuhan obat

ABSTRACT

ERI IRWANTA. Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional Medicine Products Traded in Pati Regency Central Java. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD.

Trend of medicinal plants use in Indonesia has increased along with the development of traditional medicine industries. It affects on the increase demand for raw materials of traditional medicine in the form of simplisia. This research aimed to identify: vegetable simplisia, traditional medicinal products, the selling price and source of simplisia traded in Pati regency, and assess the status of threat and rarity of the medicinal plant species. This research used direct observation and interview methods. The research identified 126 medicinal plant species from 55 families. There were also 242 traditional medicinal products from 40 indutries. The range of price of the cultivated simplisia was Rp 4 000 – Rp 200 000 per kilogram, while the wild simplisia was Rp 20 000 – Rp 300 000 per kilogram. Most simplisia were supplied from Semarang, Solo and surrounding area of each market. Furthermore, there were 8 species which included in the threatened category of LIPI; 2 species listed in Appendix II CITES; and 6 species of Least Concern category, and 1 species of Vulnerable category in IUCN Redlist.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK

OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN

DI KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

ERI IRWANTA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kabupaten Pati Jawa Tengah ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional yang ada di Kabupaten Pati yang telah membantu dalam pengumpulan informasi dan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak Suparmiyati, Bu Dhe (Kamsi, Kasmirah dan Suwarni) serta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada: Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP); P07-P08 TPB 2011/2012; penghuni Asrama Putra IPB Lorong 3 C1 (kamar 21-31) 2011/2012; Fahutan 48; keluarga seperjuangan KSHE 48; Himakova; Tim PKLP TN Alas Purwo 2015 (Abdul Mukti, Alkori Nugroho, Arrajih Fiddarain, Erviana, Mona Annisa, Rizka Sya’bana, Nadya Sylvia); Kak Engga, Mbak Juli dan Amelia yang telah memberi masukan terkait penelitian; Ribka Kezia yang telah meminjamkan prosumer-nya; para staf DKSHE dan seluruh dosen, guru serta teman-teman lainnya atas segala kebaikannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data yang Dikumpulkan 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Karakteristik Pedagang Simplisia/Produk Obat Tradisional 6

Keanekaragaman Jenis Simplisia Nabati 8

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Obat 9

Kegunaan Simplisia Nabati 10

Status Simplisia Nabati 12

Perdagangan Simplisia Nabati 15

Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan 18

Upaya Pelestarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia

Nabati dan Produk Obat Tradisional 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan metode pengambilan data 3

2 Kondisi umum masing-masing pasar 6

3 Klasifikasi jenis simplisia 8

4 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan famili 10 5 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan habitus 10 6 Jumlah simplisia yang berasal dari hutan berdasarkan habitus 13 7 Status kelangkaan tumbuhan obat berdasarkan CITES, IUCN dan

LIPI 14

8 Sepuluh jenis simplisia yang nilai jualnya tertinggi 16 9 Sepuluh jenis simplisia yang nilai jualnya terendah 17 10 Produk obat tradisional skala industri kecil yang diperdagangkan 19 11 Simplisia yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat

tradisional berdasarkan jumlah produk 20

12 Jenis simplisia yang paling banyak digunakan oleh sepuluh industri

yang terbesar berdasarkan jumlah produk 21

13 Jumlah simplisia yang paling banyak ditemukan pada produk obat

tradisional dari sepuluh industri besar 22

DAFTAR GAMBAR

1 Komposisi pedagang berdasarkan jenis kelamin 6 2 Komposisi pedagang berdasarkan kelompok umur 7 3 Komposisi pedagang berdasarkan tingkat pendidikan 7 4 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit 11 5 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan sumber perolehannya 12 6 Proporsi tumbuhan obat liar dari hutan dan nonhutan 12 7 Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia

di Kabupaten Pati 29

2 Kelompok penyakit dan spesies tumbuhan obat yang digunakan 38 3 Produsen produk obat tradisional skala industri 47 4 Jenis simplisia yang paling banyak digunakan oleh produk obat

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman tumbuhan yang tergolong tinggi. Berbagai tumbuhan yang hidup di Indonesia ini banyak yang memiliki manfaat di bidang kesehatan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat tradisional, yang telah cukup lama memanfaatkan tumbuhan sebagai obat untuk mengobati beberapa macam penyakit. Zuhud dan Haryanto (1994) mengatakan bahwa terdapat sekitar 1 845 spesies tumbuhan hutan hujan tropis di Indonesia yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat. Secara klinis, tak sedikit dari tumbuhan tersebut yang terbukti memiliki kandungan bahan kimia aktif yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Menurut Hidayat (2006), saat ini ada sekitar 119 jenis ekstrak bahan kimia yang berasal dari tumbuhan telah digunakan sebagai bahan baku obat di seluruh dunia.

Dewasa ini, kecenderungan pemanfaatan tumbuhan obat semakin meningkat dengan adanya isu back to nature. Selain itu, meningkatnya pemanfaatan tumbuhan obat juga bisa dilihat dari perkembangan industri-industri jamu yang ada. Menurut Bermawie et al. (2015), terdapat sedikitnya 1 166 perusahaan obat tradisional di Indonesia yang terdiri dari 129 industri obat tradisional dan 1 037 industri kecil obat tradisional. Hal tersebut menjadikan prospek bisnis tumbuhan obat ini cukup menjanjikan. Bahkan sekarang di pasar-pasar tradisional pun banyak dijumpai para pedagang yang menjadi pemasok dan penjual bahan baku pembuatan obat yang berasal dari spesies tumbuhan, atau

yang lebih dikenal dengan istilah „simplisia‟. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012, simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan dengan suhu pengeringan tidak lebih dari 60ºC (kecuali dinyatakan lain), yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan apapun.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi:

1. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

2. Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

3. Sumber dan harga jual simplisia yang diperdagangkan di Kabupaten Pati. 4. Status keterancaman dan kelangkaan tumbuhan obat sebagai sumber simplisia

nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi mengenai jenis-jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

2. Memberikan informasi mengenai produk-produk obat tradisonal yang diperdagangkan di Kabupaten Pati.

3. Menjadi acuan dalam upaya pelestarian dan budidaya spesies-spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dan dimanfaatkan, terutama spesies yang termasuk ke dalam spesies tumbuhan obat yang langka dan terancam dari kepunahan.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional ini dilakukan di enam pasar yang berada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Keenam pasar tersebut adalah Pasar Puri Baru, Sleko, Rogowongso, Trangkil, Juwana Baru, dan Gembong. Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, tally sheet, panduan wawancara, kamera, papan jalan, plastik bening, Microsoft Office Excel 2010, dokumen, dan pustaka yang terkait dengan penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu simplisia nabati dan produk obat tradisonal yang diperdagangkan.

Jenis Data yang Dikumpulkan

(13)

3 Tabel 1 Jenis data dan metode pengambilan data

No Jenis data Uraian Meode Lokasi

Studi literatur Pemkab Pati

2 Karakteristik

Kegiatan survey lokasi dilakukan di pasar yang menjual simplisia nabati dan produk obat tradisional di Kabupaten Pati. Pasar yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah pasar yang banyak menjual simplisia nabati dan produk obat tradisional.

Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Responden dipilih menggunakan metode purposive sampling, yaitu responden yang menjual simplisia dan produk obat tradisional yang ditemukan di lokasi penelitian.

Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional

(14)

4

Produk obat tradisional yang telah didapatkan diidentifikasi jenis tumbuhan obatnya pada komposisi yang tertera pada produk.

Studi literatur

Kegiatan studi literatur dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian. Selain itu, kegiatan studi literatur juga dilakukan untuk verifikasi (cek silang) data yang diperoleh setelah penelitian.

Analisis Data

Persen jenis simplisia

Perhitungan persen jenis simplisia dilakukan untuk mengetahui proporsi jenis simplisia yang diperdagangkan. Jenis simplisia meliputi daun (folium), akar (radix), buah (fructus), kulit buah (pericarpium), bunga (flos), batang/ranting (caulis), batang kayu (lignum), kulit kayu (cortex), rimpang (rhizoma), umbi (tuber), biji (semen), minyak (oleum), dan seluruh bagian tumbuhan (herba). Persen jenis simplisia dapat dihitung menggunakan rumus:

Persentase jenis simplisia (%) = x 100

Persen famili

Pengelompokkan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia berdasarkan persentase familinya dapat dihitung menggunakan rumus:

Persentase famili tertentu (%) = x 100

Persen habitus

Habitus merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu jenis tumbuhan, yang meliputi pohon, perdu, herba, semak, liana, dan epifit. Persen habitus merupakan telaah mengenai proporsi suatu jenis habitus yang dimanfaatkan terhadap keseluruhan habitus yang ditemukan. Persen habitus dapat dihitung menggunakan rumus (Fakhrozi 2009):

Persentase habitus tertentu (%) = x 100

Persen status budidaya

Perhitungan persen status budidaya merupakan analisis terhadap tumbuhan pada saat ditemukan termasuk jenis tumbuhan hasil budidaya atau liar. Persen status budidaya suatu jenis tumbuhan dapat dihitung menggunakan rumus (Aristantia 2012):

Persentase status budidaya (%) = x 100

Persen tumbuhan obat liar dari hutan

(15)

5

Persentase status tumbuhan hutan (%) = x 100

Klasifikasi manfaat tumbuhan obat

Klasifikasi manfaat dari tumbuhan obat dilakukan dengan cara mengelompokkan manfaat (khasiat) masing-masing spesies tumbuhan berdasarkan kelompok penyakit atau kegunaannya. Daftar klasifikasi kelompok dan jenis penyakit tersebut seperti yang diacu dalam Oktaviana (2008).

Pengelompokkan spesies terhadap ancaman kelangkaan

Menurut Ekosetio (2004), pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat liar akibat pemanenan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:

Kategori 1 : Pemanenan tumbuhan obat yang mengakibatkan kematian pada individu tumbuhan, karena bagian yang dipanen adalah akar, batang, rimpang, kulit, dan semua bagian tumbuhan.

Kategori 2 : Pemanenan yang menghambat reproduksi dari suatu jenis

tumbuhan obat karena bagian yang dipanen adalah biji, buah, dan bunga.

Kategori 3 : Apabila dilakukan pemanenan yang berlebihan akan menghambat regenerasi dan kematian tumbuhan karena yang dipanen adalah daun.

Selanjutnya spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi dinilai status keterancaman dan kelangkaan berdasarkan CITES (2014), Redlist IUCN (2014) dan LIPI (Mogea et al. 2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(16)

6

tersebut, yaitu Pasar Puri baru dan Juwana Baru, merupakan pasar terbesar yang ada di Kabupaten Pati.

Tabel 2 Kondisi umum masing-masing pasar

No Nama pasar Deskripsi singkat

1 Puri Baru Berada di pusat kota Pati (Jalan Kol. Sunandar), didirikan pada tahun 1974, memiliki klasifikasi pasar kelas IA, luas ± 33 400 m2, didominasi oleh pedagang konveksi

2 Sleko Berada di sebelah terminal kota Pati (Jalan Kyai Pupus), luas ± 5 000 m2, didominasi oleh pedagang sembako

3 Rogowongso Berada di kawasan pecinan kota Pati (Jalan Rogowongso), memiliki klasifikasi pasar kelas 1B, didominasi oleh pedagang sembako, salah satu pasar tertua di kota Pati

4 Juwana Baru Berada di Kec. Juwana (Jalan Raya Juwana – Tayu), didirikan pada tahun 1904, memiliki klasifikasi pasar kelas IA, luas ± 15 587 m2, didominasi oleh pedagang konveksi

5 Trangkil Berada di Desa Trangkil Kec. Trangkil (Jalan Raya Pati – Tayu km 12), didirikan pada tahun 1921, status pasar

“sedang”, didominasi oleh pedagang kebutuhan pokok dan

konveksi

6 Gembong Berada di Kec. Gembong (Jalan Raya Gembong – Kudus),

didirikan pada tahun 1934, memiliki status pasar “kurang”,

terletak di daerah pegunungan, didominasi oleh pedagang kebutuhan pokok

Karakteristik Pedagang Simplisia/Produk Obat Tradisional

Hasil survey lokasi yang dilakukan di enam pasar yang ada di Kabupaten Pati menemukan sebanyak 21 pedagang yang menjual simplisia dan produk obat tradisional dengan rincian 3 pedagang di Pasar Trangkil, 3 pedagang di Pasar Puri Baru, 3 pedagang di Pasar Rogowongso, 2 pedagang di Pasar Sleko, 5 pedagang di Pasar Juwana Baru, dan 5 pedagang di Pasar Gembong.

Jenis kelamin

Pedagang perempuan lebih mendominasi daripada pedagang laki-laki (Gambar 1). Pedagang laki-laki sendiri hanya ditemukan 2 orang, yaitu ditemukan di Pasar Puri baru dan Pasar Juwana Baru.

Gambar 1 Komposisi pedagang berdasarkan jenis kelamin 10%

90%

Laki-laki

(17)

7 Responden perempuan lebih mendominasi dibandingkan responden laki-laki karena berdagang simplisia dan produk obat tradisonal umumnya merupakan jenis usaha turun-temurun dari orang tua khususnya ibu sehingga untuk mereka para ibu mewariskan pula usaha mereka kepada anak perempuan mereka dengan alasan perempuan lebih telaten dan cermat serta ada kebiasaan pula kalau anak perempuan dari kecil suka ikut membantu ibunya berjualan sehingga berjualan simplisia pun sudah menjadi terbiasa. Selain itu, usaha simplisia ini juga cukup ringan bagi kaum perempuan. Berbeda dengan para laki-laki kebanyakan yang umumnya bekerja dengan jenis pekerjaan yang tergolong berat.

Kelompok umur

Umur para responden berkisar antara 30-76 tahun. Dari kisaran tersebut, responden dengan umur antara 51-59 tahun merupakan responden yang mendominasi, yaitu sebanyak 8 orang atau 38% (Gambar 2).

Gambar 2 Komposisi pedagang berdasarkan kelompok umur

Mayoritas para pedagang simplisia dan produk obat tradisional yang ditemukan di Kabupaten Pati tergolong usia dewasa. Hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan pedagang yang luas mengenai tumbuhan obat. Tingkat pengetahuan pedagang yang luas didasarkan pada banyaknya pengalaman saat berdagang simplisia dan tumbuhan obat.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang didata merupakan tingkat pendidikan terakhir yang telah ditempuh oleh para pedagang simplisia dan produk obat tradisional. Para pedagang simplisia dan produk obat tradisional yang diwawancarai memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, antara lain tidak sekolah, SD, SMP, SMA/SMK, dan Diploma (Gambar 3).

Gambar 3 Komposisi pedagang berdasarkan tingkat pendidikan 5%

33%

38% 24%

< 40

40-49

51-59

≥ 60

5%

28%

14% 43%

5% 5%

Tidak sekolah

SD

SMP

SMA/SMK

(18)

8

Sebagian besar para pedagang simplisia dan produk obat tradisional memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK sebanyak 9 orang (43%). Latar belakang pendidikan tersebut tidak mempengaruhi pengetahuan para pedagang dalam mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat, termasuk spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dan khasiatnya. Pengetahuan responden terkait pemanfaatan tumbuhan obat diperoleh dari orang tua yang diwariskan secara turun-temurun diajarkan kepada mereka. Beberapa responden juga mengaku bahwa pengetahuan yang mereka dapat secara tidak langsung diperoleh dari pembeli yang memesan spesies tumbuhan obat khusus untuk mengobati penyakit tertentu. Selain itu, dengan kemajuan teknologi saat ini adapula pedagang yang memanfaatkan internet untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang tumbuhan obat.

Keanekaragaman Jenis Simplisia Nabati

Jenis simplisia nabati, baik dalam bentuk kering maupun basah, yang ditemukan pada enam pasar tradisional di Kabupaten Pati terdiri dari 133 jenis simplisia (Tabel 3). Biasanya setiap bagian dari tumbuhan obat memiliki kandungan yang berbeda sehingga memiliki manfaat yang berbeda pula untuk pengobatan. Selain itu, tak jarang pula bagian dari tumbuhan obat yang berbeda ternyata memiliki manfaat yang sama untuk mengobati suatu penyakit. Ketika pemberian nama pada suatu simplisia dilakukan, bagian-bagian dari tumbuhan obat tersebut sangat berpengaruh karena nama suatu simplisia sendiri merupakan gabungan dari nama spesies dengan nama bagian tumbuhan obat.

Tabel 3 Klasifikasi jenis simplisia

No Jenis simplisia Jumlah simplisia Persentase (%)

1 Daun (folium) 26 19.55

2 Buah (fructus) 22 16.54

3 Seluruh bagian (herba) 17 12.78

4 Rimpang (rhizoma) 15 11.28

5 Biji (semen) 11 8.27

6 Bunga (flos) 10 7.52

7 Akar (radix) 9 6.77

8 Kulit batang (cortex) 8 6.02

9 Kayu (lignum) 5 3.76

10 Umbi (bulbus) 4 3.01

11 Getah (gum) 3 2.26

12 Kulit buah (pericarpium) 2 1.50

13 Batang (caulis) 1 0.75

Jumlah 133 100

(19)

9 jenis simplisia nabati yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah daun, masing-masing dengan persentase 22.22% dan 23.28%. Menurut Umar (2006) daun merupakan tempat utama terjadinya proses metabolisme tumbuhan sehingga daun relatif lebih banyak mengandung senyawa kompleks. Selain itu, daun merupakan bagian tumbuhan yang pengolahannya lebih praktis dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Setyowati (1997) juga menambahkan bahwa daun merupakan bagian dari tumbuhan yang relatif tersedia sepanjang tahun sehingga mudah didapatkan. Beberapa contoh spesies tumbuhan yang dijadikan simplisia daun yaitu kemuning (Murraya paniculata), sirsak (Annona muricata), salam (Syzygium polyanthum), jati belanda (Guazuma ulmifolia), dan beluntas (Pluchea indica).

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Obat

Berdasarkan hasil wawancara ditemukan sebanyak 126 spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati. Keseluruhan spesies tumbuhan obat yang telah teridentifikasi berasal dari 54 famili. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia tersebut kebanyakan berasal dari famili Zingiberaceae yaitu sebanyak 15 spesies atau sebesar 11.90 % dari total famili yang ditemukan (Tabel 4). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Swari (2015) dan Susanti (2015) yang menyatakan bahwa spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati paling banyak berasal dari famili Zingiberaceae, masing-masing dengan persentase 14.13% dan 11.32%. Hartanto et al. (2014) mengatakan bahwa famili Zingiberaceae secara botani berperawakan herba sehingga dalam usaha budidayanya tidak membutuhkan lahan dan ruang yang luas. Hal tersebut memungkinkan banyak petani yang membudidayakan spesies tumbuhan obat dari famili Zingiberaceae ini sehingga banyak pula simplisia nabati dari famili Zingiberaceae yang ditemukan di pasaran. Contoh spesies tumbuhan obat yang tergolong dalam famili Zingiberaceae yang ditemukan dalam penelitian ini adalah jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica), dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza).

(20)

10

Tabel 4 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan famili

No Famili Jumlah spesies Persentase (%)

1 Zingiberaceae 15 11.90

2 Fabaceae 9 7.14

3 Lauraceae 6 4.76

4 Myrtaceae 5 3.97

5 Rutaceae 5 3.97

6 Apocynaceae 5 3.97

7 Piperaceae 5 3.97

8 Tidak teridentifikasi 4 3.17

9 Lainnya (47 famili) 72 57.14

Jumlah 126 100.00

Klasifikasi tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati juga dilakukan berdasarkan habitus. Habitus merupakan bentuk pertumbuhan (life form) dari suatu tumbuhan. Habitus spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kabupaten Pati terdiri dari 6 macam habitus, yaitu pohon, herba/terna, semak, perdu, epifit, dan liana (Tabel 5).

Tabel 5 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan habitus

No Habitus Jumlah spesies Persentase (%)

1 Pohon 42 33.33

2 Herba/Terna 39 30.95

3 Perdu 22 17.46

4 Liana 8 6.35

5 Semak 6 4.76

6 Epifit 5 3.97

7 Tidak teridentifikasi 4 3.17

Jumlah 126 100.00

Spesies tumbuhan obat yang berhabitus pohon paling banyak ditemukan dengan persentase 33.33% atau sebanyak 42 spesies. Menurut penelitian Fakhrozi (2009) pemanfaatan tumbuhan obat yang memiliki habitus pohon tergolong tinggi dikarenakan pohon memiliki umur yang panjang. Selain itu, banyak bagian dari pohon yang bisa dimanfaatkan, seperti buah, daun, batang, akar, dan getah. Contoh spesies yang berhabitus pohon adalah asam kawak (Tamarindori pulpa cruda), cendana (Santalum album), kayu manis (Cinnamomum burmannii), dan manggis (Garcinia mangostana).

Kegunaan Simplisia Nabati

(21)

11 digunakan untuk mengobati lebih dari satu macam jenis penyakit. Selain itu, satu macam jenis penyakit pula terkadang tak sedikit jenis simplisia yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit tersebut. Keseluruhan jenis simplisia nabati yang telah ditemukan di pasar-pasar Kabupaten Pati diketahui memiliki khasiat (manfaat) untuk mengobati 29 kelompok penyakit (Gambar 4).

(22)

12

Status Simplisia Nabati

Sumber simplisia nabati

Bila ditinjau dari sumber pengambilannya, spesies tumbuhan obat yang dijadikan sebagai simplisia nabati dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu liar dan budidaya. Sebanyak 73 spesies atau 60% dari keseluruhan spesies tumbuhan obat yang berhasil teridentifikasi merupakan kelompok spesies tumbuhan obat hasil budidaya (Gambar 5).

Gambar 5 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan sumber perolehannya Para pedagang tidak semuanya memperoleh simplisia nabati dari pemasok. Beberapa pedagang ada yang mengaku membudidayakan beberapa spesies tumbuhan obat di lahan pekarangan milik mereka sendiri. Spesies yang umum dibudidayakan oleh mereka adalah spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae, seperti jahe merah (Z. officinale), kunyit (C. domestica), kunci (Boesenbergia rutunda), dan bengkle (Zingiber purpureum). Spesies tumbuhan obat lain yang juga dibudidayakan yang bukan berasal dari famili Zingiberaceae antara lain adalah cabe jawa (P. retrofractum), sambang darah (Excoecaria cochinchinensis), dadap serep (Erythrina lithosperma), dan dandang gendis (Clinacanthus nutans). Status budidaya spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Status simplisia sebagai hasil hutan

Tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang tergolong liar (belum dibudidayakan) dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu liar yang berasal dari hutan dan liar yang berasal dari nonhutan, seperti kebun, ladang, tepi jalan, pematang sawah, dan lahan kosong. Dari 49 spesies tumbuhan obat liar yang telah teridentifikasi, sebanyak 32 spesies atau 65% merupakan spesies yang berasal dari hutan (Gambar 6).

Gambar 6 Proporsi tumbuhan obat liar dari hutan dan nonhutan 40%

60%

Liar

Budidaya

65% 35%

Liar hutan

(23)

13 Contoh spesies liar yang berasal dari hutan adalah pule (Alstonia scholaris), jamur lingsi (Ganoderma lucidum) dan kayu ules (Helicteres isora) sedangkan contoh spesies liar yang berasal dari nonhutan adalah pegagan (Centella asiatica), greges otot (Equisetum ramosissimum debile) dan tapak liman (Elephantopus scaber). Berdasarkan habitus, spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan simplisia paling banyak merupakan spesies tumbuhan obat berhabitus pohon (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah simplisia yang berasal dari hutan berdasarkan habitus

No Habitus Jumlah Persentase (%)

1 Pohon 19 59.38

2 Perdu 6 18.75

3 Epifit 4 12.50

4 Herba/Terna 2 6.25

5 Semak 1 3.13

Jumlah 32 100.00

Status kelangkaan tumbuhan obat

Noorhidayah et al. (2006) mengatakan bahwa pemanenan tumbuhan obat langsung dari alam apabila dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian dapat menyebabkan kelangkaan dan akhirnya bila dilakukan secara terus-menerus dapat berakhir pada kepunahan. Hasil analisis berdasarkan pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan menurut Ekosetio (2004) maka dari 49 spesies tumbuhan obat liar yang telah teridentifikasi diketahui sebanyak 54% tergolong dalam kategori I, 24% tergolong dalam kategori II dan 22% tergolong dalam kategori III (Gambar 7).

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018, kegiatan pemanenan tumbuhan untuk diperdagangkan merupakan salah satu bentuk praktik yang sudah lama berlangsung. Arahan strategis dari Kementerian Kehutanan melalui peraturan ini terkait dengan spesies yang diperdagangkan tersebut antara lain perlu dilakukan pemantauan di alam bebas terhadap populasi spesies yang diperdagangkan untuk memastikan pemanenan yang lestari. Kegiatan pemantauan sendiri merupakan salah satu upaya konservasi in situ yang dapat dilakukan guna menjaga keberadaan suatu spesies agar eksistensinya tetap terjaga.

Gambar 7 Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan 54%

24% 22%

Kategori I

Kategori II

(24)

14

Tumbuhan obat kategori langka mencakup semua spesies tumbuhan obat, baik dalam jumlah individu, populasi maupun keanekaragaman genetiknya cenderung berkurang sehingga apabila upaya pelestarian tidak dilakukan dengan segera maka jenis tersebut akan mengalami kepunahan dalam waktu singkat. Spesies tumbuhan obat yang telah ditemukan diidentifikasi pula terkait status keterancaman dan kelangkaan, selain dianalisis menggunakan pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan menurut Ekosetio (2004). Dari 49 spesies tumbuhan obat liar yang dijadikan simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati, ditemukan ada 14 spesies yang status keterancaman dan kelangkaannya terdaftar pada CITES (2014), Redlist IUCN (2014) dan LIPI (Mogea et al. 2001) (Tabel 7).

Tabel 7 Status kelangkaan tumbuhan obat berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI No Nama Lokal Nama Ilmiah Kategori Kelangkaan

CITES IUCN LIPI 11 Keladi tikus Typhonium

flagelliforme

14 Purwoceng Pimpinella pruatjan

- - Langka

(25)

15 tersebut adalah pegagan (C. asiatica) (Kusuma dan Zaky 2005). Menurut Marliani et al. (2011) pegagan merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, serta pematang sawah. Pegagan banyak digunakan sebagai obat karena memiliki manfaat utama yaitu dapat meningkatkan konsentrasi dan daya ingat. Meski banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, belum banyak usaha budidaya yang dilakukan pada tanaman ini. Bila usaha budidaya secara intensif belum dilakukan pada suatu spesies yang dimanfaatkan maka dalam jangka panjang dapat mengancam kelestarian spesies tersebut.

Nilai ekonomi suatu spesies tumbuhan obat yang tinggi dapat menyebabkan pemanfaatan terhadap spesies tumbuhan obat tersebut semakin meningkat. Bila suatu spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi tersebut merupakan salah satu spesies yang masih liar dan belum banyak yang membudidayakannya, dikhawatirkan pengambilan (pemanenan) secara langsung dari alam akan menyebabkan spesies tersebut terancam kelestariannya. Perlu sekiranya dilakukan upaya budidaya terutama untuk spesies-spesies yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bila selama ini belum ditemukan teknik budidayanya, sementara pemanfaatan terhadap spesies tersebut semakin dibutuhkan, perlu segera dilakukan penelitian mengenai teknik budidaya yang tepat. Sementara dilakukan penelitian mengenai teknik budidaya, perbaikan sistem pemanenan dari spesies tersebut dari alam pun harus dilakukan sehingga pemenuhan kebutuhan spesies tersebut sebagai bahan baku pembuatan obat tetap terjamin di samping upaya penelitian teknik budidaya yang sedang dilakukan. Selain itu, perlu pula disusunnya peraturan mengenai batas jumlah (kuota) panen dari tumbuhan obat yang dijadikan bahan simplisia tersebut.

Perdagangan Simplisia Nabati

Seiring dengan semakin diminatinya tumbuhan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar bagi kesehatan manusia, trend permintaan tumbuhan obat semakin meningkat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh beberapa pedagang simplisia di Kabupaten Pati yang mengaku bahwa usaha di bidang tumbuhan obat memungkinkan memiliki prospek yang baik kedepannya karena melihat permintaan terhadap simplisia nabati ini yang semakin meningkat. Pedagang simplisia nabati di Kabupaten Pati terdiri dari pedagang grosiran dan eceran. Sebagian besar para pedagang mendapatkan pasokan simplisia nabati kering dari Semarang (Pasar Johar), Solo dan Purwodadi sedangkan pasokan simplisia nabati basah diperoleh dari pemasok asal daerah Kabupaten Rembang dan daerah pedesaan yang masih dalam wilayah Kabupaten Pati, seperti Kecamatan Gembong, Gunung Wungkal dan Wedarijaksa. Pembelian simplisia sendiri tidak memiliki jangka waktu tertentu. Para pedagang biasanya membeli simplisia apabila stok telah habis.

(26)

16

daun salam (S. polyanthum), serei (Cymbopogon nardus), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), dan daun sirih (Piper betle). Adapula beberapa pedagang yang menjual simplisia dalam bentuk bungkusan plastik. Jumlah simplisia yang sudah dibungkus plastik berbeda antar jenis simplisia satu dan lainnya. Jenis simplisia yang mahal biasanya diberi jumlah sedikit di dalam plastiknya, misalnya satu bungkus sintok (Cinnamomum sintoc) berisi tiga kulit batang masing-masing berukuran ± 6 cm dihargai Rp 5 000. Secara umum, harga jual simplisia hasil budidaya yang dijual per kilogram berkisar Rp 4 000 – Rp 200 000 per kilogram, sedangkan simplisia yang berasal dari alam berkisar Rp 20 000 – Rp 300 000 per kilogram (Lampiran 1).

Tabel 8 Sepuluh jenis simplisia yang nilai jualnya tertinggi No Nama simplisia (Nama

spesies tumbuhan)

Status budidaya spesies

Habitus Harga (per kg) 1 Ganodermae lucidii Herba

(Ganoderma lucidum)

Liar Epifit Rp 300 000

2 Syzygii aromaticii Flos (Syzygium aromaticum)

Budidaya Pohon Rp 200 000 3 Myrmecodiae Herba

(Myrmecodia platyrea)

Liar Epifit Rp 200 000

4 Sonchi arvensis Herba (Sonchus arvensis)

Budidaya Herba Rp 180 000 5 Piperis nigri Fructus (Piper

nigrum)

Budidaya Liana Rp 170 000 6 Arengae pinnatae Radix

(Arenga pinnata)

Liar Pohon Rp 150 000

7 Equiseti ramosissimi debile Herba (Equisetum

ramosissimum debile)

Liar Herba Rp 150 000

8 Massoiae aromaticae Cortex (Massoia aromatica)

(27)

17 kontinyu karena produksi buah pada tumbuhan sendiri hanya ditemukan pada waktu tertentu.

Tabel 9 Sepuluh jenis simplisia yang nilai jualnya terendah No Nama simplisia (Nama

spesies tumbuhan)

5 Piperis albi Fructus (Piper albi)

Jenis simplisia pada Tabel 9 merupakan sepuluh jenis simplisia dengan nilai jual terendah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Dari sepuluh jenis simplisia tersebut, jenis simplisia yang paling banyak digunakan dalam pembuatan produk obat tradisional skala industri adalah Andrographidis Herba, Curcumae heyneanae Rhizoma, Kaempferiae galangae Rhizoma, Boesenbergiae rutundae Rhizoma, Curcumae domesticae Rhizoma, Zingiberis aromatici Rhizoma, dan Zingiberis purpurei Rhizoma. Jumlah produk obat tradisional skala industri yang menggunakan jenis-jenis simplisia tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

(28)

18

sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia dan diketahui memiliki manfaat ganda, yaitu selain digunakan sebagai bumbu masakan juga dimanfaatkan sebagai obat. Hal tersebut memungkinkan jenis spesies yang berasal dari famili Zingiberaceae ini banyak dibudidayakan oleh para petani sehingga spesies-spesies yang berasal dari famili Zingiberaceae tersebut dapat dengan mudah ditemukan di pasaran yang mengakibatkan nilai jualnya menjadi rendah.

Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan

Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia lebih dikenal dengan nama jamu yang umumnya terdiri dari campuran obat herbal, yaitu obat yang

berbahan baku dari tanaman (Dewoto 2007). Kata „jamu‟ sendiri berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari kata „djampi‟ dan „usodo‟. Kata „djampi‟ berarti

penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa atau aji-aji,

sedangkan kata „usodo‟ berarti kesehatan. Jamu sudah dikenal berabad-abad

lamanya di Indonesia dan telah menjadi warisan budaya bangsa yang sudah digunakan secara turun-temurun berdasarkan tradisi yang diajarkan oleh nenek moyang. Dalam hal pengembangan jamu, Indonesia sangat berpotensi karena memiliki 9 600 jenis tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan jamu. Pemerintah sendiri menggolongkan tanaman obat yang merupakan bahan baku pembuatan jamu ke dalam sepuluh besar komoditas potensial untuk dikembangkan (Muslimin et al. 2009).

Obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Pati terdiri dari dua jenis, yaitu obat tradisional yang diproduksi oleh industri skala kecil atau rumahan dan obat tradisional yang diproduksi oleh industri skala besar. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 menyebutkan bahwa industri obat tradisional dibagi menjadi dua macam, yaitu industri skala besar (industri yang memiliki aset, tidak termasuk harga tanah dan bangunan, lebih dari Rp 600 juta) dan industri skala kecil (industri yang memiliki aset, tidak termasuk harga tanah dan bangunan, kurang dari atau sama dengan Rp 600 juta). Sedangkan Departemen Perindustrian mengklasifikasikan industri obat tradisional ada tiga macam, yaitu kategori besar dengan jumlah tenaga kerja lebih dari atau sama dengan 100 orang, kategori sedang dengan jumlah tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang dan kategori kecil dengan jumlah tenaga kerja antara 5 hingga 19 orang (Suporahardjo dan Hargono 1994).

(29)

19 khasiatnya, misalnya slenjong godhog dipatok dengan harga Rp 5 000 – Rp 7 000. Selengkapnya beberapa jenis jamu racikan yang diperdagangkan di Kabupaten Pati tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Produk obat tradisional skala industri kecil yang diperdagangkan

No Produk Komposisi Kegunaan

1 Galian singset Daun randu (Ceiba pentandra), daun salam (S. polyanthum), kunci pepet (Kaempferia angustifolia), jati cina (G. ulmifolia), kulit pala (Myristica fragrans), sintok (C. sintoc), kayu rapet (Parameria laevigata), lempuyang (Zingiber aromaticum), sprantu (Sindora sumatrana), temulawak (C. xanthorrhiza), ceplek (Eucalyptus alba)

Membantu

Meniran (Phyllanthus niruri), secang (Caesalpinia sappan), kayu angin (Usnea misaminensis), sintok (C. sintoc), sprantu (Sindora sumatrana), lempuyang (Zingiber aromaticum), ceplek (Eucalyptus alba), akar wangi

3 Gatal-gatal Gadung cina (Smilax china), kayu angin (Usnea misaminensis), kulit pala (Myristica fragrans), ceplek (Eucalyptus alba), sambiloto (A. paniculata), secang (Caesalpinia sappan) domestica), ganthi (Ligusticum acutilobum), kenanga (Cananga odorata), biji pala (Myristica fragrans)

(30)

20

Obat tradisional yang diproduksi oleh industri skala besar lebih banyak yang diperdagangkan di Kabupaten Pati dibanding obat tradisional yang diproduksi oleh industri skala kecil atau rumahan. Sebagian besar produk obat tradisional yang ditemukan berasal dari industri besar yang berasal dari daerah Jawa Tengah terutama Semarang, Solo dan Sukoharjo, seperti PT Industri Jamu Cap Jago, PT Nyonya Meneer, PT Sido Muncul, dan PT Air Mancur (Lampiran 3). Obat tradisional yang diproduksi oleh industri-industri besar tersebut sebagian besar sudah teruji secara klinis terutama terkait dengan simplisia yang digunakan dalam pembuatan jamu. Para produsen jamu tersebut juga saling menawarkan berbagai jamu dengan aneka khasiat dan manfaat untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit.

Berdasarkan penelitian ditemukan sebanyak 242 produk obat tradisional dari 40 industri jamu di Indonesia yang berhasil ditemukan. Produk terbanyak berasal dari PT Nyonya Meneer sebanyak 53 produk obat tradisional (Lampiran 3). Sebanyak 242 produk obat tradisional tersebut diketahui ada sekitar 232 jenis simplisia nabati yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk. Jenis simplisia nabati yang paling banyak digunakan adalah rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) yang dijadikan sebagai bahan baku oleh 100 produk obat tradisional (lihat Tabel 11).

Tabel 11 Simplisia yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional berdasarkan jumlah produk

No Nama simplisia (nama spesies tumbuhan)

Jumlah produk yang menggunakan 1 Zingiberis Rhizoma (Zingiber

officinale)

100 2 Curcumae Rhizoma (Curcumae

xanthorrhiza)

99 3 Curcumae domesticae Rhizoma

(C. domestica)

68 4 Retrofracti Fructus (Piper

retrofractum)

60 5 Zingiberis aromaticae Rhizoma

(Zingiber aromaticum)

52 6 Languatis Rhizoma (Alpinia

galanga)

51 7 Kaempferiae Rhizoma

(Kaempferia galanga)

50 8 Simplisia lainnya (± 232 simplisia) 1054

(31)

21 penelitiannya mengatakan bahwa tumbuhan berfamili Zingiberaceae merupakan jenis tumbuhan yang banyak dibudidayakan di daerah Jawa sehingga memungkinkan jenis tumbuhan berfamili Zingiberaceae tersebut digunakan untuk produk obat tradisional yang berasal dari daerah Jawa. Sebagian besar produk obat tradisional skala industri yang diperdagangkan merupakan produk-produk yang memiliki khasiat untuk: pegal linu, menyegarkan badan (menjaga kesehatan), dan khusus wanita (haid, kesehatan organ wanita, hamil dan persalinan). Harga produk obat tradisional skala industri bervariasi pula tergantung dari merk dan kemasan.

Tabel 12 Jenis simplisia yang paling banyak digunakan oleh sepuluh industri yang terbesar berdasarkan jumlah produk

No Nama simplisia (nama spesies tumbuhan)

5 Retrofracti Fructus (Piper retrofractum)

(32)

22

telah menunjukkan dukungan terhadap upaya pelestarian spesies tumbuhan obat. Penggunaan jenis-jenis simplisia dari hasil budidaya juga memberikan prospek yang baik kepada para petani atau pembudidaya simplisia karena secara tidak langsung dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Selain itu, perlu diperhatikan pula sentra daerah asal budidaya jenis-jenis tersebut agar dapat dimaksimalkan usaha pengembangan budidayanya.

Berdasarkan jenis simplisia yang sama dengan yang dijual di pasar, rata-rata simplisia yang digunakan dalam produk oleh sepuluh industri besar lebih dari 50% memiliki kesamaan jenis (Tabel 13). Hal tersebut dapat memungkinkan para pedagang simplisia di Kabupaten Pati menjadi pemasok ke industri-industri besar. Namun, hal tersebut memerlukan waktu serta dukungan dari pemerintah. Selama ini pedagang simplisia di Kabupaten Pati hanya menjual simplisia dengan volume jual yang tidak banyak. Mereka hanya berorientasi terhadap pangsa pasar lingkup daerah atau pasar yang menjadi lokasi mereka berdagang. Selain itu, industri-industri besar biasanya memiliki standar tertentu dalam pemakaian jenis simplisia yang digunakan dalam produk obat mereka. Bila para pedagang simplisia di Kabupaten Pati ingin menjadi pemasok simplisia ke industri-industri besar, untuk sekarang rasanya sulit mengingat prosedur yang diberikan oleh industri-industri besar tersebut sangat ketat.

Tabel 13 Jumlah simplisia yang paling banyak ditemukan pada produk obat tradisional dari sepuluh industri besar

No Nama produsen Jumlah simplisia yang digunakan

6 Perusahaan Jamu Sabdo Palon

39 24 61.54

7 PT Sido Jodo 22 13 59.09

8 Perusahaan Jamu Nyonya Karsih

23 16 69.57

9 Dami Sariwana 26 14 53.85

10 PT Mentari Anugerah Sakti

32 22 68.75

(33)

23 selama seminggu di dua pasar tradisional di Kabupaten Pati, yaitu Pasar Puri Baru dan Pasar Juwana Baru. Selama seminggu, jumlah responden yang diperoleh sebanyak 30 orang, dengan rincian 22 orang ditemukan di Pasar Puri Baru dan 8 orang ditemukan di Pasar Juwana Baru. Hasil analisis selama penelitian menunjukkan bahwa segmentasi pasar terkait penjualan produk obat tradisional tidak terlalu dipengaruhi oleh jenis kelamin para konsumen karena perbandingan konsumen laki-laki dan perempuan adalah 47% : 53%. Ditinjau dari segi kelompok umur, konsumen produk obat tradisional didominasi oleh kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 10 orang (33%) dan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 8 orang (27%). Selain itu, meski konsumen dengan tingkat pendidikan SMA lebih mendominasi (50%) namun pengetahuan masyarakat tentang manfaat dari produk obat tradisional mereka peroleh dari kerabat atau teman (dari mulut ke mulut) sehingga keinginan masyarakat untuk mau membeli produk obat tradisional lebih dipengaruhi oleh faktor saran (testimoni) dari orang yang lebih dahulu merasakan manfaat produk obat tradisional tersebut. Faktor terkait produsen obat tradisional juga berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap produk obat tradisional ini dikarenakan produsen yang sudah memiliki brand terkenal produknya akan lebih diminati oleh masyarakat.

Secara umum para konsumen produk obat tradisional di Kabupaten Pati merupakan masyarakat Jawa asli yang berasal dari desa sekitar pasar tradisional. Sebagian besar mereka membeli obat sebanyak satu pak/kiping untuk mengobati keluhan sendiri, seperti keputihan, masuk angin, jerawat, dan stamina/kesegaran badan melemah. Meski banyak toko obat tradisional yang menyediakan minum jamu langsung di tempat namun beberapa konsumen lebih memilih membeli obat tradisonal untuk dibawa pulang. Beberapa konsumen juga ada yang menjual lagi produk obat tradisional yang mereka beli. Biasanya konsumen yang menjual lagi produk obat tradisional tersebut adalah para pelaku usaha jamu gendong.

Upaya Pelestarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional

Sebagian besar spesies tumbuhan obat yang dijadikan bahan baku simplisia nabati dan produk obat tradisional merupakan spesies budidaya. Meskipun kebanyakan spesies tersebut merupakan hasil dari budidaya, namun jumlah pengambilannya harus tetap diperhatikan, termasuk bila spesies tersebut merupakan jenis yang permintaannya terus meningkat. Tak bisa dipungkiri, inovasi terkait teknik budidaya juga harus dilakukan agar mendapatkan hasil pemanfaatan yang semakin lestari dan efisien.

(34)

24

1. Manfaat (khasiat) dari tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang telah terbukti mampu menyembuhkan suatu penyakit maka secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat permintaan dari bahan baku simplisia tanaman obat tersebut sehingga mengakibatkan tingkat pemanenan tumbuhan obat di alam semakin tinggi.

2. Nilai ekonomi. Nilai ekonomi yang tinggi pada suatu spesies tumbuhan obat dapat menyebabkan masyarakat melakukan pemanenan dari alam secara berlebih, terutama untuk spesies yang belum ditemukan teknik budidayanya. Bila nilai ekonomi suatu spesies tinggi maka mereka beranggapan bahwa spesies tersebut akan memberikan keuntungan finansial kepada mereka. Seperti halnya tanaman songga (Stychnos ligustrina) di daerah Hu‟u Kabupaten Dompu yang bermanfaat sebagai obat telah mengalami eksploitasi akibat dari nilai ekonomi songga yang tinggi karena adanya peningkatan permintaan bahan baku songga untuk pembuatan kerajinan (Hasan 2011).

3. Konversi lahan. Konversi lahan hutan menjadi lahan yang terbangun dapat mempersempit habitat spesies tumbuhan obat sehingga berakibat pada kelestarian spesies tumbuhan obat tersebut.

4. Kurangnya minat masyarakat untuk melakukan budidaya sendiri spesies tumbuhan obat. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa membudidayakan sendiri suatu spesies tumbuhan obat merupakan cara yang kurang efektif dalam mendapatkan tumbuhan obat karena mereka harus melakukan penanaman dan perawatan yang bisa dibilang menghabiskan dana yang tak sedikit. Pada awalnya, usaha budidaya memang membutuhkan dana yang tak sedikit namun efek jangka panjang justru dapat menjadikan usaha budidaya tersebut tak ternilai harganya kaitannya dengan kelestarian suatu spesies.

(35)

25 dibarengi dengan kerjasama lintas disiplin ilmu agar kelestarian spesies tumbuhan obat tersebut tetap terjaga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan di Kabupaten Pati cukup tinggi keanekaragaman spesiesnya. Keseluruhan spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi berjumlah 126 spesies, yang terdiri dari 54 famili yang didominasi oleh Zingiberaceae sebanyak 15 spesies (11.90%), habitus pohon (34.13%), jenis simplisia yang paling banyak digunakan adalah daun/folium (19.55%) serta digunakan untuk kelompok penyakit saluran pencernaan sebanyak 86 spesies. Spesies tumbuhan obat yang telah teridentifikasi terdiri dari 60% spesies budidaya dan 40% spesies liar. Spesies tumbuhan obat liar sendiri terdiri dari 32 spesies liar hutan (65%) dan 17 spesies liar nonhutan (35%).

2. Produk obat tradisional yang ditemukan di Kabupaten Pati terdiri dari produk obat hasil racikan sendiri (skala rumahan) dan produk obat tradisional skala industri besar. Produk obat tradisional skala rumahan ditemukan sebanyak 8 produk, yaitu galian singset, subur kandungan, gatal-gatal, wedang wuh, pilis, bobok, bumbu bedak, slenjong godhog. Sedangkan produk obat skala industri besar ditemukan sebanyak 242 produk dari 40 produsen yang didominasi oleh produk dari PT Nyonya Meneer sebanyak 53 produk, dengan komposisi dominan rimpang jahe (Zingiberis Rhizoma) sebanyak 100 produk.

3. Harga jual simplisia hasil budidaya berkisar Rp 4 000 – Rp 200 000 per kilogram, sedangkan simplisia yang berasal dari alam berkisar Rp 20 000 – Rp 300 000 per kilogram. Asal pasokan kebanyakan berasal dari Semarang, Solo dan daerah sekitar pasar tradisional.

4. Teridentifikasi 8 spesies tumbuhan obat kategori langka LIPI; 2 spesies Appendix II CITES; dan 6 spesies Least Concern, 1 spesies Vulnerable berdasarkan IUCN Redlist.

Saran

1. Perlu adanya pengembangan usaha budidaya jenis simplisia Piperis nigri Fructus karena harganya yang mahal mencapai Rp 170 000 per kg. Berdasarkan hasil penelitian, Piperis nigri Fructus merupakan salah satu jenis simplisia budidaya yang banyak digunakan dalam produk-produk obat tradisional yang berasal dari industri besar.

(36)

26

digunakan oleh industri jamu yang ditemukan di pasar tradisional Kabupaten Pati.

DAFTAR PUSTAKA

Aristantia T. 2012. Kajian pemanfaatan tumbuhan obat keluarga di Kampung Babakan-Cengal Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Bermawie N, Sembiring BA, Rizal M. 2015. Peluang bisnis tanaman obat. [internet]. [diunduh 2015 Juni 7]. Tersedia pada: http://www.lp2es.com/selamatdatang/detail/0/83/selamatdatang-83.html. [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna

anf Flora. 2014. Appendices I, II, III. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia pada: http//www.cites.org.

Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka [editorial]. Majalah Kedokteran Indonesia. 57(7):205-211.

Ekosetio R. 2004. Inventarisasi simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan oleh etnis melayu di Pontianak. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat suku melayu tradisional di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh: studi kasus di desa Rantau Langsat, kecamatan Batang Gangsal, kabupaten Indragiri Hulu, propinsi Riau. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Farida JN. 2015. Keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kudus, Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Hartanto S, Fitmawati, Sofiyanti N. 2014. Studi etnobotani famili Zingiberaceae dalam kehidupan masyarakat lokal di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Biosaintifika. 6(2):98-108.doi:10.15294/biosaintifika.v6i2.3105

Hasan RA. 2011. Pudarnya kearifan lokal dalam pemanfaatan tanaman songga (Strychnos ligustrina) (studi kasus di Kec. Hu‟u Kab. Dompu NTB). Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Solo (ID): Universitas Negeri Sebelas Maret.

Hidayat S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi dan Sebaran. Bogor (ID): Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI.

[IUCN] International Union for the Corservation of Nature. 2014. IUCN red list of threatened species. Version 2014.3. [internet]. [diunduh 2015 Agustus 10]. Tersedia pada: http//www.iucnredlist.org.

Kuntorini EM. 2005. Botani ekonomi suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. Bioscientiae. 2(2):25-36.

Kusuma FR, Zaky BM. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

(37)

27 Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiriadinata H, Nasution RE, Irawati. 2001.

Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI.

Muslimin L, Wicaksena B, Setiyawan B, Subekti NA, Sukesi H, Surachman H, Santorio A, Karim I, Hartini S, Yulianti A et al. 2009. Kajian potensi pengembangan pasar jamu. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI.

Noorhidayah, Sidiyasa K, Hajar I. 2006. Potensi dan keanekaragaman tumbuhan obat di hutan Kalimantan dan upaya konservasinya. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 3(2):95-107.

Oktaviana LM. 2008. Pemanfaatan tradisional tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Tilu, Jawa barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional.

Purwandari SS. 2001. Studi serapan tumbuhan obat sebagai bahan baku pada berbagai industri obat tradisional di Indonesia. [tesis]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Sari HM, Utami S, Wiryani E, Murningsih, Perwati LK. 2012. Distribusi famili Zingiberaceae pada ketinggian yang berbeda di Kabupaten Semarang. Bioma. 14(1):1-6.

Setyowati FM. 1997. Pengobatan tradisional masyarakat Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan. Laporan Teknik, Proyek Penelitian, Pengembangan dan Pendayagunaan Biota Darat Tahun 1996/1997. Penyunting Djamhuriah Said dkk. Puslitbang Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. 121-129.

Sriani S, Bermawie N, Hadad M. 2006. Kajian teknis dan sosio-ekonomis pengelolaan berkelanjutan sumberdaya genetik tanaman hortikultura dan tanaman obat. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Kehutanan Nasional. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Hal 10-17. Suporahardjo, Hargono D. 1994. Industri obat tradisional di Indonesia. Di dalam:

EAM Zuhud dan Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Hal 51-70. Susanti AD. 2015. Simplisia nabati dan produk obat tradisional yang

diperdagangkan di Kota Kediri, Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

Swari E. 2015. Simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.

(38)

28

secara Berkelanjutan. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin, Jurusan Biologi, FMIPA dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

(39)

Lampiran 1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kabupaten Pati No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Simplisia Famili Habitus Status

budidaya

Bagian yang Digunakan

Harga

1 Keji beling Strobilanthes crispus Strobilanthi crispi Folium

Acanthaceae Herba Liar nonhutan

Daun ± Rp 10000,- per ons 2 Sambiloto Andrographis

paniculata

Andrographidis Herba Acanthaceae Perdu Liar nonhutan

Herba ± Rp 15000,- per kg 3 Dandang

gendis

Clinacanthus nutans Clinacanthi nutans

Folium

Acanthaceae Perdu Budidaya Daun ± Rp 2000,- per plastik

4 Kluwak Pangium edule Pangii edule Semen Achariaceae Pohon Liar hutan Biji ± Rp 2000,- per buah

5 Sirsak Annona muricata Annonae muricatae Folium

Annonaceae Pohon Budidaya Daun ± Rp 25000,- per kg

6 Kenanga Cananga odorata Canangae odoratae Flos Annonaceae Pohon Budidaya Bunga ± Rp 3000,- per plastik

7 Purwoceng Pimpinella pruatjan Pimpinellae Radix Apiaceae Semak Liar hutan Akar ± Rp 50000,- per kg 8 Adas Foeniculum vulgare Foeniculi vulgare

Fructus

Apiaceae Perdu Budidaya Buah ± Rp 30000,- per kg 9 Jinten putih Cuminum cyminum Cumini cymini Semen Apiaceae Herba Budidaya Biji ± Rp 40000,-

per kg 10 Pegagan Centella asiatica Centellae asiaticae

Herba

Apiaceae Herba Liar nonhutan

Herba ± Rp 8000,- per ons

11 Kayu rapet Parameria laevigata Parameriae laevigatae Cortex

Apocynaceae Pohon Budidaya Kulit batang ± Rp 50000,- per kg 12 Pule Alstonia scholaris. Alstoniae Cortex Apocynaceae Pohon Liar hutan Kulit batang ± Rp 30000,-

per kg 13 Pule pandak Rauvolfia serpentina Rauvolfiae serpentinae

Radix

Apocynaceae Perdu Liar hutan Akar ± Rp 5000,- per tiga kayu 14 Pulosari Alyxia reinwardtii Alyxiae reindwardti

Cortex

Apocynaceae Perdu Liar hutan Kulit batang ± Rp 40000,- per kg

(40)

Lampiran 1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kabupaten Pati (lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Simplisia Famili Habitus Status

budidaya

Bagian yang Digunakan

Harga

15 Mondokaki Tabernaemontana divaricata 17 Keladi tikus Typhonium

flagelliforme

18 Pinang Areca catechu Arecae catechu Semen Arecaceae Pohon Budidaya Biji ± Rp 1000,- per buah

19 Akar aren Arenga pinnata Arengae pinnatae Radix Arecaceae Pohon Liar hutan Akar ± Rp 15000,- per ons 20 Daun dewa Gynura segetum Gynurae segeti Folium,

Gynurae segeti Bulbus

Asteraceae Semak Budidaya Daun, umbi ± Rp 12000,- per ons 21 Tapak liman Elephantopus scaber Elephantophi Folium,

Elephanthopi scaber Radix

Asteraceae Herba Liar nonhutan

Daun, akar ± Rp 12000,- per ons

22 Tempuyung Sonchus arvensis Sonchi arvensis Herba Asteraceae Herba Budidaya Herba ± Rp 18000,- per ons 23 Beluntas Pluchea indica Plucheae indicae Folium Asteraceae Herba Liar

nonhutan

Daun ± Rp 2000,- per plastik

24 Jamur kuping Auricularia auricula-judae

Auriculariae auriculae Herba

Auriculariaceae Epifit Liar hutan Herba ± Rp 45000,- per kg 25 Binahong Anredera cordifolia Anrederae cordifoliae

Herba

Basellaceae Liana Budidaya Herba ± Rp 2000,- per plastik

26 Randu Ceiba pentandra Ceibae pentandrae Folium

Bombacaceae Pohon Budidaya Daun ± Rp 2000,- per ikat 27 Sawi Brassica rapa Brassicae rapae Semen Brassicaceae Herba Budidaya Biji ± Rp 8000,-

per ons 28 Manggis Garcinia mangostana Garciniae Pericarpium Clausiaceae Pohon Budidaya Kulit buah ± Rp 30000,-

per kg

(41)

Lampiran 1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kabupaten Pati (lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Simplisia Famili Habitus Status

budidaya

Bagian yang Digunakan

Harga

29 Jadam Aloe vera Aloe verae Herba Commelinaceae Herba Liar nonhutan

Herba ±Rp 130000,- per kg 30 Anyang Elaeocarpus

grandiflorus

Elaeocarpi grandiflori Fructus

Elaeocarpaceae Pohon Budidaya Buah ± Rp 2000,- per buah 31 Greges otot Equisetum

ramosissimum debile

Equiseti ramosissimi debile Herba

Equisetaceae Herba Liar nonhutan

Herba ± Rp 15000,- per ons 32 Kemiri Aleurites moluccana Aleurites moluccanae

Semen

Euphorbiaceae Pohon Liar hutan Biji ± Rp 500,- per buah

33 Meniran Phyllanthus niruri Phyllanthi nirurii Herba Euphorbiaceae Herba Liar nonhutan

Euphorbiaceae Perdu Budidaya Daun ± Rp 2000,- per plastik 35 Asam kawak Tamarindori pulpa

cruda 37 Jati cina Cassia angustifolia Cassiae angustifoliae

Folium

Fabaceae Semak Budidaya Daun ± Rp 30000,- per kg 38 Kayu legi Glycyrrhiza glabra Glycyrrhizae Radix Fabaceae Herba Liar

nonhutan

Akar ± Rp 70000,- per kg 39 Secang Caesalpinia sappan Caesalpiniae sappan

Lignum

Fabaceae Perdu Budidaya Kayu ± Rp 25000,- per kg 40 Kedawung Parkia roxburghii Parkiae Semen Fabaceae Pohon Liar hutan Biji ± Rp 50000,-

per kg 41 Klabet Trigonella foenum-

graecum

Trigonellae foenigraeci Semen

Fabaceae Herba Budidaya Biji ± Rp 50000,- per kg 42 Sprantu Sindora sumatrana Sindorae sumatranae

Fructus

Fabaceae Pohon Liar hutan Buah ± Rp 2000,- per buah

(42)

Lampiran 1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kabupaten Pati (lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Simplisia Famili Habitus Status

budidaya

Bagian yang Digunakan

Harga

43 Dadap serep Erythrina lithosperma Erythrinae Folium Fabaceae Pohon Budidaya Daun ± Rp 2000,- per plastik 44 Jamur lingsi Ganoderma lucidum Ganodermae lucidii

Herba

Ganodermatac eae

Epifit Liar hutan Herba ±Rp 300000,- per kg 45 Majakani Quercus lusitanica Querci lusitanicae gallae

Fructus

Fagaceae Pohon Budidaya Buah ± Rp 2000,- per buah 46 Pekak Illicium verum Illicii veri Fructus Illiciaceae Pohon Budidaya Buah ± Rp 70000,-

per kg 47 Kumis

kucing

Orthosiphon aristatus Ortosiponis aristati

Folium

Lamiaceae Herba Budidaya Daun ± Rp 50000,- per kg 48 Selasih Ocimum basilicum Ocimi basillici Semen Lamiaceae Herba Budidaya Biji ± Rp 80000,-

per kg 49 Daun trawas Litsea odorifera Litsea odoriferae

Folium

Lauraceae Pohon Liar hutan Daun ± Rp 1000,- per ikat 50 Kayu manis Cinnamomum

burmannii

Cinnamomi burmannii Cortex

Lauraceae Pohon Budidaya Kulit batang

± Rp 25000,- per kg 51 Krangen Litsea cubeba Litseae cubebae Cortex Lauraceae Pohon Liar hutan Kulit

batang

± Rp 30000,- per kg 52 Mesoyi Massoia aromatica Massoiae aromaticae

Cortex

Lauraceae Pohon Liar hutan Kulit batang

± Rp 150000,- per kg

53 Sintok Cinnamomum sintoc Cinnamomi sintoc Cortex

Lauraceae Pohon Liar hutan Kulit batang

± Rp 5000,- per plastik

54 Keningar Cinnamomum cassia Cinnamomi cassiae Cortex

Lauraceae Pohon Liar hutan Kulit batang

± Rp 20000,- per kg 55 Bawang

lanang

Allium sativum Allii sativi Bulbus Liliaceae Herba Budidaya Umbi ± Rp 120000,-

per kg

56 Doroputeh Strychnos ligustrina Ligustrinae Lignum Loganiaceae Perdu Budidaya Kayu ± Rp 25000,- per kg

(43)

Lampiran 1 Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kabupaten Pati (lanjutan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Simplisia Famili Habitus Status

budidaya

Bagian yang Digunakan

Harga

57 Benalu teh Loranthus parasiticus Loranthi parasitici Herba

Loranthaceae Epifit Liar hutan Herba ± Rp 45000,- per kg 58 Sidowayah Woodfordia floribunda Woodfordiae Flos,

Woodfordiae Folium

Lythraceae Perdu Budidaya Bunga, daun ± Rp 65000,- per kg

59 Cempaka Michelia alba Micheliae albae Flos Magnoliaceae Pohon Budidaya Bunga ± Rp 3000,- per plastik

60 Kanthil Michelia champaca Micheliae champacae Flos

Magnoliaceae Pohon Budidaya Bunga ± Rp 3000,- per plastik

61 Pulutan Urena lobata Urenae lobatae Folium Malvaceae Perdu Liar hutan Daun ± Rp 2000,- per ikat

62 Rosella Hibiscus sabdariffa Hibisci sabdariffae Flos Malvaceae Perdu Budidaya Bunga ± Rp 12000,- per ons 63 Mahoni Swietenia macrophylla Swieteniae

macrophyllae Semen

Meliaceae Pohon Liar nonhutan

Biji ± Rp 30000,- per kg 64 Brotowali Tinospora crispa Tinosporae crispae

Caulis

Menispermaceae Liana Liar nonhutan

Batang ± Rp 30000,- per kg 65 Sukun Artocarpus communis Artocarpi communidis

Folium

Moraceae Pohon Liar nonhutan

Daun ± Rp 1000,- per 5 lembar 66 Pala Myristica fragrans Myristicae Fructus;

Myristicae Pericarpium

Myristicaceae Pohon Budidaya Buah, kulit buah

± Rp 45000,- per kg

67 Cengkeh Syzygium aromaticum Syzygii aromaticii Flos

Myrtaceae Pohon Budidaya Bunga ± Rp 200000,- per kg

68 Ceplek Eucalyptus alba Eucalypti albae Fructus

Myrtaceae Pohon Liar hutan Buah ± Rp 15000,- per kg 69 Salam Syzygium polyanthum Syzygii polyanthi

Folium

Myrtaceae Pohon Budidaya Daun ± Rp 500,- per ikat

70 Jungrap Baeckea frustescens Baeckeae Folium Myrtaceae Pohon Liar hutan Daun ± Rp 50000,- per kg

Gambar

Tabel 1 Jenis data dan metode pengambilan data
Gambar 1 Komposisi pedagang berdasarkan jenis kelamin
Tabel 3 Klasifikasi jenis simplisia
Tabel 4 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan famili
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian akan dilaksanakan melalui tahap-tahap, memulai dengan memperkenalkan diri, melakukan survei pendahuluan, menentukan sampel sesuai kriteria Inklusi dan

Banyak pendekatan berbeda yang telah diteliti, seperti [4] yang mengusulkan pendekatan feature selection menggunakan Mutual Information (MI), pada penelitian

Hasil kajian peran media audio dalam implementasi kurikulum 2013 melalui pembelajaran tema terpadu diantaranya adalah: (1) peng- gunaan media audio dalam pembelajaran tema

Berdasarkan definisi tersebut, maka ciri utama PTS adalah melakukan tindakan nyata untuk memperbaiki situasi atau melakukan inovasi sekolah dalam upaya meningkatkan mutu

Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional tentang “Perumusan Kurikulum Pengajaran HAM di Fakultas Hukum Pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Pengajaran HAM di

Penelitian terdahulu menggunakan teori Linguistik Kebudayaan dan Etnografi Komunikasi sebagai landasannya untuk mengkaji bentuk, fungsi, dan makna, sedangkan

Mengubah Bab 2 - Sistem Validasi dalam Lampiran 2 - Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum dengan menambahkan Form 318 sampai dengan Form 324

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil karya tulis ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Bayi Kecil Masa Kehamilan