HUBUNGAN PAPARAN STRESOR AKUT
COLD PRESSOR TEST
DENGAN FREKUENSI NAPAS
OLEH :
GURPREET DHILLON
090100208
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PAPARAN STRESOR AKUT
COLD PRESSOR TEST
DENGAN FREKUENSI NAPAS
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
OLEH :
GURPREET DHILLON
090100208
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN
Hasil Akhir Penelitian dengan Judul :
Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test Dengan Frekuensi Napas
Pada Mahasiswa Semester Tiga Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Tahun 2012
Yang dipersiapkan oleh :
GURPREET DHILLON
090100208
Hasil akhir penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk seminar hasil aporan
karya tulis ilmiah
Medan, 06 Desember 2012
Disetujui,
Dosen Pembimbing
(dr. Eka Roina Megawati, M.Kes)
ABSTRAK
Frekuensi pernapasan adalah jumlah udara yang keluar dan masuk ke paru-paru setiap kali bernapas, yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Cold pressor test merupakan stresor yang mengaktivasi saraf simpatis. Pada saat cold pressor test diberikan pada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis, sehingga frekuensi napas seseorang menjadi meningkat.
Tujuan penelitian ini membandingkan perbedaan perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan cold pressor test. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasy experimental atau eksperimental semu dengan Rancangan Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time Series Design). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 26 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Pengolahan data menggunakan SPSS.
Dari hasil penelitian, didapatkan nilai p frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan cold pressor test adalah 0,044 (p<0,05).
Kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunaka Uji T dependen, didapati adanya perbedaan frekuensi napas yang bermakna antara sebelum dan setelah diberikan cold pressor test.
ABSTRACT
Respiratory rate is the amount of air in and out of the lungs every breath, which is influenced by the autonomic nervous system, sympathetic and parasympathetic. Cold pressor test is a stressor that activates the sympathetic nerves. At the cold pressor test is given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves, so that one's respiratory rate increases.
The purpose of this study is to compare the differences of changes in the respiratory rate before and after the cold pressor test. The research was done by the quasy experimental method or quasi-experimental design with Time Series with Comparison Group (Control Time Series Design). The number of samples in this study were about 26 people who met the inclusion criteria and had no exclusion criteria. The sampling technique that is used was the stratified random sampling. Processing the data is using SPSS.
From the research, it was found that the respiratory rate p values before and after the cold pressor test was given is 0.044 (p <0.05).
The conclusions from the study with the instruction in Test T dependent, there is a significant difference in respiratory rate between before and after being given the cold pressor test.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Hubungan Paparan Stresor Akut
Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas pada Mahasiswa Semester tiga
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012. Dalam
penyelesaian penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini, tentu saja penulis
mendapat kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan dan dukungan berbagai
pihak penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya.. Untuk
itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih kepada:
1. Kepada Prof. Dr. Gontar alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku
dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Eka Roina
Megawati, M.Kes yang telah memberi banyak arahan dan masukan
kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan
baik.
3. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, terutama kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf
Medical Education Unit (MEU)
4. Orangtua penulis dr. Surjit Singh Sp.F dan Baljit sidhu. Terimakasih
tiada tara peneliti persembahkan untuk doa, kasih sayang, dan
dukungan moril maupun materil.
5. Kakak penulis Sylvia Sarah yang memberikan dukungan yang tiada
henti-hentinya kepada penulis.
6. Teman teman seperjuangan penulis Halpy Karlin dan Frendina
Napitupulu selaku kelompok sesama bimbingan yang telah
7. Para sahabat penulis (Afdevia Primasari, dan Jenny Chandra) yang
telah memberikan bantuan berupa saran, kritik dan motivasi selama
penyusunan karya tulis ilmiah
8. Semua pihak baik lansung maupun tidak langsung yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
diharapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini nantinya berguna bagi
masyarakat dan khususnya bagi penulis sendiri
Medan, 8 Januari 2013
Penulis
Gurpreet Dhillon
DAFTAR ISI
2.1.4. Tingkatan Respon Terhadap Stres ... 5
2.1.5. Respon Tubuh Terhadap Stres ... 6
2.2. Sistem Saraf Simpatis ... 9
2.3. Cold Pressor Test (CPT) ... 11
2.4. Sistem Pernapasan ... 11
2.4.1. Pengertian Pernapasan ... 11
2.4.2. Fungsi Pernapasan ... 13
2.4.3. Anatomi Paru ... 13
2.4.4. Fisiologi Pernapasan ... 13
2.5. Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Frekuensi Napas ... 15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16
3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 17
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23
5.1. Hasil Penelitian ... 23
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 23
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... . 23
5.1.3. Distribusi Mahasiswa... . 23
5.1.4. Hasil Analisis Statistik... . 24
5.2. Pembahasan ... 25
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
6.1. Kesimpulan ... 27
6.2. Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA... 28
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ... 24
Tabel 5.3. Nilai Rata-Rata Hasil Pengukuran Frekuensi Napas... 24
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : adrenocorticotropic hormone
CPT : cold pressor test
CRF : corticotropin releasing factor
P : probabilitas
ABSTRAK
Frekuensi pernapasan adalah jumlah udara yang keluar dan masuk ke paru-paru setiap kali bernapas, yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Cold pressor test merupakan stresor yang mengaktivasi saraf simpatis. Pada saat cold pressor test diberikan pada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis, sehingga frekuensi napas seseorang menjadi meningkat.
Tujuan penelitian ini membandingkan perbedaan perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan cold pressor test. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasy experimental atau eksperimental semu dengan Rancangan Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time Series Design). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 26 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Pengolahan data menggunakan SPSS.
Dari hasil penelitian, didapatkan nilai p frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan cold pressor test adalah 0,044 (p<0,05).
Kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunaka Uji T dependen, didapati adanya perbedaan frekuensi napas yang bermakna antara sebelum dan setelah diberikan cold pressor test.
ABSTRACT
Respiratory rate is the amount of air in and out of the lungs every breath, which is influenced by the autonomic nervous system, sympathetic and parasympathetic. Cold pressor test is a stressor that activates the sympathetic nerves. At the cold pressor test is given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves, so that one's respiratory rate increases.
The purpose of this study is to compare the differences of changes in the respiratory rate before and after the cold pressor test. The research was done by the quasy experimental method or quasi-experimental design with Time Series with Comparison Group (Control Time Series Design). The number of samples in this study were about 26 people who met the inclusion criteria and had no exclusion criteria. The sampling technique that is used was the stratified random sampling. Processing the data is using SPSS.
From the research, it was found that the respiratory rate p values before and after the cold pressor test was given is 0.044 (p <0.05).
The conclusions from the study with the instruction in Test T dependent, there is a significant difference in respiratory rate between before and after being given the cold pressor test.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stres merupakan suatu respon nonspesifik tubuh terhadap setiap tekanan
atau tuntutan yang mungkin muncul, baik dari kondisi menyenangkan maupun
tidak menyenangkan (Sadock, 2003). Menurut Sarwono (2003), stres adalah
kondisi kejiwaan ketika jiwa itu mendapat beban.
Mekanisme respon tubuh terhadap stres diawali dengan adanya rangsang
yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh individu sendiri yang akan
diteruskan pada sistem limbik sebagai pusat pengatur adaptasi. Sistem limbik
meliputi thalamus, hipothalamus, amygdala, hipocampus dan septum. Sistem
Limbik juga dapat mempengaruhi kerja dari sistem otonom. Hipothalamus
memiliki efek yang sangat kuat pada hampir seluruh sistem viseral tubuh kita
dikarenakan hampir semua bagian dari otak mempunyai hubungan dengannya.
Oleh karena hubungan ini, maka hipothalamus dapat merespon rangsang
psikologis dan emosional. Hipothalamus selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem simpatik dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf
simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan
mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung
dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatik juga memberi sinyal ke medula
adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem
korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia
yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus.
Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa
melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan
sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH
juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30
Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres akan meningkat
jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan pada sistem homeostasis. Adrenalin
yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatik berpengaruh terhadap
kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal
Metabolism Rate (BMR), juga menaikkan denyut jantung dan frekuensi napas
(Nasution I.K., 2007)
Cold pressor test merupakan suatu tes yang dapat menyebabkan stres akut
yang akan memicu peningkatan efek simpatis dalam tubuh seperti tekanan darah,
denyut jantung, kadar gula darah, serta frekuensi pernapasan. Cold pressor test
sering digunakan dalam penelitian-penelitian tentang kardiovaskuler dan stres. (
Schwabe et al, 2008; Masoli, 2010 ).
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas disebut
sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan manusia
setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya usia, jenis kelamin, suhu tubuh,
posisi tubuh, aktivitas, serta stres yang juga berperan sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi frekuensi pernapasan.
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah ada tidaknya pengaruh
paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan Cold Pressor Test dengan frekuensi napas?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh paparan stresor akut cold pressor test
terhadap frekuensi napas.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. mengetahui karakteristik sampel penelitian
b. mengetahui distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin dan
usia
c. mengetahui hubungan paparan stresor akut CPT terhadap frekuensi
napas
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka disusun manfaat penelitian sebagai
berikut :
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini akan menambah wawasan peneliti mengenai pengaruh
paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.
2. Bagi Pembaca
Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca terhadap pengaruh
paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai tambahan tinjauan pustaka dan pengetahuan untuk peneliti lain dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres
2.1.1. Pengertian Stres
Stres adalah respon manusia yang bersifat non spesifik terhadap setiap
tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Hans Selye yang dikutip Depkes,
1998).
Sneada dan Hawari (2001) mengemukakan bahwa stres adalah reaksi atau
resspon tubuh terhadap stresor psikososial berupa tekanan mental atau beban
kehidupan.
Suherjan (1987) mengemukakan bahwa stres adalah suatu kekuatan yang
mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri
seseorang dan menurut Maramis (1999) stres adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri yang mengganggu keseimbangan seseorang. Sementara itu
Vincent corneli yang dikutip oleh Grant Brecht (2000) berpendapat bahwa stres
adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan
individu di dalamm lingkungan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan tadi, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang
menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, yang dipengaruhi oleh
2.1.2. Stresor
Stresor adalah pengalaman yang menginduksi stres. Stresor berasal dari
lingkungan sekitar manusia. Stresor dapat berupa tuntutan psikologis seperti
kehilangan pekerjaan, kegeraman karena kemacetan lalu lintas, relasi yang tidak
baik, dan sebagainya. Terdapat juga stresor fisik seperti paparan dingin,
kebisingan, kelelahan karena olah raga, dan lain-lain. ( Taylor, 2009; Looker dan
Gregson, 2005 )
2.1.3. Hal yang Mempengaruhi Respon Stres
Respon stres seseorang bergantung pada stresor dan individu itu sendiri
( Pinel, 2009 ). Menurut Taylor ( 2009 ) seberapa lama setiap stresor berlangsung
akan memengaruhi keseimbangan seseorang dalam menghadapi stresor. Paparan
kronik suatu stresor dapat menyebabkan stres kronik yang akan menimbulkan
gangguan pada tubuh individu: peningkatan level epinefrin, gangguan memori,
peningkatan tekanan darah, dan sebagainya.
Looker dan Gregson ( 2005 ) di dalam bukunya menuliskan bahwa pandangan
seseorang terhadap lingkungannya akan menentukan seseorang tersebut akan
menganggap suatu kejadian sebagai suatu stresor atau bukan. Respon stres yang
terjadi juga bergantung pada pengalaman seseorang terhadap kejadian yang sama
sebelumnya. Pinel ( 2009 ) menuliskan bahwa stres juga bergantung pada strategi
yang diadopsi seorang individu untuk mengatasi stres.
2.1.4. Tingkatan Respon Terhadap Stres
Sebenarnya stres tidak selalu bersifat negatif. Hans selye (dalam Hidayat,
2009) membagi stres menjadi tiga, yaitu :
1. Eustress : adalah respon stres ringan yang menimbulkan senang, bahagia,
menantang dan menggairahkan. Dalah hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif,
misalnya lulus dari ujian atau kondisi ketika mengadapi perkawinan.
2. Distress : merupakan respon stres yang negatif dan menyakitkan, sehingga
3. Neustress : stres yang berada antara eustress dan distress, merupakan respon
stres yang menekan namun masih seimbang, sehingga seseorang merasa
tertantang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah,
berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.
Menurut prosesnya setiap orang dalam mengahdapi stres memiliki respon yang
berbeda-beda, tetapi secara umum respon terhadap stres memiliki beberapa
tingkat, yaitu:
1.Tingkat peringatan :
Setelah mengetahui ada stres, tubuh akan segera bereaaksi. Kecepatan tubuh
dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage. Apabila ada rasa takut atau cemas
atau khawatir, maka tubuh mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat
katabolisme yang menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya yang
mengancam, ditandai dengan denyut jantung bertambah cepat dan otot
berkontraksi.
2. Tingkat resistensi :
Pada tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan, biasa disebut
mekanisme coping. Coping berarti kegiatan untuk mengatasi masalah, misalnya
rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan sikap ramah
bukan dengan marah yang tidak terkendali tersebut.
3. Tingkat ketelitian :
Jika stres berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tubuh tidak lagi
mempunyai senjata untuk melawan stres. Pada keadaan ini, orang biasanya jatuh
sakit. Gejalanya psikosomatis, antara lain : gangguan pencernaan, mual, diare,
gatal-gatal, impotensi, menstruasi tidak lancar dan bentuk gangguan lainnya
kadang-kadang muncul gejala lain, seperti tidak mau makan atau makan terlalu
banyak, terlebih lagi bila diperberat dengan kejadian-kejadian yang datang
bersamaan, seperti : ditinggal orang tua yang disayangi, pensiun, musibah,
2.1.5. Respon Tubuh Terhadap Stres
Hans Selye (1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh
terhadap stres yaitu : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation
Syndrome (GAS).
1. Local Adaptation Syndrome
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini
termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap
cahaya dan lain-lain. Responnya berjangka pendek. Karakteristik dari LAS
adalah:
a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem
b. Respon bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus
d. Respon bersifat resorative
Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti
yang diuraikan dibawah ini : (Nasution, 2007)
a. Respon inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan
diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat
dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi
dibagi kedalam 3 fase :
1. Fase pertama :
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan
pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin,
histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas
kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang
cedera tersebut.
2. Fase kedua :
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan
3. Fase ketiga :
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari
kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan
benda tajam.
2. General Adaptation syndrome (GAS)
GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. (Sumiati,
2010) Respon yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin. GAS terdiri dari beberapa fase, yaitu :
a. Fase Alarm (Waspada)
Melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi
stresor. Reaksi psikologis “fight or flight’ dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah
jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal
mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stres
mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarm melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan
hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan
individu untuk beraksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula
darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi,
teraktifasinya epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan denyut jantung
meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan oksigen dan
meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “respon
melawan atau menghindar”. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Gejala stres menurun atau tubuh kembali
stabil bila denyut jantung, termasuk hormon, tekanan darah, cardiac output dan
lain-lain kembali normal. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor,
jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka
individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu : Fase
kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit
kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner dan lain-lain. Bila usaha
melawan tidak dapat diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu
lagi menghadapi stres.
2.2. Sistem Saraf Simpatis
Guyton ( 2006 ) menuliskan bahwa sistem saraf simpatis merupakan
bagian dari sistem saraf otonom yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh.
Serabut sistem saraf simpatis dimulai dari medulla spinalis diantara segmen T-1
dan L-2. Serabut ini berjalan sampai ke jaringan dan organ yang dirangsang oleh
saraf simpatis.
Sifat saraf simpatis yang menonjol yaitu kecepatan dan intensitasnya yang
dapat mengubah fungsi viseral dalam waktu singkat. Contohnya, dapat
meningkatkan denyut jantung sebesar dua kali lipat dalam waktu tiga sampai
dengan lima detik. Sistem saraf simpatis juga memiliki sifat khusus pada serabut-
Serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah (Guyton,
2006).
Rangsangan simpatis dapat timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh rasa
cemas, takut, atau merasakan nyeri yang berat. Dengan kata lain rangsangan
simpatis dapat timbul jika terjadi respon stres. Baik stres fisik maupun stres
mental dapat meningkatkan rangsangan simpatis (Guyton, 2006).
Perangsangan serabut simpatis pada berbagai organ tubuh akan
menimbulkan suatu efek. Efek yang diperoleh organ tubuh tersebut ditimbulkan
secara langsung oleh perangsangan serabut saraf simpatis dan secara tidak
langsung oleh perangsangsangan hormon-hormon medula adrenal: epinefrin dan
norepinefrin. Salah satu organ yang dapat dikenai efek perangsangan serabut
simpatis dan hormon medula adrenal adalah jantung. Perangsangan simpatis pada
umumnya akan meningkatkan kerja jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya
frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan simpatis akan
meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa, yang diperlukan saat bekerja
berat. Perangsangan epinefrin akan meningkatkan curah jantung ( Guyton, 2006 ).
STRES
SYMPHATHETIC NERVOUS
SYSTEM ( SAM )
PITUITARY GLAND
MEDULA ADRENAL KORTEX ADRENAL
PENGELUARAN
KATEKOLAMIN EPINEFRIN DAN NOREPINEFRIN
2.3. Cold Pressor test (CPT)
CPT merupakan suatu bentuk uji laboratorium. CPT sering digunakan dalam
penelitian-penelitian tentang kardiovaskular dan stres. CPT berfungsi untuk
memberikan paparan dingin dalam waktu singkat kepada subjek penelitian.
Paparan dingin pada CPT adalah hasil penggabungan air dengan air dengan es
batu sehingga diperoleh air dingin bersuhu sekitar 00- 40 C(Saab et al, 1993 ;
Duncko et al,2009).
CPT dapat diberikan pada tiga bagian tubuh seperti tangan , dahi, dan kaki. CPT
pada tangan dilakukan dengan cara merendam tangan ke air dingin. CPT pada
dahi dilakukan dengan cara menempelkan kantongan plastik berisi air dingin pada
dahi. CPT pada kaki dilakukan dengan cara merendam kaki kedalam air dingin
(Saab et al, 1993).
CPT dapat diberikan dalam durasi waktu tertentu. CPT dapat diberikan selama
satu menit (Duncko et al, 2009). CPT dapat diberikan selama seratus detik (Saab
et al, 1993). Ada juga beberapa peneliti yang memberikan paparan CPT dalam
dua menit. Paparan dingin oleh CPT juga dapat diberikan selama tiga atau empat
menit (Schwabe et al, 2008; Masoli, 2010).
2.4. Sistem Pernapasan
2.4.1. Pengertian Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar
tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
(Syaifuddin, 1996).
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang
menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk
menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran
udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi,
dan menghangatkan udara yang diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat
pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting
untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memiliki
sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang
dapat merusak (Alsagaff dkk, 2002).
Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran napas; bentuk, struktur, dan kaliber saluran napas yang
berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai
dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik
atau kimiawi merangsang reseptor disaluran napas, sehingga terjadi
bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu
dan gas toksik kedalam saluran napas (Tabrani Rab, 1996).
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap
partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan
terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas (Tabrani
2.4.2. Fungsi Pernapasan
Fungsi pernapasan adalah
1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh
tubuh).
3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)
2.4.3. Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut.
Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut primary lung bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi dua, yaitu esofagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea
akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal
bakal bronki dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio
berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan
jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveoli
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan
dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti. (pearce, 2009)
2.4.4. Fisiologi Pernapasan
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan ekterna, oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 perssen jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveoli,
dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut.(Djojodibroto, 2009)
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. Karbon
dioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat karbon dioksida dan oksigen. Pada waktu gerak
badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak karbon
dioksida dan terlampau sedikit oksigen; jumlah karbon dioksida itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbon dioksida
2.5. Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Frekuensi Napas
Bagian sistem saraf yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh
disebut sistem saraf otonom. Sistem saraf otonon terutama diaktifkan oleh
pusat-pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian
korteks serebri, khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan sinyal ke
pusat-pusat yang lebih rendah sehingga dengan demikian mempengaruhi pengaturan
otonom. Penjalaran sinyal otonomik eferen ke berbagai organ di seluruh tubuh
dapat dibagi dalam dua subdivisi utama yang disebut sistem saraf simpatis dan
sistem parasimpatis. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis terutama
menyekresikan salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau
norepinefrin. Serabut-serabut yang menyekresi asetilkolin disebut serabut
kolinergik. Serabut-serabut yang menyekresi norepinefrin disebut serabut
adrenergik, suatu istilah yang berasal dari kata adrenalin, nama lain bagi epinefrin.
Asetilkolin disebut transmiter parasimpatis, dan norepinefrin disebut transmiter
simpatis. Terdapat juga dua jenis utama reseptor adrenergik, yakni yang disebut
reseptor alfa dan reseptor beta. Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan
ke dalam darah oleh medula adrenal, dan efek perangsangannya pada organ
spesifik seperti paru adalah dilatasi pada bronkus yang nantinya akan
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah:
Variabel Independen
Paparan stresor akut cold
pressor test
Variabel Dependen
Frekuensi napas
Variabel Perancu 1. Riwayat Penyakit
2. Merokok
3. Konsumsi Alkohol
4. Konsumsi Kopi
5.Konsumsi obat-obatan
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Independen
Paparan stresor akut cold pressor test
3.2.2 Variabel Dependen
Frekuensi napas
3.2.3 Variabel Perancu
1. Riwayat Penyakit
Adanya riwayat penyakit asma akan mempengaruhi hasil pengukuran frekuensi
napas.
2. Merokok
Responden yang dipilih tidak merokok sehari sampai dengan sesaat sebelum
mengikuti penelitian karena kebiasaan merokok akan mempengaruhi hasil
pengukuraan frekuensi napas.
3. Alkohol
Responden tidak mengkonsumsi alkohol dua jam sampai dengan sesaat sebelum
mengikuti penelitian karena akan mempengaruhi hasil pengukuran frekuensi
napas.
4. Konsumsi Kopi
Dipilih responden yang tidak mengkonsumsi kopi dua jam sampai dengan sesaat
sebelum mengikuti penelitian karena dapat mempengaruhi frekuensi napas
5. Obat-obatan
Responden tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti obat flu dan
obat lain yang dapat mempengaruhi frekuensi napas seseorang sehari sampai
dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian
3.2.4 Definisi Operasional
a) Cold pressor test merupakan tes peningkatan sistem saraf simpatis dengan
pendinginan yang dilakukan dengan cara memberikan rangsang pendinginan pada
tangan yaitu diletakkan di dalam suatu wadah berisi air es bersuhu 00- 40C selama
kurang lebih dua menit.
b) Frekuensi pernapasan adalah intensitas memasukkan atau mengeluarkan udara
per menit. Pada umumnya intensitas pernapasan pada manusia berkisar antara 16
– 18 kali/menit.
c) Cara pengukuran : dengan melihat pergerakan dada responden
d) Hasil pengukuran : kali/menit
e) Skala pengukuran : rasio
3.3 Hipotesis
Ha: Ada perbedaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan sebelum dan
sesudah diberipaparan stresor akut cold pressor test.
Ho: tidak ada perbedaaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi eksperimental),
dengan metode Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time
Series Design). Pada dasarnya desain ini merupakan rancangan rangkaian waktu
tetapi menggunakan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2005). Rancangan ini
menggunakan kelompok kontrol untuk menambah validitas internal, yaitu bahwa
perubahan yang terjadi benar karena perlakuan yang kita berikan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Departemen Fisiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pengambilan dan pengumpulan
data dilakukan bulan Oktober—November 2012.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa semester tiga Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012. Karena jumlah populasi
yang terlalu banyak yaitu 522 orang, maka diperlukan penarikan sampel pada
penelitiaan ini. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random
sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak yang bertingkat. Untuk
penarikan sampel digunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak
berpasangan dengan data numerik. Pemilihan sampel adalah berdasarkan yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini.
Kriteriaa Inklusi :
1)Responden adalah Mahasiswa FK USU semester tiga
Kriteria Eksklusi :
1) Responden mempunyai riwayat asma dan penyakit paru lainnya
2) Responden merokok dan mengkonsumsi alkohol dua jam sampai dengan
sesaat sebelum mengikuti penelitian
3) Responden mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi
frekuensi napas sehari sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian
Perhitungan besar sample untuk penelitian estimasi data proporsi pada penelitian
ini diambil berdasarkan rumus dibawah ini :
n1 = n2 = 2 ( zα + zβ)2 S2
( µ0 - µα)2
Keterangan rumus :
n : Besar sampel minimum
Zα : Nilai distribusi normal baku (peneliti menetapkan α= 0,05 dan Zα
penelitian ini adalah 1,645.
Zβ : Nilai distribusi normal baku (peneliti menetapkan β= 0,05 dan Zα penelitian ini adalah 1,645.
S2 : Harga varian di populasi sesuai dengan literarur, jika tidak ada varian
populasi, dapat menggunakan rata-rata varian sampel=113,65
µ0 - µα :Perkiraan selisih nilai mean populasi sesuai dengan literarur= 14±4,5
Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing
subjek penelitian dan kelompok sampel adalah:
Maka didapatkan jumlah sample 26 orang. Sample didapat dari seluruh
mahasiswa FK USU Semester 3 dengan cara stratified random sampling sehingga
direncanakan diambil dari Mahasiswa FK USU Semester 3 :
1. Kelas A1 : ¼ x 26 = 6
2. Kelas A2 : ¼ x 26 = 7
3. Kelas B1 : ¼ x 26 = 7
4. Kelas B2 : ¼ x 26 = 6
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian iini adalah data primer. Data diperoleh dari
pengamatan dan pencatatan hasil pengukuran. Pencatatan dilakukan pada lembar
pencatatan hasil pengukuran.
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelititan ini yaitu :
a. calon sample diberi penjelasan mengenai penelitian kemudian calon yang
setuju mengikuti penelitian diminta untuk mengisi lembar persetujuan.
b. Sample dihubungi untuk datang ke laboratorium fisiologi FK USU pada
hari penelitian dilakukan untuk menentukan apakah sample memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi.
c. Jika sample yang telah dihubungi memiliki kriteria ekslusi maka sample
tidak diikut sertakan dalam penelitian kemudian dicarikan penggantinya.
d. Dilakukan pemilihan subjek penelitian dan kelompok kontrol secara acak
dengan menggunakan kertas undian yang bertuliskan SP untuk subjek
penelitian dan K untuk kontrol.
e. Subjek penelitian dan kelompok kontrol ditempatkan pada ruangan yang
sama dan dipersilahkan beristirahat selama 10 menit.
f. Kemudian dilakukan pengukuran frekuensi napas subjek penelitian dan
kelompok kontrol. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel.
g. Subjek penelitian diminta untuk merendam tangan kedalam air es bersuhu
0-4 c selama 2 menit, sementara itu kelompok kontrol diminta untuk
Suhu air yang sama dengan suhu ruangan diperoleh dengan membiarkan
air dalam ruangan kurang lebih 10 menit.
h. Pada saat subjek penelitian merendam tangannya kedalam air es dilakukan
pengukuran frekuensi napas setelah detik ke 30, 60, dan 90 demikian pula
pada kelompok kontrol. Pengukuran waktu dengan menggunakan
stopwatch.
i. Setelah 2 menit subjek diminta untuk memindahkan tangannya darai air es
ketempat yang kering. Kemudian segera dilakukan pengukuran frekuensi
napas. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel. Jika subjek penelitian tidak
dapat melakukan perendaman selama 2 menit maka subjek penelitian
dimasukkan kedalam kriteria ekslusi dan dicari penggantinya.
j. Subjek penelitian dan kelompok kontrol dikeringkan tangannya dengan
handuk.
k. Air es dan air bersuhu ruangan yang telah digunakan diganti untuk sample
yang laen.
l. Penelitian dilakukan secara bertahap sampai jumlah sample terpenuhi.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil pengukuran dipresentasekan dalam bentuk tabel. Pengujian
menggunakan metode komputerisasi. Dilakukan uji normalitas data menggunakan
kurva histogram normal. Data dinyatakan berdistribusi normal jika kurva tidak
miring ke kiri atau ke kanan. Jika data berdistribusi normal, dilakukan uji t
dependen untuk menguji hipotesis. Uji dinyatakan berbeda secara bermakna jika
nilai p< 0,05 dengan interval kepercayaan 95% (Wahyuni, 2007). Apabila
ditemukan data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji wilcoxon untuk
menguji hipotesis. Uji dinyatakan bermakna apabila nilai p<0,05 dengan interval
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitiaan
Penelitiaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan. Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara terletak di lantai 2 FK USU dimana Fakultas Kedokteran USU
terletak di Jalan Dr. Mansur No.5, Medan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 3 Fakultas
Kedokteran USU tahun 2012 yang berumur 17-20 tahun. Responden tersebut
telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
5.1.3. Distribusi Mahasiswa
Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah
Subjek Penelitian 6 7 13
Kontrol 4 9 13
Jumlah 10 16 26
Pada tabel 5.1 responden terbanyak baik kontrol maupun subjek
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa usia terbanyak adalah responden yang
memiliki usia 19 tahun.
5.1.4. Hasil Analisis Statistik
Tabel 5.3. Nilai Rata-Rata Hasil Pengukuran Frekuensi Napas
Keadaan Paparan CPT
Kelompok
subjek penelitian Kontrol
Sebelum 19.08 18.15
paparan 30 detik 22.15 18.15
paparan 60 detik 21.85 18.15
paparan 90 detik 23.38 18.77
Setelah 120 detik 22 19
Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa nilai rata-rata subjek sebelum dan setelah
diberikan paparan Cold Pressor Test adalah 19.08 dan 22.
Setelah dilakukan normalitas, diperoleh data terdistribusi normal maka
dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t dependen, akan didapatkan
nilai rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan Cold
Tabel 5.4. Hasil Uji T-Dependen
Pasangan Nilai Beda Rata-rata
sebelum*sesudah CPT 2,923 4,681 1,298 0,044
α =
0,05
Rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah diberikan Cold
Pressor Test adalah 2,923 dan p value 0,044. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan frekuensi napas yang bermakna (p<0,05) sebelum dan setelah diberikan
Cold Pressor Test.
5.2. Pembahasan
Dengan menggunakan uji T dependen didapati nilai rata-rata perubahan
frekuensi napas sebelum dan setelah diberikan paparan Cold Pressor Test
meningkat.
Nilai rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah diberi Cold Pressor
Test adalah 2,923.
Berdasarkan nilai rata-rata tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan
frekuensi napas sebelum diberikan Cold Pressor Test dibandingkan sesudah
diberikan Cold Pressor Test. Hal ini sejalan dengan teori Schwabe (2008) dan
Masoli (2010) yang menyatakan bahwa Cold pressor test dapat menyebabkan
stres akut yang akan memicu peningkatan efek simpatis dalam tubuh seperti
Terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan ketika dilakukannya CPT
adalah karena suhu dingin menyebabkan perangsangan saraf simpatis yang
menyebabkan pengeluaran norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan ke dalam
darah oleh medula adrenal, dan efek perangsangannya adalah dilatasi pada
bronkus yang akan meningkatkan frekuensi napas pada saluran
pernapasan.(Guyton, 2006)
Hasil penelitian membuktikan terdapat perbedaan perubahan frekuensi
pernapasan sebelum dan setelah diberikan cold pressor test. Dimana hasil
menunjukkan nilai p untuk perbandingan perubahan frekuensi napas sebelum dan
setelah diberikan cold pressor test adalah 0,044. Apabila nilai p < 0,05, maka
hipotesa nol ditolak dan membuktikan terdapat perbedaan perubahan frekuensi
napas pada sebelum dan setelah diberikan cold pressor test pada kelompok
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Ada perbedaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan sebelum
dan sesudah diberipaparan stresor akut cold pressor test.
6.2. Saran
Penelitiaan ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap terdapat
penelitiaan lain yang meneruskan penelitiaan ini agar lebih sempurna. Sebaiknya
dilakukan penelitiaan lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, T., Syaifuddin, M., Tabrani, R. 2002. Anatomi dan Fisiologi
Pernapasan Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 45-51.
Alwi, Hasan, et al. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
American Physcological Association. Stres: The different kind of stres. [Adapted
from The Stres Solution by Lyle H. Miller, Ph.D., and Alma Dell
Smith, Ph.D.]. Available online at:
Djojodibroto, R.D. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC, 21-22.
Duncko, Roman, Johnson, Linda, Merikangas, Kathleen, dan Grillon Christian.
2009. Working Memory Performance After Acute Exposure to The Cold
Pressure Test in Healthy Volunteers, NIH Publish Access, USA.
Available from:
Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC, 787-800.
Hidayat. D.R. 2000. Pengantar psikologi untuk tenaga kesehatan: Ilmu Perilaku
Manusia. Jakarta: Trans Info Media.
Mourot, L., Bouhaddi, M., Regnard, J. 2009. Effects of The Cold Pressure Test on
Cardiac Autonomic Control in Normal Subjects
Mukhtar, Z., Haryuna, T.S.H., Effendy, E., Rambe, A.Y.M., Betty., Zahara, D.,
2011. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. Medan: USU
Murti, B., 1996. Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu
Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nasution, I.K. 2007. Respon Tubuh terhadap Stress. Jakarta: EGC, 226-227.
Notoadmojo S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. 68-140.
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 265-266.
Saab, P.G., Llabre, M.M., Hurwitz, B.E., Schneiderman, N., Wohlgemuth, W.,
Durel, L.A., et al., 1993. The cold pressor test: vascular and myocardial
response patterns and their stability, Cambridge University Press, United
States of America. Available from:
[Accesseed 12 maret 2012].
Sandlow, A. 2000. Adaptation to Stress and Natural Therapies. Clinical practice.
The Pain and Practitioner.
Schwabe, L., Haddad, L., dan Schachinger, H., 2008. HPA axis activation by a
socially evaluated cold-pressor test, Elsevier, Germany. Available from:
[Accessed 12 Maret 2012].
Sriati A, 2007. Tinjauan Tentang Stres. Available online at:
content/uploads/publikasi_dosen/TINJAUAN%20TENTANG%20STRES.
Sumiati, Hj. 2010. Penanganan Stress. Jakarta: Trans Info Media, 75-79. [diakses 28 Mei 2010].
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : GURPREET DHILLON
Tempat/ Tanggal lahir : Pontianak / 6 Maret 1992
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Setia Budi No. 144 A, Medan
Orangtua
Ayah : dr. Surjit Singh, Sp.F, MBBS, DFM
Ibu : Baljit Sidhu
Riwayat Pendidikan : 1. TK Kartini (1996 – 1997)
2. SD Immanuel (1997 – 2003)
3. SMP Swasta Santo Thomas 4 (2003-2006)
4. SMA Swasta Santo Thomas 1 (2006-2009)
LEMBAR PENJELASAN
Salam sejahtera,
Saya, Gurpreet Dhillon, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang mengadakan penelitian dengan judul
“ Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas”.
Saya mengadakan penelitian untuk mengetahui hubungan paparan stresor dengan
frekuensi pernapasan. Menurut ilmu Fisiologi paparan stresor akan menimbulkan
respon stres yang dapat merangsang sistem saraf simpatis sehingga timbul
perubahan pada frekuensi napas.
Saya mengharapkan kerja sama dari teman-teman dalam penelitian ini.
Pada penelitian akan dilakukan perendaman salah satu tangan (tangan yang
dominan) dalam air es/ air bersuhu sama dengan suhu ruangan selama dua menit
dan dilakukan pengukuran frekuensi napas. Partisipasi Anda bersifat sukarela dan
tanpa paksaan. Identitas Anda akan dirahasiakan dan tidak dipublikasikan. Data
yang terkumpul hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak
akan disalahgunakan untuk maksud lain. Jika terdapat hal yang kurang
dimengerti, Anda dapat bertanya langsung kepada saya, Gurpreet Dhillon.
Demikian penjelasan ini saya sampaikan.
Terimakasih saya ucapkan atas perhatian dan kesediaan Anda menjadi
responden dalam penelitian ini. Setelah memahami tentang keikutsertaan dalam
penelitian ini, saya berharap Anda bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah
dipersiapkan.
Medan, 2012
Peneliti,
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
No. Telp :
Telah mendapatkaan keterangan dari peneliti bahwa saya akan diminta
untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Paparan
Stressor Akut Cold Pressor Test Terhadap Perubahan Frekuensi Napas”. Adapun
dalam penelitian ini saya diminta untuk merendamkan tangan saya ke dalam air es
bersuhu 00-40 C, selanjutnya frekuensi napas saya akan diukur.
Saya menyadari manfaat dan resiko penelitiaan ini dan saya menyatakan
bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai responden tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.
Medan, 2012
Peneliti Responden
LAMPIRAN
LEMBAR PENCATATAN HASIL PENGUKURAN
Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Lengkap :
NIM :
Usia :
Kelas :
Merokok (sehari sebelum saat ini) : Ya / Tidak
Konsumsi Alkohol (dua jam sebelum saat ini) : Ya / Tidak
Konsumsi Kopi (dua jam sebelum saat ini) : Ya / Tidak
Konsumsi Obat : Ya / Tidak, nama obat ...
B. HASIL PENGUKURAN FREKUENSI NAPAS
Keterangan
Kelompok : Subjek penelitian / kontrol
Jenis stresor : Air es / Air bersuhu sama dengan suhu ruangan
1. Sebelum Paparan Stresor
Hasil Pengukuran ke - ... (kali/menit) Rata-rata
1 2 3
2. Pada Saat Paparan Stresor Diberikan
Hasil Pengukuran Detik ke - ... (kali/menit)
30 60 90
3. Setelah Paparan Stresor
Hasil Pengukuran ke - ... (kali/menit) Rata-rata
LAMPIRAN
DATA INDUK
Frekuensi Napas Sebelum, Sewaktu (30,60,90 detik), dan Sesudah Paparan
Akut Cold Pressor Test
Rata-rata Frekuensi Napas pada Kelompok Kontrol
Statistics
napasse belumcpt
napas30 detik
napas60 detik
napas90d etik
napassetelah cpt
N Valid 13 13 13 13 13
Missing 0 0 0 0 0
Rata-rata Frekuensi Napas pada Kelompok Subjek Penelitian
Statistics
napassebelum2 napas30detik2 napas60detik2 napas90detik2