• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas pada Mahasiswa Semester tiga Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas pada Mahasiswa Semester tiga Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PAPARAN STRESOR AKUT

COLD PRESSOR TEST

DENGAN FREKUENSI NAPAS

OLEH :

GURPREET DHILLON

090100208

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PAPARAN STRESOR AKUT

COLD PRESSOR TEST

DENGAN FREKUENSI NAPAS

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

GURPREET DHILLON

090100208

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Hasil Akhir Penelitian dengan Judul :

Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test Dengan Frekuensi Napas

Pada Mahasiswa Semester Tiga Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Tahun 2012

Yang dipersiapkan oleh :

GURPREET DHILLON

090100208

Hasil akhir penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk seminar hasil aporan

karya tulis ilmiah

Medan, 06 Desember 2012

Disetujui,

Dosen Pembimbing

(dr. Eka Roina Megawati, M.Kes)

(4)

ABSTRAK

Frekuensi pernapasan adalah jumlah udara yang keluar dan masuk ke paru-paru setiap kali bernapas, yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Cold pressor test merupakan stresor yang mengaktivasi saraf simpatis. Pada saat cold pressor test diberikan pada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis, sehingga frekuensi napas seseorang menjadi meningkat.

Tujuan penelitian ini membandingkan perbedaan perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan cold pressor test. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasy experimental atau eksperimental semu dengan Rancangan Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time Series Design). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 26 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Pengolahan data menggunakan SPSS.

Dari hasil penelitian, didapatkan nilai p frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan cold pressor test adalah 0,044 (p<0,05).

Kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunaka Uji T dependen, didapati adanya perbedaan frekuensi napas yang bermakna antara sebelum dan setelah diberikan cold pressor test.

(5)

ABSTRACT

Respiratory rate is the amount of air in and out of the lungs every breath, which is influenced by the autonomic nervous system, sympathetic and parasympathetic. Cold pressor test is a stressor that activates the sympathetic nerves. At the cold pressor test is given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves, so that one's respiratory rate increases.

The purpose of this study is to compare the differences of changes in the respiratory rate before and after the cold pressor test. The research was done by the quasy experimental method or quasi-experimental design with Time Series with Comparison Group (Control Time Series Design). The number of samples in this study were about 26 people who met the inclusion criteria and had no exclusion criteria. The sampling technique that is used was the stratified random sampling. Processing the data is using SPSS.

From the research, it was found that the respiratory rate p values before and after the cold pressor test was given is 0.044 (p <0.05).

The conclusions from the study with the instruction in Test T dependent, there is a significant difference in respiratory rate between before and after being given the cold pressor test.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Hubungan Paparan Stresor Akut

Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas pada Mahasiswa Semester tiga

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012. Dalam

penyelesaian penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini, tentu saja penulis

mendapat kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan dan dukungan berbagai

pihak penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya.. Untuk

itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih kepada:

1. Kepada Prof. Dr. Gontar alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku

dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Eka Roina

Megawati, M.Kes yang telah memberi banyak arahan dan masukan

kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan

baik.

3. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, terutama kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf

Medical Education Unit (MEU)

4. Orangtua penulis dr. Surjit Singh Sp.F dan Baljit sidhu. Terimakasih

tiada tara peneliti persembahkan untuk doa, kasih sayang, dan

dukungan moril maupun materil.

5. Kakak penulis Sylvia Sarah yang memberikan dukungan yang tiada

henti-hentinya kepada penulis.

6. Teman teman seperjuangan penulis Halpy Karlin dan Frendina

Napitupulu selaku kelompok sesama bimbingan yang telah

(7)

7. Para sahabat penulis (Afdevia Primasari, dan Jenny Chandra) yang

telah memberikan bantuan berupa saran, kritik dan motivasi selama

penyusunan karya tulis ilmiah

8. Semua pihak baik lansung maupun tidak langsung yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat

diharapkan.

Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini nantinya berguna bagi

masyarakat dan khususnya bagi penulis sendiri

Medan, 8 Januari 2013

Penulis

Gurpreet Dhillon

(8)

DAFTAR ISI

2.1.4. Tingkatan Respon Terhadap Stres ... 5

2.1.5. Respon Tubuh Terhadap Stres ... 6

2.2. Sistem Saraf Simpatis ... 9

2.3. Cold Pressor Test (CPT) ... 11

2.4. Sistem Pernapasan ... 11

2.4.1. Pengertian Pernapasan ... 11

2.4.2. Fungsi Pernapasan ... 13

2.4.3. Anatomi Paru ... 13

2.4.4. Fisiologi Pernapasan ... 13

2.5. Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Frekuensi Napas ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 17

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... . 23

5.1.3. Distribusi Mahasiswa... . 23

5.1.4. Hasil Analisis Statistik... . 24

5.2. Pembahasan ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1. Kesimpulan ... 27

6.2. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ... 24

Tabel 5.3. Nilai Rata-Rata Hasil Pengukuran Frekuensi Napas... 24

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : adrenocorticotropic hormone

CPT : cold pressor test

CRF : corticotropin releasing factor

P : probabilitas

(12)

ABSTRAK

Frekuensi pernapasan adalah jumlah udara yang keluar dan masuk ke paru-paru setiap kali bernapas, yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Cold pressor test merupakan stresor yang mengaktivasi saraf simpatis. Pada saat cold pressor test diberikan pada seseorang, terjadi aktivasi saraf otonom simpatis, sehingga frekuensi napas seseorang menjadi meningkat.

Tujuan penelitian ini membandingkan perbedaan perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan cold pressor test. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasy experimental atau eksperimental semu dengan Rancangan Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time Series Design). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 26 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Pengolahan data menggunakan SPSS.

Dari hasil penelitian, didapatkan nilai p frekuensi napas sebelum dan sesudah diberikan cold pressor test adalah 0,044 (p<0,05).

Kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunaka Uji T dependen, didapati adanya perbedaan frekuensi napas yang bermakna antara sebelum dan setelah diberikan cold pressor test.

(13)

ABSTRACT

Respiratory rate is the amount of air in and out of the lungs every breath, which is influenced by the autonomic nervous system, sympathetic and parasympathetic. Cold pressor test is a stressor that activates the sympathetic nerves. At the cold pressor test is given to a person, there is an activation of the sympathetic autonomic nerves, so that one's respiratory rate increases.

The purpose of this study is to compare the differences of changes in the respiratory rate before and after the cold pressor test. The research was done by the quasy experimental method or quasi-experimental design with Time Series with Comparison Group (Control Time Series Design). The number of samples in this study were about 26 people who met the inclusion criteria and had no exclusion criteria. The sampling technique that is used was the stratified random sampling. Processing the data is using SPSS.

From the research, it was found that the respiratory rate p values before and after the cold pressor test was given is 0.044 (p <0.05).

The conclusions from the study with the instruction in Test T dependent, there is a significant difference in respiratory rate between before and after being given the cold pressor test.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stres merupakan suatu respon nonspesifik tubuh terhadap setiap tekanan

atau tuntutan yang mungkin muncul, baik dari kondisi menyenangkan maupun

tidak menyenangkan (Sadock, 2003). Menurut Sarwono (2003), stres adalah

kondisi kejiwaan ketika jiwa itu mendapat beban.

Mekanisme respon tubuh terhadap stres diawali dengan adanya rangsang

yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh individu sendiri yang akan

diteruskan pada sistem limbik sebagai pusat pengatur adaptasi. Sistem limbik

meliputi thalamus, hipothalamus, amygdala, hipocampus dan septum. Sistem

Limbik juga dapat mempengaruhi kerja dari sistem otonom. Hipothalamus

memiliki efek yang sangat kuat pada hampir seluruh sistem viseral tubuh kita

dikarenakan hampir semua bagian dari otak mempunyai hubungan dengannya.

Oleh karena hubungan ini, maka hipothalamus dapat merespon rangsang

psikologis dan emosional. Hipothalamus selanjutnya mengendalikan dua sistem

neuroendokrin, yaitu sistem simpatik dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf

simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan

mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah

pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung

dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatik juga memberi sinyal ke medula

adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem

korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia

yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus.

Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa

melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan

sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH

juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30

(15)

Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres akan meningkat

jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan pada sistem homeostasis. Adrenalin

yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatik berpengaruh terhadap

kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal

Metabolism Rate (BMR), juga menaikkan denyut jantung dan frekuensi napas

(Nasution I.K., 2007)

Cold pressor test merupakan suatu tes yang dapat menyebabkan stres akut

yang akan memicu peningkatan efek simpatis dalam tubuh seperti tekanan darah,

denyut jantung, kadar gula darah, serta frekuensi pernapasan. Cold pressor test

sering digunakan dalam penelitian-penelitian tentang kardiovaskuler dan stres. (

Schwabe et al, 2008; Masoli, 2010 ).

Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas disebut

sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan manusia

setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya usia, jenis kelamin, suhu tubuh,

posisi tubuh, aktivitas, serta stres yang juga berperan sebagai salah satu faktor

yang mempengaruhi frekuensi pernapasan.

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah ada tidaknya pengaruh

paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan Cold Pressor Test dengan frekuensi napas?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan

(16)

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh paparan stresor akut cold pressor test

terhadap frekuensi napas.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. mengetahui karakteristik sampel penelitian

b. mengetahui distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin dan

usia

c. mengetahui hubungan paparan stresor akut CPT terhadap frekuensi

napas

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka disusun manfaat penelitian sebagai

berikut :

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini akan menambah wawasan peneliti mengenai pengaruh

paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.

2. Bagi Pembaca

Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca terhadap pengaruh

paparan stresor akut cold pressor test terhadap peningkatan frekuensi napas.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai tambahan tinjauan pustaka dan pengetahuan untuk peneliti lain dalam

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres

2.1.1. Pengertian Stres

Stres adalah respon manusia yang bersifat non spesifik terhadap setiap

tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Hans Selye yang dikutip Depkes,

1998).

Sneada dan Hawari (2001) mengemukakan bahwa stres adalah reaksi atau

resspon tubuh terhadap stresor psikososial berupa tekanan mental atau beban

kehidupan.

Suherjan (1987) mengemukakan bahwa stres adalah suatu kekuatan yang

mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri

seseorang dan menurut Maramis (1999) stres adalah segala masalah atau tuntutan

penyesuaian diri yang mengganggu keseimbangan seseorang. Sementara itu

Vincent corneli yang dikutip oleh Grant Brecht (2000) berpendapat bahwa stres

adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan

tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan

individu di dalamm lingkungan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan tadi, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang

menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, yang dipengaruhi oleh

(18)

2.1.2. Stresor

Stresor adalah pengalaman yang menginduksi stres. Stresor berasal dari

lingkungan sekitar manusia. Stresor dapat berupa tuntutan psikologis seperti

kehilangan pekerjaan, kegeraman karena kemacetan lalu lintas, relasi yang tidak

baik, dan sebagainya. Terdapat juga stresor fisik seperti paparan dingin,

kebisingan, kelelahan karena olah raga, dan lain-lain. ( Taylor, 2009; Looker dan

Gregson, 2005 )

2.1.3. Hal yang Mempengaruhi Respon Stres

Respon stres seseorang bergantung pada stresor dan individu itu sendiri

( Pinel, 2009 ). Menurut Taylor ( 2009 ) seberapa lama setiap stresor berlangsung

akan memengaruhi keseimbangan seseorang dalam menghadapi stresor. Paparan

kronik suatu stresor dapat menyebabkan stres kronik yang akan menimbulkan

gangguan pada tubuh individu: peningkatan level epinefrin, gangguan memori,

peningkatan tekanan darah, dan sebagainya.

Looker dan Gregson ( 2005 ) di dalam bukunya menuliskan bahwa pandangan

seseorang terhadap lingkungannya akan menentukan seseorang tersebut akan

menganggap suatu kejadian sebagai suatu stresor atau bukan. Respon stres yang

terjadi juga bergantung pada pengalaman seseorang terhadap kejadian yang sama

sebelumnya. Pinel ( 2009 ) menuliskan bahwa stres juga bergantung pada strategi

yang diadopsi seorang individu untuk mengatasi stres.

2.1.4. Tingkatan Respon Terhadap Stres

Sebenarnya stres tidak selalu bersifat negatif. Hans selye (dalam Hidayat,

2009) membagi stres menjadi tiga, yaitu :

1. Eustress : adalah respon stres ringan yang menimbulkan senang, bahagia,

menantang dan menggairahkan. Dalah hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif,

misalnya lulus dari ujian atau kondisi ketika mengadapi perkawinan.

2. Distress : merupakan respon stres yang negatif dan menyakitkan, sehingga

(19)

3. Neustress : stres yang berada antara eustress dan distress, merupakan respon

stres yang menekan namun masih seimbang, sehingga seseorang merasa

tertantang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah,

berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.

Menurut prosesnya setiap orang dalam mengahdapi stres memiliki respon yang

berbeda-beda, tetapi secara umum respon terhadap stres memiliki beberapa

tingkat, yaitu:

1.Tingkat peringatan :

Setelah mengetahui ada stres, tubuh akan segera bereaaksi. Kecepatan tubuh

dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage. Apabila ada rasa takut atau cemas

atau khawatir, maka tubuh mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat

katabolisme yang menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya yang

mengancam, ditandai dengan denyut jantung bertambah cepat dan otot

berkontraksi.

2. Tingkat resistensi :

Pada tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan, biasa disebut

mekanisme coping. Coping berarti kegiatan untuk mengatasi masalah, misalnya

rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan sikap ramah

bukan dengan marah yang tidak terkendali tersebut.

3. Tingkat ketelitian :

Jika stres berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tubuh tidak lagi

mempunyai senjata untuk melawan stres. Pada keadaan ini, orang biasanya jatuh

sakit. Gejalanya psikosomatis, antara lain : gangguan pencernaan, mual, diare,

gatal-gatal, impotensi, menstruasi tidak lancar dan bentuk gangguan lainnya

kadang-kadang muncul gejala lain, seperti tidak mau makan atau makan terlalu

banyak, terlebih lagi bila diperberat dengan kejadian-kejadian yang datang

bersamaan, seperti : ditinggal orang tua yang disayangi, pensiun, musibah,

(20)

2.1.5. Respon Tubuh Terhadap Stres

Hans Selye (1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh

terhadap stres yaitu : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation

Syndrome (GAS).

1. Local Adaptation Syndrome

Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini

termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap

cahaya dan lain-lain. Responnya berjangka pendek. Karakteristik dari LAS

adalah:

a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem

b. Respon bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk menstimulasikannya

c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus

d. Respon bersifat resorative

Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti

yang diuraikan dibawah ini : (Nasution, 2007)

a. Respon inflamasi

Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan

diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat

dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi

dibagi kedalam 3 fase :

1. Fase pertama :

Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan

pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin,

histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas

kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang

cedera tersebut.

2. Fase kedua :

Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan

(21)

3. Fase ketiga :

Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari

kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan

benda tajam.

2. General Adaptation syndrome (GAS)

GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. (Sumiati,

2010) Respon yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem

endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem

Neuroendokrin. GAS terdiri dari beberapa fase, yaitu :

a. Fase Alarm (Waspada)

Melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi

stresor. Reaksi psikologis “fight or flight’ dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah

jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal

mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stres

mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.

Fase alarm melibatkan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan

hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan

individu untuk beraksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula

darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi,

teraktifasinya epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan denyut jantung

meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan oksigen dan

meningkatnya kewaspadaan mental.

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “respon

melawan atau menghindar”. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.

(22)

b. Fase Resistance (Melawan)

Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan

pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan

kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba

mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Gejala stres menurun atau tubuh kembali

stabil bila denyut jantung, termasuk hormon, tekanan darah, cardiac output dan

lain-lain kembali normal. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor,

jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka

individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu : Fase

kehabisan tenaga.

c. Fase Exhaustion (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada fase

sebelumnya. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit

kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner dan lain-lain. Bila usaha

melawan tidak dapat diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.

Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu

lagi menghadapi stres.

2.2. Sistem Saraf Simpatis

Guyton ( 2006 ) menuliskan bahwa sistem saraf simpatis merupakan

bagian dari sistem saraf otonom yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh.

Serabut sistem saraf simpatis dimulai dari medulla spinalis diantara segmen T-1

dan L-2. Serabut ini berjalan sampai ke jaringan dan organ yang dirangsang oleh

saraf simpatis.

Sifat saraf simpatis yang menonjol yaitu kecepatan dan intensitasnya yang

dapat mengubah fungsi viseral dalam waktu singkat. Contohnya, dapat

meningkatkan denyut jantung sebesar dua kali lipat dalam waktu tiga sampai

dengan lima detik. Sistem saraf simpatis juga memiliki sifat khusus pada serabut-

(23)

Serabut-serabut saraf ini langsung berakhir pada sel-sel neuron khusus yang

mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah (Guyton,

2006).

Rangsangan simpatis dapat timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh rasa

cemas, takut, atau merasakan nyeri yang berat. Dengan kata lain rangsangan

simpatis dapat timbul jika terjadi respon stres. Baik stres fisik maupun stres

mental dapat meningkatkan rangsangan simpatis (Guyton, 2006).

Perangsangan serabut simpatis pada berbagai organ tubuh akan

menimbulkan suatu efek. Efek yang diperoleh organ tubuh tersebut ditimbulkan

secara langsung oleh perangsangan serabut saraf simpatis dan secara tidak

langsung oleh perangsangsangan hormon-hormon medula adrenal: epinefrin dan

norepinefrin. Salah satu organ yang dapat dikenai efek perangsangan serabut

simpatis dan hormon medula adrenal adalah jantung. Perangsangan simpatis pada

umumnya akan meningkatkan kerja jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya

frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan simpatis akan

meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa, yang diperlukan saat bekerja

berat. Perangsangan epinefrin akan meningkatkan curah jantung ( Guyton, 2006 ).

STRES

SYMPHATHETIC NERVOUS

SYSTEM ( SAM )

PITUITARY GLAND

MEDULA ADRENAL KORTEX ADRENAL

PENGELUARAN

KATEKOLAMIN EPINEFRIN DAN NOREPINEFRIN

(24)

2.3. Cold Pressor test (CPT)

CPT merupakan suatu bentuk uji laboratorium. CPT sering digunakan dalam

penelitian-penelitian tentang kardiovaskular dan stres. CPT berfungsi untuk

memberikan paparan dingin dalam waktu singkat kepada subjek penelitian.

Paparan dingin pada CPT adalah hasil penggabungan air dengan air dengan es

batu sehingga diperoleh air dingin bersuhu sekitar 00- 40 C(Saab et al, 1993 ;

Duncko et al,2009).

CPT dapat diberikan pada tiga bagian tubuh seperti tangan , dahi, dan kaki. CPT

pada tangan dilakukan dengan cara merendam tangan ke air dingin. CPT pada

dahi dilakukan dengan cara menempelkan kantongan plastik berisi air dingin pada

dahi. CPT pada kaki dilakukan dengan cara merendam kaki kedalam air dingin

(Saab et al, 1993).

CPT dapat diberikan dalam durasi waktu tertentu. CPT dapat diberikan selama

satu menit (Duncko et al, 2009). CPT dapat diberikan selama seratus detik (Saab

et al, 1993). Ada juga beberapa peneliti yang memberikan paparan CPT dalam

dua menit. Paparan dingin oleh CPT juga dapat diberikan selama tiga atau empat

menit (Schwabe et al, 2008; Masoli, 2010).

2.4. Sistem Pernapasan

2.4.1. Pengertian Pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang

banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar

tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi

(Syaifuddin, 1996).

Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang

menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk

menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.

(25)

1. Bagian Konduksi

Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,

bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran

udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi,

dan menghangatkan udara yang diinspirasi.

2. Bagian Respirasi

Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas

antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat

pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting

untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memiliki

sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang

dapat merusak (Alsagaff dkk, 2002).

Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :

a. Arsitektur saluran napas; bentuk, struktur, dan kaliber saluran napas yang

berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai

dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik

atau kimiawi merangsang reseptor disaluran napas, sehingga terjadi

bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu

dan gas toksik kedalam saluran napas (Tabrani Rab, 1996).

b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap

partikel debu dan mengeluarkannya.

c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan

terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas (Tabrani

(26)

2.4.2. Fungsi Pernapasan

Fungsi pernapasan adalah

1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)

untuk mengadakan pembakaran.

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian

dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh

tubuh).

3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)

2.4.3. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.

pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut.

Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu

jaringan yang disebut primary lung bud. Bagian proksimal foregut membagi diri

menjadi dua, yaitu esofagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea

akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal

bakal bronki dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio

berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan

jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveoli

bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan

dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai

pertumbuhan somatic berhenti. (pearce, 2009)

2.4.4. Fisiologi Pernapasan

Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan ekterna, oksigen

dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui

trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di

(27)

Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang

memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut

oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di

dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan

oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 perssen jenuh

oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan

metabolisme, menembus membran alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveoli,

dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung

dan mulut.(Djojodibroto, 2009)

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau

pernapasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar.

2. Arus darah melalui paru-paru.

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat

dapat mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. Karbon

dioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan

paru-paru menerima jumlah tepat karbon dioksida dan oksigen. Pada waktu gerak

badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak karbon

dioksida dan terlampau sedikit oksigen; jumlah karbon dioksida itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan

dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbon dioksida

(28)

2.5. Pengaruh Sistem Saraf Otonom Terhadap Frekuensi Napas

Bagian sistem saraf yang mengatur kebanyakan fungsi viseral tubuh

disebut sistem saraf otonom. Sistem saraf otonon terutama diaktifkan oleh

pusat-pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian

korteks serebri, khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan sinyal ke

pusat-pusat yang lebih rendah sehingga dengan demikian mempengaruhi pengaturan

otonom. Penjalaran sinyal otonomik eferen ke berbagai organ di seluruh tubuh

dapat dibagi dalam dua subdivisi utama yang disebut sistem saraf simpatis dan

sistem parasimpatis. Serabut saraf simpatis dan parasimpatis terutama

menyekresikan salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau

norepinefrin. Serabut-serabut yang menyekresi asetilkolin disebut serabut

kolinergik. Serabut-serabut yang menyekresi norepinefrin disebut serabut

adrenergik, suatu istilah yang berasal dari kata adrenalin, nama lain bagi epinefrin.

Asetilkolin disebut transmiter parasimpatis, dan norepinefrin disebut transmiter

simpatis. Terdapat juga dua jenis utama reseptor adrenergik, yakni yang disebut

reseptor alfa dan reseptor beta. Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan

ke dalam darah oleh medula adrenal, dan efek perangsangannya pada organ

spesifik seperti paru adalah dilatasi pada bronkus yang nantinya akan

(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah:

Variabel Independen

Paparan stresor akut cold

pressor test

Variabel Dependen

Frekuensi napas

Variabel Perancu 1. Riwayat Penyakit

2. Merokok

3. Konsumsi Alkohol

4. Konsumsi Kopi

5.Konsumsi obat-obatan

(30)

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Independen

Paparan stresor akut cold pressor test

3.2.2 Variabel Dependen

Frekuensi napas

3.2.3 Variabel Perancu

1. Riwayat Penyakit

Adanya riwayat penyakit asma akan mempengaruhi hasil pengukuran frekuensi

napas.

2. Merokok

Responden yang dipilih tidak merokok sehari sampai dengan sesaat sebelum

mengikuti penelitian karena kebiasaan merokok akan mempengaruhi hasil

pengukuraan frekuensi napas.

3. Alkohol

Responden tidak mengkonsumsi alkohol dua jam sampai dengan sesaat sebelum

mengikuti penelitian karena akan mempengaruhi hasil pengukuran frekuensi

napas.

4. Konsumsi Kopi

Dipilih responden yang tidak mengkonsumsi kopi dua jam sampai dengan sesaat

sebelum mengikuti penelitian karena dapat mempengaruhi frekuensi napas

(31)

5. Obat-obatan

Responden tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti obat flu dan

obat lain yang dapat mempengaruhi frekuensi napas seseorang sehari sampai

dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian

3.2.4 Definisi Operasional

a) Cold pressor test merupakan tes peningkatan sistem saraf simpatis dengan

pendinginan yang dilakukan dengan cara memberikan rangsang pendinginan pada

tangan yaitu diletakkan di dalam suatu wadah berisi air es bersuhu 00- 40C selama

kurang lebih dua menit.

b) Frekuensi pernapasan adalah intensitas memasukkan atau mengeluarkan udara

per menit. Pada umumnya intensitas pernapasan pada manusia berkisar antara 16

– 18 kali/menit.

c) Cara pengukuran : dengan melihat pergerakan dada responden

d) Hasil pengukuran : kali/menit

e) Skala pengukuran : rasio

3.3 Hipotesis

Ha: Ada perbedaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan sebelum dan

sesudah diberipaparan stresor akut cold pressor test.

Ho: tidak ada perbedaaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan

(32)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi eksperimental),

dengan metode Rangkaian Waktu dengan Kelompok Pembanding (Control Time

Series Design). Pada dasarnya desain ini merupakan rancangan rangkaian waktu

tetapi menggunakan kelompok kontrol (Notoatmodjo, 2005). Rancangan ini

menggunakan kelompok kontrol untuk menambah validitas internal, yaitu bahwa

perubahan yang terjadi benar karena perlakuan yang kita berikan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Departemen Fisiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pengambilan dan pengumpulan

data dilakukan bulan Oktober—November 2012.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa semester tiga Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2012. Karena jumlah populasi

yang terlalu banyak yaitu 522 orang, maka diperlukan penarikan sampel pada

penelitiaan ini. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified random

sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak yang bertingkat. Untuk

penarikan sampel digunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak

berpasangan dengan data numerik. Pemilihan sampel adalah berdasarkan yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini.

Kriteriaa Inklusi :

1)Responden adalah Mahasiswa FK USU semester tiga

(33)

Kriteria Eksklusi :

1) Responden mempunyai riwayat asma dan penyakit paru lainnya

2) Responden merokok dan mengkonsumsi alkohol dua jam sampai dengan

sesaat sebelum mengikuti penelitian

3) Responden mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi

frekuensi napas sehari sampai dengan sesaat sebelum mengikuti penelitian

Perhitungan besar sample untuk penelitian estimasi data proporsi pada penelitian

ini diambil berdasarkan rumus dibawah ini :

n1 = n2 = 2 ( zα + zβ)2 S2

( µ0 - µα)2

Keterangan rumus :

n : Besar sampel minimum

Zα : Nilai distribusi normal baku (peneliti menetapkan α= 0,05 dan Zα

penelitian ini adalah 1,645.

Zβ : Nilai distribusi normal baku (peneliti menetapkan β= 0,05 dan Zα penelitian ini adalah 1,645.

S2 : Harga varian di populasi sesuai dengan literarur, jika tidak ada varian

populasi, dapat menggunakan rata-rata varian sampel=113,65

µ0 - µα :Perkiraan selisih nilai mean populasi sesuai dengan literarur= 14±4,5

Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing

subjek penelitian dan kelompok sampel adalah:

(34)

Maka didapatkan jumlah sample 26 orang. Sample didapat dari seluruh

mahasiswa FK USU Semester 3 dengan cara stratified random sampling sehingga

direncanakan diambil dari Mahasiswa FK USU Semester 3 :

1. Kelas A1 : ¼ x 26 = 6

2. Kelas A2 : ¼ x 26 = 7

3. Kelas B1 : ¼ x 26 = 7

4. Kelas B2 : ¼ x 26 = 6

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian iini adalah data primer. Data diperoleh dari

pengamatan dan pencatatan hasil pengukuran. Pencatatan dilakukan pada lembar

pencatatan hasil pengukuran.

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelititan ini yaitu :

a. calon sample diberi penjelasan mengenai penelitian kemudian calon yang

setuju mengikuti penelitian diminta untuk mengisi lembar persetujuan.

b. Sample dihubungi untuk datang ke laboratorium fisiologi FK USU pada

hari penelitian dilakukan untuk menentukan apakah sample memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi.

c. Jika sample yang telah dihubungi memiliki kriteria ekslusi maka sample

tidak diikut sertakan dalam penelitian kemudian dicarikan penggantinya.

d. Dilakukan pemilihan subjek penelitian dan kelompok kontrol secara acak

dengan menggunakan kertas undian yang bertuliskan SP untuk subjek

penelitian dan K untuk kontrol.

e. Subjek penelitian dan kelompok kontrol ditempatkan pada ruangan yang

sama dan dipersilahkan beristirahat selama 10 menit.

f. Kemudian dilakukan pengukuran frekuensi napas subjek penelitian dan

kelompok kontrol. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel.

g. Subjek penelitian diminta untuk merendam tangan kedalam air es bersuhu

0-4 c selama 2 menit, sementara itu kelompok kontrol diminta untuk

(35)

Suhu air yang sama dengan suhu ruangan diperoleh dengan membiarkan

air dalam ruangan kurang lebih 10 menit.

h. Pada saat subjek penelitian merendam tangannya kedalam air es dilakukan

pengukuran frekuensi napas setelah detik ke 30, 60, dan 90 demikian pula

pada kelompok kontrol. Pengukuran waktu dengan menggunakan

stopwatch.

i. Setelah 2 menit subjek diminta untuk memindahkan tangannya darai air es

ketempat yang kering. Kemudian segera dilakukan pengukuran frekuensi

napas. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel. Jika subjek penelitian tidak

dapat melakukan perendaman selama 2 menit maka subjek penelitian

dimasukkan kedalam kriteria ekslusi dan dicari penggantinya.

j. Subjek penelitian dan kelompok kontrol dikeringkan tangannya dengan

handuk.

k. Air es dan air bersuhu ruangan yang telah digunakan diganti untuk sample

yang laen.

l. Penelitian dilakukan secara bertahap sampai jumlah sample terpenuhi.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil pengukuran dipresentasekan dalam bentuk tabel. Pengujian

menggunakan metode komputerisasi. Dilakukan uji normalitas data menggunakan

kurva histogram normal. Data dinyatakan berdistribusi normal jika kurva tidak

miring ke kiri atau ke kanan. Jika data berdistribusi normal, dilakukan uji t

dependen untuk menguji hipotesis. Uji dinyatakan berbeda secara bermakna jika

nilai p< 0,05 dengan interval kepercayaan 95% (Wahyuni, 2007). Apabila

ditemukan data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji wilcoxon untuk

menguji hipotesis. Uji dinyatakan bermakna apabila nilai p<0,05 dengan interval

(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitiaan

Penelitiaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan. Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran

Sumatera Utara terletak di lantai 2 FK USU dimana Fakultas Kedokteran USU

terletak di Jalan Dr. Mansur No.5, Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 3 Fakultas

Kedokteran USU tahun 2012 yang berumur 17-20 tahun. Responden tersebut

telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

5.1.3. Distribusi Mahasiswa

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

Subjek Penelitian 6 7 13

Kontrol 4 9 13

Jumlah 10 16 26

Pada tabel 5.1 responden terbanyak baik kontrol maupun subjek

(37)

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa usia terbanyak adalah responden yang

memiliki usia 19 tahun.

5.1.4. Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.3. Nilai Rata-Rata Hasil Pengukuran Frekuensi Napas

Keadaan Paparan CPT

Kelompok

subjek penelitian Kontrol

Sebelum 19.08 18.15

paparan 30 detik 22.15 18.15

paparan 60 detik 21.85 18.15

paparan 90 detik 23.38 18.77

Setelah 120 detik 22 19

Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa nilai rata-rata subjek sebelum dan setelah

diberikan paparan Cold Pressor Test adalah 19.08 dan 22.

Setelah dilakukan normalitas, diperoleh data terdistribusi normal maka

dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t dependen, akan didapatkan

nilai rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah dilakukan Cold

(38)

Tabel 5.4. Hasil Uji T-Dependen

Pasangan Nilai Beda Rata-rata

sebelum*sesudah CPT 2,923 4,681 1,298 0,044

α =

0,05

Rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah diberikan Cold

Pressor Test adalah 2,923 dan p value 0,044. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan frekuensi napas yang bermakna (p<0,05) sebelum dan setelah diberikan

Cold Pressor Test.

5.2. Pembahasan

Dengan menggunakan uji T dependen didapati nilai rata-rata perubahan

frekuensi napas sebelum dan setelah diberikan paparan Cold Pressor Test

meningkat.

Nilai rata-rata perubahan frekuensi napas sebelum dan setelah diberi Cold Pressor

Test adalah 2,923.

Berdasarkan nilai rata-rata tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan

frekuensi napas sebelum diberikan Cold Pressor Test dibandingkan sesudah

diberikan Cold Pressor Test. Hal ini sejalan dengan teori Schwabe (2008) dan

Masoli (2010) yang menyatakan bahwa Cold pressor test dapat menyebabkan

stres akut yang akan memicu peningkatan efek simpatis dalam tubuh seperti

(39)

Terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan ketika dilakukannya CPT

adalah karena suhu dingin menyebabkan perangsangan saraf simpatis yang

menyebabkan pengeluaran norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan ke dalam

darah oleh medula adrenal, dan efek perangsangannya adalah dilatasi pada

bronkus yang akan meningkatkan frekuensi napas pada saluran

pernapasan.(Guyton, 2006)

Hasil penelitian membuktikan terdapat perbedaan perubahan frekuensi

pernapasan sebelum dan setelah diberikan cold pressor test. Dimana hasil

menunjukkan nilai p untuk perbandingan perubahan frekuensi napas sebelum dan

setelah diberikan cold pressor test adalah 0,044. Apabila nilai p < 0,05, maka

hipotesa nol ditolak dan membuktikan terdapat perbedaan perubahan frekuensi

napas pada sebelum dan setelah diberikan cold pressor test pada kelompok

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Ada perbedaan hasil pengukuran frekuensi napas yang dilakukan sebelum

dan sesudah diberipaparan stresor akut cold pressor test.

6.2. Saran

Penelitiaan ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap terdapat

penelitiaan lain yang meneruskan penelitiaan ini agar lebih sempurna. Sebaiknya

dilakukan penelitiaan lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, T., Syaifuddin, M., Tabrani, R. 2002. Anatomi dan Fisiologi

Pernapasan Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 45-51.

Alwi, Hasan, et al. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

American Physcological Association. Stres: The different kind of stres. [Adapted

from The Stres Solution by Lyle H. Miller, Ph.D., and Alma Dell

Smith, Ph.D.]. Available online at:

Djojodibroto, R.D. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC, 21-22.

Duncko, Roman, Johnson, Linda, Merikangas, Kathleen, dan Grillon Christian.

2009. Working Memory Performance After Acute Exposure to The Cold

Pressure Test in Healthy Volunteers, NIH Publish Access, USA.

Available from:

Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC, 787-800.

Hidayat. D.R. 2000. Pengantar psikologi untuk tenaga kesehatan: Ilmu Perilaku

Manusia. Jakarta: Trans Info Media.

Mourot, L., Bouhaddi, M., Regnard, J. 2009. Effects of The Cold Pressure Test on

Cardiac Autonomic Control in Normal Subjects

Mukhtar, Z., Haryuna, T.S.H., Effendy, E., Rambe, A.Y.M., Betty., Zahara, D.,

2011. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. Medan: USU

(42)

Murti, B., 1996. Penerapan Metode Statistik Non-Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu

Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, I.K. 2007. Respon Tubuh terhadap Stress. Jakarta: EGC, 226-227.

Notoadmojo S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. 68-140.

Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 265-266.

Saab, P.G., Llabre, M.M., Hurwitz, B.E., Schneiderman, N., Wohlgemuth, W.,

Durel, L.A., et al., 1993. The cold pressor test: vascular and myocardial

response patterns and their stability, Cambridge University Press, United

States of America. Available from:

[Accesseed 12 maret 2012].

Sandlow, A. 2000. Adaptation to Stress and Natural Therapies. Clinical practice.

The Pain and Practitioner.

Schwabe, L., Haddad, L., dan Schachinger, H., 2008. HPA axis activation by a

socially evaluated cold-pressor test, Elsevier, Germany. Available from:

[Accessed 12 Maret 2012].

Sriati A, 2007. Tinjauan Tentang Stres. Available online at:

content/uploads/publikasi_dosen/TINJAUAN%20TENTANG%20STRES.

pdf

Sumiati, Hj. 2010. Penanganan Stress. Jakarta: Trans Info Media, 75-79. [diakses 28 Mei 2010].

(43)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : GURPREET DHILLON

Tempat/ Tanggal lahir : Pontianak / 6 Maret 1992

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Setia Budi No. 144 A, Medan

Orangtua

Ayah : dr. Surjit Singh, Sp.F, MBBS, DFM

Ibu : Baljit Sidhu

Riwayat Pendidikan : 1. TK Kartini (1996 – 1997)

2. SD Immanuel (1997 – 2003)

3. SMP Swasta Santo Thomas 4 (2003-2006)

4. SMA Swasta Santo Thomas 1 (2006-2009)

(44)

LEMBAR PENJELASAN

Salam sejahtera,

Saya, Gurpreet Dhillon, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang mengadakan penelitian dengan judul

“ Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas”.

Saya mengadakan penelitian untuk mengetahui hubungan paparan stresor dengan

frekuensi pernapasan. Menurut ilmu Fisiologi paparan stresor akan menimbulkan

respon stres yang dapat merangsang sistem saraf simpatis sehingga timbul

perubahan pada frekuensi napas.

Saya mengharapkan kerja sama dari teman-teman dalam penelitian ini.

Pada penelitian akan dilakukan perendaman salah satu tangan (tangan yang

dominan) dalam air es/ air bersuhu sama dengan suhu ruangan selama dua menit

dan dilakukan pengukuran frekuensi napas. Partisipasi Anda bersifat sukarela dan

tanpa paksaan. Identitas Anda akan dirahasiakan dan tidak dipublikasikan. Data

yang terkumpul hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak

akan disalahgunakan untuk maksud lain. Jika terdapat hal yang kurang

dimengerti, Anda dapat bertanya langsung kepada saya, Gurpreet Dhillon.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan.

Terimakasih saya ucapkan atas perhatian dan kesediaan Anda menjadi

responden dalam penelitian ini. Setelah memahami tentang keikutsertaan dalam

penelitian ini, saya berharap Anda bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah

dipersiapkan.

Medan, 2012

Peneliti,

(45)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

No. Telp :

Telah mendapatkaan keterangan dari peneliti bahwa saya akan diminta

untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Paparan

Stressor Akut Cold Pressor Test Terhadap Perubahan Frekuensi Napas”. Adapun

dalam penelitian ini saya diminta untuk merendamkan tangan saya ke dalam air es

bersuhu 00-40 C, selanjutnya frekuensi napas saya akan diukur.

Saya menyadari manfaat dan resiko penelitiaan ini dan saya menyatakan

bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai responden tanpa ada paksaan dari

pihak manapun.

Medan, 2012

Peneliti Responden

(46)

LAMPIRAN

LEMBAR PENCATATAN HASIL PENGUKURAN

Hubungan Paparan Stresor Akut Cold Pressor Test dengan Frekuensi Napas

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama Lengkap :

NIM :

Usia :

Kelas :

Merokok (sehari sebelum saat ini) : Ya / Tidak

Konsumsi Alkohol (dua jam sebelum saat ini) : Ya / Tidak

Konsumsi Kopi (dua jam sebelum saat ini) : Ya / Tidak

Konsumsi Obat : Ya / Tidak, nama obat ...

(47)

B. HASIL PENGUKURAN FREKUENSI NAPAS

Keterangan

Kelompok : Subjek penelitian / kontrol

Jenis stresor : Air es / Air bersuhu sama dengan suhu ruangan

1. Sebelum Paparan Stresor

Hasil Pengukuran ke - ... (kali/menit) Rata-rata

1 2 3

2. Pada Saat Paparan Stresor Diberikan

Hasil Pengukuran Detik ke - ... (kali/menit)

30 60 90

3. Setelah Paparan Stresor

Hasil Pengukuran ke - ... (kali/menit) Rata-rata

(48)
(49)

LAMPIRAN

DATA INDUK

Frekuensi Napas Sebelum, Sewaktu (30,60,90 detik), dan Sesudah Paparan

Akut Cold Pressor Test

(50)
(51)
(52)

Rata-rata Frekuensi Napas pada Kelompok Kontrol

Statistics

napasse belumcpt

napas30 detik

napas60 detik

napas90d etik

napassetelah cpt

N Valid 13 13 13 13 13

Missing 0 0 0 0 0

(53)

Rata-rata Frekuensi Napas pada Kelompok Subjek Penelitian

Statistics

napassebelum2 napas30detik2 napas60detik2 napas90detik2

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 5.4.  Hasil Uji T-Dependen

Referensi

Dokumen terkait