• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek anestesi ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing melalui studi radiografi kontras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek anestesi ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing melalui studi radiografi kontras"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANESTESI KETAMIN-ACEPROMAZIN TERHADAP MOTILITAS SALURAN PENCERNAAN KUCING MELALUI STUDI

RADIOGRAFI KONTRAS

RIO ADITYA

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Anastesi Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran Pencernaan Kucing Melalui Studi Radiografi Kontras adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

ABSTRAK

RIO ADITYA. Efek Anestesi Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran Pencernaan Kucing Melalui Studi Radiografi Kontras. Dibimbing oleh DENI NOVIANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari efek kombinasi ketamin-acepromazin terhadap motilitas saluran pencernaan kucing lokal (Felis catus) melalui studi radiografi kontras. Sampel diambil dari tiga kucing dewasa jantan dengan bobot badan 2.5-3.5 kg. Radiograf diambil dari dua kelompok perlakuan yaitu anestesi dan tanpa anestesi. Kombinasi anestesi ketamin 10 mg/kg BB dan acepromazin 0.075 mg/kg BB diberikan pada kelompok perlakuan anestesi secara intra muscular. Radiograf diambil dengan selang 5, 30, 60, 120, dan 180 menit setelah pemberian 12 mg/kg BB bahan kontras barium sulfat (BaSO4) 30% w/v secara per oral. Pengambilan radiograf dilakukan dengan

standar pandang ventrodorsal dan laterolateral. Data dianalisis secara deskriptif dengan mengukur laju pergerakan BaSO4 menggunakan pembagian 5 zona ruang

abdomen. Data dibahas secara kuantitatif dengan mengukur amplitudo kontraksi usus lalu diuji statistik ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan kekuatan kontraktilitas pada kelompok perlakuan anastesi dibandingkan kelompok tanpa anestesi. Laju pergerakan bahan kontras ditemukan lebih lambat pada perlakuan anestesi. Dapat disimpulkan kombinasi anestesi ketamin-acepromazin menyebabkan penurunan motilitas pada saluran pencernaan kucing.

Kata kunci: BaSO4, ketamin-acepromazin, motilitas usus, radiografi kontras

ABSTRACT

RIO ADITYA. Effect of Ketamin-Acepromazine on Gastrointestinal Tract Motility in Cat Using Contrast Radiography Study. Supervised by DENI NOVIANA.

The purpose of this research was to study ketamine-acepromazine combination effect on gastrointestinal motility with contrast radiography method. Three adult male domestic cats with body weight 2.5-3.5 kg were used in this study. Radiographs were both taken in anesthetized (10 mg/kg BW ketamine and 0.075 mg/kg BW acepromazine) and unanesthetized within 1 week interval. Radiographs were taken at 5, 30, 60, 120, and 180 minutes after administration of 12 mg/kg BW barium sulphate (30% w/v). Both ventrodorsal and laterolateral views were used in this study. Data were then visually analyzed by locating transit time of contrast agent in 5 zone division, and quantitatively by measuring the contractibility then statistically tested with ANOVA. Results showed lower contractility in anesthetized group compared to unanesthetized group in both ventrodorsal and laterolateral view. Transit time was found slower in anesthetized condition. In conclusion, the findings indicate that ketamine-acepromazine depress the motility of gastrointestinal.

Keywords: BaSO4, contrast radiography, gastrointestinal motility,

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi

EFEK ANESTESI KETAMIN-ACEPROMAZIN TERHADAP MOTILITAS SALURAN PENCERNAAN KUCING MELALUI STUDI

RADIOGRAFI KONTRAS

RIO ADITYA

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efek Anestesi Ketamin-Acepromazin Terhadap Motilitas Saluran Pencernaan Kucing Melalui Studi Radiografi Kontras

Nama : Rio Aditya NIM : B04080179

Disetujui oleh

Drh Deni Noviana, PhD Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkah berlimpah bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Drh Deni Noviana, PhD selaku pembimbing karya ilmiah yang dengan teliti dan sabar mau membimbing penulis dari awal pencarian judul proposal hingga akhir penulisan skripsi.

Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis juga berterima kasih dengan segala bantuan dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak. Terima kasih kepada Drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi, Drh Devi dan Drh Sita, staf Bagian Bedah dan Radiologi serta rekan-rekan satu laboratorium angkatan 45 dan 46 yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Wasmen Manalu selaku pembimbing akademik yang selalu mendukung dan menyokong penulis dalam 4 tahun ini. Tak terlupa rasa terima kasih kepada keluarga tersayang yang selalu mendoakan yang terbaik, serta semua individu dan pribadi di IPB yang telah berkontribusi atas terbentuknya diri penulis sekarang ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penelitian selanjutnya. Semoga dengan karya ilmiah ini, tingkat kesadaran mengenai ilmu feline medicine di Indonesia semakin meningkat, dan teknik penggunaan diagnostik penunjang radiologi menjadi lebih baik.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kucing Domestik (Felis catus) 2

Penggunaan Radiografi Kontras 2

Radiografi Abdominal 3

Obat Anestesi 3

Motilitas Usus 4

BAHAN DAN METODE 4

Waktu dan Tempat 5

Alat dan Bahan 5

Pemilihan Sampel dan Pembuatan Suspensi Kontras 5

Pengambilan Radiograf dan Pewarnaan Kontras 5

Pencucian Film 6

Analisis Sampel 6

Variabel yang Diamati 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Amplitudo Kontraksi Usus 8

Laju Pergerakan BaSO4 9

Pembahasan 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Waktu transit BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing 4

2 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketamin-acepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf

dengan standar pandang laterolateral 8

3 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketamin-acepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf

dengan standar pandang ventrodorsal 9

4 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan

anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang laterolateral 11 5 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan

anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang ventrodorsal 14

DAFTAR GAMBAR

1 Skema anatomi lambung dan usus halus kucing dengan standar pandang

laterolateral (A) dan ventrodorsal (B) 7

2 Skema anatomi usus besar kucing dengan standar pandang lateral (A)

dan ventrodorsal (B) 7

3 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa anestesi

dengan standar pandang laterolateral 10

4 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan

anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang laterolateral 11 5 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa anestesi

dengan standar pandang ventrodorsal 12

6 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kucing merupakan hewan peliharaan yang populer di Indonesia, selain hewan lainnya seperti anjing, burung, dan hewan eksotik (Purwantoro 2010). Ranah ilmu feline medicine telah berkembang dramatis selama dekade terakhir. Walau kucing menjadi hewan peliharaan yang semakin umum dijumpai, tetapi masih sedikit informasi yang tersedia terhadap anatomi dan sistem fisiologis kucing (Rodan 2010). Dalam praktik hewan kecil, seringkali ditemukan kasus mengenai kelainan motilitas saluran pencernaan. Perkembangan ilmu medis saat ini telah sampai pada scintigraphy, yang menghitung waktu pengosongan lambung dengan mendeteksi pergerakan jumlah bahan radioaktif dalam lambung (Lee 2013). Akan tetapi, alat scintigraphy belum umum digunakan dalam kedokteran hewan Indonesia saat ini. Penggunaan Computed Tomography (CT) Scan dan juga Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan informasi yang sama, akan tetapi keterbatasan dengan harga alat dan juga biaya menjadikan CT Scan dan MRI belum umum digunakan di Indonesia (Choi et al 2012).

Penggunaan radiografi (sinar X) kontras merupakan alternatif dalam memberikan informasi kualitatif waktu transit usus (Morgan 2008). Barium sulfat (BaSO4) merupakan bahan kontras gastrointestinal (GI) paling umum yang selain

mudah didapat, juga melapisi mukosa GI dengan baik (Hoskins 2009). Saat ini, BaSO4 tidak hanya digunakan dalam radiografi, tetapi juga untuk fluoroskopi dan

CT Scan. Bentuk bahan kontras bermacam-macam dengan berbagai konsistensi, misalkan berbentuk cair, gel, atau seperti puding dengan beragam rasa. BaSO4

dapat menyebabkan gangguan fungsi pernafasan apabila teraspirasi atau peradangan lokal apabila terjadi kebocoran organ pencernaan. Walaupun demikian, BaSO4 masih digunakan karena harga yang terjangkau (Harris 2013).

Agen anestesi yang umum digunakan dalam dunia kedokteran hewan adalah ketamin HCl. Sebagai sediaan anestesi, ketamin dikombinasikan dengan sediaan yang lain untuk meminimalisir kecenderungan kekejangan yang disebabkan oleh ketamin (Demirkan et al. 2002). Acepromazin (ACP) merupakan contoh dari sediaan phenothiazin yang sering digunakan sebagai premedikasi pada banyak pasien (Atalan et al. 2002). Hingga saat ini, belum terdapat penelitian yang membahas efek dari kombinasi ketamin-acepromazin sebagai anestesi terhadap motilitas saluran pencernaan pada kucing lokal dengan pendekatan studi radiografi kontras.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil melalui penelitian ini adalah menambah data interpretasi radiografi hewan lokal Indonesia khususnya kucing yang banyak menjadi pasien dalam dunia praktisi hewan kecil. Penelitian ini juga memberikan gambaran efek anestesi kombinasi ketamin-acepromazin pada kucing. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat berguna untuk menjadi data pendukung untuk radiografi kucing lokal dalam meningkatkan kualitas diagnosa dokter hewan praktisi hewan kecil serta menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing Domestik (Felis catus)

Menurut Fitzwater (1994), kucing domestik berukuran kecil, memiliki berat 1.4 sampai 3.6 kg dan tinggi sampai bahu sekitar 35.5 sampai 61 cm. Warna dapat bervariasi dari hitam, putih sampai jingga dan kombinasi diantaranya.

Pada kondisi normal, seekor kucing memiliki temperatur tubuh 37.8-39.2 °C, pulsus jantung 120-240 kali per menit, dan respirasi 20-30 kali per menit. Kondisi tersebut dalam kondisi istirahat, di mana temperatur lingkungan dan kelembaban normal, dan terdapat ventilasi yang cukup (Radostits 2000).

Penggunaan Radiografi Kontras

Sinar X memberikan pencitraan pada organ seperti paru-paru, jantung, obstruksi intestinal, fraktura, dan lainnya. Densitas jaringan yang berbeda menghasilkan opasitas berbeda. Struktur berdekatan sulit diidentifikasi apabila memiliki tingkat opasitas sama. Suatu struktur yang dikelilingi oleh material radiopaque, akan terlihat relatif radiolucent dan sebaliknya (Kealy et al. 2011).

Media kontras adalah penunjang diagnosa berbentuk substansi yang dimasukkan dalam tubuh untuk mempertegas struktur yang kurang terlihat dengan radiografi biasa. Agen kontras dapat bersifat positif maupun negatif. Barium sulfat adalah agen kontras positif berbentuk suspensi (Kealy et al. 2011). Barium bersifat inert, memiliki palatabilitas namun tidak memiliki potensi osmotik sehingga tidak menyerap atau menyebabkan perubahan kadar air, dan baik dalam melapisi mukosa. BaSO4 dapat dicampur dengan makanan untuk studi esofagus

dan faring. BaSO4 dipergunakan hanya untuk studi gastrointestinal dan hanya

diberikan per oral atau per rectal.

BaSO4 memiliki kontraindikasi mutlak terhadap sistem urinari, neurologi

dan vaskuler (McConnell 2009). Sifat inert BaSO4 akan bertahan dalam tubuh

sehingga apabila terjadi kebocoran ke dalam rongga toraks atau abdominal dapat menyebabkan reaksi granulomatous. Media kontras iodin disarankan apabila dicurigai perforasi. Aspirasi BaSO4 dapat pula terjadi pada hewan yang sulit

(13)

3 dapat mengakibatkan obstruksi, namun sangat jarang pada anjing dan kucing (McConnell 2009).

Radiografi Abdominal

Visualisasi abdomen bergantung pada faktor seperti perbedaan opasitas, jumlah lemak abdomen, dan isi organ abdominal seperti udara atau gas pada lambung yang dapat mempertegas hasil radiografi. Semua organ intraabdominal memiliki opasitas jaringan lunak atau cairan, sehingga perbedaan yang tidak nyata menyebabkan gangguan fungsional jarang terdeteksi dengan radiografi biasa. Untuk memberikan detail pada abdomen, prosedur kontras dan ultrasonografi umum dibutuhkan (Kealy et al. 2011). Pasien harus urinasi, defekasi lalu dipuasakan 12-24 jam sebelum pengambilan radiograf untuk mereduksi ukuran traktus gastrointestinal dan kantung kemih, serta mengurangi superimposition dari viscera abdominalis (McConnell 2009). Posisi standar yang digunakan adalah posisi laterolateral dan ventrodorsal. Posisi dorsoventral tidak umum digunakan karena sternum akan menekan dan mengubah posisi organ. Untuk posisi laterolateral, kaki belakang perlu ditarik ke kaudal untuk mencegah otot paha menumpuk dengan bagian kaudal abdomen (Kealy et al. 2011).

Menurut Thrall (2002), lambung terletak kaudal dari hati dan kranial dari kolon transversal. Axis dari lambung sejajar dengan tulang rusuk dalam posisi laterolateral. Pilorus pada kucing umumnya terletak di garis tengah atau sedikit lebih ke kiri. Ukuran lambung bervariasi tergantung isi dari lambung tersebut. Pola gas dan cairan dalam lambung dapat dipengaruhi posisi pasien. Posisi berbaring kanan mengakibatkan gas menuju bagian kardia dan fundus, sedangkan posisi ventrodorsal menyebabkan gas berada di badan dan antrum pilorus. Usus halus mengisi abdomen bagian tengah. Pada kucing, sekum berukuran kecil dan biasanya tidak terlihat. Kolon ascenden terdapat di bagian kanan garis tengah, dan pada fleksura hepatika berbelok ke kiri melewati garis tengah. Kolon berbelok ke kaudal di fleksura empedu menuju kanal pelvis dan berubah nama menjadi rektum.

Obat Anestesi

(14)

4

Menurut Thrall (2002), penggunaan obat sedasi sebaiknya dihindari karena sebagian besar penggunaanya berefek pada motilitas gastrointestinal. Akan tetapi di antara berbagai jenis anestesi, kombinasi ketamin-diazepam menyebabkan efek minimum pada motilitas. Menurut Fass et al. (1995), ketamin tidak meningkatkan waktu pengosongan lambung. Uji tersebut dilakukan pada anjing dengan dosis ketamin bertingkat 0.3 mg/kg sampai 30 mg/kg dan diamati melalui manometer perfusi. Walaupun terdapat variasi ekstrim dari waktu transit per individu, tabel waktu transit dapat dilihat pada tabel 1.

Motilitas Usus

Pergerakan usus besar bersifat lambat dan terdiri dari haustral contractions dan mass movements. Houstral contractions (kontraksi haustral) yang merupakan kombinasi kontraksi segmental dari lapisan sirkuler dan longitudinal otot polos, menghasilkan akumulasi pada segmen yang tidak terstimulasi. Aktivitas usus besar dapat diinhibisi dari reflek peritoneointestinal dan somatointestinal (Stephen & Edward 2004).

Setelah pemberian BaSO4, pengosongan lambung seharusnya sudah

dimulai pada 15 menit pertama pada sebagian besar pasien. Dalam gastrografi dengan BaSO4, secara general lambung menjadi kosong dalam waktu 1-4 jam

pada anjing (Thrall 2002). Pada kucing, dibutuhkan waktu 80-100 menit untuk 80% pengosongan pada lambung (Gould 1990). Laju pengosongan lambung adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti volume isi, berbagai mekanisme refleks, medikasi tertentu, dan tipe dari media kontras yang digunakan. Volume lumen yang meningkat mempercepat laju pengosongan lambung, sehingga dosis dari media kontras harus disamakan. Dosis rendah dapat memperlambat waktu pengosongan lambung, serta dapat menyebabkan diagnosis false-positive obstruksi pilorus (Thrall 2002).

Faktor psikologis dan penyakit pada pilorus juga dapat menyebabkan keterlambatan. Sekresi dari central corticotrophin releasing-factor (CRF) yang terjadi saat hewan stress juga menginduksi penurunan motilitas usus halus dan peningkatan gerakan propulsi kolon (Tache 2004).

Tabel 1 Waktu transit BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing

Waktu Struktur yang terlihat

Langsung Lambung

5 menit Lambung, duodenum

30 menit Seluruh bagian usus halus

1 jam Usus halus dan kolon.

(15)

5

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan Maret 2012. Radiograf diambil dari 3 ekor kucing lokal yang dipelihara di kandang Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pengambilan gambar dan interpretasi hasil radiografi dilakukan di Laboratorium Radiografi Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, termometer, stetoskop, alat pengukur waktu, tabung Erlenmeyer, esophagotube, syringe 20 mL, mesin sinar-x unit portable, lampu illuminator, apron, kaset film, tempat penyimpanan film, holder/frame, marker, processing machine (mesin pencucian) manual, pengering, kamera, program MacBiophotonic ImageJ dari McMaster Biophotonics Facility, Kanada.

Bahan yang digunakan adalah sediaan anthelmintik praziquantel-pyrantel-febantel, suspensi BaSO4 30% w/v (weight/volume), sediaan pre-anestesi atropin

sulfat, sediaan ketamin HCl 10%, sediaan acepromazin maleat 1.5%, film, larutan developer (hidroquinon dan sodium carbonat), larutan fixer (garam ammonium thiosulfat), dan larutan washer (air keran).

Pemilihan Sampel dan Pembuatan Suspensi Kontras

Sampel yang dipakai adalah 3 ekor kucing lokal dewasa berjenis kelamin jantan dengan berat antara 2.5-3.5 kg. Aklimatisasi dilakukan dengan pemberian antelmintik dan dikondisikan dalam kandang selama 2 minggu. Selama pemeliharaan, kucing diberi makan dry cat food 2 kali sehari dan air secara ad libitum. Kucing kemudian dipuasakan selama 24 jam sebelum dilakukan pengambilan radiograf dengan tetap diberikan minum secara ad libitum.

Pembuatan suspensi kontras BaSO4 30% w/v (weight/volume) dilakukan

dengan mencampurkan 30 gram serbuk BaSO4 dengan 100 mL air di dalam

tabung erlemeyer.

Pengambilan Radiograf dan Studi Kontras

(16)

6

Studi kontras dilakukan dengan memasukkan esophagotube sampai kerongkongan dilanjutkan pemberian suspensi BaSO4 dengan dosis 12 mL/kg BB

PO menggunakan syringe 20 mL (McConnell 2009). Esophagotube kemudian dibilas dengan memasukkan air dan udara yang bertujuan untuk mencegah adanya suspensi BaSO4 yang teraspirasi. Posisi pengambilan radiograf bagian abdomen

dilakukan pada posisi laterolateral dan ventrodorsal dengan 2 jari setelah rusuk terakhir sebagai titik pusat. Pengambilan radiograf pada posisi laterolateral dan ventrodorsal pada selang menit ke-5, 30, 60, 120 dan 180 setelah pemberian kontras dengan FFD (focal spot film distance) 100 cm dan nilai kVp (kilovoltage peak) serta mAs (milliamperage second) yang disesuaikan sesuai tebal jaringan (Thomas 2002).

Pencucian film

Film dicuci secara manual. Film yang telah digantung pada holder dimasukkan ke dalam larutan developer dengan suhu 15-27 °C selama 3-5 menit, Film kemudian dibilas di dalam larutan rinser untuk membersihkan film dari sisa larutan developer. Film kemudian dimasukkan ke dalam larutan fixer dengan waktu 2 kali waktu pencucian pada larutan developer. Film kemudian dicuci selama 30-40 menit dalam larutan washer dan selanjutnya film dikeringkan.

Analisis Sampel

Radiograf yang dianalisis digantung pada illuminator dengan posisi kepala menghadap ke kiri pada hasil radiografi laterolateral. Cahaya ruangan kemudian dimatikan dan pengamatan difokuskan pada daerah abdomen. Analisis radiograf dimulai dengan pencatatan tanggal pengambilan radiograf dan keterangan lain yang menunjang seperti nama sampel, kVp (kilovolt peak), mAs (milliampere second), kondisi perlakuan, dan waktu pengambilan.

Radiograf diubah menjadi bentuk digital dengan kamera beresolusi tinggi untuk dilakukan pengamatan lanjutan. Pengamatan efek anestesi terhadap motilitas usus secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur selisih dari kedua diameter usus (amplitudo). Data diameter diambil pada daerah di mana gerakan segmentasi usus berhasil digambarkan dengan radiografi kontras. Pengukuran diameter usus menggunakan program MacBiophotonic ImageJ. Pengambilan diameter dilakukan 3 kali dengan lokasi yang berbeda pada usus halus yang berada di zona 3 pada kedua standar pandang. Hasil kedua kelompok perlakuan dianalisis menggunakan uji ANOVA serta uji lanjutan Duncan.

Pengamatan deskriptif dilakukan dengan mengukur derajat opasitas dan laju pergerakan BaSO4, melalui penentuan posisi bahan kontras dalam organ

(17)

7 (Gambar 2A). Usus halus mengisi zona 3 dan 4 pada kedua standar pandang, dan sebagian zona 5 pada standar pandang laterolateral. Zona 5 pada standar pandang laterolateral diabaikan untuk menyamakan jumlah zona yang dijadikan acuan pada kedua standar pandang. Pada Gambar 3A, usus besar terletak pada zona 3 dan 4, sedangkan dalam posisi ventrodorsal (Gambar 3B), usus besar terlihat mengisi zona 3 dan 4 dengan bentuk khas seperti kait.

Gambar 2 Skema anatomi usus besar kucing dengan standar pandang laterolateral (A) dan ventrodorsal (B). 1, zona 1; 2, zona 2; 3, zona 3; 4, zona 4; 5, zona 5; L1, os lumbalis pertama, St, lambung; C, kolon.

(Sumber: Thrall 2002)

(18)

8

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah waktu transit BaSO4

serta ukuran amplitudo kontraksi usus. Variabel ini diamati saat perlakuan tanpa anestesi dan anestesi pada 5, 30, 60, 120, 180 menit pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dari penelitian ini disajikan dalam dua parameter yaitu pengukuran amplitudo kontraksi usus serta gambaran laju BaSO4 melalui penilaian derajat

opasitas dan posisi BaSO4 dalam interpretasi radiografi abdomen pada posisi

laterolateral dan ventrodorsal.

Amplitudo Kontraksi Usus

Kekuatan kontraksi usus menjadi faktor penentu pergerakan materi dalam usus. Penyajian hasil data dibagi menjadi dua tabel dengan standar pandang laterolateral dan ventrodorsal. Diameter a merupakan ukuran minimum diameter usus halus saat gerakan peristaltik, di mana usus berkontraksi secara maksimum. Diameter b adalah ukuran maksimum diameter usus, saat otot polos usus berelaksasi. Amplitudo yang merupakan jarak maksimum antara satu gelombang peristaltik tersebut, didapatkan dengan selisih diameter a dan b.

Hasil pada menit ke-5 dan ke-30 tidak dimasukkan dalam hasil karena pada beberapa perlakuan BaSO4 belum mencapai usus halus. Pada analisis hasil

Tabel 2 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketamin-acepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf dengan standar pandang laterolateral

60 4.23±1.50 7.70±2.43 3.47±0.99 ax 2.60±1.26 4.74±1.56 2.14±0.47 ax

120 3.33±1.65 7.13±2.24 3.80±1.33 ax 5.29±2.07 7.08±3.67 2.72±0.68 bx

180 3.81±0.95 8.81±4.59 5.00±4.11 ax 3.52±1.07 5.03±2.39 2.26±0.50 abx

Rata-rata 3.59±1.27 7.52±2.88 3.83±2.34 3.74±2.15 5.43±3.08 2.12±0.84

(19)

9 data dengan standar pandang laterolateral (Tabel 2), nilai rataan amplitudo kontraksi usus saat perlakuan anestesi lebih rendah dibandingkan tanpa anestesi pada setiap selang waktu. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata amplitudo tanpa anestesi sebesar 3.83±2.34 mm sedangkan pada perlakuan anestesi nilai yang didapat sebesar 2.12±0.84 mm. Akan tetapi, hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antara waktu pengamatan dan perlakuan. Secara statistik, pada kelompok tanpa anestesi waktu pengamatan tidak menentukan perbedaan hasil amplitudo. Perbedaan nyata didapat pada kelompok perlakuan anestesi antara waktu ke-60 dan ke-120.

Analisis data dengan menggunakan standar pandang ventrodorsal (Tabel 3) juga memberikan hasil serupa. Rataan amplitudo kelompok perlakuan anestesi lebih rendah dibandingkan tanpa anestesi, akan tetapi secara uji statistik tidak ditemukan perbedaan nyata (p>0.05) antara perlakuan dan waktu pengamatan.

Laju Pergerakan BaSO4

Laju pergerakan BaSO4 diamati dengan interpretasi radiografi abdominal.

Untuk memudahkan perbandingan, pemaparan hasil dibagi menurut standar pandang. Radiograf dari kelompok perlakuan anestesi dan tanpa anestesi diinterpretasi satu per satu kemudian dibandingkan dalam bentuk tabel. Pada interpretasi dengan standar pandang laterolateral, abdomen diinterpretasi menjadi 4 zona.

Selang 5 menit setelah pemberian BaSO4 pada perlakuan tanpa anestesi,

daerah radiopaque oleh BaSO4 sudah menggambarkan bagian-bagian pada organ

lambung (Gambar 3A). Titik a, b, dan c pada gambar menunjukkan posisi cardia, fundus, serta corpus lambung secara berurutan. Daerah radioluscent berisi gas yang dibatasi oleh jaringan lunak yang lebih radiopaque menggambarkan ruang lambung. Pada menit ke-30 BaSO4 sudah mengisi bagian dari usus halus. Bagian

Tabel 3 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketamin-acepromazin melalui pengamatan studi kontras pada zona 3 radiograf dengan standar pandang ventrodorsal

60 4.80±2.16 8.97±4.08 4.08±2.22 ax 4.80±2.16 8.97±4.08 2.22±0.88 ax

120 4.00±1.55 10.15±5.13 6.09±3.68 ax 4.00±1.55 10.15±5.13 2.83±0.95 ax

180 4.17±1.38 9.45±4.94 5.29±3.65 ax 4.17±1.38 9.45±4.94 2.64±0.47 ax

Rata-rata 4.21±1.54 8.87±4.14 4.66±2.94 4.21±1.54 8.87±4.14 2.39±1.03

(20)

10

pylorus dari lambung dapat terlihat di titik d (Gambar 3B). Sebagian dari BaSO4

masih terlihat mewarnai lambung pada menit ke-60 (Gambar 3C) walau tidak sejelas selang waktu sebelumnya. Terlihat pergerakan BaSO4 yang sudah sampai

pada usus besar di titik f. Sebagian besar dari usus halus dan usus besar sudah terwarnai oleh BaSO4 pada menit ke-120 (Gambar 3D). Organ lambung sudah

tidak terlihat lagi pada gambar 3E, yang menunjukkan tidak ada lagi BaSO4

tersisa pada lambung. Terlihat pula sebagian besar BaSO4 sudah meninggalkan

usus halus.

Gambar 4 menunjukkan laju pergerakan BaSO4 pada kelompok perlakuan

anestesi dalam rangkaian selang waktu. Keseluruhan bentuk dari lambung tergambarkan dengan baik pada gambar 4A, menunjukkan BaSO4 memenuhi

lambung secara merata. Pada menit ke-30, BaSO4 sudah mencapai usus halus

(Gambar 4B). BaSO4 tidak memiliki pergerakan yang signifikan baik pada menit

ke-60 maupun ke-120 (Gambar 4C dan 4D). Sebagian kecil dari usus besar mulai terwarnai pada menit ke-180. Pada selang waktu ini dideteksi pula keberadaan dari BaSO4 yang masih mengisi sebagian besar lambung.

Gambar 3 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa

(21)

11

Tabel 4 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan

anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang laterolateral

Waktu Tanpa Anestesi Anestesi

+ : Terdapat BaSO45-25% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

++ : Terdapat BaSO4 25-50% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

+++ : Terdapat BaSO4 50-75% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

++++ : Terdapat BaSO4 75-100% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

Gambar 4 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan

(22)

12

Pengamatan kuantitatif dilakukan dengan mengukur derajat opasitas dari masing-masing zona. Hasil dirata-ratakan dan ditabulasikan menjadi satu tabel sehingga rataan perbedaan laju pergerakan pada kedua perlakuan dapat mudah diamati (Tabel 4). Hasil pengamatan menunjukkan BaSO4 tidak ditemukan lagi

pada zona 1 pada menit ke-120 tanpa anestesi, tetapi masih ditemukan pada kelompok perlakuan anestesi sampai selang waktu terakhir.

Pada kelompok perlakuan anestesi, BaSO4 tidak berhasil mencapai zona 4.

Menurut interpretasi radiografi dengan standar pandang laterolateral, laju pergerakan BaSO4 pada kelompok perlakuan tanpa anestesi lebih cepat

dibandingkan perlakuan anestesi.

Pada radiograf dengan sudut pandang ventrodorsal tanpa anestesi, bentuk lambung tergambarkan baik pada menit ke-5 setelah pemberian bahan kontras (Gambar 5A). Bagian corpus di titik c yang berisi gas terlihat radioluscent. Gambar 5B menunjukkan menit ke-30 di mana sebagian besar BaSO4 sudah

mengisi usus halus meninggalkan lambung. Usus besar sudah terisi BaSO4 pada

menit ke-60 dan seterusnya. Dari standar pandang ini dapat terlihat bentuk khas usus besar yang seperti kait (Titik f, g, dan h pada Gambar 5E).

Sebaliknya pada perlakuan anestesi (Gambar 6), laju BaSO4 terhenti

sampai usus halus yang diperlihatkan Gambar 6A-D yang tidak menunjukkan Gambar 5 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing tanpa

(23)

13 pergerakan berarti. Sebagian dari BaSO4 baru mulai mengisi usus besar pada

menit ke-180. Gambaran keseluruhan usus besar yang seperti kait tidak terlihat pada perlakuan ini.

Berdasarkan perbandingan keberadaan BaSO4 menurut zona (Tabel 5),

perlakuan anestesi memiliki laju pergerakan BaSO4 yang lebih lambat

dibandingkan tanpa anestesi. Hal ini ditunjukkan dari tingkat keberadaan BaSO4

yang tinggi (50-75%) pada zona 1-3 akan tetapi tidak ditemukan BaSO4 pada zona

4. Sebaliknya, pada perlakuan tanpa anestesi, pada menit ke-60 zona 4 sudah terisi 5-25% oleh BaSO4 dan meningkat sampai 75% pada menit ke-180.

Gambar 6 Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan

(24)

14

Pembahasan

Kemampuan kontraktilitas otot polos gastrointestinal dipengaruhi oleh mekanisme fisiologis saraf. Pada hasil amplitudo kontraksi usus, ditemukan kemampuan kontraktilitas usus pada hewan dengan perlakuan anestesi menggunakan ketamin-acepromazin lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa anestesi. Menurut Evans (2011), peningkatan kadar kalsium intraseluler merupakan pemicu dari kontraksi otot polos pada usus halus. Sel otot polos memiliki banyak saluran ion K+ yang diaktivasi oleh Ca2+. Ketamin terbukti menginhibisi saluran ion tersebut sehingga menghambat kemampuan kontraktilitas otot halus (Han 2003).

Dari hasil yang dipaparkan di atas hasil uji ANOVA dari rataan nilai amplitudo menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara nilai kontraksi usus perlakuan anestesi dan tanpa anestesi. Hal ini dapat disebabkan oleh simpangan rataan yang cukup besar. Pada standar pandang laterolateral, nilai simpangan yang didapat adalah 3.83±2.34 dan2.12±0.84. Simpangan yang besar didapatkan dari perbedaan diameter yang diambil secara acak saat usus dalam keadaan kontraksi cukup besar satu sama lain.

Dalam hasil pengamatan laju pergerakan BaSO4, dapat terlihat bahwa

pada menit ke-60 baik dalam standar pandang laterolateral maupun ventrodorsal, larutan BaSO4 sudah mengisi ruang dari usus besar pada perlakuan tanpa anestesi.

Dalam perlakuan anestesi, usus besar baru dapat terwarnai pada menit ke-180. Pengosongan lambung pada perlakuan tanpa anestesi sudah mulai terjadi pada menit ke-30 dan lambung sudah tidak tampak jelas pada menit ke-120, sedangkan pada perlakuan anestesi, bahan kontras pada lambung masih dapat teramati sampai menit ke-180. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan motilitas usus berkurang pada perlakuan anestesi. Larutan BaSO4 tersebar secara

merata dari lambung sampai usus halus. Efek dari ketamin-acepromazin memberikan dampak pewarnaan menyeluruh pada organ pencernaan, yang baik untuk mengindentifikasi kelainan-kelainan morfologis pada mukosa lambung

Tabel 5 Laju pergerakan BaSO4 pada organ gastrointestinal kucing perlakuan

anestesi ketamin-acepromazin dengan standar pandang ventrodorsal

Waktu Tanpa Anestesi Anestesi

+ : Terdapat BaSO4 5-25% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

++ : Terdapat BaSO4 25-50% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

+++ : Terdapat BaSO4 50-75% dari luas organ gastrointestinal dalam zona

(25)

15 maupun usus. Sebaliknya, anestesi ketamin-acepromazin menyebabkan penurunan laju pengosongan lambung. Hal ini menandakan bahwa penggunaan kombinasi ketamin-acepromazin akan mempengaruhi kinerja lambung sebenarnya apabila ingin dilakukan uji laju pengosongan lambung pada kasus klinis tertentu.

Ileus merupakan gambaran penurunan aktivitas motorik dari traktus gastrointestinal dan dapat dipengaruhi dari mekanisme patogenesis maupun interverensi medikasi (Holte & Kehlet 2000). Penurunan kemampuan propulsi dari usus mengindikasikan adanya pengaruh dari anestesi ketamin-acepromazin yang bersifat antimuskarinik. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Fass et al. (1995), di mana pemberian ketamin pada anjing tidak memberikan perubahan pada motilitas saluran pencernaan. Akan tetapi hasil dari penelitian ini didukung oleh Aroni et al. (2009), yang mengatakan bahwa ketamin bekerja dengan memblokir aktivasi reseptor glutamat, non-kompetitif N-metil-D-aspartat (NMDA), menyebabkan efek anastetikum dengan kehilangan fungsi sensorik, analgesia, dan amnesia tanpa kehilangan kesadaran. Ketamin mengubah neurotransmisi kolinergik yang bersifat parasimpatomimetik. Ketamin mengurangi transmisi katekolaminergik sehingga memberi perubahan nyata pada sistem organ termasuk sistem kardiovaskular, gastrointestinal dan pernapasan. Studi menunjukkan bahwa sebagian besar saraf yang terletak di saluran pencernaan atas merupakan reseptor NMDA (Czaja et al. 2006). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa ketamin memberikan dampak yang signifikan terhadap motilitas saluran pencernaan.

Pengaruh antikolinergik juga dapat mempengaruhi motilitas usus. Dalam hal ini, atropin yang digunakan sebagai pre-anestesi juga termasuk dalam kelompok antikolinergik. Penggunaan atropin didasari oleh Shabana et al. (2012) yang menyatakan pasien muntah saat berada dalam pengaruh ketamin diakibatkan oleh blokade simpatik, rasa sakit pada bagian visceral, stimulasi vagus, serta pelepasan dari katekolamin endogenous. Faktor-faktor lain seperti ketidakseimbangan elektrolit, diabetes ketoasidosis, hipotiroidism, peritonitis, atau kerusakan batang otak juga dapat mempengaruhi kekuatan kontraksi usus.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kombinasi anestesi ketamin-acepromazin menyebabkan penurunan motilitas dan kekuatan kontraksi usus yang ditandai dengan peningkatan waktu transit bahan kontras dan menurunnya diameter usus yang berkontraksi dalam perlakuan anestesi.

Saran

(26)

16

DAFTAR PUSTAKA

Aroni F, Lacovidou N, Dontas I, Pourzitaki C, Xanthos T. 2009. Pharmacological aspects and potential new clinical applications of ketamin: reevaluation of an old drug. J Clin Pharmacol 49 (8): 957-64.

Atalan G, Demirkan I, Gunes V, Cihan M, Celebi F, Citil M. 2002. Comparison of xylazine+ketamine-HCl anaesthetic agents with acepromazine+butorphanol+ketamine combinations for their clinical and cardiorespiratory effect in dogs. Vet Cerrahi Dergisi 8: 35-40

Choi J, Keh S, Kim H, Kim J, Yoon J. 2012. Radiographic liver size in pekingese dog versus other dog breeds. Vet Radiol Ultrasound 54(2): 103-106.

Czaja K, Ritter RC, Burns GA. 2006. Vagal afferent neurons projecting to the stomach and small intestine exhibit multiple N-methyl-D-aspartate receptor subunit phenotypes. J Brain Res 1:86-93.

Demirkan I, Atalan G, Gokce HI, Ozaydin I, Celebi F. 2002. Comparative study of butorphanol-ketamin HCl and xylazine-ketamin HCl combination for their clinical and cardiovascular/respiratory effects in healthy dogs. Turk J Vet Anim Sci 26: 1073-1079 .

Evans ED, Mangel AW. 2011. Depolarization-stimulated contractility of gastrointestinal smooth muscle in calcium-free solution: a review. ISRN Gastroenterology 2011: 1-3.

Fass J, Bares R, Hermsdorf V, Schumpelick V. 1995. Effects of intravenous ketamine on gastrointestinal motility in dog. Intens Care Med 21: 584-589 Fitzwater WD. 1994. House Cats (Feral). New Mexico: Unites States: United

States Department of Agriculture Animal and Plant Health Inspection Service Animal Damage Control and Great Plains Agricultural Council Wildlife Committee hlm 1-2.

Freye E, Knufermann V. 1994. No inhibition of intestinal motility following ketamine-midazolam anesthesia. A comparison of anesthesia with enflurane and fentanyl/midazolam. Anaesthesist 43 (2): 87-91.

Gould RJ, Fioravanti C, Cook PG, Solomon HF. 1990. A model of gastric emptying in cats shows solid emptying is promoted by MK-329: A CCK antagonist. J Nucl Med 31: 1494-1499.

Han J, Kim N, Joo H, Kim E. 2003. Ketamin blocks Ca2+-activated K+ channels in rabbit cerebral arterial smooth muscle cells. Am J Physiol Heart Circ Physiol 285: 1347-1355.

Harris, JA, Campion M, Hayes A, Haynos J, Herbick S, Kling T, Lingaraj A, Singer M, Starmer H, Smith C. 2013. The use of low-osmolar water-soluble contrast in videofluoroscopic swallowing exams. Dysphagia [Internet]. (23 Maret 2013 [Diunduh 10 Juli 2013]). Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23529533

Holte K, Kehlet H. 2000. Postoperative ileus: a preventable event. Br J Surg 87: 1480-1493.

(27)

17 Kealy JK, McAllister H, Graham JP. 2011. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of Dog and Cat. Missouri: Saunders Elsevier hlm 1-2, 5-7, 23.

Lee A. 2013. Gastroparesis: What is the current state-of-the-art for evaluation and medical management? What are the result? J Gastrointest Surg [Internet] (10 Juni 2013 [Diunduh 10 Juli 2013]). Tersedia pada: http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11605-013-2254-x

Lukasik VM. 1999. Premedication and sedation. Di dalam: Seymour C, Gleed R. BSAVA Manual of Small Animal Anesthesia and Analgesia hlm 71-86.

McConnell JF. 2009. Abdominal radiography. Di dalam: O’Brien R, Barr FJ. BSAVA Manual of Canine and Feline Abdominal Imaging hlm 5-14.

Morgan, Rhea V. 2008. Handbook of Small Animal Practice. Missouri: Saunders Elseviere hlm 40.

Purwantoro, A. 2010. Breeding Aneka Kucing Ras. Gramedia: Jakarta hlm 6. Radostits OM. 2000. Veterinary Clinical Examination and Diagnosis. London:

WB Saunders hlm 104.

Rodan I. 2010. Understanding feline behavior and application for appropriate handling and management. Topics in Companion Animal Medicine 25(4): 178-188.

Shabana AM, Nasr ES, Moawad HE. 2012. Effect of ketamine on intraoperative nausea and vomiting during elective caesarean section under spinal anaesthesia: A placebo-controlled prospective randomized double blinded study. EgJA 28(2):169-174.

Stephen JE, Edward CF. 2004. Textbook of Veterinary Internal Medicine. Ed ke-6. Elsevier Saunders hlm 144.

Tache Y, Perdue MH. 2004. Role of peripheral CRF signalling pathways in stress-related alterations of gut motility and mucosal function. Neurogastroenterol motil 16 (1): 137-12

Thomas GP. 2002. Basic Radiographic Procedures. Missouri: Blue Springs hlm 6-8.

Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. Ed ke-4. United States of America: W.B Saunders Company hlm 615, 639-645.

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Desember 1989 di Jakarta. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Richard Setiawan dan Evie Budiarto. Penulis memulai pendidikannya di SD St.Theresia Jakarta pada tahun 1999 dan lulus tahun 2004. Penulis melanjutkan studinya di SMP St. Theresia Jakarta hingga tahun 2006. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA Kanisius Jakarta dan lulus tahun 2008.

Penulis mengambil ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negara dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dalam kampus maupun luar kampus.

Gambar

Gambar 2 Skema anatomi usus besar kucing dengan standar pandang laterolateral
Tabel 3 Ukuran diameter usus kucing dengan perlakuan anestesi ketamin-
Gambar 3  Radiograf kontras BaSO 4 organ gastrointestinal kucing tanpa
Gambar 4  Radiograf kontras BaSO4 organ gastrointestinal kucing perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait