• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Comparison Study of Size and Body Shape of Various Bat Species in The Tual City and Southeast Maluku Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Comparison Study of Size and Body Shape of Various Bat Species in The Tual City and Southeast Maluku Regency"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI

SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN

MALUKU TENGGARA

SKRIPSI

RESTU MONICA NIA BETAUBUN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

RESTU MONICA NIA BETAUBUN. 2012. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si

Kelelawar merupakan satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang. Penangkaran kelelawar diperlukan karena pemanfaatan daging kelelawar sebagai obat penyembuh penyakit asma dan lemak tubuh sebagai penyubur rambut, telah banyak dilakukan; disamping sebagai penghasil pupuk guano. Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar masih sangat beragam baik pada Ukuran-ukuran maupun bentuk. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kerumunan data spesies kelelawar Berdasarkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan di Desa Abean selama satu bulan dari Desember 2011-Januari 2012. Variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh kelelawar yang diukur meliputi: panjang tarsometatarsus (X1), lingkar

tarsometatarsus (X2), panjang telinga (X3), panjang ekor (X4), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X5), panjang fibula (X6), panjang kaki belakang tanpa cakar (X7) dan panjang lengan bawah sayap (X8).

Jumlah individu kelelawar yang diamati 254 ekor (127 jantan dan 127 betina) dari sembilan spesies yaitu Nyctimene minutus (kelelawar pemakan buah-buahan) sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan sisanya kelelawar pemakan serangga yang terdiri atas Megaderma spasma sebanyak 18 ekor (9 jantan dan 9 betina), N. javanica sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Harpiocephalus harpia sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinolophus keyensis sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Hipposideros cervinus sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Mosia nigrescens sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinopoma microphyllum sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan Chaerephon plicata sebanyak 26 ekor (13 jantan dan 13 betina).

(3)

iii ukuran pada N. javanica, H. harpia dan N. minutus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,406, 0,535 dan 0,445); sedangkan penciri bentuknya adalah panjang telinga, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang tarsometatarsus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,686, 0,790 dan 0,834). Panjang lengan bawah sayap merupakan penciri ukuran R. keyensis dan M. nigrescens (vektor Eigen yaitu 0,627 dan 0,618). Penciri bentuk R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,513, 0,488 dan 0,489); sedangkan penciri bentuk M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus (vektor Eigen yaitu 0,683). Panjang kaki belakang tanpa cakar merupakan penciri ukuran N. javanica dan H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,422 dan 0,544); sedangkan penciri bentuknya yaitu panjang telinga (vektor Eigen yaitu 0,686) dan panjang ekor (vektor Eigen yaitu 0,734). Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang merupakan penciri ukuran pada H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,537) dan C. plicata (vektor Eigen yaitu 0,463). Penciri bentuk kedua spesies ini, masing-masing adalah panjang ekor (vektor Eigen 0,734) dan lingkar tarsometatarsus (dengan vektor Eigen yaitu 0,963). Panjang fibula merupakan penciri ukuran pada N. minutus dan R. microphyllum (vektor Eigen yaitu 0,516 dan 0,616), sedangkan panjang tarsometarsus (vektor Eigen yaitu 0,834 dan 0,637) merupakan penciri bentuknya.

Kerumunan data spesies kelelawar yang diamati mencerminkan kemiripan dan keberbedaan di antara spesies. Kerumunan data kelelawar N. minutus lebih berjauhan dari kerumunan data R. keyensis dan berdekatan dengan kelelawar H. harpia; berdasarkan skor ukuran. Kemiripan ukuran dan bentuk tubuh ditemukan antara N. minutus dengan N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, Mosia nigrescens dan C. plicata; sedangkan M. spasma mirip dengan H. harpia dan C. plicata. Ukuran dan bentuk tubuh M. spasma sangat berbeda dari R. microphyllum. Kata-kata kunci: kelelawar, Maluku, T2-Hotelling, Analisis Komponen Utama,

(4)

ABSTRACT

The Comparison Study of Size and Body Shape of Various Bat Species in The Tual City and Southeast Maluku Regency

Betaubun,R. M. N., R. H. Mulyono and H. C. H. Siregar

Kei island (Tual City and Southeast Maluku) has a diversity of bats. This is a collection of research databases on the size and shape of the body and the discriminator. T2-Hotelling test suggested that the linear measurement of the body surface between male and female were equal, except for Nyctimene minutus (P<0,01). The length and the circumference size of the tarsometatarsus was the main size discriminator for Megaderma spasma; where as tail length was its shape discriminator. Tail length was the size discriminator Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia and N. minutus; while the shape discriminator for the three species were ear length, the length of back legs without claws and tarsometatarsus length. The length of arms below the wing was the size discriminator of Rhinolophus keyensis and Mosia nigrescens. The shape discriminator R. keyensis was the length of arms below the wing, the length of fibula and the length of legs without claws; while shape discriminators of M. nigrescens was the tarsometatarsus length. The length of back legs without claws was the size discriminator of N. javanica and Hipposideros cervinus; where as its shape discriminators were the tail length and the tarsometatarsus diameter. Length of fibula was the size discriminator of N. minutus and Rhinopoma microphyllum; where as the length of tarsometatarsus was the shape discriminator of both species. The similarity in size and body shape were found among N. minutus with N. javanica, H. harpia, Rhinolophus keyensis, H. cervinus, M. nigrescens and C. plicata; while M. spasma was similar to H. harpia and C. plicata. The size and body shape of M. spasma was very different from R. microphyllum.

(5)

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI

SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN

MALUKU TENGGARA

RESTU MONICA NIA BETAUBUN D14080402

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara

Nama : Restu Monica Nia Betaubun

NIM : D14080402

Menyetujui,

Pembimbing Utama

(Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si.) NIP. 19621124 198803 2 002

Pembimbing Anggota

(Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP. 19620617 199003 2 001

Mengetahui Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1990 di Tual, Maluku. Penulis adalah anak dari pasangan Drs. Elia M. Betaubun dan Netty E. Elkel. Penulis juga merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar Penulis di SD Kristen 2 Tual diselesaikan pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SMP Kristen Tual diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan menengah atas di SMA 1 Kei Kecil diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2008. Selama masa pendidikan, Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Genetika Ternak pada tahun 2012.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Tri Tunggal Allah yang senantiasa menyertai dan melindungi, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul ”Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Maluku Tenggara”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi morfometrik dengan mengukur variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh pada berbagai spesies kelelawar di lokasi penelitian. Penciri dari setiap spesies kelelawar berdasarkan ukuran (size) dan bentuk (shape) yang menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh karena setiap spesies kelelawar memiliki karakteristik yang khas baik ukuran maupun bentuk. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya Tri Tunggal Allah yang dapat membalas segala kebaikan dan ketulusan hati berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, 13 September 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... ii

ABSTRACT... iv

LEMBAR PERNYATAAN... v

LEMBAR PENGESAHAN... vi

RIWAYAT HIDUP... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Klasifikasi Kelelawar... 3

Famili Pteropodidae... 4

Famili Megadermatidae... 6

Famili Nycteridae... 6

Famili Emballonuridae... 7

Famili Molossidae... 8

Famili Hipposideridae... 9

Famili Vespertilionidae... 10

Famili Rhinopomatidae... 10

Famili Rhinolophidae... 12

Produktivitas Kelelawar... 12

Peranan Kelelawar... 13

Gua sebagai Habitat Kelelawar... 14

Morfometrik Tubuh Kelelawar... 14

Analisis Komponen Utama... 16

MATERI DAN METODE... 18

Lokasi dan Waktu... 18

Materi... 18

Prosedur... 19

Penangkapan Kelelawar... 19

Panjang Tarsometatarsus... 20

(10)

x

Panjang Telinga... 21

Panjang Ekor... 21

Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang... 21

Panjang Fibula... 21

Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar... 22

Panjang Lengan Bawah Sayap... 22

Rancangan dan Analisis Data... 22

Analisis Deskriptif... 22

Uji T2-Hotelling... 22

Analisis Komponen Utama... 23

Diagram Kerumunan... 25

Pengolahan Data... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 26

Kota Tual... 26

Desa Ohoidertawun... 27

Desa Ohoira... 28

Desa Abean... 30

Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan dan Betina dari Kesembilan Spesies yang Diamati... 31

Nyctimene minutus... 37

Harpiocephalus harpia... 39

Rhinopoma microphyllum... 39

Megaderma spasma... 40

Nycteris javanica... 41

Chaerephon plicata... 41

Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens... 42

Hasil Statistik T2-Hotelling... 43

Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar Penelitian... 44

Nyctimene minutus... 44

Megaderma spasma... 47

Nycteris javanica... 47

Harpiocephalus harpia... 49

Rhinolophus keyensis... 50

Hipposideros cervinus... 51

Mosia nigrescens... 53

Rhinopoma microphyllum... 54

Chaerephon plicata... 55

Diagram Kerumunan Spesies Kelelawar Penelitian Berikut Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar... 57

KESIMPULAN DAN SARAN... 69

Kesimpulan... 69

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae ... 5 2 Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae ... 11 3 Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai

Spesies... 18 4 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman

Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma

microphyllum dan Chaerephon plicata... 32 5 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-

ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma

microphyllum dan Chaerephon plicata... 33 6 Urutan dari yang Terbesar ke yang Terkecil Variabel

Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon

plicata... 34 7 Urutan Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh

Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan

Chaerephon plicata... 35 8 Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel

Linear Permukaan Tubuh pada Jantan Setiap Spesies

Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati... 36 9 Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel

Linear Permukaan Tubuh pada Betina Setiap Spesies

Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati... 37 10 Uji T2-Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap

Spesies Kelelawar yang Diamati... 44 11 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Nyctimene minutus Berikut Keragaman Total dan Nilai

(13)

xiii 12 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nyctimene

minutus... 45 13 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Megaderma spasma Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 46 14 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies

Megaderma spasma... 46 15 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nycteris

javanica Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 47 16 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nycteris

javanica... 48 17 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Harpiocephalus harpia Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 48 18 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies

Harpiocephalus harpia... 49 19 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Rhinolophus keyensis Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 50 20 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies

Rhinolophus keyensis... 51 21 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Hipposideros cervinus Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 51 22 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies

Hipposideros cervinus... 52 23 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Mosia

nigrescens Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 52 24 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Mosia

nigrescens... 53 25 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Rhinopoma microphyllum Berikut Keragaman Total dan

(14)

xiv 26 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinopoma

microphyllum... 55 27 Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies

Chaerephon plicata Berikut Keragaman Total dan Nilai

Eigen... 56 28 Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap

Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies

Chaerephon plicata... 56 29 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan

Analisis Komponen Utama pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis Berikut dengan Sub-ordo dan

Habitat... 58 30 Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan

Analisis Komponen Utama pada Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Berikut dengan Sub-ordo dan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Nyctimene minutus... 5

2 Megaderma spasma... 6

3 Nycteris javanica... 7

4 Mosia nigrescens... 8

5 Chaerephon plicata... 8

6 Hipposideros cervinus... 9

7 Harpiocephalus harpia... 10

8 Rhinopoma microphyllum... 11

9 Rhinolophus keyensis... 12

10 Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar... 15

11 Ukuran Tubuh Kelelawar... 16

12 Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut, (b) Perangkap Tradisional, (c) Timbangan Gantung, (d) Stoching, (e) Obor dan (f) Jangka Sorong Digital... 19

13 Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital... 20

14 Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang Diamati... 21

15 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara... 26

16 Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual... 27

17 Gua Vidnit (Gua Kematian)... 28

18 Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit... 28

19 Pelabuhan Desa Debut... 29

20 Alat Transportasi dari desa Debut ke Tetoat... 29

21 Gua Hutan di Desa Ohoira... 30

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens,

Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 73 2 Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear

Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens,

Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata... 74 3 Deskripsi Habitat Kelelawar Penelitian... 75 4 Perhitungan Manual Uji Statistik T2-Hotelling pada

Variabel-variabel antara Spesies Nyctimene minutus dan

Rhinolophus keyensis... 76 5 Hasil T2-Hotelling antara Spesies Kelelawar yang Diamati.... 79 6 Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen

Utama Kesatu dan Kedua Berikut Nilai Eigen dan

Keragaman Total Masing-masing... 80 7 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Nyctimene minutus... 84 8 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Megaderma spasma... 85 9 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Nycteris javanica... 86 10 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Harpiocephalus harpia... 87 11 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinolophus keyensis... 88 12 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Hipposideros cervinus... 89 13 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

(17)

xvii 14 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinopoma microphyllum... 91 15 Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan

Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear

Tubuh Kelelawar pada Spesies Chaerephon plicata... 92 16 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Nyctimene minutus... 93 17 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Megaderma spasma... 94 18 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Nycteris javanica... 95 19 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Harpiocephalus harpia... 96 20 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Rhinolophus keyensis... 97 21 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Hipposideros cervinus... 98 22 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Mosia nigrescens... 99 23 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Rhinopoma microphyllum... 100 24 Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies

Chaerephon plicata... 101 25 Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies

Kelelawar-kelelawar Sub-ordo Microchiroptera (pemakan serangga) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor

Bentuk Tubuh... 102 26 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Sub-ordo

Megachiroptera (Nyctimene minutus) yang Diamati

Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk... 102 27 Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar

Gua Gunung yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan

Skor Bentuk Tubuh... 103 28 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua

Hutan (Rhinopoma microphyllum) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk

(18)

xviii 29 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua

Pantai (Megaderma spasma) yang Diamati Berdasarkan

Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 104 30 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Nycteris

javanica yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor

Bentuk Tubuh... 104 31 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar

Harpiocephalus harpia yang Diamati Berdasarkan Skor

Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 105 32 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar

Rhinolophus keyensis yang Diamati Berdasarkan Skor

Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 105 33 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar

Hipposideros cervinus yang Diamati Berdasarkan Skor

Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh... 106 34 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Mosia

nigrescens yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan

Skor Bentuk Tubuh... 106 35 Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar

Chaerephon plicata yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Maluku Tenggara merupakan wilayah yang memiliki dua pulau besar yaitu pulau Kei Kecil dan Kei Besar. Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean merupakan daerah di pulau Kei Kecil yang memiliki keranekaragaman fauna, seperti kelalawar. Kelelawar banyak ditemukan di atap rumah penduduk, pepohonan, gua gunung, gua hutan dan gua pantai. Satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang ini termasuk dalam ordo Chiroptera. Kelelawar pemakan serangga diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Microchiroptera; sedangkan kelelawar pemakan buah dan nektar diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Megachiroptera. Suyanto (2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (133 jenis Microchiroptera dan 72 jenis Megachiroptera) atau sekitar 21% dari seluruh jenis kelelawar di dunia ditemukan di Indonesia.

Kelelawar yang ditemukan di lokasi penelitian berkembangbiak pesat, meski sering ditangkap untuk dimakan karena dipercaya sebagai bahan pembuat obat penyembuh penyakit asma. Kotoran kelelawar dikenal sebagai pupuk guano yang bernilai ekonomis tinggi. Kelelawar juga dipercaya sebagai hewan penyerbuk tumbuhan (durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau dan kapuk randau), penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terung-terungan) dan pengendali hama serangga.

Keunggulan satwa tersebut, mengakibatkan upaya penangkaran sudah mulai diperhatikan, sehingga kontrol populasi dapat dilakukan. Informasi mengenai karakteristik morfometrik berupa ukuran dan bentuk tubuh kelelawar, diperlukan untuk keperluan konservasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada kawasan konservasi, mengacu pada tiga pilar konservasi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

(20)

2 Maluku Tenggara, diperlukan untuk upaya pemanfaatan secara lestari beberapa jenis satwa tersebut. Penciri ukuran lebih dipengaruhi lingkungan; sedangkan penciri bentuk lebih dipengaruhi genetik.

Tujuan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kelelawar

Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap. Hewan ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari, sehingga kelelawar memerlukan tempat bertengger (roosting area) dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari (Suyanto, 2001). Dijelaskan lebih lanjut bahwa sayap kelelawar sangat sensitif terhadap dehidrasi (kekurangan air). Djuri dan Madya (2009) menjelaskan bahwa sayap kelelawar dibentuk karena perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi selaput terbang atau patagium, sedangkan jari pertama bebas dan berukuran relatif normal. Kelelawar memiliki cakar pada jari kedua, terutama pada famili Pteropodidae. Pada umumnya banyak kelelawar tidak memiliki ciri tersebut. Dinyatakan lebih lanjut bahwa dalam mengidentifikasi kelelawar dapat dibantu dengan keberadaan ekor. Jenis-jenis kelelawar yang tidak memiliki ekor atau ekor berukuran sangat kecil adalah Pteropus, Acerodon, Harpyionycteris, Styloctenium, Balionycteris, Aethalops, Megaerops, Syconycteris, Thoopterus, Chironax, Macroglossus, Megaderma dan Coelops. Ujung ekor bercabang dan membentuk huruf T, ditemukan pada jenis anggota marga Nycteris (Suyanto, 2001).

Kelelawar diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Chiroptera, sub-ordo Megachiroptera dan Microchiroptera, famili Pteropodidae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Emballonuridae, Rhinopomatidae dan Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008). Famili Pteropodidae terdiri atas 72 spesies, famili Megadermatidae terdiri atas satu spesies, famili Nycteridae terdiri atas dua spesies, famili Vespertilionidae terdiri atas 63 spesies, famili Rhinolophidae terdiri atas 19 spesies, famili Hipposideridae terdiri atas 26 spesies, famili Emballonuridae terdiri atas 11 spesies, famili Rhinopomatidae terdiri atas satu spesies dan famili Molossidae terdiri atas 11 spesies (Suyanto, 2001).

(22)

4 tragus (bagian yang menyerupai tangkai dalam telinga) atau anti tragus (bagian datar yang terletak dalam telinga), cakar ditemukan pada jari sayap kedua dan terdiri atas dua tulang jari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sub-ordo Microchiroptera berukuran kecil, telinga memiliki tragus atau anti tragus, jari sayap kedua tidak bercakar dan tidak memiliki tulang jari (Chairunnisa, 1997). Sub-ordo Megachiroptera dan Microchiroptera memiliki perbedaan. Pada umumnya sebagian besar sub-ordo Microchiroptera memiliki telinga yang besar dan kompleks, memiliki tragus dan anti tragus. Sub-ordo Megachiroptera memiliki kuku pada jari kedua yang tidak dimiliki Microchiroptera. Ukuran tubuh sub-ordo Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar dan mata berkembang dengan baik (Wund dan Meyrs, 2005).

Sub-ordo Microchiroptera menggunakan ekolokasi yang rumit untuk orientasi (navigasi) dan tidak menggunakan penglihatan pada saat terbang, serta umumnya memiliki mata kecil. Sub-ordo Megachiroptera lebih menggunakan penglihatan pada saat terbang, memiliki mata yang menonjol dan terlihat jelas, meskipun beberapa jenis marga Rousettus ditemukan menggunakan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan kelelawar menangkap pantulan gelombang ultrasonik dari suara kelelawar yang bersentuhan dengan benda diam atau bergerak. Kelelawar pada saat terbang, mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) yaitu sekitar 50 Khz yang tidak dapat ditangkap telinga manusia. Manusia hanya dapat menangkap suara pada kekuatan frekuensi 3-18 Khz (Suyanto, 2001).

Famili Pteropodidae

(23)

5 Tabel 1. Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae

Marga Penyebaran

Acerodon Sulawesi dan Nusa Tenggara

Aethalops Sumatera, Kalimantan dan Pegunungan

Jawa Balionycteris, Dyacopterus dan

Penthetor

Sumatera dan Kalimantan

Boneia, Harpyionycteris dan Neopteryx Sulawesi

Chironax Sumatera, Lombok, Kalimantan, Jawa,

Bali dan Sulawesi

Dobsonia Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan

Papua

Eonycteris Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa

Tenggara

Nyctimene Sulawesi, Maluku dan Papua Barat

Megaerops Sumatera, Kalimantan dan Jawa

Syconycteris dan Paranyctimene Maluku dan Papua Barat Macroglossus, Pteropus dan Rousettus Seluruh Indonesia

Cynopterus Seluruh Indonesia, kecuali Papua Barat

Sumber: Suyanto (2001)

(24)

6 Famili Megadermatidae

Famili Megadermatidae hanya terdiri atas satu marga dan satu jenis anggota, yaitu vampir palsu (Megaderma spasma). Jenis ini dikenal sebagai vampir palsu karena vampir asli yang menghisap darah binatang hanya ditemukan di Amerika Selatan. Vampir asli memangsa jenis kelelawar lain, sedangkan vampir palsu memakan serangga, seperti jangkrik dan belalang. Famili Megadermatidae memiliki ukuran lengan bawah sayap 53-58 mm; betis 29-32 mm; kaki belakang 14-17 mm dan telinga 32-39 mm. Famili Megadermatidae menyebar di Thailand, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Sulawesi. Kelelawar Megaderma spasma memiliki ukuran ekor kecil (Suyanto, 2001). Megaderma spasma diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Megadermatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008b). Megaderma spasma diillustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Megaderma spasma Sumber: Heideman (2008)

Famili Nycteridae

(25)

7 Sumatera dan Kalimantan. Kelelawar dari famili Nycteridae memiliki ekor dengan ujung bercabang membentuk huruf T (Suyanto, 2001). Nycteris javanica diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Nycteridae (International Union for Conservation of Nature, 2008c). Nycteris javanica diillustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Nycteris javanica Sumber: Falconeyestudios (2011)

Famili Emballonuridae

Famili Emballonuridae di Indonesia meliputi tiga marga dan 11 jenis. Marga famili Emballonuridae hanya memiliki satu jenis anggota yaitu kelelawar Ekor Trubus Hitam atau Mosia nigrescens dan Kubar Trubus atau Saccolaimus saccolaimus. Famili ini hidup pada habitat yang meliputi gua dangkal dan rongga-rongga pohon (Suyanto, 2001). Penyebaran anggota famili Emballonuridae di Indonesia meliputi jenis Emballonura, Saccolaimus dan Taphozous (seluruh Indonesia) dan anggota Mosia (Maluku dan Papua Barat) (Suyanto, 2001).

(26)

8 Gambar 4. Mosia nigrescens

Sumber: Gstatic (2010)

Famili Molossidae

Famili Molossidae di Indonesia meliputi enam marga dan 11 jenis. Anggota Molossidae dapat terbang tinggi dan merayap di permukaan tanah atau tumbuhan. Jenis Chaerephon plicata diduga memakan wereng di areal persawahan, dengan makanan utama pijer (kupu-kupu malam). Pengklasifikasian jenis famili Molossidae didasarkan pada keberadaan bulu, processus postorbitalis, kantong tenggorokan, ketebalan dan panjang daun telinga, ukuran bulla tympanica dan lengan bawah sayap. Habitat famili Molossidae ditemukan di gua, rongga pepohonan dan atap gedung (Suyanto, 2001).

(27)

9 Chaerephon plicata ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Chaerephon plicata diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008i). Chaerephon plicata diillustrasikan pada Gambar 5.

Famili Hipposideridae

Kelelawar Indonesia memiliki tiga marga dan 26 jenis anggota famili Hipposideridae. Tiga marga tersebut diklasifikasikan berdasarkan bentuk daun hidung. Marga Hipposideros memiliki jumlah anggota yang terbanyak. Anggota Hipposideros diklasifikasikan berdasarkan jumlah daun hidung tambahan (terletak di samping daun hidung depan dan berbentuk tapal kuda), bentuk telinga, struktur berdaging seperti tabung pada dahi di belakang lanset (daun hidung), ciri tengkorak dan ukuran tubuh (Suyanto, 2001).

Gambar 6. Hipposideros cervinus Sumber: Australian Museum (2010)

(28)

10 Famili Vespertilionidae

Famili Vespertilionidae terdiri atas 14 marga dan 63 jenis anggota di Indonesia. Famili Vespertilionidae menempati gua (jenis Miniopterus); ruas bambu (jenis Tylonycteris); atap rumah (jenis Taphozous dan Pipistrellus); hutan khususnya pada pepohonan yang rimbun (jenis Kerivoula) dan gulungan daun pisang muda (jenis Myotis muricola). Kelelawar dari famili Vespertilionidae menarik sayap ke samping tubuh pada saat hinggap di sarang (Suyanto, 2001).

Gambar 7. Harpiocephalus harpia Sumber: Francis (1998)

Harpiocephalus harpia merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Harpiocephalus harpia diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Vespertilionidae (International Union for Conservation of Nature, 2008d). Penyebaran anggota famili Vespertilionidae di Indonesia disajikan pada Tabel 2; Harpiocephalus harpia diillustrasikan pada Gambar 7.

Famili Rhinopomatidae

(29)

11 Tabel 2. Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae

Marga Penyebaran

Glischropus, Philetor dan Phoniscus Sumatera, Kalimantan dan Jawa Kerivoula dan Tylonycteris Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa

Tenggara dan Sulawesi

Hesperoptenus Kalimantan dan Sulawesi

Murina Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Nusa

Tenggara

Nyctophilus Nusa Tenggara dan Papua Barat

Scotophilus Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali

Scotorepens Timor dan Papua Barat

Harpiocephalus Sumatera, Kalimantan, Jawa, Lombok

dan Maluku Myotis, Pipistrellus dan Miniopterus Seluruh Indonesia Sumber: Suyanto (2001)

Habitat R. microphyllum ditemukan di gua, terowongan, atap gedung, atap rumah dan bangunan lain berbentuk seperti piramid. Rhinopoma microphyllum merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinopoma microphyllum diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinopomatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008h). Rhinopoma microphyllum diillustrasikan pada Gambar 8.

(30)

12 Famili Rhinolophidae

Famili Rhinolophidae yang ditemukan di Indonesia hanya satu marga yaitu Rhinolophus. Marga Rhinolophus yang ditemukan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam enam jenis kelompok dan 19 jenis anggota. Perbedaan jenis-jenis marga Rhinolophus diklasifikasikan berdasarkan ukuran tubuh dan telinga; ukuran dan bentuk sella; posisi pelekatan taju penghubung (connecting process) dengan ujung sella dan bentuk taju penghubung, keberadaan lapet (lipatan pada hidung) serta bentuk sekat rongga hidung (Suyanto, 2001).

Rhinolophus keyensis merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinolophus keyensis diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinolophidae (International Union for Conservation of Nature, 2008e). Rhinolophus keyensis diillustrasikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Rhinolophus keyensis

Produktivitas Kelelawar

(31)

13 rumah, terowongan, bawah jembatan, rimbunan daun, gulungan daun pisang atau palem, celah bambu, pepohonan besar, lubang batang pohon yang masih hidup maupun yang sudah mati (Suyanto, 2001).

Kelelawar menempati habitat tertentu untuk melakukan aktivitas yang berbeda. Habitat kelelawar umumnya ditemukan mulai dari pantai sampai pegunungan. Pada umumnya kelelawar melakukan aktivitas pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Kelelawar beristirahat di dalam gua dan pepohonan tertentu (Fatem et al., 2006). Wund dan Myers (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis kelelawar yang menempati wilayah geografi yang kecil atau yang memiliki ekologi yang khas; memiliki ancaman kepunahan yang tinggi.

Peranan Kelelawar

Keberadaan kelelawar mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Kelelawar berperan sebagai penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terung-terungan). Penyebar biji seperti kelelawar sangat diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hutan tropis. Kelelawar mengambil cairan buah dengan mengunyah daging buah. Bagian serabut daging buah disepah dan biji buah dibuang pada jarak 100-2.000 m dari pohon induk; sehingga memberikan peluang pada biji menjadi besar untuk menyebar dan berkecambah di tempat yang berjauhan dari pohon induk (Wiantoro dan Achmadi, 2011 dan Suyanto, 2001). Maryati et al. (2008) menjelaskan bahwa kelelawar pemakan buah-buahan (Megachiroptera) berperan sebagai polinator.

(32)

14 dapat menyembuhkan sakit asma (pemanfaat hati kelelawar sebagai obat) dan dapat menyuburkan rambut (pemanfaatan lemak tubuh).

Gua sebagai Habitat Kelelawar

Gua merupakan tempat proses adaptasi berbagai jenis organisme berlangsung (Setyaningsih, 2011). Suyanto (2001) menyatakan bahwa kelelawar merupakan penyeimbang ekosistem gua. Dijelaskan lebih lanjut bahwa guano kelelawar diyakini sebagai sumber energi yang memiliki peranan penting dalam rantai makanan dalam ekosistem gua. Setyaningsih (2011) menyatakan bahwa lingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkungan gua terdiri atas empat zona yaitu mulut gua, zona peralihan (zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total (zona stagnant).

Keadaan iklim mikro yang berbeda pada masing-masing gua dapat mempengaruhi perbedaan jenis-jenis kelelawar. Gua yang dihuni kelelawar pada umumnya mempunyai temperatur rendah dan kelembaban yang cukup tinggi (Maryanto dan Maharadatunkamsi, 1991). Suyanto (2001) menyatakan bahwa jumlah guano yang dihasilkan kelelawar dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban gua.

Morfometrik Tubuh Kelelawar

Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan (Notosusanto, 2009). Martojo (1992) menjelaskan bahwa pengaruh genetik dan lingkungan merupakan dua hal penting untuk menghasilkan keragaman fenotipik pada individu-individu sekelompok ternak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Menurut Ihdia (2006) faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap ukuran tubuh kelelawar adalah kompetisi untuk mendapatkan pakan. Maryati (2008) menyatakan bahwa area untuk mencari pakan dan komposisi pakan sangat dipengaruhi musim bunga dan panen buah. Wijayanti (2011) menjelaskan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang yang dekat dengan sumber pakan.

(33)

15 Balionycteris, Chironax dan Aethalops) yang memiliki bobot badan 10 g; dan ditemukan pula yang berukuran tubuh besar seperti Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus) yang memiliki bobot badan lebih dari 1.500 g, bentangan sayap mencapai 1.700 mm dan lengan bawah sayap 36-228 mm. Kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) memiliki ukuran tubuh terkecil dengan bobot badan dua g dan yang terbesar 196 g, dan ukuran lengan bawah sayap 22-115 mm (Suyanto, 2001). Secara umum, skema anatomi tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar Sumber: Djuri dan Madya (2009)

(34)

16 melengkung (Suyanto, 2001). Secara umum, ukuran tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Ukuran Tubuh Kelelawar Sumber: Suyanto (2001)

Keterangan: E= panjang ekor; KB=panjang kaki belakang (KB); T=panjang telinga; LB=panjang lengan bawah sayap

Analisis Komponen Utama

(35)
(36)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012; sedangkan pemasokan dan pengolahan data dilakukan selama satu bulan, yaitu dari akhir bulan Januari-akhir Pebruari 2012.

Materi

[image:36.595.101.510.393.729.2]

Kelelawar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan. Kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan yang diamati meliputi sembilan spesies; sebanyak 254 ekor (127 jantan dan 127 betina). Tabel 3 menyajikan distribusi kelelawar dari berbagai spesies yang diamati. Penentuan spesies kelelawar yang diamati dilakukan berdasarkan keputusan penentuan spesies oleh Tim Konservasi dan Inventarisasi Hutan Kei, yang bersama-sama melakukan penelitian (pendampingan penelitian).

Tabel 3. Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies

Spesies Jenis Pakan Jantan Betina Total

---(ekor)---

Nyctimeneminutus Buah 15 15 30

Megaderma spasma Serangga 9 9 18

Nycteris javanica Serangga 15 15 30

Harpiocephalus harpia Serangga 15 15 30

Rhinolophus keyensis Serangga 15 15 30

Hipposideros cervinus Serangga 15 15 30

Mosia nigrescens Serangga 15 15 30

Rhinopoma microphyllum Serangga 15 15 30

Chaerephon plicata Serangga 13 13 26

(37)

19 Penelitian ini menggunakan beberapa alat berupa jaring kabut dan perangkap tradisional sebagai alat penangkap, timbangan gantung, tangga, jangka sorong digital, stoching, gunting, obor, senter kepala, sarung tangan karet, tali nilon dangolok. Pengolahan dibantu data dengan peranti lunak statistik MINITAB®15.1.20.0. Alat dokumentasi data yang digunakan berupa lembar data, alat tulis dan kamera.

Prosedur

Penangkapan Kelelawar

[image:37.595.96.485.367.775.2]

Penangkapan kelelawar dilakukan pada siang hari pada saat kelelawar istirahat (tidur) dengan menggunakan jaring kabut. Jaring kabut dibentang di depan mulut gua dan pepohonan besar (sukun, mangga dan kelapa). Obor digunakan untuk menghalau kelelawar dari dalam gua, sehingga kelelawar terperangkap pada jaring kabut dan segera dimasukkan ke dalam stoching setelah terlebih dahulu menggunting jaring kabut seukuran dengan tubuh kelelawar. Gambar 12 dan 13 menyajikan peralatan yang digunakan pada penelitian.

Gambar 12. Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut (b) Perangkap Tradisional (c) Timbangan Gantung (d) Stoching (e) Obor (f) Jangka Sorong

(38)
[image:38.595.114.497.83.391.2]

20 Gambar 13. Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter

Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital

Pengukuran ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar segera dilaksanakan yang meliputi: panjang tarsometatarsus (X1), lingkar tarsometatarsus (X2), panjang telinga (X3), panjang ekor (X4), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X5), panjang fibula (X6), panjang kaki belakang tanpa cakar (X7) dan panjang lengan bawah sayap (X8); seperti yang disajikan pada Gambar 14.

Panjang Tarsometatarsus (X1)

Panjang tarsometatarsus diukur dari pertemuan antara tarsometatarsus dengan jari. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Lingkar Tarsometatarsus (X2)

(39)
[image:39.595.117.439.86.398.2]

21 Gambar 14. Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang

Diamati Sumber : Suyanto (2001)

Keterangan: X1=Panjang Tarsometatarsus; X2=Lingkar Tarsometatarsus; X3=Panjang

Telinga; X4=Panjang Ekor; X5=Panjang Kaki Belakang dengan Cakar

Terpanjang; X6=Panjang Fibula; X7=Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar;

X8=Panjang Lengan Bawah Sayap

Panjang Telinga (X3)

Panjang telinga diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Panjang Ekor (X4)

Panjang ekor diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)

Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang diukur dari tumit sampai ujung jaridengan cakar terpanjang. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Panjang Fibula (X6)

(40)

22 Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)

Panjang kaki belakang tanpa cakar diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)

Panjang lengan bawah sayap diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap melengkung. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.

Rancangan dan Analisis Data

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh diolah secara deskriptif. Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel diolah berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut:

=

i n Xi

=

SB

=

i Xi–X̅ n–

KK

=

x

100

%

Keterangan: ̅ = Rataan ̅ = Data ke-i

n = Banyak data contoh SB = Simpangan baku KK = Koefisien keragaman Uji T2-Hotelling

Uji T2-Hotelling digunakan untuk membandingkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada setiap dua spesies kelelawar yang diamati. Pengujian T2 -Hotelling dilakukan berdasarkan Gaspersz (1992) dengan hipotesis sebagai Berikut:

H0: U1 = U2 artinya vektor nilai rata-rata dari spesies pertama sama dengan spesies kedua

(41)

23 Rumus T2-Hotelling menurut Gaspersz (1992) adalah:

= n n

n n ( 1 - 2)' SG-1 ( 1 - 2); selanjutnya besaran:

F = -

- T 2

akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V1 = Keterangan:

T2 = Nilai T2-Hotelling F = Nilai hitung T2-Hotelling

= Jumlah data pengamatan pada spesies pertama = Jumlah data pengamatan pada spesies kedua

1 = Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies pertama 2 = Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies kedua SG−1 = Invers matriks gabungan (invers dari matriks SG) P = Banyaknya variabel yang diukur

Analisis Komponen Utama

Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk membentuk kerumunan data pada masing-masing spesies kelelawar yang diamati; berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk. Dua komponen utama berdasarkan keragaman total yang tinggi; digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk untuk perhitungan skor ukuran (sumbu X) dan skor bentuk (sumbu Y); menurut Nishida et al. (1980) dan Everitt dan Dunn (1998). Penciri ukuran diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan bentuk.

Keragaman total tertinggi dimiliki komponen utama pertama (persamaan ukuran) dengan model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut:

Y1 = a11X1 + a21X2 + a31X3 + a41X4 + a51X5 + a61X6 + a71X7 + a81X8 Keterangan:

Y1 = Komponen utama pertama (ukuran) X1 = Panjang tarsometatarsus

(42)

24 X4 = Panjang ekor

X5 = Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang X6 = Panjang fibula

X7 = Panjang kaki belakang tanpa cakar X8 = Panjang lengan bawah sayap

a -a8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P , , … , 8

Keragaman total tertinggi setelah komponen utama pertama dimiliki komponen utama kedua yang disetarakan dengan persamaan bentuk dan memiliki model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut:

Y2 = a12X1 + a22X2 + a32X3 + a42X4 + a52X5 + a62X6 + a72X7 + a82X8 Keterangan:

Y2 = Komponen utama kedua (bentuk) X1 = Panjang tarsometatarsus

X2 = Lingkar tarsometatarsus X3 = Panjang telinga

X4 = Panjang ekor

X5 = Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang X6 = Panjang fibula

X7 = Panjang kaki belakang tanpa cakar X8 = Panjang lengan bawah sayap

a -a8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P , , … , 8

Korelasi antara skor ukuran dan masing-masing variabel yang diamati diperoleh dari perkalian antara vektor Eigen dan akar dari nilai Eigen masing-masing yang dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing perubah (Gaspersz, 1992). Hal yang sama juga dilakukan pada korelasi antara skor bentuk dan masing-masing variabel yang diamati. Vektor dan nilai Eigen yang digunakan untuk perhitungan korelasi tersebut berasal dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan dari matriks kovarian (Gaspersz, 1992).

Rumus yang digunakan sebagai Berikut:

r

ZiYj

= r

ij

=

(43)

25 Keterangan:

r

ZiYj = Koefisien korelasi variabel ke-i dari komponen ke-j

a

ij = Vektor Eigen variabel ke-i dari komponen ke-j = Nilai Eigen (akar ciri) komponen utama ke-j = Simpangan baku variabel ke-i

Diagram Kerumunan

Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh yang diperoleh dari persamaan komponen utama pertama yang disetarakan dengan sumbu X dan persamaan komponen kedua yang disetarakan dengan sumbu Y. Setiap plot pada diagram kerumunan mencerminkan data setiap individu. Kesamaan juga perbedaan ukuran dan bentuk tubuh di antara spesies kelelawar yang diamati ditentukan berdasarkan diagram kerumunan data pada masing-masing spesies.

Pengolahan Data

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian meliputi empat lokasi, yaitu Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan jumlah populasi kelelawar terbanyak yang ditemukan di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Peta lokasi penelitian Kabupaten Maluku Tenggara, seperti yang disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara Sumber: Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (2012)

Kota Tual

Tual terletak di Propinsi Maluku dengan luas 254,39 km². Kota Tual pernah menjadi bagian dari Kabupaten Maluku Tenggara sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2007, Nomor 31 disahkan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Tual di sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah selatan dengan Kabupaten Maluku Tenggara dan Laut Arafura, di sebelah barat dengan Laut Banda dan di sebelah timur dengan Selat Nerong.

(45)

27 tahunan pada daerah ini berkisar antara 2.000-4.000 mm dengan rata-rata curah hujan 2118,3 mm/tahun atau 176,5 mm/bulan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Peta lokasi Tual disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual Sumber: Google Earth (2012)

Desa Ohoidertawun

Ohoidertawun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Desa tersebut sering dikunjungi wisatawan asing karena memiliki tempat wisata dan gua dengan lukisan kuno. Gua yang disakralkan yang disebut Gua Kematian atau Gua Vidnit; ditemukan pada tebing karang, di pantai Ohoidertawun sebelah timur. Perjalanan dari Tual menuju Ohoidertawun ditempuh dalam waktu satu jam dengan mobil, sedangkan dari Ohoidertawun ke lokasi penelitian yaitu Gua Vidnit ditempuh dalam waktu 30 menit dengan motor laut.

(46)
[image:46.595.97.506.76.696.2]

28 Gambar 17. Gua Vidnit (Gua Kematian)

Perahu digunakan untuk melihat gambaran relief dinding karang pada saat air laut sedang pasang. Gambar Gua Vidnit dari kejauhan disajikan pada Gambar 17, sedangkan lukisan kuno pada dinding karang Gua Vidnit, disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18. Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit Desa Ohoira

Desa Ohoira terletak di Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur (Ibu kota Maluku Tenggara)

(47)

29 ditempuh dalam waktu 15 menit dengan mobil; dari Langgur menuju desa Debut ditempuh dalam waktu 30 menit dengan mobil; dari Debut menuju desa Tetoat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan perahu; dari Tetoat menuju Ohoira ditempuh dalam waktu satu jam dengan sepeda motor; sedangkan dari Ohoira menuju lokasi penelitian ditempuh dalam waktu tiga jam tanpa kendaraan, karena lokasi penelitian ini terletak di dalam hutan.

Gambar 19. Pelabuhan Desa Debut

Lokasi penelitian merupakan gua yang terletak di dalam hutan. Gambar 19 menyajikan gambaran pelabuhan desa Debut yang merupakan akhir perjalanan darat yang menggunakan sarana angkut berupa mobil. Gambar 20 menyajikan alat transportasi perahu yang digunakan untuk menyeberang ke Tetoat.

(48)

30 Gua hutan di desa Ohoira jarang dikunjungi penduduk, karena disamping disakralkan juga memerlukan perjuangan untuk mencapai gua tersebut. Pepohonan dan rerumputan ditemukan disepanjang perjalanan menuju gua. Gua terletak di bawah permukaan tanah sehingga dibutuhkan alat tangga untuk mencapainya. Gambar gua hutan desa Ohoira disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Gua Hutan di Desa Ohoira

Desa Abean

Gua tersebut bernama Gua Hawun Yavur merupakan tempat pengamatan dilakukan. Gua ini merupakan salah satu gua yang terdapat di desa Abean dengan lokasi terletak di puncak gunung. Abean merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur ditempuh dalam waktu 15 menit, sedangkan dari Langgur menuju desa Abean ditempuh dalam waktu 1,5 jam dengan mobil.

(49)

31 Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan dan Betina dari

Kesembilan Spesies yang Diamati

Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman dari variabel permukaan linear tubuh yang diamati; disajikan pada Tabel 4 dan 5. Variabel permukaan linear tubuh tersebut meliputi panjang tarsometatarsus, lingkar tarsometatarsus, panjang telinga, panjang ekor, panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang, panjang fibula, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang lengan bawah sayap pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata.

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh mencapai lebih dari 20%; yang menurut Syahid (2009) merupakan koefisien keragaman yang tinggi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa koefisien keragaman dikategorikan berukuran besar, jika nilai minimal 10% pada kondisi homogen atau 20% pada kondisi heterogen; berukuran sedang jika nilai minimal 5%-10% pada kondisi homogen atau 10%-20% pada kondisi heterogen; berukuran kecil, jika nilai maksimal 5% pada kondisi homogen atau 10% pada kondisi heterogen. Keragaman ukuran-ukuran linear tubuh yang ditemukan pada penelitian ini beragam. Syahid (2009) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi koefisien keragaman adalah heterogenitas bahan, alat, media dan lingkungan percobaan. Faktor lingkungan pada penelitian ini berperanan dalam perolehan koefisien keragaman, disamping jumlah sampel yang sedikit. Faktor lingkungan penelitian yang beragam ditemukan karena habitat kelelawar yang diamati meliputi pohon, gua hutan, gua pantai dan gua gunung. Habitat tersebut, secara iklim mikro, berbeda satu sama lain.

(50)

32 Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan pada Spesies Nyctimene

minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens,

Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata

Spesies Kelelawar n X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

---(mm)---

Nyctimene minutusA 15 17,51±2,33 (13,31%) 5,51±1,76 (31,98%) 32,16±5,16 (16,05%) 30,71±6,91 (22,49%) 27,42±4,48 (16,33%) 48,30±11,85 (24,53%) 30,84±5,87 (19,04%) 115,94±4,21 (3,63%)

Megaderma spasmaB3 9 9,99±2,76

(27,62%) 4,43±2,28 (51,34%) 36,40±2,18 (6,00%) 31,09±1,42 (4,56%) 18,19±1,25 (6,85%) 31,27±1,27 (4,07%) 15,98±1,44 (8,99%) 56,97±2,03 (3,56%)

Nycteris javanicaB1 15 6,92±3,21 (46,46%) 3,77±1,75 (46,36%) 20,31±3,62 (17,82%) 46,40±3,96 (8,54%) 34,06±3,61 (10,59%) 22,50±3,92 (17,44%) 38,32±4,29 (11,20%) 50,37±4,07 (8,08%)

Harpiocephalus harpiaB1 15 2,29±2,03 (88,70%) 4,68±2,05 (43,73%) 23,86±4,03 (16,91%) 48,97±6,38 (13,04%) 39,39±5,40 (13,70%) 33,86±5,49 (16,21%) 41,96±4,45 (10,61%) 49,39±4,00 (8,09%)

Rhinolophus keyensisB1 15 13,26±3,16 (23,82%) 1,38±0,37 (26,87%) 22,57±1,02 (4,50%) 18,41±1,06 (5,73%) 14,52±2,33 (16,04%) 27,37±2,57 (9,37%) 11,55±1,90 (16,48%) 60,59±4,48 (7,40%)

Hipposideros cervinusB1 15 2,47±1,63 (66,05%) 0,54±0,27 (50,11%) 12,99±1,87 (14,35%) 25,08±3,72 (14,85%) 39,66±4,50 (11,35%) 19,81±2,20 (11,11%) 37,43±4,89 (13,06%) 50,88±3,24 (6,37%)

Mosia nigrescensB1 15 6,98±2,97 (42,55%) 1,01±1,27 (*) 14,01±3,43 (24,50%) 10,03±2,75 (27,46%) 29,64±3,75 (12,65%) 21,46±4,57 (21,29%) 35,24±4,65 (13,20%) 69,07±7,18 (10,40%) Rhinopoma microphyllumB2

15 5,20±6,46 (*) 4,21±4,53 (*) 26,02±4,48 (17,22%) 48,05±6,64 (13,81%) 42,84±4,21 (9,83%) 25,35±10,81 (42,65%) 39,56±5,56 (14,05%) 68,10±5,42 (7,97%)

Chaerephon plicataB1 13 13,78±3,83 (27,79%) 8,43±4,82 (57,11%) 24,73±3,00 (12,15%) 36,36±4,05 (11,15%) 34,17±4,45 (13,03%) 18,21±2,03 (11,13%) 27,32±2,83 (10,35%) 46,81±3,91 (8,36%)

Keterangan: n = jumlah sampel; X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang

dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; persen di dalam tanda kurung

[image:50.842.90.757.126.468.2]
(51)

33 Tabel 5. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene

minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens,

Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata

Spesies Kelelawar n X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

---(mm)---

Nyctimene minutusA 15 1,07±0,18 (16,87%) 0,35±0,08 (22,83%) 27,82±6,58 (23,67%) 27,79±6,53 (23,50%) 23,94±5,01 (20,94%) 48,19±5,61 (11,63%) 28,80±5,08 (17,66%) 112,01±5,59 (4,99%)

Megaderma spasmaB3 9 9,70±2,27

(23,36%) 4,05±1,93 (47,52%) 36,18±1,68 (4,65%) 31,02±1,07 (3,45%) 18,01±0,97 (5,36%) 31,08±1,16 (3,74%) 15,61±1,23 (7,89%) 56,62±1,81 (3,20%)

Nycteris javanicaB1 15 6,80±3,17 (46,63%) 3,67±1,93 (52,60%) 19,72±4,98 (25,24%) 45,59±4,85 (10,63%) 33,66±3,81 (11,31%) 22,39±3,85 (17,21%) 38,11±4,90 (12,85%) 50,21±4,24 (8,44%)

Harpiocephalus harpiaB1 15 1,27±1,18 (92,94%) 3,64±2,08 (57,02%) 21,51±4,57 (21,26%) 45,60±6,77 (14,85%) 36,59±5,42 (14,81%) 31,65±4,47 (14,13%) 39,77±3,51 (8,84%) 46,97±3,56 (7,59%)

Rhinolophus keyensisB1 15 12,27±2,96 (24,16%) 1,33±0,36 (26,83%) 22,53±0,98 (4,36%) 18,22±1,12 (6,13%) 13,82±2,38 (17,24%) 26,79±2,38 (8,90%) 10,92±2,14 (19,56%) 59,40±3,84 (6,46%)

Hipposideros cervinusB1 15 2,39±1,61 (67,23%) 0,53±0,27 (51,88%) 13,10±2,01 (15,35%) 24,71±3,88 (15,70%) 38,70±5,69 (14,71%) 19,68±2,64 (13,43%) 37,39±5,49 (14,69%) 50,62±3,85 (7,60%)

Mosia nigrescensB1 15 6,89±3,47 (50,40%) 0,95±1,01 (*) 13,63±3,29 (24,14%) 9,76±3,17 (32,43%) 29,44±4,10 (13,92%) 20,95±4,69 (22,39%) 34,33±4,58 (13,35%) 68,45±7,58 (11,07%) Rhinopoma microphyllumB2

15 5,23±5,69 (*) 4,25±3,63 (85,27%) 26,55±3,92 (14,76%) 48,14±6,12 (12,72%) 42,92±3,55 (8,26%) 24,95±10,0 5 (40,27%) 39,76±4,96 (12,47%) 68,43±5,64 (8,24%)

Chaerephon plicataB1 13 13,24±3,68 (27,83%) 6,11±3,01 (49,30%) 23,96±2,70 (11,28%) 36,13±3,83 (10,61%) 32,67±4,35 (13,31%) 17,78±1,87 (10,51%) 26,59±2,61 (9,82%) 45,72±4,02 (8,80%)

Keterangan: n = jumlah sampel; X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang

dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; persen di dalam tanda kurung

[image:51.842.89.756.127.467.2]
(52)

34 keragaman yang bersumber dari berbagai variasi seperti aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diwariskan secara fisik dari tetua betina (induk). Pembentukan genetik suatu individu tidak bersifat statis dan keragamanan materi genetik memungkinkan seleksi alam terjadi. Produk seleksi alam berakibat pada keseragaman suatu sifat yang meningkat atau koefisien keragaman sifat tersebut menurun. Seleksi alam pada pengamatan ini lebih berperan dibandingkan dengan seleksi buatan. Ulah pemburu dalam penangkapan besar-besaran secara tidak terarah terhadap kelelawar untuk tujuan konsumsi berkibat pada seleksi ke arah kelelawar berukuran kecil. Jumlah kelelawar yang berukuran besar semakin menurun.

Tabel 6. Urutan dari yang Terbesar ke yang Terkecil Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata

Variabel

Spesies Kelelawar

A B C D E F G H I

X1 (1)* (4) (6) (9) (3) (8) (5) (7) (2)

X2 (2) (4) (6) (3) (7)* (9) (8) (5) (1)

X3 (2) (1) (7) (5) (6)* (9) (8) (3) (4)

X4 (6) (5)* (3) (1) (8) (7) (9) (2) (4)

X5 (7) (8)* (5) (3) (9) (2) (6) (1) (4)

X6 (1) (3)* (6) (2) (4) (8) (7) (

Gambar

Tabel 3. Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies
Gambar 12. Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut (b) Perangkap
Gambar 13. Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter
Gambar 14. Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang
+7

Referensi

Dokumen terkait