• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA SIBOLGA TAHUN 2014

SKRIPSI

OLEH

HENGKI HABAYAHAN NIM. 101000436

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO. 1096/MENKES/PER/ VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA TERHADAP

KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

HENGKI HABAYAHAN NIM. 101000436

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : IMPLEMENTASI PERMENKES RI NO. 1096/ MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE

SANITASI JASABOGA TERHADAP

KELAYAKANAN FISIK JASABOGA DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Hengki Habayahan Nomor Induk Mahasiswa : 101000436

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 24 April 2014

Disahkan Oleh, Komisi Pembimbing

Medan, April 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Berdasarakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, tempat pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja dengan mudah dan efisien untuk menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Hasil survei awal diketahui bahwa jasaboga di Kota Sibolga secara keseluruhan lingkungan fisiknya belum memenuhi persyaratan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini adalah seluruh jasaboga golongan A1 dan A2 yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga. Data kelayakanan fisik jasaboga diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi. Data yang sudah dikumpulkan tersebut dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jasaboga berdasarkan kondisi lokasinya, langit-langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah memenuhi syarat kesehatan. Namun masih banyak kondisi pintu dan jendela (36.4%), pencahayaan (77.3%), dan ventilasi tidak memenuhi syarat (50.0%). Kelayakan fisik berdasarkan kelayakan fasilitas sanitasi, diperoleh semua telah memiliki kondisi kamar mandi, dan tempat sampahnya telah memenuhi syarat kesehatan. Sebesar 72.7% jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Namun hanya 9.1% memiliki tempat cuci tangan memenuhi syarat kesehatan. Kelayakan fisik jasaboga berdasarkan kelayakan peralatan, diperoleh semua jasaboga memiliki peralatan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diadakan pelatihan tentang kelayakan fisik jasaboga kepada seluruh pemilik jasaboga secara berkesinambungan, sehingga kelayakan fisik jasaboga lebih baik.

(5)

ABSTRACT

Based on the rule of Minister of Health of Republic of Indonesia No.1096/Menkes/Per/VI/2011, states that food processing are should be enough to work easily and efficiently to avoid the possibility of food contamination and easy cleaning. From the results of the initial survey, it was found that overall physical environment has not met the requirements according to the Minister of Health of Republic of.Indonesia 1096/Menkes/Per/VI/2011.

The objective of this study was to know the implementation of Decree of Health Ministry No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 concerning with Jasaboga sanitation to the physical feasibility in Sibolga city in 2014.

This research was descriptive survey. The sample was all Jasaboga groups A1 and A2 in the city of Sibolga, as many as 22 Jasaboga. Jasaboga physical feasibility data in Sibolga was obtained through observation using the observation sheet. The obtained data were analyzed descriptively and presented in the form of a frequency distribution table .

The results showed that all Jasaboga based on location conditions, the ceiling, and the condition of the food processing area have fulfilled health requirements. However, there were still many conditions of doors and (36.4%), lighting (77.3%), and ventilation (50.0%) were not eligible. Physical feasibility based on the feasibility of sanitation facilities, it was found that all have the bathrooms, and the condition of the trash has fulfilled health requirement. 72.7% of Jasaboga have latrines condition that meet the health requirements. But, it was only as much as 9.1% have hand washing facilities that meet the health requirements. Physical feasibility of Jasaboga based on the equipment, it was found that all Jasaboga have equipment that did not meet the health requirements .

It is recommended that the Health Department held training on the physical feasibility Jasaboga to all owners on an ongoing basis, so that the physical feasibility Jasaboga will be better in terms of health .

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hengki Habayahan

Tempat / Tanggal Lahir : Barus, 13 Agustus 1979

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Menikah

Anak ke- : 3 (tiga) dari 6 (enam) bersaudara

Alamat : Kompleks Puskesmas Manduamas Pasar Lima, PO. Manduamas Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 1 Manduamas : Tahun 1985-1991

2. SLTP Negeri 1 Manduamas : Tahun 1991-1994

3. SMU Negeri 1 Sibolga : Tahun 1994-1997

4. Akademi Kesehatan Lingkungan DEPKES RI Kabanjahe : Tahun 1997-2000

5. FKM USU Medan : Tahun 2010-2014

Riwayat Kerja

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014” ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Ketua Penguji dan Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku Penguji I, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Bapak M. Yusuf Batubara, S.K.M., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian sehingga penelitian dapat selesai dengan baik.

5. Kepada istriku tercinta Riamin Sihotang, dan buah hatiku tersayang Heliza Gabrioni Habayahan, Harrys Irson Habayahan, dan Riris Oktavina Habayahan yang senantiasa memotivasi dan berdo’a sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

6. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Kesehatan Lingkungan, terima kasih atas dukungannya sehingga menambah semangat bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, April 2014 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi ... 7

2.1.1. Pengertian ... 7

2.1.2. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan ... 8

2.1.3. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga ... 10

2.2. Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga ... 18

2.3. Jasa Boga ... 18

2.4. Kebijakan Kesehatan ... 23

2.4.1. Pengertian ... 23

2.4.2. Implementasi Kebijakan ... 24

2.5. Landasan Teori ... 33

2.6. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi ... 35

3.2.2. Waktu ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.6. Instrumen Penelitian ... 36

3.7. Definisi Operasional ... 36

3.7. Aspek Pengukuran ... 37

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Sibolga ... 42

4.2. Karakteristik Pemilik Jasaboga di Kota Sibolga ... 44

4.2.1. Umur ... 44

4.2.2. Pendidikan ... 44

4.3. Kelayakan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga ... 45

4.3.1. Kondisi Bangunan ... 45

4.3.2. Fasilitas Sanitasi ... 51

4.3.3. Peralatan ... 55

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kelayakan Bangunan ... 56

5.2. Kelayakan Fasilitas Sanitasi ... 61

5.3. Kelayakan Peralatan ... 62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 64

6.2. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Umur di Kota Sibolga ... 44 Tabel 4.2. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Pendidikan di Kota

Sibolga ... 44 Tabel 4.3. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Lokasi Jasaboga di

Kota Sibolga ... 45 Tabel 4.4. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Langit-Langit

Jasaboga di Kota Sibolga ... 46 Tabel 4.5. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pintu dan Jendela

Jasaboga di Kota Sibolga ... 47 Tabel 4.6. Kondisi Pintu dan Jendela Jasaboga di Kota Sibolga ... 48 Tabel 4.7. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pencahayaan

Jasaboga di Kota Sibolga ... 48 Tabel 4.8. Kondisi Pencahayaan Jasaboga di Kota Sibolga ... 49 Tabel 4.9. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ventilasi Jasaboga di

Kota Sibolga ... 49 Tabel 4.10. Kondisi Ventilasi Jasaboga di Kota Sibolga ... 50 Tabel 4.11. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ruang Pengolahan

Makanan Jasaboga di Kota Sibolga ... 50 Tabel 4.12. Hasil Observasi Terhadap Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota

Sibolga ... 51 Tabel 4.13. Kondisi Tempat Cuci Tangan Jasaboga di Kota Sibolga ... 52 Tabel 4.14. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Air Bersih Jasaboga

di Kota Sibolga ... 52 Tabel 4.15. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Jamban Jasaboga di

(12)

Tabel 4.17. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Kamar Mandi Jasaboga di Kota Sibolga ... 54 Tabel 4.18. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Tempat Sampah

Jasaboga di Kota Sibolga ... 54 Tabel 4.19. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Peralatan Jasaboga di

Kota Sibolga ... 55

(13)

ABSTRAK

Berdasarakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, tempat pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja dengan mudah dan efisien untuk menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Hasil survei awal diketahui bahwa jasaboga di Kota Sibolga secara keseluruhan lingkungan fisiknya belum memenuhi persyaratan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel penelitian ini adalah seluruh jasaboga golongan A1 dan A2 yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga. Data kelayakanan fisik jasaboga diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi. Data yang sudah dikumpulkan tersebut dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jasaboga berdasarkan kondisi lokasinya, langit-langit, dan kondisi ruang pengolahan makanan telah memenuhi syarat kesehatan. Namun masih banyak kondisi pintu dan jendela (36.4%), pencahayaan (77.3%), dan ventilasi tidak memenuhi syarat (50.0%). Kelayakan fisik berdasarkan kelayakan fasilitas sanitasi, diperoleh semua telah memiliki kondisi kamar mandi, dan tempat sampahnya telah memenuhi syarat kesehatan. Sebesar 72.7% jasaboga memiliki kondisi jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Namun hanya 9.1% memiliki tempat cuci tangan memenuhi syarat kesehatan. Kelayakan fisik jasaboga berdasarkan kelayakan peralatan, diperoleh semua jasaboga memiliki peralatan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diadakan pelatihan tentang kelayakan fisik jasaboga kepada seluruh pemilik jasaboga secara berkesinambungan, sehingga kelayakan fisik jasaboga lebih baik.

(14)

ABSTRACT

Based on the rule of Minister of Health of Republic of Indonesia No.1096/Menkes/Per/VI/2011, states that food processing are should be enough to work easily and efficiently to avoid the possibility of food contamination and easy cleaning. From the results of the initial survey, it was found that overall physical environment has not met the requirements according to the Minister of Health of Republic of.Indonesia 1096/Menkes/Per/VI/2011.

The objective of this study was to know the implementation of Decree of Health Ministry No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 concerning with Jasaboga sanitation to the physical feasibility in Sibolga city in 2014.

This research was descriptive survey. The sample was all Jasaboga groups A1 and A2 in the city of Sibolga, as many as 22 Jasaboga. Jasaboga physical feasibility data in Sibolga was obtained through observation using the observation sheet. The obtained data were analyzed descriptively and presented in the form of a frequency distribution table .

The results showed that all Jasaboga based on location conditions, the ceiling, and the condition of the food processing area have fulfilled health requirements. However, there were still many conditions of doors and (36.4%), lighting (77.3%), and ventilation (50.0%) were not eligible. Physical feasibility based on the feasibility of sanitation facilities, it was found that all have the bathrooms, and the condition of the trash has fulfilled health requirement. 72.7% of Jasaboga have latrines condition that meet the health requirements. But, it was only as much as 9.1% have hand washing facilities that meet the health requirements. Physical feasibility of Jasaboga based on the equipment, it was found that all Jasaboga have equipment that did not meet the health requirements .

It is recommended that the Health Department held training on the physical feasibility Jasaboga to all owners on an ongoing basis, so that the physical feasibility Jasaboga will be better in terms of health .

(15)

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/ 2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga, yang dimaksud jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Usaha jasaboga telah berkembang dengan pesat selaras dengan kemajuan pembangunan pada bidang lain. Usaha jasaboga yang semula hanya merupakan kegiatan masak memasak sebagai penyaluran hobi ibu-ibu dalam mengisi waktu luang serta hanya merupakan usaha sampingan pendapatan keluarga, kini telah berkembang menjadi suatu unit usaha yang diandalkan dan dikelola secara profesional.

(16)

makanan yang diproduksi dalam skala besar, dan 60% dari kejadian tersebut makanannya disajikan sekurang-kurangnya setengah hari sebelum dikonsumsi (Charles, 1999).

Di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan tahun 2001 sampai dengan 2005, terdapat 17 kejadian keracunan makanan dengan 2.478 penderita atau 389 orang rata-rata pertahun yang diperkirakan keracunan kercunan makanan dari jasaboga. Jumlah tersebut belum termasuk kejadian dibeberapa perusahaan yang mengalami keluhan akibat makan makanan jasaboga tetapi belum melaporkan. Begitu juga hasil pemeriksaan laboratorium sampel makanan dari 30 buah jasaboga yang tersebar di Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur menunjukkan 53,2% tidak memenuhi syarat(Depkes RI, 2006). Keadaan sanitasi tempat pengelolaan makanan serta penggunanaan peralatan masak akan mempengaruhi kualitas makanan.

(17)

persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, tersedia tempat/bak pencuci tangan dan alat-alat dapur, perlindungan dari serangga, tikus dan binatang perusak lainnya, barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur. Hal-hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga.

(18)

Beberapa ketentuan yang tercantum dalam surat Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 antara lain menyebutkan, bahwa setiap jasaboga harus memperkerjakan seorang penanggungjawab yang mempunyai pengetahuan higiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan. Pengertian hygiene, merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Sedangkan pengertian sanitasi merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk menjaga agar sampah tidak dibuang sembarangan. Pengertian lain menyatakan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai perpindahan penyakit.

(19)

pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi dengan peralatan anti lalat seperti kasa dan tirai.

Dari hasil survei awal yang dilakukan di salah satu jasa boga di Kota Sibolga terlihat bahwa jasa boga tersebut cukup strategis karena dekat dengan jalan raya, sehingga jasa boga tersebut banyak dikenal oleh masyarakat luas. Jasa boga tersebut bersatu dengan rumah makan, sehingga halaman yang dimiliki jasa boga tersebut kecil dan biasanya dijadikan tempat parkiran. Bangunan gedung kokoh, kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa, tetapi bangunannya tidak rapat dari serangga dan tikus. Hal ini disebabkan karena tidak ada ventilasi yang dilapisi dengan kawat kasa. Selain itu pintu yang digunakan tidak membuka kedua arah hanya satu arah. Pembagian ruangnya kurang baik, karena antara ruang memasak dengan ruang mencuci peralatan menjadi satu.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga”.

1.2. Permasalahan

(20)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kondisi bangunan jasaboga, yang meliputi: lokasi, langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, dan ruang pengolahan makanan berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

2. Untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi jasaboga, yang meliputi: tempat cuci tangan, air bersih, jamban, kamar mandi, dan tempat sampah berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

3. Untuk mengetahui kondisi peralatan jasaboga berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014.

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pimpinan Jasaboga di Kota Sibolga berkenaan dengan pelaksanaan Kebijakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.Hygiene dan Sanitasi 2.1.1. Pengertian

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

(23)

2.1.2. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu (Purawidjaja, 1995):

1. Pemilihan bahan baku makanan

Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku.

2. Penyimpanan bahan makanan

(24)

3. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi.

4. Pengangkutan makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi risikonya daripada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.

5. Penyimpanan makanan

Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri di antaranya suasana makanan banyak protein dan banyak air (moisture), pH normal (6,8-7,5), suhu optimum (10°-60°C).

Bahaya terbesar dalam makanan masak adalah adanya mikroorganisme patogen dalam makanan akibat terkontaminasinya makanan sewaktu proses pengolahan makanan maupun kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah. makanan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu ruangan. Kondisi optimum mikroorganisme patogen dalam makanan siap saji ini akan mengakibatkan mikroorganisme berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam.

(25)

temperatur dan waktu penyimpanan tidak baik, rendahnya personal hygiene, dan alat makan yang tercemar.

6. Penyajian makanan

Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap santap/laik santap. Laik santap dapat dinyatakan bilamana telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis. Dalam prinsip penyajian makanan wadah untuk setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah, dan diusahakan tertutup. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat diselamatkan, serta memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.

2.1.3. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga

Persyaratan teknis higiene dan sanitasi jasaboga menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 dapat dijelaskan sebagia berikut: A. Bangunan

1. Lokasi

Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya.

a. Halaman

(26)

(2) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.

(3) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya.

(4) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air. b. Konstruksi

Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman. Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.

c. Lantai

Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan.

d. Dinding

(27)

2. Langit-langit

a. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang.

b. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai. 3. Pintu dan jendela

a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.

b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

4. Pencahayaan

a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 10 candle/fc pada titik 90 cm dari lantai.

c. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.

d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter) 5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin

(28)

b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk :

1) Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan dalam ruangan.

2) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit.

3) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. 6. Ruang pengolahan makanan

a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan.

b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m2) untuk setiap orang pekerja.

Contoh : Luas ruang dapur (dengan peralatan kerja) 4 m x 5 m = 20 m2. Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 6 orang, maka tiap pekerja mendapat luas ruangan 20/6 = 3,3 m2, berarti luas ini memenuhi syarat (luas 2 m2 untuk pekerja dan luas 1,3 m2 perkiraan untuk keberadaan peralatan). Luas ruangan dapur dengan peralatan 3 m x 4 m = 12 m2. Jumlah karyawan di dapur 6 orang, maka tiap karyawan mendapat luas ruangan 12/6 = 2 m2, luas ini tidak memenuhi syarat karena dihitung dengan keberadaan peralatan di dapur. c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan

toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

(29)

B. Fasilitas Sanitasi 1. Tempat cuci tangan

a. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering.

b. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja.

c. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan 1 - 10 orang : 1 buah tempat cuci tangan. 11 - 20 orang : 2 buah tempat cuci tangan Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 10 orang, ada penambahan 1 (satu) buah tempat cuci tangan.

2. Air bersih

a. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga.

b. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Jamban dan peturasan (urinoir)

a. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene sanitasi.

(30)

1) Jumlah karyawan : 1 - 10 orang : 1 buah; 11 - 25 orang : 2 buah; dan 26 - 50 orang : 3 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban.

2) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah; 31 - 60 orang : 2 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1 (satu) buah peturasan.

4. Kamar mandi

a. Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan.

b. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar mandi.

5. Tempat sampah

a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (an organik).

(31)

C. Peralatan

Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan

a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan pangan.

b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.

c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80°C -100°C) selama 1 – 5 detik.

d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

2.2. Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga

(32)

lain menyatakan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai perpindahan penyakit.

2.3. Jasa Boga

Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Usaha Jasaboga dibagi menjadi tiga golongan, yakni golongan A, B, dan C yang golongan tersebut berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani.

A. Jasaboga Golongan A 1. Jasaboga Golongan A1 a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. b. Persyaratan Teknis

1) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur. 2) Ventilasi/penghawaan

a) Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup, harus menyediakan ventilasi buatan untuk sirkulasi udara.

(33)

3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan

Tersedia tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan yang terpisah dengan permukaan halus dan mudah dibersihkan.

4) Penyimpanan makanan

Untuk tempat penyimpanan bahan pangan dan makanan jadi yang cepat membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).

2. Jasaboga Golongan A2 a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja.

b. Persyaratan Teknis

1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1. 2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

a) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruang lain.

b) Ventilasi/penghawaan

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan.

c) Penyimpanan makanan

(34)

d) Ruang ganti pakaian

 Bangunan harus dilengkapi dengan ruang/tempat penyimpanan dan

ganti pakaian dengan luas yang cukup.

 Fasilitas ruang ganti pakaian berada/diletakkan di tempat yang dapat

mencegah kontaminasi terhadap makanan. 3. Jasaboga golongan A3

a. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.

b. Persyaratan teknis

1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2. 2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : a) Pengaturan ruang

Ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal.

b) Ventilasi/penghawaan :

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap atau cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat penangkap asap

(smoke hood).

c) Ruang pengolahan makanan

 Tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat

(35)

 Harus tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –

50C dengan kapasitas yang cukup untuk melayani kegiatan sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan.

d) Alat angkut dan wadah makanan

 Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan dengan konstruksi

tertutup dan hanya dipergunakan untuk mengangkut makanan siap saji.

 Alat/tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan

kedap air, permukaan halus dan mudah dibersihkan.

 Pada setiap kotak (box) yang dipergunakan sekali pakai untuk mewadahi

makanan, harus mencantumkan nama perusahaan, nomor Izin Usaha dan nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.

 Jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan kotak, harus

mencantumkan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi di tempat penyajian yang mudah diketahui umum.

B. Jasaboga Golongan B 1. Kriteria

(36)

2. Persyaratan teknis

a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3. b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut : 1) Halaman

Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap lemak (grease trap) sebelum dialirkan ke bak penampungan air kotor (septic tank) atau tempat pembuangan lainnya.

2) Lantai

Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati dan harus lengkung (conus) agar mudah dibersihkan.

3) Pengaturan ruang

Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang terpisah dari ruang pengolahan makanan.

4) Ventilasi/penghawaan

Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat pembuang asap dan cerobong asap.

5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan

(a). Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan halus dan mudah dibersihkan.

(b). Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau air panas 80 0C selama 2 menit.

(37)

Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1 (satu) buah tempat cuci tangan dengan air mengalir yang diletakkan dekat pintu dan dilengkapi dengan sabun.

(d). Ruang pengolahan makanan

(1) Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah dari ruang tempat penyimpanan bahan makanan.

(2) Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu -5 0

C sampai -10 0C dengan kapasitas yang cukup memadai sesuai dengan jenis makanan yang digunakan.

C. Jasaboga Golongan C 1. Kriteria

Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.

2. Persyaratan

a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B. b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :

1) Ventilasi/penghawaan

a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala.

(38)

2) Fasilitas pencucian alat dan bahan

a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel.

b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus mempunyai kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).

3) Ruang pengolahan makanan

a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara terpisah sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan seperti daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan buah dengan suhu yang dapat mencapai kebutuhan yang disyaratkan.

b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan makanan kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah membusuk. c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan

menggunakan roda penggerak sehingga ruangan mudah dibersihkan.

2.4. Kebijakan Kesehatan 2.4.1. Pengertian

(39)

guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan (Buse, 2009).

Ada banyak gagasan mengenai definisi kebijakan kesehatan, misalnya di bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara seorang perencana memandang bahwa kebijakan kesehatan adalah cara untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut, dan dengan persyaratan apa (Buse, 2009).

2.4.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan Undang-Undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program (Winarno, 2007).

(40)

suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.

Winarno (2007), dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses, mengutip apa yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Bureucracy and policy Implementation yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah Undang-Undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata. Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk program berjalan.

(41)

melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”

Agustino (2008) mengutip pernyataan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier, dalam bukunya “Implementation and Public Policy mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan-keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Menurut Nugroho (2008), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langka yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau menilai formulasi kebijakan

derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain: Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.

(42)

salah memilih masalah, tujuan dan target yang tidak jelas. Kedua, karena pelaksanaannya yang memang buruk, misalnya kurang koordinasi antara pelaksana, tidak cukup sarana dan sarana penunjang. Ketiga, adanya faktor nasib yang tidak menguntungkan. Semua syarat untuk keberhasilan implementasi sudah terpenuhi, tetapi ada hambatan-hambatan yang tidak dapat ditanggulangi dengan cara rasional sekalipun.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi kebijakan adalah (Tangkilisan, 2005) :

1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

Menurut Wibawa (1994), secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal beberapa model, antara lain:

1. Model Goggin

(43)

organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya (Tangkilisan, 2005).

2. Model Grindle

Implementasi kebijakan menurut Grindle, ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Isi kebijakan mencakup: (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, (2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) Derajat perubahan yang diinginkan, (4) Kedudukan pembuat kebijakan, (5) Siapa pelaksana program, dan (6) Sumber daya yang dikerahkan.

Konteks kebijakan menurut Grindle adalah: (1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, dan (3) Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana

3. Model Meter dan Horn

Wibawa (1994), merumuskan sebuah abstraksi yang memperlihatkan hubungan antar berbagai faktor yang memengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan. Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 faktor, yaitu (Tangkilisan, 2005):

a. Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

(44)

c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

d. Karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program.

e. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan dan Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan diterapkan.

4. Model Sabatier dan Mazmania

Menurut konsep Sabatier dan Mazmanian, Implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu: (1) Karakteristik masalah, (2) Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, dan (3) Faktor-faktor di luar peraturan.

Konsep Sabatier dan Mazmanian menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis). Oleh karena itu model ini disebut model Top Down.

5. Model Edward III

Model Edward III mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau faktor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication, resources, dispositions, dan bureaucratic structure.

a) Faktor Komunikasi

(45)

kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target grup, dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut.

b) Sumber Daya

1) Sumber Daya Manusia

Efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada sumber daya manusia (aparatur) yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia ini harus cukup (jumlah) dan cakap (ahli). Selain itu sumber daya manusia tersebut harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya manusia pelaku kebijakan tersebut juga membutuhkan informasi yang tidak saja berkaitan dengan bagaimana cara melaksanakan kebijakan, tetapi juga mengetahui arti penting (esensi) data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat terhadap peraturan dan pengaturan berlaku. Tidak cukupnya sumber daya berarti peraturan (law) tidak akan bisa ditegakkan (enforced), pelayanan tidak disediakan, dan peraturan yang digunakan tidak bisa dikembangkan.

2) Sumber Daya Anggaran

(46)

masyarakat juga terbatas. Karena kurangnya insentif yang diberikan kepada pelaksana kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Terbatasnya insentif tersebut tidak akan mampu mengubah sikap dan perilaku (disposisi) para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki disposisi (sikap dan perilaku) tinggi dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup. Besar kecilnya insentif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku (disposisi) pelaku kebijakan. Insentif tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk rewards and punishment.

3) Sumber Daya Peralatan

Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan.

4) Sumber Daya Informasi dan Kewenangan

(47)

c) Disposisi

Keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Mereka akan tahu bahwa kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya, manakala mereka cukup pengetahuan (cognitive), dan mereka sangat mendalami dan memahaminya (comprehension and understanding). Pengetahuan, pendalaman, dan pemahaman kebijakan ini akan menimbulkan sikap menerima (acceptance), acuh tak acuh (neutrality), dan menolak (rejection) terhadap kebijakan.

d) Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.

Menurut Friedman (2009), setidaknya ada 3 (tiga) kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu tindakan hukum, yakni peraturan atau norma, bisa memiliki dampak terhadap orang tertentu yang menjadi sasarannya.

a. Peraturan atau norma harus dikomunikasikan kepada subjek.

(48)

c. Subjek harus memiliki dorongan untuk menjalankannya, berangkat dari keinginan, rasa takut, atau motif lainnya.

Syarat kedua merupakan syarat yang lemah, yang mudah ditemui dalam kasus biasa. Suatu hukum yang memerintahkan orang untuk terbang tentu saja akan sia-sia saja. Selain itu, peraturan atau hukum harus dikomunikasikan karena sangat vital bagi sistem hukum manapun. Sudah menjadi aksinoma bahwa tidak seorangpun yang bisa mengarahkan perilakunya menurut hukum kecuali ia mengetahui hukum itu.

2.5. Landasan Teori

Setelah suatu kebijakan diformulaskan atau ditetapkan selanjutnya akan memasuki tahap implementasi kebijakan, yang dianggap sebagai tahap yang paling menentukan dalam proses suatu kebijakan. Menurut Akib (2010), bahwa implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya input menghasilkan

output atau outcome bagi masyarakat.

(49)

2.6. Kerangka Konsep

[image:49.612.115.534.173.503.2]

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka konsep untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/ 2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga

Kelayakan Fisik Jasa Boga 1. Bangunan

a. Lokasi b. Langit-langit c. Pintu dan Jendela d. Pencahayaan e. Ventilasi

f. Ruang Pengolahan Makanan 2. Fasilitas Sanitasi

a. Tempat Cuci Tangan b. Air Bersih

(50)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui implementasi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga di Kota Sibolga.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Jasaboga yang ada di Kota Sibolga. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, karena kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga baru dibentuk tanggal 07 Juni 2011.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jasaboga golongan A1 dan A2 yang ada di Kota Sibolga, yaitu sebanyak 22 jasaboga.

3.3.2. Sampel

(51)

3.5.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dengan menggunakan lembar observasi.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah lembar observasi.

3.7. Definisi Operasional

a. Implementasi adalah pelaksanaan Kebijakan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga.

b. Jasaboga adalah jasaboga golongan A yang merupakan tempat melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga atau dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja, yang terdiri dari golongan A1 dan A2.

c. Bangunan adalah kelayakan fisik jasaboga berdasarkan lokasi, langit-langit, pencahayaan, ventilasi/penghawaan/lubang angina, dan ruang pengolahan makanan

(52)

e. Peralatan adalah kelayakan fisik jasaboga berdasarkan ketersediaan tempat pencucian peralatan, tempat pencucian bahan makanan, dan tempat bahan makanan yang telah dibersihkan.

3.7. Aspek Pengukuran

Uraian pemeriksaan diobservasi atau diukur di lapangan dan mencantumkan tanda “” pada kolom hasil. Untuk setiap nomor yang dinilai hanya ada satu diantara 2 pilihan, yaitu memenuhi syarat atau tidak. Bilamana hasil observasi lebih cenderung kepada memenuhi persyaratan, maka diberi tanda “” pada kolom ‘Ya”. Bilamana hasil observasi lebih cenderung tidak memenuhi persyaratan, maka diberi tanda “” pada kolom ‘Tidak”.

1. Bangunan a. Lokasi

Penilaian kondisi lokasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 9 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

b. Langit-langit

Penilaian kondisi langit-langit jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 5 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

(53)

c. Pintu dan Jendela

Penilaian kondisi pintu dan jendela jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 3 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

d. Pencahayaan

Penilaian kondisi pencahayaan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 3 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

e. Ventilasi

Penilaian kondisi ventilasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

f. Ruang Pengolahan Makanan

Penilaian kondisi ruang pengolahan makanan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 4 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

(54)

2. Fasilitas Sanitasi a. Tempat Cuci Tangan

Penilaian kondisi tempat cuci tangan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

b. Air Bersih

Penilaian kondisi air bersih jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

c. Jamban

Penilaian kondisi jamban jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

d. Kamar Mandi

Penilaian kondisi kamar mandi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

(55)

e. Tempat Sampah

Penilaian kondisi tempat sampah jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 2 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

3. Peralatan

Penilaian kondisi peralatan jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 4 indikator.

 Memenuhi syarat: bila semua indikator terpenuhi

 Tidak memenuhi syarat: bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi.

3.8. Metode Analisis Data

(56)

4.1. Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Sibolga

Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 344 Km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota Sibolga berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia. Bentuk Kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah Timur terdiri dari gunung dan sebelah Barat adalah lautan. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya adalah 8.520 Km. Karena sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk dijadikan lahan pemukiman.

(57)

Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada daratan pantai, lereng dan pegunungan, terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0 - 150 meter. Keadaan alamnya relatif kurang beraturan. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2% sampai dengan 40%.

Wilayah Kota Sibolga merupakan daerah yang curam dan arena kecuraman tersebut Sibolga tidak mempunyai kemungkinan akan banjir. Selain itu, pelabuhan Kota Sibolga cukup ramai disinggahi kapal-kapal yang akan menuju pulau Nias. Hal tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi banyaknya masyarakat dari luar Kota Sibolga yang datang merantau ke daerah ini.

Curah hujan di Kota Sibolga cenderung tidak tetap dan tidak teratur sepanjang tahunnya. Jumlah hujan per tahun berkisar antara 2000-3000 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 526,1 mm sedangkan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan November yaitu 25 hari. Kota Sibolga berada pada ketinggian antara 1-50 meter diatas permukaan laut dan beriklim cukup panas. Temperatur udara di Sibolga antara 220-330C kondisi ini cenderung tetap dan tidak berubah. Batas-batas wilayah Kota Sibolga antara lain: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli.

(58)

Selatan dengan empat kelurahan luas area 3,138 Km2, dan Kecamatan Sibolga Sambas dengan empat kelurahan luas area 1,566 Km2.

[image:58.612.113.530.231.332.2]

4.2. Karakteristik Pemilik Jasaboga di Kota Sibolga 4.2.1. Umur

Tabel 4.1. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Umur di Kota Sibolga

No. Umur Frekuensi Persentase

1. ≤ 35 tahun 1 4.5

2. 36-40 tahun 1 4.5

3. 41-45 tahun 5 22.7

4. 46-50 tahun 9 40.9

5. > 50 tahun 6 27.3

Jumlah 22 100.0

Berdasarkan hasil penelitian dari 22 orang pemilik jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh paling banyak berumur antara 46-50 tahun (40.9%). Sementara pemilik jasaboga lainnya berumur > 50 tahun (27.3%), 41-45 tahun (22.7%), dan < 40 tahun (9.0%).

4.2.3. Pendidikan

Tabel 4.2. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Pendidikan di Kota Sibolga

No. Pendidikan Frekuensi Persentase

1. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6 27.3

2. Sekolah Menengah Atas (SMA) 12 54.5

3. Perguruan Tinggi (PT) 4 18.2

Jumlah 22 100.0

[image:58.612.115.528.520.589.2]
(59)

4.3. Kelayakan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga 4.3.1. Kondisi Bangunan

[image:59.612.110.534.203.650.2]

1. Lokasi

Tabel 4.3. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Lokasi Jasaboga di Kota Sibolga

No. Indikator Kondisi Lokasi

Hasil Observasi

n %

Ya Tidak

f % f %

1. Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan

sumber pencemaran seperti tempat sampah umum dan WC umum.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

2. Terpampang papan nama perusahaan dan

nomor Izin Usaha. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

3. Halaman bersih, tidak bersemak, tidak

banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat

tumpukan barang-barang yang dapat

menjadi sarang tikus.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

4. Tempat pembuangan air limbah (air limbah

dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan

sarang serangga dan dipelihara

kebersihannya.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

5. Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat

genangan air. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

6. Konstruksi bangunan untuk kegiatan

jasaboga kokoh dan aman. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

7. Konstruksi dalam keadaan bersih secara

fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

8. Lantai kedap air, rata, tidak retak, tidak

licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

9. Permukaan dinding sebelah dalam rata,

tidak lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang.

(60)

Penilaian kondisi lokasi jasaboga dilakukan melalui observasi dengan 9 indikator. Memenuhi syarat bila semua indikator terpenuhi, dan tidak memenuhi syarat bila satu atau lebih indikator tidak terpenuhi. Berdasarkan hasil observasi terhadap keadaan lokasi jasaboga di Kota Sibolga, diperoleh bahwa semua jasaboga di Kota Sibolga telah memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga terhadap kelayakanan fisik jasaboga.

[image:60.612.112.531.356.542.2]

2. Langit-Langit

Tabel 4.4. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Langit-Langit Jasaboga di Kota Sibolga

No. Indikator Kondisi Langit-Langit

Hasil Observasi

n %

Ya Tidak

f % f %

1. Bidang langit-langit menutupi seluruh atap

bangunan. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

2. Bidang langit-langit terbuat dari bahan yang

permukaannya rata. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

3. Bidang langit-langit mudah dibersihkan. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

4. Bidang langit-langit tidak menyerap air dan

berwarna terang. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

5. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di

atas lantai. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

(61)
[image:61.612.111.530.149.342.2]

3. Pintu dan Jendela

Tabel 4.5. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pintu dan Jendela Jasaboga di Kota Sibolga

No. Indikator Kondisi Pintu dan Jendela

Hasil Observasi

n %

Ya Tidak

f % f %

1. Pintu ruang tempat pengolahan makanan

dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri.

12 54.5 10 45.5 22 100,0

2. Pintu ruang tempat pengolahan makanan

dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dll.

8 36.4 14 63.6 22 100,0

3. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan

makanan dilengkapi peralatan anti lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.

8 36.4 14 63.6 22 100,0

(62)
[image:62.612.110.530.112.170.2]

Tabel 4.6. Kondisi Pintu dan Jendela Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Pintu dan Jendela Frekuensi Persentase

1. Memenuhi Syarat 8 36.4

2. Tidak Memenuhi Syarat 14 63.6

Jumlah 22 100.0

Masih banyak kondisi pintu dan jendela jasaboga di Kota Sibolga tidak memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 8 jasaboga (36.4%) yang ada di Kota Sibolga memenuhi syarat kesehatan.

4. Pencahayaan

Tabel 4.7. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Pencahayaan Jasaboga di Kota Sibolga

No. Indikator Kondisi Pencahayaan

Hasil Observasi

n %

Ya Tidak

f % f %

1. Intensitas pencahayaan cukup untuk dapat

melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

22 100.0 0 0.0 22 100.0

2. Setiap ruang tempat pengolahan makanan

dan tempat cuci tangan memiliki

pencahayaan yang baik.

5 22.7 17 77.3 22 100.0

3. Semua pencahayaan tidak menimbulkan

silau. 22 100.0 0 0.0 22 100.0

[image:62.612.112.530.372.550.2]
(63)
[image:63.612.111.531.305.361.2]

Pengukuran intensitas pencahayaan dalam penelitian ini dilakukan dengan kemampuan untuk membaca koran di tempat tersebut, bila koran tidak terbaca dapat disimpulkan cahayanya masih kurang. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa masih banyak jasaboga (77.3%) yang tidak memiliki ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan dengan intensitas pencahayaan yang baik. Pengkategorian kondisi pencahayaan jasaboga di Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 4.8. berikut.

Tabel 4.8. Kondisi Pencahayaan Jasaboga di Kota Sibolga

No. Kondisi Pencahayaan Frekuensi Persentase

1. Memenuhi Syarat 5 22.7

2. Tidak Memenuhi Syarat 17 77.3

Jumlah 22 100.0

Masih banyak kondisi pencahayaan jasaboga di Kota Sibolga tidak memenuhi syarat, yaitu berdasarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 5 jasaboga (22.7%) yang ada di Kota Sibolga memenuhi syarat kesehatan.

[image:63.612.109.533.566.672.2]

5. Ventilasi

Tabel 4.9. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Ventilasi Jasaboga di Kota Sibolga

No. Indikator Kondisi Ventilasi

Hasil Observasi

n %

Ya Tidak

Gambar

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.2. Distribusi Pemilik Jasaboga Berdasarkan Pendidikan di Kota Sibolga
Tabel 4.3. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Lokasi Jasaboga di Kota
Tabel 4.4. Hasil Observasi Terhadap Indikator Kondisi Langit-Langit Jasaboga
+7

Referensi

Dokumen terkait