• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PENJADWALAN PEMBANGKIT TERMIS PADA SISTEM KELISTRIKAN LAMPUNG MENGGUNAKAN METODE PSO (Particle Swarm Optimization).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OPTIMASI PENJADWALAN PEMBANGKIT TERMIS PADA SISTEM KELISTRIKAN LAMPUNG MENGGUNAKAN METODE PSO (Particle Swarm Optimization)."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENJADWALAN PEMBANGKIT TERMIS PADA

SISTEM KELISTRIKAN LAMPUNG MENGGUNAKAN

METODE PSO (PARTICLE SWARM OPTIMIZATION)

Oleh

AYU VERTIYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

SCHEDULING OPTIMIZATION OF THERMAL GENERATION IN

LAMPUNG ELECTRICITY SYSTEM USING PSO METHOD

(Particle Swarm Optimization)

By

Ayu Vertiyani

Generation scheduling is one important thing in the operation of electric

power systems. The basic purpose of the optimal scheduling is set load generating

units with minimum cost by taking into account several constraints. Operation of

the plant economically influenced by characteristics of the plant, capacity limit of

the maximum and minimum power generation, the cost of fuel at each generating

unit, and losses transmission from generation to load.

This research intends to obtain the optimal combination of thermal

generation scheduling and cost effective in Lampung Electricity System.

Combinations that performed in this research are based on certain load conditions

of the election the amount of power that generated by a power plant in within 168

hours.

Economical solution that used for search the most optimal value to

minimization of generation cost in 168 hours is PSO method (Particle Swarm

Optimization). Results of generating units combination by using PSO method in

Lampung peak load demand 614,7 MW is the fifth major plant consisting of Way

Besai Hydro Power Plant, Batutegi Hydro Power Plant, New Tarahan Steam

Power Plant, Sebalang Steam Power Plant, and Ulubelu Geothermal Power Plant

in

on

state with total cost $ 18752,6908, while Teluk Betung Diesel Power Plant,

Tarahan Diesel Power Plant, and Tegineneng Diesel Power Plant in

off

state

and not connected to the system.

(3)

ABSTRAK

OPTIMASI PENJADWALAN PEMBANGKIT TERMIS PADA SISTEM

KELISTRIKAN LAMPUNG MENGGUNAKAN METODE PSO (Particle

Swarm Optimization).

Oleh

Ayu Vertiyani

Penjadwalan pembangkit merupakan salah satu hal yang penting dalam

operasi sistem tenaga listrik. Tujuan dasar dari penjadwalan yang optimal adalah

mengatur pembebanan unit pembangkit dengan biaya seekonomis mungkin

dengan tetap memperhatikan beberapa kendala. Pengoperasian pembangkit secara

ekonomis dipengaruhi oleh besarnya kebutuhan beban, karakteristik pembangkit,

batas kapasitas daya maksimum dan minimum pembangkit, biaya bahan bakar

pada tiap unit pembangkit, dan rugi-rugi jaringan transmisi dari pembangkit ke

beban.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dari

penjadwalan pembangkit termal dengan biaya yang ekonomis pada sistem

kelistrikan Lampung. Kombinasi-kombinasi yang dilakukan pada penelitian ini

didasarkan pada kondisi beban tertentu dari pemilihan jumlah daya yang

dibangkitkan oleh beberapa pembangkit yang bekerja dalam kurun waktu 168

jam.

Solusi ekonomis yang digunakan untuk mencari nilai yang paling optimal

dalam meminimasi biaya pembangkitan selama 168 jam adalah metode PSO

(

Particle Swarm Optimization

). Hasil kombinasi unit pembangkit dengan

menggunakan metode PSO pada saat beban puncak sebesar 614,7 MW adalah

kelima pembangkit utama yang terdiri dari PLTA Way Besai, PLTA Batutegi,

PLTU New Tarahan, PLTU Sebalang, dan PLTP Ulubelu berada pada kondisi

on

dengan total biaya yang dihasilkan sebesar $ 18752,6908, sedangkan PLTD Teluk

Betung, PLTD Tarahan, dan PLTD Tegineneng berada dalam kondisi

off

dan

tidak terhubung ke sistem.

(4)

oilYalg

Ylt,)laJ,

uPsrunl

enlay

.z

I(N

Z

ZIUNZ

ZZNOVL6I

JITJ

'I.Iil

4J..S

'qlsp,rund SIrlulN

goo

.I.I{

I

so666t

-J.S

S180IZ6I

dIN

',tpousnD

UJaII

sElln}leJ

uPsrunf

easlseqPl^l

Yoxod

JoruoN

P

lsls?qEl^I

EUrPN

W,tlWW

fiurqunqural

Isluloy

.I

IflTrugINgIrI

Y!u{al

o4}Ial3

xlrl)taJ

zforsosrS0

yn74,lr,65n,tr,y

WorLuzrh

uo

nxvfrs grcrt;svJ,

OSJ gCO,l,{IIrl

NYIVNOODNSI{

ONnJI{yI

NU[ruISI,Igy

ITISJSIS

VCVd

SIntlsJ

IINDNYSI{EJ

NIrIVIIIOYfNSJ

ISCIdIUO

,

\r-J

(5)

"/Kq

wrwu

SIOZ

lap

Ig

:

Isdlnts

uqh

srrr-t

/

,*

,

,rruu,

o,

.lra.o

',ruEgrv

_Q n,

6und!e1 ssllsla

Jun

ylulaJ,

sqlnlEJ

uEIaC

.z

I'

-I.S

'uplEII

lnueuln.I

.Bug

.rq

:

BuJqulgurad

up{ng

lfn8uaT

I'Id -I.S

'q!6?,ri.rnJ

8utulN :

su4ar{as

'J.t{

'.J.S 'IpeusnD

!.rraH

:

Pnlay

!!'n6uad

utJ.

.I

(6)

ttoz

{nr st

'Sundule'l repu€g

'nlelI3q

8uE'{

rxoFq utiuoP

IenscsIsSuesP.l.ltpelpesJeqe,(Esu)I€uj'IeueqWp[IuIE,{€sligete,{u]edPllqtdv

'FIpu's

e,(es

qelo lDnqlp

rut Isdu{s

?'\{qeq

eFd

uul!}e'(uelu

e'{es

nlr

uieles'e)Plsnd

lel}lp

LtrelEp

uellnqaslp eu€tul?Stq's

lur

qelseu rrrepp

n3elp

srlnllel

Ple"s

;uei

!tBn..r

'urcl

Suero

qelo

o€lllqrerp

nele sllnllP

Sued ledepued

ne]x

€ile\

tedEplrl

lepl]

e8n! exes uenql?le8ued 8ue[uedes r&'p

'ulel

SuBro

ue]n{elp

qeur'd

3ue{

e,fuel

le&pJel

Iep[

rul

lsdlls

tllclep c\lqEq ueJB]c{uJu eiEs

lul

ueSu'C

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

L

EMBAR JUDUL ……….

. i

ABSTRAK ……….

. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………....

v

SANWACANA ………...

xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL

………...

... xvii

BAB I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Tujuan ... 3

C.

Manfaat Penelitian ... 3

D.

Rumusan Masalah ... 3

E.

Batasan Masalah ... 4

F.

Hipotesis Awal ... 5

G.

Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Operasi Sistem Tenaga Listrik ... 7

A.1. Manajemen Operasi Tenaga Listrik ... 8

a. Rencana Operasi ... ... 8

A.2.

Kendala-Kendala Pada Operasi Pembangkit ... 11

a. Kendala Operasi pada PLTU ... ... 11

b. Kendala Operasi pada PLTD ... ... 12

c. Kendala Operasi pada PLTP ... ... 14

A.3. Cadangan Berputar ... 14

A.4. Unit Pembangkit Termal ... ... 15

a.

Karakteristik

Input-Output

Pembangkit Termal ... 15

b.

Karakteristik Heat-Rate ... 16

B.

Optimasi Penjadwalan Pembangkit ... 17

C.

Particle Swarm Optimization .

... 18

a. Algoritma PSO ... ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B.

Alat dan Bahan ... . 23

C.

Prosedur Kerja ... ... 24

(8)

xv

E.

Simulasi ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil ... 33

A.1. Sistem Tenaga Listrik Lampung ... 33

a. Input Data Line ... 34

b. Input Data Bus ... 35

c. Fungsi Biaya Pembangkit ... 36

d.

Demand

Subsistem Lampung... 43

A.2. Hasil Optimasi Penjadwalan Pembangkit Termis... 46

a. Subsistem Lampung Menggunakan PSO ... 47

b. Unit Pembangkit Termal dalam Keadaan Optimal ... 62

c. Unit Pembangkit Outage Menggunakan PSO ... 62

c. Pembebanan Merata ... 63

B.

Pembahasan ... 64

BAB V. SARAN DAN KESIMPULAN

A.

Kesimpulan ... 73

B.

Saran ... 73

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1. Data Bus pada GI yang terdapat pada sistem Lampung... 29

4.1. Data Penghantar Sistem Lampung... 34

4.2. Data Bus Beban Gardu Induk... ... 35

4.3. Daya dan Biaya PLTU Bukit Asam... 37

4.4. Daya dan Biaya PLTD Tegineneng... ... 38

4.5. Daya dan Biaya PLTD Teluk Betung... ... 39

4.6. Daya dan Biaya PLTD Tarahan... .... 40

4.7. Daya dan Biaya PLTU

New

Tarahan... 41

4.8. Daya dan Biaya PLTU Sebalang... .... 41

4.9. Data karakteristik tiap-tiap pembangkit... 42

4.10. P

demand

Subsistem Lampung Tanggal 14

20 Oktober 2012... 43

4.11. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 14 Oktober 2012... ... 47

4.12. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 15 Oktober 2012... ... 50

4.13. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 16 Oktober 2012... ... 52

4.14. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 17 Oktober 2012... ... 54

4.15. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 18 Oktober 2012... ... 56

4.16. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 19 Oktober 2012... ... 58

4.17. Hasil optimasi penjadwalan subsistem Lampung menggunakan PSO

pada tanggal 20 Oktober 2012... ... 60

4.18. Penjadwalan Pembangkit Termal dalam keadaan batas kapasitas

maksimum... ... 62

4.19. Optimasi penjadwalan menggunakan PSO pada PLTU

New

Tarahan

Outage...

... 63

4.20. Optimasi penjadwalan menggunakan PSO pada PLTU Sebalang

Outage

... 63

4.21. Optimasi penjadwalan menggunakan PSO pada PLTP Ulubelu

Outage

... 63

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1. Karakteristik

Input-Output

Unit Pembangkit Termal... . 16

2.2. Kurva Karakteristik

Heat-Rat

e Pembangkit Termal... . 16

3.1. Diagram Alir Penelitian... .. 27

3.2. Diagram Alir

Penjadwalan Pembangkit menggunakan PSO... 28

4.1. Grafik fungsi biaya PLTU Bukit Asam... ... 37

4.2. Grafik fungsi biaya PLTD Tegineneng... ... 38

4.3. Grafik fungsi biaya PLTD Teluk Betung... ... 39

4.4. Grafik fungsi biaya PLTD Tarahan... ... 40

4.5. Grafik fungsi biaya PLTU Tarahan... .... 41

4.6. Grafik fungsi biaya PLTU Sebalang... 42

4.7. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 14 Oktober 2012... . 49

4.8. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 15 Oktober 2012... . 51

4.9. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 16 Oktober 2012... . 53

4.10. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 17 Oktober 2012... . 55

4.11. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 18 Oktober 2012... . 57

4.12. Hasil optimasi penjadwalan tanggal 19 Oktober 2012... . 59

(11)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pada zaman sekarang, kelistrikan sudah menjadi salah satu hal terpenting

dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Besar kecilnya beban serta perubahannya

tergantung pada kebutuhan para pelanggan akan tenaga listrik. Daya yang

dibangkitkan atau diproduksi harus selalu sama dengan daya yang dikonsumsi

oleh para pemakai tenaga listrik, yang secara teknis umumnya dikatakan sebagai

beban sistem. Besar beban sistem tenaga listrik berubah-ubah terhadap waktu,

dengan demikian beban unit pembangkit hidro dan termis juga perlu

berubah-ubah terhadap waktu dalam partisipasinya melayani beban sistem. Hal ini

mengakibatkan biaya bahan bakar per satuan waktu dalam rupiah per jam juga

berubah-ubah menurut waktu, sehingga perlu direncanakan bagaimana membagi

beban secara ekonomis diantara unit-unit pembangkit hidro dan termis yang

beroperasi pada sistem kelistrikan di wilayah Lampung. Oleh karena itu, perlu

adanya penjadwalan unit-unit pembangkit untuk mensuplai beban sehingga

jumlah biaya pembangkitan seminimal mungkin.

Masalah penjadwalan unit-unit pembangkit dikenal dengan

Unit

Commitment

. Penjadwalan pembangkit tersebut memperhatikan kondisi optimal

ekonomi. Selain itu, harus memenuhi batasan-batasan teknis dalam pengoperasian

(12)

pembangkit secara optimal dan ekonomis diperlukan suatu cara agar dapat

meminimalisasi biaya bahan bakar yang diperlukan dalam mengoperasikan sistem

tenaga listrik di wilayah Sumbagsel untuk kurun waktu selama 1 minggu yang

termasuk ke dalam rencana mingguan. Daya tersedia yang berputar (yang telah

sinkron dalam sistem) dapat diubah-ubah mengikuti kebutuhan beban dan ini

dapat dilakukan dengan memberhentikan dan men-

start

beberapa unit pembangkit

sebelum dan sesudah beban puncak. Namun, perlu diingat bahwa men-

start

dan

men-

stop

unit PLTU memerlukan waktu yang lama dan biaya bahan bakar pun

diperhitungkan, karena unit tersebut telah menjadi dingin dan diperlukan biaya

pemanasan kembali sebelum unit tersebut dapat menghasilkan daya. Tergantung

pada karakteristik beban sistem, maka penentuan unit yang harus di-

stop

dan

start

dapat dipilih sehingga didapat pilihan yang optimum dalam arti mendapatkan

biaya operasi yang minimum. Sistem Lampung sendiri dipasok oleh beberapa

Pusat Listrik utama seperti PLTU

New

Tarahan 2 x 100 MW, PLTU Sebalang 2 x

100 MW, PLTA Way Besai 2 x 45 MW, dan PLTA Batu Tegi 2 x 14.3 MW, serta

didukung oleh beberapa Pusat Listrik dengan kapasitas daya lebih kecil seperti

PLTD Tarahan, PLTD Teluk Betung dan PLTD Tegineneng.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Particle Swarm

Optimization

(PSO). PSO memiliki banyak kesamaan dengan teknik komputasi

evolusioner seperti

Genetic Algorithm

(GA), di mana sistem diawali dengan suatu

populasi yang terbentuk dari solusi-solusi acak (

random solutions

) kemudian

(13)

3

B.

Tujuan

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1.

Menghitung pembebanan unit-unit pembangkit termis yang ter-

commit

pada sistem kelistrikan Lampung dengan biaya operasi yang ekonomis dan

hasil yang lebih efektif serta optimal mengunakan metode PSO.

2.

Menghitung biaya bahan bakar pada pembangkit termis yang telah

ter-commit

pada keadaan tertentu untuk mengetahui daya keluaran dari

masing-masing unit pembangkit dengan biaya ekonomis.

C.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1.

Mampu menangani terjadinya beban-beban puncak dengan adanya

penjadwalan unit pembangkit secara ekonomis antara pembangkit hidro

dan pembangkit termis.

2.

Mengurangi biaya bahan bakar pada unit-unit pembangkit, di mana hal ini

juga dapat membantu PLN dalam menangani krisis energi.

D.

Rumusan Masalah

Penelitian yang akan dilakukan ini adalah cara memperoleh teknik

optimasi penjadwalan pembangkit berdasarkan kebutuhan beban subsistem

Lampung selama 168 jam dengan mengkombinasikan unit-unit pembangkit termis

yang ada di wilayah Lampung dengan memperhatikan kendala kapasitas

maksimum dan minimum dari masing-masing unit pembangkit termis, serta

(14)

yang minimum. Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah

penjadwalan pembangkitan ini adalah algoritma

Particle Swarm Optimization

dengan mensimulasikannya pada program Matlab R2009a.

E.

Batasan Masalah

Batasan masalah pada Tugas Akhir ini adalah :

1.

Penjadwalan pembangkitan berupa unit-unit pembangkit termis yang ada

di wilayah Lampung yang terhubung pada sistem transmisi 150 kV dalam

kurun waktu 168 jam (1 minggu).

2.

Pembangkit hidro yang terdiri dari PLTA Way Besai dan PLTA Batutegi

dianggap selalu ideal dalam kapasitas maksimumnya yaitu 90 MW dan

28,6 MW.

3.

Kombinasi unit pembangkit yang

outage

hanya dilakukan pada

pembangkit yang menanggung beban dasar, yaitu PLTU

New

Tarahan,

PLTU Sebalang, dan PLTP Ulubelu pada saat beban puncak selama 168

jam.

4.

Penggantian unit pembangkit yang

outage

dilakukan oleh PLTU Bukit

Asam dengan kapasitas maksimumnya sebesar 150 MW yang terhubung

pada sistem interkoneksi Sumbagsel 150 kV.

5.

Pembangkit yang menjadi

slack bus

adalah PLTU

New

Tarahan untuk

mendapatkan nilai

transmission losses

dengan

power system toolbox

Hadi

Saadat menggunakan program OPF (

Optimal Power Flow

).

6.

Metode yang digunakan adalah algoritma

Particle Swarm Optimization

(15)

5

F.

Hipotesis Awal

Jalur beban yang optimum bagi subsistem termal harus diikuti oleh seluruh

unit-unit pembangkit termis dengan memperhatikan

constraint

dari

masing-masing unit pembangkit, seperti batas kapasitas maksimum dan minimum, serta

fungsi biaya unit-unit pembangkit. Dalam mengikuti jalur beban ini, perlu dicari

kombinasi unit-unit pembangkit termis yang beroperasi agar dicapai hasil operasi

yang optimum dan ekonomis, dengan kata lain menghasilkan biaya bahan bakar

minimum. Konsekuensinya adalah bahwa akan ada unit-unit pembangkit termis

yang perlu di-

stop

dan di-

start

kembali dalam periode optimasi. Proses

penjadwalan yang dilakukan pada penelitian akan memperhitungkan besarnya

pembagian beban operasi pembangkit hidro dan termis dalam kurun waktu 1

minggu secara optimal dan biaya yang dihasilkan secara ekonomis.

G.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang dan masalah, batasan masalah, tujuan

(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas teori-teori yang mendukung penelitian ini diantaranya

mengenai sistem tenaga listrik,

Unit Commitment

, dan

Particle Swarm

Optimization

.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil dari pengerjaan penelitian ini dan membahas hasil yang

didapat dari penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan beserta saran-saran yang penulis berikan.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan literatur-literatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis untuk

menunjang penyusunan laporan penelitian.

LAMPIRAN

(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Operasi Sistem Tenaga Listrik

Pusat-pusat listrik dan gardu induk satu sama lain dihubungkan oleh

saluran transmisi agar tenaga listrik dapat mengalir sesuai dengan kebutuhan dan

terbentuklah suatu sistem tenaga listrik. Setiap GI sesungguhnya merupakan pusat

beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang

waktu sehingga daya yang dibangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu

berubah. Perubahan beban dan perubahan pembangkitan daya ini selanjutnya juga

menyebabkan aliran daya dalam saluran-saluran transmisi berubah-ubah

sepanjang waktu.

Proses pembangkitan tenaga listrik dalam pusat-pusat listrik termis

memerlukan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Biaya bahan bakar serta

rugi-rugi dalam jaringan merupakan faktor-faktor yang harus ditekan agar menjadi

sekecil mungkin. Mutu tenaga listrik yang baik merupakan kendala (

constraint

)

terhadap biaya pengadaan tenaga listrik yang serendah mungkin.

Biaya operasional dari sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan

bagian biaya yang terbesar dari biaya operasi suatu perusahaan listrik. Biaya

operasional dari sistem meliputi :

a.

Biaya pembelian tenaga listrik

(18)

c.

Biaya bahan bakar dan material operasi

d.

Biaya lain-lain.

Dari keempat biaya di atas, biaya bahan bakar pada umumnya adalah biaya yang

terbesar. Untuk PLN biaya bahan bakar adalah kira-kira 60% dari biaya operasi

secara keseluruhan

[2]

.

A.1

Manajemen Operasi Tenaga Listrik

Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek yang luas,

khususnya karena menyangkut biaya yang tidak sedikit serta menyangkut

penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat sehingga menyangkut hajat hidup orang

banyak. Oleh karena itu, operasi sistem tenaga listrik memerlukan menajemen

yang baik.

A.1.1 Rencana Operasi

Rencana operasi adalah suatu rencana bagaimana suatu sistem tenaga

listrik akan dioperasikan untuk kurun waktu tertentu. Tergantung kepada masalah

yang harus dipersiapkan, maka ada beberapa macam rencana operasi

[2]

, yaitu:

a.

Rencana Tahunan

Masalah-masalah yang penyelesaiannya memerlukan waktu kira-kira satu

tahun dicakup dalam rencana ini, misalnya rencana pemeliharaan unit

pembangkit yang memerlukan persiapan pada satu tahun sebelumnya

karena pengadaan suku cadang unit pembangkit tersebut memerlukan

waktu satu tahun. Rencana operasi tahunan juga meliputi perencanaan

(19)

9

listrik. Alokasi energi yang akan diproduksi pusat listrik termis berarti pula

alokasi biaya bahan bakar yang merupakan biaya terbesar dalam

perusahaan listrik pada umumnya demikian pula halnya pada Perusahaan

Umum Listrik Negara (PLN).

b.

Rencana Triwulan

Rencana operasi triwulan merupakan peninjauan kembali rencana operasi

tahunan dengan jangkauan waktu tiga bulan kedepan. Hal-hal yang

direncanakan dalam rencana operasi tahunan ternyata setelah waktu

berjalan tidak cocok dengan kenyataan tidak perlu dikoreksi dalam

rencana operasi triwulan. Misalnya unit pembangkit baru yang

diperkirakan dapat beroperasi dalam triwulan kedua dari rencana tahunan

ternyata menjelang triwulan kedua diperkirakan belum dapat beroperasi

dalam triwulan kedua. Maka sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan

koreksi-koreksi terhadap rencana operasi tahunan dalam menyusun

rencana opersi triwulan kedua.

c.

Rencana Bulanan

Selain merupakan koreksi terhadap rencana triwulan untuk jangkauan

waktu satu bulan kedepan, rencana operasi bulanan mulai mengandung

rencana yang menyangkut langkah-langkah operasional dalam sistem,

sedangkan rencana operasi dalam tahun dan triwulan lebih banyak

mengandung hal-hal yang bersifat manajerial. Hal-hal yang bersifat

operasional yang dicakup dalam rencana operasi bulanan adalah :

1.

Peninjauan atas jam kerja unit-unit pembangkitan yang bersifat

peaking

(20)

diperlukan untuk membuat jadwal operasi unit-unit pembangkit yang

bersangkutan.

2.

Alokasi produksi pembangkit listrik termis dalam kaitannya dengan

pemesanan bahan bakar kepada perusahaan bahan bakar.

d.

Rencana Mingguan

Dalam rencana operasi mingguan tidak ada lagi hal-hal yang bersifat

manajerial karena masalah-masalah manajerial diselesaikan dalam jangka

seminggu. Rencana operasi mingguan mengandung rencana mengenai

langkah-langkah operasional yang akan dilakukan dalam jangka waktu

satu minggu yang akan datang dengan memperhatikan pengarahan yang

tercakup dalam rencana bulanan dan mempertimbangkan perkiraan atas

hal-hal yang bersifat tidak menentu, seperti jumlah air yang akan diterima

PLTA (pada musim hujan) serta beban untuk 168 jam (satu minggu) yang

akan datang. Rencana operasi mingguan berisi jadwal operasi serta

pembebanan unit-unit pembangkit untuk 168 jam yang akan datang atas

dasar pertimbangan ekonomis (pembebanan yang optimum) dengan

memperhatikan berbagai kendala operasional seperti beban minimum dan

maksimum dari unit pembangkit serta masalah aliran daya dan tegangan

dalam jaringan.

e.

Rencana harian

Rencana operasi harian merupakan koreksi dari rencana operasi mingguan

untuk disesuaikan dengan kondisi yang lebih baik dalam sistem tenaga

listrik. Rencana operasi harian merupakan pedoman pelaksanaan Operasi

(21)

11

A.2.

Kendala-Kendala Pada Operasi Pembangkit

a. Kendala Operasi pada PLTU

Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah :

a.

Starting time

(waktu yang diperlukan untuk men-

start

) yang relatif

lama, dapat mencapai 6-8 jam apabila

start

dilakukan dalam keadaan

dingin.

b.

Perubahan daya per satuan waktu (MW per menit) terbatas, kira-kira

5% per menit.

Perubahan beban pada unit PLTU akan memaksa

governor

untuk

melakukan penambahan atau pengurangan uap yang dialirkan ke turbin uap yang

diikuti dengan penambahan atau pengurangan aliran air ketel, gahan bakar, dan

udara. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan unit PLTU menyangkut suatu

sistem perubahan beban dan untuk proses

start

dan

stop

.

Keperluan operasional yang perlu diperhatikan untuk setiap unit PLTU

adalah :

a.

Beban maksimum

Dalam keadaan yang sempurna beban maksimum dari unit PLTU adalah

yang sesuai dengan yang tercantum dalam buku spesifikasi teknis unit

pembangkit. Dalam spesifikasi teknis tersebut umumnya disebutkan

berapa beban maksimum untuk pembebanan yang kontinyu dan berapa

beban maksimum untuk waktu tertentu, misalnya berbeban 110% selama

dua jam. Apabila ada bagian unit yang tidak sempurna keadaannya

(22)

terlalu rendah suhunya, maka beban maksimum terpaksa diturunkan

misalnya menjadi 90% tergantung kepada hasil pengukuran berbagai

parameter.

b.

Beban minimum

Beban-beban minimum dari unit PLTU berkisar sekitar 25%. Pembatasan

ini biasanya berhubungan dengan masalah kontrol karena pada beban

rendah banyak yang tidak linier sehingga menyulitkan kerja alat-alat

kontrol. Misalnya hubungan antara suhu gas pembakaran dengan bahan

bakar pada beban rendah, nyala api menjadi kurang stabil dan mudah

padam. Ada PLTU campuran (

dual fuel firing

) bahan bakar minyak dan

batubara, dimana jika bebannya kurang dari 25% tidak dapat beroperasi

dengan menggunakan batubara melainkan hanya dapat beroperasi dengan

menggunakan bahan bakar minyak, hal ini berkaitan dengan teknik

pembakaran dalam ruang bakar ketel uap.

c.

Kecepatan perubahan beban

Kecepatan perubahan beban yang mampu dilakukan oleh unit PLTU

bergantung pula pada posisi beban permulaan dan berkaitan dengan sistem

bahan bakar dan sistem pengisian air ketel.

b. Kendala Operasi Pada PLTD

PLTD yang terpelihara dengan baik praktis tidak memiliki kendala

operasi. Dapat di-

start

dan di-

stop

dengan cepat tanpa banyak menambah keausan

dan biaya bahan bakarnya lebih hemat daripada PLTG, namun masih lebih mahal

(23)

13

PLTD dengan kapasitas terpasang melebihi 30 MW, bahkan yang memiliki

kapasitas terpasang di atas 15 MW pun hanya beberapa yang telah dibuat.

Secara operasional, kendala operasi pada PLTD adalah :

a.

Beban Maksimum

Beban maksimum dari unit PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai

yang tertulis dalam spesifikasi pabrik karena terdapat bagian-bagian dari

mesin diesel yang tidak bekerja dengan sempurna. Misalnya pada beban

90% suhu gas buang sudah mencapai suhu maksimum yang diperbolehkan

sehingga beban tidak boleh dinaikkan kembali. Suhu gas buang yang

tinggi ini dapat disebabkan karena pengabut kurang baik kerjanya atau

karena

turbo charger

sudah kotor sehingga tekanan udara yang masuk ke

silinder kurang tinggi. Hal ini juga dapat disebabkan karena

inter cooler

(pendingin udara) kotor sehingga udara yang masuk ke silinder terlalu

tinggi suhunya. Beban maksimum PLTD tidak dapat mencapai 100% juga

dapat disebabkan karena suhu air pendingin terlalu tinggi.

b.

Beban Minimum

Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD, hanya

saja apabila unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50%,

maka mesin diesel menjadi lekas kotor karena akibat dari pembakaran

yang kurang sempurna dari mesin diesel pada beban rendah. Seperti

halnya dengan unit-unit pembangkit pada umumnya, unit PLTD tidak baik

(24)

c.

Kecepatan Perubahan Beban

Unit PLTD umumnya dapat diubah bebannya dari 0% menjadi 100%

dalam waktu kurang dari 10 menit. Karena kemampuannya yang cepat

dalam mengikuti perubahan beban, unit PLTD digunakan untuk turut

mengatur frekuensi sistem hanya saja kemampuan dayanya relatif kecil

dibandingkan dengan unit-unit pembangkit lainnya.

c. Kendala Operasi pada PLTP

Secara teknis, PLTP sama dengan PLTU hanya ketel uapnya ada di dalam

perut bumi. Karena perubahan beban akan menyangkut perubahan penyediaan uap

dari perut bumi, maka PLTP praktis hanya dapat ikut mengambil beban dasar

dalam sistem. Dalam arti harus berbeban konstan. Mengenai masalah beban

minimum dan beban maksimum pada PLTP, kendala-kendalanya yang

menyangkut turbin uap adalah sama seperti pada PLTU, seperti masalah variabel

dan pemuaian.

A.3.

Cadangan Berputar (Spinning Reserve)

Cadangan berputar adalah total jumlah biaya pembangkitan yang tersedia

dan berputar dalam sistem (tersinkron) dikurangi total beban dan rugi-rugi yang

terdapat dalam sistem tersebut

[7]

. Dalam sebuah sistem tenaga listrik harus

disediakan cadangan berputar sehingga apabila terdapat satu atau lebih unit yang

terlepas dari sistem tidak menurunkan frekuensi atau tidak menurunkan aliran

daya sistem. Jadi, jika kehilangan satu unit, maka harus ada jumlah cadangan pada

(25)

15

pada suatu periode waktu tertentu. Cadangan ini tidak hanya harus cukup untuk

mengurangi kegagalan pembangkit, tetapi juga harus ditentukan besar dan letak

pengalokasiannya antara unit yang cepat pensinkronannya ke dalam sistem

dengan unit yang lambat pensinkronannya.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap sistem otomatis pengaturan

pembangkitan yang mengatur besarnya frekuensi dan keterlepasan (

outage

)

pembangkit. Besarnya cadangan berputar diperhitungkan sebagai besarnya

persentase daya yang harus disediakan dari perkiraan beban puncak atau sebesar

unit terbesar pada suatu periode waktu tertentu. Jika unit pembangkit berbeban

40%, maka unit harus dianggap mempunyai cadangan berputar sebesar 50% -

40% = 10%, dan jika unit dalam keadaan berbeban 60%, maka cadangan

berputarnya dapat dianggap 100% - 60% = 40%

[3]

.

A.4.

Unit Pembangkit Termal

a.

Karakteristik Input-Output Pembangkit Termal

Karakteristik

input-output

pembangkit termal adalah karakteristik yang

menggambarkan hubungan antara input bahan bakar (liter/jam) dan output yang

dihasilkan oleh pembangkit (MW)

[7]

. Pada umumnya karakteristik

input-output

pembangkit termal didasarkan pada :

di mana :

H

i

=

Input

bahan bakar pembangkit termal ke-i (liter/jam)

P

i

=

Output

pembangkit termal ke-i (MW)

(26)

Penentuan parameter

membutuhkan data yang berhubungan dengan input

[image:26.595.187.436.152.327.2]

bahan bakar H

i

, dan output pembangkit P

i

.

Gambar 2.1. Karakteristik

Input-Output

Unit Pembangkit Termal.

b.

Karakteristik Heat-Rate

Karakteristik

heat-rate

merupakan karakteristik yang menunjukkan

efisiensi dari sebuah sistem. Karakteristik

heat-rate

sebuah unit pembangkit

menunjukkan

input

kalor yang diberikan untuk menghasilkan energi sebesar 1 kW

jam pada MW

output

dari suatu unit

[7]

.

[image:26.595.181.443.531.700.2]
(27)

17

B.

Optimasi Penjadwalan Pembangkit

Meminimumkan biaya operasi pembangkitan merupakan optimasi,

sehingga optimasi pembangkitan dapat didefinisikan sebagai suatu proses

pembangkitan yang bertujuan untuk mengoptimalkan daya dan meminimumkan

biaya pembangkitan

[4]

. Untuk mengikuti siklus pembangkitan energi listrik,

dilakukan penjadwalan unit yang

commit

(

on

) dan unit yang

off

dalam siklus

tertentu. Tujuan dari penjadwalan pembangkitan adalah mengatur daya keluar dari

masing-masing pusat pembangkit yang ada dalam sistem atau daya keluar dari

masing-masing unit pembangkit yang ada dalam suatu pusat pembangkit, untuk

mensuplai beban tertentu dalam keadaan tertentu sehingga jumlah biaya

pembangkitan seminimum mungkin.

Optimasi dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk meminimumkan

total biaya operasi semua pembangkit dengan

constraint-

nya (batasan)

masing-masing.

Constraint

ini diperlukan agar pilihan kombinasi

on

-

off

pembangkit yang

akan dijadwalkan dapat menjaga sistem selalu berada pada kondisi normal dan

ekonomis dalam pengoperasiannya. Jumlah total pembangkitan harus sama

dengan total kebutuhan beban dan rugi-rugi jaringan transmisi

[7]

.

adalah daya

output

pada unit ke ‘i’ dan waktu ‘m’ pembangkit termis

dan

adalah daya

output

pada unit ke ‘

j

’ dan waktu ‘m’ pembangkit

hidro.

Dengan kata lain, pada pembangkit termis meminimisasi :

(28)

F

i

(P

GTim

) merupakan fungsi biaya bahan bakar dari

pembangkit ke “i”, dan

merupakan perbandingan antara biaya bahan bakar yang digunakan ($) dengan

daya yang dihasilkan (MW).

Secara umum biaya produksi dapat dituliskan sebagai fungsi kuadrat :

Di mana

adalah koefisien biaya dari unit termis.

Dengan memperhatikan kapasitas pembangkit termis :

Akan diketahui total operasi biaya pada pembangkit termis :

adalah variabel biner untuk mengindikasikan keadaan

on

/

off

unit

ke ‘i’

waktu ke ‘m’

.

Maka, daya dari permintaan beban merupakan kombinasi penjadwalan

pembangkit hidro termis :

C.

Particle Swarm Optimization

Particle Swarm Optimization

(PSO) adalah sebuah teknik

stochastic

berdasarkan populasi yang terinspirasi oleh perilaku sosial dari pergerakan burung

atau ikan (

bird flocking or fish schooling

). Teknik PSO dikemukakan oleh Rusell

C. Eberhart dan James Kennedy pada tahun 1995. Bersama dengan

ant Colony

(29)

19

Intelligence

(SI) di mana prinsip sosio-psikologi yang mempengaruhi perilaku

sosial makhluk hidup diadopsi

[1]

.

Sebagai sebuah alat optimasi, PSO menawarkan suatu prosedur pencarian

berdasarkan populasi yang ada di dalamnya individu-individu, yang disebut

partikel-partikel, mengubah posisi atau

state

mereka terhadap waktu. Mereka

‘terbang’ mengitari suatu ruang pencarian multi dimensi. Selama ‘penerbangan’

setiap individu menyesuaikan posisinya menurut pengalaman pribadinya, dan

menurut pengalaman individu disebelahnya, sehingga membentuk posisi terbaik

yang sesuai untuk dirinya dan untuk individu disebelahnya. Jadi, algoritma PSO

menggabungkan metode

local search

dengan metode

global search

yang

menyeimbangkan antara eksplorasi dan eksploitasi.

PSO memiliki banyak kemiripan dengan

Genetic Algorithms

(GA), di

mana sistem diawali dengan suatu populasi yang terbentuk dari solusi-solusi acak

kemudian sistem mencari optimalitas melalui pembaharuan generasi secara acak.

Namun demikian, PSO tidak memiliki

evolutions operators

seperti mutasi dan

crossover

(persilangan). Sebaliknya,

potensial solutions

, yakni individu-individu

yang disebut partikel-

partikel, ‘terbang’ mengikuti individu

-individu yang

optimum saat ini (

current optimum particles

).

Dalam PSO, solusi potensial yang disebut partikel, bergerak melalui

penelusuran ruang dengan

velocity

yang dinamis hingga ditemukan posisi yang

relatif tidak berubah, atau sampai keterbatasan komputasi terlampaui. Oleh karena

itu, partikel-partikel mempunyai kecenderungan untuk bergerak ke arean

(30)

Dengan demikian, mekanisme berbagi informasi yang dimiliki PSO

berbeda secara signifikan dengan yang dimiliki GA. Dalam GA, setiap individu

yang disebut

chromosome

, berbagi informasi satu sama lain, sehingga

keseluruhan pupolasi bergerak sebagai sebuah kesatuan menuju optimalitas.

Dalam PSO, hanya

gbest

, atau

pbest

, yang memberi informasi kepada yang lain.

Ini adalah sebuah mekanisme berbagi informasi satu arah. Proses evolusi hanya

mencari solusi yang terbaik. Dengan demikian, seluruh individu, yang disebut

partikel-partikel, bergerak konvergen secara cepat ke solusi terbaik

[5,6]

.

Dalam membentuk algoritma PSO harus terpenuhi beberapa elemen dasar,

diantaranya adalah

[6]

:

Partikel (

Particles

): Merupakan suatu calon hasil pemecahan akan masalah

optimisasi pada suatu

swarm

.

Populasi (

Population

): Merupakan sekumpulan

n

partikel pada waktu

t

.

Swarm

: Merupakan populasi acak yang tak teratur serta berpindah-pindah

secara berkelompok dimana pada masing-masing partikel cenderung untuk

bergerak sendiri-sendiri secara acak.

Velocity

: Merupakan kecepatan yang menggerakkan proses optimasi yang

menentukan arah di mana partikel diperlukan untuk berpindah dan

memperbaiki posisinya semula.

Learning Rates

(C1 dan C2): suatu konstanta untuk menilai kemampuan

partikel (C1) yang menunjukkan bobot dari partikel terhadap memorinya.

Nilai C1 dan C2 antara 0-2.

Inertia Weight

: merupakan parameter pengontrol yang digunakan untuk

(31)

21

sebelumnya. Karena itu, hal tersebut mempengaruhi pertukaran antara

kemampuan partikel dalam menjelajah

global

dan

local

.

Personal best

(

Pbest

): Merupakan posisi

individual best

dari suatu partikel

yang dipersiapkan untuk mendapatkan suatu solusi yang terbaik.

Global best

(

Gbest

): Merupakan suatu posisi terbaik diantara seluruh

posisi terbaik (

Pbest

) yang telah diperoleh oleh masing-masing individu.

Stopping criteria

: Ini merupakan suatu kondisi untuk mengakhiri proses

pencarian. Pada penelitian ini pencarian akan berhenti jika salah satu

syarat berikut terpenuhi:

a. Jika nilai hasil iterasi tidak berubah untuk nilai tertentu selang iterasi

maksimum yang ditentukan.

b. Jika jumlah iterasi telah mencapai batas maksimum.

a. Algoritma PSO

Algoritma PSO pada dasarnya mengatur suatu populasi dari partikel,

dimana tiap partikel merupakan suatu hasil yang potensial bagi sebuah

permasalahan optimisasi. Berikut ini adalah algoritma dari PSO :

1.

Menentukan ukuran

swarm

(populasi) dan menentukan nilai awal dari

masing-masing partikel secara acak (

random

).

2.

Mengevaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel.

3.

Menentukan kecepatan atau

velocity

mula-mula.

4.

Menghitung

Pbest

dan

Gbest

mula-mula.

5.

Menghitung kecepatan pada iterasi berikutnya dengan persamaan di bawah

ini :

(32)

Dengan,

Ket.

i = iterasi ; j = 1,2,3,. . .,N ; r

1

dan r

2

adalah bilangan random ; θ

max

dan

θ

min

adalah random.

6.

Menentukan posisi partikel pada iterasi berikutnya menggunakan

persamaan di bawah ini :

7.

Mengevaluasi nilai fungsi tujuan pada iterasi selanjutnya.

8.

Memperbarui nilai

Pbest

dan

Gbest

.

9.

Mengecek apakah solusi sudah optimal atau belum. Bila sudah optimal,

maka proses algoritma berhenti. Namun, bila belum optimal, kembali ke

(33)

III.

METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian

Tugas akhir ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2012 sampai dengan

bulan April 2013 dan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Elektro,

Universitas Lampung.

B.

Alat dan Bahan.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Notebook

.

2.

Software program Matlab R2009a sebagai simulator dari algoritma

Particle Swarm Optimization

.

3.

Data-data pendukung.

a.

Data pembangkit yang ada pada subsistem Lampung, yang terdiri atas

data

heat-rate

pembangkit termis, data kapasitas maksimum dan

minimum pembangkit.

b.

Data saluran transmisi (

linedata

)150 kV pada subsistem Lampung.

c.

Data Gardu Induk (GI) 150 kV pada subsistem Lampung, yang terdiri

dari Tipe Gardu Induk, Beban Gardu Induk (Aktif dan Reaktif),

(34)

d.

Data busbar (

bus data

) 150 kV yang ada pada subsistem Lampung yang terdiri

dari jenis bus,

Voltage Magnitude

, Beban Gardu Induk (Aktif dan Reaktif),

Daya Mampu Pembangkit (Aktif dan Reaktif).

e.

Single line diagram

sistem tenaga listrik Lampung.

C.

Prosedur Kerja

Metode yang digunakan dalam pengoptimalan penjadwalan pembangkit

pada subsistem Lampung adalah

Particle Swarm Optimization

menggunakan

software

MATLAB versi R2008a.

Dalam proses pengerjaan aplikasi ini akan dilalui beberapa tahapan berikut

di bawah ini :

1.

Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan untuk mempelajari berbagai sumber referensi

yang berkaitan dengan penelitian. Literatur yang dipelajari adalah yang

berkaitan dengan penjadwalan pembangkit (

Unit Commitment

) dan

aplikasi dalam penggunaan metode PSO.

2.

Pengumpulan Data

Dalam hal ini, penulis melakukan studi di PLN untuk mendapatkan

data-data yang diperlukan yang berkaitan dengan Penjadwalan Pembangkitan.

Data yang diperoleh diantaranya adalah data pembebanan sistem, kurva

heat-rate

dari tiap pembangkit, dan data biaya bahan bakar.

3.

Memasukkan Data

Pada tahap ini dilakukan analisa data yang diperoleh dari PLN untuk

menentukan fungsi biaya dari masing-masing pembangkit, besarnya daya

(35)

25

4.

Membuat listing program

Pada tahap ini dilakukan pembuatan kombinasi dari unit-unit pembangkit

pada sistem Lampung ke dalam program Matlab dengan memperhatikan

constraint

dari masing-masing unit pembangkit, daya permintaan beban,

dan besarnya rugi-rugi transmisi pada jaringan 150 kV. Dalam pembuatan

listing

program Matlab ini menggunakan algoritma PSO dengan

tahapannya sebagai berikut :

a.

Menentukan ukuran

swarm

(populasi) dan menentukan nilai awal dari

masing-masing partikel secara acak (

random

).

b.

Mengevaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel.

c.

Menentukan kecepatan atau

velocity

mula-mula.

d.

Menghitung

Pbest

dan

Gbest

mula-mula.

e.

Menghitung kecepatan pada iterasi berikutnya dengan persamaan di

bawah ini :

(3.1)

Dengan,

(3.2)

Ket.

i = iterasi ; j = 1,2,3,. . .,N ; r

1

dan r

2

adalah bilangan random ; θ

max

dan

θ

min

adalah random.

f.

Menentukan posisi partikel pada iterasi berikutnya menggunakan

persamaan di bawah ini :

(3.3)

(36)

h.

Memperbarui nilai

Pbest

dan

Gbest

.

i.

Mengecek apakah solusi sudah optimal atau belum. Bila sudah optimal,

maka proses algoritma berhenti. Namun, bila belum optimal, kembali

ke langkah e.

5.

Menjalankan program (simulasi)

Pada tahap ini dilakukan simulasi dari program kombinasi unit-unit

pembangkit yang sudah dibuat dalam program Matlab dengan nilai

input

-nya berupa besar-nya daya permintaan beban (P

demand

) dan

output

-nya

adalah besarnya daya yang dihasilkan oleh masing-masing unit

pembangkit yang bekerja dalam

range

yang berbeda. Apabila nilai

Gbest

tidak berubah dalam sejumlah iterasi maksimum, maka nilai

Gbest

tersebut

merupakan nilai solusi optimal dengan biaya minimum dari simulasi yang

dilakukan.

6.

Menganalisa hasil yang diperoleh.

Tahapan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisa hasil

output

dari simulasi program dan membanding

output

dari metode PSO dengan

metode pembebanan merata.

(37)

27

[image:37.595.165.482.100.576.2]

D.

Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Tidak

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Memasukkan Data

Simulasi PSO

Hasil Kombinasi Unit

Pembangkit dengan Biaya

Minimum (Nilai

Gbest

Tidak Berubah dalam

Iterasi Maksimum)

Penyusunan Laporan

(38)
[image:38.595.166.424.77.706.2]

Gambar 3.2. Diagram Alir Penjadwalan Pembangkit menggunakan PSO.

Mulai

Inisialisasi parameter

Inisialisasi posisi individu

secara acak

Inisialisasi

velocity

individu

secara acak

Evaluasi Fungsi Objektif pada

Individu i

Update Velocity

Individu i

Update

posisi Individu i

Update

Pbest

dan

Gbest

Stopping

criteria

Hasil

Selesai

Tidak

(39)

29

E.

Simulasi

1.

Pemodelan Sistem

Sistem tenaga listrik Lampung menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan

dari sistem tenaga listrik pulau Sumatera, sehingga dalam proses simulasi

yang dilakukan perlu adanya pemodelan sehingga sistem menjadi lebih

sederhana untuk mendapatkan nilai t

ransmission losses

. Gardu induk 150

kV yang berada di propinsi Lampung ada 24 bus. Pemodelan gardu induk

[image:39.595.115.344.326.725.2]

yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Data Bus pada GI yang terdapat pada sistem Lampung.

No.

Nama Bus

Jenis Bus

1

PLTU Bukit Asam

Load Bus

2

GI Baturaja

Load Bus

3

GI Gumawang

Load Bus

4

GI Bukit Kemuning

Load Bus

5

PLTA Way Besai

Load Bus

6

GI Kotabumi

Load Bus

7

GI Adijaya

Load Bus

8

GI Tegineneng

Regulator Bus

9

GI Sribawono

Load Bus

10

GI Pagelaran

Load Bus

11

PLTA Batu Tegi

Load Bus

12

GI Natar

Load Bus

13

GI Teluk Betung

Regulator Bus

14

GI Sutami

Load Bus

15

GI Kalianda

Load Bus

16

GI Tarahan

Regulator Bus

17

GI Metro

Load Bus

(40)

2.

Skenario Simulasi

Pada penelitian ini dibuat beberapa skenario simulasi yang digunakan

untuk mencapai tujuan penelitian yang diinginkan. Pada penelitian ini

hanya akan mengoptimasi penjadwalan pembangkit termal dengan

meminimasi biaya bahan bakar, sehingga PLTA Way Besai dan PLTA

Batutegi dimodelkan dalam skenario simulasi pada keadaan ideal, dalam

arti kedua pembangkit ini terpasang pada daya maksimum pembangkitnya,

yaitu sebesar 90 MW dan 28,6 MW. Dalam hal ini, untuk mendapatkan

nilai

transmission losses

, PLTA Way Besai dan PLTA Batutegi dibuat

menjadi bus beban, tetapi bernilai negatif untuk mereduksi total beban.

Begitu pula pada skenario simulasi penjadwalan pembangkit pada PSO, di

mana total kebutuhan beban selama 168 jam dikurangi dengan jumlah

kedua PLTA tersebut, dan masing-masing kombinasi dari beberapa

pembangkit bekerja pada

range

beban tertentu.

Range

beban untuk

masing-masing kombinasi penjadwalan unit pembangkit sebagai berikut :

a.

Beban antara 320,6 MW

428,6 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU

New

Tarahan

PLTP

Ulubelu.

b.

Beban antara 320,6 MW

428,6 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU Sebalang

PLTP

Ulubelu.

c.

Beban antara 320,6 MW

490,235 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU

New

Tarahan

PLTU

(41)

32

d.

Beban antara 320,6 MW

600,235 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU

New

Tarahan

PLTU

Sebalang - PLTP Ulubelu

PLTD Teluk Betung.

e.

Beban antara 320,6 MW

643 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU

New

Tarahan

PLTU

Sebalang - PLTP Ulubelu

PLTD Teluk Betung - PLTD Tarahan.

f.

Beban antara 320,6 MW

667 MW

PLTA Way Besai

PLTA Batutegi

PLTU

New

Tarahan

PLTU

Sebalang - PLTP Ulubelu

PLTD Teluk Betung

PLTD Tarahan

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

1.

Optimasi penjadwalan pembangkit termis menggunakan PSO memperoleh

hasil pembebanan pembangkit termal yang optimal, dimana daya yang

dihasilkan dengan metode PSO berada dalam limit kapasitas

pembangkitnya baik pada saat beban puncak sebesar 495,7 MW, beban

rata-rata sebesar 348,85 MW, maupun beban dasar sebesar 202 MW.

2.

Biaya bahan bakar yang dihasilkan dengan metode PSO lebih ekonomis

dengan penurunan

total cost

pada beban puncak sebesar 20,17%, pada

beban rata-rata sebesar 32,6%, dan pada beban dasar sebesar 65%.

B.

Saran

1.

Metode PSO dapat digunakan oleh PLN untuk operasi penjadwalan

pembangkit di subsistem Lampung dalam meminimisasi biaya

pembangkitan.

2.

Diharapkan untuk penelitian selanjutnya, pembangkit hidro juga

diperhitungkan kapasitas penggunaan air agar keandalan sistem dari

masing-masing pembangkit tetap terjaga karena tidak perlu bekerja dalam

(43)

DAFTAR PUSTAKA

1.

http://www.swarmintelligence.org/

2.

Marsudi, Djiteng. “

Operasi Sistem Tenaga Listrik

”. Penerbit Graha

Ilmu. Yogyakarta. 2006.

3.

Puri, Vinod. ”

Unit Commitment Using Particle Swarm Optimization

”.

Thesis. Thapar University. Patiala. 2009.

4.

Saadat, Hadi. “

Power System Analysis

”.

WCB McGraw Hill.

Singapore. 1999.

5.

Setyawan, Angga Riadie.

Optimasi Biaya Operasi Pembangkit Sistem

Lampung Menggunakan PSO (Particle Swarm Optimization)”

.

Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2011.

6.

Wantoro, Basuki Sri. “

Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi

Penjadwalan Pembebanan Pada Unit Pembangkit PLTG di PLTGU

Tambak Lorok

”. Tugas Akhir. Universitas Diponegoro. Semarang.

2012.

7.

Wood, Allen J. Wollenberg,

Bruce F. “

Power Generation, Operation,

and Control

. Second Edition. John Willey & Son, Inc. Singapore.

(44)

clc

clear all

basemva = 1000;

accuracy = 0.0001; accel =1.8; maxiter = 100;

% Bus Bus Voltage Angle ----Load---- ---Generator--- Static Mvar

% No code Mag. Degree MW Mvar MW Mvar Qmin Qmax Qc/-Ql

busdata=[1 0 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1.0 0 96.13 27 0 0 0 0 0 3 0 1.0 0 28.1 8.7 0 0 0 0 0 4 0 1.0 0 20.9 8.6 0 0 0 0 0 5 0 1.0 0 -90 -19.6 0 0 0 0 0 6 0 1.0 0 34.2 7.9 0 0 0 0 0 7 0 1.0 0 27 4.1 0 0 0 0 0 8 2 1.0 0 37.6 2.1 20.26 9.5 -5 10 0 9 0 1.0 0 26.9 13.3 0 0 0 0 0 10 0 1.0 0 30.6 8.1 0 0 0 0 0 11 0 1.0 0 -28.6 -5.1 0 0 0 0 0 12 0 1.0 0 35.2 13.6 0 0 0 0 25 13 2 1.0 0 50.7 26.7 1.25 1 -2 9 0 14 0 1.0 0 23.2 11.3 0 0 0 0 25 15 0 1.0 0 20.15 11.2 0 0 0 0 0 16 2 1.0 0 33.7 21.6 18.181 7 -4.5 8 0 17 0 1.0 0 20.22 7.9 0 0 0 0 0 18 0 1.0 0 26.2 7.9 0 0 0 0 0 19 1 1.0 0 0 0 156.698 105.13 -130 220 0 20 0 1.0 0 29.9 4.1 0 0 0 0 0 21 0 1.0 0 27.3 4.6 0 0 0 0 0 22 0 1.0 0 29.2 1.2 0 0 0 0 0 23 2 1.0 0 0 0 116.98 38.65 -80 70 0

24 2 1.0 0 17.1 0.3 110.6 26.6 -80 70 0];

% Line code

% Bus bus R X 1/2 B = 1 for lines

% nl nr p.u. p.u. p.u. >1 or<1 tr. tap at bus nl

(45)

11 24 0.009 0.044 0.03 1 12 13 0.009 0.032 0.011 1 12 14 0.009 0.032 0.011 1 12 21 0.016 0.053 0.019 1 14 16 0.01 0.036 0.013 1 14 19 0.0027 0.0222 0.0177 1 14 21 0.01 0.033 0.012 1 15 23 0.008 0.058 0.038 1 18 20 0.016 0.119 0.077 1 19 23 0.002 0.015 0.009 1];

% %penurunan beban 40% %

% % Bus Bus Voltage Angle ----Load---- ---Generator--- Static Mvar

% % No code Mag. Degree MW Mvar MW Mvar Qmin Qmax Qc/-Ql

% busdata=[1 0 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 % 2 0 1.0 0 49.883 27 0 0 0 0 0 % 3 0 1.0 0 14.158 8.7 0 0 0 0 0 % 4 0 1.0 0 11.298 8.6 0 0 0 0 0 % 5 0 1.0 0 -90 -19.6 0 0 0 0 0 % 6 0 1.0 0 17.016 7.9 0 0 0 0 0 % 7 0 1.0 0 14.052 4.1 0 0 0 0 0 % 8 2 1.0 0 19.385 2.1 20.26 9.5 -5 10 0 % 9 0 1.0 0 13.701 13.3 0 0 0 0 0 % 10 0 1.0 0 15.71 8.1 0 0 0 0 0 % 11 0 1.0 0 -28.6 -5.1 0 0 0 0 0 % 12 0 1.0 0 18.3644 13.6 0 0 0 0 25 % 13 2 1.0 0 26.691 26.7 1.25 1 -2 9 0 % 14 0 1.0 0 12.2629 11.3 0 0 0 0 25 % 15 0 1.0 0 11.0811 11.2 0 0 0 0 0 % 16 2 1.0 0 18.5327 21.6 18.181 7 -4.5 8 0 % 17 0 1.0 0 11.1191 7.9 0 0 0 0 0 % 18 0 1.0 0 14.4135 7.9 0 0 0 0 0 % 19 1 1.0 0 0 0 156.698 105.13 -130 220 0 % 20 0 1.0 0 15.447 4.1 0 0 0 0 0 % 21 0 1.0 0 14.018 4.6 0 0 0 0 0 % 22 0 1.0 0 15.0636 1.2 0 0 0 0 0 % 23 2 1.0 0 0 0 116.98 38.65 -80 70 0 % 24 2 1.0 0 8.4082 0.3 110.6 26.6 -80 70 0];

% %

% % Line code

% % Bus bus R X 1/2 B = 1 for lines

% % nl nr p.u. p.u. p.u. >1 or<1 tr. tap at bus nl % linedata=[1 2 0.04 0.14 0.046 1

(46)

% 11 24 0.009 0.044 0.03 1 % 12 13 0.009 0.032 0.011 1 % 12 14 0.009 0.032 0.011 1 % 12 21 0.016 0.053 0.019 1 % 14 16 0.01 0.036 0.013 1 % 14 19 0.0027 0.0222 0.0177 1 % 14 21 0.01 0.033 0.012 1 % 15 23 0.008 0.058 0.038 1 % 18 20 0.016 0.119 0.077 1 % 19 23 0.002 0.015 0.009 1]; %

% %penurunan beban 70% %

% % Bus Bus Voltage Angle ----Load---- ---Generator--- Static Mvar

% % No code Mag. Degree MW Mvar MW Mvar Qmin Qmax Qc/-Ql

% busdata=[1 0 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 % 2 0 1.0 0 73.03 27 0 0 0 0 0 % 3 0 1.0 0 21.137 8.7 0 0 0 0 0 % 4 0 1.0 0 15.593 8.6 0 0 0 0 0 % 5 0 1.0 0 -90 -19.6 0 0 0 0 0 % 6 0 1.0 0 25.334 7.9 0 0 0 0 0 % 7 0 1.0 0 20.29 4.1 0 0 0 0 0 % 8 2 1.0 0 28.452 2.1 20.26 9.5 -5 10 0 % 9 0 1.0 0 20.713 13.3 0 0 0 0 0 % 10 0 1.0 0 23.062 8.1 0 0 0 0 0 % 11 0 1.0 0 -28.6 -5.1 0 0 0 0 0 % 12 0 1.0 0 26.104 13.6 0 0 0 0 25 % 13 2 1.0 0 38.039 26.7 1.25 1 -2 9 0 % 14 0 1.0 0 17.864 11.3 0 0 0 0 25 % 15 0 1.0 0 15.495 11.2 0 0 0 0 0 % 16 2 1.0 0 25.949 21.6 18.181 7 -4.5 8 0 % 17 0 1.0 0 15.069 7.9 0 0 0 0 0 % 18 0 1.0 0 20.174 7.9 0 0 0 0 0 % 19 1 1.0 0 0 0 156.698 105.13 -130 220 0 % 20 0 1.0 0 23.023 4.1 0 0 0 0 0 % 21 0 1.0 0 21.021 4.6 0 0 0 0 0 % 22 0 1.0 0 22.084 1.2 0 0 0 0 0 % 23 2 1.0 0 0 0 116.98 38.65 -80 70 0 % 24 2 1.0 0 13.167 0.3 110.6 26.6 -80 70 0];

% %

% % Line code

% % Bus bus R X 1/2 B = 1 for lines

% % nl nr p.u. p.u. p.u. >1 or<1 tr. tap at bus nl % linedata=[1 2 0.04 0.14 0.046 1

(47)

% 8 17 0.0119 0.04165 0.01435 1 % 9 17 0.0221 0.07735 0.02665 1 % 9 19 0.009 0.069 0.044 1 % 9 20 0.012 0.093 0.06 1 % 10 11 0.008 0.036 0.025 1 % 10 24 0.009 0.044 0.03 1 % 11 24 0.009 0.044 0.03 1 % 12 13 0.009 0.032 0.011 1 % 12 14 0.009 0.032 0.011 1 % 12 21 0.016 0.053 0.019 1 % 14 16 0.01 0.036 0.013 1 % 14 19 0.0027 0.0222 0.0177 1 % 14 21 0.01 0.033 0.012 1 % 15 23 0.008 0.058 0.038 1 % 18 20 0.016 0.119 0.077 1 % 19 23 0.002 0.015 0.009 1];

cost=[295.51 34.744 2.2499 -3.4005 88.497 -0.0596 289.01 33.978 2.2005 5571.7 -44.191 0.2557 5648 -44.796 0.2592 4485.2 -35.573 0.40912];

mwlimits= [28.2 1 14.4 1 200 2 24 1 200 2 110 6];

%lfybus – forms the bus admittance matrix

j=sqrt(-1); i = sqrt(-1);

nl = linedata(:,1); nr = linedata(:,2); R = linedata(:,3); X = linedata(:,4); Bc = j*linedata(:,5); a = linedata(:, 6); nbr=length(linedata(:,1)); nbus = max(max(nl), max(nr)); Z = R + j*X; y= ones(nbr,1)./Z; %branch admittance

for n = 1:nbr

if a(n) <= 0 a(n) = 1; else end

Ybus=zeros(nbus,nbus); % initialize Ybus to zero

% formation of the off diagonal elements

for k=1:nbr;

Ybus(nl(k),nr(k))=Ybus(nl(k),nr(k))-y(k)/a(k); Ybus(nr(k),nl(k))=Ybus(nl(k),nr(k));

end end

% formation of the diagonal elements

for n=1:nbus for k=1:nbr if nl(k)==n

Ybus(n,n) = Ybus(n,n)+y(k)/(a(k)^2) + Bc(k); elseif nr(k)==n

Ybus(n,n) = Ybus(n,n)+y(k) +Bc(k); else, end

end end

clear Pgg

%lfnewton – Power flow solution by newton rhapson method

ns=0; ng=0; Vm=0; delta=0; yload=0; deltad=0; nbus = length(busdata(:,1));

(48)

busdata(k,8);

Qmin(n)=busdata(k, 9); Qmax(n)=busdata(k, 10); Qsh(n)=busdata(k, 11);

if Vm(n) <= 0 Vm(n) = 1.0; V(n) = 1 + j*0; else delta(n) = pi/180*delta(n);

V(n) = Vm(n)*(cos(delta(n)) + j*sin(delta(n))); P(n)=(Pg(n)-Pd(n))/basemva;

Q(n)=(Qg(n)-Qd(n)+ Qsh(n))/basemva; S(n) =

Gambar

Gambar Halaman
Gambar 2.1. Karakteristik Input-Output Unit Pembangkit Termal.
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2. Diagram Alir Penjadwalan Pembangkit menggunakan PSO.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 7A ayat (1) yang menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan

(Jalan Keselamatan). Injil Markus dan Yohanes dalam bahasa Sengoi selesai diterjemah pada tahun 1954. Injil ini kemudiannya telah diterbitkan oleh Persatuan Alkitab

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan gliserol 6% dalam pengencer Tris berhasil melindungi spermatozoa dari berbagai cekaman selama proses kriopreservasi

Perekonomian pada era reformasi menunjukkan adanya peralihan prioritas utama pembangunan pada sektor pertanian menuju sektor yang lebih modern, khususnya sektor

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa pemberian pupuk organik cair dengan dosis berbeda berpengaruh nyata (p&lt;0,05) terhadap produksi serat kasar hijauan gamal

 Berdasarkan hasil penilaian uji coba terbatas terhadap aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran pada mata

Dengan berlandaskan pada pe- mikiran hukum progresif, maka dibutuhkan rekonstruksi UU MK dengan pengaturan baru yang memberikan kewenangan bagi MK untuk membuat

Kemenaker harus mencarikan solusi membuka lapangan kerja bagi buruh rokok yang di PHK (karena perusahaan rokok lebih senang memproduksi rokok mesin yang serapan tenaga kerjanya