• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPROVING SPEAKING ABILITY IN INDONESIA LANGUAGE THROUGH TALK SHOW AT ELEVENTH GRADE OF SMA NEGERI 6 BANDAR LAMPUNG ACADEMIC YEAR 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPROVING SPEAKING ABILITY IN INDONESIA LANGUAGE THROUGH TALK SHOW AT ELEVENTH GRADE OF SMA NEGERI 6 BANDAR LAMPUNG ACADEMIC YEAR 2012/2013"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan berbahasa yang baik perlu dimiliki dan dipelajari oleh setiap orang. Kemampuan yang harus dimiliki siswa melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Hal ini tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006: 458). Empat keterampilan tersebut diharapkan dikuasai siswa di tingkat yang lebih tinggi.

Belajar bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

(2)

Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa diperoleh dan dikuasai melalui latihan dan praktik. Melatih keterampilan berbahasa berarti melatih keterampilan berpikir (Tarigan, 2008: 1). Seseorang harus mengumpulkan rasa percaya diri, keberanian, dan kekuatan dengan cara mengalami semua hal yang belum pernah dilakukan. Setiap peristiwa yang dilalui peserta didik sekecil apa pun akan menjadi kekuatan dan keberanian di masa yang akan datang dengan mencoba semua tahapan belajar melalui praktik dan latihan (Novia, 2012: 7).

Berdasarkan pengamatan awal terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XI semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 diketahui bahwa persentase siswa rata-rata pada pembelajaran berbicara dalam aspek berwawancara, berbicara dalam diskusi atau seminar di depan kelas, dan kemampuan memandu acara masih rendah yaitu 68,13. Akan tetapi, dalam pembelajaran memerankan tokoh dalam pementasan drama cukup baik. Hasil ini tidak sesuai jika dibandingkan KKM yang telah ditetapkan MGMP Bahasa Indonesia di SMAN 6

Bandarlampung, yaitu 73. Berikut tabel nilai rata-rata ulangan harian bahasa Indonesia semester ganjil pada siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 6

(3)

Tabel 1. Data Nilai Rata-Rata Ulangan Harian Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Bandar Lampung

No Kelas Jumlah

Rata-Rata 74.60 68.13 76.33 74.10

KKM = 73,00 >73,00 <73,00 >73,00 >73,00 Sumber: Analisis Hasil Evaluasi Guru SMA Negeri 6 Bandarlampung

Masalah lain yang dihadapi peneliti adalah rendahnya keterampilan berbicara formal dalam bahasa Indonesia. Hal ini ditandai dengan rendahnya hasil tes awal yang mencakup faktor kebahasaan dan nonkebahasaan, yaitu ketepatan ucapan, penggunaan tekanan, nada, dan irama berbicara, pilihan kosa kata, pandangan, ekspresi, dan kelancaran dalam berbicara diperoleh 67,94. Berikut hasil rekalpitulasi tes awal sebelum penelitian.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Keterampilan Berbicara pada Tes Awal (Prasiklus)

No Faktor yang dinilai Skor Skor

Maksimal Persentase Faktor kebahasaan

1 Ketepatan Ucapan/Pelafalan 103 5 51.5

2 Intonasi/Tekanan 117 5 58.5

3 Pilihan Kata 127 5 63.5

Faktor nonkebahasaan

4 Kelengkapan acara yang akan disampaikan 137 5 68.5 5 Kesesuaian isi dengan topik diskusi 147 5 73.5

6 Pandangan mata 150 5 75

7 Gerak gerik dan mimic 147 5 73.5

8 Kelancaran 159 5 79.5

Jumlah Skor 1087 40

(4)

Selama proses pembelajaran berbicara pada waktu peneliti mengajar, siswa mengalami kesulitan mengungkapkan ide-idenya melalui pertanyaan dan jawaban, terlebih dalam mengungkapkan komentar dan jawaban pada pembelajaran bahasa Indonesia, siswa masih pasif dan belum memiliki keberanian untuk berbicara. Guru harus menunjuk ke arah siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, baru mereka menjawab. Aktivitas hanya terbatas mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran berbicara seperti diskusi, tanya jawab, seminar, dan berwawancara siswa mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasannya secara lancar. Menyusun kalimat belum efektif, menyusun alur tutur belum runtut dan kohesif. Siswa masih melakukan dengan suara

bergetar, sambil melihat buku dan belum konsentrasi secara penuh dalam mengembangkan keterampilan berbicara. Dalam melaksanakan proses

pembelajaran guru masih menggunakan teknik lama yang kurang efektif seperti ceramah dan evaluasi yang bersifat hafalan yang cenderung membosankan siswa. Hal ini menurut peneliti bertentangan dengan ketercapaian tingkat keterampilan yang diharapkan. Uraian tersebut menurut peneliti merupakan akar masalah yang ada, baik dari siswa maupun dari guru. Untuk itu, perlu ada tindakan untuk memperbaikinya.

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti berdialog dengan empat teman sejawat sesama guru bahasa Indonesia dalam pertemuan MGMP sekolah. Peneliti

(5)

dalam pembelajaran karena membutuhkan waktu cukup banyak dan perhatian khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mempraktikkan komunikasi berbahasa yang sesungguhnya di masyarakat sebagai lingkungan terdekat siswa. Selanjutnya peneliti mencari penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebagai wacana untuk memperdalam rencana penelitian. Hasil penelitian sejenis yang peneliti baca adalah “Peningkatan Kemampuan Berbicara Formal dalam Bahasa Indonesia Melalui Gelar Wicara” oleh Euis Sulastri dari SMAN 115 Jakarta dan Siti Maimunah SMPN 111 Jakarta. Akan tetapi, dalam penyusunan dan metode penulisan penelitian tersebut sangat jauh berbeda dengan yang peneliti pelajari di Unila.

Pemilihan teknik gelar wicara (talk show) merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini peneliti anggap tepat karena sesuai dengan pendapat para ahli, yaitu suatu strategi pembelajaran yang

(6)

Keterampilan berbicara melalui teknik gelar wicara (talk show) dilakukan secara berkelompok, terdiri atas empat orang untuk dilatih berbicara, berkomunikasi dalam bentuk saling berhadapan atau setengah lingkaran, berperan sebagai pewawancara atau pemandu acara, narasumber, atau sebagai penonton.

Pembelajaran ini dilakukan secara bergantian dengan mengekpresikan ide atau opini antara mereka dan saling memberi respon berupa aksi dan reaksi. Teknik gelar wicara dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan dalam bentuk diskusi seperti biasa, tetapi dimainkan dengan menggunakan seni peran sesuai tokoh yang mereka perankan. Pada akhir tindakan, peneliti mendekatkan proses pembelajaran gelar wicara seperti gelar wicara yang sesungguhnya, baik itu penataan ruang dan perlengkapannya, judul acara, cuplikan rekaman kejadian yang disesuaikan dengan topik pembahasan, penyajian iklan sesuai kreativitas siswa, suguhan minuman teh sebagai keluwesan dalam gelar wicara, dan pemilihan kostum sesuai dengan peran yang dimainkan siswa dalam gelar wicara.

(7)

Berdasarkan permasalahan di atas dan hasil diskusi bersama teman sejawat, akhirnya peneliti memutuskan mengatasi masalah melalui penelitian tindakan kelas dengan memilih salah satu teknik pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih tertarik untuk mempelajari dan meningkatkannya, yaitu teknik gelar wicara (talk show). Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan komunikatif. Alasan pemilihan teknik gelar wicara dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara adalah menumbuhkan keberanian untuk bertanya dan menanggapi, meningkatkan pemahaman, kreativitas, dan keterampilan siswa secara sukacita sesuai kebutuhan dan perkembangan yang ada pada masayarakat. Melalui teknik gelar wicara diharapkan menjadi alternatif belajar yang baru dalam upaya meningkatkan kreativitas dan kemampuan siswa menyampaikan ide

pikiran, berupa pertanyaan dan jawaban di hadapan orang banyak yang

membutuhkan pelatihan dan keberanian diri untuk menyiasati berbagai situasi saat berbicara.

Dalam penelitian ini, peneliti dibantu dengan dua orang teman sejawat sebagai kolabotarator untuk mengamati dan mengevaluasi proses pembelajaran. Adapun Standar Kompetensi (SK) yang relevan di semester ini adalah menyampaikan pendapat dan informasi dari berbagai sumber dalam diskusi dan seminar. Kompetensi Dasar (KD) mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar melalui gelar wicara (talk show). Pembelajaran seperti ini

(8)

atau keseluruhan bahasa (Nurgiantoro: 2012: 302). Peneliti berharap proses pembelajaran melalui teknik gelar wicara ini, akan menjadi proses pembelajaran yang baru, inovatif, dan efektif yang akan meningkatkan keterampilan dalam proses pembelajaran berbicara pada kelas berikutnya.

Kegiatan belajar melalui teknik gelar wicara dengan pendekatan komunikatif dapat ditujukan untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut. (a) meningkatkan integritas antara berbagai sub-keterampilan bahasa; (b) menambah atau

memperluas isi pembicaraan sesuai dengan topik yang disajikan; (c) pemanfaatan kebiasaan untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa; (d) berbagi tanggung jawab dan peran dengan teman; (e) melibatkan pembelajar di dalam pemecahan masalah dan pembuatan kesimpulan; (f) pembentukan kebiasaan untuk membuat sesuatu yang rumit menjadi lebih mudah; (g) melatih kepercayaan diri; (h) melibatkan pembelajar dalam pengambilan risiko; (i) melibatkan pembelajar untuk saling berbagi informasi dengan rekan-rekannya yang berlainan jenis kelamin, agama, dan latar belakang sosial keluarga dalam satu kelompok; dan (j) melatih pembelajar untuk berlatih, menulis ulang, dan memperbaiki tugas-tugas yang sudah diselesaikannya (Ghazali, 2010: 104).

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut “Bagaimanakah peningkatan proses dan hasil keterampilan berbicara dalam bahasa Indonesia melalui teknik gelar wicara pada siswa kelas XI IPA-1 SMA Negeri 6 Bandarlampung?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil keterampilan berbicara dalam bahasa Indonesia melalui teknik gelar wicara pada siswa kelas XI IPA-1 SMAN 6 Bandarlampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Melaksanakan penelitian, termasuk penelitian tindakan kelas, seorang peneliti mempunyai tujuan agar hasil penelitiannya dapat bermanfaat untuk orang banyak khususnya di dunia pendidikan yang ada di lingkungan terdekatnya, yaitu sekolah. Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut.

1. Manfaat secara Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini sebagai berikut.

a. Gelar wicara dapat dipakai sebagai alternatif dan inovasi pada dunia pendidikan dalam mengembangkan teknik keterampilan berbicara. b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan teori tentang keterampilan

berbicara melalui teknik gelar wicara. 2. Manfaat secara Praktis

(10)

a. Manfaat bagi Siswa

1. Meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran berbicara melalui gelar wicara.

2. Memotivasi siswa dalam pembelajaran berkelompok dalam team yang solid meskipun berlainan agama, suku, dan latar belakang sosial yang berbeda.

3. Meningkatkan keterampilan, wawasan berpikir, dan pengalaman siswa dalam berbicara melalui gelar wicara.

b. Manfaat bagi Guru

1. Meningkatkan kemampuan dan kinerja guru sehingga guru mampu menilai, merefleksikan diri, dan memperbaiki proses pembelajaran secara inovatif sesuai kebutuhan dan perkembangan usia peserta didik.

2. Meningkatkan kualitas dan kreativitas guru dalam menyiapkan metode dan teknik pembelajaran.

3. Meningkatkan profesi yang mencerminkan akhlak mulia guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk karakter peserta didik yang lebih baik.

c. Manfaat bagi Sekolah

1. Memotivasi dan menambah wawasan bagi guru bahasa Indonesia lain untuk meningkatkan kemampuan siswa melalui gelar wicara.

(11)

2.1 Konsep Dasar Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik di sekolah meliputi empat aspek dasar, yaitu keterampilan mendengarkan atau menyimak (listening skills), membaca (reading skills), berbicara (speaking skills), dan menulis (writing skills) Tarigan (2008: 1). Keterampilan berasal dari kata dasar terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan dalam menyelesaikan tugas. Menerampilkan berarti membuat menjadi terampil atau memberikan

keterampilan. Keterampilan secara bahasa adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas dan kecakapan dalam pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis, sedangkan keterampilan secara tematis adalah kesanggupan pemakai bahasa untuk menanggapi secara benar stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola

gramatikal dan kosa kata secara tepat, dan menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain.

(12)

keterampilan berbahasa, semakin sering belajar dan berlatih secara rutin dan teratur dalam berkomunikasi aktif maka kemampuan berbahasanya menjadi lebih terampil.

Keterampilan atau skilldianalogikan dengan seorang pengendara motor, mobil, atau kendaraan lain yang perlu mengetahui di mana alat pengendali, apa yang dikendalikan dengan tangan, apa yang dikendalikan dengan kaki, di mana letaknya, dan begaimana menjalankannya, kesemua itu merupakan latihan keseimbangan penggunaan otak kanan dan kiri. Dengan pengetahuan itu kemudian dia menjalankannya di jalan tanpa menabrak sesuatu dan dijalankan dengan kecepatan wajar, nyaman, serta dapat menghindari hambatan atau

rintangan di jalan dengan aman. Semakin sering melakukan kegiatan menjalankan kendaraan maka akan terbentuk keterampilan yang dapat membedakannya dengan orang yang hanya sesekali menjalankannya (Ghazali, 2010: 247).

(13)

2.1.1 Pengertian Berbicara

Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkan untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain

(Iskandarwassid dan Suhendar, 2011: 241).

Berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan dua orang atau lebih dan para partisipannya berperan sebagai pembicara maupun yang memberi reaksi terhadap apa yang didengarnya serta memberi kontribusi dengan segera (Sulastri, 2008: 13). Berbicara sebagai cara berkomunikasi antara pembicara dan pendengar. Komunikasi lisan memerlukan keterampilan berbicara dan saling pengertian antara pembicara dan pendengar (Sulastri, 2008: 14).

Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008: 16). Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan

(14)

tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak pada saat dia mengomunikasikan gagasannya, dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Tarigan, 2008: 16).

Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1988: 17). Berbicara merupakan suatu aktivitas komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia normal. Dengan berbicara maka manusia bisa saling berkomunikasi, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, serta mengungkapkan perasaan (Kusuma, 2009: 18).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa berbicara merupakan sebuah proses komunikasi aktif dengan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi serta mengucapkan kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain. Hal utama dari kegiatan berbicara khususnya dalam meningkatkan proses pembelajaran berbicara agar efektif, maka siswa dapat melakukan kegiatan berkomunikasi secara

berkelompok, dua orang atau lebih dengan berlatih saling bertanya dan menjawab, memberi dan menerima tanggapan. Yang menjadi catatan dan kunci dalam

keberhasilan berbicara dan menyampaikan kata-kata itu, adalah “berbicara dengan bahasa pendengar”.

2.1.2 Kemampuan Berbicara

(15)

Kemampuan diistilahkan dengan kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki pemakai bahasa tentang bahasa-bahasa yang dikuasai dan dipahaminya (Tarigan, 2009: 11). Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsjad dan Mukti, 1988: 17).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk menggunakan intonasi, ucapan, dan menyusun kalimat dengan baik dalam setiap pembicaraannya. Ukuran tersebut tentunya didasarkan mampukah pembicara (penutur dan petutur) membedakan dengan siapa serta pada situasi yang bagaimana dia berbicara, apa dengan orang yang sudah dikenal atau belum dikenal, dalam situasi empat mata atau di depan orang banyak, pada forum resmi atau tidak resmi, dan sebagainya. Untuk dapat memiliki kemampuan berbicara ini, sarananya adalah pembelajaran dan pelatihan yang berkelanjutan dengan memilih metode dan teknik yang tepat. Teknik tepat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui gelar wicara (talk show).

2.1.3 Tujuan Berbicara

(16)

entertain), membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade) (Tarigan, 2008: 16).

Agar dapat mennyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, dan dapat mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, akan tetapi bagaimana mengemukakannya. Hal ini menyangkut masalah bahasa dan

pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut (Arsjad dan Mukti, 1988: 17). Program tujuan pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan

(Iskandarwassid dan Suhendar, 2011: 242). Tujuan tersebut mencakup hal-hal berikut.

1. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan diri yang tumbuh melalui latihan.

2. Kejelasan

(17)

3. Bertanggung Jawab

Latihan berbicara yang baik menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung jawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran. 4. Membentuk Pendengaran yang Kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan program ini. Di sini peserta didik perlu belajar mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicara. 5. Membentuk kebiasaan

Keterampilan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.

Sejalan dengan tujuan berbicara di atas, ketercapaian tujuan pembicaraan merupakan salah satu indikator terpenting dalam kegiatan berbicara (Abidin, 2012: 130). Beberapa indikator ketercapaian tujuan berbicara adalah sebagai berikut.

1. Pemahaman Pendengar

Tujuan dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu meningkatkan

(18)

2. Perhatian Pendengar

Tujuan dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu menumbuhkan perhatian pendengar untuk menyimak secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang disampaikan pembicara.

3. Cara Pandang Pendengar

Tujuan ini dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu memengaruhi cara pandang pendengar agar sesuai dengan cara pandang dirinya.

4. Perilaku Pendengar

Indikator terakhir adalah berubahnya perilaku pendengar setelah menyimak pemaparan, gagasan yang dilakukan pembicara.

Tujuan keterampilan berbicara seperti yang dikemukakan di atas akan dapat tercapai jika program pengajaran dilandasi prinsip-prinsip yang relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan

berbicara. Prinsip-prinsip tersebut adalah pengintegrasian program latihan

keterampilan berbicara sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan penekanan pada unit-unit khusus yang melibatkan aktivitas pengajar dan peserta didik.

2.1.4 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

(19)

1. Faktor Kebahasaan

Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara meliputi ketepatan ucapan atau pelafalan, penempatan tekanan atau intonasi, pilihan kata atau diksi, dan ketepatan sasaran pembicaraan.

(a) Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pembicara sebaiknya menggunakan kalimat efektif agar memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian sehingga menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak terlalu sama. Masing-masing mempunyai gaya bahasa yang berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Contoh penyimpangan yang akan mengganggu keefektifan berbicara adalah kata pemerintah menjadi pemrintah, materi menjadi matri, Indonesia menjadi Endonesia, dan Cirebon menjadi Cerbon. Ketidaktepatan ucapan atau pelafalan ini akan menyebabkan perbedaan makna bagi pendengar.

(b) Intonasi

(20)

dibahas menjadi menarik. Sebaliknya, walaupun topiknya menarik, tetapi penyampaian datar atau monoton pembicaraan menjadi tidak menarik. (c) Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya dapat dimengerti pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan termotivasi dan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara beberbira dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara. Selain itu, pilihan kata juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara.

2. Faktor Nonkebahasaan

Keefektifan berbicara dalam gelar wicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Faktor

nonkebahasaan sangat memengaruhi keefektifan berbicara, seperti kelengkapan acara yang akan disampaikan, kesesuaian isi dengan topik diskusi, pandangan mata, gerak-gerik dan mimik yang tepat, dan kelancaran berbicara.

(a) Kelengkapan Acara yang Akan Disampaikan

(21)

(b) Kesesuaian Isi dengan Topik Diskusi

Supaya pendengar dan pembicara benar-benar terlibat dalam suatu diskusi, maka pembicaraan yang disampaikan harus sesuai isi dengan topik diskusi yang berlangsung. Pembicaraan formal menuntut persiapan topik yang baik untuk memudahkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan isi topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.

(c) Pandangan Mata

Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan mata sangat membantu. Aturlah pandangan ke semua arah atau lawan bicara agar komunikasi dapat terlihat alamiah dan menarik. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, seperti ke atas, ke samping, atau menunduk akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan dan kurang dihargai.

(d) Gerak-Gerik dan Mimik yang Tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal yang penting selain menggunakan tekanan, biasanya dibantu dengan gerak tangan dan mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi dan dapat menarik perhatian pendengar sehingga terlihat tidak kaku. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara.

(e) Kelancaran

(22)

dengan situasi, tempat, dan jumlah pendengar agar semua pendengar bisa mendengar dengan jelas.

2.1.5 Gangguan dalam Berbicara

Berbicara selalu dipakai dalam semua kegiatan dan profesi, untuk itu diperlukan latihan yang rutin dalam setiap kesempatan. Meskipun kebiasaan berbicara terus dilatih untuk mendapatkan hasil yang baik, masih saja ada kesalahan dalam setiap berbicara. Gangguan-gangguan yang sering muncul ketika akan dan selama berbicara di depan publik sebagai berikut (Rogers, 2008: 20).

1. Gejala Fisik

Ketika akan berbicara gangguan fisik akan dirasakan pada setiap orang, bentuk gangguan dirasakan berbeda pada setiap orang sesuai dengan tingkat aktivitas berbicaranya. Gejala fisik tersebut seperti; a) detak jantung semakin cepat, b) lutut gemetar sehingga sulit berdiri, c) suara yang bergetar, seringkali dengan

mengejang otot tenggorokan, d) gelombang hawa panas dan seperti mau pingsan, e) kejang perut disertai rasa mual, f) hyperventilasiatau kesulitan bernafas, g) mata berair atau hidung berlendir.

2. Gejala Mental

(23)

3. Gejala Fisik dan Mental

Gejala fisik dan mental biasanya disertai atau diawali dengan gejala emosional, seperti; a) rasa takut yang berlebihan yang bisa muncul sebelum tampil, b) rasa tidak mampu dan rasa kehilangan kendali, c) rasa tidak percaya diri, seperti seorang anak yang tidak mampu mengatasi masalah, d) panik, e) dan rasa malu seperti merasa dipermalukan saat presentasi berakhir.

Ketiga kelompok gejala di atas bisa saling berinteraksi, rasa ngeri yang muncul saat menunggu giliran untuk berbicara kemudian mengganggu konsentrasi yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara selanjutnya. Gangguan-gangguan tersebut akan menghilang bersamaan dengan kesempatan berbicara yang intensif dan latihan yang terus menerus dengan terus memperbaiki gangguan tersebut.

2.1.6 Bentuk-Bentuk Berbicara

(24)

Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa bentuk berbicara dapat terjadi dalam berbagai hal dan kesempatan yang terjadi dalam proses komunikasi antar dua orang atau lebih termasuk di dalamnya adalah keterampilan berbicara melalui gelar wicara yang akan dipakai penulis untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam proses pembelajaran. Alasannya, karena di dalam gelar wicara ada empat unsur pembelajaran, yaitu wawancara, diskusi, moderator, dan memandu acara (pewara). Dari keempatnya dapat dilakukan dengan berbagi peran dalam satu kesempatan berdiskusi yang dilaksanakan dengan cara yang berbeda.

2.2 Konsep Dasar Gelar Wicara

Setelah memahami berbagai teori keterampilan berbicara di atas, maka salah satu jenis keterampilan berbicara yan dapat meningkatkan dalam proses pembelajaran di kelas pada tingkat atas menurut peneliti adalah melalui gelar wicara atau talk show. Melalui teknik gelar wicara semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan keterampilan berbicara melalui kerja kelompok dengan model yang berbeda dari umumnya pembelajaran yang mereka dapatkan selama ini.Teknik ini bertujuan

mengaktifkan unsur komunikasi yang intensif lewat latihan yang berkelanjutan sehingga dapat mengasah keterampilan berbicara. Ini dilakukan sesuai dengan latar belakang siswa yang sangat mencintai hiburan dan seni.

2.2.1 Pengertian Gelar Wicara

(25)

sedangkan wicara adalah rangkaian bunyi bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi, tutur kata, dan berbicara. Jadi, pengertian gelar wicara adalah bincang-bincang di televisi atau radio yang dilakukan di suatu panel atau diskusi yang terdiri atas beberapa tokoh dan dipandu oleh pemandu acara (KBBI, 2008: 429).

Gelar wicara (talk show) adalah ungkapan bahasa Inggris yang berasal dari dua kata: showdan talk. Showartinya tontonan, pertunjukan atau pameran, sedangkan talkartinya omong-omong atau bincang-bincang. Dengan demikian talk show berarti pertunjukan orang-orang yang sedang bincang-bincang atau berbicara atau di dalam bahasa Indonesia disebut dengan gelar wicara.

Gelar wicara adalah suatu jenis acara televisi atau radio yang berupa perbincangan atau diskusi seorang atau sekelompok orang “tamu” tentang suatu topik tertentu (atau beragam topik) dengan dipandu oleh pemandu gelar wicara atau pewara. Tamu dalam suatu gelar wicara biasanya terdiri dari orang-orang yang telah mempelajari atau memiliki pengalaman luas terkait dengan isu-isu yang sedang diperbincangkan. Gelar wicara dapat disajikan secara formal maupun nonformal atau santai, disajikan dengan mendatangkan narasumber serta dapat mengaktifkan penonton untuk menjadikan suasana lebih komunikatif, dan dapat menerima telepon berupa pertanyaan dari pemirsa.

(26)

Pertunjukan dalam gelar wicara ini menampilkan pembicara-pembicara yang dianggap sedang tersohor dengan membahas isu-isu yang hangat dibicarakan di masyarakat.

Masyarakat lebih senang menggunakan istilah talk showdaripada temu wicara, diskusi interaktif, ataupun rapat bersama. Bagi sebagian orang istilah asli Indonesia masih belum mampu memberikan ‘rasa’ yang tepat untuk kegiatan di atas. Seseorang yang diundang dengan kata temu wicara, maka otak akan menvisualisasikan sebuah kegiatan yang dihadiri oleh para pejabat atau orang penting dengan sekumpulan masyarakat sebagai pendengar dan penanya. Begitu pula dengan istilah diskusi interaktif, pikiran akan jauh membayangkan dua kubu yang ditengahi oleh seorang moderator, berdebat, dan mempertahankan

argumentasi masing-masing serta dibumbui dengan permainan urat saraf. Akan tetapi, kalau rapat bersama identik dengan rapat dewan, pemerintah, dan partai politik. Penggunaan kata asing dalam beberapa kegiatan atau nama-nama tempat seperti pasar swalayan cukup banyak di negeri ini, dan sepertinya talk showakan masuk ke ranah pemahaman baru dalam berbahasa Indonesia. Untuk mengenalkan istilah bahasa asing menjadi bahasa Indonesia agar lebih familier pada komunikasi dalam pembelajaran bahasa, dalam penelitian ini peneliti mengganti istilah talk showmenjadi gelar wicara sesuai dengan pengertian dalam bahasa Indonesia.

2.2.2 Jenis Gelar Wicara

(27)

1. talk showyang dibawakan oleh Larry King di CNN

Acara ini membahas berbagai isu yang menarik dengan menghadirkan pakar-pakar yang sangat handal di bidangnya dengan gaya bicara dan pancingan-pancingan yang sangat baik oleh pemandu acaranya (Henry Kissinger dalam Larry King, 2012: 1).

2. Oprah Winfrey show dibawakan oleh Oprah Winfrey

The show was highly influential, and many of its topics penetrated into the American pop-cultural consciousness. Winfrey used the show as a platform to teach and inspire, providing viewers with a positive, spiritually uplifting experience by featuring book clubs, compelling interviews, self-improvement segments, and philanthropic forays into world events. The show gained credibility by not trying to profit off the products it endorsed.

Acara ini sangat berpengaruh pada peningkatan penonton yang cukup besar, dan banyak dari topik-topiknya mengajak pada kesadaran budaya pop

Amerika. Winfrey menggunakan acara ini sebagai program pendidikan untuk mengajarkan dan mengilhami, memberikan para penontonnya pengalaman-pengalaman yang positif dan meningkatkan kualitas spiritual bagi mereka dengan menampilkan produsen buku, wawancara yang menarik, segmen pengembangan diri, dan mendorong para penontonnya untuk prihatin terhadap permasalahan dunia yang menjadikan mereka (penonton) tertarik untuk berderma dan senang memberi kepada sesama tanpa batas ideologi dan agama tertentu. Acara ini tidak mengambil keuntungan atau kesempatan dari produk-produk yang mendukunganya.

3. Ellen DeGeneres show

(28)

selebriti, dan juga para musisi dengan cerita-cerita menarik. Program ini bukan merupakan talk show tabloid,ini sengaja diadakan untuk mengundang kontroversi ataupun konfrontasi. Program ini juga mengundang serta

melibatkan para ahli dalam memberikan masukan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun yang bukan.

4. Dr. Phil

Dr. Philmerupakan sebuah talk showyang dipandu oleh Phil McGraw setelah sukses membawakan sebuah segmen di Oprah Winfrey Show. McGrawmemberikan saran-saran dan nasihat yang berbentuk “strategi hidup” berasal dari pengalaman hidupnya sendiri sebagai psikolog klinis. Acara ini meliputi berbagai macam topik, termasuk penurunan berat badan, perencanaan keuangan, anak yang bandel, saran dalam memberi hadiah, anak-anak yang telah didiagnosis dengan autisme, pasangan menikah yang tidak bahagia, remaja pemberontak, para ibu yang bergaya jauh dari umurnya, ibu yang menolak untuk menghadiri pernikahan, anak-anak yang menjadi bintang dan hak orangtua mereka, manfaat emosional dari mengendalikan, keluarga yang disfungsional, ibu yang menolak untuk memberikan mahar menikah pada putra mereka, dan dukungan untuk masalah-masalah amal.

Gelar wicara yang disajikan di Indonesia sangat dipengaruhi kesuksesan gelar wicara (talk show) dari luar negeri seperti.

(29)

kelebihan dan kekurangan narasumber tersebut. Acara ini hampir sama dengan Oprah Winfrey Show.

2. Hitam Putih di Trans7, gelar wicara ini dipandu oleh Deddy Corbuzier yang menghadirkan public figure(orang terkenal) dan kontroversinya. Selain menghadirkan narasumber yang merupakan public figure, ia juga menampilkan narasumber yang memiliki bakat tertentu yang dapat menginspirasi penonton. Dengan sudut pandangnya sebagai psikolog, ia mampu menguak fakta-fakta yang akurat dari narasumber. Acara ini hampir sama dengan Dr. Phil.

3. Apa Kabar Indonesia Malam di TV One, gelar wicara ini membahas isu-isu sosial dan politik yang ada di Indonesia dengan pemandu acara atau

moderator yang lugas dan berani dalam menyampaikan pertanyaan, terkadang membangkitkan pertentangan pada narasumber.

4. ChattingBareng YM di ANTV, dipandu oleh Ustad Yusuf Mansur dan Komedian Deni Cagur. Gelar wicara ini menghadirkan narasumber yang sukses dalam bidangnya dan ditinjau dari sudut pandang agama. Acara ini tetap menarik karena diselipkan unsur komedi di dalamnya.

5. Teras Tina Talisa di Indosiar, dipandu oleh Tina Talisa dengan menghadirkan narasumber yang umumnya berkiprah di dunia sosial dan politik. Gelar wicara ini menjadi menarik karena dipandu dengan bahasa yang ringan dan menghadirkan mahasiswa-mahasiswa yang kritis dalam menanggapi isu-isu yang diperbincangkan saat ini.

(30)

melalui sentilan-sentilan tajam dari pemandu acara lain dan mahasiswa sebagai penontonnya.

Berdasarkan jenis gelar wicara yang telah diuraikan di atas dan dari beberapa buku penunjang yang peneliti baca dan acara gelar wicara yang peneliti saksikan lewat televisi, peneliti menyimpulkan bahwa gelar wicara adalah suatu kumpulan orang untuk temu wicara atau bincang-bincang bersama sekelompok orang yang memiliki kemampuan di bidangnya, dipandu oleh seorang moderator atau pewara (pemandu acara) sebagai pewawancara yang meliliki kemampuan mengarahkan acara dengan baik dan mendatangkan narasumber yang handal. Mengacu pada pengertian tersebut, yang dimaksud melalui gelar wicara (talk show) yang peneliti lakukan dalam penelitian ini sesuai dengan standar kompetensi adalah

mengaktifkan keterampilan berbicara siswa untuk mengemukakan pendapat dan informasi dari berbagai sumber dalam diskusi dan seminar.

Bentuk keterampilan berbicara yang dilaksanakan dalam pembelajaran gelar wicara ini adalah melalui wawancara dalam suatu diskusi kelompok dalam bentuk bincang-bincang yang dilakukan siswa dengan pembagian peran sebagai pemandu acara atau moderator, narasumber (tokoh dalam masyarakat) dan disaksikan oleh para penonton (siswa). Teknik ini tentu memerlukan persiapan yang matang, baik oleh guru maupun siswa. Guru sebagai peneliti harus membuat skenario

(31)

atau jawaban dari pertanyaan yang disampaikan sesuai dengan topik dengan memperhatikan teknik berkomunikasi yang baik dan menarik. Teknik gelar wicara ini peneliti pilih sesuai perkembangan komunikasi yang ada di lingkungan siswa, baik dalam lingkungan masyarakat maupun yang mereka saksikan di televisi. Teknik pembelajaran ini menjadi pembelajaran diskusi yang berbeda dari biasanya dan menjadi pengalaman belajar yang berkesan di kemudian hari bagi siswa dalam mengajukan pertanyaan dan menjadi narasumber atau wawancara.

Wawancara sebagai proses komunikasi interaksional antara dua orang atau lebih dengan suatu tujuan dan biasanya berisi pertanyanyaan serta jawaban dari suatu pertanyaan (Sulistyarini dan Novianti, 2011: 2). Jadi, setidaknya dalam

wawancara melibatkan dua orang atau lebih, namun tidak pernah lebih dari dua kelompok dengan ketentuan satu atau dua orang yang melakukan wawancara dan yang lainnya adalah pihak yang diwawancarai. Selain itu, wawancara harus memiliki tujuan sehingga menjadi penting untuk menetapkan tujuan yang jelas dan fokus pada masalah yang spesifik. Tujuan yang jelas akan menggiring pewawancara untuk memberikan pertanyaan yang kemudian dapat mengarahkan pihak yang diwawancarai untuk memberikan jawaban dari suatu pertanyaan. Kegiatan ini berfungsi untuk menguji ketepatan pesan yang dikirim dan diterima, menguji impresi (kesan) dan asumsi, serta merangsang pikiran dan perasaan.

2.2.3 Persiapan dalam Gelar Wicara

(32)

secara teratur, sistematis, jelas, dan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran gelar wicara. Berdasarkan referensi tentang pelaksanaan gelar wicara baik di dalam maupun di luar negeri, maka ada beberapa prinsip mendasar yang perlu dipersiapkan dalam pelaksanaan pembelajaran gelar wicara agar menjadi menarik dan tidak

membosankan bagi peserta didik baik yang berperan sebagai pemandu acara, narasumber, maupun siswa sebagai penonton.

Ada beberapa prinsip yang harus dipersiapkan untuk membantu dan mendorong kemampuan berbicara dalam gelar wicara sebagai pemandu acara dan narasumber di depan publik, antara lain,

a) memotivasi diri, jangan pernah mengatakan sesuatu itu sulit setelah menyiapkan diri dan berlatih. Yakinkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan dengan segala keunikannya. Kalau orang lain mampu, sesungguhnya dirinya juga mampu;

b) mempersiapkan naskah pertanyaan (kalau menjadi pemandu acara) dan naskah jawaban (kalau menjadi narasumber) dengan prediksi sesuai dengan tema gelar wicara;

c) memberikan pesan dan kesan yang bernilai, bersikap tenang, dan mampu mengolah suara dengan baik;

d) menyiapkan poin-poin yang akan dibicarakan agar tidak terlalu luas; e) menunjukkan sifat kerendahan hati dan humor yang menyejukkan hati

(33)

Untuk memahami orang lain dalam suatu gelar wicara adalah mengerti secara tepat arti daripada kata-kata yang digunakan, karena kata-kata dapat menyebabkan patahnya komunikasi antara orang-orang berbeda umur, profesi, latar belakang, dan pendidikan (Sulistyarini dan Novianti, 2012: 29).

Komunikasi dalam gelar wicara jangan hanya memperhatikan bahasa verbal, namun bahasa nonverbal sangat perlu diperhatikan. Mereka mengklasifikasikan komunikasi nonverbal menjadi tujuh, yaitu kinestik yang merupakan bahasa tubuh seperti gerak tangan, bahu, kepala, kaki, gestur, postur, gerakan mata, dan ekpresi wajah (Sulistyarini dan Novianti, 2012: 31).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa persiapan dalam gelar wicara harus memperhatikan beberapa hal, yaitu bahasa verbal dan nonverbal dari lawan bicara seperti intonasi, pelafalan kata-kata, ekspresi, kosa kata, dan bahasa tubuh yang ditampakkan, ini semua masuk dalam factor kebahasaan dan

nonkebahasan. Selain hal tersebut, agar gelar wicara dapat berjalan dengan lancar perlu dipersiapkan naskah yang tepat sesuai dengan topik yang akan dibahas untuk siswa yang bertugas sebagai pemandu acara atau pewawancara, maupun yang menjadi narasumber.

2.2.4 Hal-Hal yang Terkait dengan Gelar Wicara

(34)

pelaksanaan, peserta yang datang dan latar belakangnya, jumlah peserta, dan fasilitas yang akan digunakan dalam gelar wicara (Wahono, 2007: 167). Sebelum seseorang melaksanakan gelar wicara diperlukan persiapan yang matang terutama berdoa kepada Tuhan YME untuk kelancaran acara tersebut, memahami susunan dan tema acara, selalu antusias dalam berbicara, menujukkan empati, mengolah kata, dan selera humor yang baik (Larry King, 2012: 16).

Agar pembelajar dapat mengembangkan kemampuan komunikasi lisan secara sukses dalam gelar wicara, ia perlu memandang bahasa sebagai komponen profesiensi komunikatif (Ghazali, 2010: 253). Ini berarti pembelajar perlu memerhatikan konteks tempat komunikasi itu terjadi (apakah situasi yang sudah dikenal atau tidak, apakah urutan-urutan wacananya dapat diprediksi atau tidak), memerhatikan isi atau kisaran dari topik yang dibahas selama percakapan, yaitu apakah yang mereka bicarakan adalah hal-hal yang ada disekitar mereka saat itu, pengalaman pribadi, fakta-fakta tertentu, dan hal-hal yang kongkrit lainnya. Pembelajar juga harus memerhatikan bahasa verbal dan penggunaan isyarat-isyarat non-verbal.

Beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan sebelum dan saat melakukan gelar wicara.

a) Riset topik, pembicara yang baik akan berbicara tetap di jalurnya baik ia sebagai pemandu acara maupun sebagai narasumber.

b) Fokus, mengusahakan agar hadirin tetap fokus menerima pesan yang sedang disampaikan.

(35)

d) Menambah kutipan, fakta, dan statistik kalau memungkinkan.

e) Kuasai bahasa metafora untuk menguatkan bahasa langsung yang tidak dapat dilakukan.

f) Bercerita dengan poin-poin penting.

g) Mulailah dengan kuat dan akhiri dengan lebih kuat lagi. h) Humor dengan menempatkan pada situasi yang pas. i) Vokal, nada, dan volume suara yang bervariasi. j) Serasikan dengan gerak tubuh, percaya diri.

k) Mampu menganalisa hadirin dan dapat berinteraksi.

l) Mengatasi isu yang hadir dengan tenang, masuk akal, dan dapat dimengerti. m) Kritis dalam menganalisis, tetapi tetap dengan etika yang baik.

n) Menaati waktu yang disediakan (Novia, 2012: 53).

2.2.5 Sistematika dalam Gelar Wicara

(36)

menghidupakan proses pembelajaran gelar wicara. Terakhir pemandu acara menutup gelar wicara dengan menarik kesimpulan dari gelar wicara tersebut diiringi rasa puas atas terlaksananya acara dengan sikap yang simpatik. Semua proses ini dipersiapkan secara matang baik oleh guru maupun siswa melalui latihan kelompok sebelum pada pembelajaran gelar wicara yang sesungguhnya.

2.3 Gelar Wicara sebagai Teknik Pembelajaran Berbicara

Teknik berasal dari bahasa Inggris techniqueyang berarti keterampilan dalam suatu cabang bahasa, atau kiat dalam melakukan kegiatan dalam bidang tertentu. Hal ini mengacu pada implementasi perencanaan pengajaran di depan kelas. Teknik mengajar dapat berupa berbagai macam cara atau kegiatan untuk menyajikan pelajaran di depan kelas agar lebih menarik dengan strategi

memotivasi siswa dan membangun komunitas belajar produktif (Syafi’i, Saadi, dan Roekhan, 1998: 15).

Membangun komunitas belajar yang produktif dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan belajar yang bermakna adalah tujuan utama pengajaran. Akan tetapi, banyak unsur yang terdapat dalam motivasi siswa yang perlu dipelajari guru, disesuaikan dengan pemilihan teknik dalam pembelajaran, dan disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tepat dengan tujuan membangun keterampilam siswa. Kesuksesan pembelajaran tergantung

penggunaan strategi-strategi motivasional yang bertujuan membantu individu agar berkembang menjadi komunitas belajar yang produktif (Arends, 2008: 160).

(37)

Teknik yang dipakai dalam pembelajaran tergantung sepenuhnya terhadap guru dan situasi di dalam kelas. Istilah pendekatan menurut para ahli adalah digunakan untuk membangun rancang bangun silabus (syllabus Design), bukan pada metode pengajaran bahasa. Rancangan silabus ini lalu dijabarkan dalam menyusun materi pelajaran, dan dilanjutkan dengan metode yang digunakan, serta skenario

pembelajaran. Strategi pengajaran adalah memberi kemudahan belajar dan memunyai perhatian atau penekanan khusus pada pihak pembelajar. Tujuan menggunakan strategi adalah memengaruhi keadaan pembelajar, motivasi yang efektif para pembelajar menyeleksi, memeroleh, mengorganisasi, atau

mengitegrasikan pengetahuan baru (Tarigan, 2009: 10).

Guru harusnya memiliki keinginan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berbahasa, termasuk di dalamnya keterampilan berbicara. Keinginan tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki siswa. Pembelajaran yang efektif dilakukan dan diupayakan dengan berbagai cara, menggunakan berbagai media, dan model pembelajaran yang akan menunmbuhkan inovasi dalam pembelajaran. Upaya ini akan memberi efek positif yang besar bagi siswa maupun guru. Bagi siswa, pembelajaran menjadi lebih variatif sehingga tidak membosankan. Bagi guru akan tumbuh kreativitas dan kepuasan tersendiri bila proses dan hasil pembelajaran meningkat (Wena, 2012: 10).

(38)

menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik yang digunakan oleh guru harus sesuai dengan metode dan selaras dengan pendekatan (Tarigan, 2009: 2).

Strategi belajar adalah alat untuk melibatkan dan mengarahkan diri agar ada peningkatan kemampuan secara komunikatif (Sulastri, 2008: 24). Pernyataan tersebut sesuai dengan yang peneliti harapkan. Melalui teknik gelar wicara ini, peneliti bertujuan melibatkan dan mengarahkan siswa dengan latihan yang intensif dalam proses pembelajaran sehingga keterampilan berbicara siswa meningkat karena dilakukan dengan cara berkomunikasi kelompok dalam suatu pergelaran yang menyenangkan.

Agar dapat berbahasa, siswa harus diajak praktik berbahasa, bukan sekadar tahu tentang bahasa. Jika diibaratkan dengan kemampuan menjahit, belajar bahasa bukan hanya mempelajari petunjuk cara-cara menggunakan mesin jahit saja, namun ia harus belajar langsung bagaimana memasukkan benang ke jarum, menjalankan mesin jahit dengan mengaktifkan atau mengayunkan kaki, sementara tangan memegang kain yang dijahit agar seirama dengan ayunan kaki dan

menghasilkan jahitan yang baik. Keterampilan ini tentu saja tidak serta- merta bisa dengan pemahaman tentang mesin jahit melainkan diperlukan latihan yang rutin. Maka dapat disimpulkan bahwa apapun yang dilakukan dalam belajar bahasa bertujuan untuk membangun keterampilan dalam berkomunikasi.

(39)

melalui persiapan bahan yang akan dibicarakan sesuai dengan topik dalam bentuk rencana susunan pertanyaan, latihan mengajukan dan menjawab pertanyaan antar siswa, menyampaikan komentar dan tanggapan dalam forum wawancara dalam diskusi yang disaksikan oleh penonton dengan topik bahasan yang aktual yang sudah disepakati oleh siswa. Setelah melalui proses persiapan ini, barulah siswa mengadakan pembelajaran gelar wicara yang sesungguhnya.

2.4 Gelar Wicara sebagai Penerapan dalam Pendekatan Komunikatif

Hakikat pendekatan dan metode dalam pengajaran bahasa. Pendekatan (approach) adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan mengenai hakikat bahasa,

hakikat pengajaran bahasa, serta belajar bahasa. Suatu pendekatan bersifat aksiomatis artinya kebenaran yang dikemukakan dalam pendekatan itu tidak dipersoalkan atau tidak perlu dibuktikan lagi (Syafi’i, Saadi, dan Roekhan, 1998: 15). Metode berasal dari bahasa Inggris methodyang berarti jalan atau cara untuk mengerjakan sesuatu (a way wanner of doing), pemakaian sisem yang teratur (the use an orderly system), dan susunan yang teratur. Dalam kehidupan sehari-hari metode adalah cara mengerjakan sesuatu. Istilah lain dari metode adalah sistem perencanaan pembelajaran secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur.

(40)

Menurut pendekatan ini, pengajaran bahasa dilaksanakan dengan mengajarkan dasar-dasar tata bahasa atau struktur tata bahasa melalui kegiatan dalam situasi yang bermakna. Artinya kepada para siswa lebih dahulu diajarkan kaidah-kaidah tata bahasa melalui teknik latihan-latihan atau tubian-tubian secara intensif (drilling is a central technique).

Prinsip-prinsip yang mendasari pendekatan komunikatif dalam kegiatan belajar dapat ditujukan untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut.

1. Memungkinkan pembelajar untuk memanipulasi dan mempraktikkan ciri-ciri bahasa tertentu.

2. Memungkinkan pembelajar untuk berlatih keterampilan komunikatif di dalam kelas dan mengembangkannya di masyarakat yang lebih luas.

3. Mengaktifkan proses pembelajaran psikologis dan psikolinguistik. 4. Melibatkan pembelajar saling berbagi informasi dengan rekan-rekannya. 5. Melibatkan pembelajar dalam pemecahan masalah dan pembuatan

kesimpulan.

6. Memungkinkan pembelajar untuk berpikir dan berbicara tentang bahasa dan pembelajar.

7. Meningkatkan integrasi antara berbagai sub-keterampilan bahasa. 8. Melibatkan pembelajar dalam pengambilan risiko.

9. Meminta pembelajar untuk melatih, menulis ulang, dan memperbaiki tugas-tugas yang sudah diselesaikannya.

10. Meminta pembelajar untuk menghubungkan materi yang sudah dipelajari dengan materi baru (Ghazali, 2010: 104).

(41)

Fungsi bahasa dengan pendekatan komunikatif dapat dikembangkan dalam peningkatan keterampilan berbicara melalui teknik gelar wicara, yaitu

1. fungsi instrumental, yaitu bahasa dipergunakan untuk memperoleh sesuatu melalui keterampilan gerak dan motorik seperti menghafalkan, menulis, dan melaksanakan gerak;

2. fungsi regulatori, yaitu bahasa digunakan untuk mengontrol perilaku orang lain. Melalui pembelajaran gelar wicara peneliti dapat mengontrol dan meningkatkan pembentukan karakter peserta didik menjadi lebih baik; 3. fungsi interaksional, yaitu bahasa dapat dipergunakan untuk belajar

berinteraksi antarsiswa sesuai dengan perannya masing-masing dalam gelar wicara sebagai keterampilan proses, adanya kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain;

4. fungsi personal, yaitu bahasa dapat dipergunakan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan individual melalui gelar wicara;

5. fungsi heuristik, yaitu dapat dipergunakan untuk belajar dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman secara langsung;

6. fungsi imajinatif, yaitu dipakai untuk mengembangkan dan menciptakan dunia imajinatif sehingga menghasilkan sebuah karya bagi siswa; dan 7. fungsi respresentasi, yaitu bahasa yang digunakan untuk menyampaikan

informasi (Syafi’I, Saadi, dan Roekhan, 1998: 28).

(42)

menemukan dan mengaplikasikan ide-idenya dalam meningkatkan strategi belajar, salah satunya melalui teknik gelar wicara.

Pemilihan teknik gelar wicara untuk meningkatkan keterampilan berbicara ini peneliti anggap tepat karena sudah sesuai dengan pernyataan dan pendapat para ahli yaitu pembelajaran teknik ini dilakukan dengan cara berkelompok yang terdiri empat orang untuk dilatih berwawancara dalam suatu diskusi dengan posisi duduk berhadapan atau setengah lingkaran. Mereka berkomunikasi sesuai dengan perannya, ada yang menjadi pemandu atau pewawancara dan ada yang menjadi narasumber untuk mengekspresikan ide atau opini sesuai tema yang mereka dapat sehingga diantara mereka saling memberi respon berupa aksi dan reaksi. Dari pandangan di atas, peneliti berpendapat gelar wicara merupakan satu-satunya pendekatan komunikatif yang dapat diberikan untuk meningkatkan keterampilan siswa. Asumsi lainnya, melalui gelar wicara peserta didik mendapatkan

pengalaman dan kesempatan yang sama dalam meningkatkan keterampilan berbicara yang sesuai dan runtut.

(43)

menggunakan bahasa yang sedang dipelajari seperti di lingkungan yang sesungguhnya.

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Teknik Gelar Wicara

Gelar wicara sebagai suatu teknik diakui mempunyai kelebihan dan kelemahan. Untuk itu, guru yang bertujuan meninggkatkan keterampilan berbicara melalui teknik gelar wicara harus memahami karakteristik teknik ini. Hal ini perlu

dipahami agar dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam berbicara melalui teknik gelar wicara dapat dilaksanakan secara maksimal.

2.5.1 Kelebihan Teknik Gelar Wicara

Teknik gelar wicara mempunyai kelebihan, antara lain

1. dapat mengembangkan kecakapan motorik yang dimiliki siswa dengan memperoleh kesempatan untuk berpikir, seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata, kalimat, dan mengembangkan dialog sesuai dengan topik

pembahasan;

2. peserta didik mendapat pelatihan dalam mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat, sikap, dan aspirasi secara bebas;

3. peserta didik mendapat kecakapan mental, seperti melatih kepercayaan diri, gugup, grogi, dan rasa takut yang sering menghantui setiap akan berbicara di depan orang banyak;

4. melatih kecakapan berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan santun dengan menghargai pendapat lawan bicara dan bersikap demokratif atau toleran terhadap teman-temannya;

(44)

6. melatih keterampilan dan keberanian siswa dalam berbicara;

7. dengan gelar wicara, pembelajaran menjadi relevan dengan kebutuhan masyarakat.

2.5.2 Kelemahan Teknik Gelar wicara

Kelemahan-kelemahan teknik gelar wicara, antara lain

1. memerlukan proses latihan dan waktu yang cukup banyak yang dapat mengganggu pelajaran lain;

2. latihan yang berulang bisa menimbulkan kebosanan jika tidak divariasikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan akhir, yaitu mendapat keterampilan yang dapat dijadikan modal dasar siswa dalam keterampilan berbicara; dan

3. terkadang guru tidak memahami cara melaksanakan teknik gelar wicara (talk show) dalam pembelajaran.

2.5.3 Cara Mengatasi Kelemahan Teknik Gelar Wicara

Ada berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan teknik gelar wicara, antara lain

1. untuk memberi pemahaman siswa, guru sebaiknya memperkenalkan dan menjelaskan kepada siswa tujuan keterampilan berbicara melalui gelar wicara dengan rekaman gelar wicara dari salah satu stasiun televisi;

(45)

4. guru dapat memilih topik hangat yang ada di masyarakat sehingga menumbuhkan daya tarik siswa untuk mempelajari dan mengembangkan topik pembahasan dengan menggabungkan seni peran dengan pemakaian kostum pada setiap pemain sesuai dengan peran yang dimainkan;

5. guru harus memahami teknik gelar wicara dengan baik sehingga dapat menentukan bobot dan luasnya topik pembahasan yang dilaksanakan agar sesuai dengan waktu yang tersedia;

6. tiap kemajuan dan perkembangan yang dicapai siswa, baik secara individu maupun kelompok dapat diinformasikan secara transparan dan baik kepada siswa;

7. setiap peserta didik diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbicara melalui teknik gelar wicara;

8. dalam memberikan motivasi harus menuju kesadaran yang membangun tanpa menyakiti; dan

9. menghargai setiap hasil kemampuan siswa.

(46)

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research(CAR), dengan ruang lingkup adalah pembelajaran di dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru dan siswa. PTK adalah bentuk kajian yang bersifat reflektif yang diawali dari proses perenungan atas dampak tindakan yang selama ini dilakukan guru terkait dengan tugas-tugas pembelajaran di kelas, dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam

melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran (Muslich, 2011: 8).

(47)

Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah terdiri dari tiga kata, yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian diartikan sebagai kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara, aturan, dan metodologi tertentu untuk menemukan data akurat tentang hal-hal yang dapat meningkatkan mutu objek yang diamati. Tindakan, merupakan gerakan yang dilakukan secara sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Kelas, adalah tempat terdapat sekelompok peserta didik yang dalam waktu bersamaan menerima pelajaran dari guru yang sama (Suyadi, 2012: 3).

Plan

Reflective

Action/ Observation

Revised Plan Reflective

Action/ Observation

Revised Plan Reflective

Action/ Observation

Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Hopkins, 1992)

(48)

Berdasarkan uraian di atas, langkah pertama dalam penelitian tindakan kelas adalah melakukan Planning(perencanaan) tindakan misalnya membuat skenario pembelajaran, lembar observasi, aktivitas siswa, aktivitas guru dan lain-lain. Kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini dilakukan pengamatan atau observasi. Selanjutnya melakukan analisis dan refleksi. Apabila metode yang digunakan telah berhasil, dapat ditarik kesimpulan, tetapi apabila metode yang digunakan masih perlu perbaikan maka akan dilakukan rencana selanjutnya, demikian terus secara berulang sampai benar-benar metode yang digunakan berhasil.

Penelitian tindakan ini bercirikan adanya perubahan secara bertahap. Bila pembelajaran berbicara melalui gelar wicara belum meningkatkan keterampilan berbicara siswa, peneliti akan melaksanakan tindakan selanjutnya sampai

mencapai hasil yang diharapkan, yaitu mencapai KKM dengan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik dalam menerima pengalaman belajar. Dengan

demikian jumlah siklus tidak terikat dan tidak dapat ditentukan sampai siklus tertentu.

3.2 Subjek Penelitian

(49)

1. Prestasi akademik khususnya pada aspek berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia masih rendah nilai rata-ratanya, yaitu diketahui bahwa persentase siswa pada pembelajaran berbicara dalam aspek berwawancara, berbicara dalam diskusi atau seminar di depan kelas, dan kemampuan memandu acara masih sangat rendah, yaitu 67,94. Hasil ini tidak sesuai jika dibandingkan KKM yang telah ditetapkan di SMAN 6 Bandarlampung, yaitu 73.

2. Rendahnya keterampilan berbicara dalam bahasa Indonesia ini ditandai dengan rendahnya hasil tes awal yang mencakup delapan aspek keterampilan berbahasa dari faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Pada faktor kebahasaan seperti ketepatan ucapan, penggunaan tekanan atau intonasi, dan pilihan kata. Faktor nonkebahasaan meliputi kelengkapan acara yang akan disampaikan, kesesuaian isi dengan topik diskusi, pandangan mata yang mengarah ke lawan bicara dan penonton, gerak-gerik dan mimik, dan kelancaran dalam berbicara. 3. Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran berbicara kurang aktif, hanya

beberapa orang yang aktif. Sebagian siswa lainnya hanya mendengar dan mencatat pada saat pembelajaran berlangsung.

(50)

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian diuraikan sebagai berikut.

3.3.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah di SMA Negeri 6 Bandarlampung, di sekolah inilah peneliti mengajar sejak tahun 1986 – sekarang dengan alamat di Jalan Ki Agus Anang nomor 35 Panjang Selatan, Bandarlampung. SMA N 6 Bandarlampung memiliki 21 kelas yang terdiri atas kelas X sebanyak 7 kelas, kelas XI sebanyak 7 kelas, dan kelas XII sebanyak 7 kelas. Ruang lain yang ada adalah ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang tata usaha, satu ruang perpustakaan, satu ruang guru, satu ruang laboratorium komputer, tiga laboratorium IPA, satu ruang UKS dan PMR, satu ruang BP/BK, satu ruang OSIS, satu mushola, satu ruang seni, satu lapangan basket, satu lapangan futsal, satu kantin sehat dan satu kantin koperasi, serta lima belas WC/toilet.

Guru di SMA Negeri 6 Bandarlampung berjumlah 52 guru tetap dan 7 guru honorer, 7 karyawan tata usaha, dan 5 pembantu sekolah. Guru bahasa Indonesia ada empat orang, yaitu senior peneliti terdiri 2 orang guru lulusan Unila dan 1 guru lulusan IKIP Jakarta atau UNJ sekarang, dan peneliti sendiri. Sekolah inilah yang banyak memberikan pengalaman mengajar sangat berharga, dengan siswa secara umum dari kelas menengah ke bawah dengan segala permasalahannya.

3.3.2 Waktu Penelitian

(51)

ditentukan. Penelitian pada siklus I membutuhkan waktu 6 jam pelajaran atau 270 menit dengan pembagian 2X45 menit pada pertemuan pertama untuk menjelaskan materi dasar keterampilan berbicara melalui gelar wicara, kemudian siswa

menuangkan ide pembahasan gelar wicara dalam bentuk tulisan dan naskah dialog. Pertemuan kedua dan ketiga dilakukan selama 2X pertemuan dalam setiap pekannya yang digabungkan dalam satu kali pertemuan atau 4X45 menit. Pada siklus II dan III diperlukan dua kali pertemuan pada setiap siklusnya.

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengamat dan pelaksana tindakan. Pada waktu peneliti bertindak sebagai pengajar, dibantu pendamping dari teman sejawat dua orang guru bahasa Indonesia yang bertugas mengamati dan membuat catatan tentang cara peneliti mengajar dan bagaimana siswa berinteraksi dengan siswa lainnya selama proses pembelajaran sesuai dengan rancangan yang sudah peneliti siapkan. Setelah proses pembelajaran selesai, peneliti melakukan

(52)
(53)

3.4 Prosedur Tindakan

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dibuat dalam bentuk siklus yang terdiri atas empat tahap, yaitu (a) perencanaan tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) evaluasi dan observasi, dan (d) refleksi (Sanjaya, 2009: 25). Secara lebih detail keempat tahap ini dijabarkan sebagai berikut.

3.4.1 Perencanaan Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan ini adalah a) menyusun RPP sesuai dengan materi yang direncanakan;

b) menyusun lembar pengamatan untuk pembelajaran keterampilan

berbicara melalui gelar wicara dan membuat lembar pengamatan aktivitas siswa dan guru di dalam kelas;

c) membuat lembar instrumen penilaian; dan d) menyiapkan lembar wawancara dengan siswa.

3.4.2 Pelaksanaan Tindakan

Proses pelaksanaan tindakan di lakukan di kelas pada jam pembelajaran bahasa Indonesia. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa berjumlah 40 orang yang terdiri atas 31 siswa putri dan 9 siswa putra, ini dilakukan selama 4X45 menit atau 180 menit atau 2X pertemuan dengan menggunakan langkah sebagai berikut.

1. Pertemuan pertama a) Kegiatan Awal

- Guru mengondisikan siswa kelas.

(54)

- Guru mengadakan apersepsi dengan mengaitkan materi yang telah dan yang akan dipelajari yang berhubungan dengan gelar wicara (talk show), yang disiarkan di TV maupun Radio, baik yang ada di Indonesia maupun yang di luar negeri.

- Guru menayangkan rekaman gelar wicara dari salah satu stasiun televisi.

- Guru meminta tanggapan dari siswa mengenai rekaman gelar wicara. b) Kegiatan Inti

Eksplorasi

- Guru menjelaskan mekanisme dalam pelaksanaan gelar wicara dengan membagi siswa menjadi 10 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 siswa putrid dan 1 siswa putra pada setiap kelompoknya. Karena ada 9 siswa putra, maka ada 1 kelompok tidak ada siswa putranya. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak agar siswa yang sudah memiliki kemampuan berbicara tidak berkumpul dalam satu kelompok, melainkan menyebar keseluruh kelompok dengan tujuan gelar wicara bisa dilaksanakan secara maksimal. - Setelah itu setiap kelompok diarahkan untuk berperan sesuai dengan

peranannya, ada yang menjadi pewara (pemandu acara) dan ada yang menjadi narasumber dengan berbagai peran dan karakter yang dibutuhkan.

- Guru mengundi dan melelang tema yang diusung dalam gelar wicara kepada seluruh kelompok dengan 10 topik aktual yang sedang

(55)

narkobaoleh Rafi Ahmad, penanaman seribu pohon oleh pemerintah dan model sekolah sehat yang dipegang SMAN 6 Bandarlampung dalam bentuk go green, pendidikan karakterbangsa yang sedang digalakkan pemerintah, budaya sex bebaspada remaja, maraknya perdagangan anak dan perempuan atau trafficking, maraknya kecintaan remaja pada gamesyang berlebihan dan dampak games bagi remaja, polemik tentangUN dan permasalahannya, peringatan hari Kartini di bulan April dengan topik Kartini masa kini, perseteruan Eyang Subur dengan Adi Bing Slamet tentang santet di Indonesia,dan terakhir adalah membangun semangat kebangsaan melalui

penghargaan anak terhadap seorang ibu dengan temamuliakan ibu maka mulialah bangsamu. Semua topik tersebut memenuhi unsur keremajaan, hukum, kesehatan, hiburan, iptek, politik, sosial, kesejahteraan, dan pendidikan.

Elaborasi

- Siswa bertanya jawab tentang peran sebagai pewawancara (pemandu acara) dan sebagai narasumber dalam gelar wicara yang akan

dilaksanakan sesuai dengan topik yang sudah dilelang.

- Guru bersama siswa mendiskusikan tentang pelaksanaan dan teknik gelar wicara.

(56)

siswa tidak boleh melihat teks atau catatan untuk melihat keterampilan siswa dalam mengembangkan teks dalam berbicara.

- Guru dan siswa mengevaluasi dan menyunting isi naskah dialog dalam gelar wicara dan menyusun (setting) pelaksanaan gelar wicara. - Sebelum dilaksanakan gelar wicara, siswa bersama kelompok

melakukan latihan sesuai dengan peran yang didapatnya dengan memperhatikan urutan gelar wicara, sementara guru mengarahkan dan membimbing proses latihan siswa.

- Guru mengundi urutan kelompok yang akan melaksanakan gelar wicara agar masing-masing kelompok sudah mempersiapkan materi atau naskah dan persiapan diri secara maksimal.

- Setiap penampilan kelompok dalam pembelajaran gelar wicara, ada kelompok lain yang bertugas sebagai penyegar suasana dengan bertanya untuk menghidupkan gelar wicara dan ada yang

mengevaluasi penampilan temannya. Proses ini dilakukan secara bergantian dengan demikian setiap kelompok mendapatkan

kesempatan dan tugas yang sama. Hal ini bertujuan agar setiap siswa mendapatkan kesempatan sama untuk meningkatkan keterampilan berbicara melalui gelar wicara.

Konfirmasi

(57)

c) Kegiatan Akhir

- Guru dan siswa melakukan refleksi dan evaluasi hasil persiapan dalam proses pembelajaran gelar wicara.

- Guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk menyiapkan dan merapihkan materi dialog sebagai pemandu acara dan materi untuk narasumber, memberi nama acara gelar wicara yang akan dipraktikkan, serta strategi menjadi penonton untuk menghidupkan gelar wicara. - Pada pertemuan berikutnya siswa diminta menyiapkan diri, menguasai

dialog, dan mampu mengembangkan keterampilan berbicara sesuai dengan topik diskusi yang akan disampaikan dalam pelaksanaan pembelajaran gelar wicara secara maksimal.

2. Pertemuan Kedua a) Kegiatan Awal

- Guru mengondisikan kelas.

- Guru mengingatkan kembali pelajaran sebelumnya dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan kedua. - Guru dan siswa bertanya jawab dan menyiapkan pembelajaran gelar

wicara.

b) Kegiatan Inti Eksplorasi

(58)

- Kelompok pertama maju dengan topik yang sudah dipilih dengan waktu masing-masing kelompok adalah 15 menit.

- Pada waktu kelompok pertama maju maka kelompok kedua menjadi kelompok pembahas untuk mengaktifkan gelar wicara. Sementara untuk dokumentasi, peneliti dibantu teman sejawat melakukan rekaman sebagai dokumentasi dan bahan evaluasi berikutnya.

Konfirmasi

- Guru dan siswa memberikan tanggapan dan evaluasi, serta menyimpulkan hasil pembelajaran gelar wicara.

c) Kegiatan Akhir

Guru dan siswa melakukan refleksi kendala-kendala yang dialami selama pelaksanaan gelar wicara.

3.4.3 Observasi

Observasi dilakukan bersamaan dalam tahap pelaksanaan tindakan, baik terhadap siswa maupun guru dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan. Observasi dilakukan secara kolaborasi bersama teman sejawat yang sudah pernah melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Pengamatan difokuskan pada proses pembelajaran

keterampilan berbicara melalui teknik gelar wicara (talk show) pada siswa kelas XI IPA-1 dan penilaian aktivitas guru sebagai peneliti oleh teman sejawat,

terakhir peneliti dan kolaborator melihat dan menilai aktivitas siswa selama dalam proses pembelajaran. Adapun lembar penilaian dan aktivitas siswa dalam

(59)

Tabel 4. Lembar Penilaian Tindakan Peningkatan Keterampilan Berbicara dalam Bahasa Indonesia Melalui Teknik Gelar Wicara

Pertanyaan

Menggunakan teknik gelar wicara dalam meningkatkan keterampilan berbicara dengan membahas topik aktual yang dibicarakan di masyarakat seperti peristiwa, dilematik UN, Narkoba, Sex Bebas, Trafficking, Games, Go Green, Kartini Masa Kini, Pendidikan Karakter Bangsa, Santet dan

Polemiknya, dan Muliakan Ibu. Para siswa berperan sebagai pewawancara dan narasumber. Dalam kegiatan tersebut, peneliti melatih siswa bagaimana menjadi pewawancara (presenter/ pewara), mengajukan pertanyaan dan menanggapi

pertanyaan dengan baik, bagaimana membuka acara dialog, mengajukan pertanyaan dalam dialog, dan menutup acara dialog.

Kepada siswa yang berperan sebagai narasumber, yaitu melatih

bagaimana menjawab dan

mengemukakan tanggapan terhadap pertanyaan pewara/presenter. Kepada siswa yang menjadi penonton adalah bagaimana mengajukan pertanyaan dan bersikap santun selama

mengikuti gelar wicara.

Aspek kemampuan dari keterampilan yang dilatihkan adalah

1. Ketepatan Ucapan

Melatih siswa mengucapkan bunyi bahasa secara tepat.

(60)

Pertanyaan penelitian

Aspek Kemampuan

Rencana Tindakan

3. Pilihan Kata

Melatih siswa agar hampir tidak melakukan kesalahan dalam pemilihan kosa kata.

4. Kelengkapan Acara yang Akan Disampaikan Melatih siswa memiliki kemampuan dan keterampilan membuka dan menutup acara.

5. Kesesuaian Topik Melatih siswa untuk berbicara sesuai dengan topik bahasan. Melatih siswa agar dapat memberi dan menerima respon sehingga timbul koherensi dalam pembicaraan.

6. Pandangan Mata Melatih siswa untuk mampu mengarahkan pandangan ke pewawancara dan penonton secara merata.

7. Gerak-Gerik dan Mimik Melatih siswa agar memperhatikan ekspresi (gerak-gerik dan mimik) dalam berbicara.

8. Kelancaran

Melatih siswa agar lancar berbicara sehingga jarang melakukan

pengulangan saat berbicara. (Arsjad dan Mukti, 1988: 17)

Selain aktivitas siswa, dalam proses pembelajaran ini juga dilihat aktivitas guru dari mulai perencanaan sampai dengan menuangkan rencana dengan

Gambar

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Keterampilan Berbicara pada Tes Awal (Prasiklus)
Gambar 1. Model Penelitian Kelas oleh Hopkins dalam Muslich, 2009: 43
Tabel 4.   Lembar Penilaian Tindakan Peningkatan Keterampilan Berbicara dalam Bahasa Indonesia Melalui Teknik Gelar Wicara
Tabel 5.   Lembar Pengamatan Aktivitas Penilaian Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran Melalui Teknik Gelar Wicara
+3

Referensi

Dokumen terkait

19 NFH Ya Membantu pengucapan bahasa Inggris dengan jelas 20 NFW Ya Bias saling bertanya jika ada yang belum dipahami 21 RNW Ya Bias berbicara dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tehnik Stand-up Komedi dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas XI IPA 5 SMA N 1 Kayen Pati Tahun

(2) untuk menemukan kemampuan berbicara siswa kelas sebelas MA NU BANAT kudus tahun pelajaran 2011/2012 yang diajar dengan menggunakan Think-Pair-Square

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana suggestopedia method dapat meningkatkan kemampuan berbicara dari siswa kelas tujuh MTs N 01 Kudus pada

Chapter I is introduction. This chapter contains general description of the contents of research report. It consists of background of the study, limitation of the

Jadi, hasil dari kemampuan berbicara pada siswa kelas sebelas SMA N 1 Karanganyar Demak tahun pelajaran 2012/2013 sebelum diajarkan menggunakan task based learning adalah

Sementara itu, kemampuan siswa dalam berbicara bahasa inggris siswa kelas X kelas X SMA 2 BAE Kudus pada tahun akademik 2013/2014 sesudah diajarkan menggunakan kelompok

Students’ Speaking Ability at Darul Istiqamah for Boys, Thesis. English Education Department, The Faculty of Tarbiyah and Teachers Training. Keywords: Language