• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sumur Resapan Pada Perencanaan Drainase Wilayah Di Kecamatan Tarutung (Studi Kasus: Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VII)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Sumur Resapan Pada Perencanaan Drainase Wilayah Di Kecamatan Tarutung (Studi Kasus: Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VII)"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Wilson,E. M., 1993, Hidrologi Teknik, edisi keempat, Penerbit ITB, Bandung.

Harto, Br Sri, 1993, Analisa Hidrologi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Haryono, Sukarto, 1999, Drainase Perkotaan, PT. Mediatama Saptakarya, Jakarta.

Linsley, Ray K, 1986, Hidrologi Untuk Insinyur, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kuesnaidi. 200. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soemarto CD, 1993, Hidrologi Teknik, edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, Suyono, 2003, Hidrologi untuk pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subarkah, Iman, 1980, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung.

Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Wesli, 2008, Drainase Perkotaan, Graha ilmu, Yogyakarta.

Peraturan Gurbernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68. 2005.

Perubahan Keputusan Gurbernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 tentang Pembuatan Sumur Resapan. Gemilang, Galih, 2012, Kajian Sumur Resapan Dalam Mereduksi Debit Banjir

Pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat, Tugas Akhir, Departemen Teknik Sipil USU, Medan.

Sturm, Terry W., 2010, Open Channel Hydraulics, The McGraw-Hill Companies, Singapore.

SNI: 03-2453-2002. Tata Cara Perencancanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan. Dari http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf /SNI%2003-234-2002.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2013.

Das, Braja M. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip rekayasa Geoteknis). Jakarta: Erlangga.

Singh, R. A. 2001. Soil Phisycal Analysis. India: Kalyani Publisher. http://www.earth.google.com/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2013.

(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dimulai pada tanggal 10 Mei 2013 di semester genap tahun ajaran 2012-2013 dan studi kasus dilaksanakan pada kawasan permukiman Kelurahan Hutatoruan VII, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara. Luas area perumahan dan permukiman adalah 110 Ha, yang terdiri dari 1.256 unit rumah (10 m x 12 m per unit). Lokasi perumahan terletak pada elevasi 962 m di atas permukaan laut.

Gambar 3.1 Lokasi Pengukuran Laju Infiltrasi (www.earth.google.com)

Lokasi Pengukuran Laju

(3)

3.2 Peralatan dan Bahan

Beberapa alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a) Pemeriksaan Laju infiltrasi tanah di lapangan

1. Pulpen/pensil

2. Penghapus 3. Tabel pencatatan 4. Balok kayu

5. Single ring infiltrometer

6. Palu

7. Meteran (mistar) 8. Ember

9. Gayung 10. Stopwatch

11. Serta alat pendukung lainnya

b) Uji Permeabilitas tanah di Laboratorium

Untuk Pengujian permeabilitas tanah dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil USU. Adapun peralatan laboratorium yang diperguganakan dalam pengujian permeabilitas ini berupa:

1. Tabung Reservoir (sampel tanah) 2. Bak perendam

3. Pipa 4. Gelas ukur 5. Stopwatch 6. Thermometer

7. Tabung silinder (permeameter)

3.3 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahapan dan ruang lingkup yang dilakukan dalam suatu peneltian. Gambar 3.2 berikut

(4)

3.2 Peralatan dan Bahan

Beberapa alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

c) Pemeriksaan Laju infiltrasi tanah di lapangan

12. Pulpen/pensil 13. Penghapus 14. Tabel pencatatan 15. Balok kayu

16. Single ring infiltrometer

17. Palu

18. Meteran (mistar) 19. Ember

20. Gayung 21. Stopwatch

22. Serta alat pendukung lainnya

d) Uji Permeabilitas tanah di Laboratorium

Untuk Pengujian permeabilitas tanah dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil USU. Adapun peralatan laboratorium yang diperguganakan dalam pengujian permeabilitas ini berupa:

8. Tabung Reservoir (sampel tanah) 9. Bak perendam

10. Pipa 11. Gelas ukur 12. Stopwatch 13. Thermometer

14. Tabung silinder (permeameter)

3.3 Kerangka Penelitian

(5)

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian

START

JUDUL TUGAS AKHIR:

PENERAPAN SUMUR RESAPAN PADA PERENCANAAN SISTEM DRAINASE

WILAYAH DI KECAMATAN TARUTUNG

(STUDI KASUS: KAWASAN PERMUKIMAN KELURAHAN HUTATORUAN VII)

PENGUMPULAN DATA

Data Literatur Data Curah Hujan

Data Sampel Tanah Data Lokasi Penelitian

 Penelitian Terdahulu

 Buku & Jurnal

 Internet  Dosen Pembimbing Distribusi Curah Hujan Rencana: Normal, Gumbel, Log Normal, Log Pearson Tipe III

PENGOLAHAN DATA

Intensitas Curah Hujan Rencana: Van Breen dan Hasper Weduwen dikombinasikan dengan Metode Talbot, Ishiguro, dan Sherman Uji Lapangan mencari Laju Infiltrasi (ft) Dengan menggunakan Single Ring Infiltrometer dan Metode Horton Uji Lab. Mencari Koefisien Permeabilitas (k) Menggunakan Metode Falling Head Permeability Test Syarat Teknis & Umum SNI N0. 03-2453 -2002: Luas Lahan Luas Atap Jumlah Rumah Jarak Banguna n

Debit banjir Total Kawasan Perumahan Metode Rasional

Q = 0,00278 C. I. A

Debit Resapan Akibat Sumur Resapan Metode Sunjoto

Q = F. K.H

PENYAJIAN DATA

Pengurangan Debit Banjir

(6)

3.4 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian pada studi ini meliputi pengumpulan data yang terdiri dari studi literatur dan studi lapangan, pengolahan data (data literatur, data curah hujan, data sampel tanah, dan data lokasi penelitian), penyajian data (hasil analisis data dan pembahasannya) dan yang terakhir adalah kesimpulan dan saran.

3.4.1 Pengumpulan Data

Tahapan dalam pengumpulan data meliputi:

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan dan juga untuk mendapatkan dasar teori yang kuat yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan acuan dalam

melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang relevan terhadap pembahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi Lapangan

a. Data Pengamatan Sendiri

Data pengamatan sendiri adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran oleh penulis di lokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan. Dalam hal ini penelitian dilaksanakan di laboratorium dan di lapangan guna mendapatkan nilai koefisien permeabilitas tanah, laju infiltrasi dan data lokasi permukiman.

Disini penelitian koefisien permeabilitas tanah dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil USU dan pengukuran laju infiltrasi dilaksanakan langsung di lapangan.

Pada Penelitian ini, dalam mengukur laju infiltrasi pada suatu daerah permukiman digunakan alat single ring infiltrometer. Single ring infiltrometer

(7)

atas pipa terdapat pelat yang berfungsi memudahkan dan melindungi ring pada saat ditekan.

Gambar 3.3 Single Ring Infiltrometer

Pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat dilakukan dengan cara berikut (Harto, 1981):

a) Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya tanah yang terkelupas dapat dibuang.

b) Silinder ditempatkan tegak lurus dan diletakkan tegak lurus ke dalam tanah, sehingga bersisa kurang lebih 10 cm diatas permukaan tanah. Apabila tanah yang akan diukur merupakan tanah lunak, hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi apabila tanahnya merupakan tanah keras, maka untuk dapat memasukkan silinder tersebut memerlukan pemukulan dengan pukulan besi yang cukup berat. Dalam pemukulan tersebut hendaknya bagian atas pipa dilindungi terlebih dahulu dengan balok kayu yang cukup tebal, dan pemukulan harus dilakukan dengan sedemikian sehingga silinder dapat masuk kedalam tanah dengan tegak lurus. Pemukulan tidak dapat dilakukan pada satu sisi karena silinder akan miring. Apabila pemukulan dilakukan pada sisi lain maka silinder akan menjadi tegak, tetapi antara tanah dan silinder akan

terbentuk rongga. Rongga demikian ini tidak boleh terjadi. c) Air secukupnya disiapkan demikian pula stopwatch dan alat tulis.

(8)

e) Apabila tidak tersedia tangki air dengan pengukur volume yang baik, maka pengukuran infiltrasi dapat dilakukan sebagai berikut:

 Pada skala yang terdapat pada dinding silinder, ditarik dua garis dengan

jarak misalnya 5 cm (tergantung dari jenis tanah yang diukur). Bila laju infiltrasi relatif sangat kecil, untuk menghemat waktu pengamatan jarak 2 garis tersebut dapat diperkecil.

 Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air tersebut

seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak-retak tanah yang merugikan pengukuran.

 Air dituangkan kedalam silinder, sampai mencapai batas garis atas.

 Waktu yang diperlukan oleh muka air untuk turun sampai garis bats bawah

dicatat dengan stopwatch dan dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

 Air dituangkan kembali secepatnya kedalam silinder sampai garis batas

atas, waktu penurunan muka air sampai garis batas bawah diukur lagi.

 Hal tersebut dilakukan terus menerus, sampai waktu yang diperlukan oleh

muka air turun sampai garis batas bawah selalu tetap. Dalam hal

demikian, berarti laju infiltrasi telah tetap, atau nilai fc telah tercapai.

 Dari data yang terkumpul dalam tabel dapat dihitung laju infiltrasi tiap

waktu tertentu. Dan bila hasilnya digambarkan maka akan terlihat liku

infiltrasi eksponensial.

 Apabila dikehendaki hitungan yang lebih teliti, waktu yang diperlikan

untuk mengisi kembali silinder mencapai garis batas atas perlu dicatat, karena kenyataannya pada saat tersebut infiltrasi tidak berhenti, sehingga jumlah infiltrasi dapat ditambahkan dengan mengambil anggapan laju infiltrasinya sama dengan laju infiltrasi yang baru saja diukur.

Catatan : untuk menghemat waktu, apabila diperhatikan waktu penurunan relatif lama, maka garis batas bawah dapat diubah, sehingga jaraknya lebih pendek.

(9)

cara ini, air masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai permeabilitas dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap. Adapun prosedur pada pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel tanah yang akan diuji diambil langsung dari lapangan dengan menekan langsung tabung silinder sampai penuh kedalam tanah dan dikeluarkan dengan mengorek tanah disekeliling tabung tersebut.

2. Tabung dan tanah dimasukkan kedalam kotak dan direndam selama 24 jam. 3. Setelah contoh tanah menjadi jenuh, kotak tabung dihubungkan dengan alat

pengukur Head. Setelah itu air dialirkan jatuh bebas dari ketinggian tertentu yang akan merembes kedalam tanah.

4. Ketinggian air mula-mula dicatat (h0) sampai ketinggian dimana air akan turun (h1), juga dicatat interval waktunya.

Gambar 3.3 Alat Uji Falling Head Permeability

b. Data Laporan

Pengumpulan data laporan didapatkan dari instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan seperti:

(10)

b. Data Curah Hujan Kecamatan Tarutung 10 tahun terakhir, mulai tahun 2003 s.d 2012 yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten Tapanuli Utara.

c. Data Topografi dan Kontur Kecamatan Tarutung yang diperoleh dari Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tapanuli Utara.

d. Data Penyelidikan Tanah yang pernah dilakukan di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya Kabupaten Tapanuli Utara.

3.4.2 Pengolahan/Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dalam suatu perhitungan

untuk memperoleh hasil penelitian yang selanjutnya akan diambil kesimpulan dari tujuan penulisan ini. Adapun cara analisis penelitian ini adalah:

1. Analisis Laju Infiltrasi dan Koefisien Permeabilitas Tanah

Pada penelitian ini, mengukur laju infiltrasi pada suatu lahan permukiman dengan menggunakan alat single ring infiltrometer. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus Metode Horton, sedangkan untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah dilakukan dengan uji laboratorium dengan metode falling head permeability test.

2. Analisis Hidrologi

Setelah data curah hujan yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah analisis hidrologi. Data-data yang diperoleh dari suatu pusat penelitian akan dihitung dengan menggunakan suatu metode perhitungan antara lain:

o Menganalisa curah hujan yaitu dengan mengambil data curah hujan maksimum tiap tahun.

(11)

- Distribusi Normal, - Distribusi Log Normal, - Distribusi Log Person III, dan - Distribusi Gumbel Tipe I.

o Menguji hasil distribusi sampel data yang dipilih dengan uji kecocokan Chi-Kuadrat dan Smirnovv-Kolmogorov dengan tujuan persamaan distribusi frekuensi sampel data yang dipilih dapat diterima atau tidak.

o Menghitung Intensitas Curah Hujan Rencana dengan menggunakan:

- Metode Van Breen

- Metode Hasper Der Weduwen.

o Menentukan metode perhitungan Intensitas Curah Hujan dengan cara:

- Metode Sherman, - Metode Ishiguro, dan - Metode Talbot.

3. Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Metode yang digunakan dalam menganalisis dan mendimensi sumur resapan adalah metode Sujonto (2011) dengan memperhatikan persyaratan

umum dan teknis sumur resapan berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang tata cara perenncanaan teknik sumur resapan air hujan untuk pekarangan.

4. Pengurangan Debit Banjir

(12)

3.4.3 Penyajian Data

Dari hasil pengolahan data akan diperoleh dan disajikan beberapa hasil-hasil perhitungan berupa:

a. Nilai laju infiltrasi tanah (f)

b. Nilai koefisien permeabilitas tanah (K) c. Intensitas curah hujan rencana (I)

d. Dimensi sumur resapan yang akan direncanakan e. Efisiensi debit banjir yang berkurang/tereduksi

3.4.4 Prosedur Evaluasi Lokasi untuk Sumur Resapan

Prosedur evaluasi lokasi untuk sumur resapan dilaksanakan melalui beberapa tahapan berdasarkan SNI No. 03-2459-2002. Sumur resapan yang

direncanakan adalah sumur resapan dangkal dengan tampang lingkaran dan menggunakan talang air hujan yang dibuat pada masing-masing rumah. Dimensi sumur resapan ditentukan berdasarkan hasil analisis pada bab berikutnya.

3.4.5 Memberikan Kesimpulan dan Saran

(13)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Infiltrasi

Analisis infiltrasi bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi air daerah penelitian dan untuk itu dibutuhkan data hasil pengukuran laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alat single ring infiltrometer. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab III bahwa analisis data laju infiltrasi pada penelitian ini menggunakan metode Horton.

4.1.1 Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013 dengan kondisi tanah belum jenuh menggunakan alat single ring infiltrometer. Alat single ring infiltrometer adalah suatu pipa besi yang berdiameter 25-30 cm dengan tinggi 60 cm. Pada bagian atas pipa terdapat pelat yang berfungsi untuk memudahkan dan melindungi ring pada saat ditekan.

(14)

Langkah-langkah pelaksanaan pengukuran infiltrasi dengan ring infiltrometer adalah sebagai berikut (Harto, 1981):

1. Menentukan lahan yang akan diukur. 2. Membersihkan lahan yang akan diukur.

3. Mempersiapkan alat-lalat pada lokasi pengukuran.

4. Menekan ring infiltrometer ke dalam tanah sedalam 50 cm.

5. Membersihkan tanah-tanah yang terkelupas di dalam ring infiltrometer setelah dilakukan penekanan.

6. Kemudian air dituangkan sampai silinder penuh dan ditunggu sampai air tersebut seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak-retak tanah yang merugikan pengukuran.

7. Air dituangkan kembali ke dalam silinder sampai penuh.

8. Setelah air penuh, stopwatch dinyalakan, dan air didiamkan selama waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini durasi waktu dapat dilakukan secara bertahap, 3 menit, 4 menit, 4 menit, 5 menit, 5 menit, 10 menit, dan seterusnya.

9. Setelah 3 menit didiamkan, penurunan yang terjadi diukur dan dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

10. Air dituangkan kembali secepatnya ke dalam silinder sampai penuh.

Kemudian didiamkan kembali selama 4 menit. Besar penurunan muka air setelah 4 menit kemudian diukur dan dicatat kembali pada tabel pencatatan.

(15)

Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan dokumentasi pada saat proses penetrasi menggunakan single ring infiltrometer.

Gambar 4.2 (a) Pembersihan Lahan

Gambar 4.2 (b) plat pelapis Ring Infiltrometer

(16)

Tabel 4.1 menyajikan data hasil perhitungan laju infiltrasi pada kondisi tanah sebelum jenuh dengan menggunakan alat single ring infiltrometer.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi pada Lokasi Permukiman

No t

(menit) Waktu Kumulatif (jam) Penurunan (cm) fo (cm/jam) fc (cm/jam) Log (fo-fc)

1 3 0,050 2,10 42 17,4 1,391

2 4 0,117 2,45 36,5 17,4 1,281

3 4 0,183 2,32 35,2 17,4 1,250

4 5 0,267 2,28 27,2 17,4 0,991

5 5 0,350 2,12 25,6 17,4 0,914

6 5 0,433 1,44 17,4 17,4 0,000

7 10 0,600 2,90 17,4 17,4 0,000

8 10 0,767 2,90 17,4 17,4 0,000

9 10 0,933 2,90 17,4 17,4 0,000

Sumber: Hasil perhitungan

Keterangan: fo = Laju infiltrasi dan fc = Laju infiltrasi konstan

4.1.2 Analisis Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi dengan Metode Horton

Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, data yang diperoleh melalui hasil pengukuran laju infiltrasi dengan menggunakan ring infiltrometer akan dianalisis menggunakan metode Horton. Tahapan perhitungan metode Horton adalah sebagai berikut:

kt e fc fo fc t f e log kt fc fo log fc t f Log e log k 1 m

(17)

f(0,050) – fc = (42 – 17,4) = 24,6 cm/jam f(0,117) – fc = (36,5 – 17,4) = 19,1 cm/jam

Kemudian kedua persamaan tersebut di log kan menjadi: Log ( f(t) – fc ) = log (fo - fc) – kt log e

Log ( f(0,050) – fc ) = log (24,6) = 1,391 Log ( f(0,117) – fc ) = log (19,1) = 1,281

Setelah persamaan tersebut di log kan, maka hasil analisis grafik log (fo-fc) terhadap waktu dapat dibuat seperti yang ditunjukkan Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton

0,050 0,117 0,183 0,267

0,350 0,433

0,600 0,767 0,933

y = -0,4282x + 0,6883 R² = 0,8008

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

Waktu

K

umul

at

if

(

jam

)

(18)

Dari grafik tersebut dengan regresi linier didapat nilai kemiringan (m) sebesar -0,4282. Tanda negatif menunjukkan bahwa f(t) berkurang dengan bertambahnya waktu. Setelah diketahui nilai m maka dapat dihitung nilai k sebagai berikut:

377 , 5 k

335 , 2 4343

, 0 k

335 , 2 718

, 2 log k

335 , 2 e

log k

4282 , 0

1 e

log k

e log k

1 4282

, 0

e log k

(19)

Dari nilai k di atas maka rumus laju infiltrasi (ft) terhadap waktu dapat dihitung dengan memasukkan nilai k seperti pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Analisis Laju Infiltrasi pada Lokasi Penelitian

No. t

Waktu

Kumulatif Penurunan Fo fc (fo-fc) Log

(fo-fc) k (-k x t )

f(t)

(menit) (jam) (cm/jam) (cm/jam) (mm/jam) (cm/jam)

1 3 0,050 2,10 42 17,4 24,600 1,391 5,377 -0,27 36,20

2 4 0,117 2,45 36,5 17,4 19,100 1,281 5,377 -0,63 27,58

3 4 0,183 2,32 35,2 17,4 17,800 1,250 5,377 -0,98 24,05

4 5 0,267 2,28 27,2 17,4 9,800 0,991 5,377 -1,44 19,73

5 5 0,350 2,12 25,6 17,4 8,200 0,914 5,377 -1,88 18,65

6 5 0,433 1,44 17,4 17,4 0,000 0,000 5,377 -2,33 17,40

7 10 0,600 2,90 17,4 17,4 0,000 0,000 5,377 -3,23 17,40

8 10 0,767 2,90 17,4 17,4 0,000 0,000 5,377 -4,12 17,40

9 10 0,933 2,90 17,4 17,4 0,000 0,000 5,377 -5,02 17,40

Sumber: Hasil perhitungan

(20)

Dari perhitungan Tabel 4.2, dapat dibuat suatu grafik laju infiltrasi nyata (ft) terhadap waktu (t) untuk pengukuran di lokasi permukiman (Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Grafik f(t) Horton

Dari grafik diatas, dapat dilihat pengukuran infiltrometer yang menunjukkan bahwa laju infiltrasi mulai konstan pada waktu setelah 0,433 jam dengan laju infiltrasi 17,40 cm/jam atau 174 mm/jam. Berdasarkan Tabel 2.1, tekstur tanah dengan kecepatan infiltrasi 12,5-25 cm/jam termasuk kelas cepat.

Dari grafik pada Gambar 4.4, secara umum laju infiltrasi maksimum terjadi pada permulaan pengukuran. Dengan bertambahnya waktu, laju infiltrasi kemudian menurun dan kemudian kurva mulai mendatar, yang menunjukkan bahwa laju infiltrasi telah mencapai nilai yang konstan. Penyebab dari perubahan bentuk kurva yang seperti itu adalah karena pada mulanya infiltrasi terjadi pada kadar air tanah tidak jenuh, sehingga yang terjadi adalah tarikan/sedotan matriks tanah dan gravitasi. Dengan masuknya air kedalam profil tanah yang lebih dalam lagi dan semakin basahnya profil tanah tersebut maka tarikan/sedotan matriks tanah menjadi berkurang.

36,20

27,58 24,05

19,73 18,65

17,40 17,40 17,40 17,40

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

L

aj

u

Inf

il

tras

i

(cm

/j

am

)

(21)

Dengan penambahan air yang terus menerus, akan mengakibatkan tanah menjadi jenuh sehingga tarikan/sedotan matriks tanah menjadi sedemikian kecilnya hingga dapat diabaikan. Dengan demikian yang tinggal hanya tarikan gravitasi, yang membuat air dapat bergerak ke bawah. Pada saat itu laju infiltrasi telah konstan, yang ditunjukkan oleh kurva yang mendatar.

4.2 Uji Permeabilitas

Pengujian permeabilitas tanah (Gambar 4.5) pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Mei 2013 di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil USU.

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu sampel tanah pada penelitian ini didapat dari pengujian falling head permeability. Sampel tanah yang di uji diambil dari lokasi permukiman pada kedalaman 1,5 meter yang sudah dianggap mewakili kondisi tanah pada lokasi studi. Adapun data-data pada percobaan ini adalah:

Data Alat Percobaan

Keterangan Pipa Diameter

Diameter, d (cm) 1,0 10

Luas Penampang, A (cm2) 0,785 78,5

Pemeriksaan Kadar Air

(I) (II) a Berat Krus + Tanah Basah (gr) 34 39 b Berat Krus + Tanah Kering (gr) 46 52

c Berat Air (gr) 12 13

d Berat Krus (gr) 8,5 9,8

e Berat Tanah Kering (gr) 37,5 42,2

f Kadar Air (%) 32 30,8

(22)

Pemeriksaan Berat Isi Tanah

a Berat Silinder + Tanah (gr) 2600

b Berat Silinder (gr) 900

c Berat Tanah Basah (gr) 1700

d Diameter Silinder (cm) 10

e Tinggi Silinder (cm) 13 f Isi Silinder (cm3) 1020,5

g Berat Isi Basah (gr/cm3) 1,665

Gambar 4.5 Proses Pengujian Falling Head Permeability di Laboratorium

Untuk pengujian falling head permeability, rumus perhitungan koefisien

permeabilitas tanah adalah:

2 1

h h log t As

Ls a 2,303 K

Dimana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa

(cm2), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel (cm2), t =

Interval penurunan h1 ke h2 (detik), h1 = Ketinggian mula-mula air pada interval

(23)

Data perhitungan pada pengujian falling head permeability ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan pada Pengujian Falling Head Permeability Tanah di Laboratorium

No. Panjang Sampel (L)

(cm)

Temperatur (T)

(˚C) Waktu (t) (detik)

Tinggi Muka Air (h) (cm)

Selang Waktu (detik)

Permeability

(KT˚C) M20MT˚C˚C

Permeability (K20)

1 13 28 0 100 0 0 0,828 0

2 13 28 10 85,4 15 0,001368055 0,828 0,00113275

3 13 28 20 73,5 15 0,001300760 0,828 0,00107703

4 13 28 30 63,1 15 0,001322465 0,828 0,00109500

5 13 28 40 54,6 15 0,001254179 0,828 0,00103846

6 13 28 50 46,5 15 0,001391958 0,828 0,00115254

7 13 28 60 40,8 15 0,001133546 0,828 0,00093858

8 13 28 70 34 15 0,001580405 0,828 0,00130858

9 13 28 80 30,2 15 0,001027346 0,828 0,00085064

10 13 28 90 26,2 15 0,001231604 0,828 0,00101977

11 13 28 100 22,6 15 0,001281247 0,828 0,00106087

K rata-rata 0,00097038

Sumber: Hasil perhitungan

(24)

Contoh perhitungan:

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu 15 detik dengan tinggi muka air 85,4 cm yaitu:

det / 5 0,00136805 4 , 85 100 log 15 5 , 78 13 785 , 0 303 , 2 h h log t As Ls a 2,303 K 2 1 cm

Dimana nilai untuk suhu ruangan 28˚C (Das, 1993) = 0,828

C 20 M C MT Maka, det / cm 0,00113275 828 , 0 x 10 x 98 , 3 C 20 M C MT x k

K20 4

(25)

4.3 Analisis Hidrologi

4.3.1 Curah Hujan Harian Maksimum

Data curah hujan bersumber dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara untuk 10 tahun terkhir yaitu dari tahun 2000 – 2012. Data curah hujan harian maksimum yang pernah terjadi dalam satu tahun untuk Kecamatan Tarutung dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.4 Curah Hujan Kecamatan Tarutung

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Max

2003 370 330 234 261 110 323 280 212 144 303 307 291 264 2004 247 426 123 336 129 6 200 21 335 464 332 392 251

2005 86 84 79 268 29 16 - - - 94

2006 466 262 260 268 375 393 110 75 436 335 320 232 294 2007 81 331 201 472 321 111 16 19 18 171 221 1088 254 2008 356 230 380 386 322 276 256 216 348 267 - - 304 2009 222 234 280 130 84 121 5 230 80 170 237 219 168 2010 206 273 294 95 194 102 55 141 124 209 246 63 167 2011 152 99 259 137 73 50 27 133 170 254 418 346 177 2012 102 193 148 174 106 93 109 287 127 96 101 246 149

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Tapanuli Utara

Ada beberapa jenis distribusi statistik yang dapat dipakai untuk menentukan besarnya curah hujan rencana, seperti distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson III, Gumbel dan beberapa cara lain. Metode-metode ini

(26)

Dalam perhitungan diperlukan beberapa parameter yang disajikan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 4.5 Perhitungan Statistik Curah Hujan Tahunan

No Tahun Xi (Xi- ) (Xi- )2 (Xi- )3 (Xi- )4

1 2003 264 51,8 2683,24 138991,832 7199776,898 2 2004 251 38,8 1505,44 58411,072 2266349,594 3 2005 94 -118,2 13971,24 -1651400,568 195195547,1 4 2006 294 81,8 6691,24 547343,432 44772692,74 5 2007 254 41,8 1747,24 73034,632 3052847,618 6 2008 304 91,8 8427,24 773620,632 71018374,02 7 2009 168 -44,2 1953,64 -86350,888 3816709,25 8 2010 167 -45,2 2043,04 -92345,408 4174012,442 9 2011 177 -35,2 1239,04 -43614,208 1535220,122 10 2012 149 -63,2 3994,24 -252435,968 15953953,18 Jumlah 2122 0,00 44255,60 -534745,44 348985483 Rata-rata 212,20

Sumber: Hasil perhitungan

Penetuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut:

Standard deviasi,

Koefisien Variasi, = 0,33

Koefisien Skewness,

Koefisien Kurtosis, 2,86

Tabel 4.6 Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Curah Hujan

Parameter Nilai

Rata-rata ( 212,20

(27)

Tabel 4.7 Perhitungan Statistik (Logaritma) Curah Hujan Tahunan

No Tahun Xi Log Xi

(LogXi-Log )

(LogXi-Log )2

(LogXi-Log )3

(LogXi-Log )4 1 2003 264 2,421604 0,094859 0,008998 0,000854 0,000081 2 2004 251 2,399674 0,072928 0,005319 0,000388 0,000028 3 2004 94 1,973128 -0,353618 0,125045 -0,044218 0,015636 4 2006 294 2,468347 0,141602 0,020051 0,002839 0,000402 5 2007 254 2,404834 0,078088 0,006098 0,000476 0,000037 6 2008 304 2,482874 0,156128 0,024376 0,003806 0,000594 7 2009 168 2,225309 -0,101436 0,010289 -0,001044 0,000106 8 2010 167 2,222716 -0,104029 0,010822 -0,001126 0,000117 9 2011 177 2,247973 -0,078772 0,006205 -0,000489 0,000039 10 2012 149 2,173186 -0,153559 0,023580 -0,003621 0,000556 Jumlah 2122 23,019645 -0,247808 0,240784 -0,042135 0,017597 Rata-rata

( 212,20 2,302

Sumber: hasil perhitungan

Tabel 4.8 Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Curah Hujan

Sumber: Hasil perhitungan

Setelah diketahui nilai dari faktor-faktor dari perhitungan di atas dapat ditentukan metode distribusi mana yang dapat dipakai, seperti disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.9 Hasil Uji Distribusi Statistik

Distribusi Persyaratan Perhitungan Evaluasi

Gumbel Cs ≈ 1,14Ck ≈ 5,4 Cs = 0,215 Ck = 2,86

Tidak Memenuhi

Normal Ck ≈ 3Cs ≈ 0 Cs = 0,215

Ck = 2,86

Tidak Memenuhi

Log Normal

Cs = Cv3 + 3Cv Ck =

Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3

-1,327 ≠

0,213

4,826 ≠ 3,081

Tidak Memenuhi

Parameter Nilai

Rata-rata ( 2,302

Standard Deviasi (Sd) 0,164 Koef. Skewness (Cs) -1,327

(28)

Log

Pearson III Selain dari nilai di atas

Cs = -1,327

Ck = 4,826 Dipakai

Sumber: Hasil perhitungan

Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan syarat-syarat tersebut diatas, maka yang paling memenuhi adalah distrubusi Log Pearson III. Untuk memastikan pemilihan distribusi tersebut perlu dilakukan perbandingan hasil perhitungan statistik dengan uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov.

4.3.2 Plotting Data

Plotting data pada kertas probabilitas dilakukan dengan cara mengurutkan data dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya. Penggambaran posisi (plotting positions) data curah hujan ini menggunakan Microsoft Excell 2010, yaitu menngunaka rumus:

% 100 x 1 n

m Xm P

Dimana P (Xm) = Data yang telah disortir dari besar ke kecil, m = Nomor urut data, dan n = Jumlah data (n = 10).

Untuk perhitungan peringkat periode ulang curah hujan kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara disajikan pada Tabel 4.10 berikut ini.

Tabel 4.10 Perhitungan Peringkat Periode Ulang Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun R max

(mm) m P (Xm) 100%

2008 304 1 9,091

2006 294 2 18,182

2003 264 3 27,273

2007 254 4 36,364

2004 251 5 45,455

2011 177 6 54,545

(29)

2012 149 9 81,818

2005 94 10 90,909

Sumber: Hasil Perhitungan

Kemudian data yang telah dirangking di plotting pada kertas probabilitas. Dalam kertas tersebut (Gambar 4.6) simbol titik merupakan nilai curah hujan (R) maksimum terhadap P (Xm), sedangkan garis lurus merupakan simbol untuk

curah hujan dengan periode ulang tertentu.

Gambar 4.6 Hasil Plotting Log Pearson Tipe III Curah Hujan Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara

Plotting titik-titik pada kertas probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya sudah mendekati benar.

4.3.3 Uji Chi Kuadrat (Chi Square)

Uji Chi Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik data yang dianalisis.

Rumus:

i

1 i

2 2

Ei

Oi

Ei

Cr

X

9,091 18,182 27,273 36,364 45,455 54,545

63,636 72,727 81,818 90,909

y = -0,3823x + 131,12 R² = 0,9486

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

(30)

Dimana X2 = Harga Chi Kuadrat, Ei = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data ke-I, Oi = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-I, dan n = Jumlah data = 10 tahun.

Rumus derajat kebebasan adalah:

1 R K DK

Dimana DK = Derajat kebebasan, K = Jumlah kelas, dan R = Banyaknya keterikatan/parameter (untuk distribusi Log Pearson Tipe III digunakan R = 2). Tahapan Uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut:

[image:30.595.182.442.322.503.2]

a. Data hujan diurut dari besar ke kecil:

Tabel 4.11 Pengurutan data hujan dari besar ke kecil

No Xi (mm) Xi (diurut dari besar ke kecil)

1 264 304

2 251 294

3 94 264

4 294 254

5 254 251

6 304 177

7 168 168

8 167 167

9 177 149

10 149 94

b. Menghitung jumlah kelas:

Jumlah data (n) = 10

Kelas distribusi (K) = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 10

= 4,322 ≈ 5 kelas

c. Menghitung derajat kebebasan (DK)

Parameter (R) = 2

Derajat Kebebasan (DK) = K – (R+1) = 5 – (2+1) = 2 d. Menghitung banyaknya frekuensi yang diharapkan (Ei)

2 5 10 K

(31)

x = (Rmaks– Rmin)/(K-1) = (304-94)/(5-1) = 52,5 e. Menentukan nilai awal kelas pertama

Perhitungan selanjutnya ditunjukkan pada Tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.12 Perhitungan Metode Chi Kuadrat

Nilai Batas Tiap Ei Oi Ei-Oi (Ei-Oi)2 (Ei-Oi)2/Ei

Kelas

67,75 < Xi ≤ 120,25 2 1 1 1 0,5

120,25 < Xi ≤ 172,75 2 3 -1 1 0,5

172,75 < Xi ≤ 225,25 2 1 1 1 0,5

225,25 < Xi ≤ 277,75 2 3 -1 1 0,5

277,75 < Xi ≤ 330,25 2 2 0 0 0

Jumlah 10 10 Chi Kuadrat 2

DK 2

Chi Kritis 5,991

Dari Tabel diperoleh untuk DK = 2 dengan menggunakan signifikansi (a) = 0,05 diperoleh harga X2Cr tabel = 5,991. Dari hasil perhitungan diatas diperoleh X2Cr analisis < X2Cr kritis (2 < 5,991), maka untuk menghitung curah hujan rencana dapat menggunakan distribusi Log Pearson Tipe III.

4.3.4 Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorof

(32)
[image:32.595.113.533.104.351.2]

Tabel 4.13 Uji Smirnov-Kolmogorov dengan Distribusi Log Pearson Tipe III

Tahun Xi (mm) m P= P(x<)=1-P k= P'(x) D=

m/(n+1) (xi-x)/Sd P'(x)-P(x<)

2008 304 1 0,091 0,909 1,309 0,9501 0,041

2006 294 2 0,182 0,818 1,167 0,9453 0,127

2003 264 3 0,273 0,727 0,739 0,7679 0,041

2007 254 4 0,364 0,636 0,596 0,7180 0,082

2004 251 5 0,455 0,545 0,553 0,7030 0,158

2011 177 6 0,545 0,455 -0,502 0,3075 -0,148

2009 168 7 0,636 0,364 -0,630 0,2604 -0,104

2010 167 8 0,727 0,273 -0,645 0,2546 -0,018

2012 149 9 0,818 0,182 -0,901 0,1898 0,008

2005 94 10 0,909 0,091 -1,686 0,0893 -0,002

Rata-rata(x) 212,2 Δ maks = 0,158

Stan.

70,12 Δ kritis = 0,41

Deviasi

Dari perhitungan nilai D pada Tabel 4.13 di atas menunjukkan nilai maks = 0,158 dengan data pada peringkat m = 5. Dengan menggunakan Tabel untuk derajat kepercayaan 5%, maka diperoleh kritis = 0,41. Karena nilai

maks lebih kecil dari kritis (0,158 < 0,41), maka persamaan distribusi yang

diperoleh dapat diterima.

Setelah dilakukan uji keselarasan pada persamaan distribusi Log Pearson Tipe III dan sudah dapat mewakili distribusi statistic sampel data yang dianalisis, maka perhitungan curah hujan rencana pada penelitian ini menggunakan metode Log Pearson Tipe III.

Rumus Log Pearson Tipe III:

Log XT = LogX + K* Sd

Dimana Log XT = Nilai logaritma curah huajn dengan periode ulang tertentu,

LogX = Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd =Standar deviasi, dan K =

(33)

Perhitungan curah hujan rencana dengan metode Log Pearson Tipe III dihitung menggunakan parameter-parameter statistik yang diambil dari perhitungan sebelumnya.

Contoh Perhitungan PUH (Periode Ulang Hujan) 2 Tahun:

LogX = 2,302 (Tabel 4.7)

Sd = 0,164 (Tabel 4.8) Cs = -1,327 (Tabel 4.8)

Harga K tergantung nilai Cs yang sudah didapat. Dengan periode ulang 2 tahun K = 0,214 (hasil interpolasi)

Log XT = LogX + K* Sd = 2,302 + 0,214*0,164 = 2,337 XT = arc ln 2,337 = 217,318

Perhitungan curah hujan rencana dengan metode Log Pearson Tipe III

dengan PUH 2 s.d 100 tahun tertentu dapat dilihat pada Tabel 4. 14.

Tabel 4.14 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson Tipe III

T LogX Cs K Sd Log XT Rt

2 2,302 -1,327 0,214 0,164 2,337 217,318

5 2,302 -1,327 0,836 0,164 2,439 274,789

10 2,302 -1,327 1,057 0,164 2,475 298,538

25 2,302 -1,327 1,228 0,164 2,503 318,420

50 2,302 -1,327 1,310 0,164 2,517 328,852

100 2,302 -1,327 1,366 0,164 2,526 335,738

Sumber: Hasil perhitungan

4.3.5 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan (I) menyatakan besanyan curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan perjam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metode sebagai berikut:

1. Metode Van Breen

Metode ini menggunakan persamaan sebagai berikut:

T 2 T T

T

R 31 , 0 t

(34)

Dimana IT = Intensitas hujan (mm/jam) pada Periode Ulang Hujan (PUH) selama waktu hujan (t), t = durasi waktu hujan (menit), dan RT = Curah hujan harian maksimum PUH tahunan (mm/24 jam).

[image:34.595.115.502.228.443.2]

Hasil perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Van Breen

Durasi (menit)

Intensitas Curah Hujan (mm/hari)

PUH 2 PUH 5 PUH 10 PUH 25 PUH 50 PUH 100

217,318 274,789 298,538 318,42 328,852 335,738 5 166,727 170,397 171,660 172,639 173,128 173,442 10 155,952 161,446 163,291 164,699 165,395 165,841 20 138,102 146,097 148,782 150,825 151,832 152,475 30 123,918 133,413 136,641 139,106 140,325 141,103 50 102,802 113,675 117,470 120,398 121,854 122,787 60 94,731 105,846 109,769 112,812 114,330 115,304 80 81,875 93,030 97,046 100,187 101,762 102,776 120 64,396 74,894 78,782 81,864 83,422 84,430

Sumber: Hasil perhitungan

Contoh perhitungan Intensitas curah hujan berdasarkan metode Van Breen dengan durasi 5 menit dan PUH 2 tahun:

menit / mm 727 , 166 318 , 217 * 31 , 0 5 318 , 217 * 007 , 0 318 , 217 * 54 R 31 , 0 t R 007 , 0 R 54 I 2 T 2 T T T

2. Metode Hasper Der Weduwen

(35)

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian dihitung intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:

t

R

I

Dimana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

[image:35.595.111.517.271.741.2]

Hasil perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Hasper Der Weduwen dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini.

Tabel 4.16 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Hasper Der Weduwen

PUH

(Tahun)

Durasi

(Menit)

Durasi

(Jam)

Xt

(mm/hari)

Rt

(mm)

R

(mm)

I

(mm/jam)

2

5 0,083

217,318

110,559 65,668 791,184

10 0,167 142,176 83,361 499,169

20 0,333 175,679 100,499 301,797

30 0,500 193,487 108,103 216,205

50 0,833 211,909 113,299 136,013

60 1,000 217,318 113,812 113,812

80 1,333 224,599 113,141 84,877

120 2,000 232,572 109,260 54,630

5

5 0,083

274,789

119,192 70,796 852,965

10 0,167 160,273 93,972 562,709

20 0,333 208,106 119,049 357,505

30 0,500 235,566 131,612 263,225

50 0,833 265,624 142,018 170,489

60 1,000 274,789 143,910 143,910

(36)

120 2,000 301,525 141,654 70,827

10

5 0,083

298,538

122,059 72,499 873,482

10 0,167 166,655 97,714 585,114

20 0,333 220,341 126,048 378,522

30 0,500 252,055 140,825 281,650

50 0,833 287,549 153,740 184,562

60 1,000 298,538 156,347 156,347

80 1,333 313,768 158,060 118,575

120 2,000 331,050 155,524 77,762

25

5 0,083

318,420

124,218 73,781 888,930

10 0,167 171,590 100,608 602,443

20 0,333 230,114 131,639 395,312

30 0,500 265,480 148,326 296,652

50 0,833 305,784 163,490 196,266

60 1,000 318,420 166,760 166,760

80 1,333 336,059 169,289 126,998

120 2,000 356,251 167,363 83,682

50

5 0,083

328,852

125,273 74,408 896,482

10 0,167 174,046 102,048 611,063

20 0,333 235,081 134,480 403,845

30 0,500 272,391 152,187 304,374

50 0,833 315,308 168,582 202,379

(37)

80 1,333 347,829 175,218 131,446

120 2,000 369,655 173,661 86,830

100

5 0,083

335,738

125,943 74,806 901,275

10 0,167 175,619 102,970 616,587

20 0,333 238,301 136,322 409,376

30 0,500 276,904 154,708 309,417

50 0,833 321,579 171,935 206,404

60 1,000 335,738 175,829 175,829

80 1,333 355,626 179,146 134,393

120 2,000 378,573 177,850 88,925

Keterangan: Xt = Curah hujan harian maksimum

Rt, R = Curah hujan menurut Hasper Der Weduwen I = Intensitas hujan

Untuk lebih jelas dapat dilihat contoh perhitungan intensitas curah hujan berdasrkan metode Hasper Der Weduwen dengan durasi 5 menit dan periode ulang 2 tahun berikut ini.

mm 559 , 110 083 , 0 * 1272 ) 083 , 0 1 ( * 318 , 217 54 083 , 0 * 1218 318 , 217 t 1272 ) t 1 ( X 54 t 1218 X R t t t mm 668 , 65 100 559 , 110 12 , 3 083 , 0 11300 100 Rt 12 , 3 t 11300 R jam / mm 184 , 791 083 , 0 668 , 65 t R I

(38)

Metode-metode tersebut merupakan yang paling umum digunakan di Indonesia. Hasil dari intensitas curah hujan nantinya akan digunakan untuk menghitung debit banjir kawasan permukiman dan debit maksimum air hujan ke dalam sumur resapan.

4.3.6 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Lagkah terakhir untuk menghitung intensitas curah hujan adalah memilih metode perhitungan intensitas curah hujan yang akan digunakan. Pemilihan ini dimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas curah hujan untuk daerah penelitian, dimana hal ini dapat dilakukan dengan uji kecocokan melalui metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro.

Tahap perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Menentukan minimal 7 jenis lamanya curah hujan t (menit), pada penelitian ini menggunakan 8 jenis lamanya curah hujan yaitu 5, 10, 20, 30, 60, 80, dan 120 menit.

b) Menggunakan harga-harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas curah hujan untuk periode ulang tahun tertentu (disesuaikan dengan perhitungan debit puncak rencana).

c) Menggunakan harga t yang sama untuk menentukan tetapan-tetapan dengan cara kuadrat terkecil.

Perhitungan tetapan-tetapan untuk setiap rumus intensitas curah hujan adalah sebagai berikut:

1. Metode Sherman (1953)

(39)

2 n 1 i n 1 i 2 n 1 i n 1 i n 1 i t log t log n i log t log n t log i log b

2. Metode Ishiguro (1905)

b t a I 2 n 1 j n 1 j 2 n 1 j n 1 j n 1 j n 1 j 2 2 i i n i t . i i t i a 2 n 1 j n 1 j 2 n 1 j n 1 j n 1 j 2

i

i

n

t

.

i

n

t

i

i

b

3. Metode Talbot (1881)

(40)

Dimana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a dan b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

(41)

Tabel 4.17 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH 5 Tahun

No t I I.t I2 I2 x t Log t Log I Log t x

Log I

(Log

I)2 t I x t I

2

x t (Log t)2

1 5 170,397 851,985 29035,138 145175,688 0,699 2,231 1,560 4,979 2,236 381,019 64924,541 0,489 2 10 161,446 1614,460 26064,811 260648,109 1,000 2,208 2,208 4,875 3,162 510,537 82424,169 1,000 3 20 146,097 2921,940 21344,333 426886,668 1,301 2,165 2,816 4,686 4,472 653,366 95454,761 1,693 4 30 133,413 4002,390 17799,029 533970,857 1,477 2,125 3,139 4,516 5,477 730,733 97489,294 2,182 5 50 113,675 5683,750 12922,006 646100,281 1,699 2,056 3,493 4,226 7,071 803,804 91372,378 2,886 6 60 105,846 6350,760 11203,376 672202,543 1,778 2,025 3,600 4,099 7,746 819,880 86780,975 3,162 7 80 93,030 7442,400 8654,581 692366,472 1,903 1,969 3,746 3,875 8,944 832,086 77408,925 3,622 8 120 74,894 8987,280 5609,111 673093,348 2,079 1,874 3,897 3,514 10,954 820,423 61444,735 4,323 Jumlah 998,798 37854,965 132632,384 4050443,967 11,937 16,653 24,460 34,771 50,063 5551,847 657299,779 19,356

Sumber: Hasil perhitungan

Tabel 4.18 Variabel Paersamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro

Variabel Talbot Ishiguro Sherman Anti Log Ishiguro a 15367,065 1160,308 2,457 286,418

b 85,184 4,519 0,251

(42)
[image:42.842.87.793.103.329.2]

Tabel 4.19 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Metode Hasper dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH 5 Tahun

No t I I.t I

2

I2 x t Log t Log I Log t x Log I

(Log

I) 2 t I x t I 2

x t (Log t)2

1 5 852,965 4264,825 727549,291 3637746,456 0,699 2,931 2,049 8,590 2,236 1907,288 1626849,67

2 0,489

2 10 562,709 5627,090 316641,419 3166414,187 1,000 2,750 2,750 7,564 3,162 1779,442 1001308,08

5 1,000

3 20 357,505 7150,100 127809,825 2556196,501 1,301 2,553 3,322 6,519 4,472 1598,811 571582,914 1,693 4 30 263,225 7896,750 69287,401 2078622,019 1,477 2,420 3,575 5,858 5,477 1441,743 379502,723 2,182 5 50 170,489 8524,450 29066,499 1453324,956 1,699 2,232 3,792 4,980 7,071 1205,539 205531,186 2,886 6 60 143,91 8634,600 20710,088 1242605,286 1,778 2,158 3,837 4,657 7,746 1114,722 160419,653 3,162 7 80 108,604 8688,320 11794,829 943586,305 1,903 2,036 3,874 4,145 8,944 971,384 105496,156 3,622

8 120 70,827 8499,240 5016,464 601975,671 2,079 1,850 3,847 3,423 10,95

4 775,871 54952,609 4,323

Jumlah 2530,234 59285,375 1307875,81 6

15680471,38 1

11,93 7

18,93

1 27,046

45,73 7

50,06 3

10794,79 9

4105642,99 7

19,35 6

Sumber: Hasil perhitungan

Tabel 4.20 Variabel Paersamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro

Variabel Talbot Ishiguro Sherman Anti Log Ishiguro a 9323,657 346,989 3,524 3341,950 b 6,048 -1,362 0,776

[image:42.842.264.577.370.429.2]
(43)

Setelah didapat variabel persamaan untuk masing-masing persamaan maka dilakukan uji kecocokan terhadap metode intensitas curah hujan dengan menghitung selisih terkecil pada masing-masing metode. Nilai data yang dihasilkan oleh persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro dibandingkan dengan nilai intensitas persamaan Van Breen dan Hasper Der Weduwen.

[image:43.595.69.560.291.547.2]

Tabel 4.21 berikut ini menunjukkan selisih intensitas curah hujan metode Van Breen berdasarkan variable persamaan yang diperoleh dari tabel 4.18.

Tabel 4.21 Selisih Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun

No. t (menit) V.Breen (mm/jam) Talbot (mm/jam) Selisih (mm/jam) Ishiguro (mm/jam) Selisih (mm/jam) Sherman (mm/jam) Selisih (mm/jam)

1 5 170,397 170,397 0,000 171,769 1,372 191,231 20,834

2 10 161,446 161,446 0,000 151,057 -10,389 160,694 -0,752 3 20 146,097 146,097 0,000 129,050 -17,047 135,034 -11,063

4 30 133,413 133,413 0,000 116,075 -17,338 121,967 -11,446

5 50 113,675 113,675 0,000 100,112 -13,563 107,290 -6,385

6 60 105,846 105,845 0,000 94,603 -11,243 102,491 -3,355 7 80 93,030 93,030 0,000 86,183 -6,847 95,351 2,321

8 120 74,894 74,894 0,000 74,987 0,093 86,124 11,230

Jumlah 0,000 -74,962 1,384

Rata-rata 0,000 -9,370 0,173

Sumber: Hasil perhitungan

Perrhitungan metode Talbot:

jam / mm 397 , 170 184 , 85 5 065 , 15367 b t a I

Perhitunngan metode Ishiguro:

(44)

Perhitungan metode Sherman:

jam / mm 231 , 192 5

418 , 286 t

a

I b 0,251

[image:44.595.121.500.209.420.2]

Grafik Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun ditunjukkan Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Grafik Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Ishiguro, dan Sherman PUH 5 Tahun

Sedangkan Tabel 4.22 berikut menunjukkan selisih intensitas curah hujan metode Hasper Der Weduwen berdasarkan variabel persamaan yang diperoleh dari Tabel 4.20.

.

0 200 400 600 800 1000 1200

0 20 40 60 80 100 120 140

Inte

ns

it

a

s

H

uja

n (

m

m

/j

a

m

)

Durasi Hujan (menit)

(45)
[image:45.595.70.560.127.389.2]

Tabel 4.22 Selisih Intensitas Hujan Metode Hasper dengan Metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun

No. t (menit) Hasper (mm/jam) Talbot (mm/jam) Selisih (mm/jam) Ishiguro (mm/jam) Selisih (mm/jam) Sherman (mm/jam) Selisih (mm/jam)

1 5 852,965 843,923 -9,042 396,982 -455,983 958,516 105,551

2 10 562,709 580,986 18,277 192,742 -369,967 559,758 -2,951

3 20 357,505 357,941 0,436 111,567 -245,938 326,889 -30,616

4 30 263,225 258,646 -4,579 84,318 -178,907 238,646 -24,579

5 50 170,489 166,351 -4,138 60,779 -109,710 160,546 -9,943 6 60 143,91 141,165 -2,745 54,353 -89,557 139,365 -4,545

7 80 108,604 108,354 -0,250 45,763 -62,841 111,481 2,877

8 120 70,827 73,969 3,142 36,173 -34,654 81,387 10,560

Jumlah 1,101

-1547,557 46,354

Rata-rata 0,138 -193,445 5,794

Sumber: Hasil perhitungan

Perrhitungan metode Talbot:

jam / mm 923 , 843 048 , 6 5 657 , 9323 b t a I

Perhitunngan metode Ishiguro:

jam / mm 982 , 396 ) 362 , 1 ( 5 989 , 346 b t a I

Perhitungan metode Sherman:

jam / mm 518 , 958 5 950 , 3341 t a

I b 0,776

(46)
[image:46.595.130.500.91.297.2]

Gambar 4.8 Grafik Intensitas Hujan Metode Hasper dengan Metode Talbot, Ishiguro, dan Sherman PUH 5 Tahun

Hasil perhitungan uji kecocokan pada perhitungan menunjukkan bahwa

dengan memakai metode kuadrat terkecil (least square) dihasilkan intensitas hujan metode Van Breen menggunakan persamaan pola Talbot memiliki selisih

terkecil. Melalui analisis tersebut dapat diketahui intensitas curah hujan untuk daerah perencanaan seperti ditunjukkan pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Intensitas Curah Hujan untuk PUH Berdasarkan Metode Van Breen dengan Pola Talbot

Durasi (menit)

Intensitas Curah Hujan (mm/hari)

PUH 2 PUH 5 PUH 10 PUH 25 PUH 50 PUH 100

217,318 274,789 298,538 318,42 328,852 335,738 5 166,727 170,397 171,660 172,639 173,128 173,442 10 155,952 161,446 163,291 164,699 165,395 165,841 20 138,102 146,097 148,782 150,825 151,832 152,475 30 123,918 133,413 136,641 139,106 140,325 141,103 50 102,802 113,675 117,470 120,398 121,854 122,787 60 94,731 105,846 109,769 112,812 114,330 115,304 80 81,875 93,030 97,046 100,187 101,762 102,776 120 64,396 74,894 78,782 81,864 83,422 84,430

0 200 400 600 800 1000 1200

0 20 40 60 80 100 120 140

Inte

ns

it

a

s

H

uja

n (

m

m

/j

a

m

)

Durasi Hujan (menit)

[image:46.595.109.519.522.734.2]
(47)
[image:47.595.112.513.227.534.2]

Setelah analisis intensitas curah hujan dilakukan, maka kemudian digambarkan kedalam kurva IDF (Kurva Frekuensi Intensitas). Kurva IDF menggambarkan persamaan-persamaan intensitas curah hujan wilayah perencanaan yang digunakan untuk perhitungan debit banjir dengan metode rasional. Pada Gambar 4.9 adalah kurva IDF intensitas hujan wilayah Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.

Gambar 4.9 Kurva IDF Daerah Perencanaan

Dari perhitungan sebelumnya, diambil intensitas hujan pada PUH 5 tahun adalah 170,397 mm/jam ≈ 17,04 cm/jam, sedangkan nilai laju infiltrasi pada lokasi studi adalah 17,4 cm/jam. Maka nilai laju infiltrasi lebih besar dari intensitas hujan, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumur resapan yang akan direncanakan terbukti memenuhi persyaratan dalam mempercepat infiltrasi.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

0 20 40 60 80 100 120 140

Inte

ns

it

a

s

H

uja

n (

m

m

/j

a

m

)

Durasi Hujan (menit)

(48)

4.4 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah:

Kondisi hujan

Luas dan bentuk daerah pengaliran

Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai

Daya infiltrasi dan perkolasi tanah

Kebasahan tanah

Suhu udara dan angin serta evaporasi

Tata guna lahan

Berdasarkan keadaan di atas maka besarnya angka koefisien pengaliran pada suatu daerah adalah:

Tabel 4.24 Koefisien Pengaliran (C )

Keadaan Daerah Pengaliran Koefisien

Tidak begitu rapat (20 rumah/ha) 0,250 – 0,400

Kerapatan sedang (20-60 rumah/ha) 0,400 – 0,700

Sangat rapat (60-160 rumah/ha) 0,700 – 0,800 Taman dan daerah rekreasi 0,201 – 0,300

Daerah industri 0,801 – 0,900

Daerah perniagaan 0,901 – 0,950

Sumber: Soewarno, 1991

(49)

4.5 Perencanaan Sumur Resapan

Perencanaan sumur resapan yang akan dibuat harus sesuai dengan persyaratan teknis secara umum maupun secara khusus berdasarkan SNI No. 03-2459-2002. Oleh karena itu dalam penelitian ini proses analisis dilakukan terhadap penentuan dimensi sumur resapan, sehingga perencanaan sumur resapan harus mengacu berdasarkan hasil analisis. Dalam perenelitian ini data keadaan asli yang dijadikan acuan adalah data yang didapat dari lokasi penelitian yang sudah pernah dilakukan analisis dan pengamatan sebelumnya, yaitu:

1) Kedalaman muka air tanah memenuhi persyaratan yaitu 3,50 m > 1,5 m pada musim hujan (kedalaman muka air tanah diketahui berdasarkan sumur air bersih penduduk di lokasi studi).

2) Struktur tanah pada lokasi penelitian mempunyai nilai koefisien permeabilitas

tanah 3,49 cm/jam ≥ 2,0 cm/jam.

[image:49.595.129.533.456.591.2]

3) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat pada Tabel 4.25 berikut ini berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian.

Tabel 4.25 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan terhadap Bangunan

No. Jenis Bangunan Jarak min. dari sumur

resapan air hujan (m)

Jarak dari sumur

resapan (m)

Keterangan

1. Sumur air bersih 3 6 Memenuhi

2. Pondasi Bangunan 1 1,5 Memenuhi

3. Septi tank 5 5 Memenuhi

Sumber: Hasil pengamatan

4) Data-data dalam perhitungan debit banjir di kawasan permukiman Kelurahan Hutatoruan VII, Kecamatan Tarutung, antara lain:

 Luas total area permukiman (A) = 1.100.000 m2 = 110 Ha

Koefisien pengaliran yang dipakai c = 0,500

 Luas 1 unit area rumah penduduk (A) = 120 m2 = 12 x 10-3 Ha

(50)

Atap (Aa) = 50 m2, dimana ca≈ 0,95 Koefisien pengaliran rata-rata 1 rumah:

45 , 0 120 95 , 0 x 50 1 , 0 x 70 A C x A C x A A A C C a a h h

 Intensitas curah hujan PUH 5 tahun berdasarkan kombinasi metode Van

Breen dengan metode Talbot:

Intensitas curah hujan (I) = 74,894 mm/jam Durasi hujan dominan (t) = 2 jam = 7200 detik

 Koefisien permeabilitas tanah (K) = 9,704 x 10-4 cm/detik

 Laju Infiltrasi tanah (f) = 17,40 cm/jam

Dari data-data tersebut, debit banjir dengan berbagai kondisi dapat dihitung dengan metode rasional sebagai berikut:

Debit banjir total area permukiman tanpa sumur resapan:

/det m 11,45 110 74,894 0,50 0,00278 A I C Kc Q 3 all

Debit banjir yang dihasilkan 1 rumah tanpa sumur resapan:

/det m 10 124 , 1 10 x 12 74,894 0,45 0,00278 A I C Kc Q 3 3 3 -rumah x

(51)

lainnya tidak diperhitungkan peresapannya, karena bila dialirkan ke dalam sumur maka partikel tanah akan masuk ke dalam sumur sehingga akan mengganggu fungsi sumur resapan itu sendiri.

Dengan analisis teoritis menggunakan persamaan Sunjoto (2011) untuk dimensi sumur resapan, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Debit air masuk (Qi) dari atap menggunakan metode rasional:

/det m 10 99 , 0 10 x 5 74,894 0,95 0,00278 A I C Kc Q 3 3 3 -masuk x

Jenis sumur kosong tampang lingkaran:

2 R FKT

e

1

FK

Qi

H

Diameter sumur rencana (D) = 1,5 m, maka jari-jari sumur rencana (R) = 0,75 m

Faktor geometrik = 5,5 . R

= 5,5 . (0,75) = 4,125 m

Maka Tinggi sumur resapan (H):

2 R π FKT

e

1

FK

Qi

H

2 0,75 π 7200 4 0.00000970 4,125

e

1

4

0.00000970

4,125

0.00099

H

m 0 , 3 H

Debit resapan air hujan yang masuk kedalam sumur resapan:

(52)

Dimana Qresapan = Debit air hujan dari atap yang meresap (m3/detik), F = Faktor geometrik = 5,5 R = 4,125, K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), dan H = Tinggi sumur resapan (m).

Maka: /det m 10 x 0,12 10 x 0 , 3 x 9,704 x 4,125 H K F Q 3 3 6 resapan

Debit yang tereduksi/tertampung:

/det m 10 x 0,87 10 x 0,12 10 x 0,99 Q Q Q 3 3 3 3 resapan masuk

t ert ampung

Kapasitas sumur resapan (V) dengan tampang lingkaran:

Jari-jari sumur rencana (R) = 0,75 m Kedalaman sumur resapan = 3,0 m

V = Luas alas x Kedalaman sumur resapan

= πR2 xH

= (0,75)2 x 3,0 = 5,30 m3

Waktu (T) yang diperlukan untuk pengisian sumur resapan:

jam 1,7 det 6091,954 /det m 0,00087 m 5,30 g Qtertampun V T 3 3

(53)

penuh dengan kedalaman muka air tanah > kedalaman sumur resapan (3,50 m > 3,00 m) dan setelah itu air akan keluar dari sumur menuju saluran drainase perumahan, sehingga untuk sekitar 1.256 unit rumah dapat mengisi air tanah sebesar 6.656,8 m3 atau 6.656.800 liter.

4.6 Pengurangan Debit Banjir akibat Sumur Resapan

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka untuk setiap unit rumah di Kelurahan Hutatoruan VII, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara dapat mereduksi banjir yang masuk ke dalam sumur resapan akibat limpasan air hujan sebesar 0,99 x 10-3 m3/detik atau 0,99 liter/detik dengan estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase selama 1,7 jam. Efisiensi

debit banjir banjir 1 unit rumah adalah:

% 88,08 100 x /det m 10 x 1,124 /det m 10 x 0,99 100 x Q Banjir Debit Q Masuk Debit rumah unit 1 η Banjir Debit Efisiensi 3 3 3 3 rumah i banjir

Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Debit Banjir 1 Unit Rumah di Lokasi Studi

Terjadi pengurangan debit banjir sebesar 88,08% dari total debit banjir akibat limpasan air hujan yang dihasilkan 1 unit rumah dengan sumur resapan

yang ditunjukkan pada Gambar 4.10. Oleh karena itu, untuk 1.256 unit rumah dapat mereduksi debit banjir 1243,44 x 10-3 m3/detik, sedangkan efisiensi debit

banjir banjir total kawasan permukiman adalah:

(54)

% 10,86 100 x /det m 11,45 /det m 10 x 1243,44 100 x Q Banjir Debit 1256 Q Masuk Debit Total η Banjir Debit Efisiensi 3 3 3 all i banjir rumah unit x

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Debit Banjir Total di Lokasi Studi

[image:54.595.139.502.84.321.2]

Pada perhitungan sebelumnya, total debit banjir tanpa sumur resapan pada kawasan perumahan tersebut sebesar 11,45 m3/detik dimana intensitas curah hujan PUH 5 tahun selama 2 jam. Dengan adanya sumur resapan berkurang menjadi 10,2146 m3/detik atau terjadi pengurangan debit banjir (Gambar 4.11) sebesar 10,86% dari total debit banjir akibat limpasan air hujan yang mengalir ke saluran drainase. Nilai Efisiensi debit banjir yang berkurang pada kawasan perumahan tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.26.

Tabel 4.26 Efisiensi Debit Banjir Menggunakan Sumur Resapan (PUH 5 Tahun)

Debit (Q) m3

/detik Efisiensi Debit Banjir (%)

Q Banjir Total Perumahan 11,450000 10,86

Q Sumur Resapan Total 1,243440

Q Banjir 1 Unit Rumah 0,001124 88,08

Q Sumur Resapan 0,000990

Sumber: Hasil perhitungan

Berikut disajikan Tabel 4.27 dan Gambar 4.12 tentang debit banjir tanpa sumur resapan dan memakai sumur resapan dengan PUH 2 s/d 100 tahun:

10,86%

(55)
[image:55.595.108.528.136.490.2]

Tabel 4.27 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH)

Q Banjir (m3/detik)

Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

PUH 2 PUH 5 PUH 10 PUH 25 PUH 50 PUH 100

64,396 74,894 78,782 81,864 83,422 84,430 Tanpa Sumur

Resapan

9,8500

11,4500 12,0458 12,5170 12,7552 12,9093

Sumur Resapan

8,7862

10,2146 10,7448 11,1652 11,3777 11,5151

Sumber: Hasil perhitungan

Gambar 4.12 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH)

4.7 Spesifikasi Perencanaan Sumur Resapan

Sumur resapan yang akan direncanakan nantinya adalah sumur resapan dangkal dengan tampang lingkaran dan menggunakan talang air hujan yang dibuat pada masing-masing rumah. Berdasarkan analisis, dimensi sumur resapan ditentukan pada kedalaman 3,0 m berdiameter 1,5 m. Untuk merencanakan sumur resapan yang baik ada bebrapa spesifikasi yang perlu diperhatikan, yaitu:

9,8500

11,4513 12,0458

12,5170 12,7552 12,9093

8,7862

10,2146

10,7448 11,1652 11,3777 11,5151

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0

PUH 2 PUH 5 PUH 10 PUH 25 PUH 50 PUH 100

Q

(

m

3/det

ik

)

Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

[image:55.595.116.513.321.560.2]
(56)

1. Penutup Sumur

Pada bagian atas dibuat penutup dari beton bertulang setebal 10 cm, yang bagian atasnya ditimbun dengan tanah yang dipadatkan setebal 15 cm. Untuk penutup sumur dapat dipilih berbagai bahan diantaranya:

a) Pelat beton bertulang dengan tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil (1pc : 2ps :3kr).

b) Pelat tidak bertulang dengan tebal 10 cm dengan perbandingan campuran yang sama, berbentuk cubung dan tidak diberi beban di atasnya atau Ferocement (setebal 10 cm)

2. Dinding Sumur Resapan

Untuk konstruksi sumur resapan, dinding konstruksi direncanakan dari bahan batu bata yang disusun dan diberi rongga agar dapat lebih cepat meresap ke dalam tanah atau dapat juga terbuat dari buis beton dengan diameter 100 cm. Dinding sumur bagian atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir (1pc : 4 ps) diplester dan

diaci semen.

3. Pengisi Sumur Resapan

Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu disusun berongga yang berfungsi sebagai media penahan agar dinding sumur tidak tergerus dan sebagai media penyaring air hujan sebelum diresapkan ke tanah.

4. Saluran Air Hujan

(57)
[image:57.595.131.452.142.596.2]

Skema perencanaan sumur resapan dapat dilihat pada Gambar 4.13 berikut ini.

(58)

4.8 Analisis Debit Banjir Rencana Dan Pengaruh Penerapan Sumur

Resapan Terhadap Kapasitas Sungai Aek Ristop Di Kelurahan

Hutatoruan VII

1. Total Debit Banjir yang Ditampung Oleh Sumur Resapan:

Sebagaimana telah diuraikan di muka, debit banjir yang mampu ditampung oleh sumur resapan adalah 0,73x10-3 m3/detik. Total rumah yang ada di kawasan permukiman Kelurahan Hutatoruan VII, Kec. Tarutung tersebut adalah 1.256 rumah. Sehingga total debit banjir yang ditampung oleh sumur resapan pada kawasan permukiman tersebut adalah: /det m 1,623 1256 10 x 0,87 Q 3 3 resapan sumur rembesan

2. Analisis Debit Banjir Rencana Output

Debit Banjir rencana (input) di kawasan permukiman di Kelurahan

Hutatoruan VII, Kec. Tarutung seluas 110 Ha ditetapkan dengan PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun adalah:

/det m 11,45 Qr 1,1 74,894 0,50 0,278 Qr A I C 0,278 Qr 3 in in in

Debit banjir rencana (output) merupakan debit banjir rencana (input)

dikurangi debit rembesan. Debit banjir rencana (output) di lokasi kelurahan Hutatoruan VII:

/det m 9,827 1,623 45 , 11 Q Qr Qr 3 resapan sumur rembesan in out

3. Perhitungan Kapasitas Sungai Aek Ristop

(59)

terdapat sebuah sungai, yaitu Sungai Aek Ristop. Sungai ini mengalir sepanjang 2,1 Km kawasan permukiman di Kelurahan tersebut. Lebar dan ketinggian rata-rata dasar sungai sampai ke permukaan masing masing adalah 3,0 m dan 2,2 m.

Kapasitas sungai Aek ristop (kondisi air meluap) yang mengalir di sepanjang Kelurahan Hutatoruan VII tersebut adalah:

3 m 13.860 2,2 3,0 2100 V H B L V

Sedangkan kapasitas sumur resapan: Jari-jari sumur rencana (R) = 0,75 m Kedalaman sumur resapan = 3,0 m

V = Luas alas x Kedalaman sumur resapan

= πR2 xH

= (0,75)2 x 3,0 = 5,30 m3

Sehingga kapasitas total sumur resa

Gambar

Tabel 4.11  Pengurutan data hujan dari besar ke kecil
Tabel 4.13  Uji Smirnov-Kolmogorov dengan Distribusi Log Pearson Tipe III
Tabel 4.15  Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Van Breen
Tabel 4.16 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Hasper Der Weduwen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu dilakukan penataan air dengan menggunakan saluran drainase dan sumur resapan, sehingga meminimalkan terjadinya banjir akibat curah hujan yang tinggi, dan

intensitas curah hujan yang dihasilkan semakin besar, sehingga jika perencanaan sumur resapan menggunakan periode ulang yang besar maka menghasilkan sumur resapan

Penggunaan sumur resapan pada tipe rumah kecil menggunakan analisis intensitas hujan metode IDF Mononobe memberikan hasil kedalaman efektif 1,06 meter sedangkan pola distribusi ABM

21 Selisih Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 tahun ....115.

Intensitas curah hujan di daerah penelitian sebesar 98,64 mm/jam. Nilai intensitas curah hujan digunakan dalam perhitungan debit air yang masuk ke areal bukaan

Sasaran kegiatan Pembangunan Drainase Vertikal di Wilayah DKI Jakarta Tahap I adalah tersedianya pengelolaan air hujan yang mampu menyalurkan dan menampung curah hujan ke dalam sebuah

Adapun metode yang digunakan yaitu metode Polygon Thiessen yang dirumuskan sebagai berikut : Dimana : R = curah hujan rerata tahunan mm R1,R2,Rn = curahn hujan rerata tahunan ditiap

Besama-sama dengan intensitas curah curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu akan dapat dihitung besarnya debit aliran yang terjadi di kawasan pemukiman Urimessing Kota