KEBIJAKAN REDAKSIONAL INDOSIAR PADA
PROGRAM PATROLI
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
AYU AMELIA
NIM : 109051100020
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PATROLI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwatr Dan Ihnu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
0leh
AYU
AMELIA
NIM:
109051100020NIP : 197506062007 101001
KONSENTRASI
JLIRNALISTIK
FAKULTAS
ILMU
DAKWAH DAN
ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLA]\{ NEGERI
SYARTF
HTDAYATULLAII
JAKARTA
PENGESAHAI{ PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEBIJKAN REDAKSIONAL INDOSIAR PADA PROGRAM PATROLI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jal<arta pada 15 Januari2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S.Kom.I.) pada program Studi Konsentrasi Jurnalistik.
Jal<arta, l5 Januari 2014 Sidang Munaqlasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
822r99803200t
Anggota
NIP: 19750 6062007 101 00 I
Ade Rina Farida. M.Si NIP: 1 977 05 132007 0120 t B
Penguji
II
NIP: 1 97 105201999032002
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar srata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 24 Desember 2013
iii
ABSTRAK Ayu Amelia
109051100020
Kebijakan Redaksional Indosiar pada Program Patroli
Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa, terutama media cetak, terhadap masalah aktual yang sedang berkembang, yang biasanya dituangkan dalam bentuk tajuk rencana. Dalam sebuah program berita pasti memiliki kebijakan redaksi karena Kebijakan redaksi itu penting untuk menyikapi suatu peristiwa karena dalam dunia pemberitaan yang penting bukan saja peristiwa, tetapi juga sikap terhadap peristiwa itu sendiri. Kalau suatu media massa tidak memiliki kebijakan redaksi, maka dapat dipastikan beritanya tidak akan konsisten, karena ia tidak mempuyai pendirian dalam memberitakan suatu peristiwa, ia menjadi keranjang sampah yang memuat apa saja. Dan kebijakan redaksi yang dimaksud disini adalah kebijakan redaksi dalam penayangan program berita Patroli.
Merujuk pada pernyataan diatas. Peneliti melakukan penelitian di stasiun televisi Indosiar dan mengkhususkannya pada program Patroli. Dan merumuskan pertanyaan sebagai berikut. Seperti apa konsep berita pada program Patroli? Dan bagaimana kebijakan redaksi Indosiar terhadap penayangan program Patroli? Patroli lebih dikenal sebagai tayangan berita kriminal. Berita kriminal atau kekerasan boleh jadi berdampal negatif bagi penonton. Namun, ada pakar yang berpendapat, tayangan kekarasan yang disajikan televisi bisa menjadi katarsis atau penyaluran hasrat agresif dalam diri manusia sehingga justru menjadikan penonton tidak melakukan kekerasan. Menurut teori katarsis itu, dengan menonton kekerasan di media massa, hasrat agresif pemirsa sudah tersalurkan sehingga mereka tak perlu lagi melakukan kekerasan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif. Dimana penulis ingin mengetahui bagaimana konsep berita pada program Patroli dan bagaimana kebijakan redaksi Indosiar sendiri terhadap penayangan Program Patroli dari hasil wawancara dengan eksekutif produser program Patroli yaitu Fitri Diani. Dan penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran. Gambaran ini bisa berupa dokumentasi atau video cuplikan berita Patroli.
iv
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kebijakan Redaksional Indosiar pada
Program Patroli” yang merupakan bagian dari tugas penulis sebagai akademisi di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya pada program studi
Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula shalawat
beserta salam yang tak henti-henti dan selalu tercurah limpahkan kehadirat
baginda besar kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari
jaman jahiliyah hingga jaman yang intelektualitas dan modern seperti sekarang
ini.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak yang selama ini telah banyak sekali membantu penulis dalam
menyelesaikanskripsi ini sampai akhir. Sebagai bentuk penghargaan yang tak
terhingga kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
merampungkan skripsi ini,maka izinkanlah penulis mengungkapkan ucapan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. H. Arief Subhan, MA, Wakil Dekan I
Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan,
v
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik Rubiyanah, MA serta Sekretaris Konsentrasi
Jurnalistik Ade Rina Farida, M.Si yang telah banyak meluangkan waktunya
untuk menyelesaikan kuliah.
3. Dosen Pembimbing skripsi, Ade Masturi, MA yang telah menyediakan waktu
serta kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga
skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
khususnya Konsentrasi Jurnalistik yang telah memberikan ilmu yang sangat
bermanfaat dan pengalaman yang sangat berharga.
5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan yang baik untuk
menunjang penyusunan skripsi ini sampai akhir.
6. Kedua Orangtua penulis Ayahanda Sudardah dan Ibunda tercinta Siti
Maisaroh yang sudah memberikan kasih sayangnya yang begitu besar dan
begitu tulusnya dan selalu memberikan semangatnya kepada penulis sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi sampai akhir dengan segala perjuangan dan
ujian yang begitu dahsyatnya yang Allah SWT berikan.
7. Fitri Diani, Eksekutif Produser News Departmen PT. Indosiar Visual Mandiri
terima kasih atas kesempatannya sehingga Penulis bisa melakukan wawancara
(interview) dengan Beliau.
8. Mohammad Yusuf S.sos,asisten ahli Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terima
kasih atas kesempatannya sehingga penulis bisa melakukan wawancara
vi
terima kasih buat dukungan dan motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Sahabat-sahabatku Nurjanah (Enji) dan temen-temen Jurnalistik A angkatan
2009 khususnya Uyang Agustina dan Iit Septyaningsih thank’s so
much….buat semangat dan kerjasamanya.
11.Teman-teman KKN Cibitung Beriman 2012. Pengalaman yang tak terlupakan
saat kita bersama tinggal 1 bulan lamanya adalah pengalaman yang sangat
berharga. Miss you all the best tim KKN Cibitung Beriman.
12.Semua pihak yang sudah membantu penyelesaian skripsi ini, dan yang tak
tertuliskan satu persatu pada intinya penulis mohon maaf dan terimakasih
yang tak terhingga, semoga Tuhan membalas semuanya. Amien.
Dengan berakhirnya penulisan skripsi ini, semoga tidak menjadi akhir dari
kreasi dan prestasi penulis untuk seterusnya. Dengan segala kekurangan dan
kelebihannya dikarenakan penulisan ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
penulis berharap kritik dan saran yang membangun, semoga penulisan ini bisa
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi yang membaca. Amien ya
robbal alamien….
Ciputat, 24 Desember 2013
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Metodologi Penelitian ... 10
E. Tinjauan Pustaka ... 13
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Kebijakan Redaksional ... 17
1. Pengertian Kebijakan Redaksional ... 17
2. Konsep Kebijakan Media Massa ... 19
B. Penyajian Program Berita ... 20
1. Pengertian Berita ... 20
2. Jenis dan Nilai Berita ... 23
3. Etika Penayangan Program Berita ... 30
BAB III GAMBARAN UMUM STASIUN TELEVISI INDOSIAR DAN PROGRAM PATROLI A. Stasiun Televisi Indosiar ... 39
1. Sejarah Berdirinya Indosiar dan Perkembangan Indosiar .... 39
2. Visi dan Misi Indosiar ... 41
3. Konsep Program Indosiar ... 42
4. Target Audiens Indosiar ... 42
B. Program Berita Patroli Indosiar ... 43
1. Sejarah Singkat Program Patroli ... 43
2. Visi dan Misi Program Patroli ... 45
3. Konsep Program Patroli ... 46
4. Susunan Redaksi Patroli ... 47
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN REDAKSIONAL INDOSIAR PADA PROGRAM PATROLI A. Konsep Berita Patroli ... 49
B. Kebijakan Redaksi Indosiar dalam Penayangan Program Patroli ... 52
viii
A. Kesimpulan... 67 B. Saran ... 68
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi
berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti masing-masing jauh
(tele) dan tampak (vision). Kehendak rakyat dan Pemerintah Indonesia untuk
mengadakan medium televisi merupakan loncatan besar bangsa Indonesia
dalam usaha mewujudkan cita-cita nasional. Keputusan yang memiliki
wawasan jauh ke depan. Bermula dengan lahirnya ketetapan MPRS
No.II/MPRS/1960, yang menyebutkan pada Bab 1, Pasal 18, bahwa
Pembangunan siaran televisi untuk keperluan pendidikan, yang dalam tahap
pertama dibatasi pada tempat-tempat yang ada pada Universitas Indonesia.
Atas dasar inilah, pemerintah pada tahun 1961 memutuskan untuk
mengadakan media televisi. Keputusan ini segera diusul dengan
diterbitkannya SK Menpen No. 20/SK/M/61 tertanggal 25 Juli 1961 tentang
Pembentukan Panitia Persiapan Televisi disingkat P2TV. Kepmenpen ini
berlaku surat mulai 1 Juli 1961.
Berhasilnya pembangunan bangsa dan negara mendorong
perkembangan penyiaran televisi di Indonesia. Untuk menampung hal
tersebut, diterbitkan Kepmenpen No. 190A/Kep/Menpen/1987 tentang Siaran
Saluran Terbatas/SSTTVRI, yang memberi peluang kepada pihak swasta
nasional untuk menyelenggarakan siaran televisi swasta di Indonesia.
Tanggal 24 Juli 1990 tentang Penyiaran Televisi di Indonesia, yang
mengelompokkan televisi swasta menjadi dua kategori, yaitu Stasiun
Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU) yang diizinkan menyelenggarakan
siaran lokal tanpa decoder dan Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Pendidikan
(SPTSP) yang diizinkan menyelenggarakan siaran nasional.1
Televisi merupakan media komunikasi modern, yang dalam
perkembangannya televisi menjadi barang pokok atau kebutuhan pokok sebab
dalam kenyataannya setiap individu mempunyai televisi. Di era tahun
kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat
mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya hanya ada satu
pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.2
Tak terbantahkan lagi dan tak terbendungkan lagi bahwa
perkembangan industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya,
hingga tak seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali
dengan mematikan pesawat TV dan berhenti menonton. Bayangkan di
Indonesia saat ini telah memiliki ratusan stasiun TV swasta dari televisi publik
hingga televisi berlangganan, ini semua mempunyai dampak yang baik dan
juga dampak buruk. Dampak positifnya sajian menu acara lebih bervariasi dan
menjadikan industri baru bagi para broadcaster muda yang ingin membuat
program acara TV. Dampak negatifnya adalah siaran televisi menjadi sangat
tidak terkendali karena hampir semua stasiun TV menginginkan keuntungan
(profit) dari program acara yang disiarkan. Sehingga bukan lagi kualitas
1
Hidajanto Djamal&Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi, Prenada Media Group.2011.h.30
2
3
program acara yang dikejar tetapi hanyalah keuntungan (profit) uang semata.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat
membuat dunia terasa makin kecil dan transparan serta makin terasa cepat
berubah. Apalagi dengan adanya isu globalisasi, batas-batas yang selama ini
membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain menjadi makin tipis dan kabur.
Bahkan saat ini informasi telah menjadi komoditi yang memiliki arti
ekonomis, politis maupun strategis. Sehingga penguasaan dalam bidang
informasi dan komunikasi ini sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia agar
dapat maju dan berkembang tidak ketinggalan oleh bangsa lain di dunia.
Media informasi TV merupakan media yang sangat efektif karena kandungan
informasi yang ada dalam TV gambar/visual jauh lebih besar dari pada media
lainnya seperti media cetak dan radio. Di Indonesia selain perlu dibangun
banyak stasiun pemancar televisi sebagai sarana siaran juga harus dapat
membuat program acara televisi yang dapat mempererat persaudaraan,
persatuan dan kesatuan bangsa, memberikan informasi yang cepat dan benar
dan sebagai wahana hiburan serta untuk mencerdaskan bangsa.
Siaran TV memiliki arti dan fungsi yang sangat penting untuk
penyampain informasi dari pemerintah maupun dari sumber-sember yang lain
untuk kepentingan nasional maupun regional. Informasi tersebut berupa
berita-berita kemajuan diseluruh wilayah Nusantara, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi pengetahuan dan memotivasi masyarakat untuk
membangun daerahnya.
Produksi program acara televisi baik drama, nondrama dan news dapat
serta lainnya yang mampu memberikan pilihan-pilihan lain bagi penonton
televisi untuk kepentingan bersama. Upaya membendung budaya asing
(western) tidaklah mudah, usaha lain untuk menyaring budaya asing adalah
dengan terus mempelajari ilmu pengetahuan di bidang informasi dan
komunikasi seperti broadcast televisi mengingat zaman “perang informasi”
telah dimulai.
Berbagai macam program acara dikemas dalam berbagai bentuk
diantaranya: film, dokumenter, sinetron, reality show, variety show, talk show,
komedi situasi (sitcom) dan lain-lain yang tentunya menghibur,
menginformasikan, mendidik serta unik dan menarik. Namun bangsa yang
begitu kaya akan keanekaragaman bentuk seni, budaya dan bahasa masih
tertinggal jauh dari peradaban dunia modern yang menjunjung nilai-nilai
budaya bangsanya sendiri.3
Dan Program Acara Televisi News inilah yang diera sekarang menarik
perhatian khalayak, para pemilik stasiun TV bertarung memperebutkan jam
tayang. Semuanya dalam rangka merebut perhatian penonton, dan
mendapatkan rating tinggi. Akhirnya muncul jargon baru bahwa selain acara
musik dan lain-lain ternyata acara berita pun sekarang telah menjadi
komoditas baru bagi industri televisi, yang hingga kini belum mampu ada
yang mengontrol.
Walaupun sebenarnya jika diperhatikan, tayangan-tayangan berita
tersebut hampir semuanya seragam. Artinya, kalau seseorang menonton
“Liputan 6: SCTV” pada prinsipnya sama saja dengan menonton “Topik:
3
5
ANTV”, atau “Seputar Indonesia: RCTI”, “Kabar: TV One”, “Patroli:
Indosiar”, “Reportase: Trans TV”, “Redaksi: Trans 7, “Berita Global: Global
TV”, “Metro News: Metro TV”, “Lintas 5: TPI (sekarang MNCTV) dan
lain-lain. Pada saat itulah tayangan berita di televisi hanya menjadi kontinitas yang
menjemukan. Karena sifatnya yang straight news (info sesaat), maka sering
berita-berita di televisi menjadi kurang lengkap. Orang hanya mendengar
berita “anu”. Sementara “ada apa di balik berita anu” tidak dijelaskan. Situasi
ini menjadi perhatian para kreator televisi untuk mencoba membuat tayangan
program acara yang lebih bersifat depth reporting (laporan mendalam) berupa
investigasi.4
Budaya menonton televisi memang sudah menjadi konsumsi
masyarakat. Tak peduli di desa atau di kota. Tak peduli kalangan atas atau
menengah dan bawah. Kini mereka menjadikan televisi sebagai kebutuhan
pokok. Dalam arti ritme kehidupan masyarakat lama kelamaan terpengaruh
tayangan televisi.
Tayangan dengan tayangan beritanya sudah menjadi bagian dari
kehidupan. Dengan sifatnya yang immediaty, media televisi mampu
mendekatkan peristiwa dan tempat kejadian dengan penontonnya. Ketika
terjadi invasi Amerika dan sekutunya atas Irak hampir setiap orang ingin
melihat perkembangannya lewat televisi. TV-7, Metro, ANTV, dan SCTV
yang sengaja menayangkan kondisi di Irak lewat jaringan TV Al-Jazeera dan
Al-Arabiya, Abu Dhabi TV serta CNN. Pidato orang nomor satu yang diburu
Brush, yakni Saddam Hussein, paling tidak memberikan gambaran akurat
4
tentang kondisi di Irak pada saat itu.
Demikian juga dengan pemberitaan seputar perlakuan tawanan
Amerika oleh tentara Irak. Berita ini menjadi media propaganda Irak.
Seolah-olah Irak ingin wanti-wanti agar tentara Irak yang ditawan Amerika dan
sekutunya dapat diperlakukan sesuai dengan konvensi Janewa.
Semua dapat dilihat dan disaksikan secara langsung lengkap dengan
suara dan suasana di Irak. Semua orang tertuju pada berita Irak, karena semua
menganggap bahwa Amerika terlalu arogan. Hanya demi ambisi pribadi Bush
untuk menangkap dan menggulingkan Saddam harus menyengsarakan rakyat
sipil Irak, termasuk anak-anak, ibu-ibu dan para orang tua. Mereka terusir dari
kampung halamannya.
Menurut J.B Wahyudi, ilmu jurnalistik hanya ada satu, tetapi
penerapannya ke dalam bentuk karya jurnalistik dapat melalui media massa
cetak dan elektronik/penyiaran. Penyajian melalui media massa cetak harus
disesuaikan dengan sifat fisik medianya. Demikian juga penyajian melalui
media massa elektronik, dengan tujuan agar isi pesan dapat diterima dan
dimengerti dengan baik oleh khalayak.5
Tayangan berita di televisi semakin beragam. Ditambah lagi acara
infotainment (news gossip) yang mencoba mengangkat berita dan peristiwa
seputar artis dan selebriti. Hampir semua televisi menampilkan acara
infotainment. Dan acara ini pun saling menjejal jam tayang, hingga bisa
dibilang acara infotainment ini adalah ciri khas broadcast TV Indonesia,
sebab di negara biang tumbuhnya broadcast yakni Amerika dan Inggris tidak
5
7
ada acara infotainment adanya news gossip. Berbeda dengan acara
pemberitaan (News & Sport), infotainment lebih banyak digarap oleh
Production house (PH) yang menjadi mitra stasiun televisi. Meskipun kini
banyak stasiun televisi yang membuat acara infotainment diproduksi oleh
inhouse misalnya Insert Investigasi di Trans TV, Go Show di RCTI, WAS
WAS di SCTV dan lain sebagainya. Inilah abad dimana setiap orang telah
menjadi dekat dengan dunia televisi.6
Tayangan kekerasan di media televisi, akhir-akhir ini tidak hanya
dijumpai dalam tayangan sinetron atau film-film cerita lepas yang diangkat
atas dasar sebuah sekenario. Kini tayangan kekerasan itu sudah merambah ke
program-program berita, sebagai tayangan yang hanya didasarkan atas laporan
sebuah fakta dan data, tanpa opini maupun improvisasi. Berita televisi sebagai
program yang hanya didasarkan atas temuan fakta dan data yang benar-benar
terjadi, merupakan program yang harus dijaga tingkat kepercayaannya di mata
publik. Sebab tayangan ini akan memiliki pengaruh yang besar bagi mereka.
Adegan kekerasan yang selama ini ditayangkan dalam program berita ternyata
lebih “berbahaya” dari pada program lain seperti film atau sinetron. Jika
dalam tayangan film atau sinetron kekerasan itu bisa dijelaskan, sebagai
sebuah adegan atas tuntutan sebuah skenario, sementara pada program berita,
adegan kekerasan itu betul-betul nyata dan terjadi di suatu tempat.
Salah satu program berita kriminalitas adalah program Patroli di
Indosiar. Patroli mengudara pada tahun 1997. Selama mengudara tayangan
Patroli disiarkan pada siang hari antara pukul 11.00-12.00 WIB (Waktu
6
Indonesia Barat). Program Patroli ini lahir dari keprihatinan akan maraknya
kriminalitas yang terjadi di tengah masyarakat dan perlu menjadi perhatian
khusus. Dan hingga saat ini program Patroli menjadi tayangan berita
kriminalitas nomor 1 (Satu) berdasarkan data AC Nielsen.7
Menurut Fitri Diani (Eksekutif Produser), selama Patroli mengudara
tidak pernah terjadi keluhan pemirsa atau complain nara sumber yang sangat
berat hingga berujung ke ranah hukum dan membuat Patroli dilarang
mengudara, Program berita Patroli menayangkan berita secara profesional.
Meski demikian program Patroli juga pernah “terpeleset” dan dianggap
melanggar rambu-rambu atas sebuah penayangan. Contohnya misalnya terkait
munculnya gambar kekerasan (misalnya pada saat tawuran). Seharusnya
gambar kekerasan tersebut atau gambar yang mengerikan diupayakan tidak
ditayangkan atau bisa saja ditayangkan tapi gambar tersebut harus diblur.8
Dari latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik meneliti dengan judul
penelitian “Kebijakan Redaksional Indosiar pada Program Patroli”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar tidak terlalu luas dalam pengelolaan data, maka penelitian ini
dibatasi pada konsep berita Patroli serta kebijakan redaksi pada stasiun
televisi Indosiar.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep berita patroli pada stasiun televisi Indosiar?
7
Wawancara pribadi dengan Fitri Diani (Eksekutif Produser), Jakarta: Indosiar, 25 Juni 2013
8
[image:18.595.102.514.220.582.2]9
b. Bagaimana kebijakan redaksional Indosiar dalam penayangan berita
Patroli?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari sekian pertanyaan yang diajukan di atas, peneliti memiliki tujuan
penelitian sebagai berikut:
a. Ingin mengetahui bagaimana konsep berita patroli pada stasiun televisi
Indosiar.
b. Ingin mengetahui bagaimana kebijakan redaksi Indosiar dalam
penayangan berita patroli.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bagian
Ilmu Jurnalistik dalam konsep penyajian berita patroli dalam sebuah
media televisi.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi
komunikasi, terlebih Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik agar
lebih mengetahui bagaimana konsep penyajian berita patroli dalam
sebuah media televisi serta kebijakan seperti apa yang harus
2) Agar para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana konsep berita
patroli dan penyajiannya pada stasiun televisi Indosiar.
3) Untuk melengkapi penelusuran koleksi skripsi dalam bidang
konsep berita patroli dan penyajiannya pada stasiun televisi
Indosiar pada perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
sehubungan dengan belum adanya penelitian khusus terhadap
konsep berita patroli dan penyajiannya pada stasiun televisi
Indosiar.
D. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan
sejumlah data, baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang serta tingkah
laku yang diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang
sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke
dalam variable atau hipotesis.
Penelitian kualitatif dikemukakan dari sisi lainnya bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah
dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau
sekelompok orang. Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode
yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang terpenting dari definisi ini
mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan
perasaan dan perilaku individu maupun sekelompok orang.
11
analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara
kuantifikasi lainnya.9
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh
teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di
lapangan. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif
berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan
menjadi hipotesis dan teori. Jadi dalam penelitian kualitatif melakukan analisis
data untuk membangun hipotesis.10
Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama, karena
tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar
pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun demikian
kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam waktu yang pendek, bila
telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat mencari provokator,
atau mengurai masalah, atau memahami makna, kalau semua itu dapat
ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji kredibilitasnya, maka
penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu
yang lama.11
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif dengan jenis atau model deskriptif, yang bertujuan
memberikan gambaran gambaran ini bisa berupa dokumentasi atau video
cuplikan berita Patroli dari hasil wawancara penulis dengan Fitri Diani
Eksekutif Produser program Patroli.
9
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,2006),h.6
10
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.h.3
11
1. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Adapun teknik dan pengumpulan data, peneliti menggunakan
cara-cara seperti:
a. Dokumentasi : caranya mengumpulkan dokumen-dokumen terkait
dengan masalah yang diteliti serta dokumen pendukung lainnya yang
relevan dengan subtansi penelitian.
b. Wawancara mendalam: mewawancarai key informan yang relevan
dengan subtansi masalah penelitian. Adapun wawancara dilakukan
dengan redaksi Indosiar yaitu Fitri Diani (Eksekutif Produser), dan
Mohammad Yusuf S.Sos (Asisten Ahli Komisi Penyiaran Indonesia).
c. Observasi langsung: dalam penelitian media metode pengamatan atau
observasi yang dilakukan adalah melakukan kunjungan ke redaksi
Indosiar. Terhitung dari bulan Juni hingga bulan Desember 2013.
2. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis melalui tiga alur kegiatan yang
akan dilakukan secara bersamaan, yakni melalui reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi.
Reduksi data merupakan sebuah proses penelitian, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Data kualitatif
disederhanakan atau ditransformasikan dalam aneka ragam cara, seperti
seleksi dan penyortiran ketat ringkasan atau uraian singkat penggolongan
dengan mencari pola yang lebih luas.
13
memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Analisa
data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin,
alur sebab-akibat, dan proposisi. Peneliti akan menarik
kesimpulan-kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis namun kemudian
meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian melalui
peninjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan secara terperinci
dan seksama, bertukar pikiran dengan informan peneliti. Makna-makna
yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya sehingga membentuk validitasnya.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah stasiun televisi Indosiar.
Sedangkan objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah kebijakan
redaksi Indosiar terhadap penayangan program Patroli.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi dimana program Patroli pada
Stasiun televisi Indosiar diproduksi, yaitu di SCTV Tower-Senayan City,
12th Floor, Jl. Asia Afrika Lot, 19, Jakarta 10270.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan langsung peneliti di perpustakaan Fakultas
kebijakan redaksi terhadap program berita. Peneliti meninjau pada
skripsi-skripsi yang sudah ada yang berkaitan dengan judul yang dianalisis peneliti.
Pertama, skripsi karya Ahmad Zakaria yang berjudul “Kebijakan
Redaksional Surat Kabar Republika dalam Penulisan Berita pada Rubrik
Internasional” yang membahas bagaimana kebijakan redaksi tersebut dapat
diketahui dari proses-proses kerja yang dilaksanakan redaktur internasional,
dan bagaimana kebijakan redaksi republika sendiri dalam menentukan tulisan
berita yang layak dan tidak layak muat.
Kedua, skripsi karya Nurhasanah yang berjudul “Kebijakan
Redaksional Surat Kabar Media Indonesia Penulisan Editorial” yang
membahas kebijakan redaksi tersebut tidak lepas dari ke lima faktor menurut
skema hierarchy of influence yaitu faktor level individu, level rutinitas media,
level organisasi, level ekstramedia, serta yang paling kuat mempengaruhi isi
editorial adalah ideologi media. Dimana ideologi media ini mampu
mengarahkan redaksi dalam membuat kebijakan.
Ketiga, skripsi karya Achmad Yani yang berjudul “Kebijakan
Redaksional Annida Online pada Kanal Citizen Journalism” yang membahas
bagaimana penerapan kebijakan redaksi pada Annida Online, sehingga
informasi dapat diakses tepat waktu demi memenuhi kebutuhan khalayak luas
akan informasi yang akurat.
Tentu saja ini berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Karena peneliti melakukan penelitian tentang Kebijakan Redaksional Indosiar
15
Dengan demikian, keyakinan peneliti dalam menyusun tugas akhir ini
menjadi sangat berharga untuk menambah khazanah tentang media. Selain itu
dengan melakukan penelitian ini bisa menambah referensi buat perpustakaan
fakultas dan perpustakaan umum yang berada di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah serta teraturnya skripsi ini dan memberikan
gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang
dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima
bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan
Pustaka, serta Sistematika Penulisan.
BAB II Bab ini menjelaskan tentang pegertian kebijakan redaksional dan Konsep Kebijakan Media Massa. Selain itu dalam bab ini juga
menjelaskan pengertian berita, jenis dan nilai nilai berita, dan etika
penayangan program berita.
BAB III Bab ini berisi gambaran umum stasiun televisi Indosiar dan program patroli. Peneliti akan membahas tentang sejarah berdirinya
Indosiar dan membahas konsep berita patroli.
[image:25.595.108.515.222.603.2]temuan data dan analisis data yang peneliti lakukan terhadap
stasiun televisi Indosiar sebagai objek penelitian.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebijakan Redaksional
1. Pengertian Kebijakan Redaksional
Produk jurnalisme (berita), tidak dapat dipisahkan dari kebijakan
redaksional yang ada dalam newsroom, termasuk penghayatan nilai-nilai
jurnalisme yang dianut oleh redaktur dan jurnalis di lapangan. Kebijakan
redaksi adalah pedoman (baik tertulis maupun tidak tertulis), yang menjadi
buku suci redaksi dalam mengelola news room (mulai dari menentukan isu
liputan, angle liputan, memilih narasumber, penugasan, sampai format
tulisan dan sebagainya). Dengan kata lain, kebijakan redaksi (editorial
policy) merupakan kaidah bagi setiap langkah operasional pemberitaan.1
Kebijakan Redaksional (Editorial Policy) bisa disebut juga sebagai
ketentuan yang disepakati oleh redaksi media massa tentang kriteria berita
atau tulisan yang boleh dan tidak boleh dimuat atau disiarkan, juga kata,
istilah, atau ungkapan yang tidak boleh dan boleh dipublikasikan, sesuai
dengan visi dan misi media.
Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga
media massa untuk memberitakan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan
redaksi juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa,
terutama media cetak, terhadap masalah aktual yang sedang berkembang,
yang biasanya dituangkan dalam bentuk tajuk rencana.
1
Kebijakan redaksi itu penting untuk menyikapi suatu peristiwa
karena dalam dunia pemberitaan yang penting bukan saja peristiwa, tetapi
juga sikap terhadap peristiwa itu sendiri. Kalau suatu media massa tidak
memiliki kebijakan redaksi, maka dapat dipastikan beritanya tidak akan
konsisten, karena ia tidak mempuyai pendirian dalam memberitakan suatu
peristiwa, ia menjadi keranjang sampah yang memuat apa saja.
Media massa yang beritanya tidak konsisten itu tidak akan
mendapat kredibilitas yang tinggi di mata khalayak. Padahal besar
tidaknya pengaruh suatu media massa tidak semata-mata pada jumlah
oplahnya atau banyaknya pendengar atau penontonnya, tetapi juga
kredibilitasnya.2
Kebijakan redaksi juga ditentukan oleh pemilik lembaga media
massa yang bersangkutan. Setiap lembaga media massa ada pemiliknya
dan dia memiliki berbagai kepentingan yang harus dijaga, seperti
kepentingan bisnis, politik dan sosial. Kepentingan bisnis misalnya dia
memiliki kegiatan bisnis di tempat lain; dan kepentingan sosial misalnya
dia menjadi pengurus partai politik atau anggota lembaga legislatif; dan
kepentingan sosial misalnya dia menjadi pengurus organisasi
kemasyarakatan (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan,
dan sebagainya.
Kebijakan redaksi yang juga sangat penting dalam media massa
adalah tajuk rencana. Tajuk rencana merupakan kebijakan redaksi yang
berisi sikap media massa yang ditulis secara terpisah dan berita yang
disiarkan oleh media massa yang bersangkutan.
2
19
Malah sikap redaksi yang dituangkan dalam pemberitaan jauh lebih
berpengaruh dari pada tajuk rencana, karena sikap redaksi itu dapat
mendorong media massa untuk hanya memberitakan peristiwa yang sesuai
dengan sikap dan pandangan pimpinan media massa yang bersangkutan.
Dengan demikian, kebijakan redaksi merupakan salah satu unsur
yang penting dalam pemberitaan, baik sebagai sikap redaksi yang menjadi
pertimbangan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu peristiwa
atau pernyataan maupun sikap redaksi yang dituangkan dalam bentuk
tajuk rencana.3
2. Konsep Kebijakan Media Massa
Sesungguhnya kebijakan media massa termasuk kebijakan
komunikasi, sebagai kebijakan komunikasi, kebijakan media massa
merupakan kebijakan publik. Itulah sebabnya kebijakan media massa
harus memiliki paling tidak lima kriteria, yaitu: (i) memiliki tujuan
tertentu; (ii) berisi tindakan pejabat pemerintah; (iii) memperlihatkan apa
yang akan dilakukan pemerintah; (iv) bisa bersifat positif atau negatif; dan
(v) bersifat memaksa (otoritatif).
Konteks kebijakan media massa adalah keterkaitan kebijakan
tersebut dengan sesuatu yang melingkupi dirinya, misalnya ekonomi
politik, politik komunikasi dan sebagainya. Konteks ini begitu penting.
Begitu pentingnya, sehingga ia bisa menentukan domain kebijakan media
massa.
Domain kebijakan media massa bermakna muatan nilai yang
dikandung kebijakan tersebut, seperti globalisasi, ekonomi global dan
3
sebagainya. Ia bisa disebut sebagai konteks kebijakan media massa.4
Karena media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang
berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan
budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik
atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan
bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.5
B. Penyajian Program Berita 1. Pengertian Berita
News atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan
menarik perhatian serta minat khalayak pendengar.6
Begitu banyak definisi berita atau “news” yang dapat diketahui
dari berbagai literatur, yang satu sama lain berbeda disebabkan
pandangan-pandangannya dari sudut yang berbeda.7
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan cerita
tentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung
dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa
atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita.
Dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak peristiwa. Tetapi
peristiwa yang diberitakan tergantung pada beberapa hal, antara lain:
a. Aktualitas
4
http://ikuii.files.wordpress.com/2008/02/handout-_2-konsep-dasar-kebijakan-media-massa.pdf (diakses Februari 2008)
5
H.Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009).h.160
6
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2005).h.64
7
21
b. Jarak (dekat jauhnya) peristiwa dari khalayak (pembaca, pendengar,
penonton)
c. Penting tidaknya orang/figur yang diberitakan
d. Keluarbiasaan peristiwa
e. Akibat yang mungkin ditimbulkan berita itu
f. Konflik dalam peristiwa
g. Perilaku seks
h. Kemajuan-kemajuan yang diberitakan
i. Emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa
j. Humor yang terkandung dalam peristiwa8
Berita televisi senantiasa mengandung dua unsur, yaitu gambar dan
narasi. Namun demikian, kekuatan berita televisi terletak pada gambar.
Narasi bersifat mendukung atau menjelaskan gambar. Jangan menuliskan
narasi secara persis sama dengan gambar, jangan menuliskan narasi yang
[image:31.595.108.511.70.607.2]tidak ada gambarnya. Jika harus menuliskan narasi yang tak ada
gambarnya, tulislah narasi atau itu pada lead.
Meski kekuatan berita televisi ada pada gambar, seorang jurnalis
tidak boleh mengabaikan narasi. Banyak gambar yang membutuhkan
narasi untuk menjelaskannya. Karena itu, jangan anggap enteng menulis
narasi. Confusius berkata, “Easy writing, hard listening. Hard writing,
easy listening.” Jika seorang jurnalis menulis narasi berita televisi secara
“asal-asalan”, pemirsa akan sulit mendengar atau mencernanya.
Sebaliknya, jika sorang jurnalis sunguh-sungguh ketika menulis narasi,
8
pemirsa akan lebih mudah mendengar, mencerna atau memahaminya.
Dengan begitu, berita televisi merupakan perpaduan antara gambar dan
narasi. Namun, dalam memadukan keduanya, narasi harus mengikuti atau
berdasarkan pada gambar, inilah yang disebut write to pictures.Agar dapat
[image:32.595.104.518.196.581.2]menerapkan prinsip write to pictures, seorang jurnalis harus mem preview
gambar sebelum menulis berita televisi.9
Semua berita adalah informasi, tetapi tidak semua informasi adalah
berita, karena berita adalah informasi yang mengandung nilai berita yang
telah diolah sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada pada ilmu jurnalistik,
dan yang sudah disajikan kepada khlayak melalui media massa periodik,
baik cetak maupun elektronik.
Realitas di tengah masyarakat, seperti peristiwa, pendapat, masalah
hangat, dan masalah unik akan menghasilkan fakta, dan hanya uraian fakta
yang mengandung nilai berita serta yang sudah disajikan melalui media
massa periodik yang dapat disebut sebagai berita.10
Masyarakat banyak sekali menerima informasi setiap hari,
misalnya: tetangga saya akan hajatan minggu depan, saudara saya masuk
rumah sakit, para pekerja memperbaiki jalan yang rusak parah di
lingkungan saya dan seterusnya. Namun apakah semua informasi tersebut
adalah berita yang dapat disiarkan media massa. Dalam hal ini berita
adalah informasi tetapi tidak semua informasi adalah berita. Lantas
informasi seperti apa yang dapat dijadikan berita. Masyarakat dapat
mendefinisikan bahwa berita adalah informasi yang penting dan atau
9
Usman Ks, Television News Reporting & Writing,Penerbit Ghalia Indonesia, 2009.h.45
10
23
menarik bagi khalayak audien.11
Sesuatu peristiwa, kejadian, gagasan dan fakta betapapun
aktualnya, betapapun menariknya, betapapun pentingnya jika tidak
dilaporkan atau diberitakan dan tidak disampaikan kepada umum untuk
diketahui umum bukanlah berita.12
2. Jenis dan Nilai Berita
Dalam dunia jurnalistik tidak jauh berbeda. Seorang wartawan
pemula misalnya, tidak akan mampu menulis pelaporan investigatif. Jenis
laporan seperti itu hanya bisa dikuasai dan dilakukan oleh wartawan senior
tingkat advance. Kebanyakan jurnalis hanya menguasai tingkat elementary
dan tingkat intermediate. Sedikit sekali yang menguasai tingkat advance.
Dalam dunia jurnalistik, berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi kedalam
tiga kelompok itu: elementary, intermediate, advance.
Berita elementary mencakup pelaporan berita langsung (straight
news), berita mendalam (depth news report), dan berita menyeluruh
(comprehensive news report). Berita intermediate meliputi pelaporan
berita interpretatif (interpretative news report) dan pelaporan
karangan-khas (feature story report). Sedangkan untuk kelompok advance
menunjuk pada pelaporan penyelidikan (investigative reporting), dan
penulis tajuk rencana (editorial writing).13
Berita, baik berita elementary, intermediate, maupun advance,
berfungsi hanya menyajikan fakta dan atau pendapat secara informatif,
11
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, Prenada Media Group, 2010.h.7
12
Sedia Willing Bagus, Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita, CV.Mini Jaya Abadi,1996.h.19
13
faktual, dan aktual. Disajikan secepatnya atau tidak kepada khalayak,
sangat tergantung dari nilai berita yang dikandungnya.
Meskipun ada jenis berita yang penyajiannya kepada khalayak
tidak terikat pada waktu karena nilai berita yang dikandungnya kurang
kuat, filosofi jurnalistik harus dipegang teguh, yaitu kecepatan dan
ketetapan isi pesan.14
Program informasi di televisi, sesuai dengan namanya,
memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton
terhadap sesuatu hal. Program informasi adalah segala jenis siaran yang
tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada
khalayak audien. Daya tarik program ini adalah informasi, program
informasi tidak hanya melulu program berita di mana presenter atau
penyiar membacakan berita tetapi segala bentuk penyajian informasi
termasuk talk show (perbincangan) misalnya wawancara dengan artis,
orang terkenal atau dengan siapa saja. Program informasi dapat dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak
(soft news).15
Berdasarkan jarak atau jauh dekatnya suatu kejadian dengan
tempat publikasinya. Berita dapat dibagi atas:
a. Berita Lokal : yaitu berita-berita sekitar tempat publikasinya.
Misalnya kalau surat kabarnya terbit di Jakarta maka itu ialah
berita-berita sekitar Ibukota. Surat kabar Jawa Timur berita-berita-berita-berita di sekitar
wilayah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur.
14
J.B Wahyudi, Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, PT Pustaka Utama Grafiti, 1996.h.28
15
25
b. Berita Regional : berita-berita dari satu wilayah atau kawasan
teretentu dari suatu negara di mana surat kabar tersebut terbit.
c. Berita Nasional : berita-berita yang mencakup kejadian yang memiliki
dampak yang cukup luas dari satu negara tempat sebuah surat kabar
bersangkutan terbit.
d. Berita Internasional : berita-berita yang cakupan wilayah
pengaruhnya jarak lebih luas yang dapat saja meliputi beberapa
kawasan atau negara tapi juga seluruh dunia
Sejalan dengan sistem pemerintahan dan kondisi geografis negara
saat ini, maka masyarakat juga mengenal istilah berita daerah, berita
nasional, dan berita internasional. Berita daerah selalu diartikan dengan
berita-berita yang terjadi di luar ibukota. Berita nasional bisa terjadi pula
di daerah asal pengaruh atau dampaknya mencakup seluruh negara
(nasional).16
Dari definisi tentang berita, masyarakat bisa merentang detil
unsur-unsur berita yang menjadi nilai berita. Unsur-unsur-unsur ini penting karena
menjadikan suatu berita bernilai. Seorang wartawan meliput suatu
peristiwa atau pendapat karena peristiwa atau pendapat itu bernilai berita.
Makin banyak nilai berita yang terkandung dalam suatu berita, makin
menarik atau makin bernilai berita tersebut.
Nilai-nilai berita yang akan dijelaskan berikut sesungguhnya juga
berlaku untuk media cetak. Untuk berita televisi, nilai-nilai berita tersebut
tidak ada artinya tanpa gambar. Berikut nilai-nilai berita tersebut dalam
16
konteks berita televisi.
a. Aktual, segera (timeliness)
Aktualitas dalam berita televisi dihitung berdasarkan dimensi waktu
yang lebih dekat dibanding media cetak. Jika aktualisasi berita koran
adalah 1 x 24 jam, maka aktualitas berita televisi adalah per detik. “Per
detik” tentu bersifat simbolis untuk menggambarkan betapa ketatnya
aktualitas berita televisi. Makin cepat ditayangkan, makin aktual berita
televisi sehingga makin tinggi nilainya. Breaking news, live report,
headline news atau laporan terkini merupakan sarana untuk mencapai
nilai aktualitas suatu berita televisi. Tetapi, seperti disebutkan
sebelumnya, gambar dalam berita televisi bisa menjadikan peristiwa
atau berita lawas menjadi seolah aktual.
b. Berguna (impact)
Berita televisi harus berguna atau memberi pengaruh bagi penonton
atau pemirsa. Dengan kekuatan gambarnya, berita televisi, menurut
banyak pakar, punya pengaruh yang lebih besar dibandingkan berita
media cetak.
Berita televisi tentu saja bisa berdampak positif atau negatif. Berita
kriminal atau kekerasan boleh jadi berdampak negatif bagi penonton.
Namun, ada pakar yang berpendapat, kekerasan yang disajikan televisi
bisa menjadi katarsis atau penyaluran hasrat agresif dalam diri manusia
sehingga justru menjadikan penonton tidak melakukan kekerasan.
Menurut teori katarsis itu, dengan menonton kekerasan di media
27
perlu lagi melakukan kekerasan. Berita tsunami di Aceh tentu
berdampak positif, anatara lain membuat orang terkejut hatinya
membantu korban.
c. Menonjol (prominent)
Berita televisi harus menonjol atau punya magnitude sehingga bisa
menarik perhatian penonton. Berita tentang tsunami Aceh yang
menimbulkan begitu banyak korban tentu merupakan berita menonjol
dan menarik penonton di Indonesia, bahkan dunia. Dengan kekuatan
gambarnya, berita televisi tentu lebih menonjol dibandingkan berita
media cetak. Misalkan, koran dan televisi sama-sama menyajikan
berita tsunami Aceh, tentu berita televisi lebih menonjol karena
kekuatan gambarnya dibanding koran.
d. Kedekatan (proximity)
Berita tentang unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak
di Istana Negara tentu lebih menarik bagi pemirsa di Indonesia.
Namun, kedekatan tidak hanya bermakna fisik atau geografis, juga
bermakna psikologis. Misalnya, berita konflik Timur Tengah tentu
menarik sebagian besar penonton di Indonesia karena kesamaan
agama. Gambar dalam berita televisi bisa membuat penonton merasa
makin dekat dengan suatu peristiwa.
e. Konflik (conflict)
Konflik, mulai konflik rumah tangga, selebritas, hingga perang,
senantiasa menarik perhatian. Apalagi, jika konflik tersebut misalnya
bentrokan antara mahasiswa dengan polisi saat unjuk rasa kenaikan
tertarik menyaksikannya.
f. Sedang Menjadi Pembicaraan (currency)
Publik tentu punya agenda atau bahan pembicaraan setiap harinya.
Dalam teori komunikasi, inilah yang disebut agenda publik. Ketika
pemerintah menaikkan harga BBM, misalnya, publik tentu
membicarakannya. Bukan saja membicarakan, publik boleh jadi turun
ke jalan, berdemo memprotes kenaikkan harga BBM itu. Televisi harus
meliputnya karena ini akan menarik perhatian penonton; publik tentu
tertarik dengan agenda mereka.
Namun demikian, televisi tidak melulu harus mengekor dengan agenda
publik. Jika hanya memberitakan agenda publik, televisi hanya
melakukan news gathering. Televisi harus menjadi pelopor dengan
memberitakan suatu agenda yang mungkin luput dari pembicaraan atau
perhatian publik. Televisi bisa mendesain suatu isu untuk menjadi
berita, dan inilah yang disebut news making. Menurut teori
komunikasi, televisi yang mempraktikkan news making adalah sedang
membuat agenda, jika menarik dan menyangkut kepentingan publik,
penonton tentu akan tertarik dengan agenda media yang menjadi berita
itu.
Intinya adalah, angkatlah berita yang menjadi pembicaraan publik,
angkatlah berita yang menyentuh kepentingan publik. Dengan
kekuatan gambarnya, berita televisi akan lebih besar kemungkinannya
menjadi pembicaraan publik dibanding berita media cetak.
g. Mengandung Unsur Manusiawi (human interest)
29
Berita televisi yang baik adalah berita yang mengandung unsur
manusiawi, human interest. Jika Anda menulis suatu peristiwa menjadi
berita televisi, tulislah pertama-tama tentang dampak peristiwa atau
kejadian tersebut terhadap manusia.17
Berkaitan itu, ada beberapa pendapat sesuatu bisa dikategorikannya
mempunyai nilai berita. Johan Galtung and Marie Holmboe Ruge (1995)
pernah memberikan kriteria sebagai berikut; Frequency, Negativity,
Unexpectedness, Unambiguity, Personalization, Meaningfulness,
Reference to elite nations, Reference to elite persons, Conflict, Contiunity,
Consonance, dan Composition. Sementara itu, bagi Bell A. (1991) nilai
berita meliputi; Competition, Cooptation,Prefabrication, Predictability.
Selanjutnya, Ashadi Siregar (1982) juga pernah menyodorkan sesuatu
dikatakan mempunyai nilai berita sebagai berikut; significance (penting),
magnitude (besar), timelines (waktu), proximity (dekat), prominance
(tenar), human interest (manusiawi).18
Nilai berita antara lain ditentukan oleh jarak antara penonton dan
peristiwa. Makin dekat peristiwa itu dengan penonton, maka makin perlu
diberitakan secara terperinci. Misalnya kalau ada pesawat jatuh di luar
negeri, maka cukup diberitakan bahwa ada pesawat jatuh, nama
maskapainya, tempat jatuh, kota keberangkatan dan tujuan, jumlah
penumpang dan awaknya yang menjadi korban, dan nama-nama mereka
tidak perlu disebut satu per satu, karena lebih dekat dengan penonton, dan
mungkin sebagian besar keluarganya tinggal di Indonesia dan tentu ingin
17
Usman Ks, Television News Reporting & Writing,Penerbit Ghalia Indonesia,2009.h.20
18
tahu nasibnya.19
3. Etika Penayangan Program Berita
Frederick Shook, dalam buku Television News Writing,
mendefinisikan etika sebagai aturan tentang kehidupan dan perilaku
pribadi atau aturan yang terkait dengan pekerjaan atau profesi. Dalam
dunia jurnalistik, kita mengenal istilah etika jurnalistik. Bedasarkan
definisi etika tersebut, etika jurnalistik bisa didefinisikan sebagai
seperangkat aturan yang terkait dengan pekerjaan jurnalistik yang berlaku
bagi pekerja pers atau media.
Barbara MacKinnon, dalam buku Ethics: Theory and
Contemporary Issues, mendefinisikan etika sebagai serangkaian nilai dan
prinsip yang harus dipatuhi oleh individu atau kelompok. Dengan
demikian, etika jurnalistik adalah serangkaian nilai dan prinsip yang harus
dipatuhi oleh individu jurnalis atau pers/media.
Etika media massa yang juga menonjol dan amat penting
peranannya dalam perkembangan media massa di Indonesia adalah etika
penyiaran. Peraturan yang dikategorikan sebagai etika penyiaran di sini
adalah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang
dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berdasarkan Keputusan KPI
Nomor 009/SK/KPI/8/2004.
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
dikategorikan sebagai etika karena menurut L.J.van Apeldoorn semua
peraturan yang mengandung petunjuk bagaimana manusia hendaknya
bertingkah laku, jadi peraturan-peraturan yang menimbulkan
19
31
kewajiban bagi manusia disebut etika. Karena itu, etika meliputi
peraturan-peraturan tentang agama, kesusilaan, hukum, dan adat.
Selain itu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran dikategorikan sebagai etika, karena ada satu faktor mendasar yang
tidak dipenuhi oleh peraturan itu untuk disebut peraturan hukum, yaitu
bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tidak
pasti bisa dilaksanakan, sedang salah satu ciri peraturan hukum ialah
bahwa ia harus pasti bisa dilaksanakan. Itulah yang disebut kepastian
hukum.20
Pelanggaran etika biasanya membawa konsekuensi atau sanksi
sosial. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik biasanya
dilakukan oleh dewan pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik
dilakukan oleh organisasi wartawan dan perusahaan pers. Dalam konteks
ini, pelanggaran etika bisa mendatangkan kerugian media di mata publik.
Sebagai contoh, ketidakakuratan berita dalam suatu media menyebabkan
media tersebut harus melakukan ralat, dan ini sedikit banyaknya akan
mengurangi kredibilitas media bersangkutan di mata publik. Sebagaimana
sudah diungkapkan, pada gilirannya media akan kehilangan audiens.
Namun, pelanggaran etika juga bisa mendatangkan konsekuensi
atau sanksi legal. Pelanggaran hak-hak pribadi narasumber bisa membuat
narasumber menyomasi media. Jika tuntutan dalam somasi itu tak
dipenuhi, narasumber bisa membawa kasus ini ke pengadilan.21
Dalam menjalankan tugasnya, stasiun televisi mempunyai
20
Sudirman Tebba, Etika Media Massa Indonesia, Pustaka Irvan. 2008.h.119
21
kebijakan redaksi nya sendiri agar penayangan programnya mengacu pada
peraturan yang ada. Di Indonesia saat ini banyak organisasi wartawan.
Karena itu, kode etik jurnalistik juga berbagai macam, antara lain kode
etik jurnalistik televisi Indonesia, kode etik wartawan Indonesia, dan kode
etik jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Untuk menegakkan martabat, integritas, dan mutu Jurnalis Televisi
Indonesia, serta bertumpu kepada kepercayaan masyarakat, dengan ini
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menetapkan Kode Etik Jurnalis
Televisi, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh jurnalis Televisi
Indonesia. Jurnalis Televisi Indonesia mengumpulkan dan menyajikan
berita yang benar dan menarik minat masyarakat secara jujur dan
bertanggung jawab.
a. Bab 1 Ketentuan Umum
Pasal 1 :Kode Etik Jurnalis Televisi adalah pedoman perilaku jurnalis
televisi dalam melaksanakan profesinya.
b. Bab 2 Kepribadian
Pasal 2 :Jurnalis Televisi Indonesia adalah pribadi mandiri dan bebas
dari benturan kepentingan, baik yang nyata maupun terselubung.
Pasal 3 :Jurnalis Televisi Indonesia menyajikan berita secara akurat,
jujur dan berimbang, dengan mempertimbangkan hati nurani.
Pasal 4 :Jurnalis Televisi Indonesia tidak menerima suap dan
menyalahgunakan profesinya.
c. Bab 3 Cara Pemberitaan
33
jujur dan berimbang, Jurnalis Televisi Indonesia :
1) Selalu mengevaluasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan
berita, menolak sensasi, berita menyesatkan, memutar balikkan
fakta, fitnah,cabul dan sadis.
2) Tidak menayangkan materi gambar maupun suara yang
menyesatkan pemirsa.
3) Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun suara untuk dijadikan
berita.
4) Menghindari berita yang memungkinkan benturan yang berkaitan
dengan masalah SARA.
5) Menyatakan secara jelas berita-berita yang bersifat fakta, analisis,
komentar dan opini.
6) Tidak mencampur-adukkan antara berita dengan advertorial.
7) Mencabut atau meralat pada kesempatan pertama setiap
pemberitaan yang tidak akurat dan memberikan kesempatan hak
jawab secara proporsional bagi pihak yang dirugikan.
8) Menyajikan berita dengan menggunakan bahasa dan gambar yang
santun dan patut, serta tidak melecehkan nilai-nilai kemanusiaan.
9) Menghormati embargo dan off the record.
Pasal 6 :Jurnalis Televisi Indonesia menjunjung tinggi asas praduga
tak bersalah.
Pasal 7 :Jurnalis Televisi Indonesia dalam memberitakan kejahatan
susila dan kejahatan anak dibawah umur, wajib menyamarkan identitas
wajah dan suara tersangka maupun korban.
[image:43.595.102.516.163.586.2]untuk memperoleh bahan berita.
Pasal 9 :Jurnalis Televisi Indonesia hanya menyiarkan bahan berita
dari stasiun lain dengan izin.
Pasal 10 :Jurnalis Televisi Indonesia menunjukkan identitas kepada
sumber berita pada saat menjalankan tugasnya.
d. Bab 4 Sumber Berita
Pasal 11 :Jurnalis Televisi Indonesia menghargai harkat dan martabat
serta hak pribadi sumber berita.
Pasal 12 :Jurnalis Televisi Indonesia melindungi sumber berita yang
tidak bersedia diungkap jati dirinya.
Pasal 13 :Jurnalis Televisi Indonesia memperhatikan kredibilitas dan
kompetensi sumber berita.
e. Bab 5 Kekuatan Kode Etik
Pasal 14 :Kode Etik Jurnalis Televisi ini secara moral mengikat setiap
Jurnalis Televisi Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis
Televisi Indonesia (IJTI).22
Kode etik jurnalis televisi ini ditetapkan kembali dalam Kongres
ke-2 IJTI pada tanggal ke-27 Oktober ke-200ke-2, dan dikukuhkan kembali dengan
perubahan seperlunya pada kongres ke-3 IJTI di Jakarta pada 22 Juli 2005.
Jadi wartawan televisi harus menjiwai kode etik jurnalistik. Dalam
menjalankan profesinya, ketaatan terhadap kode etik jurnalistik dari
seorang wartawan televisi harus sudah ada dalam naluri. Jika seorang
wartawan melakukan kesalahan dan dia adalah orang pertama yang
mengetahui bahwa dia salah maka wartawan tersebut seharusnya langsung
22
35
meminta maaf.
Kode etik jurnalistik dibuat untuk menghindari terjadinya
malpraktek atau penyalahgunaan profesi, menghindari persaingan tidak
sehat, melindungi pelaksanaan tugas profesi dan sebagai salah satu “alat”
masyarakat memahami profesi wartawan.
Terdapat empat asas kode etik jurnalistik yang harus dipenuhi oleh
wartawan TV, yaitu asas profesionalisme, demokratis, moralitas dan
supremasi hukum. Profesionalisme berkaitan dengan berita yang akurat,
jelas dan teruji. Berkaitan dengan moralitas wartawan tidak boleh beritikad
buruk, tidak berprasangka dan diskriminatif, menghormati privacy, tidak
membuat berita secara cabul dan sadis, serta dapat mengakui kesalahan.
Untuk memenuhi asas demokratis wartawan harus dapat menghasilkan
berita berimbang, independen, serta melayani hak jawab dan hak koreksi.
Selain itu wartawan juga harus mentaati hukum dengan tidak melakukan
plagiat, menghormati prinsip praduga tak bersalah, tidak
menyalahgunakan profesi dan memiliki hak tolak.23
Di dunia penyiaran, penyajian berita dapat dilakukan oleh penyiar
berita maupun oleh reporter. Paling ideal adalah jika seorang penyiar
berita bertindak sekaligus sebagai reporter, yang lazim disebut sebagai
newscasters. Akan tetapi tidak semua reporter dapat menjadi penyiar
berita, sedangkan semua penyiar berita dapat menjadi reporter. Untuk
menjadi penyiar berita, seorang reporter harus memiliki persyaratan
khusus di bidang penampilan dan volume suara.24
23
www.arsipberita.com
24
Dalam penayang program berita stasiun televisi harus mematuhi
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang
diatur oleh sebuah lembaga yang disebut Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI). Dan yang dibahas disini adalah rambu-rambu yang harus ditaati
dalam penayang program berita Patroli. Ada beberapa rambu umum yang
harus benar-benar ditaati, yaitu:
a. Tidak menayangkan adegan asusila/mesum.
b. Gambar yang mengerikan/menjijikkan serta gambar jenazah
diupayakan tidak ditayangkan atau ditayangkan tetapi diblur.
c. Produser harus teliti dan melakukan cek dan ricek sebelum program
ditayangkan.
d. Tidak mewawancarai anak tentang sebuah peristiwa yang dapat
membangkitkan perasaan trauma.
Untuk menegakkan ketentuan hukum yang diataur dalam
undang-undang penyiaran maka diatur pula sanksi terhadap pelanggaran ketentuan
itu. Selain itu undang-undang penyiaran juga mengatur ketentuan pidana
bagi yang melanggar ketentuan hukum yang ditetapkan dalam
undang-undang ini. Ketentuan pidana dalam UU No: 24 Tahun 1997 jauh lebih
rinci dari pada ketentuan pidana alam UU No: 32 Tahun 2002. Mungkin
ini karena UU No: 24 Tahun 1997 dibuat di zaman Orde Baru yang
otoriter, sedang UU No: 32 Tahun 2002 dibuat di era reformasi yang lebih
demokratis.25
Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi
manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam
mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya
25
[image:46.595.100.515.233.704.2]37
tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat.
Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya
hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa
menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan
profesionalitas wartawan. Atas dasar itu, wartwawan Indonesia
menetapkan Kode Etik:
a. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar.
b. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh
dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber
informasi.
c. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti
kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
d. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,
fitnah, sadis, dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban
kejahatan susila.
e. Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak meyalahkan
profesi.
f. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai
kesepakatan.
g. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam