HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR
LAMPUNG
Skripsi
Oleh
LEWI MARTHA FURI 0918011056
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR
LAMPUNG
Oleh
LEWI MARTHA FURI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP
MENGENAI DIET DIABETES MELITUS DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : LEWI MARTHA FURI
NPM : 0918011056
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
dr. Sahab Sibuea, M.Sc dr. Diana Mayasari
NIP 140106162 NIP 198409262009122002
2. Dekan Fakultas Kedokteran
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Sahab Sibuea M.Sc. __________________
Sekretaris : dr. Diana Mayasari __________________
Penguji : dr. T.A. Larasati, M.Kes __________________
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP : 195704241987031001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 13 Oktober 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ari Heru Sulistianto dan Ibu Raspita Saragih
Pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Andreas BPK Penabur KPS Cimahi. Dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD) BPK Penabur Cimahi. Penulis meneruskan jenjang pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Cimahi dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Cimahi. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Matius 28:20b
“…Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.”
Amsal 1:7a
“ Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan ”
Roma 12:12
“ Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam
kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! “
Tak ku tau kan hari esok, namun langkahku tegap.
Bukan surya kuharapkan, karna surya kan lenyap. Tiada
ku gelisah akan masa menjelang, ku berjalan serta Yesus
maka hatiku tenang. Banyak hal tak kupahami akan
masa menjelang. Tapi terang bagiku ini, tangan Tuhan
Kupanjatkan Syukur pada Allah Tritunggal, Allah
Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Terima
kasih buat penyertaan dan kasih setiaMu.
Skripsi ini kupersembahkan teruntuk kedua
orangtuaku,Bapa dan Mamih, saudaraku Lewi Frans
Setiawan dan Lewi Michael Setiadi, kekasihku
Aventus Pande Samosir.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi berjudul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Mengenai Diet Diabetes Melitus Dengan Tingkat Konsumsi Energi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung” ini merupakan syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Dalam kesempatan baik ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing, membantu dan memberikan dorongan dalam proses penyelesaian skripsi ini :
1. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2. dr. Sahab Sibuea, M.Sc. selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh kasih
3. dr. Diana Mayasari selaku Pembimbing Pendamping yang dengan ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing penulis meskipun dalam keadaan sibuk diawal-awal kelahiran anak pertamanya;
4. dr. T.A. Larasati, M.Kes selaku Penguji atas waktu, saran, dan ilmu telah diberikan kepada penulis selama ini;
5. Semua staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang membantu dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Putu, Ibu Endang, Ibu Dwi, Bapak Yo, Mas Mardiyanto selaku perawat dan staf di poli Penyakit Dalam RSUD Abdul Moeloek atas izin yang diberikan pada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
7. Semua Bapak dan Ibu pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli Penyakit Dalam RSUD Abdul Moeloek yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sebagai responden.
8. Bapak dan Mamih sayang yang selalu mendukung, tak henti menyemangati dan mendorong dari jauh lewat setiap doa yang dipanjatkan untuk penulis.
9. Untuk Mas ku sayang yang selalu mau mendengarkan keluh kesah, memberikan saran, semangat dan nasihat, buat Maikel ku sayang yang selalu mendoakan penulis.
10.Aventus Pande Samosir terima kasih atas kasih, kesabaran, saran, nasihat yang diberikan kepada penulis, segala yang sulit terasa lebih mudah.
11.Untuk Heni dan Marlia yang meskipun ga ngerti curhatanku tapi tetap menjadi pendengar yang setia.
13.Sahabat-sahabatku, Debora Febrina (Cuk), Yeni Octaria Bukit, Hema Meliny P., dan Ranintha Surbakti, terima kasih buat semangat dan doanya.
14.Teman-teman di Permako Medis yang tiada hentinya memberikan semangat dan doa. 15.Terima kasih kepada teman-teman sejawat dan seperjuangan, Dorlan, bersama kalian
saya dapat lalui ini semua dan juga kepada kakak dan adik tingkat 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012.
Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Akhir kata, saran dan kritik yang membangun selalu diharapkan penulis untuk menyempurnakan penulisan-penulisan selanjutnya.
Bandar Lampung, 01 Februari 2013 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
Indonesia pada tahun 2011 merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes melitus ke-10 terbanyak di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Jepang, Mexico, Bangladesh dan Mesir yaitu sebesar 7,3 juta orang dan di tahun 2012 naik peringkat menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes ke-7 setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico yaitu sebesar 7,6 juta orang. Diperkirakan pada tahun 2030 Indonesia menempati peringkat ke-9 di dunia dengan jumlah penderita sebanyak 11,8 juta orang (IDF, 2012). Menurut WHO, Indonesia akan menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2030 dengan jumlah penderita sebanyak 21,3 juta. Prevalensi nasional Diabetes Melitus (berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur > 15 tahun bertempat tinggal di perkotaan) adalah 5,7% (Riskesdas, 2007).
3
mencapai 365 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 1103 orang (Dinkes Lampung, 2011).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2007 menunjukkan prevalensi diabetes di Provinsi Lampung paling tinggi terjadi di Kota Bandar Lampung sebesar 0,9% dan terendah di Lampung Utara 0,1%, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala.
Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Abdul Moeloek adalah rumah sakit yang menerima rujukan dari berbagai daerah di Provinsi Lampung. Setiap bulannya jumlah pasien yang berkunjung ke RSUD Abdul Moeloek khususnya di Laboratorium Rawat Jalan kurang lebih mencapai 1000 orang yang terdiri dari pasien askes dan umum. Hasil dari survey pendahuluan didapatkan penderita diabetes melitus pada poli penyakit dalam pada tahun 2010 tercatat terdapat 18453 orang dan meningkat di tahun 2011 penderita diabetes melitus pada poli penyakit dalam mencapai 19750 orang. Pada tahun 2012 sampai bulan September didapatkan penderita diabetes mencapai 18201 orang yang tidak menutup kemungkinan sampai akhir tahun akan melebihi tahun sebelumnya.
4
dunia. Pada tahun 2004, di kalkulasikan 3,4 juta orang meninggal akibat tingginya kadar gula darah. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 juga menyatakan bahwa proporsi penyebab kematian akibat diabetes pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2 yaitu 14,7%. Dan di daerah pedesaan, Diabetes melitus menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
Tingginya angka penderita diabetes disebabkan karena kegagalan pasien dalam mempertahankan kadar glukosa darah tetap dalam keadaan terkontrol. Pengendalian kadar glukosa dapat dilakukan dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar pengelolaan Diabetes Melitus terdiri dari 4 pilar, yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (Yunir,2006).
5
Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik Diabetes Melitus antara 20-30%. Namun dari penelitian ini didapatkan 75% respondennya tidak patuh dalam hal mengatur dietnya. Padahal tujuan utama dari terapi gizi ini adalah untuk membantu penyandang Diabetes Melitus memperbaiki kebiasaan gizi dalam rangka mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Sukardji, 2005). Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh rendahnya pengetahuan pasien mengenai diet diabetes melitus dan rendahnya pengetahuan akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan hidup sehat (Notoadmojo, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap kepatuhan pasien dalam menjalani terapi diet diabetes melitus.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan: adakah hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
2. Tujuan khusus
7
b. Mengetahui gambaran sikap pasien mengenai diet Diabetes Melitus pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
c. Mengetahui gambaran tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
d. Mengetahui hubungan pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus terhadap tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
e. Mengetahui hubungan sikap pasien tentang diet Diabetes Melitus terhadap tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
8
2. Bagi klinisi
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan kepada para tenaga kesehatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus pada pasien, mengubah sikap pasien dan turut serta memantau tindakan pasien mengenai diet sehingga pasien-pasien tersebut mampu mengontrol kadar gula sesuai target.
3. Bagi Pasien
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sumber bacaan pasien sebagai sumber ilmu pengetahuan.
4. Bagi Peneliti lain
Sebagai data dasar dan informasi tambahan penelitian tentang tentang hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
E. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
9
Gambar 1. Kerangka Teori berdasarkan Teori Precede Proceed (Lawrence Green, 1991)
Perilaku kesehatan ditentukan oleh faktor predisposing factors, terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,keyakinan, nilai enabling factors, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas, reinforcing factors, terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau dari kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
-Ketersediaan fasilitas atau sarana-sarana kesehatan seperti puskesmas, obat- obatan, peralatan kesehatan.
Faktor Pendorong (Reinforce Factors):
-Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
10
2. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
2. Ada hubungan antara sikap tentang diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
Faktor Penguat (Predisposing Factors): - Pengetahuan
- Sikap
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikimia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin,atau keduanya (ADA, 2005). Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut (Inzuchi, 2003).
12
mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan (postprandial) >200 mg/dL (PERKENI, 2011).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus menurut American Diabetes Association pada tahun 2005, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut) a. Melalui proses imunologik
13
terdeteksi pada diabetes tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.
b. Idiopatik
Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus
14
perlahan-lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel beta :
1. Kromosom 12, HNF-1α 2. Kromosom 7, glukokinase 3. Kromosom 20,HNF-4 α
4. Kromosom 13, insulin promoter factor 5. Kromosom `17, HNF-1β
6. Kromosom 2, Neuro D1
b. DNA Mitokondria. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik
c. Penyakit Eksokrin Pankreas yaitu : 1. Pankreatitis (radang pada pankreas)
2. Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) 3. Neoplasma
4. Fibrosis kistik 5. Hemokromatosis 6. Pankreatopati
15
d. Endokrinopati :
1. Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) 2. Sindrom cushing (terlampau banyak produksi
kortikosteroid dalam tubuh)
3. Feokromositma (tumor anbak ginjal) 4. Hipertiroidisme
5. Somasostatinoma 6. Aldostreroma
e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa
f. Infeksi : Rubella Kongenital
g. Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiinsulin (tubuh menghasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glukosa ke dalam sel)
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes Melitus : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolfram’s.
4. Diabetes Melitus Gestasional
16
meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit Diabetes Melitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan.
Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin, mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabkan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat.
3. Faktor Resiko
Menurut PERKENI (2011), yang termasuk dalam faktor risiko Diabetes Melitus yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi : 1) Ras dan etnik
2) Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes) 3) Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
17
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita Diabetes Melitus gestasional (DMG). 5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi; 1) Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). 2) Kurangnya aktivitas fisik.
3) Hipertensi (> 140/90 mmHg).
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
18
5. Diagnosis Diabetes Melitus
Kriteria diagnostic diabetes menurut PERKENI tahun 2011 atau yang dianjurkan ADA (American Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu atau lebih hasil pemeriksaan gula darah dibawah ini:
1. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan 200 mg/dl
2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral.
Diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah menurut PDSPDI tahun 2006.
Tabel 1. Diagnosis Diabetes Melitus
Bukan
19
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani, dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit Diabetes Melitus yang dilakukan secara terus menerus (Waspadji, 2007).
20
7. Tingkat Konsumsi Energi Pasien Diabetes
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual (PDSPDI, 2006).
Berdasarkan WHO (2006), tujuan dari terapi gizi medis yang diterapkan pada semua orang dengan Diabetes Melitus adalah:
1) Untuk mencapai dan mempertahankan hasil metabolisme yang optimal yaitu: kadar gula darah normal, profil lipoprotein dan lipid yang dapat mengurangi resiko komplikasi makrovaskular dan tekanan darah yang dapat mengurangi penyakit vaskular.
2) Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik dari diabetes
3) Untuk meningkatkan status kesehatan dengan pemilihan makanan yang sehat dan aktivitas fisik
4) Untuk dapat mengatur kebutuhan nutrisi individu berdasarkan pertimbangan personal, kebudayaan dan gaya hidup dengan menghormati keinginan individu dan keinginan untuk berubah.
21
mempertahankan, menurunkan, atau meningkatkan berat tubuh (Price & Wilson, 2006).
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (PDSPDI, 2006).
22
Menurut PERKENI (2011), komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1) Karbohidrat
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 60-70% total asupan energi. b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
d) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
e) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake) g) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Jika diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 2) Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. b) Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. c) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
d) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
23
f) Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. 3) Protein
a) Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
c) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
4) Natrium
a) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
b) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
5) Serat
24
6) Pemanis alternatif
a) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
b) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
c) Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. d) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
e) Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
f) Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI ).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Depdiknas, 2001).
25
seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka. Sebenarnya anjuran makan pada penderita diabetes melitus sama dengan anjuran makan sehat umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing penderita diabetes melitus.
Pengaturan diet pada penderita diabetes melitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes melitus yaitu mencakup pengaturan dalam:
1. Jumlah Makanan
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes melitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Komposisi energi adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 20–25 % dari lemak.
Memakan aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur.
a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti: roti, mie, kentang dan lain-lain.
26
c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan.
Ada beberapa jenis diet dan jumlah kalori untuk penderita diabetes melitus menurut kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak.
Tabel 2. Jenis Diet Diabetes Melitus Menurut Kandungan Energi, Karbohidrat, Protein dan Lemak
Jenis diet Energi (kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)
I 1100 172 43 30
II 1300 192 45 35
III 1500 235 51,5 36,5
IV 1700 275 55,5 36,5
V 1900 299 60 48
VI 2100 319 62 53
VII 2300 369 73 59
VIII 2500 396 80 62
Sumber: Almatsier, 2006 Keterangan:
- Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
- Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes tanpa komplikasi. - Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja
27
Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes berdasarkan persentase Relative Weight Body (RWB) atau Berat Badan Relatif (BBR) dengan rumus
sebagai berikut :
BBR = x 100%
Gambar 3. Rumus Berat Badan Relatif (Tjokroprawiro, 2006)
Keterangan :
BB= Berat badan (kg) TB= Tinggi Badan (cm)
Tabel 3. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan BBR
Klasifikasi Status Gizi Berat Badan Relatif
1. Undernutrition 2. Underweight 3. Ideal
4. Overweight 5. Obesitas
BBR < 80%
BBR < 90%
BBR 90%-110%
BBR > 110%
BBR 120% (Ringan), BBR 140% (Berat)
28
Tabel 4. Jumlah Kalori Sehari berdasarkan Status Gizi menurut BBR Klasifikasi Status Gizi Jumlah Kalori Sehari
1. Undernutrition
29
Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita diabetes melitus yaitu:
a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus adalah:
1). Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, kentang, singkong, ubi dan sagu.
2). Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan. 3). Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
b. Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita diabetes melitus adalah:
1). Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.
2). Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fastfood), goreng-gorengan.
30
3. Interval Makan Penderita Diabetes Melitus
Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol kadar gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan peningkatan gula darah mendadak dan bila berulang-ulang dalam jangka panjang, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi diabetes melitus. Oleh karena itu makanlah sebelum lapar karena makan disaat lapar sering tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturan jadwal makan yang teratur. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar yaitu makan pagi (20 %), siang (30 %), sore (25 %) serta 2-3 kali porsi kecil untuk makanan selingan masing-masing (10-15 %).
Tabel 5. Contoh Menu Sehari dengan Jenis Diet DM 1900 Kalori
31 Sumber : Depkes RI, 2009
32
8. Komplikasi
1. Komplikasi Vaskuler
- Mata : Retinopati Neurophati (non poliferatif/ poliferatif), Macular edema, Katarak, Glaukoma
- Neuropati : sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati)
- Autonomik
2. Komplikasi nonvaskuler
- Gastrointestinal: diare, gastroparesis
- Genitourinary: disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde - manifestasi dermatologik
3. Ulkus Diabetikum (Alvin, 2008)
B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
33
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dengan segala bentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Arikunto,2006). Sedangkan menurut Mundiri (2001) dalam Rahman (2003) pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu: tahu (know), memahami (comprehention), aplikasi (application), analisis (analilysis), sintesis (sintesis) dan evaluasi (evaluation). (Notoadmojo, 2005)
34
semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan mengapa hal itu diperlukan (Waspadji, 2007).
2. Cara Mendapatkan Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :
1) Cara Coba Salah (Trial And Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
35
orang dapat memecahkan masalah yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.
4) Melalui Jalan Pikiran
Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikiran.
b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2005).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Umur
36
Singgih D. Gunarso (1990) mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses–proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun.
Abu Ahmadi (1997) juga mengemukakan bahwa memori atau daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur–umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Sarwono, 1992). Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi (Notoatmodjo, 2007).
37
sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap (Koentjaraningrat, 1997).
Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan, mencerna pesan, dan informasi yang disampaikan (Effendi, 1998). Seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan Wiet Hary dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.
c. Pengalaman
38
4. Tingkat Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh kesadaran, rasa tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap positif. Tingkatan pengetahuan terdiri atas 6 tingkat yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, “Tahu“ merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah gunanya untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar.
c. Aplikasi (Application)
39
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada ditentukan (Notoatmodjo, 2005).
5. Pengukuran Pengetahuan
40
C. Sikap
1. Definisi Sikap
Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli (Azwar, 2007).
Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negative terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2007). Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap
41
Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Azwar, 2007).
Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadiankejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran yaitu :
1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
42
kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
3. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.
2. Komponen Sikap
Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: a. Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif
43
umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
3. Karakteristik Sikap
Menurut Brigham (Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.
c. Sikap dipelajari.
44
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas (Azwar, 2007).
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
45
c. Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah (Azwar, 2007).
d. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
46
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
47
a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.
b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. b. Karakter kepribadian individu
c. Informasi yang selama ini diterima individu (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
D. Tindakan
1. Definisi tindakan
Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan
48
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).
Green (1980) mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE (predisposing, reinforcing and enabling causes in Educational Diagnosis ang Evaluation). Kemudian disempurnakan pada
tahun 1991 menjadi PRECEDE-PROCEED (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental
Development) yang dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan,
implementasi dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi ( Notoatmodjo, 2007).
Ada 3 ( tiga ) factor yang dapat berpengaruh atau menjadi sebab terjadinya masalah perilaku :
a. Faktor predisposisi (Predisposing) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk kelompok predisposisi ini adalah :
1) Pengetahuan 2) Sikap
49
4) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut.
5) Beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan.
b. Faktor pemungkin (Enabling) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, terdiri atas :
1) Ketersediaan pelayanan kesehatan
2) Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial.
3) Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut.
c. Faktor penguat (Reinforcing) yaitu faktor yang memperkuat atau kadang- kadang justru dapat memperlunak untuk terjadinya perilaku tersebut. Yang termasuk faktor penguat antara lain : pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman-teman sekerja atau lingkungannya, bahkan juga dari petugas kesehatan sendiri.
2. Tingkatan Tindakan
50
a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek yang akan dilakukan.
b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang sudah
berkembang dan dilakukan dengan baik (Notoatmodjo, 2007).
Menurut HBM (Health Belief Model) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian.
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian ketidakkekebalan mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. Keseriusan yang dirasakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.
51
yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai ancaman, seperti check up untuk pemeriksaan awal dan imunisasi. Penilaian ketiga yaitu petunjuk berperilaku sehat. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media massa, promosi kesehatan dan nasihat orang lain atau teman (Maulana, 2009).
Sebagai kesimpulan, apabila individu bertindak untuk melakukan pengobatan dan pencegahan penyakitnya ada 3 hal yang berpengaruh terhadap upaya yang akan diambil yaitu :
1. Kerentanan yang Dirasakan
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasa bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang Dirasakan
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakitnya akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat.
3. Manfaat dan Rintangan yang Dirasakan
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu sebuah studi pada sekelompok orang pada satu titik waktu untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan sikap mengenai diet Diabetes Melitus dengan
tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli Penyakit
Dalam Rumah Sakit Abdul Moeloek.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan 22 November – 22 Desember 2012.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
53
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang berobat di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
2. Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling dimana pengambilan responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi: a. Bersedia menjadi subjek penelitian.
b. Pasien rawat jalan
c. Pasien DM tanpa komplikasi d. Pasien usia ≤ 70 tahun
D. Identifikasi Variabel
Adapun variabel pada penelitian ini adalah:
54
c. Variabel dependen : Tingkat konsumsi energi pada pasien Diabetes Melitus
E. Definisi Operasional
Tabel 6. Definisi Operasional
Variabel Defenisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala
Keterangan
Wawancara Kuesioner Ordinal
55
Wawancara Food recall
Ordinal
56
dilakukan perhitungan total energi kalori sehari menggunakan rumus BBR (Terlampir, yang merupakan rumus pengukuran khusus penderita Diabetes Melitus).
G. Pelaksanaan Penelitian
a. Tahap Awal
Pelaksanaan penelitian diawali dengan meminta izin kepada pihak pimpinan di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung untuk melakukan penelitian.
b. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1) Meminta kesediaan responden untuk mengisi kuesioner dengan informed consent.
2) Mengumpulkan data dengan wawancara langsung oleh peneliti. 3) Melakukan pengisian kuesioner
4) Melakukan pengisian food recall 24 jam
H. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
57
Lampung. Data yang diperoleh dari food recall diolah terlebih dahulu secara manual ataupun dengan bantuan aplikasi nutrisi terkomputerisasi yaitu NutriSurvey. Setelah diketahui energi totalnya kemudian diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 16,0 for Windows. Selanjutnya, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:
a. Coding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis
b. Data Entry, memasukkan data ke dalam komputer
c. Verifying, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
d. Computer Output, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer kemudian dicetak
2. Analisis Data
Dengan melihat data yang diperoleh dari hasil kuesioner dan food recall 24 jam data akan diolah dengan alat bantu perangkat lunak SPSS 16,0 for
Windows. Untuk analisis data digunakan analisis data univariat & analisis
bivariat.
58
dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
b. Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasien mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien; hubungan antara sikap pasien mengenai diet Diabetes Melitus dengan tingkat konsumsi energi pasien Diabetes Melitus tipe 2 di poli penyakit dalam RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi Square yaitu:
Keterangan: x2 = Kai kuadrat
fo = Frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian
fh = Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian dengan α=0,05
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1997. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
ADA (American Diabetes Association). 2005. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care.
ADA (American Diabetes Associantion). 2011. Diagnosis and Clasification of Diabetes Mellitus; doi : 10.2337/diacare.27.2007.55 Diabetes Care January
2004 vol. 27 no. suppl 1 s5-s10.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, edisi ke-6. Jakarta: Gramedia Pustaka utama.
Alvin .C. 2008. Diabetes Melitus, Harrison internal Medicine 17th Edition,2052- 2063. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Ananda, K. 2000. Kebiasaan Makan dan Status Gizi Mahasiswa yang Memperoleh pangan Utama di dalam dan diluar Pondokan. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya keluarga Fakultas Pertania Bogor.
Arum, Y. 2001. Hubungan Antara Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Tingkat Konsumsi Gizi dan Kaitannya dengan Tekanan Darah pada
Penduduk wanita dewasa di Desa Sawojajar Kecamatan Wanasari Kab.
Brebes. Semarang: Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro.
Azwar, A. 2002. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Rajawali Pers.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. Jakarta.
Barasi, M. 2007. At a glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Basir. 2008. Tingkat Pengetahuan Gizi, Kesesuaian Diet dan Status Gizi Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepakbola Institut Pertanian Bogor.
Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Basuki, E. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta: Balai Perbit FKUI.
Berg, A. 1998. Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: C.V. Rajawali.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2004. Seri Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS Program 12 Jam. Bina Mitra Press.
Jakarta.
Dahlan, M Sopiyudin. 2004. Statisic untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta.
Depdiknas. 2001. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
Depkes RI. 1994. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta
Depkes RI., 2008. Diabetes Mellitus Ancaman Umat Manusia di Dunia. http://www.depkes.go.id/indeks/
Dinas Kesehatan Bandar Lampung. 2008. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Bandar Lampung
Dinas Kesehatan Bandar Lampung. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Dini, A. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Diabetes Melitus Dan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Bandar Lampung. Bandar Lampung: Program Studi Kedokteran
Universitas Lampung.
Efendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi II.Jakarta: EGC
Elnovriza, D. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi USILA di Kota Padang Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 1, No 1.
Evelien, H. 2001. Tinjauan Sosial Ekonomi Konsumsi Pangan dan Status Gizi anak bawah Dua Tahun di Kawasan Taman Nasional Bunaken Propinsi
Sulawesi Utara Bogor. Bogor: Program Pascasarjana Institut pertanian
Febriyanti. 2007. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Kepatuhan Pasien Diabetes mellitus dalam Menjalankan Terapi Diet
Diabetes Melitus. Surakarta : Program Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Fox, C. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar Plus.
Hadisaputro, S. 2007. Epidemiologi dan factor-faktorrisiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Diabetes Melitus ditinjau dari berbagai Aspek penyakit. 2007;133-53.
IDF (International Diabetes Federation). 2012. IDF Diabetes Atlas, [online]. Available from : http//www.idf.org/diabetesatlas/what-is-diabetes [Accessed 12 November 2012]
Inzuchi, S. 2003. Classification and Diagnosis of Diabetes Mallitus. In Editor Porte D Jr et al. Ellenberg & Rifkin’s. Diabetes Mellitus, Sixth Edition McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. P. 265-275.
Ismayadi. 2004. Proses Menua( Aging Process). Sumatera Utara: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Isniati. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus dengan Keterkendalian Gula Darah di Poliklinik RS Perjan Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2003: Jurnal Penelitian: UNPAD.
George J. Mouly. 1973. Psichology for effective teaching, New York : Holt Renehart and Winston, Inc, h. 413
Gerungan, 2004. Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama.
Gunarso, D. 1990. Psikologis Praktis Anak Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Agung Mulia.
Gunarso, D. 2000. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: PT.Gunung Mulia.
Maemun, S. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Menjalankan Terapi Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas
Mranggen I Kabupaten Demak. Semarang: Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Maulana, HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. 2006. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus FKUI.
Mihardja, L. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Mundiri. 2001. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ningsih, R. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu Serta Hubungannya Dengan Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Balita Di Desa Babakan Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor. Bogor : Program Studi Gizi Masyarakat Dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Nuraeni, S. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Tubuh Ideal dengna Tingkat Konsumsi Energi dan Protein. Semarang : Universitas
Nurhayati, Y. 2009. Obesitas pada Anak. Tulung Agung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi Husada Tulungagung
Nursalam. 2001. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PDSPDI). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Pramudiarja, U. 2011. Ukuran Tubuh Manusia 100 Tahun Mendatang Bakal Menyusut.http://www.detikhealth.com/read/2011/06/16/092859/1661459/
763/ukuran-tubuh-manusia-100-tahun-mendatang-bakal-menyusut?ld991103763 [Diakses pada tanggal 12 Desember 2012].
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta : EGC.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Ramadhan, 2008. Seberapa Sehatkah Hidup Anda. Jogjakarta : Penerbit Think.
Rahmadiliyani, N. 2008. Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit dan Komplikasi pada Penderita Diabetes melitus dengan Tindakan Mongontrol Kadar Gula Darah di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Gatak Sukoharjo. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. I, No. 2 , 63-68.
Rahman, Maman. 2003. Filsafat Ilmu. UPT UNNES Press : UPT MKU Universitas Negeri Semarang
Rusimah. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi dengan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2010. Banjarmasin:
Program Studi S1 Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo.
Rusmina, D. 2010. Hubungan Kepatuhan dalam Menjalankan Diet dengan Gula Darah Terkontrol pada pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit
Dalam RS AL dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Jakarta: Program studi ilmu
keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Sarwono, S. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia
Santoso, S. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sholikhati, A. 2002. Jenis-jenis Pengetahuan. Semarang: Program Magister Teknik Kimia Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Sukardji, K. 2005. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Mellitus dalam Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Terpadu. Pusat Diabetes dan
Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta : FKUI
Susztak K, Raff AC, Schiffer M. 2006. Glucose-induced reactive oxygen species cause apoptosis of podocytes and podocyte depletion at the onset
of diabetic nephropathy. Diabetes 55: 225-33.
Suyono, S. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Suyono, S., S. Djauzi. 2006. Penyakit Degeneratif dan Gizi Lebih. Widiya Karya Pangan dan Gizi. Jakarta : LIPl
Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat & Bahagia Bersama Diabetes Melitus. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Waspadji, S. 2007. Pedoman Diet Diabetes Melitus. FKUI. Jakarta.
Wild, S. 2004. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and
projections for 2030.
http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047.full?sid=8cbb76e6-4e73-404e-a105-7299c55ff078
WHO (World Health Organization). Definition and diagnosis of Diabetes mellitus and intermediate Hyperglycemic. Geneva, Switzerland, IDF; 2006:5
WHO (World Health Organization). 2011. Guidelines for the Prevention, Management and Care of Diabetes Mellitu.Series 33. EMRO Technical Publications Series
WHO (World Health Organization). 2011. Ten Facts About Diabetes. http://www.who.int/features/factfiles/diabetes/facts/en/index.html.
Yumuk, V.D., et al., 2005. High Prevalence of Obesity and diabetes Mellitus in Konya, a Central Anatolian City in Turkey. Diabetes research and Clinical Practise 70: 151-58.