• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFECT OF ADDICTING OF MIXTURE EXTRACT OF ORGANIC MATERIAL AND AGRO-INDUSTRY WASTES WITH THE EXTRACTOR AQUADES AND ACETATE ACID TO THE TOTAL POPULATION AND DIVERSITY OF SOIL FUNGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFFECT OF ADDICTING OF MIXTURE EXTRACT OF ORGANIC MATERIAL AND AGRO-INDUSTRY WASTES WITH THE EXTRACTOR AQUADES AND ACETATE ACID TO THE TOTAL POPULATION AND DIVERSITY OF SOIL FUNGI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Jonaety Triesty

ABSTRACT

EFFECT OF ADDICTING OF MIXTURE EXTRACT OF ORGANIC MATERIAL AND AGRO-INDUSTRY WASTES WITH THE EXTRACTOR AQUADES AND ACETATE ACID TO THE TOTAL

POPULATION AND DIVERSITY OF SOIL FUNGI

By Jonaety Triesty

Application of organic materials can affect in the growth and activity of microorganisms. Organic materials is source of energy and organic food for the microorganism that live in the soil. Fresh organic matter is added to the soil will be digested by one of the various microorganism present in the soil fungi and more organic subsquently decomposed when environmental factor favor the occurrence of the process. The more organic material the more micro (fungi) the population remains.

In Lampung Province generated a lot of agro wastes such as waste peel of coffee, peel of cocoa, straw mushroom media used, and the head of the shrimp has potential as a source of organic materials, but can be a source of polluted if never appropriate treatment carried out. For it is necessary to find out the alternative ways to treat the source of organic material so that the negative impact of such waste can be overcome.

(2)

The purpose of this study was to determine the effect of extract of a mixture of organic materials by agro industry wastes (peel of coffee, peel of cocoa, straw mushroom media used, and head of shrimp) and extracting aqua and then acetate acid to the population and various kind of fungi in the soil. data is analyzed in the range of the real level of 5 % to find the difference is being made Smallest Real Differences Tested (SRDT) between 5% and to look as the relationship between the total population and the diversity of fungi with pH, C-Organic and N-total correlation test performed on the stage.

The results are showed that the total population of fungi in the soil was applied extracting mixture of manure of cow and is type of waste agro industry with acetate acid extractor is higher than the extractor of mixture of manure of worm and each of agro industry waste with type of extractor aqua. Fungi Chytridium sp. grows to dominate at least in all treatments as well as Fussarium sp. existancy at least in all treatment. Based on the result of this research can be concluded that: (1) Total population and be index of various kind of fungi and additional to extract mixture of manure of cow and each agro industry wastes and the type of extractor. (2) Total population and the diversity index of fungi with acetate acid extraction higher compared with extracting aqua in all extractors of organic material and agro industry wastes. (3) Total population and index diversity of fungi the highest found the extract of mixture of manure of cow and straw mushroom media used with the type of acetate acid extractor. (4) Fungi Chytridium sp. Dominates the hole treatment which followed by fungi Trichoderma sp., Rhizopus sp., Fungi E. and Fusarium sp. (5) There is a correlation between the total population and the diversity of index of fungi with pH, but there is no correlation between the total population and the diversity of index of fungi to C-organic and N-total.

(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas

mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan

bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Bahan organik segar yang

ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik salah satunya

fungi yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisi jika faktor lingkungan

mendukung terjadinya proses tersebut. Makin banyak bahan organik semakin

banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

Bahan organik berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah

sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara

tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi

tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahan organik

dapat berasal dari pupuk kandang sapi, kascing, dan limbah agroindustri.

Penggunaan pupuk kandang sapi dikalangan petani telah banyak digunakan

karena pupuk kandang sapi berperan dalam memperbaiki kapasitas menahan air,

memasok unsur hara dan menetralisir unsur beracun seperti Fe, Al, Mn dan logam

(4)

kandang sapi merupakan bahan organik yang terpenting diberikan ke tanah. Pupuk

kandang sapi merupakan pensuplai bahan organik yang sangat dibutuhkan oleh

tanaman. Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk kandang sapi

tersebut adalah nitrogen 35%, fosfor 60%, dan kalium 70% (Susanto, 2002).

Sedangkan kascing (kotoran cacing) sejauh ini belum banyak digunakan karena

sebagian besar petani masih meragukan akan hasil yang dicapai.

Di Provinsi Lampung banyak dihasilkan limbah agroindustri seperti limbah kulit

kopi, kulit kakao, jerami bekas media jamur, dan kepala udang memiliki potensi

sebagai sumber bahan organik, namun dapat menjadi sumber pencemaran apabila

tidak dilakukan penanganan yang sesuai. Menurut Prasetyo (2004) dari proses

pembekuan udang untuk ekspor, 60-70% berat udang menjadi limbah

(bagian kulit, kepala dan ekor) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah

udang sebesar 510.266 ton. Sedangkan produksi udang di Indonesia dari tahun

ke tahun terus meningkat, selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat

sebesar 7,4% per tahun.

Limbah perkebunan seperti kulit kakao dan kulit kopi merupakan biomassa yang

sangat berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk

meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah secara alami.

Mulato dkk. (2005) menyatakan potensi limbah kulit kakao dari suatu pabrik

pengolahan kakao sebesar 15-22 m3 ha-1 tahun-1. Limbah kulit kakao tersebut merupakan sumber bahan baku (biomassa) yang sangat potensial sebagai sumber

bahan baku pupuk organik. Kandungan hara mineral kulit kakao cukup tinggi,

(5)

3

buah kakao disimpan di dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan

oleh Goenadi dkk. (2000) menemukan bahwa kandungan hara kompos yang

dibuat dari kulit kakao adalah 1,81% N, 26,61% C-organik, 0,31% P2O5, 6,08%

K2O, 1,22% CaO, 1,37% MgO, dan 44,85 cmol kg-1 KTK. Aplikasi kompos kulit kakao dapat meningkatkan produksi hingga 19,48%.

Limbah kulit kopi memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang

memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kadar C-organik kulit kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor 0,18% dan

kalium 2,26%. Selain itu kulit kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu

dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi dapat memproduksi limbah segar

sekitar 1,8 ton setara dengan produksi tepung limbah 630 kg.

Kascing adalah bahan organik yang berasal dari cacing. Radian (1994)

mengemukakan bahwa kascing adalah kotoran cacing tanah yang bercampur

dengan tanah atau bahan lainnya yang merupakan pupuk organik yang kaya akan

unsur hara dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik jenis

lain. Kascing dari Eiesnia foetida mengandung nitrogen 0,63%, fosfor 0,35%,

kalium 0,20%, kalsium 0,23%, magnesium 0,26%, natrium 0,07%, tembaga

17,58%, seng 0,007%, mangan 0,003%, besi 0,790%, boron 0,2221%,

molibdenum 14,48%, KTK 35,80 meg 100 g-1, kapasitas menyimpan air 41,23% dan asam humus 13,88% (Trimulat, 2003).

Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik yang potensial untuk

meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Dermiyati dkk.

(6)

pemberian kotoran ayam. Kandungan hara yang tinggi dalam kotoran ayam

menjadi sumber energi dan nutrisi bagi mikroorganisme sehingga total

mikroorganisme meningkat. Pemberian kotoran ayam mampu menciptakan

kondisi lingkungan yang kondusif untuk aktifitas mikroorganisme, bakteri, dan

fungi pada tanah ultisol.

Limbah agroindustri, pupuk kandang sapi dan kascing merupakan sumber bahan

organik dan sebagai sumber hara dan sumber energi bagi mikroorganisme maka

diperlukan upaya penanganan yang tepat. Untuk itu perlu dicari cara alternatif

untuk mengolah sumber bahan organik tersebut agar dampak negatif limbah

tersebut dapat diatasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati pengaruh pemberian ekstrak campuran

kompos bahan organik yang berasal dari limbah agroindustri, kascing, dan pupuk

kandang sapi terhadap populasi mikroorganisme tanah yang berperan sebagi

pengurai. Namun, untuk mengatasi permasalahan dalam aplikasi dan transportasi

bahan organik tersebut yang membutuhkan jumlah yang banyak dalam

penerapannya maka diupayakan teknologi melalui ekstraksi bahan organik dan

jenis pengekstrak yang sesuai.

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak campuran

kompos bahan organik dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, jerami

bekas media jamur dan kepala udang) dan pengekstrak aqudes dan asam asetat

(7)

5

C.Kerangka Pemikiran

Myers (1994) dalam Sarno (2000), bahan organik dapat dibedakan menjadi bahan

berkualitas tinggi dan berkualitas rendah. Bahan berkualitas tinggi adalah bahan

organik yang memiliki C/N rendah, sehingga lebih cepat didekomposisi dan

melepaskan unsur hara ke tanah. Berdasarkan analisis awal C/N rasio bahan

organik menunjukkan bahwa C/N rasio jerami bekas media jamur merupakan

bahan berkualitas tinggi (9,95) dibandingkan dengan bahan organik lainnya

seperti pupuk kandang sapi (10,10), kascing (11,18), kulit kopi (19,27),

kulit kakao (15,49), dan kepala udang (18,88).

Aktivitas mikroorganisme potensial dan penambahan hara pada tanah dapat

ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Bahan organik mengandung

sejumlah enzim dan zat tumbuh yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan

jasad mikro. Peranan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas

biota tanah, juga sebagai sumber energi bagi mikroba tanah

(Shiddieq dan Partoyo, 1999).

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolisme

organisme tanah serta meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam membantu

proses dekomposisi bahan organik. Menurut Kononova (1996) bahan organik

tanah berperan sebagai sumber hara tanaman, membantu proses penghancuran

mineral tanah, membentuk struktur tanah yang stabil, dan berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Apabila bahan organik itu telah terurai sebelum dipakai

oleh mikroorganisme tersebut, mikroorganisme tersebut akan mati karena

(8)

Kompos jerami padi secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik

tanah dan lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah. Dari hasil

penelitian Suryani (2007), kompos jerami padi banyak mengandung unsur hara

nitrogen yang berpengaruh baik pada pertumbuhan tanaman jeruk. Penelitian lain

menyatakan bahwa jerami padi yang telah dikomposkan mengandung 0,6% N,

0,25% P, 45% K, asam humat 55,89%, asam fulvat 18,19%, dan nisbah C/N 16,81

(Nusantara, 1999).

Pemakain kompos jerami padi yang konsisten dalam waktu panjang dapat

menaikan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah.

Penggunaan pupuk organik yang berasal dari jerami padi sebanyak 2 ton ha-1 akan memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan tanpa jerami padi. Hal ini disebabkan

peran penting bahan organik dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan

kesuburan tanah baik dari aspek kimia, fisika dan biologi tanah

(Arafah dkk., 2003).

Bahan organik segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh

berbagai jasad renik salah satunya fungi yang ada dalam tanah dan selanjutnya

didekomposisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut.

Makin banyak bahan organik semakin banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam

tanah (Anonimous, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Lubis

(2008) bahwa jumlah jenis jamur Mucor pada masa inkubasi berpengaruh sangat

nyata dan pemberian bahan organik juga berpengaruh sangat nyata, dan interaksi

antar bahan organik dan masa inkubasi juga sangat berpengaruh nyata. Dimana

(9)

7

pertama jumlah jamur Mucor tinggi yaitu sekitar 11,64 x 105 g-1 tanah. Sama halnya dengan pemberian bahan organik ampas tebu, jumlah jamur Mucor pada

minggu pertama tinggi yaitu sekitar 18,54 x 105 g-1 tanah.

Limbah agroindustri berpotensi untuk digunakan sebagai pupuk cair. Namun,

untuk mengubah limbah agroindustri menjadi pupuk cair diperlukan proses

ekstraksi untuk mengambil unsur-unsur yang terdapat didalamnya. Pada

prinsipnya, bahan metabolit mikroba dapat dipisahkan dari lapukan bahan organik

atau humus dengan menggunakan metode ekstraksi. Terdapat beberapa metode

ekstraksi dan bahan pengekstrak yang digunakan. Dalam melakukan ekstraksi

dibutuhkan jenis pelarut yang tepat. Ekstraksi dengan menggunakan air dapat

menghindari terjadinya kerusakan bentuk polimer metabolit yang mengubah sifat

dan prilaku relativitasnya seperti ekstraksi dengan menggunakan asam kuat atau

alkali (Lynch, 1983).

Ekstraksi menggunakan asam lemah dapat menggekstrak bahan organik hingga

55% (Stevenson, 1982). Larutan asam asetat merupakan salah satu asam lemah,

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting.

Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena terftalat,

selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat kain.

Penelitian Yusnaini dan Nugroho (1993), yang menggunakan ekstrak-air dari

bahan-bahan organik gambut saprik, kompos sampah kota, pupuk kandang dan

kascing yang dicobakan pada kecambah tanaman padi, jagung, kedelai dan kacang

(10)

meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal benih jagung, kedelai, dan

kacang tanah, baik pada bagian atas kecamabah maupun pada akar.

Fungi perombak bahan organik mempunyai kemampuan lebih baik di banding

bakteri dalam mengurai sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa, lignin). Menurut

Erikson dkk., (1989) dalam Saraswati dkk., (2008) kelompok fungi menunjukan

aktifitas biodekomposisi paling nyata yang dapat menyebabkan bahan organik

tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar

ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara sekitar tanaman.

D.Hipotesis

1. Terdapat campuran terbaik pada pemberian ekstrak campuran kompos jerami

bekas media jamur dengan pupuk kandang sapi maupun kascing dan jenis

pengekstrak aquades maupun asam asetat terhadap total populasi dan indeks

keanekaragaman fungi dibandingkan ekstrak campuran kompos limbah

agroindustri lainya.

2. Total populasi dan indeks keanekaragaman fungi lebih tinggi pada pemberian

ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan masing-masing limbah

agroindustri dan jenis pengekstrak aquades maupun asam asetat dibandingkan

ekstrak campuran kompos kascing dengan masing-masing limbah agroindustri

lainya.

3. Total populasi dan indeks keanekaragaman fungi lebih tinggi pada pemberian

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Limbah Agroindustri

Limbah organik dari industri sering menjadi masalah lingkungan yang sulit dalam

penanganannya. Semetara itu limbah industri dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pupuk. Limbah organik industri sangat bervariasi dari limbah cair hingga limbah

padat. Limbah industri memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber hara

untuk tanaman (Power dan Papendick, 1997). Beberapa masalah yang harus

diperhatikan dalam kaitannya dengan penggunaan limbah untuk pupuk antara

lain: (1) adanya logam mikro atau logam berat (misal Zn, Cu, Ni, Cd, Cr,dan Pb),

(2) kemungkinan adanya senyawa organik racun, (3) kemungkinan adanya bibit

penyakit (patogen), dan (4) adanya kelebihan N lepas ke lingkungan.

Salah satu bahan limbah industri tersebut adalah limbah udang yaitu limbah

industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi

kepala dan kulit udang diperkirakan 30 - 40% dari bobot udang segar. Udang di

Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, selama ini potensi udang Indonesia

rata-rata meningkat sebesar 7,4% per tahun (pada tahun 2001), potensi udang

nasional mencapai 633.681 ton. Dengan usumsi laju peningkatan tersebut tetap,

maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari

(12)

(bagian kulit, kepala dan ekor) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah

udang sebesar 510.266 ton (Prasetyo, 2004).

Limbah udang sering kali menimbulkan masalah lingkungan karena mudah busuk

dan sangat berbau. Hal ini terutama karena limbah udang banyak mengandung

senyawa organik, terutama protein sebesar 23 - 27% dan kepala udang merupakan

tempat berkumpulnya enzim-enzim pemecah bahan organik serta bakteri

pembusuk. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.

Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)

yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).

Limbah hasil industri rumah tangga maupun pertanian sering menjadi masalah

yang belum dapat terselesaikan di masyarakat. Limbah yang hanya dibakar atau

ditimbun, akan menambah pencemaran lingkungan. Salah satu usaha untuk

mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengubah limbah menjadi media

tumbuh jamur merang, limbah tersebut misalnya jerami padi (Anggit, 2010).

Anggit (2010) menyatakan bahwa jamur merang dapat tumbuh pada media yang

merupakan limbah, terutama limbah pertanian. Dengan demikian limbah tidak

terbuang sia-sia karena masih dapat memberi nilai tambah. Bahkan sisa kompos

bekas pertanian jamur juga dapat digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah.

Pemanfaatan jerami padi sebagai media pertumbuhan jamur merang karena

mengandung banyak zat gula dan garam mineral. Jerami padi mempunyai

kelebihan tertentu dibandingkan dengan media lainnya yaitu mudah diperoleh dan

(13)

11

Penggunaan jerami padi sebagai bahan organik meningkatkan efisiensi pengunaan

pupuk N, memperbaiki kesuburan tanah dengan menyediakan unsur hara terutama

K, selain itu dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Adingsih dkk., 1999). Rata-rata

kadar hara jerami padi adalah 0,4% N, 0,02% P, 1,4% K dan 5,0% Si.

Kulit buah kakao merupakan komponen terbesar dari buah kakao yaitu sebesar

70% berat buah masak. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan tahun 2008, luas

areal kakao di Indonesia tercatat 9960.880 ton dan tingkat produktifitas

657 kg ha-1. Bobot buah kakao yang dipanen dari 1 ha akan diperoleh 6200kg kulit buah. Produksi yang tinggi tersebut menghasilkan kulit buah kakao sebagai

produk samping pertanian meningkat. Menurut Darmono dan Panji (1999) dalam

Rosniawaty (2005), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah

banyakakan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik.

Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara kalium

dan nitrogen. Menurut Didiek dan Yufnal (2004) kompos kulit buah kakao

mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C - organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%,

CaO 0,23%, dan MgO 0,59%.

Pengolahan kopi secara basa akan menghasilkan limbah berupa kulit buah pada

proses pengupasan buah dan kulit tanduk pada saat penggerbusan limbah kulit

kopi belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk di sekitar lokasi

pengolahan selama beberapa bulan, sehingga dapat menimbulkan bau busuk dan

cairan yang mencemari lingkungan. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak

(14)

karena merupakan sumber organik yang potensial untuk dikelola

(Ditjen Perkebunan, 2010).

Limbah kulit buah kopi memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang

memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kadar C-organik kulit buah kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor

0,18% dan kalium 2,26%. Selain itu kulit buah kopi juga mengandung unsur

Ca, Mg, Mn, Fe, Cu dan Zn. Dalam 1 ha areal pertanaman kopi akan

memproduksi limbah segar sekitar 1,8 ton.

B.Bahan Organik

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks

dan dimanis yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di

dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena

dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dam kimia (Kononova, 1961). Menurut

Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang

terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa

mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang

stabil atau humus.

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro fauna tanah.

Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktifitas dan populasi

mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktifitas

dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang

berperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri, dan

(15)

13

dalam dekomposisi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa,

nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses

humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, serta bertanggung jawab

terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, 1997).

Hairah dkk. (2007) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan

organik salah satunya dengan pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang

berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam

dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan

atau penyediaan kotoran hewan sering kali sulit dilakukan karena memerlukan

biaya transportasi yang besar.

Pupuk kandang merupakan bahan organik yang terpenting diberikan ke tanah.

Pupuk kandang merupakan pensuplai bahan organik yang sangat dibutuhkan oleh

tanaman. Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk kandang tersebut

adalah nitrogen 35%, fosfor 60%, dan kalium 70%. Pupuk kandang tidak hanya

ditentukan berdasarkan pasokan bahan organik, tetapi besarnya pasokan nitrogen.

Nitrogen yang dilepaskan oleh aktifitas mikroorganisme kemudian dimanfaatkan

oleh tanaman. Pupuk kandang memiliki pengaruh sangat penting terhadap sifat

fisika, kimia tanah, dan mempertahankan kesuburan tanah (Susanto, 2002).

Tanah sangat kaya akan keanekaragaman mikroorganisme, seperti bakteri,

aktinomisetes, fungi, protozoa, alga dan virus yang dapat menguraikan bahan

organik, seperti pupuk kandang. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih

dari 100 juta mikroba per gram tanah. Sebagian besar mikroba tanah memiliki

(16)

menghancurkan limbah organik, fiksasi nitrogen, pelarut fosfat, merangsang

pertumbuhan, dan membantu penyerapan unsur hara (Isroi, 2006).

Menurut Mulat (2003) dalam Nahampuan (2009), kascing merupakan bahan

organik yang mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur makro maupun

unsur mikro yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Kascing ini mengandung

partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian

dikelurkan lagi. Kandungan kascing tergantung pada bahan organik dan jenis

cacingnya. Namun, umumnya kascing mengandung unsur hara yang dibutuhkan

tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral dan vitamin

Pemberian Kascing pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah memperbaiki

struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan kemampuan menahan air.

Di samping itu juga kascing dapat memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan

kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro,

meningkatkan pH pada tanah asam dan sebagainya (Nick, 2008).

C.Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses untuk memisahakan campuran beberapa zat menjadi

komponen-komponen yang terpisah. Pada dasarnya efisiensi ekstraksi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu : waktu, suhu dan pH ekstraksi (Whistler, 1960).

Tingkat kecepatan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas

permukaan antara padatan dan cairan, gradie konsentrasi, suhu, dan kecepatan

(17)

15

menghindari perubahan fisik dam kimia yang tidak diinginkan, dimana dapat

menurunkan kualitas produk (Brennan dkk., 1976).

Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari

hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu

larutan yang hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun

buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air

di dalamnya mengandung zat-zat terlarut (Linsley dkk., 1991).

Ekstraksi dilakukan pada suasana sedikit asam. Proses pengasaman bertujuan

untuk memecahkan dinding sel sehingga memudahkan proses ekstraksi.

Pengasaman juga dapat menghancurkan dan melarutkan kotoran, sehingga bahan

lebih bersih. Pengasaman dapat dilakukan dengan menggunakan asam asetat

(Winarno, 1990).

Ekstrak dengan air dapat menghindari kerusakan bentuk polimer metabolit yang

mengubah sifat dan perilaku reaktivitasnya seperti ekstraksi dengan menggunakan

asam kuat atau alkali (Lynch, 1983 dalam Soputri, 2009). Ekstraksi menggunakan

asam lemah dapat menggekstrak bahan organik hingga 55% (Stevenson, 1982).

Larutan asam asetat merupakan salah satu asam lemah, asam asetat merupakan

pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan

dalam produksi polimer seperti polietilena terftalat, selulosa asetat, dan polivinil

asetat, maupun berbagai macam serat kain.

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik

(18)

murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higriskopis tak berwarna, dan

memiliki titik beku 16,7oC.

D.Mikroorganisme Tanah

Mikroorganisme tanah yang menghuni tanah dikelompokkan menjadi bakteri,

aktinomisetes, fungi, alga, dan protozoa. Mikroorganisme tanah mempunyai

peranan penting pada siklus hara, karena mikroorganisme tidak hanya merombak

bahan organik komplek tetapi juga mengubah menjadi senyawa yang didapat

digunakan tanaman bagi pertumbuhannya (Volk dan Wheeler, 1990 dalam

Arimurti, 2004).

Fungi merupakan organisme tingkat rendah yang belum mempunyai akar, batang

dan daun, tubuh terdiri dari satu sel (uniselular) dan bersel banyak (multiselular).

Sel berbentuk (hifa). Hifa akan bercabang-cabang, tumbuh saling membelit untuk

membentuk sekumpulan benang yang disebut miselium dan dapat dilihat langsung

dengan mata telanjang (Volk dkk., 1984 dalam Manihuruk 1994). Fungi

merupakan mikroorganisme yang berbentuk benang-benang atau filamen, tidak

berklorofil dan sangat bergantung energi serta karbon dari bahan organik untuk

perkembangannya (Karlinawati, 2004).

Fungi merupakan perombak bahan organik yang mempunyai kemampuan lebih

cepat dibandingkan dengan bakteri dalam mengurai sisa tanaman seperti serasah

daun, batang, ranting dan jerami. Dekomposer Tricoderma adalah salah satu fungi

(19)

17

E.Peranan Bahan Organik terhadap Jumlah Mikroorganisme Tanah

Semua faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran bakteri dan

aktinomisetes juga mempengaruhi penyebaran fungi dalam tanah. Banyaknya

jumlah fungi dalam tanah juga dipengaruhi oleh banyaknya kandungan bahan

organik dan rasio antara oksigen dan karbondioksida dalam atmosfer tanah pada

kedalaman yang berbeda-beda. Fluktuasi musiman dalam hal jumlah fungi adalah

hal yang lazim. Praktek termasuk rotasi tanaman budidaya dan pengunaan pupuk

atau pestisida mempengaruhi ciri dan dominasi spesies fungi (Rao, 1994).

Fungi atau jamur memerlukan senyawa organik sebagai nutrisinya bila jamur

hidup pada bahan organik mati yang terlarut, di sebut saprofit. Saprofit

menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikan

menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana yang kemudian

dikembalikan ke dalam tanah dan selajutnya meningkatkan kesuburan

(Pelczar., 1986 dalam Lubis 2008).

Jika ditinjau dari cara hidupnya, sebagian besar fungi hidup sebagai saprob. Fungi

yang hidup sebagai saprob memperoleh nutrisi atau makanan dari bahan organik

yang tidak hidup, yaitu bahan organik yang telah mengalami pelapukan atau

penguraian. Sebagian makhluk hidup, fungi memerlukan nutrisi untuk

pertumbuhan dan perkembangannya. Nutrisi tersebut dapat langsung diperoleh

dari media yang disekitarnya secara langsung dalam bentuk unsur ion dan

molekul sederhana (Gunawan, 2000).

Bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah,

(20)

bahan organik, juga sekaligus mempengaruhi kehidupan tanaman. Dalam proses

bahan organik, yang terpenting adalah perubahan C/N yang tinggi ke C/N yang

optimal yang dapat digunakan oleh tanaman. Perbandingan C/N di dalam tanah

perlu diketahui untuk mengetahui tingkat pelapukan dan kecepatan penguraian

bahan organik serta tersedianya unsur hara N di dalam tanah. Bahan organik yang

mempunyai perbandingan C/N 10 - 12 merupakan optimal untuk pertumbuhan

(21)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.

Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak limbah agroindustri dan analisis tanah

dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah. Enumerasi fungi tanah dilakukan di

Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cangkul, shaker, autoklaf, laminar flow, erlenmeyer,

tabung reaksi, corong, pipet, timbangan, kertas saring, sentrifius, plastik tahan

panas, alumunium foil, polybag 3 kg, gelas ukur, oven, pH meter, cawan petri,

karung, kertas label, tissue, alat tulis, dan alat-alat untuk analisis tanah dan

enumerasi fungi tanah.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain tanah yang diambil dari Politeknik

Negeri Lampung, limbah kulit kopi, limbah kulit kakao, limbah jerami bekas

pertanaman jamur ,limbah kepala udang, pupuk kandang sapi, kotoran cacing,

aquades (H2O), larutan asam asetat (CH3COOH) 0,01 N, alkohol, bahan-bahan

(22)

(Potato Dextrose Agar), streptomicyn dan bahan-bahan kimia lainnya untuk

analisis laboratorium.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK), yang disusun secara faktorial (8 x 2) dengan 3 kelompok, secara

keseluruhan penelitian ini terdiri dari 48 satuan percobaan.

Faktor I : Ekstrak Bahan Organik (O) yang terdiri dari :

O1 = Pupuk kandang sapi + Kulit kopi

O2 = Pupuk kandang sapi + Kulit kakao

O3 = Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur

O4 = Pupuk kandang sapi + Kepala Udang

O5 = Kascing + Kulit kopi

O6 = Kascing + Kulit kakao

O7 = Kascing + Jerami bekas media jamur

O8 = Kascing + Kepala Udang

Faktor II : Jenis Pengekstrak (E) yang terdiri dari :

E1 = air destilata (H2O)

(23)

21

Tabel 1. Kombinasi perlakuan yang diuji.

Perlakuan Kelompok

Bahan Organik (O) Pengekstrak (E) U1 U2 U3

Pupuk kandang sapi + Limbah Kulit kopi

Aquades

Pupuk kandang sapi + Limbah Kulit kopi

Asam asetat

Data yang diperoleh ditabulasi dan diuji homogenitas ragamnya dengan Uji

Bartlett dan kenambahan dengan Uji Tukey. Selanjutnya data dianalisis dengan

analisis ragam pada taraf nyata 5%. Untuk mengetahui beda nilai tengah

dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% serta untuk melihat hubungan

antara total populasi dan keanekaragaman fungi dengan pH, C-organik dan

N-total dilakukan uji korelasi pada taraf.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengambilan Contoh Tanah

Contoh Tanah yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari lahan yang belum

(24)

2. Cara Pengambilan Sampel di lapangan

Contoh tanah yang digunakan berasal dari Politeknik Negeri Lampung. Tanah

dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan kesuburan tanahnya, tanah diambil

sebanyak 5 titik setiap ulangan, diambil hingga kedalaman 20 cm disetiap titik.

Kemudian tanah yang diambil pada setiap titik dikompositkan berdasarkan

ulangan. Selanjutnya tanah lembab diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm

tujuan dari pengayakan adalah untuk memisahkan tanah dari akar-akar halus

tanaman, dan butiran-butiran tanah yang digunakan lebih halus. Sebagian contoh

tanah di kering udarakan untuk dilakukan analisis pH, C-organik, dan N-total.

3. Pengadaan Limbah Agroindustri

Limbah agroindustri didapat dengan cara membeli langsung ke pusat pertambakan

udang PT Central Pertiwi Bahari, di perkebunan rakyat (kopi dan kakao), tempat

budidaya jamur. Pupuk kandang sapi diperoleh dari peternakan sapi dan kascing

diperoleh dengan cara membeli langsung ke perternakan cacing tanah di Bandung.

4. Pencampuran Limbah Argoindustri

Masing-masing dari bahan organik yaitu kulit kopi, kulit kakao, jerami bekas

media jamur dan kepala udang, dipotong-potong hingga berukuran kecil

(+ 1 - 2 cm), kemudian dicampurkan dengan pupuk kandang sapi maupun kascing

sesuai perlakuan dengan perbandingan (L:B) 2:1, kemudian dimasukkan

ke dalam kantong plastik hitam dan diinkubasi selama ± 2 minggu. Setelah itu

(25)

23

5. Ekstraksi Limbah Argoindustri

Prosedur ekstraksi bahan organik dilakukan dengan sedikit memodifikasi metode

yang dilakukan oleh Gigliotti dkk., (2005). Campuran bahan organik diekstrak

dengan menggunakan aquades dan asam asetat 0,01 N, dengan perbandingan

berdasarkan volume (BB : E) 1 : 5, yaitu 200 g campuran bahan organik dan

1000 ml larutan air destilata atau asam asetat 0,01 N untuk mendapatkan

konsentrasi 100%. Campuran dikocok selama 2 x 24 jam dengan kecepatan

sedang (190 rpm), disentrifius dengan kecepatan 3000 rpm dan pastanya disaring

menggunakan kertas saring whatman No. 42 dan dibuat seri pengenceran dengan

konsentrasi 60% yaitu dengan cara mencampurkan 60 ml ekstrak campuran bahan

organik dan limbah agroindustri dengan 40 ml aquades. Kemudian dilakukan

analisis karakteristik kimia ekstrak bahan organik.

6. Tata Laksana Penelitian

Pada sampel tanah yang diinkubasi dilakukan analisis awal C-organik, N-total

tanah dan pH-tanah. Tanah setara dengan 3 kg BKO (Berat Kering Oven)

masing-masing dimasukkan ke dalam polybag dan ditutup rapat dan disimpan

dalam ruangan dengan suhu kamar. Selanjutnya tanah dikondisikan pada

kelembaban 75% kapasitas lapang dengan cara seminggu sekali ditimbang dan

ditambahkan air bila diperlukan. Kadar air 75% kapasitas lapang karena kondisi

tersebut yang paling optimum untuk kehidupan mikroorganisme dan tumbuhan.

Untuk setiap contoh tanah dikeluarkan dari polybag kemudian diaplikasikan

(26)

berat tanah, diaduk merata dalam plastik berukuran besar, setelah itu tanah

dimasukkan kembali ke dalam polybag, ditutup rapat, disimpan dalam ruang gelap

dengan suhu kamar sampai dengan waktu pengamatan. Kadar air dikembalikan

pada kondisi 75% kapasitas lapang dengan cara ditimbang. Pengambilan contoh

tanah untuk pengamatan terhadap total populasi dan keanekaragaman fungi yang

dilakukan pada hari ke-0, 7, 15, dan 30 setelah inkubasi. Setelah hari ke-30 contoh

tanah diambil untuk dilakukan analisis terhadap pH- tanah, C-organik, dan N-total

tanah.

E. Pengamatan

1. Variabel Utama

Variabel utama yang diamati adalah populasi fungi tanah, yaitu total koloni fungi

tanah dan keragamannya yang diamati secara morfologi di laboratorium pada hari

ke-0, 7, 15, dan 30 setelah inkubasi.

a. Pembuatan Seri Pengenceran (Dilution Series)

Alat-alat yang digunakan diautoklaf selama 120 menit dengan suhu 120oC, hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme yang menempel pada

alat. Pembuatan larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter aquades) digunakan

untuk membuat seri pengenceran. Larutan fisiologis sebanyak 90 ml dimasukkan

ke dalam erlenmeyer 250 ml dan 9 ml masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi sebanyak delapan tabung reaksi. Tabung reaksi dan erlenmeyer

ditutup dengan menggunakan kapas dan alumunium voil, kemudian diautoklaf

(27)

25

suhunya mencapai antara 42 - 45oC. Selanjutnya pembuatan pengenceran dengan cara menambahkan 10 g tanah dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

90 ml larutan fisiologis steril dan dikocok secara perlahan-lahan jangan sampai

membasahi kapas kemudian 1 ml larutan pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis dengan menggunakan pipet

mikron sehingga diperoleh seri pengenceran 10-2 dan seterusnya sampai 10-5.

b. Medium Fungi

Medium biakan yang digunakan untuk menghitung fungi adalah PDA

(Potato Dextrose Agar) dibuat dengan melarutkan 39 g PDA dalam 1 liter

aquades, kemudian diautoklaf selama 20 menit dengan suhu 120oC. Larutan yang telah diautoklaf kemudian didiamkan beberapa saat sampai mencapai 45 - 50oC, ditambahkan antibiotik streptomycin dengan tujuan agar tidak terjadi kontaminasi

dengan bakteri selama inkubasi. Untuk menghitung fungi, 1 ml suspensi tanah

diambil dari seri pengenceran 10-2 - 10-5 dengan menggunakan pipet steril ke cawan petri. Kemudian ditambahkan 12 - 15 ml medium PDA yang

bertemperatur 45 - 50oC dan didiamkan sampai agar memadat. Setelah medium PDA memadat cawan petri dibalik dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu

28 - 30oC. Pengamatan terhadap total fungi dan keanekaragamannya dilakukan setelah 4 - 5hari inkubasi (Hariyanto, 2006).

Untuk menghitung dipilih cawan yang jumlah koloninya antara 30 - 300 per

cawan. Untuk memudahkan perhitungan total fungi digunakan Quebec Colony

Counter (QCC). Keanekaragaman morfologi koloni fungi tanah diamati

(28)

(bergerigi, mulus, berhifa) serta perhitungan keanekaragaman dihitung dengan

metode Shannon dan Wiever (Odum, 1971) dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

H = Indeks Keanekaragaman ni = Jumlah individu ke i N = Jumlah seluruh individu

Untuk menghitung jumlah fungi dari contoh tanah yang dihitung adalah

dengan mengalikan rata-rata jumlah koloni dengan faktor pengencer

(Tim Biologi Tanah, 2008).

CFUs/g (tanah) = rata-rata koloni/cawan x faktor pengenceran

Hasil ini kemudian dikonversi ke jumlah mikroorganisme dalam 1 gram tanah

kering oven dengan memperhitungkan kadar air tanah.

2. Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati pada awal dan akhir penelitian adalah :

1. Analisis tanah awal (sebelum perlakuan) dan di akhir waktu inkubasi yaitu

pH, C, dan N.

2. Analisis akhir C-organik (metode Walkley & Black) dan N-total (metode

Kjeldahl) dan C/N pada masing-masing tanah yang diaplikasikan ekstrak

(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Sampel tanah yang diambil dari Politeknik Negeri Lampung memiliki pH awal

6,13 setelah diberi perlakuan ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

maupun kascing masing-masing dengan kulit kopi, kulit kakao, jerami bekas

media jamur dan kepala udang ditambahkan jenis pengekstrak aquades pH

berkisar 5,69 – 6,58 sedangkan jika diberi perlakuan ekstrak campuran kompos

pupuk kandang sapi maupun kascing masing-masing dengan kulit kopi, kulit

kakao, jerami bekas media jamur dan kepala udang ditambahkan jenis

pengekstrak asam asetat pH berkisar 3,35 - 5,51. Persen C-organik tanah (awal)

yang dimiliki oleh tanah sampel benilai 1,80% dan untuk persen N-total tanah

(awal) yang dimiliki tanah sampel bernilai 0,78%.

Berdasarkan hasil analisis C/N akhir tanah yang diaplikasikan ekstrak campuran

kompos bahan organik dan limbah agroindustri (Tabel 2) menunjukan bahwa nilai

C/N terendah yaitu pada tanah dengan ekstrak campuran kompos jerami bekas

media jamur dan pupuk kandang sapi dengan pengekstrak asam asetat yaitu 7,53

dan nilai C/N tertinggi yaitu pada tanah dengan ekstrak campuran kompos kulit

(30)

Tabel 2. Hasil analisis pH , C-Organik, N-total akhir tanah yang diaplikasikan ekstrak campuran kompos bahan organik dan limbah agroindustri dengan jenis pengekstrak aquades dan asam asetat.

Perlakuan Sifat Kimia

Pupuk kandang sapi + jerami bekas media jamur, O4= Pupuk kandang sapi + kepala

udang, O5= Kascing + kulit kopi, O6= Kascing + kulit kakao, O7= Kascing + jerami

bekas media jamur, O8= Kascing kepala udang + , E1= Pengekstrak Akuades, E2=

Pengekstrak Asam asetat.

Pada hasil analisis pH akhir tanah yang diaplikasikan ekstrak campuran kompos

bahan organik dan limbah agroindustri (Tabel 2) dengan menggunakan

pengekstrak aquades memiliki nilai pH yang mendekati netral (5,73 – 6,59)

sedangkan nilai pH ekstrak campuran kompos bahan organik dan limbah

agroindustri dengan menggunakan pengekstrak asam asetat memiliki nilai pH

(31)

29

1. Total Populasi Fungi

Tabel 3. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi.

Pemberian Hari (Setelah Aplikasi Ekstrak campuran kompos)

0 7 15 30

kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak serta

interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap total populasi fungi pada semua

hari pengamatan.

Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke- 0.

Jenis Bahan Organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat

Pupuk kandang sapi + Kulit kopi 4,24 a

(C)

4,50 b (BC) Pupuk kandang sapi + Kulit kakao 4,46 a

(D)

4,60 b (CD) Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur 4,58 a

(E)

4,73 b (E)

Pupuk kandang sapi + Kepala udang 4,15 a (B)

(32)

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 4), pada hari ke-0 menunjukkan bahwa total

pupulasi fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

maupun kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, jerami bekas

media jamur dan kepala udang) pada jenis pengestrak asam asetat lebih tinggi

dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades.

Total populasi fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun asam asetat

lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran kompos

kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-0 total pupulasi fungi terendah pada ekstrak campuran

kompos kascing dengan kulit kopi dan kepala udang serta ekstrak campuran

kompos pupuk kandang sapi dengan kepala udang pada pengestrak aquades

maupun asam asetat diikuti oleh ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

dengan kulit kopi serta ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi maupun

kascing dengan kulit kakao baik dengan pengestrak aquades maupun asam asetat

dan total populasi fungi tertinggi pada ekstrak campuran kompos kascing maupun

pupuk kandang sapi dengan limbah jerami bekas media jamur pada pengestrak

aquades maupun asam asetat.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 5), pada hari ke-7 menunjukkan bahwa total

pupulasi fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

maupun kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, kepala

udang, dan jerami bekas media jamur) lebih tinggi pada jenis pengestrak asam

(33)

31

Tabel 5. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke-7.

Jenis Bahan Organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur 4,64 a

(E)

4,84 b (D)

Pupuk kandang sapi + Kepala udang 4,37 a (C) berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal dan huruf besar (dalam tanda kurung) dibaca arah vertikal.

Total populasi fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun asam asetat

lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran kompos bahan

organik dan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-7 total pupulasi fungi terendah pada ekstrak campuran

kompos kascing dengan kulit kopi diikuti ekstrak campuran kompos kascing

dengan kepala udang serta ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

kepala udang pada pengestrak aquades maupun asam asetat diikuti oleh ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan kulit kopi serta campuran pupuk

kandang sapi maupun kascing dengan kulit kakao baik dengan pengestrak aquades

(34)

kompos kascing maupun pupuk kandang sapi dengan limbah jerami bekas media

jamur dengan pengestrak aquades maupun asam asetat.

Tabel 6. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke-15.

Jenis Bahan Organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat Pupuk kandang sapi + Kulit kopi 4,35 a

(D)

4,48 b (D) Pupuk kandang sapi + Kulit kakao 4,37 a

(D)

4,55 b (E) Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur 4,56 a

(F)

4,77 b (F)

Pupuk kandang sapi + Kepala udang 4,25 a (C)

Kascing + Jerami bekas media jamur 4,58 a (F) berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal dan huruf besar (dalam tanda kurung) dibaca arah vertikal.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 6), pada hari ke-15 menunjukkan bahwa total

pupulasi fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

maupun kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, jerami bekas

media jamur dan kepala udang) pada jenis pengestrak asam asetat lebih tinggi

dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades kecuali pada ekstrak

campuran kompos kascing dengan jerami bekas media jamur dan kulit kakao

(35)

33

Total populasi fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun asam asetat

lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran kompos

kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-15 total pupulasi fungi terendah pada ekstrak campuran

kompos kascing dengan kulit kopi diikuti ekstrak campuran kompos kascing

dengan kepala udang serta ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

kepala udang pada pengestrak aquades maupun asam asetat diikuti oleh ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan kulit kopi serta campuran pupuk

kandang sapi maupun kascing dengan kulit kakao baik pada pengestrak aquades

maupun asam asetat dan total populasi fungi tertinggi pada ekstrak campuran

kompos kascing maupun pupuk kandang sapi dengan limbah jerami bekas media

jamur dengan pengestrak aquades maupun asam asetat.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 7), pada hari ke-30 menunjukkan bahwa total

pupulasi fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi

maupun kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, kepala

udang, dan jerami bekas media jamur) dengan jenis pengestrak asam asetat lebih

tinggi dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades kecuali pada

pemberian ekstrak campuran kompos kascing dengan limbah agroindustri

(kulit kopi, kulit kakao, dan jerami bekas media jamur) tidak berbeda terhadap

(36)

Total populasi fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun asam asetat

lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran kompos

kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Tabel 7. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke-30.

Jenis Bahan Organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat Pupuk kandang sapi + Kulit kopi 4,26 a

(C)

4,43 b (DE) Pupuk kandang sapi + Kulit kakao 4,32 a

(CD)

4,44 b (E) Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur 4,42 a

(DE)

4,69 b (F)

Pupuk kandang sapi + Kepala udang 3,98 a (B)

Kascing + Jerami bekas media jamur 4,46 a (E)

Keterangan : Nilai tengah yang diikuti oleh nilai yang tidak sama dengan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal dan huruf besar (dalam tanda kurung) dibaca arah vertikal.

Selanjutnya pada hari ke-30 total pupulasi fungi terendah pada ekstrak campuran

kompos kascing dengan kulit kopi diikuti ekstrak campuran kompos kascing

dengan kepala udang serta ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan

kepala udang pada pengekstrak aquades maupun asam asetat diikuti oleh ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan kulit kopi serta ekstrak campuran

kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kulit kakao baik dengan

(37)

35

ekstrak campuran kompos kascing maupun pupuk kandang sapi dengan limbah

jerami bekas media jamur bekas media jamur dengan pengestrak aquades maupun

asam asetat.

2. Keanekaragaman

Berdasarkan hasil identifikasi terdapat 5 genus fungi yang tumbuh yaitu

Chytridium sp., Tricoderma sp., Rhizopus sp., Fusarium sp.,Fungi E

(Tabel 9 dan 10) yang dapat dilihat pada Gambar 1,2, 3, 4, dan 5.

Perubahan indeks keanekaragaman fungi (Tabel 9 dan 10) menunjukan bahwa

fungi Chytridium sp. tumbuh dengan lebih banyak pada semua perlakuan

sedangkan fungi Trichoderma sp., Rhizopus sp., Fungi E, dan Fusarium sp.,

secara berurutan berkurang keberadaanya dan semakin berkurang pada semua

perlakuan.

Tabel 8. Identifikasi jenis fungi

Strain Ciri-ciri Jenis Fungi

Fungi A putih, datar, tepi tidak teratur Chytridium sp.

Fungi B hijau, datar, tepi tidak teratur Trichoderma sp.

Fungi C coklat, datar, tepi tidak teratur Rhizopus sp.

Fungi D merah, datar, tepi bulat rata Fusarium sp.

Fungi E hitam, cembung, bulat rata -

(38)

Gambar 1. Chytridium sp. Gambar 2. Trichoderma sp.

Gambar 3. Rhizopus sp. Gambar 4. Fusarium sp.

(39)

37

Tabel 9. Proporsi pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan masing-masing limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi semua hari pengamatan.

(40)

Tabel 10. Proporsi pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan masing-masing limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi semua hari pengamatan (Lanjutan).

perlakuan

Hari ke-15

Indeks

Hari ke-30

Indeks

Proporsi Proporsi

A B C D E A B C D E

O1E1 54,83 2,17 2,50 0,67 0,00 0,38 19,67 3,83 5,67 0,00 1,00 0,95

O2E1 48,50 0,00 7,33 1,33 0,00 0,49 29,50 14,17 0,00 0,00 0,00 0,63

O3E1 64,33 0,00 20,67 0,83 0,00 0,60 54,67 10,83 3,00 0,00 0,50 0,31

O4E1 31,17 3,50 0,00 0,00 0,00 0,32 17,17 7,50 0,00 0,67 0,00 0,62

O5E1 14,83 0,00 4,83 0,00 0,00 0,51 11,00 0,00 3,00 0,83 0,00 0,54

O6E1 54,83 4,50 6,33 0,83 0,00 0,61 40,67 5,00 7,67 0,00 0,00 0,70

O7E1 44,50 11,00 23,00 0,83 0,00 0,72 50,33 0,00 13,17 0,83 0,00 0,57

O8E1 25,17 5,17 0,00 0,00 0,00 0,46 17,00 0,00 8,83 0,00 0,00 0,27

O1E2 53,00 3,50 4,33 0,00 1,67 0,58 40,33 15,50 4,33 0,00 0,83 0,81

O2E2 53,50 4,33 13,00 0,00 0,00 0,69 34,83 11,83 0,00 0,00 0,00 0,22

O3E2 43,17 18,67 51,83 0,00 0,00 0,73 69,50 4,33 16,83 0,00 1,33 0,52

O4E2 37,67 8,67 0,00 0,67 0,00 0,53 27,17 5,67 0,00 0,00 0,00 0,45

O5E2 24,00 0,00 6,17 0,00 0,00 0,49 16,33 0,00 3,00 0,67 0,00 0,44

O6E2 50,00 7,67 7,67 0,00 2,67 0,59 44,33 4,67 7,00 0,33 0,00 0,64

O7E2 48,50 16,33 24,67 0,50 0,00 0,71 64,33 0,00 14,17 0,50 0,00 0,51

O8E2 32,33 8,17 0,00 0,00 0,00 0,49 27,00 0,00 3,17 0,00 0,00 0,10

Keterangan : O1 = Pupuk kandang sapi + Limbah Kulit kopi; O2 = Pupuk kandang sapi + Limbah Kuli kakao ;O3 = Pupuk kandang sapi + Limbah Jerami

bekas media jamur; O4 = Pupuk kandang sapi + Kepala udang; O5 = Kascing + Limbah Kulit kopi; O6 = Kascing + Limbah Kuli kakao ; O7 =

Kascing + Limbah Jerami bekas media jamur; O8 = Kascing + Limbah Kepala udang; E1 = air destilata (H2O); E2 = Asam asetat (CH3COOH)

(41)

39

Tabel 11. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan masing-masing limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi.

Pemberian Hari (Setelah Aplikasi Ekstrak Bahan Organik)

0 7 15 30

O ** ** ** **

E ** ** ** *

O x E * ** ** tn

Keterangan : O = Bahan Organik + Limbah Agroindustri; E = Pengekstrak; * = nyata, ** = sangat nyata, tn = tidak nyata.

Secara umum hasil analisis ragam pada Tabel 11 menunjukan bahwa pengaruh

pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri

dan jenis pengekstrak serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap indeks

keanekaragaman fungi kecuali pada hari ke- 30 interaksi antara ekstrak campuran

kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak.

Tabel 12. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi hari ke-0.

Jenis Bahan organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat

Pupuk kandang sapi + Kulit kopi 0,43 a (B)

0,59 b (BC)

Pupuk kandang sapi + Kulit kakao 0,50 a (BC)

0,65 b (BC)

Pupuk kandang sapi + Jerami bekas media jamur 0,65 a (E)

0,87 b (D)

Pupuk kandang sapi + Kepala udang 0,21 a (A)

Kascing + Jerami bekas media jamur 0,62 a (DE)

(42)

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 12), pada hari ke-0 menunjukkan bahwa

indeks keanekaragaman fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk

kandang sapi maupun kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao,

kepala udang, dan jerami bekas media jamur) lebih tinggi pada jenis pengestrak

asam asetat dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades.

Indeks keanekaragaman fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang

sapi dengan jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun

asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran

kompos kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-0 indeks keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kepala udang baik

dengan pengestrak aquades maupun asam asetat diikuti oleh ekstrak campuran

kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kulit kopi serta ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kulit kakao pada

pengestrak aquades maupun asam asetat serta ekstrak campuran kompos kascing

dengan jerami bekas media jamur bekas media jamur pada pengestrak aquades

maupun asam asetat dan indeks keanekaragaman fungi tertinggi pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan jerami bekas media jamur dengan

pengestrak aquades maupun asam asetat.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 13), pada hari ke-7 menunjukkan bahwa

indeks keanekaragaman fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk

kandang sapi dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, kepala udang,

(43)

41

dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades, sedangkan ekstrak

campuran kompos kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao,

kepala udang, dan jerami bekas media jamur) tidak berbeda indeks

keanekaragaman fungi baik menggunakan jenis pengestrak aquades maupun asam

asetat.

Tabel 13. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi hari ke-7.

Jenis Bahan organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kopi 0,58 a (ABC)

0,75 b (D)

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kakao 0,60 a (BC)

0,75 b (D)

Pupuk kandang sapi sapi + Jerami bekas media jamur 0,68 a (C)

0,99 b (E)

Pupuk kandang sapi sapi + Kepala udang 0,49 a (A)

Kascing + Jerami bekas media jamur 0,64 a (BC)

Keterangan : Nilai tengah yang diikuti oleh nilai yang tidak sama dengan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal dan huruf besar (dalam tanda kurung) dibaca arah vertikal.

Indeks keanekaragaman fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang

sapi dengan jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun

asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran

(44)

Selanjutnya pada hari ke-7 indeks keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kepala udang dan

kulit kopi pada pengestrak aquades diikuti oleh ekstrak campuran kompos pupuk

kandang sapi maupun kascing dengan kulit kopi serta campuran pupuk kandang

sapi maupun kascing dengan kulit kakao pada pengestrak aquades serta campuran

kascing dengan jerami bekas media jamur pada pengestrak aquades. Indeks

keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak campuran kompos kascing dengan

kepala udang pada pengestrak asam asetat diikuti oleh ekstrak campuran kompos

kascing dengan kulit kakao dan jerami bekas media jamur serta dengan ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan kulit kopi dan kakao dengan

pengestrak asam asetat. Indeks keanekaragaman fungi tertinggi pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan limbah jerami bekas media jamur

dengan pengestrak aquades maupun asam asetat.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 14), pada hari ke-15 menunjukkan bahwa

indeks keanekaragaman fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk

kandang sapi dan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao, kepala udang, dan

jerami bekas media jamur) lebih tinggi pada jenis pengestrak asam asetat

dibandingkan dengan menggunakan jenis pengestrak aquades, sedangkan ekstrak

campuran kompos kascing dengan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao,

kepala udang, dan jerami bekas media jamur) tidak berbeda pada indeks

keanekaragaman fungi baik menggunakan pengestrak aquades maupun asam

(45)

43

Tabel 14. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks

keanekaragaman fungi hari ke-15.

Jenis Bahan organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kopi 0,38 a (AB)

0,58 b (AB)

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kakao 0,49 a (BCD)

0,69 b (BC)

Pupuk kandang sapi sapi + Jerami bekas media jamur 0,60 a (DE)

0,73 b (C)

Pupuk kandang sapi sapi + Kepala udang 0,32 a (A)

Kascing + Jerami bekas media jamur 0,72 a (F)

Keterangan : Nilai tengah yang diikuti oleh nilai yang tidak sama dengan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%. Huruf kecil dibaca arah horizontal dan huruf besar (dalam tanda kurung) dibaca arah vertikal.

Indeks keanekaragaman fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang

sapi dengan jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun

asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran

kompos kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-15 indeks keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi dengan kepala udang dan kulit kopi pada

pengestrak aquades diikuti oleh ekstrak campuran kompos kascing dengan kepala

udang serta campuran pupuk kandang sapi dengan kulit kakao dan jerami bekas

media jamur pada pengestrak aquades serta campuran kascing dan kulit kakao

pada pengestrak aquades. Indeks keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak

(46)

kulit kopi pada pengestrak asam asetat diikuti oleh ekstrak campuran kompos

kascing maupun pupuk kandang sapi dengan kulit kakao. Indeks keanekaragaman

fungi tertinggi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang sapi dengan limbah

jerami bekas media jamur dengan pengestrak aquades maupun asam asetat.

Hasil uji BNT pada taraf 5% (Tabel 15), pada hari ke-30 menunjukkan bahwa

indeks keanekaragaman fungi menggunakan ekstrak campuran kompos pupuk

kandang sapi maupun kascing dan limbah agroindustri (kulit kopi, kulit kakao,

kepala udang, dan jerami bekas media jamur) pada jenis pengestrak aquades

maupun asam asetat tidak berbeda terhadap indeks keanekaragaman fungi.

Tabel 15. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan masing-masing limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap indeks keanekaragaman fungi hari ke-30.

Jenis Bahan Organik Jenis Pengekstrak Aquades Asam Asetat

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kopi 0,49 a (AB)

0,58 a (ABC)

Pupuk kandang sapi sapi + Kulit kakao 0,55 a (ABC)

0,61 a (BCD)

Pupuk kandang sapi sapi + Jerami bekas media jamur 0,67 a (C)

0,73 a (D)

Pupuk kandang sapi sapi + Kepala udang 0,45 a (A)

Kascing + Jerami bekas media jamur 0,60 a (BC)

(47)

45

Indeks keanekaragaman fungi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang

sapi dengan jerami bekas media jamur pada jenis pengestrak aquades maupun

asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan ekstrak campuran

kompos kascing dengan limbah agroindustri lainnya.

Selanjutnya pada hari ke-30 indeks keanekaragaman fungi terendah pada ekstrak

campuran kompos pupuk kandang sapi maupun kascing dengan kepala udang dan

kulit kopi baik dengan pengestrak aquades maupun asam asetat diikuti oleh

ekstrak campuran kompos kascing maupun pupuk kandang sapi dengan kulit

kakao baik dengan pengestrak aquades maupun asam asetat dan indeks

keanekaragaman fungi tertinggi pada ekstrak campuran kompos pupuk kandang

sapi dengan jerami bekas media jamur dengan pengestrak aquades maupun asam

asetat.

3. Korelasi antara Total Populasi dan Indeks Keanekaragaman Fungi dengan pH tanah, C-organik dan N-total.

Berdasarkan uji korelasi (Tabel 16) tidak terjadi korelasi antara total populasi dan

indeks keanekaragaman fungi dengan C-organik dan N-total dengan pemberian

ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis

pengekstrak aquades maupun asam asetat. Sedangkan uji korelasi antara pH tanah

dengan pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah

agroindustri dan jenis pengekstrak aquades maupun asam asetat berpengaruh

(48)

Tabel 16. Ringkasan Korelasi antara total populasi dan indeks keanekaragaman fungi dengan pH tanah, C-Organik dan N-Total pada pengamatan hari ke-30.

Keterangan : * = nyata ** = sangat nyata tn = tidak nyata.

B. Pembahasan

Dari hasil analisis ragam (Tabel 3 dan Tabel 11) menunjukan bahwa pemberian

ekstrak bahan organik dengan limbah agroindustri, jenis pengekstrak dan

interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap total populasi dan indeks

keanekaragaman fungi pada semua hari pengamatan. Hal ini diduga pada awal

aplikasi ekstrak campuran kompos unsur hara yang dibutuhkan mikroorganisme

untuk beraktivitas masih banyak tersedia sehingga total populasi dan indeks

keanekaragam fungi meningkat kecuali pada hari ke-30 yaitu interaksi antara

ekstrak bahan organik dengan limbah agroindustri dan jenis pengekstrak.

Hal ini diduga karena pada hari ke- 30 unsur hara semakin berkurang karena telah

digunakan mikroorganisme khususnya fungi untuk kelangsungan hidupnya, hal

Variabel Koefisien korelasi (r)

pH tanah C-organik N-total Ekstrak campuran kompos bahan organik jenis pengektrak asam asetat terhadap total populasi fungi

-0,479** 0,038 tn 0,391tn

Ekstrak campuran kompos bahan organik dengan limbah agroindustri menggunakan jenis pengektrak asam asetat terhadap indeks Keanekaragaman

Gambar

Tabel 1. Kombinasi perlakuan yang diuji.
Tabel 2.  Hasil analisis pH , C-Organik, N-total akhir tanah yang diaplikasikan ekstrak campuran kompos bahan organik  dan limbah  agroindustri dengan jenis pengekstrak aquades dan asam asetat
Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan            limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke- 0
Tabel 5. Pengaruh pemberian ekstrak campuran kompos bahan organik dengan            limbah agroindustri dan jenis pengekstrak terhadap total populasi fungi (Log CFU g-1 tanah) hari ke-7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pengurangan Pekerja Anak Dalam Rangka Mendukung Program Keluarga Harapan

In this paper, we introduce a parallel spatial range query algorithm, based on VoM R-tree index, which incorporates Voronoi diagrams into M R-tree, benefiting from

Social Mapping Metode Pemetaan Sosial : Teknik Memahami Suatu Masyarakat Atau Komuniti.. PT Raja GrafindoPersada

Dengan demikian para mahasiswa yang memiliki pengetahuan tentang penelitian cenderung akan meningkatkan semangat belajarnya agar dapat mencapai cita-citanya dan

pelaksanaan program/proyek dan perkiraan sumber dana yang terlibat di dalam3. pelaksanaan

Terapi bekam menurunkan tekanan darah dengan cara mengeluarkan zat-zat alami di dalam tubuh yang mengakibatkan dilatasi pada pembuluh dara sehingga tekanan darah dapat menurun1.

Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau

Peran terapi tawa dalam menyum- bang pengontrolan tekanan darah dan penurunan kondisi stres, dirasakan oleh peserta pada kelompok eksperimen, penu- runan dan adaptasi