Didasarkan dari kajian teori pada Bab I dan Bab II, serta dari hasil
penelahaan metodologi penelitian yang digunakan kemudian dikaitkan dengan
temuan empiris di lokasi penelitian pada Bab IV maka dapat dirumuskan beberapa
hal yang dicapai dari hasil analisis data dan pemberian makna sebagaimana yang
tertuang dalam pembahasan berikut:
A.Materi Kurikulum PAI di UNP Kediri
Penyusunan materi pembelajaran di UNP Kediri secara umum
didasarkan serta disesuaikan pada ketentuan peraturan pemerintah yang
tertuang dalam keputusan No. 43 Dirjen Dikti 2006. Walaupun secara utuh
materi tersebut sangat sulit untuk disampaikan semua dan dikaji bersama dalam
proses pembelajaran. Hal ini karena disebabkan minimnya anggaran waktu
yang disediakan untuk pembelajaran PAI sehingga dalam pembahasan materi
PAI tidak bisa dikaji dengan tuntas. Ketidak tuntasan itu bisa berupa
penyampaian tema satu ke tema yang lain kurang mendalam walaupun seluruh
tema atau materi telah diajarkan. Ketidak tuntasan yang lain adalah materi yang
disampaikan sangat mendalam tapi ada beberapa tema yang tidak dikaji atau
dibahas, sehingga mahasiswa ditugaskan untuk belajar sendiri dalam
pengkajian tema-tema yang tertinggal tersebut. Agar lebih spesifik dan bernilai
PAI di UNP Kediri yang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa macam
kriteria yaitu sebagai berikut:
1. Materi Pokok yang Digunakan Dosen PAI
Materi pokok yang digunakan oleh dosen PAI di UNP Kediri antara
satu dosen dengan dosen yang lain berbeda-beda, artinya belum ada
kesepakatan atau keutuhan materi pokok yang terkandung dalam materi
yang disampaikan kepada mahasiswa. Dengan demikian maka dapat
dipahami bahwa walaupun materi yang digunakan oleh sebagian besar
dosen UNP Kediri secara tematik sudah sesuai ketentuan Keputusan Dikti
2006 namun secara porsi kuantitasnya belum terpenuhi. Hal ini menjadi
indikasi nyata bahwa hal tersebut bisa terjadi karena tidak adanya produk
kesepakatan bersama tentang materi pokok atau materi yang sebagian besar
diajarakan secara formal oleh dosen PAI di UNP kepada mahasiswa.
Dengan kata lain materi pokok yang diajarkan belum terstruktur, tersistem,
dan terpadu antara dosen PAI yang satu dengan yang lain, sehingga ini akan
berdampak pada perbedaan titik tekan materi yang diajarkan bahkan terjadi
perbedaan besar materi pokok yang disampaikan kepada mahasiswa antara
satu dosen dengan yang lain. Dampak yang lain adalah ketika penyusunan
soal Ujian, manakala materinya berbeda titik tekannya maka berbeda pula
titik tekan pertanyaan dalam soal ujian tersebut. Secara rinci asumsinya
adalah antara Dosen PAI yang satu dengan yang lain seharusnya punya
pengembangan materi lebih luas yang didasarkan atau disesuaikan pada
prodi dan latar belakang mahasiswanya.
Secara umum materi pokok yang diajarkan oleh dosen PAI UNP
Kediri secara berturu-turut adalah berkatian tentang aqidah, akhlak, dan
pendalaman tentang hakikat manusia. Penekanan pada materi aqidah dan
akhlak digunakan karena keadaan sosiokultur mahasiswa dan masyarakat
internal kampus secara umum masih perlu ditekankan pada kedua aspek
tersebut. Lebih jelasknya hal tersebut dilakukan karena kebanyakan
mahasiswa UNP Kediri adalah lulusan dari sekolah menengah umum
(bukan jenis pendidikan keagamaan), minim tentang pengetahuan agama,
dan suasana masyarakat kampus yang sangat heterogen. Selain itu juga
digunakan materi tentang hakikat manusia yang bermuatan nilai-nilai
filsafat bertujuan sebagai salah satu intstrumen bagi mahasiswa untuk
belajar dalam penggunaan logika (rasionalitas).
Dengan kondisi mahasiswa yang sangat beragam dari segi
sosiokultur dan pemilihan program studi namun hampir seragam dari segi
kemampuan serta wawasan keagamaan Islam maka pembelajaran PAI di
UNP Kediri tidak bisa disamakan dengan kegiatan pendidikan keagamaan
Islam di perguruan tinggi Islam atau bahkan pola pembelajaran serta
pendidikan di pondok pesantren. Oleh karena itu, pembuatan buku pegangan
mata kuliah PAI sangat penting sebagai patokan dan bahan pembelajaran di
rumah bagi mahasiswa serta sebagai bahan atau landasan pengembangan
peniruan dari perguruan tinggi lain, tapi dibuat didasarkan pada kondisi riil
keadaan mahasiswa UNP Kediri sehingga buku tersebut senantiasa bisa
diperbarui sesuai dengan situasi di lapangan atau Kampus UNP Kediri.
Berdasarkan kenyataan tersebut dijelaskan oleh Ahmad Watik
karena begitu luas dan dalamnya kandungan agama, maka pelaksanaan PAI
pada PTU diperlukan kemampuan Dosen dalam pemilihan tema atau pokok
bahasan sehingga menjadi kompetensi yang diharapkan pada mahasiswa
tercapai. Setidaknya ada tiga kelompok pokok bahasan yang perlu
ditekankan yaitu pertama tentang kedudukan agama dalam konfigurasi kehidupan bangsa sehingga bisa dikembangkan ke dalam pemahaman
tentang peran dan keterkaitan agama dengan berbagai aspek kehidupan lain,
kedua sebagai pokok bahan filosofi agama tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pengembangan pemahaman yang padu bagi keberilmuan
dan keagamaan mahasiswa, dan ketiga tentang nilai etik agama pada keilmuan serta kehidupan sebagai pengembangan wawasan mahasiswa agar
dapat diaktualisasikan pemahaman normatif agamanya ke dalam tataran
fungsional dan operasional.367
Karena alokasi waktu mata kuliah PAI di UNP Kediri sangat minim
yaitu 2 SKS maka sebagai pengimbangnya dosen berinisiatif dalam
pemberian tugas-tugas tambahan kepada mahasiswanya seperti pembuatan
resensi tentang buku agama yang terbaru dan best seller, perangkuman buku
Daras PAI dari perguruan tinggi lain yang sudah ditentukan dosen, dan
367Pratiknya, “Pengembangan Pendidikan Agama,” 93.
pengajakan mahasiswa untuk ikut aktif dalam kegiatan keagamaan di
kampus baik yang rutin, eksidental, maupun kegiatan PHBI yang berada di
dalam kampus. Cara tersebut dilakukan untuk pengakomodasian seluruh
materi PAI yang tidak bisa diberikan secara utuh dan menyeluruh dengan
waktu yang mininm tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
waktu yang minim dapat disiasati dengan bentuk kegiatan-kegiatan lain
yang terkadang jauh lebih efektif jika dilakukan dalam proses pembelajaran
di dalam kelas.
Sebagaimana menurut Wahyudin, dkk. bahwa ditinjau dari segi
alokasi waktu mata kuliah PAI pada PTU yang secara formal hanya 2 sks
(16 kali tatap muka) dan hanya pada 1 semester saja hingga wisuda adalah
alokasi yang sangat minim untuk tercapainya tujuan pembelajaran secara
umum. Oleh karena itu mahasiswa harus punya kesadaran untuk
pendalaman dan pengkajian ajaran Islam secara non formal dengan cara ikut
serta kegiatan-kegiatan dan diskusi keagamaan di luar jam kuliah.368
2. Penggunaan Materi yang Dikembangkan Sesuai dengan Program Studi
Di UNP Kediri disediakan beberapa prodi sebagai fasilitas bagi
mahasiswa untuk dipilih serta dituntu mampu dalam penyesuaian diri
terhadap minat, bakat, dan kecenderungan akademik yang mereka miliki.
Dengan kenyataan seperti itu maka langkah nyata yang dilakukan oleh
dosen PAI untuk pengaturan atau pembagian materi PAI yang diajarkan di
368Wahyudin, dkk., “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi,” Buku Google
UNP Kediri disesuaikan dengan program studi yang diajar. Misalnya jika
dosen PAI mengajar prodi manajemen ekonomi maka pengembangan materi
yang dilakukan berkaitan dengan ilmu ekonomi yang ada dalam ajaran
Islam (ekonomi Syariah). Penggunaan materi ini dilakukan selain untuk
penarikan minat mahasiswa karena sesuai dengan kebutuhan mereka juga
ditekankan untuk pendamping dari materi-materi mata kuliah umum.
Dengan demikian materi PAI bisa bermuatan serta bermakna
aplikatif-praktis sebagai solusi alternatif dalam kehidupan di dunia dan tidak hanya
sebuah materi normatif yang jauh dari kehidupan nyata.
Namun demikian pada tataran penyusunan pengembangan materi
secara tertulis sangat mudah dilakukan atau dikatagorikan berdasarkan
tema-tema atau topik pembahasan yang sesuai dengan prodi tapi pada
tataran praktis sangat sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena kondisi
mahasiswa yang belum punya dasar-dasar atau pijakan yang kuat tentang
bagaimana ajaran Islam yang sesungguhnya. Dengan demikian maka
materi-materi pengembangan yang disesuaikan dengan prodi harus
diajarakan atau diletakkan setelah materi-materi pokok yang digunakan
sebagai materi insturmen kunci. Cara ini dilakukan agar mahasiswa punya
kemampuan dan pengetahuan dasar tentang agama Islam dan cara berfikir
dengan benar dan utuh sebelum dilakukan pembahasan tentang materi PAI
yang telah dikembangkan.
Di UNP Kediri mata kuliah PAI secara umum diajarkan pada
belum banyak menyerap beberapa ilmu yang ada di mata kuliah lain
sehingga idealnya materi PAI harus digunakan sebagai instrumen bagi
mahasiswa untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh di
beberapa semester berikutnya. Dengan kata lain materi PAI yang ditetapkan
harus sinkron dengan mata kuliah lain yang akan dipelajari oleh mahasiswa,
bahkan matari PAI harus bermuatan motivasi bagi mahasiswa untuk
pendalaman ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan umat manusia. Oleh
karena itu materi PAI tidak bisa berdiri sendiri atau terlepas dari mata kuliah
lain sehingga kesan PAI sebagai mata kuliah termarginalkan tidak ada lagi.
Dengan demikian perlu diadakan pelatihan bagi dosen PAI tentang
bagaimana aturan teknis pengembangan materi yang disesuaikan dengan
kondisi cari khas bidang keilmuan pada prodi.
Terkait dengan pernyataan di atas maka disimpukan bahwa
penggunaan materi PAI yang disesuaikan dengan program studi dapat
bermanfaat sebagai dasar dan motivasi mahasiswa dalam penerapan
ilmu-ilmu bidang pada prodi yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Selain itu
materi PAI yang dikaitkan dengan pengetahuan (sesuai prodi) yang dimiliki
mahasiwa dalam hal ini bisa berakibat mahasiwa lebih senang pada mata
kuliah agama yang selalu dikaitkan dengan bidang studinya (sesui prodi).
Dengan kata lain sebagaimana menurut Mastuhu seharusnya ada sinergitas
dan hubungan antara dosen PAI dengan dosen umum untuk penambahan
masing-masing dosen PAI dan wawasan keagamaan bagi dosen-dosen di bidang
lain.369
Sebagaimana menurut konstitusi bahwa pendidikan agama di
perguruan tinggi merupakan rumpun Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) dalam struktur Mata Kuliah Umum (MKU) yang di
dalamnya ada pemahaman serta dilakukan pengembangan filosofis untuk
berkembangnya kepribadian mahasiswa. Dengan kata lain MPK memuat
kaidah-kaidah dengan tingkat filosofis yang cukup tinggi dengan maksud agar
timbul keingintahuan mahasiswa dalam pemahaman, penghayatan,
pendalaman, dan pengamalan atas ilmunya. Oleh karena itu PAI sebagai salah
satu mata kuliah yang dikatagorikan masuk dalam kurikulum inti diusahakan
bisa membentuk karakter, watak, kepribadian, dan sikap serta wawasan
beragama dalam kehidupan sosial. Mata Kuliah PAI diharapkan juga mampu
menjadi landasan dan pencerahan bagi mahasiswa dalam pengembangan ilmu
umum yang ditekuninya sesuai dengan program studi yang ia ambil.370
3. Penggunaan Materi yang Berbasis pada Perbedaan Organisasi Keagamaan Mahasiswa
Pada kelas dan prodi tertentu mahasiswa yang beragama Islam di
UNP Kediri terklasifikasi dalam beberapa organisasi keagamaan yang
mereka ikuti yaitu NU, Muhammadiyah, dan LDII. Sudah menjadi
pengetahuan jamak bahwa masalah perbedaan agama di negara Indonesia
adalah masalah yang sangat sensitif dan peka untuk disentuh, dibentuk, atau
369Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,” 37
-38.
370Nurdin, “Pendidikan Agama, Multikulturalisme,”
dikendalikan. Hal ini juga terjadi pada mahasiswa, apalagi pada mahasiswa
semester awal yang masih belum terbuka seluruh nalar ilmu
pengetahuannya. Di mana perbedaan organisasi keagamaan biasanya
menjadi penyebab terjadinya pengkotak-kotakan pergaulan mahasiswa,
tindakan ekslusif seperti ini tentu bukanlah tindakan yang didasarkan pada
keilmuan (ilmiah). Oleh karena itu perlu penanganan khusus oleh dosen
untuk kelas-kelas yang sangat heterogen komunitasnya, sehingga diperlukan
pengembangan materi PAI yang tidak menjadi penyebab runcingnya
perbedaan pandangan antar mahasiswa. Misalnya tidak digunakan
materi-materi PAI yang mengunggulkan paham organisasi tertentu dan
menyudutkan paham organisasi lain.
Penggunaan, penekanan, dan pengembangan materi PAI di UNP
Kediri yang berbasis pada latar belakang organisasi keagamaan mahasiswa
berguna sebagai pembelajaran nyata bagi mahasiswa tentang bagaimana
cara menerapkan materi PAI yang diajarkan. Dengan demikian penggunaan
materi seperti ini sangat diperlukan untuk penjagaan stabilitas suasana
keagamaan dan pergaulan di kampus. Jika perbedaan organisasi keagamaan
mahasiswa di UNP tidak ditangani dengan benar maka berdampak secara
signifikan pada suasana lingkungan kampus hingga berhentinya dinamisasi
pola fikir mahasiswa. Misalnya mahasiswa akan cenderung hati-hati dalam
bertanya agar tidak menyinggung perasaan yang beda pemahaman
keagamaan atau bahkan sebaliknya mahasiswa secara agresif melakukan
Dengan demikian secara berkelanjutan mahasiswa Islam tidak terbiasa
berfikir dan bertindak secara ilmiah, yaitu tidak bisa membedakan secara
profesional mana kajian keagamaan (konsep umum) yang perlu
didiskusikan untuk kemajuan umat Islam serta umat manusia dan mana
kajian yang bersifat pribadi (dogma organisasi keagamaan) yang menjadi
hak bagi setiap individu untuk memilihnya.
Dengan demikian kondisi kelas yang semi multikultural seperti ini
harus dibedakan dengan kondisi kelas yang lebih cenderung homogen.
Misalnya pada kelas homogen dosen bisa memuat dominasi materi-materi
yang sepaham dengan organisasi mahasiswa yang menjadi mayoritas di
dalam kelas dan pada kelas semi multikulutral diberikan materi yang
terkandung nilai-nilai filosofi sejarah atau fenomena penyebab terjadinya
perbedaan mazhab, cara pensikapan mahasiswa dalam kondisi
multikulturalisme, dan pendalaman terhadap buku-buku tentang Fikih Lima
Mazhab. Dengan kata lain materi-materi yang diajarkan berkaitan tentang
tata cara ibadah (rukun dan syarat) yang menjadi dogma organisasi
keagamaan dipaparkan secara holistik, artinya tidak ada pengunggulan atau
pengutamaan pada paham-paham organisasi tertentu. Oleh karena itu secara
umum mata kuliah PAI harus bisa menjadi solusi praktis bagi kenyataan
kondisi mahasiswa yang semi multikulturalisme ini. Secara spesifik mata
kuliah PAI harus bisa menjadi pengaruh bagi mahasiswa untuk bersikap
secara dewasa dan ilmiah dalam menghadapi kenyataan masyarakat kampus
Sebuah penelitian dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementrian
Agama RI pada tahun 2010 pada 7 perguruan tinggi umum negeri yang ternama
di Indonesia yaitu UDAYANA, UNDANA, UNHAS, UI, UNDIP, UNPAD,
dan UGM menunjukkan bahwa hasil dari sistem pembelajaran Pendidikan
Agama memiliki pengaruh yang terkecil terhadap toleransi beragama pada
mahasiswa dibandingkan dengan komponen lain misalnya adalah lingkungan
pendidikan secara luas memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung
yang lebih besar terhadap toleransi beragama.371 Selain itu juga berdasar hasil penelitian Kasinyo Harto di Universitas Sriwijaya Palembang menunjukkan
bahwa di sana terdapat beberapa organisasi gerakan keagamaan ekstra kampus
yang pendekatannya menggunakan kajian keagamaan yang cenderung
bernuansa normatif-doktriner, yaitu suatu pendekatan yang dibangun atas
norma-norma keagamaan (wahyu) dengan pola top down dan deduktif tanpa
melibatkan pertimbangan nalar, konteks historis, sosial, dan
kenyataan-kenyataan yang hidup di masyarakat.372 Sehingga menimbulkan pola fikir dan tindakan yang ekslusif (tertutup).
Sebagaiman penejelasan Abidin Nurdin bahwa Internaliasasi
nilai-nilai agama yang bersifat universal pada mata kuliah PAI di PTU harus ada
pendukungan terhadap kerukunan umat beragama. Pada wilayah
pengimplementasian digunakan pendekatan multikultural sedang materi atau
kurikulumnya diubahsesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan
masing-masing daerah di seluruh Inodnesia. Dengan demikian PAI sejatinya
selain dapat menjadi pemberi kepuasan batin dan sosial bagi pemeluknya
371
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Toleransi Beragama Mahasiswa, 139.
372
juga dalam konteks kemajemukan masyarakat mampu tampil sebagai
penyejuk di tengan komunitas yang prular. Sehingga agama berfungsi
sebagai perekat persaudaraan dan kerukunan di antara umat beragama.373
B.Kompetensi Mahasiswa yang Diharapkan dalam Kurikulum PAI di UNP Kediri
1. Harapan Mahasiswa Berkompetensi dalam Ketauhidan (Aqidah)
Setelah ikut serta dalam mata kuliah PAI maka mahasiswa Islam di
UNP Kediri dikehendaki kuat dan mantap dalam beriman pada Allah SWT.
Ini berarti secara linier diharapkan mahasiswa beriman pula pada Kekuatan
dan Kekuasaan yang Maha Hebat di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dihasilkan serta dikembangkan oleh manusia. Dengan
kesadaran posisi tersebut maka mahasiswa dikehendaki mampu dalam
pengendalian diri secara proprosional dalam upaya pendalaman ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu secara spesifik harapan dosen
PAI di UNP Kediri tidak hanya berhenti pada kemantapan dan kekukuhan
mahasiswa pada kepercayaan tentang adanya Allah SWT dan tidak malu
mengakui Islam sebagai agamanya. Namun juga harapan mahasiswa mampu
mewujudkan nilai-nilai tauhid yang dipadukan dengan kemampuan
akademisnya tersebut untuk kesejahteraan dirinya terlebih pada masyarakat.
Kemampuan atau penguasaan mahasiswa dalam ketauhidan sangat
penting, yaitu agar mahasiswa tidak sombong (bangga diri), tidak mudah
terbujuk pada kesenangan sesaat yang semu, terkendali dalam penggunaan
373Nurdin, “Pendidikan Agama, Multikulturalisme,”
logika (rasionalitasnya), dan sebagai dasar mahasiswa untuk pengembangan
ilmu yang ada di mata kuliah lain. Selain itu pula kompetensi ketauhidan
harus dimiliki oleh mahasiswa sejak awal masa-masa perkuliah PAI, karena
ketauhidan menjadi dasar mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah PAI
pada pertemuan-pertemuan selanjutnya sampai akhir perkuliahan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi ketauhidan adalah roh atau
unsur terpenting untuk keberhasilan tujuan pembelajaran PAI secara luas
yang harus dimilik oleh mahasiswa. Oleh karena itu tidak bisa ditawar-tawar
lagi kompetensi ketaudian harus dimiliki oleh mahasiswa dan biasa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat disimpulkan bahwa penekanan pada ranah ketauhidan sangat
penting bagi mahasiswa hal ini sebagaimana menurut Hasan Langgulung di
mana ia menempatkan tentang ketaudian (Keesaan Tuhan) di urutan
pertama dari dasar-dasar ajaran Islam (fundamental doctrines of Islam) yang telah ia rumuskan.374 Lebih lanjut secara konsep yang lebih detail maka
pengaruh ketahudian seharusnya berdampak pada perilaku dan penyikapan
mahasiswa terhadap pola fikir dalam memandang ilmu pengetahuan secara
umum. Sebagaimana menurut Malikhah Towaf yang dikutip oleh
Nurcholish Madjid bahwa tantangan internal PAI di perguruan tinggi umum
adalah seharusnya mahasiswa sebagai calon ilmuwan Islam punya konsep
filosofi tentang kesatuan ilmu pengetahuan. Artinya antara konsep
Ketuhanan (ketauhidan) dengan konsep ilmu pengetahuan diintregasikan.
374
Sehingga konsep dan prinsip ketauhidan tidak hanya dipahami dari tinjauan
teologis tentang keesaan Allah saja namun juga kerangaka berfikir tentang
kesatuan ilmu pengetahuan, penggalian, dan pengembangannya.375
Lebih detailnya kemampuan mahasiswa yang harus dicapai setelah
mata Kuliah PAI diikuti oleh mereka, diantaranya adalah: 1. Literasi, 2.
Numerasi, 3. Pemahaman perkembangan sejarah , 4. Pengertian terhadap
pluralitas, 5. Kedewasaan moral, 6. Kedewasaan estetika, 7. Pemahaman
terhadap proses pencarian kebenaran, 8. Kelapangan dada terhadap
perbedaan penemu ilmu pengetahuan teknologi. Dengan demikian dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan mahasiswa
harus disertai nilai kepercayaan pada kemahakuasaan Tuhan supaya ia tidak
sombong dan merasa unggul setelah kemudian berhasil menjadi ilmuwan
atau menjadi penemu atas keberhasilan dalam pengembangan IPTEK.376
2. Harapan Mahasiswa Berkompetensi dalam Perilaku (Akhlak) Mulia
Kompetensi akhlak mulia merupakan aspek yang sangat mudah
diamati jika dibandingkan dengan aspek ketauhidan, sehingga kompetensi
ini bisa digunakan sebagai tolak ukur sejauh mana kemampuan ketauhidan
mahasiswa setelah ikut serta dalam mata kuliah PAI. Pengukuran aspek
akhlak mulia bisa dilakukan melalui perilaku, perkataan, dan tulisan yang
spontan oleh mahasiswa kepada dosen dan teman sekelasnya. Lebih jauh
lagi setelah mahasiswa menguasi secara konsep tentang perilaku-perilaku
375Soedarto, “Tantangan, Kekuatan, dan Kelemahan,” 74
-75.
376
mulia yang Islami maka mahasiswa diupayakan untuk mewujudkan konsep
periaku tersebut pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain kompetensi
ini sangat penting untuk dimiliki mahasiswa karena untuk pembedaan secara
konkrit dan jelas bagi mahasiswa antara sebelum mengikuti mata kuiah PAI
dengan sesudahnya.
Secara spesifik kompetensi akhlak yang dimaksud adalah akhlak
terhadap Allah dan akhlak terhadap mahkluk. Misalnya mahasiswa
berperilaku lebih sopan terhadap orang yang lebih tua terutama pada dosen.
Selain itu perilaku yang mulia dapat disimbolkan sebagai perbuatan Islami
sudah biasa digunakan, misalnya pada pelaksanaan mata kuliah PAI
mahasiswa terbiasa mengucapkan salam saat masuk ke dalam kelas,
mahasiswa perempuan banyak yang memakai jilbab, dan saat pergaulan di
lingkungan kampus dengan lawan jenis. Oleh karena itu dapat disimpulkan
adanya keterkaitan antara kompetensi akhlak mulia yang diharapan dengan
bentuk penilaian yang mengutamakan aspek afketif.
Perilaku mulia merupakan salah satu aspek yang harus dikuasi oleh
mahasiswa, karena akhlak mulia merupakan bentuk pengimplementasian
dari ajaran Islam yang telah disampaikan oleh dosen. Dengan kata lain
kompetensi akhlak mulia merupakan bentuk aktualisasi mahasiswa,
sehingga diharapkan tujuan perkuliahan PAI tidak hanya berhenti pada
penguasaan konsep saja namun juga diterapkan oleh mahasiswa dalam
kehidupan atau perilaku sehari-hari sebagai bentuk kepribadian dan karakter
oleh mahasiswa pada awal perkuliahan PAI, langkah selanjutnya adalah
kompetensi akhlak mulia yang harus mereka miliki. Hal ini supaya dalam
berperilaku mulia seperti sopan santun, ibadah, dan belajar dengan rajin
yang dilakukan oleh mahasiswa semata-mata ditujukan untuk Allah SWT
(implimentasi konsep ketauhidan).
Sebagaimana menurut Nur Kholidah bahwa salah satu pencapain
hasil pembelajaran PAI adalah termanifestasinya perilaku yang didasarkan
pada kesanggupan individu dalam pengelolaan diri secara optimal untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada.377 Dengan kata lain perilaku
moral mahasiswa dilandasi oleh keinsyafan dan keteguhan untuk dijadikan
ketentuan atau aturan moral sebagai prinsip hidup. Dengan penekanan
bahwa komitmen dan perilaku moral ini dilaksankan bukan karena tekanan,
rasa takut terhadap hukuman, dan pengharapan pujian. Namun benar-benar
suatu pilihan otonom yang didasarkan pada kesadaran nilai. Dengan kata
lain bahwa mahasiwa melakukan suatu kebaikan karena ada keyakinan
bahwa hal tersebut memang baik, benar, dan mulia bukan karena adanya
faktor tekanan dari dosen.378
Hal tersebut sebagaimana menurut Satriyo bahwa dalam PAI
dikehendaki terwujudnya mahasiswa yang mampu dalam penguasan iptek
sekaligus penerapan (perilaku) ajaran-ajaran Islam yang dilandaskan pada
ketaqwaan dan keimanan pada Allah SWT.379 Sehingga mahasiswa tidak
hanya punya status kesalehan di atas kertas namun juga saleh dalam dunia
377
Kholidah,“Implementasi Strategi Pembelajaran,” 64.
378
Ibid., 64-65.
379Satryo Soemantri Brodjonegoro, “Strategi Kebijakan Pembinaan,”
nyata. Lebih konkrit sering kali terjadi ketidak sinkronan antara
pengembangan dan pengimplementasian Iptek dalam perilaku keseharian
dengan nilai-nilai luhur agama. Artinya belum ada kemampuan dalam
pengembangan teori atau konsep keilmuan yang benar-benar murni
bersumber pada ajaran–ajaran atau nilai Islam.380
Maka dengan demikian PAI pada PTU diharapkan mampu ikut
berkiprah dalam penghasilan sarjana yang memiliki jiwa agama (religius)
dan taat menjalankan perintah agamanya, bukan hanya sebagai penghasil
mahasiswa yang hanya berpengetahuan agama tapi tanpa pengamalan.381
Seperti makna agama menurut Chapps yang dikutip oleh Kholidah bahwa
terdapat aspek yang harus diperhatikan yaitu adanya kepercaaan terhadap
sesuatu yang transenden, adanya ritual keagamaan sebagai manifestasi
kepercayaanya, adanya ajaran (nilai-nilai), dan adanya pola perilaku
keberagaman baik dalam konteks sosiologis mapun kosmologis.382
Sehingga materi PAI dikampus tidak hanya pada wilayah retorika
saja namun pada aspek penerapannya, artinya antara teori dengan aksi tidak
dapat dipisahkan. Karena PAI adalah sebagai alat indikator untuk diketauhi
sejauh mana pelaksanaan ajaran agama dengan benar (bukan dari segi cara
ibadah tapi melakukan ibadah atau tidak) yang telah dilakukan oleh
mahasiwa.383 Sebagaimana menurut Muahimin terjadi banyaknya korupsi di
380Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,”
30-31.
381
Muhibbin, Pendidikan Agama Islam:, 6.
382
Kholidah,“Implementasi Strategi Pembelajaran,” 50.
383
pemerintahan dan adanya plagiarisme dalam pendidikan tidak selaras
dengan PAI sehingga fenomena tersebut menuntut pada mata kuliah PAI
untuk menjadi motivasi bagi mahasiswa sebagai pencetus pembangunan
masyarakat yang memiliki nilai amanah (turst) yang tinggi. Mahasiswa sebagai genarasi penerus dituntut dalam pembentukan masyarakat madani
tersebut, yaitu masyarakat yang memiliki pribadi yang cerdas, berakhlak
mulia, mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain dalam penciptaan
masyarakat yang sejahtera dan penuh sikap amanah.384 Sehingga menjadi
sarjana muslim yang mampu dalam pengamalan ilmu dan keterampilannya
sesuai dengan ajaran Islam (Q.S Ibrahim: 24-27).385
3. Harapan Mahasiswa Berkompetensi pada Penggunaan Rasionalitas (Intelektual) dalam Masalah Sosial Keagamaan
Harapan dosen PAI UNP Kediri pada para mahasiswanya adalah
tertanamnya nilai intelektual serta penerapannya sebagai jawaban untuk
permasalahan sosial keagamaan. Penggunaan ini sangat penting karena
sebagai sarana latihan mahasiswa dalam penggunaan nalar rasionalitasnya
saat dihadapkan pada permasalah-permasalah keagamaan yang tidak hanya
dibutuhkan penjelasan dogmatis saja namun juga penjelasan rasionalis
sebagai penjelas bagi siapa saja yang butuh rasionalitas. Artinya kompetinsi
ini bermanfaat sebagai alat penjelas bagi masyarakat yang semakin kritis,
logis, dan tidak mudah percaya pada pernyataan-pernyataan yang tanpa
dasar. Konsekuensinya ajaran Agama atau permasalahan pada ranah sosial
384
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan, 84-85
385
keagamaan tidak bisa diselesaikan atau disebarkan dengan fatwa-fatwa saja
yang cenderung dogmatis. Dengan kata lain dibutuhkan
penjelasan-penjelasan rasionalistis untuk menjawab permasalahan-permasalahan
tersebut.
Penguasaan rasionalitas juga harus dimiliki oleh mahasiswa yang
bertujuan sebagai alat untuk penjelas secara logis dalam upaya pendalaman
dan pengembangan ilmu pengetahuan yang ada di mata kuliah lain. Hal ini
dilakukan sebagai upaya praktis dosen yang mana kondisi riil (realistis) dari
UNP Kediri yang merupakan Perguruan Tinggi Umum bukan Perguruan
Tingga Agama. Kenyataan lain adalah tujuan awal mahasiswa berkuliah di
UNP Kediri lebih cenderung untuk pendalaman ilmu pengetahuan umum
(sesui prodi) yang merupakan sarat dengan muatan mata kuliah yang perlu
penggunaan rasional. Dengan demikian penggunaan kemampuan
rasionalitas sangat penting dan harus dimiliki oleh mahasiswa.
Sedang secara tertulis harapan kemampuan mahasiswa Islam di UNP
Kediri dalam berasionalitas adalah terbinanya mahasiswa yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur, berfikir filosofis,
bersikap rasional yang dinamis, berpandangan luas, ikut kerjasama antar
umat beragama dalam rangka pengembangan serta pemanfaatan ilmu,
teknologi, dan seni untuk kepentingan manusia dan Nasional. Tujuan tertulis
tersebut sesuai dengan konsorsium ilmu agama pada tahun 1988 di
Jakarta.386 Dengan demikian kemampuan rasionalitas dalam mata kuliah
386Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,”
PAI merupakan aspek sikap atau perilaku mahasiswa bukan berhenti pada
aspek lisan dan tulisan mahasiswa yang ahli dalam penganalisaan sebuah
masalah. Oleh karena itu kemampuan ini sangat penting sebagai dasar
mahasiswa dalam pengambilan sikap atau berperilaku yang didasarkan pada
kematangan berfikir (tidak tergesa-gesa), kritis, dan diterima oleh
mayarotias kalangan masyarakat.
Sebagaimana penjelasan Andreas Anangguru Yewangoe yang
mengemukakan bahwa sosok mahasiswa adalah seorang manusia yang
memiliki intelektual diharapkan mampu dalam pemilihan dan pemilahan
„kebenaran‟ sebuah persoalan secara kritis dan objektif. Selain itu
menurutnya mahasiswa dalam pergaulan sehari-hari cenderung mampu
untuk membantu seseorang dalam mengambil jarak dengan
permasalahan-permasalah dan mampu dalam pemberian solusi untuk menolong
seseorang.387 Oleh karena itu mahasiswa sebagai manusia „ilmiah‟
hendaknya bisa berperilaku serta berfikir ilmiah, memiliki nalar yang kritis,
logis, dan sistematis tidak hanya saat di perguruan tinggi saja namun saat
lulus studi dari perguruan tinggi.388
Sedang menurut Ahmad Watik Pratiknya penanaman daya
intelektual mahasiswa dalam mata kuliah PAI diperankan dalam
pengembangan sumber daya manusia. Dan merupakan perwujudan dan
pengembangan seluruh daya manusia secara terpadu dalam pencapaian
387Andreas Anangguru Yewangoe, “Agama dan Kerukuanan,” Buku Google
, http://books.google.co.id/books?id=SykwKPJfFKkC&hl=id, diakses tanggal 26 Maret 2013, hlm. 40.
388
kompetensi sebagai subjek pembangunan maupun ketinggian martabatnya
(sebagai mahkluk budaya dan religius) yang menjadi objek pembangunan.
Sehingga pada dasarnya pengembangan kompetensi manusia sebagai wujud
pengembangan SDM dianut paradigma “nilai tambah.” Nilai tambah
tersebut setidaknya punya dua makna, yaitu makna ekonomis (manusia
sebagai subjek) yaitu menjadikan manusia lebih produktif dan nilainya lebih
tinggi secara ekonomis dengan kemampuan pemanfaatan teknologi,
kemampuan manajemen, dan tingkat profesionalisme. Dan makna
non-ekonomis atau nilai tambah insani (manusia sebagai objek) yaitu
menjadikan manusia lebih tinggi harkat serta derajat manusia dengan
menjadi manusia yang berbudaya, beriman, dan bertakwa.389
Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya PAI di PTU salah satu
pengkajiannya adalah pada tingkat kemampuan analisis terhadap
fenomanena dan teori. Maka untuk penganalisisan diperlukan kompetensi
mahasiwa dalam penggunaan rasionalitas untuk penilaian dan pengambilan
sikap mereka terhadap fenomena yang menjadi wawasan sosial dan
dianggap menyimpang oleh agama. Metode ini bertujuan pada peningkatan
naral yang analitis, komparatif, dan mampu dalam pengambilan keputusan
baru yang bersifat prespektif bagi tindakan umat Islam di zaman kini.390
389Pratiknya, “Pengembangan Pendidikan Agam
a,” 87.
390
C.Strategi Pembelajaran PAI di UNP Kediri
1. Kebijakan Pengelolaan Kelas oleh Dosen PAI
Secara umum srategi pegelolaan kelas pada mata kuliah PAI di
UNP Kediri adalah berasaskan pada prinsip keluwesan. Artinya kebijakan
strategi yang dilakukan oleh dosen dilandaskan pada kondisi sosial
mahasiswa, lebih detailnya mahasiswa dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dalam pengelolaan kelas. Misalnya posisi tempat duduk yang
berbaur atau campur (tidak ada pemisahan) antara mahasiswa putra dengan
mahasiswa putri, yang mana kondisi jumlah mahasiswa sangat banyak
serta posisi tempat duduk yang cenderung berdekatan satu dengan yang
lain maka nampak suasana kelas yang tidak seperti lembaga-lembaga
pendidikan agama. Kebijakan yang luwes ini diambil karena mahasiswa
sudah terbiasa pada kondisi pengaturan posisi tempat duduk yang campur
pada mata kuliah lain sehingga cenderung sulit dibiasakan pada mata
kuiah PAI. Selain itu karena pada setiap kelas di prodi satu dengan yang
lain terdapat perbedaan komposisi jenis kelamin, pada kelas tertentu
mahasiswa putri cenderung lebih banyak (dominan) namun pada kelas lain
mahasiswa putra jauh lebih banyak, walaupun juga ada komposisi jenis
kelamin pada kelas yang seimbang.
Strategi pengelolaan kelas sangat penting bagi keberlangsungan
pembelajaran, hal ini bersangkutan dengan motivasi mahasiswa untuk ikut
proses pembelajaran. Dengan asumsi jika kebijakan atau srategi
berdampak pada konflik antar mahasiswa dengan dosen. Bisa saja
mahasiswa menganggap permasalahan tentang pemisahan tempat duduk
berdasarkan jenis kelamin ini sangat sepele atau tidak penting sehingga
kebijakan ini tidak perlu dilakukakan. Masalah sensitif lain di UNP Kediri
berkenaan strategi pengelolaan kelas adalah tentang kewajiban mahasiswa
putri untuk memakai jilbab. Peraturan pemakaian jilbab dalam kelas
merupakan salah satu bentuk strategi pengelolaan kelas karena suasana
kelas yang dikelola oleh dosen akan nampak berbeda secara kasat mata
jika strategi itu diterapkan.
Strategi pengorganisasian kelas merupakan salah satu komponen
pembelajaran PAI yang sangat penting, namun sangat sulit untuk
diterapkan di perguruan tinggi umum karena dibutuhkan kemampuan
dosen terutama dalam mempengaruhi mahasiswanya. Oleh karena itu
rata-rata semua dosen PAI di UNP Kediri mengadakan pendalaman terlebih
dahulu kepada mahasiswanya terkait latar belakang sekolah, kemampuan
dasar keagamaan, dan minatnya terhadap mata kuliah PAI pada pertemuan
pertama di awal semester. Tujuannya adalah untuk pemetaan kemampuan
agama Islam mahasiswa yang ada di kelas tersebut. Dengan demikian
dosen bisa memperkirakan dalam penentuan kebijakan pengolaan kelas
bagaiaman yang akan dilakukannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan
kelas dosen lebih cenderung pada tingkat kesadaran mahasiswa secara
ajaran-ajaran Islam. Hal ini juga sebagai alat tolak ukur bagi dosen untuk
diketahui sejauh mana tingkat kompetensi akhlak mahasiswanya. Oleh
karena itu idealnya strategi dosen dalam pengelolaan kelas hendaknya
didasarkan pada peraturan atau tata tertib ada pada kampus. Atau paling
tidak sebelum mata kuliah PAI berlangsung (pada pertemuan pertama di
awal semester) terdapat kontrak belajar yang salah satunya mewajibkan
mahasiswa untuk duduk terpisah antara laki-laki dengan perempuan. Hal
ini tentu idealnya dosen PAI terlebih dahulu sebelum kebijakan ini
ditawarkan pada mahasiswa dilakukan pemetaan kelas yaitu pengindraan
tentang karakter mahasiswa di dalam kelas dan kecenderungan mahasiswa
arahnya ke mana.
Dalam kajian ilmu pisokologi menuru Cage&Berliner yang dikutip
oleh Rochmat Wahab bahwa model dalam pengelolaan proses
pembelajaran memilik lima langkah, yaitu dari penentuan tujuan,
pendalaman terhadap karakteristik peserta didik, penentuan proses
pembelajaran, dan cara pemotivasian peserta didik, pemilihan strategi serta
cara dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran dan melakukan evaluasi
terhadap proses pembelajaran.391 Lebih spesifik pendapat Scoty yang
dikutip oleh Kholidah bahwa penting dalam peninjauan kapasitas
intelektual mahasiswa dalam pengembangan moral keagamaan di jenjang
pendidikan tinggi. Mahasiswa yang mengikuti proses pembelajarna PAI
cenderung heterogen dari segi latar belakang pemahaman serta
391
pengamalan agama jika dibandingan pada masa pembelajaran dijenjang
pendidikan menengah. Maka pendekatan yang dipakai dalam pengelolaan
proses pembelajaran PAI di PTU perlu disesuaikan dengan karakter subjek
pembelajaran.392
Sedang berdasarkan acuan dari Dirjen Kelembagaan Agama Islam
RI yang menyatakan bahwa mata kuliah PAI yang punya tujuan secara
terukur yang dapat diketahui sejauh mana perkembangan mahasiswanya
dalam belajar diperlukan pree test pada awal perkuliahan. Hal ini berfungsi untuk diketahui perbedaan kemampuan dan pengetahuan mahasiswa
sebelum ikut kuliah PAI dengan sesudahnya. Materi pree test meliputi pengetahuan dasar keIslaman dalam berbagai aspek seperti pembacaan al
Quran, ibadah praktis, dan pengungkapan latar belakang kehidupan
keagamaan mahasiswa. Dengan demikian hasil dari tes ini bisa digunakan
untuk kebijakan pemberian materi PAI yang berbeda sesuai dengan
hasilnya. Artinya untuk mahasiswa tertentu diperlukan materi dan kegiatan
intensif agar bisa pada pencapaian kemampuan rata-rata sesuai dengan
ketentuan kurikulum.393
2. Keteladanan Berperilaku oleh Dosen PAI
Dosen PAI merupan simbol dan panutan dalam penerapan
nilai-nilai agama (terutama pada ajaran agama yang nampak seperti ibadah, cara
berpakaian, dan peran serta di kehidupan masyarakat) bagi mahasiswa dan
392
Kholidah,“Implementasi Strategi Pembelajaran ,” 59-60.
393
masyarakat kampus PTU secara umum. Oleh karena itu segala perilaku,
perkataan, dan segala yang ada pada dirinya menjadi sorotan bagi sivitas
akademik. Sebagaian dosen PAI di UNP Kediri menjadi Khotib di Masjid
kampus, dosen berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan Kampus, dan cara
berpaikan dosen yang sopan (mencirikan keIslaman/santri) serta formal
merupakan bentuk keteladan positif yang dilakukan dosen. Selain itu
dosen juga aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi keagamaan di
masyarakat mereka tinggal. Langkah tersebut dilakukan sebagai cara agar
apa yang diomongkan oleh dosen bisa didengarkan dan diikuti oleh
Mahasiswa. Dengan demikian diupayakan mahasiwa bisa tergugah secara
sadar untuk berperilaku sama seperti dosennya.
Namun demikian keteladanan tersebut masih berhenti pada aspek
ritual keagamaan saja, belum menyentuh pada aspek keilmuan secara luas,
misalnya dosen PAI menjadi teladan bagi mahasiswa untuk melakukan
penelitian ilmiah terutaman penelitian tentang PAI atau yang bersangkutan
dengan eksistensi agama Islam. Keteladanan ini sangat penting supaya
presespi mahasiswa tentang kuliah PAI bisa terbuka lebar yaitu PAI tidak
hanya mata kuliah doktrinasi namun juga mata kuliah pengembangan
keilmuan. Oleh karena itu, kedepannya diharapkan bukan suatu hal yang
mengherankan lagi jika dosen PAI di PTU saat mengajar memakai dasi,
memakai jas, mengajak mahasiswa ke tempat atau lokasi dosen PAI
melakukan pengabdian terhadap masyarakat, dan membawa buku-buku
Dapat disimpulkan bahwa keteladanan dosen bisa menjadi acuan
yang sangat bernilai sehingga sangat layak untuk ditirukan oleh mahasiswa
dalam pengembangan ilmu dan berperlikaku. Sebagaimana menurut
Kohlberg seperti yang dikutip Kholidah menyampaikan bahwa
perkembangan pemikiran nilai dan moral pada mahasiswa dicirikan
dengan mulai semakin tumbuh kesadaran tentang kewajiban dalam upaya
mempertahankan nilai dan pranata yang ada karena dianggap sebagai
sesutu yang bernilai.394 Oleh karena itu pembentukan sebuah nilai yang
diakui oleh seluruh komunitas kampus perlu dibentuk menjadi sebuah
tatanan atau sistem yang mapan. Di sinilah fungsi dan peran keteladan dari
dosen dan pejabat kampus sangat penting bagi terbentuknya suasana yang
religius di kampus.
3. Strategi Pembelajaran yang Kontekstual
Pembelajaran yang diadakan oleh dosen PAI di UNP Kediri
dilaksanakan secara kondisional dan luwes. Artinya, strategi yang
digunakan dalam pemberian tindakan dan pengambilan sikap dosen saat
proses pembelajaran di kelas didasarkan pada situasi dan kondisi kelas
maupun lingkungan masyarakat secara luas. Dengan kata lain
pembelajaran PAI UNP Kediri untuk kemenarikan dan bernilai guna
secara nyata digunakan strategi pembelajaran kontekstual, yaitu pengaitan
tema-tema atau materi PAI yang tekstual dengan kenyataan yang ada di
masyarakat. Misalnya mahasiswa lebih cenderung biasa diajak untuk
394
belajar dan berfikir secara kontekstual dengan metode diskusi maupuan
ceramah. Strategi ini dilakukan untuk menghindari mahasiswa bosan
dengan materi-materi yang kaku dan dogmatis yang cenderung banyak
kandugan bahasa arabnya, hal ini karena mahasiswa banyak yang kurang
menguasai bahasa arab. Dengan kata lain strategi dapat menjadi
penghindar kecemasan mahasiswa terhadap mata kuliah PAI. Selain juga
tentu untuk mengasah atau melatih kemampuan mahasiswa dalam
menelaah permasalahan terkini. Walaupun pada penerapannya strategi
pembelajaran kontekstual dibutukan daya rasional mahasiswa untuk
menganalisis konteks-konteks permasalah terbaru yang sedang terjadi di
masyarakat.
Sebagaiman menurut Rohmat Wahab ada dua macam pendekatan
PAI di PTU, yaitu pendekatan holistik dan kontekstual. Pendekatan
holistik adalah cara pandang tentang subjek bahwa organisme atau satu
keseluruhan yang terpadu itu punya realitas yang mandiri dan lebih besar
dari sekedar kumpulan bagian-bagiannya. Oleh karena itu masalah, gejala,
atau masyarakat dipandang oleh pendekatan ini sebagai suatu kesatuan
organis. Dengan kata lain adalah terjadinya pembinaan mahasiswa yang
berkepribadian Muslim secara utuh, sehingga perlu pemahaman dan
penghayatan ajaran Islam secara utuh pula. Dengan demikian keutuhan
antara perngetahuan, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama perlu
diwujudkan dalam proses perkuliahan sehingga pribadi mahasiswa
pendakatan kontekstual adalah keterkatian seluruh situasi, latar belakang,
atau lingkungan yang relevan dengan beberapa kejadian dan kepribadian.
Pendekatan ini digunakan agar mahasiswa punya wawasan komperhensif
dan integral dalam pengambilan sikap terhadap masalah kehidupan seperti
sosial, ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, dan kebudayaan.395
Dengan demikian dapat disimpulkan PAI diharapkan tidak hanya
sebagai ladang moralitas semata yang semakin diacuhkan oleh masyarakat
umum karena adanya pergesaran budaya, namun juga sebagai cara
berinvestasi untuk kepentingan dunia. Artinya didasarkan pada prinsip
teori human capital bahwa PAI tidak hanya bisa dijangkau oleh mahasiswa yang sudah memiliki kesadaran dalam beragama dan mempelajarinya
namun juga diminati oleh mahasiswa lain yang lebih cenderung pada pola
fikir pragmatis. Oleh karena itu fungsi PAI dengan fungsi mata kuliah lain
sama yaitu sebagai alat investasi bagai mahasiswa dan masyarakat.396
Keadaan lain menurut Kholid Fathoni yang menjadikan
pembelajaran kontekstual itu penting adalah bahwa pembelajaran PAI
yang waktunya sangat minim perminggunya sering kali bagi sebagian
mahasiswa mengalami kurang mendalamnya pemahaman materi. Sehingga
mahasiswa bisa dihadapkan pada suasana yang berbeda bahkan cenderung
berlawanan dengan materi-materi agama yang disampaikan dalam mata
kuliah. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu oleh dosen PAI
395Rochmat Wahab, “Pembelajaran
PAI di PTU; Strategi Pengembangan Kegiatan Kokuler dan
Ekstra Kurikuler,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 168-169.
396Ahmad Watik Pratiknya, “Pengembangan Pendidikan Agama
kepada mahasiswa tentang penyebab dan alasan terjadinya disparitas
suasana antara materi kuliah dengan kenyataan. Penjelasan ini terutama
diberikan kepada mahasiswa baru yang belum terlatih untuk menggunakan
rasionalnya untuk berlogika sebagaimana mahasiswa lama. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan PAI tidak hanya berhenti di bangku ruang
kuliah saja namun di luarnya harus terdapat sistem kegiatan lain yang
mendukung tercapainya proses pembelajaran PAI.397
Sedang menurut Mastuhu bahwa kontekstualisasi PAI yang
dikaitan dengan kondisi mahasiswa setidaknya didasarkan pada muatan
sebagai berikut:
1. Konsep tentang manusia adalah makhluk yang berkebutuhan dan
berkeinginan. Kebutuhan jasmani adalah sifat mutlak makhluk hidup
yaitu bernafas, makan, dan minum. Sedang kebutuhan psikologis adalah
kebutuhan yang hanya dimiliki manusia yaitu pendidikan, pengakuan
sosial, dan kebutuhan agama yang salah satu tujuannya adalah untuk
pencapaian ketenangan.
2. Konsep tentang manusia selalu diahadapkan pada dua pilihan, yaitu
beragama atau tidak beragama. Meskipun ada manusia yang tidak
memilih keduanya maka secara otomatis telah memilih salah satu di
antara keduanya, sebab tidak ada alternatif di luarnya. Pemilihan
tersebut didasarkan melalui keputusan intuisi yaitu pelibatan keputusan
yang melampaui batas kekuasaan manasia.
397
3. Konsep tentang manusia secara fitrah terlahir suci dan sakral. Namun
manusia dalam kelahirannya dimiliki juga pembawaan „kegelapan‟
yang berpotensi berkembang secara besar jika tidak ada pendidikan
yang terarah. Oleh karena itu, pendidikan Islam diupayakan mampu
meredam potensi „kegelapan tersebut sehingga yang berkembang
adalah potensi „cahaya‟ yang dimilikinya seoptimal mungkin.
4. Konsep tentang corak dan muatan mata kuliah agama berbeda dengan
ata kuliah lain yang sekuler cendurung hanya untuk tujuan duniawi.
Secara spesifik mata kuliah sekuler tidak ada penjelasan bagaimana
sebuah kehidupan itu dikontruksi supaya lebih mudah diantisipasi oleh
kekuatan manusia yang serba terbatas dan spekulatif. Namun
sebaliknya materi mata kuliah agama selain berdimensi (muatan) iptek
juga mampu dalam penjelasan hakekat dan makna hidup yang secara
transendental. Oleh karena itu wajar jika di dalam pendidikan agama
terdapat muatan-muatan doktrin dan nilai-nilai spirtual normatif yang
absolut sekaligus relatif. Sehingga mata kuliah agama harus mampu
dalam penjangkauan kedua sisi tersebut secara simultan, seimbang, dan
dinamis.398
4. Pemberian Kesempatan Mahasiswa dalam Berlogika (Rasional)
Di UNP Kediri mata kuliah PAI secara umum diajarkan pada
semester awal, sehingga hal ini berakibat pada kondisi mahasiswa yang
belum benar-benar „menjadi‟ mahasiswa. Artinya pola fikir, logika, atau
398
daya nalar mahasiswa belum terasah karena masih belum terlatih dan masih
ada pengaruh dari kebiasaan-kebiasaan pembelajaran di masa pendidikan
sebelumnya (jenjang menengah). Dengan demikian dalam mata kuliah PAI
mahasiswa harus dilatih untuk pembiasaan dalam pengguanaan logika dan
rasional sebagai ciri khas pendalaman keilmuan. Lebih spesifik dosen PAI
UNP Kediri cenderung memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk
pengapresiasian pendapatnya, penyampaian hasil analisisnya, dan
pemberian kesempatan untuk berlogika dengan daya rasionalitasnya baik
melalui tulisan maupun saat mahasiswa berdiskusi.
Strategi pemberian kesempatan untuk berlogika kepada mahasiswa
sangat penting diterapkan yaitu sebagai instrumen pengembangan PAI bagi
dosen yang disesuaikan dengan minat dan bakat berdasarkan dari hasil
diskusi atau masukan mahasiswa melalui logika atau rasionalitas yang telah
mereka sampaikan. Dengan demikian mata kuliah PAI dengan strategi
pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi mahasiswanya untuk
berlogika diharapkan mampu menjadikan mereka lebih semangat, tergugah,
dan aktif dalam pembelajaran. Dengan kata lain ini merupakan salah satu
bentuk penghargaan atau pengakuan dosen kepada mahasiswa untuk
pengaktualisasian diri dan sebagai wadah bagi mahasiswa menyampaikan
pendapat-pendapatnya.
Sebagaiamana menurut Keputusan Dirjen Dikti No. 34/Dikti/2006
bahwa: “Pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses yang
deduktif, dan reflektif melalui dialog kreatif partisipatori untuk mencapai
pemahaman tentang kebenaran substansi dasar kajian, berkarya nyata, dan
untuk menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat.” 399
Secara aplikatif menurut Agus M. Hardjana menyatakan semua
pengarahan dan masukan dari dosen kepada mahasiswa sebaiknya diolah
dan dikaji penuh pendalaman (klarifikasi), serta mahasiswa seharusnya tidak
sangat tergantung dan total dipengaruhi oleh pengarahan dan pemikiran
dosen.400 Hal yang beresensi sama disampaikan oleh E. P Hutabarat bahwa
mahasiswa harus mengkritisi bahan atau materi pembelajaran ilmu
pengetahuan umum yang disajikan oleh dosen yang mana bahan
pembelajaran merupakan sebuah „fakta‟ yang masih bisa berubah karena
sebuah materi tersebut dilahirkan berdasarkan dari penelitian. Oleh karena
itu dosen bukan sekedar penyampai informasi namum juga melakukan
penyampaian dan pemeriksaan terhadap dasar serta alasan kepada
mahasiswa kenapa harus mempercayai informasi tersebut. Dengan asumsi
mahasiswa harus aktif dalam pencarian referensi atau sumber ilmu lain yang
berperan dalam peningkatan keilmuan. Namun demikian seharusnya sikap
kritis dan rasional mahasiswa ini tidak menjadi sebuah ancaman bagi dosen
PAI, malah sebaliknya menjadi sebuah tantangan bagi dosen PAI dalam
399
Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006, Pasal 5 ayat 2 dan 3.
400
pengembangan materi PAI sehingga bisa menjadi kajian keilmuan yang
menarik seperti halnya ilmu pengetahuan umum.401
Hal ini diperkuatan oleh Mastuhu bahwa konsep ideal seharusnya
materi perkuliahan agama Islam adalah pada aspek rasional yang dikaitkan
erat relevansinya dengan kebutuhan-kebutuhan modernitas yang menjadi
konsekuen bersama. Namun pada kenyataannya materi agama Islam masih
lebih banyak menyentuh sapek tradisional yang dogmatis dan aspek
ritualnya. Oleh karena itu kehadiran mata kuliah PAI dianggap menjadi
kajian membosankan, tidak hidup, dan tidak menantang. Padalah hasil atau
kompetensi yang dicapai dari aspek tradisional tersebut tidak dapat dinilai
atau dijelaskan dengan kata-kata atau tulisan, namun hanya dapat dijelaskan
dengan perbuatan dan amalan. 402
D.Evaluasi Pembelajaran PAI di UNP Kediri
Walaupun dalam Pedoman Akademik UNP Kediri yang berlaku untuk
semua mata kuliah lebih ditekankan dan diutamakan pada penilaian aspek
kognitifnya (jumlah prosentasi penentu hasil Nilai Akhir lebih besar) dari pada
aspek lainnya namun sebagain besar Dosen PAI lebih ditumakan pada
penilaian afektif. Meski demikian acuan atau pedoman akademik UNP Kediri
tetap digunakan oleh mereka dengan ada penyesuaian-penyesuaian. Evaluasi
pembelajaran di perguruan tinggi sangat penting di mana tujuannya adalah
untuk penetapan hasil belajar mahasiswa dalam mencapai tingkat penguasaan
401
E.P. Hutabarat, Cara Belajar: Pedoman Praktis untuk Belajar Secara Efisien dan Efektif. Pegangan bagi Siapa saja yang Belajar di Perguruan Tinggi (Jakarta: Gunung Mulia, 1988), 115-116.
402Mastuhu, “Pendidi
sesuai dengan tujuan pembelajaran pada setiap mata kuliah. Yang mana
penilaian tersebut bisa berbentuk ujian dan non ujian. Secara teknis di UNP
Kediri dalam pemberian nilai pada hasil yang telah dicapai mahasiswa
dilakukan dengan cara pemberian skor, yaitu proses penetapan taraf
penguasaan atau kemampuan mahasiswa oleh Dosen. Dengan demikian
idealnya dibutuhkan instrumen khusus untuk penilain aspek afketif. Untuk
pensiasatan tidak adanya instrumen tersebut maka dosen dalam pemberian skor
penilaian afektif masih dikonversikan ke aspek kognitif yang dimasukkan ke
dalam blanko (draf) yang disediakan oleh kampus UNP Kediri.
Tindakan tersebut sesuai dengan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI
Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi bahwa dalam penilaian PAI
di perguruan tinggi umum ditentukan sebagai berikut:
(1) Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan berdasarkan data yang diperoleh melalui penugasan individual atau berkelompok, ujian tengah semester, ujian akhir semester, penilaian-diri (self-assessment), penilaian-sejawat (peer-assessment), dan observasi kinerja mahasiswa melalui tampilan lisan atau tertulis. (2) Kriteria penilaian dan pembobotannya diserahkan kepada dosen pengampu dan disesuaikan dengan Pedoman Evaluasi Akademik yang berlaku pada perguruan tinggi masing-masing. (3) Sistem penilaian perlu dijelaskan kepada mahasiswa pada awal perkuliahan.403
Serta sesuai dengan penegasan Gagne sebagaimana yang dikutip oleh
Kholidah bahwa penilaian adalah salah satu tugas penting yang harus
dilakukan oleh pembelajaran untuk penentuan seberapa jauh keberhasilan yang
403
dicapai dari proses pembelajaran. Yang mana penilaian pada domain
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dapat diperoleh melalu tes tulis dan
tes lisan. Sedangkan penilaian pada domain sikap dilakukan dengan tes
perbuatan dan pengamatan. 404 Sedang cara yang dapat digunakan untuk
pengukuruan proses keberhasilan pembelajaran PAI dilakukan penilaian
kepada mahasiswa dengan ditugaskan untuk pembuatan laporan aktivitas
keagamaan di tempat tinggal masing-masing. Komponen-komponen yang
dinila meliputi penyajian makalah, penyampaian gagasan, cara bertanya, cara
menjawab, cara pengambilan kesimpulan, keterampilan menjadi moderator,
dan keterampilan menjadi notulen. Semua komponen di atas disusun dalam
format khusus yang telah disiapkan oleh dosen masing-masing dan diberikan
kepada setiap kelompok pada pertemuan pertama.405
Oleh karena itu dari pemaparan di atas dan dari data yang ditemukan di
lapangan maka sistem penilaian yang ada di UNP Kediri diklasifikasikan ke
dalam beberapan hal sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Penilaian dengan Ujian dan Non Ujian
Bentuk ujian yang digunakan Dosen PAI UNP Kediri sebagai
penilaian terhadap mahasiswa meliputi kegiatan Ujian dan Non Ujian.
Artinya, tidak hanya digunakan metode pengujian terhadap mahasiswa
untuk diketahui hasil pencapain yang telah diperolehnya setelah dilakukan
pembelajaran PAI, misalnya melalui tes soal pertanyaan secara lisan, tulis,
404
Kholidah,“Implementasi Strategi Pembelajaran,” 57-58.
405
dan tes praktek. Namun juga digunakan bentuk penilaian non ujian yaitu
dengan pengamatan perilaku serta perkataan yang dilakukan secara alami
atau tanpa perintah dari dosen maka penilaian non ujian ini dilakukan
terhadap perilaku, perkataan, dan segala sesuatu yang melekat di dalam
mahasiswa yang mereka lakukan secara spontan. Oleh karena itu diharapkan
penilaian non ujian ini bisa menjadi nilai pembanding bagi nilai ujian yang
dilaksakan dengan terencana, terstruktur, dan terbuka sehingga cenderung
untuk dihasilkan nilai-nilai yang kredibilitasnya diragukan.
Sebagaimana menurut Kholidah bahwa penilaian pada domain
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dapat diperoleh melalu tes tulis
dan tes lisan. Sedangkan penilaian pada domain sikap dilakukan dengan tes
perbuatan dan pengamatan.406 Lebih spesifik Zainul Muhibbin, dkk.
menjelaskan tentang bentuk-bentuk evaluasi PAI yang digunakan di
Perguruan tinggi umum dapat diuraikan sebagai berikut : “1. Keikutsertaan
dalam mentoring. 2. Sikap Islam (akhlak) dalam perilaku sehari-hari. 3. Penilaian terhadap pelaksaan tugas-tugas. 4. Keaktifan mengikuti kuliah,
diskusi, dan presentasi makalah. 5. Ujian tulis.”407
2. Pelaksanaan Evaluasi Afektif
Evaluasi yang dilakukan oleh Dosen PAI UNP Kediri lebih
ditekankan pada aspek afektif, yaitu pada sikap keseharian (kebiasaan) dan
sikap respon mahasiswa ketika dihadapkan pada permasalahan pribadi,
406
Kholidah,“Implementasi Strategi Pembelajaran,” 58.
407
kelompok, dan sosial keagamaan. Evaluasi ini dilihat dari tingkah laku
mahasiswa yang muncul secara respek, spontan, dan terlihat alami. Secara
spesifik penilaian afektif juga menjadi tolak ukur dalam penentuan Nilai
Akhir atau kelulusan mata kuliah PAI. Misalnya Penilaian ditentukan oleh
perilaku mahasiswa terhadap dosen serta mahasiswa lain, kedisiplinan,
minat serta antusiasme dalam pembelajaran PAI, kepekaan (empati)
mahasiswa ketika dihadapkan pada permasalahan sosial dalam pembelajaran
PAI, dan kesesuaian antara jawaban atau pernyataan-pernyataan mahasiswa
tentang ajaran-ajaran Islam di tes tulis maupun pada kegiatan diskusi
presentasi dengan perilaku di dunia nyata. Dengan demikian evaluasi pada
aspek afektif lebih cenderung pada bagaimana cara mahasiwa dalam
pengimplementasian nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih konkrit penilaian afketif untuk menilaia sejauh mana kemampuan
atau kompetensi mahasiswa dalam bidang ketauhidan (aqidah) dan
kompetensi dalam akhlak mulia secara spontan.
Evaluasi afektif sangat penting dalam mata kuliah PAI, karena mata
kuliah PAI adalah mata kuliah terapan bukan hanya mata kuliah konsep
sehingga diperlukan penilaian dari sikap mahasiswa. Namun demikian
karena tidak adanya instrumen penilaian afektif maka penilaiannya lebih
banyak dilakukan saat mahasiswa hanya di dalam kelas saja karena jika
dilakukan di luar kelas dibutuhkan beberapa informasi melalui instrumen
yang benar sempurna agar bisa diperolah hasil penilaian yang
dalam kelas saja namun tidak disertai penilaian afektif mahasiswa di luar
kelas. Bisa jadi adanya ketidak sesuaian antara perilaku mahasiswa di
lingkungan masyarakat dengan apa yang ia katakan atau tunjukkan di dalam
kelas saat berdiskusi.
Penekanan dan pengutamaan aspek afektif pada mata kuliah PAI
tersebut seperti di atas sesuai dengan pendapat Heman Hudojo bahwa materi
PAI bukan sebagai ilmu agama yang lebih diacukan pada ranah kognitif,
namun dipandang lebih pada acuan ranah afektif. Hal ini karena PAI sebagai
dasar pembentukan manusia Indonesia yang berkepribadian utuh, beriman,
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sehingga PAI bisa menjadi sumber
inspirasi etika, moral, dan spiritual sebagai penangkal perubahan sosial
budaya bangsa yang beraspek negatif karena dampak modernisasi yang tak
terkendali.408 Lebih dipertegas oleh Kholidah bahwa yang perlu ditekankan
pada domain penilaian afektif mahasiswa lebih pada kemampuan
berperilaku secara konsisten (ajeg), secara spontan tanpa pengaruh, mampu dalam pengorganisasaian sejumlah nilai yang diwujudkan dalam perilaku,
dan kepemilikan terhadap sejumlah perilaku yang terekat dalam kesatuan
kebiasaan.409 Secara spesifik berdasarkan tujuan institusional Pembelajaran
PAI di PTU jika ditinjau dari aspek Afektif meliputi pembudayaan diri dan
408Heman Hudojo, “Tolok Ukur dan Sistem Evaluasi Terhadap Keberhasilan Pengajaran
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 184.
409
lingkungannya dengan nilai-nilai Islam (Q.S. al Baqarah 138 dan Q.S ali
Imran: 110).410
3. Pelaksanaan Evaluasi Psikomotorik
Secara umum penggunaan evaluasi psikomotorik sangat minim
digunakan pada mata kuliah PAI di UNP Kediri. Selain itu apabila
dilakukan tes kepada mahasiswa melalui pengujian ketrampilan bisa
menimbulkan kecemasan pada mahasiswa karena rata-rata mereka masih
lemah dari segi praktik ibadah. Oleh karena itu evaluasi psikomotorik yang
digunakan di UNP Kediri meliputi ujian praktek baca tulis al Quran dan
penilaian pelaksanaan praktik sholat lima waktu termasuk sholat jumat di
Masjid kampus atau mushola di sekitar kampus.
Secara spesifik berdasarkan tujuan institusional Pembelajaran PAI di
PTU jika ditinjau dari aspek Psikomotorik meliputi pengamalan,
penghayatan, dan keyakinan pada syari‟ah Islam baik ibadah maupun
muamalah sehingga ia mampu berzikir pada Allah dan bertafakur tentang
ciptaan-Nya (Q.S ali Imran: 190-191).411 Sedang menurut Kholidah bahwa
pada domain psikomotorik mahasiswa dinilai pada keterampilan dalam
penggunaan keahliaan secara spontan.412 Idealnya PAI tidak cukup diukur
pada ranah kognitif namun juga ada pelibatan ranah afektif dan
psikomotorik secara berimbang. Artinya bahwa mata kuliah PAI diharapkan
410
Anonim, dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 142.
411
Anonim, dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin&Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 142.
412
mampu diktualisasikan oleh mahasiswa sebagai wujud penghayatan
sehinggap sehingga sikap, tutur kata, dan tingkah laku mahasiswa akan
sejalan (paralel) dengan pengetahuan agama yang dia miliki. Oleh karena itu
diharapkan mahasiswa tidak hanya cakap dalam berdiskusi dengan
rasionalitasnya, mampu dalam penjelasan praktik ibadah serta
hukum-hukum dalam agama, dan mampu dalam beretorika keagamaan saja.
Melainkan mereka juga dituntut adanya konsistensi antara ucapan dengan
perbuatan sebagaimana peringatan dalam al Quran dalam surat as Shaf yang
terjemahnya adalah “wahai orang-orang yang beriman mengapa kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu lakukan? Allah murka kepada
orang-orang yang mengatakan sesuatu tetapi tidak mau melakukannya.”413
4. Pelaksanaan Evaluasi Kognitif
Penilaian aspek kognitif yang dilakukan Dosen PAI UNP Kediri
terhadap mahasiswa melalui kegiatan ujian tulis (UTS dan UAS), ujian lisan
(tes pertanyaan), kualitas subtansi (konten) tugas kelompok maupuan tugas
individu, dan penjelasan serta jawaban saat presentasi (kualitas dalam
penganalisaan masalah). Semua bentuk kegiatan penilaian kognitif tersebut
digunakan dalam jangka waktu berbeda untuk diketahui perkembangan
pemahaman mahasiswa terhadap materi dan juga sebagai salah satu
instrumen pengklarifikasian dari hasil metode penilaian yang lain. Salah
satunya caranya adalah penilaian kemampuan mahasiswa dalam
penganalisaan permasalahan sosial terkini yang ada pada koran sebagai
pengklarifikasi dari hasil penilaian tugas pembuatan makalah.
Hal ini sebagaimana pendapat Kholidah bahwa pada domain kognitif
pelaksanaan pembelajaran PAI dilakukan sampai pada tingkat analisis,
sintesis, dan evaluasi. Sehingga mahasiswa punya kemampuan dalam
pengambilan keputusan.414 Secara spesifik berdasarkan tujuan institusional
pembelajaran PAI di PTU jika ditinjau dari aspek kognitif meliputi
pengetahuan, pemahaman, dan pengertian tentang akidah dan syariah Islam
(Q.S al-Tawbah: 122).415
E.Proposisi Penelitian
Proposisi adalah ekspresi tertulis dari putusan yang berisi pengakuan
atau penolakan sesuatu (sebagai prediket) terhadap sesuatu lain (subjek)
yang dapat dinilai benar atau salah.416 Dengan kata lain proposi merupakan
penarikan gugusan-gugusan pernyataan sehingga terhubungnya sesuatu teori
dengan kenyataan. Dari pernyataan tersebut setelah diadakan penelahaan
dan setelah dilakukan analisis data pada pembahasan di bab ini maka
proposisi dalam penelitian ini adalah:
1. Mana kala materi pokok antara dosen satu dengan dosen PAI yang satu
dengan yang lain tidak disusun atau direncanakan secara bersama-sama
maka akan terjadi perbedaan pandangan dalam pengembangan materi PAI
antara dosen satu dengan dosen lain.
414
Kholi