PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT PUBLIK
DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI
DAERAH PERBATASAN
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
edoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah
uku Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi Pengelolaan Obat Publik
ami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih
aran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan demi untuk
Jakarta, Agustus 2007
Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Drs. Bahron Arifin,Apt
rakhmat dan karunia Nya, buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan telah dapat diselesaikan sesuai rencana.
P
Perbatasan ini disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota tentang pengelolaan obat di daerah perbatasan.
B
dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota maupun Pusat dalam proses pelaksanaan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah perbatasan.
K
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan penyusunan Buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah perbatasan.
S
penyempurnaan buku pedoman ini.
DAFTAR ISI
ATA PENGANTAR i
AB I PENDAHULUAN 1
AB II ORGANISASI, TUGAS DAN PESAN 9
AB III PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
14
D. LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN
OBAT (LPLPO)
E. PENCATATAN DAN PELAPORAN 30
F. PENGHAPUSAN SEDIAAN FARMASI 35
G. ANGGARAN 36
BAB IV PENUTUP 41
AFTAR PUSTAKA 42
D
DAFTAR SINGKATAN 43
TIM PENYUSUN PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH PERBATASAN
1. Syamsuddin W
2. Sudarmi, S.Si, Apt : Dinkes Prop. Maluku U
3. Drs. Zainuddin Noo A K : Dinkes Prop. Sumatera Sela
4. Lasmianti, Apt : Dinkes Prop. Kepulauan Riau
5. Drs. Djonny S. Matali, Apt : Dinkes Prop. Sulawesi Utara
6. Dra. E. Yolanda, Apt : Dinkes Kota Cilegon
7. Dra. Yanuarti, Apt, M.K : Dinkes Prop. Kaliman
8. Dra. Siti Wahyuni, Apt, M.K s : Dinkes Prop. DI Yogyakarta
9. Dra. Sulasmi : Dinkes Prop. Nanggr
17. Dra. Ratna Nirwani, Apt, MM : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
18. Dra. Fatimah Umar, Apt, MM : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
19. Dra. Hidayati Mas’ud, Apt : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
20. Dra. Sri Endah S, Apt : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
21. Rustian, S.Si, Apt, MMK : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
22. Drs. M. Taufik S, Apt : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
Sekretariat
rina, Apt : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
ti 1. Dra. Ev
2. Endang Setyowa : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
3. Dede Bromici Kundalini, AMF : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
4. M. Solihin Arief : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
5. Ch. Sri Iswantiyah : Direktorat Bina Oblik dan Bekkes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
epublik Indonesia terdiri dari 33 Provinsi, 349 Kabupaten
akupan wilayah perbatasan darat dan laut berada pada beberapa Provinsi
AFTAR NAMA PULAU – PULAU TERLUAR REPUBLIK INDONESIA ANG BERBATASAN DENGAN NEGARA TETANGGA
NO GA PDDK
Negara kesatuan R
dan 91 Kota, merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau ± 17.504 buah. Secara langsung Negara kesatuan Republik Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, wilayah darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu : Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), sedangkan di wilayah laut berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara yaitu : India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, RDTL dan PNG.
C
sebagaimana daftar dibawah ini.
D Y
NAMA PULAU KABUPATEN PROVINSI TETANG
ada tdk
10 Sibarubaru Kep
Mentawai
11 Sunyaunyau Kep
41 Sophialousia Lombok
47 Maratua Berau KALTIM MALAYSIA 1
64 Bangkit Gorontalo GORONTALO MALAYSIA 1
65 Jiew Halmahera MALUKU
Utara
68 Batugoyang Maluku
Tenggara
MALUKU AUSTRALIA 1
69 Asutubun Maluku
Barat
80 Karaweira Kepulauan
Aru
MALUKU AUSTRALIA 1
81 Panambulai Kepulauan
Aru
MALUKU AUSTRALIA 1
82 Kultubai Utara Kepulauan
Aru
MALUKU AUSTRALIA 1
83 Kultubai selatan Kepulauan
Aru
S ber D : Perpres 78 Tahun 2005, DKP ebruari 2007), p nsi disesuaikan data terb
ertuang dalam
um ata (12 F ropi aru
Program pengembangan wilayah perbatasan sebagaimana t
1. Menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.
Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan obat.
Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, selain itu karena obat sudah merupakan kebutuhan masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan, yaitu Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan lain - lain. Bila di umpamakan tenaga medis adalah tentara yang sedang berperang di medan tempur, maka obat adalah amunisi yang mutlak harus dimiliki untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Oleh karena vitalnya obat dalam pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien dan efektif sangat diperlukan oleh petugas di Pusat/Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Kabupaten/Kota akan merasakan beban yang sangat besar terhadap APBD/DAU setiap tahunnya.
Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dan juga menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien.
Penerapan Undang Undang Otonomi dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah membawa perubahan kepada mekanisme pengalokasian dana, bukan hanya di sektor Kesehatan tetapi terjadi di semua sektor. Pada era sebelum otonomi daerah alokasi dana pembangunan langsung disediakan untuk masing-masing sektor dan selanjutnya dibagikan ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat ini pengalokasian dana dari Pemerintah Pusat dilakukan melalui mekanisme DAU, DAK dan Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dana alokasi pembangunan kesehatan termasuk didalamnya dana alokasi obat termasuk kedalam Dana Alokasi Umum. Perubahan yang demikian mendasar belum banyak diantisipasi oleh manager kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota termasuk pula oleh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan. Ketrampilan yang sangat menunjang dalam melakukan pengajuan kebutuhan alokasi dana obat di DAU antara lain: kemampuan negosiasi, kemampuan mengolah data penggunaan obat dari aspek ekonomi, kemampuan advokasi dan lain sebagainya. Ketrampilan tersebut sangat diperlukan mengingat ada sebahagian pengambil keputusan di daerah yang beranggapan bahwa sektor kesehatan adalah sektor yang hanya menghabiskan uang, padahal perlu diketahui bahwa kesehatan merupakan suatu investasi di masa mendatang.
dan kontribusi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I sesuai dengan amanat RPJMN 2004 – 2009, Renstra Depkes yang disempurnakan dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007, maka dianggap perlu untuk menyusun Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan.
B. Keadaan dan Masalah
• Untuk menjangkau masyarakat di daerah perbatasan dengan pelayanan kesehatan yang bermutu, telah dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mendekatkan fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun Puskesmas pembantu, yang ditunjang dengan penempatan bidan di desa yang dilengkapi dengan sarana dan tenaga kesehatan.
• Jumlah tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah perbatasan masih kurang.
• Kendala geografis, transportasi, sarana komunikasi serta kondisi musim selalu menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan logistik obat dan bahan habis pakai di daerah perbatasan sehingga penggunaan yang rasional sulit di kontrol.
• Karena letaknya di daerah perbatasan dan terpencil, kondisi fisik
beberapa bangunan/ gedung seringkali kurang diperhatikan, biaya pemeliharaan dan perbaikan yang diberikan menurut standar tidak mungkin cukup karena harga setempat yang tinggi.
C. Tujuan
1. Umum
Tersedianya buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Perbatasan.
a. Terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan di Daerah Perbatasan.
b. Tersedianya Sarana dan Prasarana yang Memadai untuk mendukung pengelolaan obat di Daerah Perbatasan.
D. Pengertian
1. Daerah Perbatasan adalah :
Wilayah administrasi pemerintahan yang berbatasan secara langsung baik darat maupun lautan dengan wilayah administrasi pemerintahan negara tetangga dan letaknya terpencil.
2. Alat Kesehatan adalah :
Instrumen, apparatus, mesin, inplan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
3. Perbekalan kesehatan adalah :
Semua bahan, bahan habis pakai dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
4. Puskesmas di daerah perbatasan adalah :
Puskesmas yang mempunyai wilayah kerja berbatasan langsung dengan wilayah kedaulatan Negara tetangga, baik perbatasan daratan atau laut/ pantai. Daerah perbatasan tertentu letaknya terpencil walaupun ada diantaranya dengan jalur transportasi terbuka antara kedua negara.
5. Puskesmas di daerah terpencil adalah :
Puskesmas yang secara geografis letaknya terpencil terhadap ibukota Kabupaten, sehingga waktu tempuh ke ibukota Kabupaten pulang pergi perlu waktu sedikitnya 8 (delapan) jam perjalanan dengan kendaraan yang ada secara rutin disana.
Unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/ Kota
BAB II
ORGANISASI, TUGAS DAN PERAN
A. Bentuk Organisasi
Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan, maka perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota agar alokasi dana obat yang tersedia dapat di manfaatkan semaksimal mungkin.
Keberadaan Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain bertujuan untuk menjamin :
1. Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan alokasi dana.
2. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar
3. Penggunaan obat secara rasional
Bentuk organisasi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota :
• Pola maksimal : Subdin/ Bidang Farmasi • Pola minimal : Seksi Farmasi
• UPT lain : UPTD Farmasi, Instalasi Farmasi
B. SARANA
Ketersediaan sarana yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi/ Kabupaten/ Kota bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang sebaiknya tersedia adalah :
a. Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2
b. Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 – 3 unit c. Komputer + Printer, dengan jumlah 1 – 3 unit
e. Sarana penyimpanan :
Rak : 10 – 15 unit
Pallet : 40 – 60 unit
Lemari : 5 - 7 unit
Lemari Khusus : 1 unit
f. Sarana Administrasi Umum :
Brankas : 1 unit
Mesin Tik : 1 – 2 unit
Lemari arsip : 1 – 2 unit
g. Sarana Administrasi Obat dan Perbekalan Kesehatan Kartu Stok/Kartu Persediaan Obat
Kartu Induk Persediaan Obat Buku Harian Pengeluaran Barang
SBBK, LPLPO
Kartu Rencana Distribusi
Lembar bantu penentuan proporsi stok optimum
h. Sarana Penyimpanan Obat di Puskesmas Daerah Perbatasan 1. Gedung, dengan luas 100 m2 – 200 m2
2. Sarana penyimpanan :
Rak : 5 – 10 unit
Pallet : 10 – 20 unit
Lemari : 1 - 2 unit
Lemari Khusus : 1 unit
C. Pembagian Tugas dan Peran
Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke Unit Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas). Agar tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka diantara semua yang terlibat dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sebaiknya ada pembagian tugas dan peran seperti di bawah ini :
1. Tingkat Pusat
Departemen Kesehatan R.I :
a. Menyiapkan, mengirimkan dan mensosialisasikan berbagai Keputusan Menteri Kesehatan ke unit – unit terkait antara lain :
1) Daftar Harga Obat PKD, Obat Program dan Obat
Generik
2) Pedoman Teknis Perencanaan Pengadaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
3) Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
4) Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
5) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
b. Menyediakan Obat Buffer Stok Nasional,
c. Menyediakan Obat untuk masyarakat miskin
d. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan prioritas Kabupaten/Kota bentukan baru
e. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi
Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
f. Menyediakan Pedoman Pengobatan Dasar di
g. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan.
h. Menyediakan Pedoman Advokasi Penyediaan Anggaran
Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi :
a. Menyediakan dan mengelola obat buffer stok Provinsi
b. Melakukan kompilasi rencana kebutuhan obat Kabupaten/ Kota
c. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten/Kota
d. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Kabupaten/Kota
e. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas
f. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
disusun oleh tim perencanaan obat terpadu berdasarkan system “bottom up”
b. Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran
disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi.
c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa
sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana
e. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Puskesmas
f. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas
g. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran Kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota
h. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pen-distribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar.
i. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa.
j. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu obat yang ada di IFK dan UPK.
4. Tingkat Puskesmas dan Sub Unit Pelayanan Kesehatan
1. Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehatan
serta kasus penyakit dengan baik dan akurat.
2. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
3. Bersama Tim Perencanaan Obat Terpadu membahas rencana kebutuhan Puskesmas.
4. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
5. Melaporkan dan mengirim kembali semua jenis obat rusak/ kadaluwarsa kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
BAB III
PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DI DAERAH PERBATASAN
A. PERENCANAAN
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok Pusat maupun Provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap mengacu kepada DOEN.
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah:
1. Tahap Pemilihan
penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu meliputi :
a. Obat dan Perbekalan Kesehatan yang dipilih harus memiliki ijin edar dari Pemerintah RI.
b. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
c. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.
d. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
e. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
f. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan
obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah : a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/ Kota.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Adapaun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metoda :
a. Metoda Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi. 3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
b. Metoda Morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metoda ini adalah :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi penyakit.
3) Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
B. PENYIMPANAN
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk : Memelihara mutu obat
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung - jawab Menjaga kelangsungan persediaan
Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi : a. Pengaturan tata ruang
d. Pengamatan mutu obat
Pengaturan Tata Ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan prinsip FEFO dan FIFO.
Pencatatan Stok Obat
Mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa) sebaiknya segera dicatat pada kartu stok obat
Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual dan jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium.
Tanda-tanda perubahan mutu obat
1. Tablet.
• Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
• Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
2. Kapsul.
• Perubahan warna isi kapsul
• Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya
3. Tablet salut.
• Pecah-pecah, terjadi perubahan warna • Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
• Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan.
• Menjadi keruh atau timbul endapan • Konsistensi berubah
• Warna atau rasa berubah
• Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep.
• Warna berubah • Konsistensi berubah
• Pot atau tube rusak atau bocor • Bau berubah
6. Injeksi.
• Kebocoran wadah (vial, ampul)
• Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
• Warna larutan berubah
Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah :
• Dikumpulkan dan disimpan terpisah
• Dikembalikan / diklaim sesuai aturan yang berlaku • Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku
C. DISTRIBUSI
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan.
Tujuan distribusi
1. Terlaksananya distrubusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terdiri dari :
1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan
Kegiatan Distribusi Rutin
a. Perencanaan Distribusi.
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota merencanakan dan melaksanakan pendistribusian obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Perumusan stok optimum
Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan mem-perhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu tunggu serta ketentuan mengenai stok pengaman.
Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat ketersediaan, didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan.
Stok optimum = Stok kerja + Stok pengaman
Stok Kerja : Rata-rata pemakaian obat dalam
satu periode tertentu
Stok Pengaman : stok yang dipersiapkan untuk
mengantisipasi kenaikan kunjungan, kejadian luar
biasa, adanya waktu tunggu dan waktu kekosongan .
Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan.
Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa persediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota cukup untuk melayani kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Posisi persediaan yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota.
2) Penetapan frekuwensi pengiriman obat dan perbekalan
kesehatan ke unit pelayanan kesehatan
Frekuensi pengiriman obat dan perbekalan kesehatan ke unit pelayanan kesehatan di daerah perbatasan ditetapkan dengan memperhatikan :
a) Anggaran yang tersedia
b) Jarak UPK dari Instalasi Farmasi Kab/ Kota serta letak geografis
c) Fasilitas gudang UPK
d) Sarana yang ada di Instalasi Faramsi Kab/ Kota e) Jumlah tenaga di Instalasi Farmasi Kab/ Kota f) Kondisi musim
3) Penyusunan Pola Distribusi.
dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi serta sarana distribusi yang digunakan.
Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan fasilitas yang tersedia dan juga kondisi musim, dapat ditetapkan pola distribusi di daerah perbatasan terpencil.
Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan kegiatan - kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangkutan obat ke unit pelayanan kesehatan, misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten/ Kota ke unit pelayanan kesehatan, pertemuan dokter Puskesmas yang diselenggarakan di Kabupaten/Kota dan sebagainya.
Atas dasar ini dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap UPK yang ada di daerah perbatasan dan terpencil disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan Distribusi Khusus
Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota dilakukan sebagai berikut :
a. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota menyusun rencana
b. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta langsung oleh petugas program kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota tanpa melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat laporan permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta dari Puskesmas yang membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat, bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan ada sejumlah persediaan obat di Posyandu yang pengadaannya diatur oleh Puskesmas.
Tata Cara distribusi Obat
1. Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.
2. Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya. 3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari
4. Tata cara distribusi obat ke UPK dapat dilakukan dengan cara dikirim oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota atau diambil oleh UPK.
5. Obat yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan LPLPO atau SBBK.
Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap :
- jenis dan jumlah obat - kualitas / kondisi obat
- isi kemasan dan kekuatan sediaan
- kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat - No. Batch
- Tgl Kadaluwarsa
- Nama Pabrik
6. Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota harus segera dicatat pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat.
B. Pencatatan Pendistribusian Obat
Pencatatan Harian Penerimaan Obat
Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan obat.
Fungsi :
a. Sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan obat
b. Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan
Pencatatan Harian Pengeluaran Obat
Obat-obatan yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat mengenai data obat dan dokumen obat tersebut.
Fungsi :
Sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat tersebut.
D. LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT
(LPLPO)
a. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh Puskesmas/ UPK ke Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Petugas Pencatatan dan Evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota lalu dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk permintaan dan pengeluaran obat. b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat
rangkap 3 (tiga) :
• Asli untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Kegunaan LPLPO sebagai :
1) Bukti pengeluaran obat di Instalasi Farmasi Kab/ Kota 2) Bukti penerimaan obat di Puskesmas
3) Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. Instalasi Farmasi Kab/ Kota.
4) Sebagai bukti penggunaan obat di Puskesmas.
Isi LPLPO
• Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan • Nama Puskesmas yang bersangkutan
• Nama Kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas
• Nama Kabupaten/Kota dari wilayah Kecamatan yang bersangkutan
• Nama Provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota • Tanggal pembuatan dokumen
• Bulan pelaporan dari Puskesmas • Bulan permintaan Puskesmas
• Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama bulan bersangkutan
• Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan
Kolom pada LPLPO
1) Nomor urut masing-masing obat dalam daftar formulir ini 2) Nama dan kekuatan obat bersangkutan
3) Satuan bentuk sediaan, misalnya Tablet, Kapsul, Syrop, Tube dll
5) Jumlah satuan obat bersangkutan yang diterima selama bulan lalu. Data diambil dari kolom pemberian (17) dari formulir LPLPO bulan lalu. Jika pada bulan sebelumnya terdapat lebih dari 1 (satu) formulir LPLPO (karena ada pengajuan tambahan obat), maka kolom ini diisi dengan jumlah kolom (17) dari beberapa LPLPO tersebut
6) Jumlah persediaan satuan masing-masing obat untuk bulan lalu, yaitu hasil penjumlahan pada kolom (4) dan (5) pada baris yang sama
7) Jumlah pemakaian obat pada bulan sebelumnya
8) Jumlah satuan obat bersangkutan pada akhir bulan lalu, yaitu sama dengan pengurangan persediaan pada kolom (6) dan pemakaian pada kolom (7) pada baris yang sama.
9) Stok Optimum = rata-rata pemakaian pada periode tertentu ditambah dengan stok pengaman
10) Jumlah satuan masing-masing obat yang diminta pada periode tertentu. Kolom ini hanya diisi jika sedang mengajukan permintaan obat
11) s/d 16) Diisi oleh petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota tentang jumlah pemberian dari berbagai sumber
17. Jumlah total pemberian dari berbagai sumber 18. Keterangan *)
(*). Kolom Keterangan diisi dengan keterangan sebagai berikut :
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi
kekosongan obat, diisi dengan kata “kosong”.
Untuk mengajukan tambahan obat guna mengatasi
kenaikan kejadian penyakit, diisi dengan “jenis penyakit bersangkutan”
Untuk pelaporan data kekosongan obat diisi dengan
Kolom (16) ini disi jika kolom sisa stok (8) pada baris
yang sama berisi angka 0 (nol).
Kolom kunjungan resep : diisi dengan data kunjungan yang mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama bulan lalu. Kolom ini hanya diisi ketika melakukan pelaporan data obat saja.
Jumlah kunjungan diisi dengan data kunjungan selama bulan lalu yang dibedakan dalam :
Umum bayar : Jumlah pasien umum yang mendapat
resep/obat
dan membayar biaya pelayanan
Umum tidak bayar : Jumlah pasien umum yang men-dapat resep/obat
dan tidak membayar biaya pelayanan
Askes : Jumlah pasien peserta asuransi kesehatan (Askes)
yang mendapat resep / obat
- Kolom melaporkan/meminta : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang melaporkan data pemakaian / sisa stok dan atau mengajukan permintaan obat.
- Kolom mengetahui/menyetujui : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang menerima laporan data obat dan atau menyetujui pemberian obat.
- Kolom menyerahkan obat : diisi dengan nama dan jabatan petugas yang menyerahkan obat kepada satuan kerja yang memintanya.
Surat Pengiriman Obat
a. Petugas penyimpanan dan pendistribusian mempersiapkan Surat Pengiriman Obat dan mengisinya sesuai dengan yang tercantum dalam LPLPO yang bersangkutan dan dikirim bersama obat.
b. Formulir ini merupakan surat pengantar obat dimana didalamnya tercantum jumlah, nomor koli dan berat obat serta alat pengangkutan yang digunakan untuk mengangkut obat tersebut (ekspedisi).
c. Formulir Surat Kiriman Obat dibuat dalam rangkap 4 : • Asli untuk Kepala UPK
• Tindasan 1 untuk Kepala Instalasi Farmasi Kab/ Kota
• Tindasan 2 untuk arsip Petugas Penyimpanan dan Penyaluran
• Tindasan 3 dikirim kepada sipenerima barang untuk ditanda tangani oleh Kepala Puskesmas dan di cap dinas yang selanjutnya dikirim kembali kepada Kepala IFK cq. Petugas Pencatatan dan Evaluasi
d. Kerusakan, kekurangan dan kehilangan dalam pengiriman menjadi tanggung jawab jasa pengangkutan, oleh karena itu pengecekan perlu dilakukan didepan petugas jasa pengangkutan / pengirim
e. Bagian judul pada Formulir Surat kiriman obat diisi dengan : Untuk rangkap 5 (a)
Nomor surat kiriman (b) • Nama Puskesmas yang memesan (c)
• Nomor dari LPLPO / LB (d)
E. PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENGERTIAN
Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Tujuan pencatatan dan pelaporan
Tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi :
Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat
Laporan Pengelolaan Obat
Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maka Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang dilaksanakan.
Laporan yang perlu disusun Instalasi Farmasi Kab/ Kota terdiri dari :
1. Laporan mutasi obat
2. Laporan kegiatan distribusi
3. Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran
Laporan Mutasi Obat
a. Petugas pencatatan, pelaporan dan evaluasi mempersiapkan/ membuat laporan mutasi obat berdasarkan data penerimaan dan pengeluaran obat.
b. Laporan mutasi obat adalah laporan berkala mengenai mutasi obat yang dilakukan per triwulan yang memuat jumlah penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota, kecuali Narkotika dan Psykotropika yang dilakukan setiap bulan.
c. Kegunaan laporan mutasi obat ini adalah :
1). Untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran obat per triwulan
2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir
triwulan
3). Untuk pertanggung jawaban Kepala Instalasi Farmasi/ Bendaharawan Barang sesuai peraturan perundangan berlaku.
d. Laporan mutasi obat ini dibuat rangkap 2, untuk :
Asli dikirim kepada atasan langsung (Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota). Tindasan 1 untuk arsip
f. Kolom pada formulir laporan mutasi obat diisi sebagai berikut : • Kolom (1), Nomor urut obat
• Kolom (2), Nama obat yang akan dilaporkan
• Kolom (3), Satuan kemasan obat (dos, kaleng, botol dan lain-lain
• Kolom (4), Sisa permulaan triwulan
• Kolom (5), Penerimaan selama satu triwulan • Kolom (6), Pengeluaran selama satu triwulan • Kolom (7), Sisa pada akhir triwulan
• Kolom (8), “ keterangan “, bila diperlukan
Laporan Kegiatan Distribusi
Digunakan kartu per UPK
Fungsi :
Laporan Puskesmas atas mutasi obat dan kunjungan resep per tahun
Informasi yang didapat
a. Jumlah obat yang tersedia (stok akhir) b. Jumlah obat yang diterima
c. Jumlah kunjungan resep
Manfaat informasi yang didapat
a. Jenis dan jumlah persediaan obat di setiap UPK b. Perbandingan sisa stok dengan pemakaian per bulan
c. Perbandingan jumlah persediaan dengan jumlah pemakaian per bulan
Petunjuk Pengisian :
Kolom 1 : diisi dengan nomor urut
Kolom (2 s/d 3) : diisi sesuai dengan dokumen LPLPO Kolom 4 diisi dengan stok pada awal bulan
Kolom 5 diisi dengan penerimaan obat
Kolom 6 diisi dengan jumlah persediaan atau sama dengan kolom 4 + 5
Kolom 7 diisi dengan pemakaian selama satu tahun Kolom 8 diisi dengan kolom 7 dibagi 12
Kolom 9 diisi dengan sisa stok pada akhir bulan Desember Kolom 10 diisi dengan kolom 9 dibagi dengan kolom 8
Kolom total kunjungan resep (11 s/d 13) : diisi dengan data kunjungan yang mendapat resep satuan kerja bersangkutan selama satu tahun.
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran
(31 Desember ...)
a. Petugas Pencatatan dan Evaluasi mempersiapkan/ membuat Berita Acara Pencacahan Obat Akhir Tahun Anggaran dan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran.
b. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat pada setiap akhir tahun anggaran yang memuat jumlah penerimaan dan pengeluaran selama 1 (satu) tahun anggaran dan sisa persediaan pada akhir tahun anggaran yang bersangkutan.
c. Kegunaan Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran adalah :
2). Untuk mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun anggaran
3). Sebagai pertanggung jawaban dari Kepala Instalasi Farmasi/ Bendaharawan Barang kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
d. Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran dibuat rangkap 2 untuk :
• Asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota • Arsip
Laporan Pengelolaan Obat Tahunan/ Profil Pengelolaan Obat
di Kabupaten/Kota
Fungsi :
Mengukur tingkat kinerja pengelolaan obat di Daerah Kabupaten/Kota selama satu tahun anggaran.
Kegiatan yang harus dilakukan :
1) Siapkan data pencacahan obat per 31 Desember di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota
2) Siapkan data pencacahan obat per 31 Desember di tingkat Puskesmas
3) Susun daftar obat yang diterima pada tahun anggaran berjalan, berasal dari berbagai sumber anggaran obat
4) Evaluasi LPLPO/LB2 untuk mendapatkan informasi mengenai :
5) Daftar obat dengan harga patokannya (ambil harga patokan obat PKD yang terakhir)
6) Jumlah alokasi dana obat untuk tahun berjalan dari berbagai sumber
7) Data umum yang menyangkut :
Jumlah penduduk
Jumlah kunjungan / kunjungan kasus Jumlah peserta Askes
Informasi yang didapat
1) Jumlah dan nilai persediaan obat di tingkat Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota per 31 Desember.
2) Jumlah dan nilai persediaan obat di tingkat Puskesmas per 31 Desember.
3) Pemakaian rata-rata per bulan untuk setiap jenis obat 4) Tingkat kecukupan setiap jenis obat
5) Rencana kebutuhan obat untuk tahun anggaran berikutnya 6) Realisasi pengadaan obat menurut sumber anggaran 7) Biaya obat per kunjungan
Manfaat Informasi
1) Untuk pelaksanaan tindak lanjut peningkatan dan
penyempurnaan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota
2) Bahan masukan dalam penyusunan profil kesehatan
Kabupaten/ Kota
F. PENGHAPUSAN SEDIAAN FARMASI
PENGERTIAN
negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut
:
1. Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap sediaan farmasi/ obat-obatan yang diurusinya, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan/ dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan,
pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara
3. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran
lingkungan
Kegiatan Penghapusan Sediaan Farmasi
a. Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan di hapuskan beserta alasan-alasannya
b. Pisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluwarsa/ rusak pada tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan c. Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya
d. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan dihapuskan
e. Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota
f. Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan oleh Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan farmasi/ obat-obatan
h. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang
G. ANGGARAN
Anggaran merupakan salah satu hal yang sangat penting guna berjalannya suatu organisasi, demikian pula halnya dengan Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/Kota yang berada di daerah perbatasan sangat membutuhkan dukungan dana untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari.
Adapun anggaran yang dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi di Provinsi/ Kabupaten/Kota dapat dikategorikan sebagai berikut :
2. Kebutuhan Anggaran Rutin.
Kebutuhan anggaran rutin Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain :
a. Daya dan jasa, meliputi : • Telepon, listrik, air, gas b. Pemeliharaan, meliputi :
• Gedung dan halaman
• Kendaraan roda empat dan roda dua • Komputer, printer, facsimile
c. ATK dan Penyediaan Barang Cetakan, meliputi : • Alat Tulis Kantor
• Penyediaan Kartu Stok
• Penyediaan Kartu Induk Barang
• Penyediaan Form LPLPO unit Pelayanan Kesehatan Dasar
d. Pengolahan Data
e. Gaji pegawai, termasuk honor satpam penjaga gedung Instalasi Farmasi di Provinsi/Kabupaten/kota
3. Kebutuhan pengembangan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi :
a. Pelatihan Pengelola Obat di Puskesmas dan Penggunaan Obat Rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja. Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari.
b. Monitoring dan Evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas dan penggunaan obat rasional. Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja. Pelaksanaan minimal satu tahun sekali, dan dilakukan sepanjang tahun anggaran.
c. Pertemuan/Rapat kerja penyusunan kebutuhan obat
Kebutuhan dana sesuai jumlah anggota tim perencanaan obat terpadu, dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari.
d. Penyampaian hasil monitoring
Kebutuhan dana sesuai dengan jumlah undangan, dilaksanakan minimal 4 (empat) kali dalam setahun, dengan lama kegiatan 1 – 2 hari.
Pengelolaan anggaran diarahkan untuk mencapai hasil yang optimal dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas biaya, untuk mencapai tujuan tersedianya obat publik dan perbekalan kesehatan di UPK pada daerah perbatasan.
ditingkatkan, selain itu penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan suatu pra kondisi untuk dapat terciptanya system pembiayaan yang baik.
Biaya pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di daerah perbatasan dapat bersumber kepada dana :
• Pemerintah melalui APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan APBN
• Swasta/ LSM yang peduli terhadap pelayanan kesehatan
Perlu disadari bahwa di masa mendatang sejalan dengan terwujudnya otonomi daerah yang nyata dan bertanggung – jawab, maka peran daerah sebagai sumber pembiayaan akan menjadi menonojol.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota bersama Kepala Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota menetapkan besar dana operasional pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di UPK pada daerah perbatasan, dengan memperhatikan :
• Jumlah UPK yang dilayani
• Faktor kesulitan wilayah yang dijangkau
• Besaran transport dan lumpsum/ biaya harian sesuai dengan kebutuhan riil
H. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
1. Pembinaan
Pembinaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan dan terpencil dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota sampai tingkat Puskesmas baik dalam aspek administrasi maupun teknis pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan, antara lain melalui :
a Pertemuan koordinasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan daerah perbatasan dan terpencil di tingkat Provinsi yang dapat dihadiri oleh narasumber Pusat, dan pertemuan tingkat Kabupaten/ Kota yang dapat dihadiri narasumber Provinsi.
b Konsultasi dari Puskesmas ke Kabupaten/ Kota, Kabupaten/ Kota ke Provinsi dan Provinsi ke Pusat.
c Kunjungan lapangan berupa bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan sampai dengan UPK di daerah perbatasan terpencil yang diikuti tim Puskesmas, tim Kabupaten dan tim Provinsi secara bersama-sama.
d Pelatihan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten dan Provinsi sebagai upaya peningkatan kemampuan dan mutu sumberdaya manusia.
2. Pengendalian
BAB IV
PENUTUP
Buku pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan ini disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota serta merupakan ketentuan dan kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI tentang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
Keberhasilan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan sangat tergantung pada partisipasi dan koordinasi semua pihak yang terkait, serta kejelasan seluruh pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota sampai tingkat Puskesmas.
Penyediaan buku pedoman ini merupakan salah satu sumbangsih Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes R.I dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
Semoga pedoman ini dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah perbatasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. MSH, Managing Drug Supply, New York, Kumarin Press, 1998
2. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binkesmas, Pedoman Pelayanan Kesehatan di Daerah Terpencil, tahun 2001.
3 Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas, tahun 2004.
4. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tahun 2005.
5. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tahun 2005.
6. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Pustu, tahun 2007. 7. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Pedoman
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Poskesdes, tahun 2007.