PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH
KDH
INCUMBENT
DAN
NON-INCUMBENT
SEBELUM DAN
PADA SAAT PEMILUKADA
TESIS
Oleh
THOMY MARIYONO TARIGAN
127017020/Akt
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH
KDH
INCUMBENT
DAN
NON-INCUMBENT
SEBELUM DAN
PADA SAAT PEMILUKADA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
Oleh
THOMY MARIYONO TARIGAN
127017020/Akt
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA
DAERAH KDH INCUMBENT DAN
NON-INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT
PEMILUKADA
Nama Mahasiswa : Thomy Mariyono Tarigan Nomor Pokok : 127017020
Program Studi : Magister Akuntansi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof.Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA)
Ketua Anggota
(Drs.Arifin Akhamad, M.Si, Ak, CA)
Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, AC, Ak, CA)
Telah diuji pada
Tanggal: 29 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA Anggota : 1. Drs.Arifin Akhmad, M.Si, Ak, CA
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Drs.Idhar Yahya, MBA, Ak, CA
PERNYATAAN
PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH KDH
INCUMBENT DAN NON-INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT
PEMILUKADA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister pada Program Studi Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil
karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Agustus 2014 Penulis
127017020
PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH KDH
INCUMBENT DAN NON-INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT
PEMILUKADA ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, belanja modal pada daerah incumbent
sebelum dan saat pemilihan umum kepala daerah diadakan. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, belanja modal antara daerah incumbent dan non-incumbent pada saat pemilihan umum kepala daerah diadakan. Populasi penelitian adalah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dengan populasi 497 tahun 2013 dan data anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota tahun 2012 dan 2013. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah yang memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak 122 sampel. Pengumpulan data diambil dari data sekunder, diolah menggunakan program aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution). Normalitas data diuji dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
dan Shapiro-Wilk dengan tingkat signifikansi 5%. Data hipotesis yang tidak memenuhi kriteria normalitas dengan nilai Sig.(2-tailed) kurang dari 0.05 diuji dengan Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann-whitney test (Pengujian Non Parametrik), sedangkan data untuk hipotesis yang memenuhi kriteria normalitas dengan signifikansi diatas 0.05 dengan pengujian parametrik (independent sample t – test). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Lucrative Opportunisctic (peluang yang menguntungkan) incumbent terpilih kembali atas rasio alokasi belanja bantuan sosial pada saat pemilukada lebih kecil daripada sebelum pelaksanaan pemilukada.
Lucrative Opportunisctic (peluang yang menguntungkan) incumbent terpilih kembali atas rasio alokasi belanja hibah dan rasio alokasi belanja modal pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelum pelaksanaan pemilukada. Non-incumbent
cenderung memanfaatkan peluang lebih besar atas rasio alokasi belanja bantuan sosial, rasio alokasi belanja bantuan hibah, dan rasio alokasi belanja modal untuk mencapai sasaran pembangunan daerah yang adil dan merata tanpa ada unsur kepentingan politik untuk terpilih kembali. Penyelewengan kekuasaan oleh kepala daerah incumbent atas penetapan rasio alokasi belanja mengakibatkan sasaran pembangunan yang adil dan merata tidak tercapai sehingga merugikan keuangan daerah/negara.
THE DIFFERENCE OF THE RATIO OF REGIONAL EXPENDITURE ALLOCATION BETWEEN THE INCUMBENT AND NON-INCUMBENT REGIONAL HEADS BEFORE AND AT THE TIME OF THE GENERAL
ELECTION OF REGIONAL HEADS
ABSTRACT
The purpose of this study was to get the empirical difference of the ratio of the allocation of social assistance expenditure, grant expenditures, capital expenditures on the incumbent area before and at the time of the general election of regional heads was held and to get the empirical difference of the ratio of the allocation of social assistance expenditure, grant expenditures, capital expenditures between the incumbent and non-incumbent areas before and at the time of the general election of regional heads was held. The population of this study was 497 Districts/Cities all over Indonesia in 2013 and 122 of them that met sampling criteria were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data used in this study were secondary data obtained from the revenue and expenditure budget of Districts/Cities in 2012 and 2013. The data obtained were processed through SPSS (Statistical Product and Service Solution) program. The normality of data was tested through One Sample Kolmogorov-Smirnov Test and Shapiro-Wilk at level of significance 5%. The data of hypothesis which did not meet the normality criteria with Sig. (2 – tailed) less than 0.05 were tested through Wilcoxon Signed Ranks Test and Mann-Whitney test (Non-Parametric Test), while the data for the hypothesis which met the normality criteria with significance of above 0.05 were tested through parametric test (independent sample t-test). The result of this study showed that Lucrative Opportunistic (profitable opportunity) of the reelected incumbent based on the ratio of the allocation of social assistance expenditure at the time of the regional general election was smaller than that of before the implementation of the the regional general election. The Lucrative Opportunistic (profitable opportunity) of the reelected incumbent based on the ratio of the allocation of grant expenditures and the ratio of the allocation of capital expenditures at the time of the regional general election was greater than that of before the implementation of the the regional general election. Non-incumbent tended to take advantage of greater opportunities over the ratio of the allocation of social assistance expenditure, the ratio of the allocation of grant expenditure, and the ratio of the allocation of capital expenditure to achieve the objectives of fair and equitable regional development without the element of political interest for being re-elected. Abuse of power by the incumbent regional head against the determination of the targeted ratio of expenditure allocation resulted in the failure of achiving a fair and equitable development that it inflicted loss to the regional/state finance.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
kasihNya hingga penulis dapat merampungkan penyusunan tesis dengan judul
“Perbedaan Rasio Alokasi Belanja Antara Daerah KDH Incumbent dan Non-Incumbent Sebelum dan Pada Saat Pemilukada”. Tesis ini menjadi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Magister
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara, Medan. KATA PENGANTAR
Dengan tersusunnya Tesis ini, Penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan setinggi – tingginya kepada Yth.Ibu Prof.Erlina, SE, M.Si., Ph.D.,
Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing I, dan Yth.Bapak Drs.Arifin Akhmad, M.Si.,
Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing II, yang berkenan memberi bimbingan, arahan
dan masukan bagi tersusunnya Tesis yang layak untuk disajikan. Penulis juga
mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan;
2. Bapak Prof.Dr.Azhar Maksum, M.Ec,Ac,Ak,CA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, Medan;
3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS.MBA, CPA selaku Ketua Program
Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara,
Medan;
4. Bapak Drs.Idhar Yahya, MBA, Ak.,CA selaku Dosen Pembanding;
5. Ibu Dra.Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding;
6. Seluruh Dosen dan Guru Besar pengajar pada Program Magister Akuntansi
7. Seluruh Staf dan Pegawai Program Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Sumatera Utara, Medan;
8. Yang sangat dicintai dan disayangi istri (Dumasari Riameinda Br Surbakti,
S.Sos) yang senantiasa menjadi inspirasi, memberi doa, dan dukungan selama
berlangsungnya masa perkuliahan hingga memasuki masa penyelesaian
perkuliahan;
9. Yang terkasih ayahanda (Almarhum Tangkas Tarigan) berjuang dan berjasa,
tetap akan ku kenang. Yang tersayang ibunda (Djenda Br Sembiring) yang
telah menjadi single parent semenjak ayah meninggal. Terimakasih telah
melanjutkan perjuangan ayahanda untuk kelangsungan hidup dan pendidikan
kami anak – anak kalian dengan motto “Pendidikan adalah harta yang paling
berharga dibandingkan dengan emas dan permata”. Yang terkasih kedua
mertua (Ir.Zakaria Surbakti dan Rumondang Br Simanjuntak) yang telah
memberikan doa dan dukungannya. Juga kepada kakak – kakak, abang –
abang, adik dan segudang keponakan, terimakasih atas doa dan dukungannya;
10. Bupati Karo, Sekretaris Daerah Kabupaten Karo (dr.Saberina, MARS), Asisten
Administrasi Sekdakab Karo (Jernih Tarigan, SH), Kepala Bagian Tata Usaha
Setdakab.Karo (Drs.Eddy Ridwan Ginting) atas pemberian izin belajar kepada
Penulis.
11. Kasubbag Administrasi Keuangan (Burhan Karo – Karo), Kasubbag Kearsipan
(Berry Hadinata S.Depari, SH), Kasubbag Kepegawaian (Sukismawati, SH)
dan para Staf Bagian Tata Usaha Setdakab.Karo (Rohani br Sembiring, Ritanna
Depari, A.Md, Roslinda Br Kemit, A.Md) yang telah mendukung dan
memaklumi atas pemakaian sedikit waktu dinas untuk waktu perkuliahan.
12. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian ini; atas perhatian,
perkenan dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih terdapat
beberapa kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi.
Karena itu, dengan kerendahan hati Penulis mengharapkan masukan, koreksi dan
saran untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan tersebut. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Agustus 2014 PENELITI
127017020
RIWAYAT HIDUP
Nama : Thomy Mariyono Tarigan
NIM : 127017020
Universitas : Universitas Sumatera Utara
Fakultas/Prog.Studi : Ekonomi dan Bisnis / Magister Akuntansi
Email :
Tempat/Tanggal Lahir : Pancur Batu / 22 Juni 1977 Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl.Let.Jend.Djamin Ginting KM.29 No.2, Dusun IV Lau Burah, Desa Bintang Meriah, Kecamatan Pancur Batu – 20353
Nama Ayah : (Alm.) Tangkas Tarigan Nama Ibu : Djenda Br Sembiring
Nama Istri : Dumasari Riamenda Br Surbakti, S.Sos
PENDIDIKAN
1990 : Lulus SD Negeri No.105309 Rambung Baru, Kec.Sibolangit 1993 : Lulus SMP Negeri 2 Pancur Batu, Kec.Pancur Batu
1996 : Lulus SMA Negeri Pancur Batu, Kec.Pancur Batu
1997-1999 : Pernah Kuliah di STAN/Prodip III Keuangan, Penilai/PBB, Jakarta 2001 : Lulus D.III Akuntansi, Universitas Darma Agung, Medan
2011 : Lulus S.1 Manajemen, Universitas Quality, Medan
PEKERJAAN
2006 : Staf Kantor Camat Kutabuluh, Kabupaten Karo 2007 : Staf Bagian Keuangan, Setdakab.Karo
2009 : Staf Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan, dan Asset Daerah Kab.Karo
DAFTAR ISI
2.1.1 Teori Keagenan dan Hubungannya Dengan Penganggaran . 9 2.1.2 Proses Penyusunan APBD di Indonesia ... 11
2.1.3 Belanja ... 12
2.1.3.1Belanja Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) ... 14
2.1.3.2Belanja Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) ... 15
2.1.3.3Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial, Belanja Hibah, dan Belanja Modal ... 16
2.1.3.3.1 Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial ... 17
2.1.3.3.2 Rasio Alokasi Belanja Hibah ... 18
2.1.3.3.3 Rasio Alokasi Belanja Modal ... 19
2.1.4 Daerah KDH Incumbent dan Non-Incumbent ... 20
2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 20
3.1 Kerangka Konsep ... 26
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5 Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel ... 31
4.6 Metode Analisis Data ... 33
4.6.2 Pengujian Normalitas ... 34
4.6.3 Uji Hipotesis ... 34
5.1 Hasil Penelitian ... 38
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
5.1.1 Deskripsi Statistik ... 38
5.1.2 Hasil Pengujian Hipotesis ... 40
5.2 Pembahasan ... 45
6.1 Kesimpulan ... 49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 50
6.3 Saran ... 51
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian ... 7
Tabel 2.1 Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu ... 24
Tabel 4.2 Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel ... 33
Tabel 4.3 Kriteria Uji Hipotesis ... 37
Tabel 5.1 Descriptive Statistics ... 38
Tabel 5.2 Test Of Normality ... 40
Tabel 5.3 Test Statistics - Wilcoxon Signed Ranks Test ... 42
Tabel 5.4 Test Statistics – Mann Whitney Test – BBS ... 43
Tabel 5.5 Independent Samples Test ... 44
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Jadwal Penelitian ... 55
Lampiran 2 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 56
Lampiran 3 Anggaran Alokasi Belanja APBD TA. 2012 ... 69
Lampiran 4 Anggaran Alokasi Belanja APBD TA.2013 ... 73
PERBEDAAN RASIO ALOKASI BELANJA ANTARA DAERAH KDH
INCUMBENT DAN NON-INCUMBENT SEBELUM DAN PADA SAAT
PEMILUKADA ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, belanja modal pada daerah incumbent
sebelum dan saat pemilihan umum kepala daerah diadakan. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, belanja modal antara daerah incumbent dan non-incumbent pada saat pemilihan umum kepala daerah diadakan. Populasi penelitian adalah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dengan populasi 497 tahun 2013 dan data anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota tahun 2012 dan 2013. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah yang memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak 122 sampel. Pengumpulan data diambil dari data sekunder, diolah menggunakan program aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution). Normalitas data diuji dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
dan Shapiro-Wilk dengan tingkat signifikansi 5%. Data hipotesis yang tidak memenuhi kriteria normalitas dengan nilai Sig.(2-tailed) kurang dari 0.05 diuji dengan Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann-whitney test (Pengujian Non Parametrik), sedangkan data untuk hipotesis yang memenuhi kriteria normalitas dengan signifikansi diatas 0.05 dengan pengujian parametrik (independent sample t – test). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Lucrative Opportunisctic (peluang yang menguntungkan) incumbent terpilih kembali atas rasio alokasi belanja bantuan sosial pada saat pemilukada lebih kecil daripada sebelum pelaksanaan pemilukada.
Lucrative Opportunisctic (peluang yang menguntungkan) incumbent terpilih kembali atas rasio alokasi belanja hibah dan rasio alokasi belanja modal pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelum pelaksanaan pemilukada. Non-incumbent
cenderung memanfaatkan peluang lebih besar atas rasio alokasi belanja bantuan sosial, rasio alokasi belanja bantuan hibah, dan rasio alokasi belanja modal untuk mencapai sasaran pembangunan daerah yang adil dan merata tanpa ada unsur kepentingan politik untuk terpilih kembali. Penyelewengan kekuasaan oleh kepala daerah incumbent atas penetapan rasio alokasi belanja mengakibatkan sasaran pembangunan yang adil dan merata tidak tercapai sehingga merugikan keuangan daerah/negara.
THE DIFFERENCE OF THE RATIO OF REGIONAL EXPENDITURE ALLOCATION BETWEEN THE INCUMBENT AND NON-INCUMBENT REGIONAL HEADS BEFORE AND AT THE TIME OF THE GENERAL
ELECTION OF REGIONAL HEADS
ABSTRACT
The purpose of this study was to get the empirical difference of the ratio of the allocation of social assistance expenditure, grant expenditures, capital expenditures on the incumbent area before and at the time of the general election of regional heads was held and to get the empirical difference of the ratio of the allocation of social assistance expenditure, grant expenditures, capital expenditures between the incumbent and non-incumbent areas before and at the time of the general election of regional heads was held. The population of this study was 497 Districts/Cities all over Indonesia in 2013 and 122 of them that met sampling criteria were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data used in this study were secondary data obtained from the revenue and expenditure budget of Districts/Cities in 2012 and 2013. The data obtained were processed through SPSS (Statistical Product and Service Solution) program. The normality of data was tested through One Sample Kolmogorov-Smirnov Test and Shapiro-Wilk at level of significance 5%. The data of hypothesis which did not meet the normality criteria with Sig. (2 – tailed) less than 0.05 were tested through Wilcoxon Signed Ranks Test and Mann-Whitney test (Non-Parametric Test), while the data for the hypothesis which met the normality criteria with significance of above 0.05 were tested through parametric test (independent sample t-test). The result of this study showed that Lucrative Opportunistic (profitable opportunity) of the reelected incumbent based on the ratio of the allocation of social assistance expenditure at the time of the regional general election was smaller than that of before the implementation of the the regional general election. The Lucrative Opportunistic (profitable opportunity) of the reelected incumbent based on the ratio of the allocation of grant expenditures and the ratio of the allocation of capital expenditures at the time of the regional general election was greater than that of before the implementation of the the regional general election. Non-incumbent tended to take advantage of greater opportunities over the ratio of the allocation of social assistance expenditure, the ratio of the allocation of grant expenditure, and the ratio of the allocation of capital expenditure to achieve the objectives of fair and equitable regional development without the element of political interest for being re-elected. Abuse of power by the incumbent regional head against the determination of the targeted ratio of expenditure allocation resulted in the failure of achiving a fair and equitable development that it inflicted loss to the regional/state finance.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota.
Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang
mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan
kebijakan menurut prakarsa dan partisipasi masyarakat. Undang – Undang ini juga
telah memberikan semangat dan nilai – nilai yang telah sesuai dengan tuntutan
dalam mewujudkan otonomi daerah melalui penekanan aspek – aspek demokrasi,
keadilan pemerataan, peran serta masyarakat, serta pengelolaan potensi dan
keanekaragaman daerah yang juga memberikan makna baru terhadap sifat ruang
lingkup otonomi daerah yaitu berupa otonomi yang luas dan utuh.
Undang – undang tersebut diatas juga menjadi landasan normatif bagi
penerapan pemilihan kepala daerah secara langsung yang bertujuan untuk
membentuk sistem pemerintahan di daerah yang semakin demokratis karena
rakyat dapat menentukan siapa calon yang paling mereka suka. Dalam hal
demokrasi, sejak tahun 2005 tepatnya pada bulan Juni 2005, pergantian kepala
daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia mulai
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Kepala
Daerah (PEMILUKADA).
Hubungan antara eksekutif dan legislatif mengalami perubahan, yaitu
tidak lagi sebagai agen (eksekutif) dan prinsipal (legislatif), melainkan keduanya
suaranya langsung untuk memilih kepala daerah melalui pemilukada.
Penyelenggaraan pemilukada itu sendiri banyak mendapat sorotan mulai dari
efektivitas maupun efisiensi penyelenggaraanya. Mahalnya biaya pemilukada
menjadi sorotan karena memberikan efek negatif terhadap pembangunan daerah di
masa datang.
Pemilukada sering bersinggungan dengan fenomena politik uang yaitu
suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang dengan tujuan untuk
menarik simpati dari calon pemilih agar mereka memberikan suaranya pada calon
pasangan kepala daerah/wakil kepala daerah, biasanya dilakukan menjelang hari
“H” pemilukada. Fenomena lain yang muncul adalah meningkatnya potensi
penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakukan
oleh calon incumbent untuk memperbesar peluang kemenangannya kembali dalam
pemilukada. Hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada beberapa alokasi
dana yang rawan dikorupsi atau diselewengkan yaitu dana hibah, bantuan sosial
(bansos), dan belanja modal dari APBD
Calon incumbent adalah orang yang masih menjabat sebagai kepala
daerah dan ingin mencalonkan kembali yang berada pada masa titik kritis,
mengingat dia harus bertarung lagi agar tidak terpental dari kekuasaannya.
Beberapa keunggulan calon incumbent yaitu sudah dikenal baik oleh masyarakat,
unggul dalam memulai kampanye, irit biaya kampanye, dan banyak relasi.
Keunggulan kekuasaan yang dimiliki incumbent yang memberikan keuntungan
bagi dia yaitu dalam pengalokasian sumber daya. Sesuai dengan Permendagri
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan bahwa
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah yang
karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan daerah, salah satunya adalah penetapan kebijakan tentang
pelaksanaan APBD. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, incumbent berpotensi
melakukan politisasi anggaran, memanfaatkan pos – pos belanja APBD untuk
kepentingannya. Pengaruh incumbent menjadi semakin kuat bilamana partai
pendukung incumbent merupakan mayoritas dari partai – partai di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Ritonga dan Alam (2010) mengatakan belanja hibah dan belanja bantuan
sosial merupakan salah satu pos belanja yang dapat dipakai calon kepala daerah
incumbent untuk memikat hati masyarakat pemilih untuk mendapatkan dukungan.
Permendagri nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan
bantuan sosial yang bersumber dari APBD disebutkan bahwa belanja bantuan
sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial
kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota
masyarakat diberikan secara selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta
memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
Diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian
bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.
Belanja modal juga sering digunakan incumbent sebagai salah satu alat
propaganda untuk mempengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya. Ketika
merasa sangat diperhatikan oleh penguasa. Mereka merasa tidak rugi bila
memberikan suara untuk incumbent .
Kepala Daerah (KDH) incumbent melalui program – program populis
memanfaatkan semaksimal mungkin alokasi belanja bantuan sosial, alokasi
belanja hibah, dan alokasi belanja modal kepada masyarakat yang secara langsung
akan menampilkan keberhasilan kinerjanya. Alokasi ketiga jenis belanja tersebut
terutama digelontorkan ke daerah kantung suara KDH incumbent pada pemilihan
kepala daerah sebelumnya yang membawa kemenangan, maka akan menimbulkan
kesenjangan pemerataan alokasi belanja untuk daerah abu – abu atau daerah yang
tidak berpotensi untuk mendulang banyak suara. Ini merupakan alat kampanye
gratis bagi KDH incumbent untuk menaikkan popularitas ditengah masyarakat
sehingga akan memberi peluang yang lebih besar untuk kembali terpilih sebagai
KDH.
Fenomena ini akan memunculkan maksimalisasi alokasi belanja bantuan
sosial, belanja hibah, dan belanja modal dalam APBD tahun anggaran pada saat
pemilukada oleh KDH Incumbent dibandingkan dengan alokasi ketiga jenis
belanja diatas dalam APBD tahun anggaran sebelum pemilukada, begitu juga akan
ada kecenderungan pembengkakan alokasi ketiga jenis belanja diatas oleh KDH
Incumbent dalam APBD tahun anggaran saat pemilukada dibandingkan dengan
KDH Non-Incumbent. Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian negara akibat
adanya pemanfaatan keuangan negara untuk kepentingan pribadi dan golongan,
dan juga mengkhianati cita – cita luhur dari pembangunan nasional yang
membandingkan ketiga jenis belanja diatas pada daerah KDH Incumbent dan
KDH Non-Incumbent pada saat dan sebelum pemilukada.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena di atas, masalah yang akan diangkat dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja bantuan sosial pada
daerah kdh incumbent sebelum dan saat pemilukada diadakan.
2. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja hibah pada daerah
kdh incumbent sebelum dan saat pemilukada diadakan.
3. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja modal pada daerah
kdh incumbent sebelum dan saat pemilukada diadakan.
4. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja bantuan sosial
antara daerah kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada
diadakan.
5. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja hibah antara daerah
kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada diadakan.
6. Apakah terdapat perbedaan signifikan rasio alokasi belanja modal antara
daerah kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada diadakan.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial pada
2. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja hibah pada daerah
kdh incumbent sebelum dan saat pemilukada diadakan.
3. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja modal pada daerah
kdh incumbent sebelum dan saat pemilukada diadakan.
4. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial
antara daerah kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada
diadakan.
5. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja hibah antara daerah
kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada diadakan.
6. Mendapatkan bukti empiris perbedaan rasio alokasi belanja modal antara
daerah kdh incumbent dan non-incumbent pada saat pemilukada diadakan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak
pihak, terutama bagi :
1. Peneliti
Sebagai bahan masukan bagi penulis menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan mengembangkan wawasan serta menjadi media untuk mengaplikasikan
berbagai teori yang dipelajari, sehingga berguna dalam mengemban
pemahaman, penalaran dan pengalaman peneliti khususnya kebijakan dalam
penganggaran sektor publik.
2. Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
memunculkan peneliti serupa khususnya pada tatanan anggaran dan akuntansi
sektor publik.
3. Praktisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah dan
diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan dimasa yang
akan datang untuk meningkatkan kepekaan para pemangku jabatan dalam
menyusun APBD, hasil penelitian ini juga dapat menjadi referensi pembanding
dalam melaksanakan fungsi pengawasan pengelolaan keuangan daerah.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari Penelitian Ritonga & Alam
(2010) pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwakerto dengan
judul “Apakah Incumbent memanfaatkan anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) untuk mencalonkan kembali dalam pemilihan umum kepala daerah
(PEMILUKADA)”. Originalitas penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut
ini:
Tabel 1.1. Originalitas Penelitian
KETERANGAN PENELITIAN TERDAHULU PENELITIAN SEKARANG
Judul
Apakah Incumbent Memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Incumbent dan Non-Incumbent
Sebelum dan Pada Saat
Incumbent, Daerah KDH Non-Incumbent)
Kepala Daerah (Daerah KDH
Incumbent, Daerah KDH Non-Incumbent)
KETERANGAN Lanjutan Tabel.1.1
PENELITIAN TERDAHULU PENELITIAN SEKARANG Tahun Penelitian 2009-2010 2012-2013
Teknik Analisis
- Pengujian Normalitas menggunakan One Sample Kormogorov-Smirnov Test dan
Shapiro-Wilk
- Pengujian Normalitas menggunakan One Sample Kormogorov-Smirnov Test dan
Shapiro-Wilk
-Pengujian Non Parametrik
Wilcoxon Signed Ranks Test
-Pengujian Parametrik uji beda dua sampel independen (Independent Sample t-test)
-Pengujian Parametrik uji beda dua sampel independen (Independent Sample t-test)
-Bila tidak memenuhi kriteria normalitas maka akan dilakukan Pengujian Non Parametrik
Wilcoxon Signed Ranks Test dan Pengujian Non Parametrik
Mann Whitney U-Test
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Landasan Teoritis
3.1.1. Teori Keagenan dan Hubungannya Dengan Penganggaran Daerah Teori keagenan menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang salah
satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua
atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal)
membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain
(agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti
yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang).
(Abdullah & Asmara, 2006:6). Pendelegasian terjadi ketika prinsipal memilih
agen untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Lupia & McCubbins,
2000 dalam Kastowo, 2012:4).
Penganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat
yang diberikan agen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan
berbagai tingkatan yang berbeda (Ritonga & Alam, 2010:8). Sesuai dengan apa
yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak prinsipal dan agen memiliki
kepentingan masing – masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memiliki
potensi terjadi setiap saat. Agen lebih mampu menonjolkan kepentingannya
karena mempunyai informasi yang lebih lengkap dibandingkan pihak prinsipal,
karena pihak agenlah yang mempunyai kendali operasional di lapangan. Sehingga
membebankan kerugian pada pihak prinsipal (Fozard,A, 2001 dalam Ritonga &
Alam, 2010:9).
Dalam hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan
legislatif, eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal (Halim, 2002a;
Fozzard, 2001; Mae, 1984 dalam Halim & Abdullah, 2006:56). Seperti
dikemukakan sebelumnya, diantara prinsipal dan agen senantiasa terjadi masalah
keagenan. Oleh karena itu, persoalan yang sering timbul di antara eksekutif dan
legislatif juga merupakan persoalan keagenan.
Pada pemerintahan, peraturan perundang – undangan secara implisit
merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik (Halim &
Abdullah, 2006:58). Peraturan tersebut memuat segala sesuatu tentang semua
kewajiban dan hak pihak – pihak yang bersentuhan dengan pemerintahan dalam
konteks hubungan keagenan. Menurut Moe (1984) dan Storm (2000) dalam
Abdullah & Asmara (2006:7), hubungan keagenan dalam penganggaran publik
adalah antara (1) pemilih – legislatur, (2) legislatur – pemerintah, (3) menteri
keuangan – pengguna anggaran, (4) perdana menteri – birokrat , dan pejabat –
pemberi pelayanan.
Dalam konteks pemerintahan daerah di Indonesia, keagenan dapat dibagi
dalam 5 kategori, yaitu: (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) – Kepala
Daerah (KDH), (2) KDH – Rakyat, (3) DPRD – Rakyat, (4) KDH – Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), (5) Kepala SKPD – Staf SKPD
(www.syukriy.wordpress.com). Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan
legislatif membuat kesepakatan – kesepakatan yang dicapai melalui bargaining
perda (Asmara, 2010:157). Hubungan keagenan ini dapat diminimalisir melalui
mekanisme transparansi dan akuntabilitas, pengendalian, dan pemeriksaan
pengelolaan keuangan daerah.
3.1.2. Proses Penyusunan APBD di Indonesia
Penyusunan APBD didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2. Tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang – undangan;
3. Transparan, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas – luasnya tentang APBD;
4. Melibatkan partisipasi masyarakat;
5. Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 58 tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah pada penjelasan bagian umum disebutkan bahwa
penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan
dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai landasan penyusunan RAPBD
kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
pemerintah daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan
dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tersebut kepada
DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua
dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada
waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam
proses penyusunan R-APBD akan lebih efektif.
Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran daerah
merupakan hal yang tak dapat dipisahkan sebagai akibat penerapan otonomi di
Indonesia. Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep
dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian
sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.
Berdasarkan KUA-PPAS yang telah disepakati oleh Pemerintah Daerah
dan DPRD maka kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun Rencana
Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) untuk selanjutnya disampaikan ke
DPRD untuk dibahas pada pembicaraan R-APBD. Hasil pembahasan kemudian
disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai dasar penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD. Pengajuan Ranperda
APBD tersebut disertai dengan penjelasan dan dokumen – dokumen pendukung
kepada DPRD.
3.1.3. Belanja
Pemerintah memiliki kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi untuk
kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah sebagai pelayan
kebutuhan dan kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa
pembangunan bernagai fasilitas publik dan peningkatan kualitas pelayanan
pengeluaran-pengeluaran daerah. Pengeluaran-pengeluaran daerah tersebut
mempunyai kaitan terhadap kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang.
Belanja adalah penurunan manfaat ekonomis masa depan atau jasa
potensial selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar atau konsumsi
aktiva atau terjadinya kewajiban yang ditimbulkan, sebagai akibat pengurangan
aktiva/ekuitas neto selain dari yang berhubungan dengan distribusi ke entitas
ekonomi itu sendiri (Bastian, 2006:151). Belanja daerah didefinisikan sebagai
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih (Erlina & Rasdianto, 2013:120).
Klasifikasi belanja pada pemerintahan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan
Permendagri Nomor 13 tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan
Permendagri Nomor 59 tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan
Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Salvatore Schiavo-Campo- dan Daniel Tommasl (1991) dalam Mursyidi
(2009) mengungkapkan bahwa klasifikasi belanja sangat penting dalam:
1. Memformulasikan kebijakan dan mengidentifikasi alokasi sumber daya sektor
– sektor;
2. Mengidentifikasi tingkatan kegiatan pemerintah melalui penilaian kinerja
pemerintah; dan
3. Membangun akuntabilitas atas ketaatan pelaksanaan dengan otorisasi yang
2.1.3.1. Belanja Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) pada pernyataan nomor 2 paragraf 8 menyebutkan bahwa
belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
mengurangi Saldo Anggaran Labih dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Pernyataan Nomor 2 paragraf 39, belanja
dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: belanja operasi; belanja modal; belanja lain –
lain/ tak terduga. Belanja Operasi terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,
bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. Belanja modal terdiri dari belanja aset tetap,
belanja aset lainnya, belanja lain – lain/tak terduga.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 Tentang SAP, Pernyataan Nomor 2
paragraf 36 – 40, belanja diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok besar
yaitu: belanja operasi, belanja modal, belanja lain – lain/ belanja tak terduga, dan
belanja transfer.
Belanja Operasi.
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari – hari
pemerintah pusat / daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi
meliputi: belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
Belanja Modal.
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
meliputi: belanja modal tanah; belanja modal peralatan dan mesin; belanja modal
gedung dan bangunan; belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; belanja modal
aset tetap lainnya; belanja aset lainnya (aset tidak berwujud).
Belanja Lain – Lain/ Belanja Tak Terduga.
Belanja lain – lain atau belanja tidak terduga adalah pengeluaran
anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang,
seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak
terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
kewenangan pemerintah pusat/daerah.
Belanja Transfer.
Belanja transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang
lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana
perimbangan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dana bagi hasil oleh
pemerintah provinsi ke kabupaten/kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota
ke desa.
2.1.3.2. Belanja Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Belanja daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. (Pasal 1 ayat 51 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah, perubahan kedua atas Permendagri Nomor 13 tahun 2006).
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pasal 36 – 53, belanja
Belanja langsung.
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari: belanja
pegawai; belanja barang dan jasa;belanja modal.
Belanja tidak langsung.
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak
langsung terdiri dari: belanja pegawai; belanja bunga; belanja subsidi; belanja
hibah; belanja bantuan sosial; belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja
tidak terduga.
2.1.3.3. Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial, Belanja Hibah, dan Belanja Modal
Rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja modal
kerap menjadi rebutan kepentingan politik antara legislatif dan eksekutif. Ini
menjadi alat pencitraan yang ampuh untuk membentuk opini publik yang akan
membawa pengaruh positif terhadap pihak yang mampu memanfaatkannya.
Apalagi untuk seorang kepala daerah yang akan kembali mencalonkan diri dalam
pemilukada, maka kepala daerah ini akan berusaha menyesuaikan rasio alokasi
belanja untuk kepentingan politiknya. Rasio alokasi belanja yang paling ampuh
digunakan yaitu rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah dan belanja
modal karena belanja tersebut bersinggungan dengan masyarakat luas. Kepala
daerah cenderung memperbesar rasio alokasi untuk ketiga jenis belanja diatas.
Pada penelitian anggaran 2007-2008 di 41 kota/kabupaten, Forum Indonesia untuk
disinyalir menjadi alat mempengaruhi pemilih oleh calon Incumbent
.
2.1.3.3.1. Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial adalah pengeluaran anggaran untuk pemberian
bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang
kepada kelompok/anggota masyarakat (Erlina & Rasdianto, 2013:123).
Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 pasal 1 ayat 15 dan 16 ,
bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah
daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa
yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung
oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis
sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika
tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat
hidup dalam kondisi wajar.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor
81/PMK.05/2012 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa belanja bantuan sosial adalah
pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi
dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Secara teknis, belanja bantuan sosial dianggarkan dengan menggunakan
bantuan sosial terlebih dahulu harus jelas siapa yang akan menerima belanja
bantuan sosial, mengajukan proposal (kecuali untuk yang bersifat “tidak
terencana”), ada verifikasi dokumen dan lapangan, dan penyusunan
RKA-SKPD/RKA-Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Oleh karena
itu, inventarisasi data orang miskin sangat penting, dan sebisa mungkin
merupakan data yang valid dan factual
Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada
anggota/kelompok masyarakat sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Anggota/kelompok masyarakat tersebut meliputi: (a) individu, keluarga, dan/atau
masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil akibat dari krisis sosial,
ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup minimum; (b) lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan,
dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau
masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
2.1.3.3.2. Rasio Alokasi Belanja Hibah
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan APBN pasal 1 ayat 9 mendefinisikan pendapatan hibah sebagai
penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang,
jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu
dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri, sedangkan
belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah berupa pemberian yang tidak
diterima kembali, dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga, yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya (Pasal 1 ayat 10). Selanjutnya dari
bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penatausahaan pendapatan hibah, serta
harus dikelola dalam APBN, dapat disetorkan ke rekening Kas Negara atau
langsung diterima oleh K/L (Pasal 56). Pasal 1 ayat 10 menyebutkan belanja hibah
adalah setiap pengeluaran pemerintah berupa pemberian yang tidak diterima
kembali, dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Sebagaimana pendapatan hibah, belanja
hibah juga merupakan kewenangan Menteri Keuangan untuk mengelola belanja
hibah.
Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah (Erlina & Rasdianto, 2013:122).
2.1.3.3.3. Rasio Alokasi Belanja Modal
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan APBN Pasal 93 menyebutkan bahwa belanja modal merupakan
pengeluaran anggaran untuk memperoleh atau menambah nilai aset tetap dan/atau
aset lainnya (memberi manfaat lebih dari satu tahun, memenuhi batasan minimal
kapitalisasi, dan dipergunakan untuk kepentingan umum).
Modul bagan akun standar pada program percepatan akuntabilitas
keuangan pemerintah tahun 2012 kementerian keuangan republik Indonesia
disebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan
dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset dan kekayaan
daerah.
3.1.4. Daerah KDH Incumbent dan Non-Incumbent
Incumbent adalah Orang yang sedang memegang jabatan (bupati,
walikota, gubernur, presiden) yang ikut pemilihan agar dipilih kembali pada
jabatan itu Non-Incumbent adalah orang
yang tidak sedang memegang jabatan (bupati, walikota, gubernur, presiden) ikut
serta sebagai calon yang dipilih untuk menduduki jabatan tersebut di atas dalam
suatu pemilihan umum.
Daerah KDH Incumbent adalah kabupaten/ kota dimana kepala daerah
(KDH) kembali mencalonkan diri dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada), sedangan daerah KDH Non-Incumbent adalah kabupaten/ kota
dimana KDH tidak bersedia atau tidak diperbolehkan atau tidak memenuhi syarat
menjadi calon peserta dalam pemilukada.
3.2. Review Penelitian Terdahulu
Review penelitian terdahulu (Theoretical Mapping) menjabarkan daftar
peneliti terdahulu dengan topik yang relevan dengan topik yang akan kita gunakan
dalam penelitian ini (Lubis, 2012). Terkait dengan bidang penelitian yang akan
dilakukan, peneliti bertitik tolak dari beberapa penelitian terdahulu khususnya
penelitian yang berkenaan dengan Rasio Alokasi Belanja untuk daerah KDH
Incumbent dan Non-Incumbent di Kabupaten/Kota di Indonesia, sperti yang
1. Ritonga dan Alam (2010)
Penelitian ini berjudul, “Apakah Incumbent memanfaatkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mencalonkan kembali dalam
pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada)”. Variabel penelitiannya yaitu
Independen terdiri dari Incumbent dan non-Incumbent, Dependen terdiri dari
proporsi belanja hibah, proporsi belanja bantuan sosial. Teknik Analisis
menggunakan Pengujian Normalitas menggunakan One Sample
Kormogorov-Smirnov Test dan Shapiro-Wilk, Pengujian Non Parametrik Wilcoxon Signed
Ranks Test, Pengujian Parametrik uji beda dua sampel independen
(Independent Sample t-test), Pengujian Non Parametrik Mann Whitney U-Test.
Indikator penelitian yaitu proporsi belanja hibah dan bantuan sosial pada
daerah Incumbent dan Non-Incumbent. Hasil penelitiannya adalah Proporsi
belanja hibah daerah pemilukada Incumbent lebih besar daripada daerah
pemilukada non-Incumbent, Proporsi belanja bantuan sosial daerah pemilukada
Incumbent lebih besar daripada daerah pemilukada non-Incumbent, Proporsi
belanja hibah pada saat pemilukada untuk daerah Incumbent lebih besar
daripada sebelum pemilukada.
2. Indrati (2011)
Judul Penelitian, “Analisis Rasio Alokasi Belanja antara Daerah Incumbent dan
Daerah Non-Incumbent Sebelum dan Sesaat Pemilukada”. Variabel
penelitiannya terdiri dari variabel independen yaitu Incumbent dan
Non-Incumbent, variabel dependennya adalah belanja hibah, alokasi belanja bantuan
keuangan. Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Indikator penelitian
penelitiannya adalah: Alokasi belanja hibah dan bantuan keuangan
kabupaten/kota yang Incumbent-nya bermaksud mengikuti kembali pemilukada
lebih besar daripada kabupaten/kota yang Incumbent-nya tidak bermaksud
untuk mengikuti kembali pemilukada.
3. Syafrizal dan Fachruzzaman (2013)
Judul penelitian yaitu, “Pengaruh Politisasi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) di Daerah Incumbent di Pulau Jawa dan Daerah Incumbent
Luar Pulau Jawa”. Variabel penelitiannya yaitu Incumbent (variabel
independen), sedangkan variabel dependennya adalah Rasio Alokasi Belanja
Hibah, Rasio Alokasi Belanja Bantuan Sosial. Teknik analisis yang digunakan
adalah paired sample t-test, independent sample t-test, dan Mann Whitney
U-test. Indikator penelitian ini adalah rasio APBD daerah Incumbent di Pulau
Jawa dan diluar Pulau Jawa. Hasil penelitiannya adalah terjadi perbedaan rasio
alokasi belanja hibah dimana belanja hibah Incumbent pulau Jawa pada saat
pemilukada lebih besar daripada sebelumnya, Terjadi perbedaan rasio alokasi
belanja bantuan sosial dimana belanja bantuan sosial Incumbent pulau Jawa
pada saat pemilukada lebih besar daripada sebelumnya.
4. Yustistianto (2011)
Judul penelitiannya adalah: “Pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Dalam Pemenangan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada)
Oleh Incumbent”. Variabel penelitiannya adalah Incumbent sebagai variabel
independen, dan variabel dependennya adalah Belanja Bantuan Sosial, Belanja
adalah paried samples t-test dan wilcoxon. Indikatornya adalah pemanfaatan
belanja oleh Incumbent. Hasil penelitiannya yaitu: Belanja bantuan sosial pada
saat Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih kecil dibandingkan
dengan empat tahun, tiga tahun, dan satu tahun sebelum Pemilukada, Belanja
Hibah pada saat penyelenggaraan Pemilukada yang dimenangkan Incumbent
lebih besar dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dua tahun dan satu
tahun sebelum dilakukan Pemilukada, Belanja Modal pada waktu
penyelenggaraan Pemilukada yang dimenangkan Incumbent lebih kecil
dibandingkan dengan empat tahun, tiga tahun, dan satu tahun sebelum
dilakukan Pemilukada kecuali pada dua tahun sebelum pemilukada belanja
modal lebih besar, Belanja Pegawai pada penyelenggaraan Pemilukada yang
dimenangkan Incumbent lebih besar dibandingkan dengan empat tahun, tiga
tahun, dua tahun, dan satu tahun sebelum dilakukan Pemilukada.
5. Masduki, T., dkk (2009)
Judul penelitian yaitu: “Governing Favours: An Investigation Of
Accountability Mechanisms in Local Government Budget Allocation in
Indonesia”. Variabel penelitian terdiri dari Pemilukada sebagai variabel
independen dan variabel dependen terdiri dari: Alokasi Belanja Hibah, Alokasi
Belanja Bantuan Sosial. Teknik analisis yang digunakan adalah: teknik
investigasi. Indikator penelitian yaitu alokasi belanja hibah dan bantuan sosial
pada saat pemilukada. Hasil Penelitian yaitu: Ada peningkatan alokasi belanja
hibah dan bantuan sosial dalam APBD pada saat Pemilukada 2008 di
Kabupaten Tabanan (Bali), Kota Bau - Bau (Sulawesi Tenggara), dan Kota
Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu dimuka tercantum pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Ikhtisar Review Penelitian Terdahulu
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Sesuai dengan paparan latar belakang masalah dan rumusan masalah
dimana terdapat fenomena daerah kdh Incumbent berpeluang untuk
memanfaatkan dan mengkondisikan rasio alokasi Belanja Bantuan Sosial, Belanja
Hibah, dan Belanja Modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) tahun anggaran saat tahun pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada) untuk pencitraan demi memperoleh dukungan kembali dari
masyarakat pemilih sehingga dapat duduk kembali sebagai Kepala Daerah
(KDH). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membandingkan ketiga jenis
belanja diatas pada daerah KDH Incumbent dan KDH Non-Incumbent pada saat
dan sebelum pemilukada.
Sesuai dengan Gambar 3.1 maka pertama yang akan dibandingkan adalah
rasio alokasi ketiga jenis belanja diatas antara daerah kdh Incumbent sebelum
tahun pemilukada dilaksanakan dengan daerah kdh Incumbent pada tahun
pelaksanaan pemilukada, seterusnya perbandingan yang akan dilihat adalah rasio
alokasi ketiga jenis belanja diatas pada saat tahun pemilukada dilaksanakan antara
daerah kdh Incumbent dibandingkan dengan daerah kdh Non-Incumbent.
Untuk mengetahui perbedaan rasio alokasi belanja bantuan sosial, alokasi
belanja hibah, alokasi belanja modal daerah kdh incumbent dan non-incumbent
sebelum dan pada saat pemilukada, maka digunakan kerangka konseptual seperti
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka
hipotesis penelitian yang akan diuji dinyatakan sebagai berikut:
H1: Rasio alokasi belanja bantuan sosial daerah kdh incumbent pada saat
pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio belanja bantuan sosial
daerah kdh incumbent sebelum pelaksanaan pemilukada.
H2: Rasio alokasi belanja hibah daerah kdh incumbent pada saat pelaksanaan
pemilukada lebih besar daripada rasio belanja hibah daerah kdh incumbent
sebelum pelaksanaan pemilukada.
H3: Rasio alokasi belanja modal daerah kdh incumbent pada saat pelaksanaan
pemilukada lebih besar daripada rasio belanja modal daerah kdh incumbent
H4: Rasio alokasi belanja bantuan sosial pada daerah kdh incumbent pada saat
pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio belanja bantuan sosial
pada daerah kdh non-incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada.
H5: Rasio alokasi belanja hibah pada daerah kdh incumbent pada saat
pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio belanja hibah pada
daerah kdh non-incumbent pada saat pelaksanaan pemilukada.
H6: Rasio alokasi belanja modal pada daerah kdh incumbent pada saat
pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio modal pada daerah kdh
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Sugiono dalam Lubis (2012:20) menyebutkan bahwa jenis penelitian
dapat dibagi atas: penelitian deskriptif (gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta fakta), penelitian komparatif (membandingkan), penelitian
asosiatif (hubungan).
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yang bersifat komparatif
yang sifatnya untuk membandingkan rasio alokasi belanja bantuan sosial, belanja
hibah, dan belanja modal antara daerah kdh incumbent dan kdh non-incumbent
sebelum dan pada saat pemilukada.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Penelitian ini dilakukan secara bertahap mulai bulan Mei 2014. Jadwal penelitian
ada pada Lampiran 1.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 497 terdiri dari 399 Pemerintah
Kabupaten dan 98 Pemerintah Kota di Indonesia dalam tahun 2013, data APBD
Kabupaten/Kota tahun 2012 dan 2013. Alasan peneliti tidak memasukkan
pemerintah provinsi di Indonesia dalam pengambilan populasi dan sampel adalah
untuk keseragaman data, sehingga hanya difokuskan ke pemerintah
Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Kabupaten/Kota yang mengadakan Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada) pada tahun 2013;
2. Kabupaten/Kota yang menampung alokasi belanja bantuan sosial pada APBD
Tahun Anggaran (TA) 2012 dan TA.2013;
3. Kabupaten/Kota yang menampung alokasi belanja hibah pada APBD Tahun
Anggaran (TA) 2012 dan TA.2013;
4. Kabupaten/Kota yang menampung alokasi belanja modal pada APBD Tahun
Anggaran (TA) 2012 dan TA.2013.
Berdasarkan kriteria penelitian di atas, jumlah kabupaten/kota yang
memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian sebanyak 122, dengan rincian
tercantum pada Lampiran 2.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
diambil dari data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari:
a. Data jadwal pemilukada Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2013 yang
bersumber dari websit
b. Data status kepala daerah Kabupaten/Kota bersumber dari
c. Data alokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja modal dalam
APBD Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2012 – 2013
bersumber dari
4.5 Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel
Rasio alokasi belanja bantuan sosial dalam penelitian ini adalah rasio
alokasi belanja bantuan sosial yang ditampung pada APBD 2012 dan 2013.
Indikator dari variabel ini adalah perbandingan besaran alokasi belanja bantuan
sosial dengan total belanja yang ditampung pada APBD. Penelitian ini mengukur
rasio alokasi Belanja Bantuan Sosial (BBS) dengan membandingkan besaran
alokasi BBS dengan Total Belanja (TB). TB terdiri dari penjumlahan besaran
Belanja Langsung (BL) dengan Belanja Tidak Langsung (BTL). Rumus yang
digunakan adalah:
Keterangan
BBS = Belanja bantuan sosial :
TB = Total belanja (BL + BTL)
Rasio alokasi belanja hibah dalam penelitian ini adalah rasio alokasi
belanja hibah yang ditampung pada APBD 2012 dan 2013. Indikator pada
variabel ini adalah perbandingan besaran anggaran hibah dengan total belanja
yang ditampung pada APBD. Penelitian ini mengukur rasio alokasi Belanja Hibah
(BH) dengan membandingkan besaran alokasi BH dengan TB. TB terdiri dari
penjumlahan besaran BL dengan BTL. Rumus yang digunakan adalah: Rasio Alokasi BBS =
BBS
TB
100 %
Rasio Alokasi BH =
BH
TB
Keterangan
BH = Belanja hibah :
TB = Total belanja (BL + BTL)
Rasio alokasi belanja modal dalam penelitian ini adalah rasio alokasi
belanja modal yang ditampung pada APBD 2012 dan APBD 2013. Indikator pada
variabel ini adalah perbandingan besaran anggaran modal dengan total belanja
yang ditampung pada APBD. Penelitian ini mengukur rasio alokasi Belanja
Modal (BM) dengan membandingkan besaran alokasi BM dengan TB. TB terdiri
dari penjumlahan besaran BL dengan BTL. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan
BM = Belanja modal :
TB = Total belanja (BL + BTL)
Daerah KDH Incumbent dalam penelitian ini adalah daerah dimana
kepala daerah mencalonkan kembali menjadi KDH pada pemilihan umum kepala
daerah (Pemilukada) tahun 2013, sebaliknya daerah KDH Non-Incumbent dalam
penelitian ini adalah daerah dimana KDH tidak mencalonkan kembali dalam
Pemilukada tahun 2013.
Definisi operasional dan teknik pengukuran variabel merumuskan secara
singkat dan jelas tentang definisi variabel dan indikatornya sehingga mudah untuk
dipahami dan tidak sulit untuk diukur. Defenisi operasional dan teknik
pengukuran variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Rasio Alokasi BM =
BM
TB
Tabel 4.2. Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel
Nama
Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Rasio
Ghozali (2009:19) menyatakan statistik deskriptif memberikan gambaran
atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi,
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan
distribusi). Pengolahan data menggunakan program aplikasi SPSS (Statistical
Gambaran mengenai karakteristik variabel dapat diketahui melalui
statistik deskriptif. Dari 122 sampel data penelitian akan diperoleh statistik
deskriptif yang menginformasikan tentang nilai minimum, nilai maksimum,
rata-rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation).
4.6.2. Pengujian Normalitas
Normalitas data penelitian diuji dengan One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test dan Shapiro-Wilk dengan tingkat signifikansi 5%.
4.6.3. Uji Hipotesis
Apabila asumsi kriteria normalitas terpenuhi, maka untuk uji hipotesis
dilakukan dengan uji beda dua variabel sampel berpasangan (paired sample t-test)
untuk uji hipotesis pertama dan uji beda dua variabel independen (independent
sample t-test) untuk hipotesis kedua.
Rumus paired sample t-test adalah sebagai berikut:
t = nilai dari statistik t
Keterangan:
d = rata – rata dari selisih pasangan data dalam sampel
µd = rata – rata dari selisih data dalam sampel
Sd
Berikut rumus untuk menghitung nilai S
= nilai standar deviasi dari selisih pasangan data dalam sampel
d : t =
d - µd
Sd / √n
Sd =
Rumus independent sample t-test adalah sebagai berikut:
t = nilai dari statistik t
Keterangan:
χ1
χ
= nilai rata – rata dari sampel pertama
2
n
= nilai rata – rata dari sampel kedua
1
n
= jumlah elemen dalam sampel pertama
2
S
= jumlah elemen dalam sampel kedua
p
Berikut rumus untuk menghitung nilai S
= nilai standar deviasi gabungan dari kedua sampel
p:
Sebaliknya bila kriteria normalitas tidak terpenuhi, maka digunakan
pengujian Wilcoxon Signed Ranks Test untuk hipotesis pertama, dan uji
Mannwhitney-test untuk hipotesis kedua.