DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Fitri. 2012. Artikel. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Ekonomi: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
Arikunto dan Suharsimi. 2006. Penelitian Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIM YKPN
Badan Pusat Statistik. 2015. Provinsi Nanggro Aceh Darusalam dalam Angka 2010-2014. BPS, Aceh
______. 2015. Kabupaten Aceh Tenggara dalam Angka 2010-2015. BPS, Aceh Tenggara.
Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Fachrurrazy. 2009. Skripsi. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentukan PDRB. Medan: USU
Fufrizal. 2014. Pengembangan Produk Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta: Bumi Aksara.
Graham. 2014. Pembangunan Ekonomi Kerakyatan. Surabaya: Usaha Nasional.
Hadi, Sutrisno. 2001. Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.
Haezer, Eben. 2011. Daya Saing dan Indikator Daya Saing. Jakarta: Armico.
Handoko. 2010. Daya Saing Pembangunan Daerah. Jakarta: BI
Huseini. Martani. 2014. Komoditas Unggulan. Bandung: IPB
Iqbal, Ahmad. 2013. Menghadapi Perdagangan Bebas. Purwokerto: FE Universitas Sudiman.
Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Maramis. 2012. Produk Unggulan, Kompetensi Inti dan Daya Saing Perekonomian Daerah. Manado: FE Universitas Sam Ratulangi.
Maulana. 2011. Pembangunan Ekonomi Masyarakat. Jakarta: Usaha Nasional.
Pantow, Srkandi, etc. 2015. Analisis Potensi Unggulan dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Minahasa. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Putra, Ardiansya. 2015. Opini. Sektor Pertanian di Aceh Tenggara. Aceh: Harian Aceh, 30 Desember 2015.
Pambudhi. 2007. Daya Saing Investasi. Jakarta: Depeartemen Perindustrian.
Satia, Rudi. 2013. Analisis Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung Tahun 2008-2011. Bandung: UNIKOM
Satriagung. 2011. Kendala dan Tantangan Pembangunan Daerah. Jakarta: Potret
Sirojuzilam. 2015. Pembangunan Ekonomi Regional. Medan: USU Press
______.2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. Bandung
Soemarno. 2010. Pembangunan Sumber Daya Manusia. Surabaya: Usaha Nasional.
Tarmizi, Hasan Basri. 2013. Pertumbuhan Ekonomi dan Implikasinya. Medan: USUpress.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya mengkaji hal-hal yang menyangkut daya saing produk
unggul dalam pembangunan ekonomi di Kutacane. Produk unggul dalam
penelitian ini yaitu berupa produk unggul yang berasal dari sektor pertaian.
Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis karena penelitian ini
bersifat eksploratif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitan ini dilakukan di Kutacane yang berada di daerah Kabupaten Aceh
Tenggara. Waktu penelitian ini dilaksankan selama 6 bulan mulai sejak bulan
Maret-September 2016.
3.3 Definisi Operasional
Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa
yang memnuhi pengujian internasional dan dalam saat bersamaan juga
dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan atau
kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja
yang tnggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan ekstrenal.
Produk Unggulan
Produk unggulan adalah produk yang potensial dikembangkan pada suatu
wilayah dengan memanfaatkan SDA dan SDM lokal yang berorientasi
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu
negara.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian digunakan jenis data kuantitatif yang berarti data berupa
bilangan, nilainya bisa berubah-ubah atau bersifat vareatif (Pantow, etc: 2015).
Data yang digunakan diperoleh dari literatur serta dari instansi terkait yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik Kutacane dan Dinas Pertanian Kutacane.
Metode perpustakaan digunakan juga untuk mempelancar kegiatan dalam
melengkapi data serta teori devinisi yang mendukung penelitian ini.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunkan pendekatan deskriptif
eksploratif yaitu metode penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal
yang akan membantu uapaya menetapkan dan merumuskan hipotetsis
(Kolter:2006). Pendekatan ini bertujuan mendeskripsikan berbagai hal, terkait
penelitian ini adalah bertujuan untuk menganalisis produk unggulan dalam rangka
peningkatan pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh tenggara.
Sedangkan data dan informasi yang digunakan adalah data saries ekspor dan
unggulan yang akan dijadikan salah satu produk ekspor dapat digunakan rumus
seperti dibawh ini :
Untuk mengetahui ekspor share produk daerah
...(Tambunan:2001)
Dimana :
xij : Nilai ekspor komoditi pada Negara J xtj : Nilai total ekspor Negara J
xiw : Nilai ekspor komoditi I untuk seluruh dunia xtw : Nilai total ekspor
Untuk mengetahui besarnya kontribusi produk unggulan dalam perdagangan
internasional (ekspor)
...(Tambunan:2001)
Dimana :
xi : Nilai ekspor pada komoditi i xt : Nilai total ekspor
Untuk menentukan keunggulan komperatif atau daya saing unggulan produk
...(Tambunan:2001)
Dimana :
x : Ekspor atau nilai ekspor i : Jenis komoditi
a : Negara asal w : Dunia
Apabila nilai RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saing komoditi
lemah, dan sebaliknya apabila RCA > 1 atau menjauhi angka 0 maka daya saing
komoditi tinggi. Untuk mengetahui ketergantungan produk unggulan terhadap
daerah mitra dagang maka digunakan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar
(IPK). Nilai intensitas tersebut didapat dengan cara mengkuadratkan persentase
perdangan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Semakin besar nilai
dengan daerah yang lain, dengan demikian akan semakin rentan terhadap kondisi
perekonomian mitra dagangnya.
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk mengukur kerentanan terhadap pasar digunakan Indeks Konsentrasi
Pasar (Index of Trade Cobcentration) atau Hirschman Herfindahl Index (HHI),
dengan rumus sebagai berikut :
√ ∑ ( )
Dimana :
Hi : Hirschaman index
xi : Nilai ekspor produk tertentu x : Nilai total ekspor Negara tertentu
Setelah daya saing produk serta ketentuannya terhadap pasar daerah
tertentu, kemudian untuk mengetahui apakah daerah tersebut lebih baik menjadi
eksportir atau importir digunakan Indeks Spesialisasi Perdangan (ISP) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
[ ] [ ]
Dimana :
ISP : Indeks spesialisasi perdagangan xi : Ekspor barang tertentu
Mi : Impor barang tertentu
Rantang hasil perhitungan ini antara 0-1, apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka cenderung
sebagai eksportir dan apabila nilai ISP ≤ 0,5 atau sampai mendekati 0 maka lebih
1. Teknik Analisis Location Quotient
Teknik ini memiliki asumsi bahwa semua penduduk di suatu daerah
mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional
(regional). Bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sector industri di daerah
adalah sama dengan produktivitas pekerja dalam industri nasional. Setiap industri
menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor, dan bahwa perekonomian
bangsa yang bersangkutan adalah suatu perekonomian tertutup.
Selain itu dapat digunaka juga analisis Location Quotient, analisis ini
digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran
sektor basis suatu wialayah dengan menggunakan data Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) sebagai indikator Pertumbuhan wilayah ( Adisasmita, 2005:29,
dalam Pantow, etc, 2015). Analisis Location Quotient merupakan salah satu alat
analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui sektor basis dan non-basis yang
berada di Kutacane. Secara sistematis perhitungan LQ dinyatakan sebagai berikut:
⁄⁄
Dimana :
li : Jumlah kontribusi PDRB pada sektor i di Kutacane e : Jumlah kontribusi PDRB Seluruh sektor di Kutacane Li : Jumlah kontribusi PDRB pada sektor i di Provinsi Aceh E : Jumlah kontribusi PDRB seluruh sektor di Provinsi Aceh Hasil analisis LQ adalah sebagai berikut :
i. Apabila LQ > 1, menunjukka bahwa sektor i merupakan sektor unggulan
diwilayah tersebut, artinya sektor tersebut memiliki peran sektor ekspor
ii. Apabila LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor i bukan merupakan sektor
unggulan diwilayah tersebut, artinya sektor tersebut tidak mempunyai
peran sektor ekspor diwilayah tersebut justru akan mendatangkan impor
dari wilayah lain, dan dapat disimpulkan bukan merupakan sektor basis
(non basis)
iii. Apabila LQ = 1, artinya peran sektor i tersebut di Kutacane setara dengan
peran sektor i di Provinsi Aceh.
2. Analisis Shift Share
Analisis ini digunakan untuk menentukan kinerja atau produktivitas suatu
daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi
sektor-sektor ekonomi potensial suatu daerah kemudian membandingkannya
dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional). Analisis ini memberikan data
tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain
(Arsyad 1999). Tiga bidang yang saling berhubungan itu meliputi:
1. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan
pengerjaan agregat secara sektoral kemudian dibuat perbandingan dengan
sektor perekonomian yang sama sebagai acuan, sehingga diketahui
perubahan-perubahan dan perbandingannya.
2. Pergeseran proporsional (proportional shift) digunakan untuk mengukur
perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan
dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran
terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang
perekonomian yang dijadikan acuan.
3. Pergeseran diferensial (differential shift) digunakan untuk membantu
dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal)
dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu jika
pergeseran diferensial dari satu industri adalah positif, maka industri
tersebut lebih tinggi daya saingnya dibanding industri yang sama pada
perekonomian yang dijadikan acuan.
Glasson (1990) merumuskan analisis shift share adalah sebagai berikut:
Gj : Yjt – Yjo (1) : (Nj + Pj + Dj) (2) Nj : Yjo (Yt / Yo) – Yjo (3) (P + D)j : Yjt - (Yt / Yo) Yjo (4) : (Gj - Nj) (5)
Pj : Σi [(Yit / Yio) - (Yt / Yo)] Yijo (6) Dj : Σt [Yijt - (Yit / Yio) Yijo] (7) : (P + D)j – Pj (8)
Dimana :
Gj : Pertumbuhan PDRB Total Kabupaten Aceh Tenggara Nj : Komponen Share di Kabupaten Aceh Tenggara (P + D)j : Komponen Net Shift di Kabupaten Aceh Tenggar Pj : Proportional Shift Kabupaten Aceh Tenggara Dj : Diferential Shift Kabupaten Aceh Tenggara Yj : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara
Yjo : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara periode awal Yjt : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara periode akhir Y : PDRB Total Propinsi Aceh
i : Subsektor pada PDRB.
Hasil analisis LQ adalah sebagai berikut :
1. Jika Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten Aceh Tenggara lebih
berarti pertumbuhan sektor i di Kabupaten Aceh Tenggara relatif lebih lambat
dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Aceh.
2. Bila Pj > 0, maka Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor
yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka
Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
Kabupaten Aceh Tenggara berada di daerah pegunungan dengan
ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut, yakni bagian dari pegunungan
Bukit Barisan. Secara geografis, Kabupaten Aceh tenggaraterletak pada posisi
3055’230-4016’370 LU dan 96043’230-98010’320 BT. Disebalah utara berbatasan
dengan Kabupaten Gayo Lues, disebelah timur berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, diseblah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Aceg Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Sumatera Utara,
dan diseblah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan.
Aceh Tenggara adalah salah satu Kabupaten Provinsi Aceh yang merupakan
daerah cagar alam nasional terbesar yang terdapat di Aceh. Pada dasarnya wilayah
Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi alam, salah satu diantaranya adalah
Sungain Alas. Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan ekonomi,
wilayah ini termasuk zona pertanian. Kabupaten Aceh Tenggara memeiliki luas
Tabel 4.1
Nama dan Luas Kecamatan Kabupaten Aceh Tenggara
No Kecamatan Luas
Hektar %
1 Lawe Alas 10.271,10 24,21
2 Babul Rahmah 850,28 20,04
3 Tanoh Alas 38,70 0.,91
4 Lawe Sigala-gala 72,39 1.71
5 Babul Makmur 83,49 1,97
6 Semadam 42,98 1,01
7 Lauser 212,93 5,02
8 Bambel 23,30 0,55
9 Bukit Tusam 40,32 0,95
10 Lawe Sumur 36,88 0,87
11 Babussalam 9,48 0,22
12 Lawe Bulan 37,14 0,88
13 Bandur 93,18 2,20
14 Darul Hasanah 1.346,72 31,75
15 Ketambe 255,07 6,01
16 Dateng Pokhisen 72,08 1,70
Total 4.242,04 100
Sumber: Bappeda Aceh Tenggara, 2014
Dari tabel diatas dapat dilihat luas wilayah kabupaten Aceh Tenggara
berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Di daerah ini
terdapat 16 kecamatan, dari 16 kecamatan tersebut kecamatan Darul Hasanah
adalah kecamatan yang terluas wilayahnya yaitu 1.346,72 km2, sedangkan
kecamatan Babussalam merupakan kecamatan yang wterkecil yaitu 9,48 km2.
Gambar 4.1
Proporsi Luas Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara
Aceh Tenggara yang memiliki jumlah penduduk sebesar 196.249 jiwa yang
terdiri dari beberapa suku antara lain, suku alas, singkil, aceh, karo, batak toba,
gayo, jawa, minangkabau, mandailing, nias, dan suku aneuk jamee. Dari tabel 4.2
keamatan Babussalam memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu 27.043
jiwa, sedangkan kecamatan Tanoh Alas memiliki jumlah penduduk yang kecil
yaitu 4.582. hal ini tidak sebanding dengan luas wilayah kecamatan di Kabupaten
Aceh Tenggara karena luas wilayah yang kecil tetapi memiliki jumlah penduduk
yang besar sedangkan luas wilayah yang besar memiliki jumlah penduduk yang
kecil.
1,97%
1,01% 5,02%
0,55% 0,95%
0,87%
0,22%
0,88%
2,2%
31,75% 6,01%
1,7%
Babul Makmur
Semadam
Lauser
Bambel
Bukit Tusam
Lawe Sumur
Babussalam
Lawe Bulan
Bandur
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Aceh Tenggara
Sumber: Data Olahan BPS Aceh Tenggara, 2014
4.2 Perekonomian Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tenggara
Sektor pertanian menjadi usaha andalan bagi penduduk Provinsi Aceh.
Perekonimian Provinsi Aceh sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian, dalam hal
ini sektor pertanian merupakan salah satu sumber yang memberikan kontribusi
cukup besar terhadap pembentukan pertumbuhan ekonomi di Aceh. Kinerja sektor
pertanian juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dilihat dari pendapatan
yang semakin meningkat yang diperoleh dari sektor pertanian begitu juga di
Kabupaten Aceh Tenggara.
No Kecamatan Penduduk
1 Lawe Alas 17.177
2 Babul Rahmah 8.327
3 Tanoh Alas 4.582
4 Lawe Sigala-gala 18.407
5 Babul Makmur 13.910
6 Semadam 11.651
7 Lauser 6.980
8 Bambel 15.752
9 Bukit Tusam 8.382
10 Lawe Sumur 7.394
11 Babussalam 27.043
12 Lawe Bulan 12.733
13 Bandur 14.244
14 Darul Hasanah 12.905
15 Ketambe 9.385
16 Dateng Pokhisen 7.387
Tabel 4.3
Pendapatan Berdasarkan Sektor Pertanian N
o Daerah
Pendapatan Sektor Pertanian
2010 2011 2012 2013 2014
1 Provinsi Aceh 19.445.637,4 21.100.406,4 22.856.797,4 25.207.879,2 27.508.546,7 2 Kabupaten
Aceh Tenggara 834.553,2 943.225,2 1.036.556,7 1.180.758,9 1.266.584,6 Sumber: Data Olahan BPS
Tabel 4.4
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku N
o Daerah
Pendapatan Sektor Pertanian
2010 2011 2012 2013 2014
1 Provinsi Aceh 101.545.237 104.874.211 108.914.898 111.992.282 113.836.046 2 Kabupaten
Aceh Tenggara 2.337.741,7 2.464.436,1 2.578.093 2.721.063,7 2.821.939 Sumber: Data Olahan BPS
Dari tabel diatas dapat dilihat peningkatan yang cukup besar setiap tahunnya
baik dari Provinsi Aceh maupun Kabupaten Aceh Tenggara. Pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian dalam 3 tahun terakhir rata-rata mencapai 5% dengan
kontribusi pangsa pasar sebesar 27%. Sektor pertanian memberikan kontribusi
cukup besar terhadap pembentukan pertumbuhan ekonomi.
4.3 Menganalisis Daya Saing Komoditas Unggulan
Dalam menganalisis daya saing komoditas unggulan yang akan dijadikan
salah satu produk ekspor, maka dapat dilakukan dengan cara :
Ekspor Share Produk
Ekspor share produk dapat diperoleh dengan cara membandingkan nilai ekspor
komiditas suatu negara dengan total ekspor dunia, berikut dapat dilihat nilai
Tabel 4.5 Ekspor Share Produk
No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Ekspor Share
Produk 0,034 0.032 0,036 0,038 0.040 0.036
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya eskpor share mengalami
fluktuasi atau naik turunnya nilai. Hal ini disebabkan karena jumlah ekspor
negara juga mengalami penurunan setiap tahunnya. Untuk meningkatkan nilai
ekspor share produk maka diperlukannya peran pemerintah agar membantu
serta membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membantu meningkatnya nilai
ekspor negara.
Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional (Ekspor) Nilai kontribusi produk unggulan dalam perdagangan internasional (ekspor)
dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional
No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Kontribusi
Produk Unggulan dalam
Perdagangan Internasional
Gambar 4.2
Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional
Dari diagram diatas dapat jelaskan bahwa kontribusi produk unggulan dalam
perdagangan internasional setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini
berarti memiliki dampak positif dalam upaya meningkatkan neraca perdangan
Indonesia dan sangat diperlukan peran pemerintah agar lebih dapat menjalin
kerja sama ekonomi baik bilateral maupun regional.
Revealled Comparative Advantage (RCA)
Keunggulan kompearatif atau daya saiang ungguan produk dapat dilihat pada
tabel 4.7
Tabel 4.7
Revealled Comparative Advantage (RCA)
No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Revealled
Comparative
Advantage (RCA) 0,034 0,032 0,036 0,038 0,040 0.036
3,41%
4,47%
4,31% 4,46%
5,25%
2010
2011
2012
2013
Dari tabel diatas dapat lihat bahwa nilai Recealled Comparative Advantage
hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini berarti daya saiang
komuditas memiliki nilai yang positif tetapi secara teori daya saing komuditas
ini dikatakan lemah karena nilai RCA < 1atau sampai mendekati angka 0.
Index of Trade Cincentration
Indek ini digunakan untuk mengukur kerentanan terhadap pasar, nilai indeks
ini dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Index of Trade Cincentration
No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Index of Trade
Cincentration 0,0341 0,0319 0,0363 0,0381 0,0395 0.0359
Tabel diatas merupakan nilai untuk mengukur kerentanan terhadap pasar,
setiap tahunnya nilai tersebut mengalami peningkatkan tetapi ini belum
memberikan gambaran yang baik dalam persaingan pasar.
Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi
atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat menggambarkan
apakah untuk suatu jenis produk, Indonesia cenderung menjadi negara
eksportir atau importir, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP)
No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014
Rata-rata 1 Indek Spesialisasi
Dari hasil perhitungan indek spesialisasi perdagangan (IPS) yang dapat dilihat
pada tabel 4.9 maka dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia merupakan
negara yang cendung sebagai importir dikarenakan nilai rata-rata indek
spesialisasi perdagangan kurang dari 0,5 ( ISP < 0,5).
4.4 Metode Location Quotient
Identitifikasi sektor unggul yang dilihat dari nilai PDRB bertujuan untuk
melihat sektor unggulan atau basis dan non basis di Kutacane. Berikut merupakan
hasil nilai PDRB Kutacane dengan Munggunakan analisis Location Quotient.
Tabel 4.10
Hasil Analisis Location Quotient Kutacane No Lapangan
Usaha 2010 2011 2012 2013 2014
Rata-rata
1 Pertanian 1,89 1,90 1,90 1,87 1,88 1,89
Sektor pertanian dalam perekonomian Kutacane dapat dikategorikan
kedalam sektor basis atau sektor unggulan. Berdasarkan hasil perhitungan analisi
LQ pada tahaun 2010-2014 nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1) yaitu dengan rata-rata
nilai sebesar 1,89. Dengan demikian sektor pertanian dapat dikategorikan sebagai
sektor basis Kutacane yang dapat menjadi andalan dalam mengembangkan
Gambar 4.3
Trend Sektor Unggulan Kutacane Berdasarkan Hasil Perhitungan PDRB Berdasarkan Harga BerlakuTahun 2010-2014
Pada gambar diatas dapat dilihat trend sektor unggulan di Kutacane mengalami
fluktuasi atau kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan perkiraan
trend yang telah terjadi sektor uanggulah kutacane memiliki nilai paling besar
pada tahun 2011 dan 2012 sebasar 1,90, sedangkan yang terkecil pada tahun 2013
sebesar 1,87.
4.5 Analisi Shift Share
Analisi Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah yang ada di Kabupaten aceh
tenggara dibandingkan dengan perekonomian yang ada di Provinsi Aceh. Tujuan
analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja
perekonomian daerah Kabupaten Aceh Tenggara dengan membandingkannya
1,85
1,86
1,87 1,88 1,89 1,9
2010
2011
2012
2013
2014 1,89
1,9 1,9
1,87
dengan daerah Provinsi Aceh serta melihat keunggulan kompetitif yang ada di
Kabupaten Aceh Tenggara.
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tenggara
Gambar 4.4 Pertumbuhan PDRB
Pada gambar diatas dapat dilihat pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh
Tenggara yang dihitung berdasarkan analisis shift-share mengalami fluktuasi yang
cukup tinggi. Pada tahun 2014 pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tenggara
mengalami penurunan sebesar 1,84% yang disebabkan rendahnya realisasi
serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja. Meskipun sektor pertanian mengalami
peninggatan akan tetapi disektor yang lainnya mengalami penurun sehingga tidak
dapat dapat mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Aceh Tenggara.
Komponen Analisis Pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara
0 50 100 150 200 250
2010 2011 2012 2013 2014
204,82
5,42 4,61 5,55 3,71
Dalam analisis shift-share kompenen share di Kabupaten Aceh Tenggara
memiliki nilai negatif yang setiap tahunnya semakin meninggkat, dengan
demikian komponen share sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara dapat
dikatakan belum stabil. Hasil perhitungan kompenen analisis pertanian dapat
dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini.
Gambar 4.5
Komponen Share Sektor Pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara
Komponen Net Shift di Kabupaten Aceh Tenggara
Berdasarkan perhitungan Analisis shift Share nilai komponen net shift
Kabupaten aceh tenggara setiap tahunnya memliki nilai yang negatif, meskipun
mengalami fluktuasi setiap tahunnya, hal ini berarti sektor pertanian di Kabupaten
Aceh tenggra belum stabil masih harus dilakukan penyuluhan dan perhatian dari
pemerintah setempat. Hasil perhitungan komponen net shift dapat dilihat pada
gambar 4.5 dibawah ini.
-70.000,00 -60.000,00 -50.000,00 -40.000,00 -30.000,00 -20.000,00 -10.000,00 0,00
Gambar 4.6
Komponen Net Shift Kabupaten Aceh Tenggara
Proposional Shift Kabupaten Aceh Tenggara
Berdasarkan hasil perhitungan analisis shift-sahre nilai proposional
Kabupaten Aceh Tenggara bervariasi ada yang bernilai negatif dan bernilai
positif. Ini berarti apabila nilai proposional Kabupaten Aceh Tenggara negatif
dapat diartikan bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor
pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat, sedangkan apabila nilai
proposional Kabupaten Aceh Tenggara negatif dapat diartikan bahwa Kabupaten
Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi
tumbuh lebih cepat. Hasil perhitungan proposional shift Kabupaten Aceh
Tenggara dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini.
-70.000,00 -60.000,00 -50.000,00 -40.000,00 -30.000,00 -20.000,00 -10.000,00 0,00
Tabel 4.11
Proposional Shift Kabupaten Aceh Tenggara
Tahun Komponen Shift Kabupaten Aceh Tenggara
2010 834.552,88
2011 -47.161,26
2012 -41.462,27
2013 -70.845,53
2014 -75.993,08
Rata-Rata 119.818,15
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai proposional shift Kabupaten Aceh
Tenggara hampir setiap tahun memiliki nilai negatif ini berati bahwa Kabupaten
Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi
tumbuh lebih lambat. Akan tetapi jika dilihat dari nilai rata-rata proposional shift
Kabupaten Aceh Tenggara di lima tahu terakhir memiliki nilai positif sebesar
119.818,15 ini berarti bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada
sektor pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat.
Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara
Berdasarkan hasil perhitungan analisis shift-sahre nilai different shift
Kabupaten Aceh Tenggara bervariasi ada yang bernilai negatif dan bernilai
positif. Ini berarti apabila nilai different shift Kabupaten Aceh Tenggara negatif
dapat diartikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara
lebih lambat dari Provinsi Aceh, sedangkan apabila nilai different shift Kabupaten
Aceh Tenggara poasitif dapat diartikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di
Kabupaten Aceh Tenggara lebih cepat dari Provinsi Aceh. Hasil perhitungan
Tabel 4.12
Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara
Tahun Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara
2010 -815.697,004
2011 -5.626,247
2012 30.955,468
2013 9.506,745
2014 -20.665,354
Rata-Rata -160.305,278
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai different shift Kabupaten Aceh
Tenggara hampir setiap tahun memiliki nilai negatif, tetapi pada tahun 2012 dan
2013 Kabupaten Aceh Tenggara memiliki nilai positif, akan tetapi pada tahu
2014 kembali bernilai negatif hal ini dapa diartikan bahwa pertumbuhan sektor
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil pembahasan pada bab iv berdasarkan analisis teori lokasi dan shift
share dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis Location Quotient, Sektor pertanian dalam
perekonomian Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) merupakan sektor
basis atau sektor unggulan karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1)
yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 1,89.
2. Berdasarkan analisi shift share sektor pertanian di Kabupaten Aceh
Tenggara (Kutacane) tidak menunjukan sektor yang kompetitif dan karena
nilai different shift Kabupaten kurang dari nol (Dj>0) yaitu dengan rata-rata
nilai sebesar -160.305,278.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal
untuk pihak-pihak terkait, yaitu:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara dalam upaya meningkatkan
PDRB agar lebih mengutamakan pengembangan sektor unggulan dengan
tidak mengabaikan sektor dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
2. Sektor pertanian sebagai sektor unggulan dan memiliki kontribusi terbesar
prioritas pengembangan, sehingga memberikan dampak yang tinggi bagi
peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan pekerjaan.
3. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan menentukan sektor unggulan,
kepada peneliti lainnya disarankan untuk melanjutkan penelitian dengan
menambah sektor dan subsektor unggulan yang lainnya sampai pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daya Saing Produk Unggulan 2.1.1 Pengertian Daya Saing
Pada umumnya seatu wilayah yang memiliki suatu produk akan berhasil
bila suatu produk yang dibuat memiliki sesuatu yang lebih dari yang lain sehingga
memiliki nilai/harga yang tinggi. Maka dari itu banya produk yang dipasarkan
yang memiliki daya saing yang ketat serta dapat memenuhi syarat pengujian.
Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang
memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat
memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan
daerah dalam menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi
dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal.
2.1.2 Dimensi Daya Saing dan Indikator Daya Saing
Dimensi daya saing suatu perusahaan yang dikemukakan oleh Muhardi
(2007:40) terdiri dari biaya (cost), kualitas (quality), waktu penyampaian
(delivery), dan fleksibilitas (flexibility).
Biaya adalah dimensi daya saing operasi yang meliputi empat indikator yaitu
biaya produksi, produktifitas tenaga kerja, penggunaan kapasitas produksi dan
persediaan. Unsur daya saing yang terdiri dari biaya merupakan modal yang
mutlak dimiliki oleh suatu perusahaan yang mencakup pembiayaan produksinya,
adanya cadangan produksi (persediaan) yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan
oleh perusahaan untuk menunjang kelancaran perusahaan tersebut.
Kualitas seperti yang dimaksudkan oleh Muhardi adalah merupakan dimensi
daya saing yang juga sangat penting, yaitu meliputi berbagai indikator diantaranya
tampilan produk, jangka waktu penerimaan produk, daya tahan produk, kecepatan
penyelesaian keluhan konsumen, dan kesesuaian produk terhadap spesifikasi
desain. Tampilan produk dapat tercermin dari desain produk atau layanannya,
tampilan produk yang baik adalah yang memiliki desain sederhana namun
mempunyai nilai yang tinggi. Jangka waktu penerimaan produk dimaksudkan
dengan lamanya umur produk dapat diterima oleh pasar, semakin lama umur
produk di pasar menunjukkan kualitas produk tersebut semakin baik. Adapun
daya tahan produk dapat diukur dari umur ekonomis penggunaan produk .
Waktu penyampaian merupakan dimensi daya saing yang meliputi berbagai
indikator diantaranya ketepatan waktu produksi, pengurangan waktu tunggu
produksi, dan ketepatan waktu penyampaian produk. Ketiga indikator tersebut
berkaitan, ketepatan waktu penyampaian produk dapat dipengaruhi oleh ketepatan
waktu produksi dan lamanya waktu tunggu produksi.
Adapun fleksibilitas merupakan dimensi daya saing operasi yang meliputi
berbagai indikator diantaranya macam produk yang dihasilkan, kecepatan
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing adalah :
1. Lokasi
Memperhatikan lokasi usaha sangat penting untuk kemudahan pembeli
dan menjadi faktor utama bagi kelangsungan usaha. Lokasi usaha yang
strategis akan menarik perhatian pembeli. Menurut Frans (2003:439) :
letak atau lokasi akan menjadi sangat penting untuk memenuhi
kemudahan pelanggan dalam berkunjung, konsumen tentu akan mencari
jarak tempuh terpendek. Walau tidak menutup kemungkinan konsumen
dari jarak jauh juga akan membeli, tapi persentasenya kecil.
2. Harga
Menurut Sunarto (2004:206) Harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang
ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan
produk atau jasa tersebut. Harga menentukan apakah sebuah
supermarket, minimarket, atau swalayan banyak dikunjungikonsumen
atau tidak. Faktor harga juga berpengaruh pada seorang pembeli untuk
mengambil keputusan. Harga juga berhubungan dengan diskon,
pemberian kupon berhadiah, dan kebijakan penjualan. Harga adalah nilai
suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang. Demi
mendapatkan sebuah barang atau jasa yang diinginkannya seorang
konsumen harus rela membayar sejumlah uang. Bagi pelangggan yang
karena mereka akan mendapatkan value for moneyyang tinggi (Irawan,
2008:38).
3. Pelayanan
Program pelayanan/serviceseringkali menjadi pokok pemikiran pertama
seorang pengelola supermarket/minimarket. Pelayanan melalui produk
berarti konsumen dilayani sepenuhnya melalui persediaan produk yang
ada, produk yang bermutu. Pelayanan melalui kemampuan fisik lebih
mengacu kepada kenyamanan peralatan (trolleyatau keranjang belanja),
tempat parkir yang nyaman, penerangan ruangan yang baik, juga
keramahan dari karyawan.
4. Mutu atau kualitas
Keyakinan untuk memenangkan persaingan pasar akan sangat ditentukan
oleh kualitas produk yang dihasilkan perusahaan. Berkenaan dengan
kualitas produk,Muhardi dalam bukunya Strategi Operasi Untuk
Keunggulan Bersaing mengutip pendapat Adam dan Ebert yang
menyatakan : “product quality is the appropriateness of design
specifications to function and use as well as the degree to which the
product conforms to the design specifications”. Kualitas produk
ditunjukkan oleh kesesuaian spesifikasi desain dengan fungsi atau
kegunaan produk itu sendiri, dan juga kesesuaian produk dengan
spesifikasi desainnya. Jadi suatu perusahaan memiliki daya saing apabila
perusahaan itu menghasilkan produk yang berkualitas dalam arti sesuai
5. Promosi
Semakin sering suatu supermarket/swalayan melakukan promosi,
semakin banyak pengunjung dalam memenuhi kebutuhannya. Promosi
bisa dilakuka n melalui berbagai iklan baik di media cetak, elektronik,
maupun media lain. Sunarto (2004:298) mengatakan bahwa promosi
penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong
pembelanjaan atau penjualan produk atau jasa, yang mana promosi
penjualan ini mencakup suatu variasi yang luas dari alat-alat promosi
yang didesain untuk merangsang respons pasar yang lebih cepat, atau
yang lebih kuat.
2.2 Sektor Unggulan Daerah
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas
seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua,
sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga,
sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun kebelakang; keempat, dapat juga diartikan sebagi sektor yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya, 2006).
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,inventarisasi potensi
pola pengebangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu
langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan
mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada
tiap-tiap sub sektor.
Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan
produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi
kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun
pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan
investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga
mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus
pasar ekspor (Sudarsono, 2001).
Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana salatiga, adalah
komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya local, keterkaitan
komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari kriteria ini memunculkan
pengelompokkan komoditas berikut:
a. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk
berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi
misalnya karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku local,
keterampilan sumberdaya local, teknologi produksi local serta sarana dan
prasarana local lainnya.
b. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat
dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping
Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi, produktivitas pekerja,
profitabilitas dan lain-lain.
c. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif,
karena telah memenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain.
Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya
yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok,
pembeli, serta daya saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru
maupun barang substitusi. Menurut direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor 050.05/2910/III/BANDA
tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria kooditas unggulan sebgai berikut:
1. empunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian,
industri, dan jasa.
2. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga
yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri
maupun global
3. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga
kerja setempat)
4. Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku yang cukup banyak,
stabil, dan berkelanjutan.
5. Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik
dalam kemasan maupun pengolahannya
6. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan
7. Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak
merusak budaya setempat.
2.3 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui
keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang (Sirojuzilam: 2015).
Salah indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian
wilayah adalah perumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu tujuan penting yang harus dicapai dalam setiap kebijakan ekonomi yang
direncanakan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan disertai dengan
pemerataan pembangunan, sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan akan dapat
meningkatkan pendapatan perkapita akan mendorong aktivitas ekonomi, karena
permintaan yang meningkat sebagai akibat dari peningkatan daya beli masyarakat,
dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Boediono (1999) pertumbuhan ekonimi adalah proses kenaikan
output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses tersebut, karena
proses mengandung unsur dinamis. Para teoritis ilmu ekonomi pembangunan
hingga sekarang, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep
ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga
diberi bobot yang immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan
dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas.
Todaro (2008) menyatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara adalah :
1. Akumulasi modal (capital accumulation), meliputi semua jenis investasi baru
yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah, peralatan fisik dan pembinaan
sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga pada
akhirnya akan membawa dampak dampak positif yang sama terhadap angka
produksi. Akumulasi modal apabila sebagian dari pendapatan diinvestasikan
kembali dengan tujuan memperbesar output atau pendapatan pada masa yang
akan datang.
2. Pertumbuhan penduduk (growth in population) maksudnya adalah dengan
pertumbuhan penduduk diikuti oleh pertumbuhan tenaga kerja sebagai salah
satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan
pertambahan penduduk akan menambah jumlah produktivitas pertumbuhan
penduduk yang lebih besar akan menyababkan pertumbuhan pasar domestik
akan lebih besar, namun positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk
dalam pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan
sistem perekenomian tersebut untuk menyerap setiap tambahan angkatan
kerja.
3. Kemajuan teknologi (technological progress) merupakan sumber
teknologi akan ditentukan cara baru ataupun teknologi baru untuk
menggantikan cara-cara lama sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan cepat
Robert Solow dikutip oleh Todaro dan Smith (2006), mengembangkan
model pertumbuhan ekonomi yang disebut sebagai Model Pertumbuhan Solow.
Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut :
dimana Y adalah pendapatan domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan
modal manusia (akumulasi pendidikan dan pelatihan), L adalah tenaga kerja, dan
A merupakan produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara
eksogen. Faktor penting yang mempengaruhi modal fisik adalah investasi.
Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau
persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik
dan modal manusia).
Arsyad (2005), menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang
dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak
muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di
beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas
yang berbeda. Inti teori dari Perroux adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses perubahan akan timbul industri unggulan yang merupakan
industri penggerak utama dalam pengembangan suatu wilayah. Karena
ketertarikan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan
akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat
2. Pemusatan industri pada suatu wilayah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi
yang berbeda antarwilayah sehingga perkembangan industri di wilayah
tersebut akan mempengaruhi perkembangan wilayah-wilayah lainnya.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif
(industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri
yang tergantung dengan industri unggulan/pusat pertumbuhan. Wilayah yang
relatif maju/aktif akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang relatif pasif.
Menurut Mankiw (2004) suatu negara memberikan perhatian lebih kepada
pendidikan terhadap masyarakatnya cateris paribus akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada tidak melakukannya. Dengan kata
lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan
menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Apabila investasi tersebut dilaksankan secra relatif merata, termasuk terhadap
golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang.
2.4 Pertumbuhan ekonomi regional
Pembangunan derah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun
waktu tertentu suatu set variabel-variabel seperti produksi, penduduk, angkatan
kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor dalam daerah dibatasi secara
jelas. Laju pertumbuhan daerah-daerah dapat diukur menurut output atau tingkat
pendapatan yang berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami kemunduran
Menurut models Export-Base, pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh
eksploitas kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis eksport daerah yang
bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari
daerah-daerah lain. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan
mengakibatkan berkembangnya kegiatan-kegiatan penduduk setempat,
perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan-keuntungan eksternal, dan
perumbuhan regional lebih lanjut. Dengan demikian untuk meningkatkan
pertumbuhan suatu daerah memerlukan strategi pembagunan yang harus sesuai
dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidk harus sama dengan strategi
pembangunan pada tingkat nasional.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan
jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika
jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut
bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat
secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value added)
yang tercipta di suatu wilayah.
2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono
2.5.1 Teori Pertumbuhan Klasik
Teori ini dipelopori o leh Adam Smit h, David Ricardo, Malthus, dan John
Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat
faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan
alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada
pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka
asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami
perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita den
gan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.
Menurut teori ini,pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan
kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah
maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi
produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa
pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.Pada keadaan
ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada
waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus
meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan
menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.
2.5.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F.
Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka
menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang
teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes
melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar
melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar
didasarkan pada asumsi :
a) Perkonomian bersifat tertutup.
b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.
c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).
d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat
pertumbuhan penduduk.
Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat
mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth)dalam jangka panjang. Asumsi
yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai
kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat
pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output
Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).Atas dasar
asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi
syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
g = K = n
Dimana :
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa
campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa
pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan
dalam sisi penawaran dan permintaan barang.
2.5.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970)
dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan
penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang
saling berinteraksi.Perbedaan utama denganmodel Harrod-Domar adalah
dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu,
Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya
substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat
adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang
restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal
ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga
kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga
sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan
peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan
teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.
Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar
kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar
sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi
model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam
perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin
kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan
informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik
dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari
paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang
mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh
keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.
2.5.4 Teori Schumpeter
Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan
mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha
(enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani
mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah
ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja
tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.
Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi
tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi.
tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk
menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.
Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu
perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin
berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi
kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat
jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary
state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan
pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu
dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan
klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada
kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.
2.6 Pendapatan Regional
Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat
dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk
dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang
ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan
regional. Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah
selama satu tahun (Sukirno, 1985:17). Sedangkan menurut Tarigan (2007:13),
analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah
ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan
regional, diantaranya adalah:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan
biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto
mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga,
sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi
dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan
kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha
yang tercakup dalam PDRB, yaitu:
a. Pertanian.
b. Pertambangan dan Penggalian.
c. Industri Pengolahan.
d. Listrik, Gas dan Air Bersih.
e. Bangunan/Konstruksi.
f. Perdagangan, Hotel dan Restoran.
g. Pengangkutan dan Komunikasi.
i. Jasa-jasa.
2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar. PDRN
dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan.
Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan
nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan
lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika
nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan,
hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.
3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor. Jika
pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar,
maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi.
Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan
pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Perhitungan
pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:
1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).
Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan
menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang
diproduksi di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa
dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta
yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal
tetap bruto (investasi), perubahan stok dan eskpor netto (ekspor-impor).
Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi
dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh
tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk
menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka
pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang
diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh
dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap
sektor.
3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).
Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan
pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi
barang-barang dan jasajasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji,
surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.
2.7 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi nasional, dimana
keadaan ekonomi yang mula-mula relatif statis selama jangka waktu cukup lama,
untuk dapat menaikan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP-nya hingga
mencapai angka 5-7% atau lebih per tahun. Menurut Todaro & Smith (2003)
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh tiga nilai
pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya, meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, dan
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu
pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan rill per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang
disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
2.7.1 Indikator pembangunan ekonomi
Indikator pembangunan ekonomi diperlukan untuk mengukur kemanjuan
pembangunan ekonomi suatu negara. Manfaat utama dari indikator tersebut
adalah agar dapat digunakan untuk memperbandingkan tingkat kemajuna
pembangunan atau tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah atau negara
dan mengtahui corak pembangunan setiap wilayah atau negara.indikator-indikator
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Arsyad:2010:31)
1. Indikaor moneter
a. Pendapatan Per Kapita, merupakan indikator yang paling sering digunakan
sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara.
Pendapatn per kapita merupakan indikator atas kinerja perekonomian secara
keseluruhan. Pendapata per kapita adalah indikator moneter atas setiap
kegiatan ekonomi penduduk suatu negara.
b. Indikator Kesejahteraan Ekonomi Bersih, indikator ini merupakan
penyempurna metode perhitungan GNP dalam upaya untuk memperoleh
suatu indikator pembangunan ekonomi yang lebih baik yaitu dengan
mengenal konsep Net Economic Welfare (NEW). Penyempurnaan metode
perhitungan GNP dilakukan dengan dua cara yaitu dengan koreksi postif
dan negatif. Koreksi positif ini mengharuskan untuk memperhatikan waktu
negatif berkaitan dengan masalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan
oleh kegiatan-kegiatan disektor produktif.
2. Indikator Non-Moneter
a. Indikator Sosial, indikator ini digunakan untuk mengelompokkan berbagai
studi mengenai metode untuk membandingkan tingkat kesejahteraan suatu
negara kedalam tiga kelompok yaitu kelompok yang membandingkan
tingkat kesejahteraan di beberapa negara dengan memperbaiki metode yang
digunakan dalam perhitungan pendapatan konvensional, dan kelompok yang
membandingkan tingkat kesejahteraan setiap negara berdasarkan pada data
yang tidak bersifat moneter seperti jumlah kendaraan bermotor, tingkat
elektrifikasi, konsumsi minyak, jumlah penduduk yang bersekolah, dan
sebagainya.
b. Indeks kualitas hidup, dalam indikator ini ada tiga indikator utama yang
dijadikan acuan pada indeks ini yaitu indeks harapan hidup, indeks kematian
bayi, dan indeks melek huruf.
3. Indikator Campuran
a. Indikator susenas inti merupakan mengembangan suatu indikator
kesejahteraan rakyat yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan,
perumahan, angkatan kerja, keluarga berencana dan fertilitas, ekonomi,
kriminalitas, perjalanan wisata, akses ke media massa.
b. Indeks pembangunan manusia, yang diukur berdasarkan tiga indikator
sebagai acuannya yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan
2.8 Konsep Basis Ekonomi
Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan
dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan
sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara
otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun
kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: (1)
perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, (2) perkembangan
pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4) adanya
pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran
sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar daerah, dan (2)
kehabisan cadangan sumberdaya.
Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah permintaan
terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan
permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak
langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sekor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian
suatu wilayah.
Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah
atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non
basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut.
basis (Tarigan, 2005). Menurut Richarson (2001), konsep ekonomi basis pada
dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek
pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui
penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar
wilayah.
2.9 Penelitian Terdahulu
Sebagai pelajaran dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menggunakan beberapa penelitian
terdahulu yang memiliki kemiripan dengan judul yang diambil peneliti. Penelitian
tersebut diantaranya :
1. Jurnal yang berjudul “Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian
Wilayah Kabupaten Bone Bolango Dengan Pendekatan Sektor
Pembentukan PDRB” oleh Fitri Amalia (2012) dengan hasil penelitian
sektor unggulan ekonomi di Kabupaten Bone Bolango sebagai
pertimbangan perencanaan pembangunan ekonomi, dengan
menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dapat di identifikasi
bahwa sektor pertanian, manufaktur, keuangan, penyewaan, dan jasa
perusahaan sebagai sektor basis di Bone Bolango. Hasil yang di dapat
menunjukkan bahwa sektor keuangan dan jasa dapat menjadi sektor
ekonomi unggulan di Bone Bolango.
2. Skripsi yang berjudul “Analisis Penentu Sektor Unggulan Pere