DAFTAR PUSTAKA
1. Antoni dan Paul Nugraha. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi
Publishing.
2. ASTM Standards, 2004, ASTM C 150 150 – 04 Standards Specification
For Portland Cement, ASTM International, West Conshohocken, PA.
3. Davis, H, E, dkk. 1982. The Testing of Engineering Materials, Auckland:
Mc Graw Hill Inc.
4. DPU, 1990, SK SNI T – 15 – 1990 – 03 Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal, Yayasan LPMB, Bandung.
5. Fauzi, Y. , 2012. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadanya. Jakarta
6. Gambhir, M.L., 1986, Concrete Technology. Tata Mc Grow Hill Publising
Company Limited. New Delhi.
7. Jackson, N. 1977. Civil Engineering Material Third Edition. England:
Great Britain, Unwin Brothers.
8. Mietha. 2008. Kandungan Gizi Telur.http://mietha.wordpress.com.
9. Mindess , S., Young , J. F. dan Darwin, D. 2003. Concrete. Sidney :
Prentice Hall
10.Mulyono, Tri, Ir. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Publishing.
11.Mulyono, Tri. 2003, Teknologi Beton, Penerbit ANDI Yogyakarta.
12.Nasution.1997.kebutuhan tubuh.Gramedia: jakarta
13.Nawy, Edward G. (1998). “Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar)”.
14.Neville dan Brooks, 1987, Bahan Dan Praktek Beton, penerbit Erlangga,
Jakarta.
15.Pardamean M. 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara
Profesional. Penebar Swadaya. Jakarta.
16.Rajput, R.K. 2000. Engineering Materials. New Delhi, India: S. Chand &
Company Ltd New Delhi, India.
17.Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka,
Jakarta
18.Schaafsma.2000.makanan dan minuman.Gramedia: jakarta
19.Sipil Fakultas Teknik UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
20.Siregar, Pordinan.2008. Pemanfaatan Abu Kerak Boiler Cangkang Kelapa
Sawit Sebagai Campuran Semen Pada Beton, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
21.Sunarko. 2009. Budi Daya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa sawit dengan
system Kemitraan. Cetakan Pertama.Jakarta: Agromedia Pustaka.
22.Tjokrodimuljo, K., 1992, Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
23.Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
24.Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2007. Teknologi Beton. Biro Penerbit Jurusan
Teknik
25.Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan
26.Wuryati S dan Candra R, 2001, “ Teknologi Beton “, Yokyakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kajian
eksperimental. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa,
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun
urutan tahap penelitian yang dilakukan yaitu:
a. Pemilihan dan penyediaan bahan penyusun beton
b. Penghalusan kerak boiler dan cangkang telur
c. Pengujian bahan penyusun beton
d. Perencanaan proporsi campuran beton (mix design)
e. Penimbangan bahan penyusun beton
f. Pembuatan cetakan
g. Pengecoran
h. Pengujian slump test
i. Perawatan
j. Pengujian absorbsi beton
k. Pengujian kuat tekan beton
3.2 Diagram Alur Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
Mulai
Penimbangan Bahan Pembuatan Cetakan
Pengujian Slump Test
Pengujian Absorbsi Beton Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian Kuat Tarik Belah
3.3 Bahan Penyusun Beton
Bahan utama penyusun beton segar normal terdiri dari semen, pasir
(agregat halus), kerikil (agregat kasar), dan air. Dengan menggunakan proporsi
campuran yang tepat, bisa didapat karakteristik yang diinginkan. Namun selain
beton normal, bisa juga ditambah dengan bahan tambahan lainnya untuk
mendapatkan kekuatan yang lebih efektif dan lebih ekonomis.
3.3.1 Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC
(ordinary Portland cement) tipe I, yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG
dalam kemasan 1 zak 50 kg.
3.3.2 Agregat Halus
Agregat halus yang dipakai dalam campurandilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200)
c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)
d. Pemeriksaan kadar liat (clay lump)
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
f. Pemeriksaan berat isi
Analisa Ayakan
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
b. Hasil pemeriksaan :
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2,62
Pasir dapat dikategorikan pasir sedang.
c. Pedoman :
�� = % � � � �ℎ� ℎ� � � � � , 5
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam
beberapa kelas, yaitu:
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60 Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20
Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 2.1% < 5%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5%
Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan liat : 0,8% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1%
(dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus
dicuci.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air
(absorbsi) pasir.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 2490 kg/m3
Berat jenis kering : 2470 kg/m3 Beart jenis semu : 2540 kg/m3
Absorbsi : 1,11%
c. Pedoman :
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD
dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface
keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan
kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah
total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah
persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi
terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
Pemeriksaan Berat Isi
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan
longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok/padat : 1388,94 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1247,32 kg/m3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok
lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa
pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui
berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui
3.3.3 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil
disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari
alat pemecah batu dengan syarat ukuran butiran olos ayakan 38,1 mm dan tertahan
pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200)
c. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles
d. Pemeriksaan berat isi
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
Analisa Ayakan
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan :
Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,91
5,5 <6,91 < 7,5, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
1.�� = % � � � ℎ ℎ� � , 5
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan
Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan lumpur : 0,5% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan
melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur
melebihi 1% maka kerikil harus dicuci.
Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Los Angeles
a. Tujuan :
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
b. Hasil pemeriksaan :
Persentase keausan : 17,28% < 50%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
1.% � � = � � − � ℎ��
� � %
2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentaase
Pemeriksaan Berat Isi
a. Tujuan :
Untuk memeriksa berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan
padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok/padat : 1744,96 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1640,87 kg/m3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok
lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa
kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui
berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui
volumenya saja.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air
(absorbsi) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 2600 kg/m3 Berat jenis kering : 2570 kg/m3
Berat jenis semu : 2660 kg/m3
c. Pedoman :
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD
dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface
Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering,
keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan
kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah
total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah
persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi
terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
3.3.4 Abu Kerak Boiler
Dalam penelitian ini, kerak boiler yang dimasukkan berasal dari PT. Surya
Panen Subur 2, lokasi di Desa Pulo Kruet, Kec. Darul Makmur, Kab. Nagan Raya,
Aceh. Abu kerak boiler ini didapat dari penghalusan dari Kerak Boiler Kelapa
Sawit. Abu kerak boiler yang dipakai yaitu yang lolos saringsan 4,75 mm.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian cangkang kelapa sawit lewat
ayakan no 200)
c. Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test)
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
f. Pemeriksaan berat isi
Analisa Ayakan
a. Tujuan :
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai
modulus kehalusan abu kerak boiler (FM).
b. Hasil pemeriksaan :
Modulus kehalusan pasir (FM) : 3,01
Abu kerak boiler dapat dikategorikan pasir kasar.
c. Pedoman :
�� = % � � � �ℎ� ℎ� � � � � , 5
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam
beberapa kelas, yaitu:
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20
Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada abu kerak boiler.
b. Hasil pemeriksaan :
c. Pedoman :
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan
melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5%
maka pasir harus dicuci.
Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)
a. Tujuan :
Untuk memeriksa kandungan liat pada abu kerak boiler.
b. Hasil pemeriksaan :
Kandungan liat : 0,6% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman :
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1%
(dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus
dicuci.
Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air
(absorbsi) abu kerak boiler.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat jenis SSD : 1880 kg/m3
Absorbsi : 5.27%
c. Pedoman :
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD
dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface
Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering,
keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan
kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah
total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah
persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi
terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
Pemeriksaan Berat Isi
a. Tujuan :
Untuk menentukan berat isi (unit weight) abu kerak boiler dalam keadaan
padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan :
Berat isi keadaan rojok/padat : 1348,09 kg/m3
Berat isi keadaan longgar : 1199,66 kg/m3
c. Pedoman :
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok
pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui
berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui
volumenya saja.
3.3.5 Cangkang Telur
Cangkang telur yang dikumpulkan berasal dari rumah makan ataupun took
roti. Cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan
telur ayam. Cangkang yang didapat dibersihkan dari bahan organik, kemudian
dijemur dibawah terik matahari selama 5 hari kemudian dihaluskan hingga
mencapai lolos ayakan 200.
3.3.6 Air
Syarat air yang layak digunakan dalam campuran adalah air yang tidak
berwarna, jernih dan tidak mengandung kotoran. Jadi air harus berasal dari
sumber yang bersih. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang
berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mendapatkan kubikasi
yang tepat pada saat pengecoran serta untuk mendapatkan beton yang ekonomis
juga. Namun apabila menggunakan bahan penyusun yang baik belum tentu
menjamin akan menghasilkan beton yang baik apabila proporsi campuran tidak
Unsur-unsur pembentuk beton harus ditentukan secara proporsional,
sehingga terpenuhi syarat-syarat:
1. Nilai kekenyalan atau kelecakan tertentu yang memudahkan adukan beton
yang akan ditempatkan pada cetakan/bekisting (sifat kemudahan dalam
mengerjakan/workability) dan memberikan kehalusan permukaan beton
segar. Kekenyalan ditentukan dari volume pasta adukan, keenceran pasta
adukan, serta perbandingan campuran agregat halus dan kasar.
2. Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mencapai umur layan.
3. Ekonomis dan optimum dalam pemakaian semen.
Dari hasil perhitungan mix design diperoleh perbandingan campuran beton
sebagai berikut:
a. Variasi I (Beton Normal)
Semen : air : pasir : kerikil = 1 : 0,40 : 1,12 : 2,60
b. Variasi II (tambahan 5% CT & 10% AKB)
Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 1,08 : 2,68 : 0,05 : 0,12
c. Variasi III (Tambahan 5% CT & 15% AKB)
Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 1,02 : 2,67 : 0,05 : 0,18
d. Variasi IV (Tambahan 5% CT & 25% AKB)
Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,42 : 0,92 : 2,61 : 0,05 : 0,31
e. Variasi V (Tambahan 7,5% CT & 10% AKB)
Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,43 : 1,11 : 2,75 : 0,08 : 0,12
f. Variasi VI (Tambahan 7,5% CT & 15% AKB)
g. Variasi VII (Tambahan 7,5% CT & 25% AKB)
Semen : air : pasir : kerikil : CT : AKB = 1 : 0,43 : 0,95 : 2,68 : 0,08 : 0,32
No Variasi
Material Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV
1 Semen (kg) 1 1 1 1
2 Air (kg) 0,40 0,42 0,42 0,42
3 Pasir (kg) 1,12 1,08 1,02 0,92
4 Kerikil (kg) 2,60 2,68 2,67 2,61
5 AKB (kg) - 0,12 0,18 0,31
6 CT (kg) - 0,05
Tabel 3.1 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Beton untuk 1 m3 No Variasi
Material Variasi V Variasi VI Variasi VII
1 Semen (kg) 1 1 1
2 Air (kg) 0,43 0,43 0,43
3 Pasir (kg) 1,11 1,05 0,95
4 Kerikil (kg) 2,75 2,74 2,68
5 AKB (kg) 0,12 0,19 0,32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Waktu Ikat Semen
Waktu ikat semen merupakan suatu proses reaksi kimia yang terjadi
karena adanya pencampuran air dengan semen, semen yang terkena air akan
bereaksi membentuk suatu ikatan dari pasta menjadi beton, lama proses
pengikatan ini yang dinamakan waktu ikat semen.
Lama proses pengikatan yang terjadi terjadi berbeda-beda tergantung dari
semen yang digunakan dan apabila terdapat bahan tambahan maka waktu ikat
semen juga akan berubah. Pengujian waktu ikat semen didasarkan pada
SNI-03-6827-2002. Hasil pengujian waktu ikat semen disajikan pada tabel 4.1.
No Waktu Penelitian (menit)
Penurunan (cm)
Cangkang Telur 5% Cangkang Telur 7.5%
1 30 4.3 4
2 45 4.3 4
3 60 4.3 3.8
4 75 4.3 3.2
5 90 4.3 2.7
6 105 4 2.1
7 120 4 1.3
8 135 4 0.7
10 165 3.1 -
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Waktu Ikat Semen
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Ikat Semen dan Penetrasi Campuran
Pasta Semen dengan Substitusi Abu Cangkang Telur 5% dan 7.5% Terhadap
Berat Semen dengan FAS 0.4
Pada tabel dan grafik diatas, dapat diketahui dengan semakin besar
penambahan abu cangkang telur maka proses pengikatan akan semakin cepat
berhenti. Maka workabilitas beton akan semakin kecil, proses penyerapan air yang
semakin cepat akan membuat beton pecah-pecah.
4.2 Nilai Slump
Tingkat kemudahan pengerjaan ditentukan dari nilai slump. Jika nilai
slump semakin tinggi maka semakin mudah pula pengerjaannya dan jika
sebaliknya, nilai slump semakin rendah, maka tingkat kemudahan pengerjaannya
akan semakin sulit juga. Sesuai SNI-1972-2008, nilai slump didapat dari selisih
ketinggian permukaan kerucut abram dengan permukaan pasta. Hasil penilian
slump test didapat pada tabel 4.2.
No Variasi Campuran Nilai Slump (cm)
1. CT 0% & AKB 0% 15
2. CT 5% & AKB 10% 14
3. CT 5% & AKB 15% 13
4. CT 5% & AKB 25% 13
5. CT 7.5% & AKB 10% 12
6. CT 7.5% & AKB 15% 11
7. CT 7.5% & AKB 25% 10
Sumber: Hasil Penelitian
Tabel 4.2 Nilai Slump Test
Nilai slump mempengaruhi workabilitas beton, dari tabel diatas dengan
adanya campuran abu kerak boiler dan abu cangkang telur membuat workabilitas
menurun. Workabilitas yang paling rendah pada abu cangkang telur 7.5% dan abu
4.3 Absorbsi Beton
Penelitian absorbsi beton didasarkan pada SNI 03-6433-2000 yang
bertujuan untuk mendapatkan besarnya penyerapan air setelah perendaman.
Perendaman benda uji dilakukan juga untuk menghindari penguapan yang besar.
Pada penelitian ini benda uji direndam selama 25 hari dan besarnya nilai absrobsi
20 AKB 25% 2 12.483 12.417 0.531529355
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur
5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%
Terhadap Absorbsi Beton
Absorbsi beton akan bertambah semakin besar. Nilai absorbsi terbesar
pada abu cangkang telur 7.5% dan abu kerak boiler 10%. Dari grafik dapat
disimpulkan semakin besar pertambahan kerak boiler semakin kecil absrobsi
beton yang terjadi.
4.4 Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada benda uji merupakan hal yang lazim,
disebabkan besar kuat tekan beton yang akan menjadi patokan dalam penggunaan
beton di lapangan. Pengujian kuat tekan beton didasarkan pada SNI-1974-2011.
Hasil pengujian kuat tekan yang berumur 28 hari dalam penelitian ini terdapat pada
tabel 4.4.
normal AKB 10% AKB 15% AKB 25%
ACT 5% 0.286889151 1.654268558 1.590719421 0.83167171 ACT 7.5% 0.286889151 1.816046134 1.561153142 0.940453544
No Variasi Benda
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur
5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%
Terhadap Kuat Tekan Beton
Akibat adanya tambahan abu cangkang telur dan abu kerak boiler
membuat kuat tekan beton menurun. Namun bila dibandingkan antara abu
cangkang telur variasi 5% dengan variasi 7.5%, maka nilai kuat tekan beton akan
semakin naik seiring bertambahnya abu kerak boiler. Nilai kuat tekan beton
terbesar pada abu cangkang telur 5% dan abu kerak boiler 25%.
4.5 Kuat Tarik Belah
Pengujian kuat tarik belah didasarkan pada SNI 03-2491-2002. Pengujian kuat
tarik belah beton menggunakan beton berumur 28 hari. Nilai tegangan tarik lentur pada
penelitian ini didapat pada tabel 4.5.
normal AKB 10% AKB 15% AKB 25% ACT 5% 21.21255013 18.17409766 18.23071479 20.0802076 ACT 7.5% 21.21255013 19.47629158 19.47629158 19.58952583
Sumber: Hasil Penelitian
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Persentase Substitusi Abu Cangkang Telur
5% dan 7.5% dengan Campuran Abu Kerak Boiler 10%, 15%, dan 25%
Terhadap Kuat Tarik Beton
Nilai kuat tarik belah tertinggi pada campuran abu cangkang telur 7.5%
dan abu kerak boiler 25%. Pada grafik dapat diliat bahwa seiring penambahan
kerak boiler maka kuat tarik belah akan semakin meningkat.
normal AKB 10% AKB 15% AKB 25%
ACT 5% 8.622222222 8.02962963 8.711111111 8.8 ACT 7.5% 8.622222222 7.881481481 7.97037037 9.303703704
7 7.5
8
8.5 9 9.5
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Nilai waktu ikat semen dan nilai slump test berbanding lurus. Dengan
penambahan abu cangkang telur ataupun abu kerak boiler, maka pasta
beton lebih cepat mengeras yang mengakibatkan nilai slump semakin
rendah.
2. Seiring dengan bertambahnya abu cangkang telur dan abu kerak boiler,
absorbsi beton semakin menurun.
3. Uji kuat tekan beton pada umur 28 hari yang dilakukan di Laboratorium
Rekayasa Konstruksi menggunakan benda uji silinder menghasilkan kuat
tekan yang menurun bila dibandingkan dengan benda uji normal. Namun
bila dibandingkan dibagi dalam 2 jenis variasi campuran maka kuat tekan
semakin meningkat dengan nilai kuat tekan terbesar pada campuran abu
cangkang telur 5% dan abu kerak boiler 25%.
4. Uji kuat tarik belah menggunakan beton silinder dengan umur 28 hari.
Hasil kuat tarik belah juga meningkat bila dibagi dalam 2 jenis variasi
campuran. Namun bila beton variasi campuran dibandingkan dengan beton
normal, nilai kuat tarik belah memiliki nilai tertinggi pada variasi abu
5.2 Saran
Dari hasil penelitian, ada saran yang disampaikan yaitu:
1. Dengan variasi yang lebih spesifik, diperlukan perencanaan mix design
lebih lanjut supaya didapat nilai kuat tekan yang maksimal.
2. Pengeringan cangkang telur menggunakan pemanas elektrik ataupun oven,
bila hanya mengandalkan panas sinar matahari tidak bisa maksimal apalagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur
Telur merupakan suatu proses reproduksi pada sebagian hewan. Menurut
ukuran telur juga berbagai macam, mulai dari ukuran kecil, sedang,dan besar.
Telur dengan ukuran kecil pada umumnya dihasilkan oleh ikan. Telur dengan
ukuran sedang seperti telur katak, buaya, ayam. Namun ada juga dengan ukuran
yang lebih besar, pada umumnya dijumpai pada telur burung unta.
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis
unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Telur merupakan bahan makanan yang
sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein
mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling
lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu,
tempe, dll. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak
orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan.
Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan
mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur (Mietha, 2008).
Telur terdiri dari beberapa bagian utama penyusun yaitu cangkang telur,
putih telur (albumen) dan kuning telur. Pada telur juga ada mengandung air,
Komposisi
Telur Ayam Telur Itik
Putih
Sumber : Winarno dan Koswara, 2002
Tabel 2.1 Komposisi Telur Ayam dan Itik
2.1.1 Cangkang Telur
Cangkang telur sama halnya dengan kulit pada makhluk hidup yang
berfungsi melindungi telur ataupun bagian dalamnya dari kerusakan ataupun
gangguan luar lainnya.
Bila dilihat dengan mikroskop maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan yaitu:
1. Lapisan kutikula
Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan kulit
telur. Lapisan ini melapisi pori-pori pada kulit telur, tetapi sifatnya masih dapat
dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi.
2. Lapisan busa
Lapisan ini merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur. Lapisan ini
terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari kalsium karbonat,
3. Lapisan mamilary
Lapisan ini merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang terdiri dari lapisan
yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong. Lapisan ini
sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral.
4. Lapisan membrana
Merupakan bagian lapisan kulit telur yang terdalam. Terdiri dari dua lapisan
selaput yang menyelubungi seluruh isi telur. Tebalnya lebih kurang 65 mikron
(Nasution, 1997).
Komposisi kimia dari kulit telur terdiri dari protein 1,71%, lemak 0,36%,
air 0,93%, serat kasar 16,21%, abu 71,34% (Nasution, 1997). Berdasarkan hasil
penelitian, serbuk kulit telur ayam mengandung kalsium sebesar 401±7,2 gram
atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat. Terdapat pula
strontium sebesar 372±161μg, zat-zat beracun seperti Pb, Al, Cd, dan Hg terdapat
dalam jumlah kecil, begitu pula dengan V, B, Fe, Zn, P, Mg, N, F, Se, Cu, dan Cr
(Schaafsma, 2000).
No Parameter
Hasil
(%)
Metode
1. SiO2 0.6574 Gravimetri
2. Fe2O3 0.00017 Spektrofotometri
3. Al2O3 4.90541 Gravimetri
4. CaO 0.2885 Titrimetri
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Cangkang telur
2.2 Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman yang biasanya kita jumpai banyak di
daerah tropis. Habitat awal tanaman kelapa sawit ini berasal dari daerah semak
berlukar. Tanaman kelapa sawit merupakan industry kecil penghasil minyak
masak, minyak industry ataupun bahan bakar. bila dilihat dari segi biologis,
tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan yang berkeping satu. Akar tanaman
ini berakar serabut yang mengarah kebawah dan ada yang kesamping dengan
sebagian mengarah ke samping atas untuk membantuh proses aerasi.
Menurut Sunarko (2009) kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan
akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah
kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut :
1) kulit buah yang licin dan keras (epicarp/eksocarp),
2) daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung
minyak,
3) kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp),
4) daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak
5) lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua
arah :
(1) arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya
(2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya
akan menjadi akar.
Sumber: Ari Edoyanto, 2011.Morphologi Penampang Kelapa Sawit (online)
Gambar 2.1. Penampang Kelapa sawit
Kelapa sawit disebut juga tanaman yang memiliki bunga berumah satu,
dimana bunga jantan dan betina terpisah namun pada satu induk tanaman yang
sama. Namun bunga jantan dan bunga betina tidak bisa melakukan penyerbukan
sendiri karena proses pematangan kedua bunga memiliki waktu yang berbeda.
Penyerbukan tanaman ini biasanya dibantu dengan hewan seperti kumbang.
Pada proses pengolahan kelapa sawit, pada umumnya pabrik kelapa sawit
menghasilkan 3 jenis limbah yang sangat berbahaya bagi kelangsungan makhluk
hidup disekitar pabrik, jika dibuang secara langsung ke pemukiman. Adapun 3
jenis limbah ini seperti limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
Limbah padat yang dihasilkan antara lain tandan kosong, cangkang/fiber,
abu boiler, solid decanter, sampah loading ramp dan shell. Sedangkan limbah cair
yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan
hasil samping dari pengolahan kelapa sawit sangat banyak mengandung bahan
organic dan dapat mencemari lingkungan bila langsung dibuang ke perairan
(Pardamean, 2014).
2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit
Menurut Sastrosayono (2003), varietas tanaman kelapa sawit dapat
dibedakan berdasarkan tebal cangkang/tempurung dan daging buah, serta warna
kulit buahnya. Berdasarkan ketebalan cangkang/tempurung dan daging buah
varietas kelapa sawit dibedakan :
a.Dura
Varietas ini memiliki tempurung yang cukup tebal yaitu antara 2 - 8 mm dan tidak
terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis yaitu
35 – 50% terhadap buah, kernel (daging biji) lebih besar dengan kandungan
minyak sedikit.
b.Pisifera
Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging buahnya
tebal, lebih tebal dari buah dura.Daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak
tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan.
c.Tenera
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote tunggal yaitu
Dura bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pisifera bercangkang tipis maka
Sumber :Ari Edoyanto, 2011.Morphologi Penampang Kelapa Sawit (online)
Gambar 2.2 Perbedaan Ketebalan Cangkang dan Buahnya
2.2.2 Fiber Kelapa Sawit
Dried Decanter Solid atau sering disebut dengan solid merupakan limbah
padat pabrik kelapa sawit. Solid sebenarnya berasal dari mesocarp atau serabut
berondolan sawit yang telah mengalami pengolahan di pabrik kelapa sawit.
Rata - rata 1 ton solid mengandung unsur hara sebanding dengan :
10,3 kg Urea
3,3 kg TSP
6,1 kg MOP
4,5 kg Kieserit
Kandungan hara tersebut hampir sama dengan janjangan kosong, akan tetapi
kandungan MOP pada solid lebih rendah (Pahan, 2012).
Namun panas yang didapat dari hasil pembakaran serabut ini lebih kecil
apabila dibandingkan dengan cangkang kelapa sawit. Oleh sebab itu,
perbandingan penggunaan serabut ini lebih sedikit daripada cangkangnya sebab
sifat dari serabut ini mudah terbakar dan menjadi abu. Dalam perbandingan yang
sedemikian, jika penggunaan serabut terlalu banyak maka akan berdampak buruk
pipa water wall, akibat abu hasil pembakaran beterbangan dalam ruang dapur dan
menutupi pipa water wall, disamping mempersulit pembuangan dari pintu
ekspansion door (Pintu keluar untuk abu dan arang) akibat terjadinya penumpukan
yang berlebihan.
2.2.3 Abu Kerak Boiler
Pada proses pembakaran bahan bakar boiler, ada 2 jenis limbah yang
dihasilkan yaitu:
1) Fly Ash
2) Bottom Ash
Perbedaan kedua jenis limbah ini hanya bentuk dan ukuran. Pada fly ash ukuran
partikel lebih kecil bila dibandingkan dengan bottom ash. Fly ash biasanya
terbawa keluar akibat adanya panas yang tinggi dan tekanan yang tinggi juga
dalam tungku pembakar tersebut. Fly ash ini yang keluar dan terkumpul pada dust
collector. Bottom ash yang berukuran lebih besar ini terkumpul di bawah tungku
dan mengeras.
Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit adalah abu yang telah mengalami
proses penggilingan dari kerak pada proses pembakaran cangkang dan serat buah
pada suhu 500 – 700°C pada dapur tungku boiler yang dimanfaatkan untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).Dari pembakaran tersebut akan
menghasikan ± 3 - 5 ton/minggu kerak boiler.
Menurut Pordinan, (2008:16) “Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit
merupakan biomas dengan kandungan silika (SiO2) yang potensial dimanfaatkan.
putih keabuan akibat pembakaran dengan suhu yang tinggi dengan kandungan
silika 89,9105 %”.
Menurut pengamatan penulis pemilihan abu kerak boiler cangkang kelapa
sawit sebagai bahan tambahan semen pada mortar, yaitu :
1) Pengadaannya cukup mudah dan murah sehingga bila ditinjau dari segi
ekonomis akan lebih menguntungkan;
2) Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit sisa pembakaran dari Pabrik
Kelapa Sawit cukup melimpah;
3) Pemilihan abu kerak boiler cangkang kelapa sawit sebagai campuran
semen yang memiliki Silica (SiO2) cukup tinggi merupakan pengikat
agregat yang baik. Pordinan, (2008:16)
No Parameter
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Kerak Boiler
2.3 Semen Portland
Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula
dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat, dengan kata
halus, bila ditambah air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat mengeras dan
digunakan sebagai pengikat (mineral glue). Pada mulanya semen digunakan
orang-orang Mesir Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5
dimana batu batanya satu sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama
berabad-abad. Bahan pengikat ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena
mereka membuat api di gua-gua dan bila api kena atap gua maka akan rontok
berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena hujan menjadi keras dan mengikat
batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang sebagai batu Masonrym (Rahadja, 1990).
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya
mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan, yang
digiling bersama-sama bahan utamanya. Bahan utama penyusun semen adalah
kapur (CaO), silica (SiO2), dan alumina (Al2O3). (ASTM C-150)
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air
mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO),
silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3),magnesit (MgO), serta
oksida lain dalam jumlah kecil (Rahadja, 1990).
Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada
kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3
dalam campuran. Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le
Chatelier Flask (Rahadja, 1990).
Oksida % Sumber: Tjokrodimuljo (1992)
Tabel 2.4 Kandungan Bahan-Bahan Kimia Dalam Bahan Baku Semen
2.3.1 Jenis-Jenis Semen Portland
Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM semen portland dapat
dibedakan menjadi lima, yaitu :
1) Tipe I – semen portland jenis umum (normal portland cement)
Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton
secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
2) Tipe II - semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified
portland cement)
Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya panas
lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk
bangunan-bangunan tebal, seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding
penahan tanah yang tebal. Panas hidrasi yang agak rendah dapat
untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi
sulfat agak tinggi.
3) Tipe III – semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength
portland cement)
Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan
atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat
dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama
pada daerah yang mempunyai musim dingin
4) Tipe IV – semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat
portland cement)
Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan
panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini
digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan
gravitasi besar.
5) Tipe V – semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement).
Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk
penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah
atau air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat
2.3.2 Sifat dan Karakteristik Semen Portland
Semen yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan berdasarkan
susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Sifat-sifat semen Portland dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan kimia.
Sifat-sifat Fisika Semen Portland
1. Kehalusan butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan
(setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Sebaliknya,
semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan
awal tinggi. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi bleeding atau
naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton menyusut lebih
banyak dan mempermudah terjadinya retak dan susut.
2. Kemulusan
Kemulusan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran dari
kemampuan pengembangan dari bahan-bahan campurannya dan kemampuan
untuk mempertahankan volumenya setelah mengikat. Ketidakmulusan pasta
semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang
pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat di dalam campuran
tersebut.
3. Waktu Pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung
cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Waktu ikat awal
yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen
hingga hilangnya sifat keplastisan.
b. Waktu ikat akhir
yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.
Waktu pengikatan diukur dengan alat vicat atau Gillmore. Dengan demikian dapat
ditentukan apakah pasta semen itu cukup lama berada dalam keadaan plastis
sampai beton bersangkutan dapat dituang atau dicor.
Menurut SII 0013 – 1977 pada semen portland biasa, waktu ikat awal
minimal 60 menit, sedang waktu ikat akhirnya maksimum 8 jam. (Tjokrodimulyo,
K. 1996).
4. Perubahan Volume
Kekekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran
yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya kapur bebas yang
pembakaran semen tidak sempurna. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian
5. Kepadatan (Density)
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. Pada
kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 –3,25
Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran.
6. Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air
serta aspek bahan semen.
7. Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan
air. Jumlah panas yang dikeluarkan terutama bergantung pada susunan kimia,
kehalusan butiran semen, serta suhu pada waktu dilaksanakan perawatan. Dalam
pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah
yaknitimbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh Karena itu, perlu dilakukan
pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.
8. Kekuatan Tekan
Kekutan semen portland ditentukan dengan menekan benda uji semen
sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika
dengan perbandingan tertentu kemudian dibentuk menjadi kubus atau silinder.
Setelah dirawat dalam jangka waktu tertentu benda uji ditekan sampai hancur
untuk memperoleh gambaran dari perkembangan kekuatan semen portland yang
Sifat-sifat Kimia Semen Portland
Kecepatan Reaksi Sedang Lambat Cepat Lambat
Pelepasan Panas Hidrasi Sedang Sedikit Banyak Sedikit Sumber : Tri Mulyono. 2004
Tabel 2.5 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland
Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama yang menyusun semen
portland yaitu:
Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran dilakukan pada semen
dengan suhu 900 – 1000 ºC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang
menyebabkan rehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau
magnesium yang menguap. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran dari
kesegaran semen. Dalam keadaan normal akan terjadi kehilangan berat sekitar 2%
3. Sisa yang Tidak Larut
Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah sisa bahan tidak aktif yang
terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas semen.
Jumlah maksimum tidak larut yang dipersyaratkan adalah 0,85%.
4. Panas Hidrasi Semen
Proses hidrasi terjadi dengan arah kedalam dan keluar. Maksudnya, hasil
mengendap di bagian luar, semen yang bagian dalamnya terhidrasi secara
bertahap akan terhidrasi sehingga volumenya mengecil (susut). Selama proses
hidrasi berlangsung, akan keluar panas yang dinamakan panas hidrasi. Pasta
semen yang telah mengeras memiliki struktur berpori dengan ukuran yang sangat
kecil dan bervariasi. Setelah proses hidrasi berlangsung, endapan pada permukaan
butiran semen akan menyebabkan difusi air ke bagian dalam yang belum
terhidrasi semakin sulit.
5. Kekuatan Pasta Semen dan Faktor Air Semen
Banyaknya air yang dipakai selama proses hidrasi akan mempengaruhi
karakteristik kekuatan beton. Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk
proses hidrasi tersebut adalah sekitar 25% dari berat semen. Jika air yang
digunakan kurang dari 25%, maka kelecekan atau kemudahan dalam mengerjakan
tidak akan tercapai. Beton yang memiliki workability baik didefenisikan sebagai
beton yang dapat dengan mudah dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan dan
dapat dengan mudah dibentuk. Kekuatan beton akan turun jika air yang
ditambahkan ke dalam campuran semakin banyak. Karena itu penambahan air
dalam rencana tercapai. Faktor Air Semen (FAS) atau Water Cement Ratio
(WCR) adalah berat air dibagi dengan berat semen. Fas yang rendah
menyebabkan air yang berada di antara bagian-bagian semen sedikit dan jarak
antar butiran -butiran semen menjadi kecil.
Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu lama,
cara penyimpanan semen perlu diperhatikan. Semen harus terbebas dari bahan
kotoran dari luar, semen dalam kantong harus disimpan dalam gudang tertutup,
terhindar dari basah dan lembab dan tidak bercampur dengan bahan lain. Urutan
penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang
terpakai lebih dahulu.
2.4 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh
perekat semen ( CUR 2,1993 ).Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa
sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen,
dan rapat, dimana agregat yang berukuan kecil befungsi sebagai pengisi celah
yang ada diantara agregat berukuran besar. ( Nawy, 1998 ).
Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material
granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton semen
hidrolik atau adukan. Kandungan agregat dalam suatu campuran beton biasanya
sangat tinggi, komposisinya dapat mencapai 60% - 70% dari berat campuran
beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai bahan pengisi, tetapi karena
Karena itu karakteristik dari agregat perlu dipelajari dengan baik, sebab agregat
dapat menentukan sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan. (Tri Mulyono,
2004)
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih
kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan
untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul$tanggul
penahan tanah, bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir
dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya
(Nugraha, P., 2007).
Penggunaan agregat dalam beton adalah untuk :
1.Menghemat penggunaan semen portland
2.Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
3.Mengurangi susut pengerasan beton.
4.Mencapai susunan beton yang padat. Dengan gradasi yang baik, maka akan
didapatkan beton yang padat.
5.Mengontrol workabilitas beton. Dengan gradasi agregat yang baik (gradasi
menerus), maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan.
(Wuryati S. dan Candra R.,2001)
2.4.1 Agregat Halus
Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 kekasaran pasir dibagi menjadi
empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar
dan kasar. Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat
1. Pasir harus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Hal ini dikarenakan
3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering
pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta
semen, jika konsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan
berkualitas rendah.
4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak.
5. Gradasinya harus memenuhi syarat seperti berikut ini:
Lubang Ayakan (mm)
Persen Bahan Butiran yang Lewat Ayakan
Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007
Tabel 2.6 Gradasi Pasir
Keterangan:
Daerah I : Pasir kasar
Daerah III : Pasir agak halus
Daerah II : Pasir agak kasar
Daerah IV : Pasir halus
Agregat halus biasanya merupakan pasir yang berasal dari disintegrasi
alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran terbesar 4,8 mm. Pasir alam dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) macam (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007), yaitu:
1. Pasir galian.
Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali.
Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan
garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran
tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu.
2. Pasir sungai.
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya
Berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar butiran agak
kurang karena bentuk butiran yang bulat.
3. Pasir laut.
Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat
garam. Garam ini menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir
selalu agak basah serta menyebabkan pengembangan volume bila dipakai pada
bangunan. Selain dari garam ini mengakibatkan korosi terhadap struktur beton,
oleh karena itu pasir laut sebaiknya tidak dipakai.
2.4.2 Agregat Kasar
Berdasarkan berat jenisnya, agregat kasar dibedakan menjadi 3 (tiga)
golongan (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007), yaitu:
1. Agregat normal
Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5 - 2,7 gr/cm3.Agregat
ini biasanya berasal dari agregat basalt, granit, kuarsa dan sebagainya. Beton yang
dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3 gr/cm3.
2. Agregat berat
Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8 gr/cm3,
misalnya magnetik (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai
berat jenis tinggi sampai 5 gr/cm3. Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari
radiasi.
3. Agregat ringan
Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 gr/cm3
yang biasanya dibuat untuk beton non struktural atau dinding beton. Kebaikannya
adalah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan pondasinya
Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007
Tabel 2.7 Gradasi Kerikil
2.5 Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen serta sebagai bahan pelumas antara butir-butir
agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan(Tjokrodimuljo,1992).
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi
semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton.
Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa, yang tercemar garam, minyak, gula, atau
bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan
kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan (Tri
Mulyono, 2004).
Air yang digunakan dalam campuran beton minimal memenuhi
persyaratan sebagai air minum, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus Lubang Ayakan (mm)
Persen bahan butiran yang lewat ayakan
memenuhi persyaratan sebagai air minum. Dalam pemakaian air untuk beton
sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1992) :
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik) lebih dari 15 gr/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.
2.6 Beton
Beton didefinisikan sebagai bahan yang diperoleh dengan mencampurkan
agregat halus, agregat kasar, semen portland dan air tanpa tambahan zat aditif
(PBI, 1971). Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, yaitu
beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan
juga bahan pozzolan, abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain$lain
(Neville dan Brooks, 1987).
Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio
perbandingan air terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan menambah
kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton ditentukan oleh
perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan
beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik (Nugraha, P., 2007).
Beton memiliki beberapa faktor keunggulan sehingga pemakaiannya
a. Ketersediaan (availability) material dasar.
Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dengan mudah dari lokal
setempat dan harga yang relatif murah.
b. Kekuatan tekan tinggi.
Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk
dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan
konstruksi.
c. Kemudahan untuk digunakan (versatility).
Pengangkutan bahan mudah, karena masing$masing bisa diangkut
secara terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan,
fondasi, jalan, landasan bandar udara,dan pipa.
d. Kemampuan beradaptasi (adaptability)
Beton bersifat monolit, tidak memerlukan sambungan seperti baja. Beton dapat
dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang
(shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi.
e. Kebutuahan pemeliharaan yang minimal.
Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat
sehingga tidak perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga
mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, yaitu (Nugraha, P.,
2007) :
1. Kuat tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar
3. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3
4. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
5. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan
6. Daya pantul suara yang besar
7. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah dari beton
8. Konduktivitas termal beton relatif rendah
2.7 Kemampuan Dikerjakan (workabilitas) Beton
2.7.1 Pengertian Workabilitas
Yang dimaksud dengan workabilitas adalah bahwa bahan-bahan beton
setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa
sehingga adukan mudah diangkut, dituang / dicetak, dan dipadatkan menurut
tujuan pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau
penurunan mutu.(Wuryati S. dan Candra R.,2001)
Menurut S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin(2003) ada beberapa
parameter untuk mengetahui workabilitas beton segar adalah :
1. Compactible, yaitu kemudahan beton untuk dipadatkan dengan baik.
Pemadatan bertujuan untuk mengurangi rongga-rongga udara yang
terjebak di dalam beton sehingga diperoleh susunan yang padat dan
memperkuat ikatan antar partikel beton.
2. Mobilitas, yaitu kemudahan beton untuk mengalir atau dituang dalam
cetakan dan dibentuk. Adukan beton juga harus dapat mengisi ruang di
3. Stabilitas, yaitu kemampuan beton untuk tetap stabil, homogen selama
pencampuran, serta tidak terjadi segregasi dan bleeding.
Agar diperoleh beton keras yang dengan kualitas yang baik, maka adukan
beton segar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mudah dicampur dan diangkut
2. Adukan beton harus seragam atau memenuhi syarat homogenitas
3. Mudah dialirkan dan dibentuk
4. Dapat dipadatkan dengan baik tanpa mengeluarkan banyak tenaga
5. Tidak terjadi segregasi saat penuangan
6. Dapat diselesaikan dengan mudah (finishing), dengan cetok ataupun alat
penghalus permukaan lainnya (S. Mindesss, Francis Y. dan D.
Darwin,2003)
Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan dikerjakan antara lain
(Kardiyono Tjokrodimulyo,2007):
1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. makin banyak air
yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan. Tetapi pemakaian
air juga tidak boleh terlalu berlebihan.
2. Penambahan semen kedalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan
betonnya, karena pasti juga diikuti dengan penambahan air campuran
untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.
3. Gradasi campuran pasir dan kerikil, jika campuran pasir dan kerikil
mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan
4. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.
5. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh terhadap
cara pengerjaan.
6. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.
7. Selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah
kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan bahan tambah
dalam campuran beton.
2.7.2 Segregasi
Segregasi adalah pemisahan agregat kasar dari campuran adukan beton.
Ada dua tipe pemisahan agregat, yaitu pemisahan partikel berat ke dasar beton
segar atau pemisahan agregat kasar dari campuran beton karena penggetaran yang
salah. (S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003)
Neville (1981) menuliskan bahwa terdapat dua bentuk segregasi beton
segar yaitu partikel yang lebih kasar cenderung memisahkan diri dari partikel
yang lebih halus dan terpisahnya air semen dari adukan.
Menurut Nugraha dan Antoni (2007) ada beberapa faktor yang
menyebabkan segregation yaitu:
1. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25mm
2. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus
3. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran
4. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat
2.7.3 Bleeding
Bleeding dapat menyebabkan kelemahan, porositas dan keawetan yang
kurang. Kantung-kantung air terjadi di bawah agregat kasar atau dibawah
tulangan, yang menimbulkan daerah-daerah lemah dan mereduksi ikatan-ikatan.
Jika air menguap sangat cepat akan terjadi retakan-retakan plastis. (S. Mindesss,
Francis Y. dan D. Darwin,2003)
Menurut Mulyono (2003) pemisahan air (bleeding) dapat dikurangi dengan
cara:
1. Memberi lebih banyak semen
2. Menggunakan air sedikit mungkin
3. Menggunakan butir halus lebih banyak
4. Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.
2.7.4 Slump Test
Pengukuran dengan tes slump ini bertujuan untuk mengukur tinggi
penurunan adukan beton setelah wadah diangkat. Slump yang tinggi menunjukkan
bahwa adukan beton terlalu cair, begitu juga sebaliknya. Adukan beton yang
mudah dikerjakan atau dituang dan dipadatkan dalam cetakan (acuan), biasanya
mempunyai nilai slump antara 7 sampai 12 cm. Untuk beton yang pemadatannya
dengan alat penggetar, nilai slump 5 cm masih cukup baik untuk dikerjakan. Akan
tetapi jika nilai slumpnya lebih dari 12,5 cm, pemadatan dengan alat getar harus
dihindari karena dapat mengakibatkan terjadinya pemisahan butir (segregasi) dan
Tes Slump cocok untuk beton segar dengan workabilitas sedang sampai
workabilitas tinggi (25 mm 12,5 mm). Untuk campuran yang terlalu kering,
dengan nilai slump 0, tes slump tidak dapat membedakan beberapa campuran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Limbah Kelapa Sawit
Menurut kelompok riset internasional, Oil World memprediksi ekspor
minyak sawit global akan meningkat sebesar 3,3 persen menjadi 43,3 juta ton
sepanjang 2015. Oil World juga menyatakan, Indonesia masih akan menjadi
produsen minyak terbesar tahun ini dengan total produksi sebanyak 32,7 juta ton.
Mengutip Daily Express, Senin (2/2/2015), pasokan minyak sawit global
akan lebih tinggi karena tingginya permintaan dari China, India, Pakistan dan
negara-negara Uni Eropa.
Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu penghasil kelapa sawit
terbesar di Indonesia dengan luas area mencapai 5,02 juta hektar dan dengan
jumlah produksi buah kelapa sawit mencapai 1.007.985 ton pertahun. Produksi
kelapa sawit selain menghasilkan minyak juga menghasilkan produk samping
berupa limbah kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kepala sawit
sekitar 60 % dari jumlah produksi buah kelapa sawit (Mulia, 2007).
Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu
limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit
proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon.
Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik
limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang
berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah
cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau
lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau
busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi
(leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur
aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah (Wahyono, 2009).
Gambar 1.1 Boiler Pabrik Kelapa Sawit
Limbah hasil pembakaran boiler dan dari kedua proses dihasilkan dua tipe
abu yaitu abu boiler dan palm oil fuel ash (pofa). Abu boiler terdiri dari
pembakaran serat sawit dan cangkang sawit yang didalamnya terdiri dari kerak
boiler dan abu boiler. Sedangkan pofa didapat dari pembangkit listrik yang
menghasilkan listrik yang menggunakan serat sawit, cangkang dan tandan kosong
1.1.2 Limbah Cangkang Telur
Cangkang telur merupakan salah satu limbah peternakan yang menjadi
masalah egg breaking plant dan industri pengolahan pangan yang berbahan baku
telur. Tidak ada data yang memuat angka pasti jumlah cangkang telur yang
dihasilkan pertahun di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari jumlah produksi
telur ayam ras dan industi pengolahan pangan yang berbahan baku telur maka
dapat dipastikan jumlah limbah cangkang telur juga akan cukup besar. Sebagai
gambaran ketersediaan telur ayam ras Sumatera Utara pada thn 2008 mencapai
85.898 ton. sedangkan kebutuhannya hanya 75.087 ton. Sehingga masih ada
cadangan 10.811 ton. Untuk produksi telur di Sumatera Utara setiap tahunnya
secara umumnya melebihi kebutuhan masyarakat dan bahkan sekira 10-50% di
pasok keluar propinsi seperti ke Jabotabek
(http:/hariansib.com-ketersediaan-sembako-disumut-aman/).
Dilakukan investigasi pada limbah cangkang telur dan ditemukan
digunakan pada pasta dinding keramik. Berdasarkan adanya CaCO3 pada
cangkang telurdapat digunakan sebagai pengganti bahan dasar dalam
menghasilkan keramik dinding. Juga ditemukan cangakang telur dapat digunakan
sebagai pengganti yang sempurna pada material yang akan digunakan kembali
dan limbah daur ulang (Freire dan Holanda, 2006). Pada penelitiannya abu
cangkang telur dapat digunakan sebagai pengganti semen dimana hasilnya lebih
tinggi pada kuat tekan pada tanah yang kaya akan besi dan aluminium. Pada