DAMPAK PEMBANGUNAN IRIGASI TERHADAP
KETAHANANPANGANRUMAHTANGGAPETANIPADIPADA
IRIGASI BATANG ANAl, KABUPATEN PADANG PARIAMAN
Oleh:
mON HENDRA
NRP A 155030111
PROGRAM STUDI
ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PEDESAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
SURATPERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa segala pemyataan dalam tesis
saya yang beIjudul:
DAMPAK PEMBANGUNAN IRIGASI TERHADAP KETAHANAN
PANGAN RUMAHTANGGA PETANI
PADIPADA IRIGASI BATANG
ANAl, KABUPATEN PADANG PARIAMAN
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan
Komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
pada program sejenis diperguruan tinggi lain. Semua daa dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Mei 2006
ABSTRAK
JHON HENDRA Dampak Pcmbangunan Irigasi terhadap Ketahanan Pangan Rumah-tangga Pelani Padi pad a I rigasi Batmlg Anai, Kabupaten Padang Pariamml (HERMANTO SIREGAR sebagai Ketua dan HARIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Pemanfaatan sumberdaya air seeara efektif dan efisien dapal meningkalkan produksi pertanian dan ketahanan pangan rumahtangga. Ketersediaan padi di Kabupalen Padang Pariaman selama 13 tahun terakhir menunjukkan laju pertumbuhan yang rendah yaitu sebesar 0,52 persen. Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi padi melalui pembangunan irigasi Batang Anai, letapi sampai saal ini pembangunan irigasi baru menyelesaikan tahap pertama seluas 6.764 ha dari rencana 13.604 ha. Berdasarkan kondisi lersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pembangunan irigasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahlangga petani padi. Analisis dilakukan seeara deskriptif dan menggunakan met ode Two Srage [,east Squares (2 SLS). Hasil analisis menunjukkan bahwa daerah irigasi dalam usahatani padi lebih efisien daJam penggunaan input perlanian seperli pupuk, bibit dan tenaga kerja dibandingkan daerah tanpa irigasi. Hal ini mendorong tingkal pendapatan. kelersediaan
dan kecukupan energi rumahtangga pelani padi di daerah lrigasi lebih tinggi. Kctahnnal1
pangan rumahtangga pctani padi dipcngaruhi oleh luas areal garapan yang diusahakan. jumlah tcnaga ォ」セゥャャ@ rumahtangga yang bcrburuhtani dan non-pcrtanian. pcndidikan sualni dan iSlri,jumlah anggota kcluarga. nilai padi yang tidak diJlIaL harga pndi. dan pcngc!uaran
pangan.
@
Hak cipta milik Jhon Hendra, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
DAMPAK PEMBANGUNAN IRIGASI TERHADAP KETAHANAN
PANGAN RUMAHTANGGA PETANI PADI PADA IRIGASI
BATANG ANAl, KABUPATEN PADANG PARIAMAN
Oleh:
JHONHENDRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi
IImu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
Nama Mahaiswa :
NomorPokok
Program Studi
Dampak Pembangunan lrigasi Terhadap Ketahanan
Pangan Rumahtangga Petani Padi Pada Irigasi Batang
Anai, Kabupaten Padang Pariaman
Jhon Hendra
A
155030111
IImu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui,
1.
Komisi Pembimbing
セ@
Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc
Ketua
Prof. Dr.lr. bang Gonarsyah
Tanggal Ujian: 17 April
2006Mengetahui,
. Ir. Harianto, MS
Anggota
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Allah Subha.na Wata'ala yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesi dengan judul: Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Padi Pada Irigasi Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi lImu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor.
Seiring dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir.Hermanto Siregar, MEc
selaku Ketua Kornisi Pembimbing danBapak Dr. Ir.Harianto, MS
selaku anggota Kornisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dari awal hingga tersusunnya tesis ini.Ucapan terima kasih khususnya kepada istriku tercinta Euis Siti Aisyah serta anak-anakku Naila dan Nadia atas keiklasan dan pengertian yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dernikian pula kepada Ibunda dan Ayahanda yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril kepada penulis.
Selanjutnya ucapan terima kasihjuga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Rektor, Dekan Sekolah Pascasrujana dan Ketua Program Studi lImu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan
dan
fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan Program Magister Sains di Sekolah Pascasrujana Institut Pertanian Bogor.2. Bapak Menteri Pertanian, Bapak KepaIa Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Departemen Pertanian dan Bapak Kepala Badan Ketahanan Pangan yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa.
3. Bapak Dosen di lingkungan Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan.
5. Bapak Kepala Dinas PekeIjaan Umum Kabupaten Padang Pariaman
danKepala Cabang Dinas IV PekeIjaan Umum Kecamatan Lubuak Alung yang
telah membantu penulis daIam memperoleh data.
6. Bapak
danIbu petani padi, selaku responden yang telah memberikan jawaban
sebagai data penuIisan tesis.
7. Adikku Yeni, Aid
danMon yang telah memberikan dorongan moril dan
semangat untuk menyelesaikan tesis ini.
8. Dan kepada pihak-pihak lain yang
tidak
dapat penuIis sebutkan satu per satu
atas bantuannya daIam penyusunan tesis.
Bogor, Mei 2006-05-02
RIWAYATHIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Padang Panjang, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 12 Maret 1974 dari ayah Yusni Datuk Rangkai Tuo dan ibu Syamsidar. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padang Panjang dan pada tabun yang sarna lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.
DAFTARISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFT AR GAMBAR ... x
DAFT AR LAMPlRAN ... xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... I 1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Irigasi ... 8
2.1.1. Definsi dan Fungsi Irigasi... ... 8
2.1.2. Klasifikasi lrigasi ... 8
2.1.3. Pengelolaan Irigasi ... 1 0 2.2. Konsep Pembangunan Irigasi ... 12
2.3. Konsep Ketahanan Pangan ... 13
2.3.1. Definisi Ketahanan Pangan ... 13
2.3.2. Indikator Ketahanan Pangan ... 14
2.3.3. Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumabtangga.15 2.4. Konsep Ekoncmi Rumahtangga Pertanian ... 16
2.4.1. Perilaku Rumabtangga Pertanian ... 16
2.4.2. Model Ekonomi Rumahtangga ... 17
2.5. Fungsi Produksi ... 24
2.6. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2005 ... 27
2.7. Proyek lrigasi Batang Anai ... 29
2.8. Studi-Studi Terdahulu ... .30
2.8.1. Studi Tentang Pembangunan Irigasi ... .30
2.8.2. Studi Tentang Ketahanan Pangan ... .31
2.8.3. Studi Tentang Ekonomi Rumahtangga di Indonesia ... .32
IlL KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... .34
3.2. Kerangka Teoritis ... .36
3.3. Kerangka Pemikiran OperasionaI dan Definisi Operasional... ... .37
3.4. Hipotesis ... .40
IV.
METODOLOGI
PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian ... 424.2. Sumber data dan Pemilihan Sampel ... .42
4.3. Analisis ... .43
4.3.1. Analisis Deskriptif. ... 43
4.3.2. Anaiisis Ekonometerika ... .44
4.3.2.1. Produksi Padi ... .48
4.3.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi ... 51
4.3.2.4. Biaya Produksi Padi.. ... 52
4.3.2.5. Pendapatan Rumahtangga Petani Padi.. ... 53
4.3.2.6. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Petani Padi.. .. 55
4.3.2.7. Ketersediaan Pangan ... 56
4.3.2.8. Kecukupan Energi.. ... 57
4.4. Identifikasi Model ... 57
4.5. Pendugaan Model ... 61
4.6. Valiasi Model ... 61
4.7. Simulasi Model ... 63
v.
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK 5.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 675.1.1. lrigasi Batang Anai... ... 67
5.2.1. Nagari Lubuk Alung ... 68
5.2.2. Nagari Sintuk ... 69
5.2. Karakteristik Rumahtangga Pertanian ... 70
5.3. Keragaan Usahatani Padi ... 71
5.3.1. Luas Garapan ... 72
5.3.2. Penggunaan Sarana Produksi. ... 72
5.3.3. Kebutuhan Tenaga Kerja ... 73
5.3.4. Produksi ... 74
5.3.5. Pendapatan Usahatani Padi... ... 75
5.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani ... 76
5.5. Konsumsi dan Kecukupan Energi-Protein ... 79
5.6. Kelembagaan Pengelolaan Irigasi.. ... 81
5.6.1. Kelembagaan Petani Pengelola Irigasi (P3A} ... 81
5.6.2. Penyerahan Pengelolaan Irigasi ... 87
VI. KINERJA MODEL PERILAKU RUMAHTANGG PERTANIAN 6.1. Kinerja Umum Model ... 89
6.2. Produktivitas dan Biaya Usahatani ... 90
6.2.1. Luas Garapan dan Produktivitas Usahatani Padi ... 90
6.2.2. Penggunaan Pupuk ... 94
6.2.3. Penggunaan Bibit ... 96
6.2.4. Penggunaan Air ... : ... 97
6.2.5. Penggunaan Tenaga Kerja ... 98
6.3. Pendapatan Rumahtangga Petani Padi... ... 1 00 6.3.1. Berburuh Non-Pertanian ... 100
6.3.2. Total Pendapatan Berburuh ... 101
6.4. Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi.. ... 1 03 6.4.1. Pengeluaran Pangan ... 1 03 6.4.2. Penge1uaran Kesehatan ... 1 05 6.4.3. Pengeluaran Pendidikan ... 107
6.4.4. Nilai Padi yang Tidak Oijual ... 108
6.5. Kecukupan Energi Rumahtangga Petani Padi.. ... 110
[image:12.549.66.450.11.772.2]VII. DAMPAK PEMBANGUNAN IRIGASI DAN KEBiJAKAN PEMERINTAH TERHADAPKETAHANANPANGAN
7.1. Hasil Validasi Model ... 112
7.2. Simulasi Pengaruh Pembangunan Irigasi ... 115
7.2.1. Peningkatan Luas Areal Garapan ... 115
7.2.2. Peningkatan Penggunaan Air ... 118
7.3. Simulasi Pengaruh Kebijakan Pemerintah ... 121
7.3.1. Kenaikan Harga Padi ... 121
7.3.2. Kenaikan Harga Pupuk Urea. ... 124
7.3.3. Kenaikan Harga Pupuk TSP ... 128
7.3.4. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk dan Harga Padi ... 131
7.3.5. Kenaikan Tingkat Upah Berburuhtani ... 134
7.4. Simulasi Pengaruh Indikator Ketahanan Pangan ... 137
7.4.1. Peningkatan Nilai Padi yang Tidak Dijual ... 137
7.4.2. Peningkatan Pengeluaran Pangan ... 139
7.4.3. Kombinasi Nilai Padi yang Tidak Dijual dan Luas Areal Garapan ... 142
7.5. EValuasi Hasil Simulasi ... 144
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 149
8.2. Saran ... 152
DAFfAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan ketersediaan kalori dan protein
per kapita per hari ... 2
2. Perkembangan konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein ... 3
3. Luas Tanam, Produktivitas dan Produksi Padi Kabupaten Padang Pariaman 1990-2003 ... 5
4. Jenis dan Jumlah Irigasi Kabupaten Padang Pariaman Tahun 1990- 2003 (Hektar) ... 5
5. Perbandingan Perubahan Harga Pembelian Gabah oleh Pemerintah Berdasarkan Inpres No 9 tahun 2002 ke Inpres No 2 tahun 2005 ... 29
6. Peubah-Peubah yang digunakan dalam Model Penelitian ... 47
7. Persamaan-Persamaan Struktural dan Identitas dalam Model Penelitian ... 59
8. Karakteristik Demografi Rumahtangga Petani Responden ... 70
9. Pemilikan Lahan oleh Rumahtangga Petani Padi ... 71
10. Penggunaan Sarana Produksi Usahtani Padi per Musim TanamIHa ... 73
II. Biaya Usahatani per ha per Musim Tanam (dalam rupiah) ... 75
12. Analisis Pendapatan Usahtani Padi per dua Musim Tanam ... 76
13. Ragam Pendapatan Rumahtangga Petani Padi di Daerah Penelitian ... 77
14. Tingkat Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi per Bulan ... 78
15. Bentuk Tabungan Rumahtangga Petani Padi ... 78
16. Tingkat konsumsi dan Kecukupan Gizi Rumahtangga Petani Padi... .... 79
17. Kontribusi Energi Rumahtangga Menurut Kelompok Pangan ... 80
18. Kontribusi Protein Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Pangan ... 80
19. Pangsa Pengeluaran Rumahtangga terhadap Jenis Pangan ... 81
20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Areal Garapan ... 90
21. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Padi ... 93
22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Nilai Penggunaan Pupuk ... 94
23. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bibit Padi ... 96
24. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Air ... 97
26. Hasil Pendugaan Parameter Jumlah Tenaga Kerja
Rumahtangga yang berburuh Non-Pertanian ... 101 27. Hasil Pendugaan Parameter Total Pendapatan
Rumahtangga Petani Padi dari Kegiatan Berhuruh ... 102
28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran
Pangan Rumahtangga Petani Padi ... 104
29. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran
Kesehatan Rumahtangga Petani Padi.. ... 106
30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran
Pendidikan Rumahtangga Petani Padi ... 107
31. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Padi yang Tidak Dijual... ... 109
32. HasH Pendugaan Parameter Persamaan Kecukupan
Energi Rumahtangga Petani Padi.. ... 110
33. HasH Validasi Model HasH Analisis Nilai Simulasi Dasar dan Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah lrigasi... ... 113
34. HasH Validasi Model HasH Analisis NHai Simulasi Dasar dan Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Tanpa lrigasi .. 114
35. Dampak Peningkatan Luas Areal Garapan (30%) terhadap Perilaku Rumah Tangga Petani Padi di Daerah lrigasi.. ... 116
36. Dampak Peningkatan Luas Areal Garapan (30%) terhadap Perilaku Rumah Tangga Petani Padi Daerah Tanpa lrigasi ... 117
37. Dampak Peningkatan Penggunaan Air lrigasi Sebesar (10%)
Terhadap Ekonomi Rumah-tangga Petani Padi Daerah Irigasi ... 119
38. Dampak Peningkatan Penggunaan Air lrigasi (10010) Terhadap
Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Daerah Tanpa Irigasi ... 120
39. Dampak Peningkatan Harga Padi (30 %) Terhadap Ekonomi
Rumahtangga Petani Padi di Daerah lrigasi.. ... 122
40. Dampak Peningkatan Harga Padi (30%) Terhadap Ekonomi Rumah-tangga Petani Padi Daerah Tanpa lrigasi ... 123
41. Dampak Peningkatan Harga Pupuk Urea (25%)Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi ... 125
42. Dampak Peningkatan Harga Pupuk Urea (25%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Tanpa lrigasi ... 126
43. Dampak Peningkatan Harga Pupuk TSP (30%) Terhadap Ekonomi Rumah-tangga Petani Padi di Daerah Irigasi.. ... 129
44. Dampak Peningkatan Harga Pupuk TSP (30%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Tanpa Irigasi ... 130
46. Dampak Peningkatan Harga Padi (30%), Pupuk Urea (25%) dan -Pupuk TSP (30%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi
di Daerah Tanpa Irigasi ... 133
47. Dampak Peningkatan Upah Berburuh Tani (20%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Irigasi.. ... 135
48. Dampak Peningkatan Upah Buruhtani (20%) Terhadap Ekonomi
Rumahtangga Petani Padi di Daerah Tanpa lrigasi ... 136
49. Dampak Peningkatan Nilai Padi yang Tidak Dijual (15%)
Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Irigasi ... 137
50. Dampak Peningkatan Nilai Padi yang Tidak Dijual (15%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Daerah Tanpa lrigasi ... 138
51. Dampak Peningkatan Pengeluaran Konsumsi Pangan (15%)
Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Daerah Irigasi ... 140
52. Dampak Peningkatan Pengeluaran Konsumsi Pangan (15%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Daerah Tanpa Irigasi ... 141
53. Dampak Peningkatan Nilai Padi yang Tidak Dijual (15 %) dan Luas Areal Garapan (30%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi Daerah Irigasi ... 143
54. Dampak Peningkatan Nilai Padi yang Tidak Dijual (15%) dan Luas Areal Garapan (30%) Terhadap Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi Daerah Tanpa lrigasi.. ... 144
55. Rekapitulasi Pengaruh Pembangunan Irigasi terhadap
Ketahanan Pangan Rumahtangga di Daerah lrigasi... ... 145
56. Rekapitulasi Pengaruh Pembangunan Irigasi terhadap
Ketahanan Pangan Rumahtangga di Daerah Tanpa Irigasi ... 146
Nomor I.
2.
3.
4.
DAFTAR GAMBAR
Halaman Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan Pangan
Rumahtangga Petani Padi ... 35
Alur Kerangka Pemikiran Operasional Dampak Investasi
Pembangunan Irigasi terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga ... 41
Hubungan Keterkaitan antar Peubah Eksogen dan Endogen ... 46
DAFTAR LAMPlRAN
Nomor Halaman
1. Data statistik Responden Petani Padi di Daerah lrigasi ... 157 2. Data Statistik Responden Petani Padi di Daerah Tanpa lrigasi... ... 158 3. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Padi ... 159 4. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi
Rumahtangga Petani PadL ... 166 5. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Luas Areal Garapan 30 Persen ... 168 6. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Penggunaan Air 30 Persen ... 169 7. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Harga Padi 30 Persen ... 170 8. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Harga Pupuk Urea 25 Persen ... 171 9. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Harga Pupuk TSP 30 Persen ... 172 10. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Upah Berburuhtani 30 Persen ... 173 11. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Harga Padi 30 Persen,
Harga Pupuk Urea 25 persen dan Harga Pupuk TSP 30 persen ... 174 12. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Nilai Padi Tidak di Jual ... 175 13. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Pengeluaran Pangan 30 Persen ... 176 14. Program Pendugaan Parameter Model Ekonomi Rumahtangga
Petani Padi dengan Kenaikan Luas Areal Garapan 30 Persen
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
mempunyai peran yang strategis didalam peningkatan produk domestik bruto,
penyediaan pangan, penyediaan baban baku industri, peningkatan ekspor dan
devisa negara, penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha,
pening-katan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mencapai
tujuan pembangunan pertanian tersebut perlu ditopang oleh kegiatan
pembangun-an pada berbagai sektor pertpembangun-anipembangun-an seperti pembpembangun-angunpembangun-an pengairpembangun-an.
Pembangunan pengairan merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan
sumberdaya air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna untuk
menunjang program peningkatkan produksi pertanian dan kesejabteraan
masya-rakat. Pada sisi lain, adanya perubaban tujuan pembangunan pertanian dari
meningkatkan produksi untuk swasembada beras menjadi melestarikan ketabanan
pangan, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan kesempatan kerja di
pedesaan serta perbaikan gizi keluarga (Penjelasan Peraturan Pemerintab Nomor
77 Tabun 200 I). Untuk dapat mempertahankan tingkat produksi padi dan bahan
pangan lainnya dalam rangka melestarikan ketahanan pangan dan peningkatan
pendapatan petani diperlukan pembangunan jaringan irigasi.
Menurut Undang-undang No.7 tabun 1996 tentang pangan, ketabanan
pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumabtangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlab maupun
mutu-nya, aman, merata dan terjangkau. Dengan demikian, ketabanan pangan
merupa-kan salab satu pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Ketidaktabanan atau
kerawanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan sosial, politik dan
keamanan. Kondisi demikian tidak menunjang pelaksanaan program
pembangun-an secara keseluruhpembangun-an.
Pemenuhan pangan bagi setiap rumabtangga merupakan suatu keharusan
dan menjadi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat untuk
mewujud-kannya. Ada beberapa alasan yang mendasari pentingnya pemenuhan pangan
manusia, (2) kualitas pangan yang dikonsumsi berkontribusi terhadap upaya
pembentukan kualitas manusia dan (3) ketahanan nasional akan mantap apabila
kondisi ketahanan pangan pada masing-masing keluarga juga dapat diwujudkan.
Maxwell dan Frankembuger (1992) menyatakan bahwa pencapaian
ketahan-an pketahan-angketahan-an rumahtketahan-angga dapat diukur dengketahan-an berbagai indikator. Indikator
terse-but dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator
dampak. Indikator proses mengambarkan situasi pangan yang ditunjukan oleh
ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak dapat digunakan
sebagai cerminan konsumsi pangan.
Ketersediaan pangan secara nasional dapat dilihat dengan membandingkan
antara kecukupan ォ。ャッセ@ dan energi masyarakat dengan standar kecukupan kalori
dan energi hasil Wydiakarya Pangan dan Gizi. Pada kurun waktu 1999-2003
ketersediaan pangan telah melebihi standar Widyakarya Pangan dan Gizi ke-VIII
tahun 2004 yaitu ketersediaan kalori sudah mencapai 2.992 kilokaloriloranglhari
sementara standar hanya sebesar 2.200 kilokaloriloranglhari dan untuk protein
sebesar 80 gramloranglhari sedangkan standar protein sebesar 57 gramJorangi
hari. Walaupun ketersediaan konsumsi kalori dan protein telah diatas rekomendasi
yang dianjurkan tetapi ada kecenderungan penurunan ketersediaan kalori sebesar
3,44 persen dan protein sebesarl2,78 persen seperti terlihat pada Tabell.
Tabel I. Perkembangan ketersediaan kalori dan protein per kapita per hari
Tahun Kalori (kkal/hari) Protein (I ari)
1999 3.215 85,20
2000 3.099 81,65
2001 3.027 75,94
2002 3.269 79,39
2003 3.098 74,50
Pertumbuhan
- 3,44
- 12,78..
Sumber. Statistik Indonesia 2004
Pada sisi konsumsi pangan terlihat bahwa krisis ekonomi yang berlangsung
sejak pertengahan tahun 1997 sampai dengan sekarang sangat terasa dampaknya
pada semua masyarakat baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.
Dari data SUSENAS terlihat bahwa rata-rata konsumsi energi dan protein
penduduk Indonesia pada krisis tahun 1999 dan 2002 masih rendah jika
diban-dingkan sebelum krisis tahun 1996, hal ini terlihat pada Tabel2.
Tabel 2. Perkembangan konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein
Wilayah 1996 1999 2002
Energi (kkal/kap/hari)
0 Kota 1.983 (77,76) 1.802 (70,67) 1.945 (76,27)
o Desa 2.040 (80,00) 1.879 (73,69) 2.013 (78,94)
0 Desa dan Kota 2.019 (79,18) 1.849 (72,51) 1.987 (71,92)
Protein (gramlkaplhari)
0 Kota 55,9 (101,64) 49,3 (89,64) 55,9 (101,64)
0 Desa 53,7(97,64) 48,2 (87,64) 53,2 (96,73)
o Desa dan Kota 54,5 (99,09) 48,6 (88,36) 54,4 (98,91) Surnber: SUSENAS 1993,1996 dan 2002
Kondisi ketersediaan pangan ditingkat makro tersebut tidak tercermin
dalam tingkat ketersediaan dan konsumsi di tingkat mikro. Hal ini terlihat dari
kemampuan akses rumah tangga terhadap pangan yang masih rendah, dimana
pada tahun 2004 tingkat konsumsi energi per kapita hanya sebesar 1.986
kilo-kalori per hari atau 99,30 persen dari tingkat kecukupan standar yang
direkomen-dasikan dari angka kecukupan konsumsi. Belum tercapainya kecukupan pangan di
tingkat individu juga ditunjukkan oleh masih tingginya proporsi balita yang
mengalami kekurangan gizi yaitu sebesar 24,9 persen dan gizi buruk sebesar 7,7
persen
Pencapaian kecukupan pangan di tingkat individu memerlukan upaya
dalam peningkatan ketersediaan dan kemampuan daya beli masyarakat.
Pening-katan ketersedian pangan khususnya padi dapat melalui pembangunan, perbaikan
dan pengelelolaan irigasi, karena sumbangan irigasi tidak hanya menentukan
produktivitas tetapi juga penentu aplikasi budidaya dan intensitas pertanaman
(IP).
1.2. Perumusan Masalah
Secara makro kemampuan nasional dalam penyediaan pangan menghadapi
kendala yang sangat kompleks seperti adanya kecenderungan penurunan
pertum-buhan produksi pangan khususnya padi. Hal ini dapat dilihat bahwa selama lima
tahun terakhir pertumbuhan produksi padi secara nasional hanya sebesar 0,92
persen dibandingkan dengan tahun 2000 (Badan Pusat Statistik, 2003).
Keterse-diaan padi di Kabupaten Padang Pariaman selama 13 tabun terakhir juga
menun-jukkan laju pertumbuhan yang rendah yaitu hanya sebesar 0,52 persen, dimana
kondisi ini akibat penurunan tingkat produktivitas padi sebesar 0,68 persen seperti
terlihat pada Tabel 3
Tabel 3. Luas Tanam, Produktivitas dan Produksi Padi Kabupaten Padang Pariaman 1990-2003
Tabuo Luas Produkti Produksi Laju(%
Tom(H& JKullla) Ton LuasTom Proktif Produksi
1990 45.744 48,60 222.316
1991 47.104 43,83 206.448 2,97 (9,82) (7,14)
1992 52.121 47,88 249.555 10,65 9,24 20,88
1993 49.428 48,85 241.456 (5,17) 2,03 (3,25)
1994 50.035 49,10 245.672 1,23 0,51 1,75
1995 46.143 48,70 224.716 (7,78) (0,81) (8,53)
1996 48.588 49,32 239.636 5,30 1,27 6,64
1997 40.175 43,00 172.753 (17,31) (12,81) (27,91)
1998 48.270 42,30 204.182 20,15 (1,63) 18,19
1999 55.792 42,00 234.326 15,58 (0,71) 14,76
2000 47.681 42,37 202.024 (14,54) 0,88 (13,79)
2001 47.440 42,49 201.573 (0,51) 0,28 (0,22)
2002 48.160 43,73 210.604 1,52 2,92 4,48
2003 48.679 43,67 212.581 1,08 (0,14) 0,94
Pertumbuhan 48.240 45,42 219.132 1,01 (0,68) 0,52
Sumber: Padang Panaman dalam Angka (dlOlah)
Penurunan produksi ini antara lain disebabkan (a) banyaknya sistem irigasi
yang mengalami kerusakan sehingga banyak lahan sawah menjadi tidak produktif,
dimana secara nasional pada tabun 1999 sekitar 1,8 juta hektar irigasi mengalami
kerusakan atau 30 persen dari total irigasi teknis yang ada I. Kabupaten Padang
Pariaman juga mengalami penurunan luas irigasi menjadi '23.301 ha atau turun
sebesar 14 persen dibandingkan tabun 2002 seperti pada Tabel 4, (b) semakin
terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi pangan akibat
kerusak-an hutkerusak-an dkerusak-an (e) persaingkerusak-an pemkerusak-anfaatkerusak-an sumberdaya air dengkerusak-an sektor industri
dan permukiman. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya peristiwa ElcNino,
dimana menurut Surmaini dan Sugianto (1999) pengaruh El-Nino tabun 1991
1 Kompas. Desember 2004
[image:22.548.82.516.180.419.2]menyebabkan produksi padi nasional turun sebesar 1,09 persen dan tahun 1997
[image:23.548.86.480.132.377.2]turun sebesar 3,64 persen.
Tabel4. Jenis dan Jumlab Irigasi Kabupaten Padang Pariaman Tabun 1990- 2003 (Hektar)
Tabun TekJIis Setengab Sederbana Desa Non Tadab Jumlab
Teknis
PU
Hujan1990
-
8.535 7.969 10.374-
26.8781991
-
8.346 8.300 10.121-
26.7671992
-
8.612 4.727 9.718 5.375 28.4321993
-
8.632 8.890 9.573 1.450 28.5451994
-
9.612 7.973 9.383 1.295 28.2631995 2.019 7.972 8.528 5.660 9.232 33.411
1996 2.019 7.123 3.953 5.660 8.901 27.656
1997 3.779 6.240 4.1I5 4.597 9.954 28.685
1998 4.240 6.227 4.275 4.822 8.858 28.422
1999 4.290 6.563 4.315 4.790 6.636 26.594
2000 5.436 6.856 4.190 5.085 8.814 30.381
2001 6.236 7.242 4.240 5.208 5.205 28.131
2002 5.236 6.789 4.185 4.801 5.641 26.652
2003 4.803 4.265 4.649 4.748 4.837 23.302
Sumber: Padang Panaman dalam Angka (diolah)
Pada sisi lain diketahui babwa 80 persen produksi padi Kabupaten Padang
Pariaman dibasilkan dari sawab beririgasi teknis, semi teknis maupun irigasi desa.
Program ketabanan pangan akan terganggu dengan banyaknya masalab-masalab
yang menghambat kinerja dan fungsi jaringan irigasi yang telab dibangun,
misal-nya bamisal-nyakmisal-nya jaringan irigasi yang rusak karena banjir dan bencana alam dan
terjadinya alih fungsi laban irigasi menjadi sarana atau prasarana jalan dan
perumaban ( Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Padang Pariaman, 2005).
Kallo (1983) menyatakan bahwa kegiatan usaha tani yang berlokasi pada air
irigasi yang terjamin akan memberikan basil produksi yang lebih tinggi daripada
usahatani yang dilokasi yang tidak terjamin air irigasinya. Kondisi ini dapat
diartikan bahwa keberbasilan penggunaan teknologi baru di bidang kimia biologi
dalam rangka peningkatan produktivitas dan basil produksi pertanian sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan dan pengaturan air irigasi. Fagi (1998) dalam
persen terhadap laju kenaikan produksi padi nasional dari tahun 1972-1988.
Sementara Abdurahman, et.al (1999) menyatakan bahwa peningkatan produksi
padi nasional sebesar 75 persen merupakan hasil integrasi antara irigasi, varietas
danpupuk
Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman telah berupaya memacu
pening-katan produksi padi melalui proyek irigasi Batang Anai sejak tahun 1992/1993.
Melalui proyek ini direncanakan akan dapat mengairi sawah seluas 13.604 hektar
melalui dua tahap pelaksanaan. Tahap satu telah selesai pada tahun 1996 dengan
luas sawah yang dapat diairi seluas 6.764 hektar, tetapi untuk pelaksanaan tahap
kedua menghadapi kendala dalam anggaran pembangunan. Pembangunan irigasi
ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi melalui penambahan areal
sawah beririgasi teknis, peningkatan luas areal panen dan peningkatan
produk-tivitas lahan semak belukar, sawah tadah hujan dan sawah beririgasi sederhana. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani
sekaligus menopang ketahanan pangan tingkat keluarga.
Peningkatan produksi padi petani pada satu sisi juga akan mempengaruhi
konsumsi pangan rumahtangga petani disisi lain. Hal ini disebabkan tidak adanya
rumahtangga pertanian yang menjadi produsen murni atau konsumen murni
karena pada umumnya mereka menjual sebagian hasil panen dan sebagian lagi
di-gunakan untuk konsumsi rumahtangga. Dalam konteks ketahanan pangan
pengambilan keputusan oleh rumahtangga pada sisi produksi maupun sisi
konsumsi akan saling terkait, sehingga keputusan pada satu aspek akan dapat
mempengaruhi derajat ketahanan pangan rumahtangga petani baik secara
lang-sung maupun tidak langlang-sung.
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di alas, maka permasalahan pokok yang diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut:
(I) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga
petani padi padi?
(2) Sejauhmana pengelolaan irigasi oleh lembaga pengelola air (P3A) dalam
rangka irigasi berkelanjutan?
(3) Sejauhmana darnpak pembangunan irigasi, perubahan harga input dan harga output terhadap ketahanan pangan rumahtangga petani padi?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan masalah yang telah diuraikan, maka
penelitian ini bertujuan:
(I) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
rumah-tangga petani padi.
(2) Mengetahui pengelolaan
irigasi
oleh lembaga pengelolaair
(P3A) dalamrangka irigasi berkelanjutan.
(3) Menganalisis dampak pembangunan irigasi, perubahan harga
input
danharga output terhadap ketahanan pangan rumahtangga petani padi.
Dari
hasil penelitiandiharapkan
dapat memberikan informasi tentangseberapa besar pengaruh pembangunan
irigasi
Batang Anai tahap pertamater-hadap peningkatan
produksi,
pendapatan dan ketahanan pangan rumahtanggapetani
di Padang Pariaman. Informasi ini diharapkan dapat menjadi bahanper-timbangan untuk melanjutkan pembangunan irigasi Batang Anai tahap dua.
1.4. Ruang Iingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya terbatas kepada rumahtangga petani padi pada daerah
irigasi dan daerah tanpa
irigasi.
Rumahtangga petani padi yang dimaksud adalahrumahtangga yang mengusahakan usahatani padi secara monokulur tanpa
mengabaikan kemungkinan
petani sampel memiliki lebih dari satu usahatani.
Penelitian
ini
hanya mengambil responden terbatas pada petani pemilikpenggarap, dimana secara umum penelitian
ini
bertujuan untuk melihataspek-aspek
seperti:
(I)produksi usahatani
padi, (2) pendapatan rumahtangga, (3)pengeluaran konsurnsi dan ketersediaan pangan rumahtangga dan (4) kecukupan
energi serta (5) dampak pembangunan irigasi dengan faktor-faktor lain terhadap
ketahanan pangan rumahtangga petani petani.
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain (I) karaktetistik usahatani
non-padi tidak ditelaah dan pendapatan usahatani non-padi hanya sebagai peubah
eksogen, (2) peubah luas garapan tidak membedakan kualitas lahan, (3) faktor
suku bunga tidak masuk dalam pembahasan model dan (4) tabungan hanya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Irigasi
2.1.1. Definisi dan Fungsi Irigasi
Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2001 tentang pengairan menyatakan
bahwa irigasi merupakan usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik
air tanah maupun air permukaan untuk menunjang pertanian. Dumairy (1992)
menyebutkan bahwa irigasi yang dibangun di lahan pertanian berfungsi sebagai
penjamin kelangsungan proses fisiologi dan biologi tanaman seperti untuk
evapotranspirasi, proses asimilasi, pelarut unsur hara, media pengangkut
unsur-unsur di dalam tubuh tanaman, pengatur tegangan sel atau turgor
Air merupakan faktor produksi strategis selain pupuk, bibit padi unggul dan
obat-obatan dalam menentukan tingkat produksi. Penempatan air dan pupuk, bibit
padi unggul serta obat-obatan secara bersama-sama merupakan refleksi dari sifat
air (irigasi) yang komplemen dengan faktor-faktor tersebut. Artinya keberhasilan
penggunaan faktor produksi dalam pertanian sangat tergantung kepada
keter-sediaan dan pengaturan irigasi, misal pada laban yang kurang air pemberian
pupuk tidak efektif bahkan dapat memberikan pengaruh buruk bagi pertumbuhan
tanaman (Hutagaol, 1985).
Berdasarkan percobaan yang dilakukan tahun 1991 oleh Pusat Penelitian
Padi International (IRRI) menunjukan bahwa dari rata-rata produksi padi sebesru:
3,4 ton gabah/ha air memberikan kontribusi sebesar 0,9 tonlha, pupuk sebesar 0,7
tonlha dan faktor lainnya seperti bibit, pestisida, tenaga kerja memberikan
kontribusi sebesar 1,8 tonlha. Sedangkan Thamrim Kalo (1983) menyatakan
tingkat produksi padi sangat dipengaruhi oleh kondisi irigasi, dimana usahatani
yang terjamin irigasinya memberikan hasil produksi yang lebih tinggi daripada
usahatani yang tidak terjamin irigasinya
2.1.2. Klasifikasi lrigasi
Menurut Dumairy (1992) irigasi dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga
sudut pandang yaitu: (1) eara penyampaian air ke areal persawahan, yang dibagi
atas irigasi aliran dan irigasi pompa, sementara irigasi aliran dapat dibedakan
innundasi dan berdasarkan bangunannya terdiri dari irigasi langsung dan irigasi tidak langsung, (2) pemberian airnya pada tanaman dibedakan atas irigasi
permukaan, irigasi curab dan irigasi bawah tanab dan (3) berdasarkan teknik
bangunannya dibedakan atas irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Sementara
Soenarno (1996) mengkasifikasi irigasi berdasarkan pengelolaannya yang
dibeda-kan atas irigasi pemerintab dan irigasi desa.
Irigasi aliran adalab tipe irigasi yang penyampaian airnya ke daerab
pertanian dengan cara pengaliran. Berdasarkan pengalirannya irigasi dibedakan
atas irigasi perennial yaitu sistem irigasi yang penyediaan airnya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman selama masa pertumbuhan dan irigasi innundasi yaitu sistem irigasi dimana tanab yang akan dikerjakan atau ditanam terendam air
secara tidak sengaja kemudian baru ditanami setelab pengeringan secara alamiab.
Berdasarkan bangunannya irigasi aliran dibagi atas irigasi aliran langsung yaitu
irigasi aliran yang menggunakan bendungan sebagai bangunan airnya dan irigasi
aliran tidak langsung yaitu irigasi aliran yang menggunakan waduk sebagai
bangunan airnya. Perbedaan antara waduk dan bendungan terletak pada air yang
telab dinaikkan permukaannya langsung dialirkan ke saluran induk pada
bendungan dan pada waduk terlebih dabulu terbentuk genangan menyerupai
danau kemudian baru dialirkan Hー・イエゥキセ@ 2003).
Irigasi permukaan (swface irrigation) adalab irigasi yang pemberian airnya pada tanaman dilakukan dengan cara penggenangan atau pengaliran di
permukaan tanah. Irigasi curab (sprinkle irrigation) adaIab irigasi yang pemberian airnya pada tanaman dilakukan dengan cara mencurabkan air dari bagian atas
tanaman seakan-akan disiram oleh air hujan. Sementara irigasi bawab tanab
(subswface irrigation) merupakan cara pemberian air pada tanaman dengan cara mengalirkan air di bawab permukaan tanab areal tanaman.
Irigasi teknis adalab jaringan irigasi yang bangunan-bangunannya dibuat
dengan kontruksi permanen, dilengkapi dengan alat ukur dan pengaturan debit air,
sehingga air irigasi dapat diukur dan dikendalikan dengan baik. Irigasi semi teknis
adalab jaringan yang dibuat dengan konstruksi permanen atau semi permanen,
dilengkapi dengan alat pengatur atau pengukur debit, sehingga umumnya debit air
irigasi yang bangunannya dibuat dengan kontruksi semi permanen atau darurat
dan tidak dilengkapi alat pengukur maupun pengatur debit air, sehingga hasil yang
dicapai 'asal air mengalir' sampai ke petak-peta!csawah (Departemen Pekerjaan
Umum, 1985).
Irigasi pemerintah adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dilaksanakan
operasi dan pemeliharaannya oleh pemerintah daerah, biasanya dengan tingkat
teknologi teknis dan atau semi teknis. Sedangkan irigasi desa adalahjaringan yang
dibangun
dan
dikelola oleh desa atau perkumpulan petani pengguna air (P3A),biasanya tingkat teknologinya sederhana dan areal pelayanan terbatas.
2.1.3. PengeJoJaan Irigasi
Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 200 J tentang irigasi menyatakan
bahwa pengeJolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat petani dan menempatkan perkumpulan petani pemakai air (P3A) .
sebagai pengambil keputusan
dan
pelaku utama dalam pengelolaan irigasi.Dengan berperan aktifnya lembaga tersebut akan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan air secara optimum sehingga dapat menghasilkan produksi
yang optimal.
Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air
pennukaan dan air bawah tanah secara terpadu, serta dilaksanakan dengan prinsip
satu sistem irigasi, satu kesatuan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan
pengguna di bagian hulu, tengah dan hilir secara berimbang. Dengan satu sistem
irigasi dalam satu kesatuan pengelolaan diharapkan pemerintah daerah dapat menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada P3A. Pengelolaan irigasi
disini meliputi kegiatan oPerasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi dan
peningkatan jaringan irigasi.
Menumt Anwar (1999) dalam rangka upaya peningkatan efisiensi
penge-lolaan sumberdaya air dan pemberdayaan para petani maka beberapa aspek
penye-suaian kelembagaan berikut perlu menjadi perhatian antara lain:
l) Guna melindungi kepentingan pelayanan air kepada petani sebagai pihak
yang lemah dalam kompetisi pemakaian air memerlukan adanya
kelembaga-an ykelembaga-ang mengatur secara efektif menykelembaga-angkut pengelolakelembaga-an air sehingga
sasaran untuk mengalokasikan air kepada
para
petani dapat dicapai. Untukmencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pelaksanaan pengelolaan serta
perlindungan sumberdaya air di setiap aliran sungai yang didasarkan atas
asas pemeratan dan keadilan sosial
2) Perkembangan teknologi irigasi, tantangan dalarn produksi kebutuhan untuk
menangani sendiri pembangunan di wilayah pedesaan, operasi dan
peme-liharaan sumberdaya air, menyebabkan penanganan tugas-tugas keirigasian
oleh para petani tidak cukup lagi hanya dengan mengandalkan mekanisme
tatanan tradisional dalam pengerahan tenaga kerja
dan
material secara lokal,melainkan memerlukan adanya penanganan oleh suatu organisasi petani
yang profesional
3) Agar lembaga keirigasian petani dapat lebih menangani kegiatan di luar
usahatani (off-fann activities) secara lebih seksarna dan bermakna, termasuk kerja sarna dengan KUD dan bank-bank, maka lembaga-Iembaga ini perlu
diberi status badan hukum
4) Untuk mengembangkan sistem kelembagaan ekonomi maka akan
memer-lukan pola pembinaan petani secara sistematis oleh pemerintah yang tidak
terpusat pada konsetrasi sektoral yang tidak hanya dipandu oleh tujuan
tunggal masing-masing, melainkan harus diarahkan pada pembinaan
keswadayaan
dan
kemandirian petani secara lokaf. Sehubungan dengan inidiperlukan adanya perubahan cara berpikir dan sistem insentif yang dapat
mengarahkan para petani pada perbaikan sikap, kemampuan petani dalam
berbagai aspek serta menumbuhkan pola pikir yang berorientasi agribisnis,
dukungan permodalan (kredit) dan penyederhanaan sistem kelembagaan
petani di tingkat lokal
5) Dengan memperhatikan tantangan tentang kepastian pelayanan air pada
masa mendatang, maka dirasakan semakin beratnya upaya mengembangkan
keJjasama diantara kelembagaan irigasi petani yang terkait dalam suatu
sistem hidrologis yang sekaligus berkaitan dengan sistem kehidupan
masyarakat pedesaan. Dengan mengawinkan antara sistem kelembagaan
menurut keperluan masyarakat lokal setempat dengan kebutuhan
kelem-bagaan yang lebih maju, maka unsur-unsur kelemkelem-bagaan air tersebut dapat
6) Pengembangan sistem kelembagaan dalam arti membina kumpulan tata cara
dan mengaturan alokasi sumberdaya air akan memerlukan waktu relatif lama, karena manfaatnya hams dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang
terlibat, agar kemudian setelah manfaat tersebut dapat dirasakan akan
menjadi melembaga ditengah-tengah masyarakat sebagai pengatur tingkah
laku semua pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu kegagalan atau
keberhasilan suatu sistem kelembagaan bam atau memperkuat lembaga lama
yang diperbahami, diharapkan memerlukan waktu yang relatif pendek dalam
beberapa tahun saja.
2.2. Konsep Pembangunan Irigasi
Pembangunan irigasi ditujukan untuk meningkatkan produksi usahatani
khususnya padi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pembangunan
irigasi dapat dilakukan melalui perbaikan sistem irigasi yang telah ada,
pembangunan sarana pengairan dalam rangka perluasan jangkauan irigasi atau
pengembangan tertier dalam rangka ketersediaan air.
Melalui pembangunan irigasi akan terjadi perluasan areal sawah dari lahan yang sebelumnya bukan sawah atau terjadi peningkatan kualitas lahan sawah dari
yang berkualitas rendah menjadi sawah yang berkualitas lebih tinggi. Sebagai
contoh dengan pembangunan irigasi lahan sawah tadah hujan dapat menjadi sawah dengan pengairan teknis.
Hal ini sesuai dengan pandangan Asnawi (1998) yang menyatakan bahwa
kebutuhan pembangunan irigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan tambahan
areal irigasi karena dari areal irigasi yang ada belum cukup mendukung
kelestarian swasembada beras untuk jangka sedang dan panjang. Peningkatan luas
lahan sawah beririgasi dapat dilakukan dangan berbagai strategi antara lain: (I)
meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan mutu irigasi yang ada
sehingga fungsinya dapat ditingkatkan atau tidak menurun, (2) menyelesaikan
proyek-proyek irigasi yang telah selesai pembangunan jaringan induk tetapi
pembangunan jaringan tersier dan pencetakan sawahnya belum lagi terselesaikan,
(3) melakukan rehabilitasi jaringan irigasi yang keragamannya telah menurun
akibat kurangnya biaya untuk perawatan dan pemeliharaan selama ini, (4)
menyelesaikan proyek-proyek yang tertunda penyelesaiannya dan (5)
bangunan jaringan baru yang rancangannya telah dibuat. Pembangunan jaringan
irigasi baru dapat berupa pembangunan irigasi untuk sawah-sawah tadah hujan
yang memerlukan pencetakan sawah baru.
Dengan tingkat ketersediaan air di sawah akan mempengaruhi bentuk pola tanam dan intensitas tanam petani padi yang akhimya akan mempengaruhi produksi padi melalui kenaikan luas tanam secara berbanding lurus. Dengan
demikian pembangunan irigasi mempengaruhi kenaikan produksi padi secara
tidak langsung dan berpengaruh terhadap waktu pemberian pupuk, obat -obatan,
penyiangan dan faktor teknik budidaya lainnya.
2.3. Konsep Ketahanan Pangan
2.3.1. Definisi Ketahanan Pangan
Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa
ketahanan pangan didefmisikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara Chung (1977)
menyatakan ketahanan pangan mempunyai tiga komponen utama yaitu
keter-sediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Keterketer-sediaan pangan di
pasar maupun di tingkat rumahtangga berhubungan dengan kegiatan produksi
yang mencerminkan kondisi pendapatan petani sekaligus menyediaan pangan
dengan harga yang terjangkau oleh konsumen.
Komponen akses pangan terkait dengan akses ekonomi bagi individu untuk
memperoleh pangan, karena untuk memproduksi pangan dibutuhkan antara lain
kualitas laban, pemilikan dan penguasaan laban, pemilikan temak dan aset
lainnya, harga pangan maupun daya beli. Sementara pemanfaatan pangan dapat
diartikan sebagai konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh ketersediaan pangan,
jumlah anggota keluarga, tingkat kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian
untuk mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga perlu diperhatikan faktor
ketersediaan pangan, daya beJi dan pengetahuan gizi.
Kennedy (1994) menyatakan bahwa ketahanan pangan memiliki batas
minimum dalam hal: (1) kesiapan dalam ketersediaan pemenuhan zat-zat gizi dan
makanan yang aman, (2) keterjaminan terhadap kemampuan untuk memenuhi
(1999) menyatakan bahwa ketahanan pangan rumahtangga adalah ketersediaan
makanan secara fisik di pasar dan kemampuan rumahtangga untuk mengakses
makanan yang tersedia.
Sementara Suhardjo (1996) menyatakan bahwa jika penyediaan pangan
sudah memadai, maka faktor determinan terhadap munculnya kerawanan pangan
adalah pendapatan dan daya beli. Kerawanan pangan dapat timbul jika akses
terhadap pangan secara ekonomi terganggu akibat rendahnya daya beli dan
pendapatan riel masyarakat.
Mengacu kepada undang-undang No.7 tahun 1996 tentang pangan maka
kerawanan pangan mengandung beberapa komponen penting yaitu: (a) tidak
adanya akses secara ekonomi bagi individu atau rumahtangga untuk memperoleh
pangan yang cukup, (b) tidak adanya akses secara fisik bagi individulrumahtangga
untuk memperoleh pangan yang cukup, (c) tidak tercukupinya pangan secara
cukup dalam jumlah, mutu, ragam dan keamanan pangan serta keterjangkauan
harga. Sehingga untuk mencapai rumahtangga yang tahan pangan perlu
diwujud-kan ketersediaan pangan yang cukup, daya beli masyarakat yang memadai dan
kesadaran pangan dan gizi. Dengan memperhatikan beberapa konsep diatas maka
ketahanan pangan dapat dinyatakan sebagai suatu mata rantai sistem yang saling
berhubungan mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi.
2.3.2. Indikator Ketahanan Pangan
Menurut Sayogyo (1991) untuk menganalisis ketahanan pangan dapat
meng-gunakan indikator pertanian dan sosial ekonomi yang meliputi pendapatan rumah
tangga, harga pangan, harga barang konsumsi lain. sistem irigasi, status gizi dan
pelayanan kesehatan. Sementara IFPRI (1992) mengemukan ketahanan pangan
rumahtangga dipengaruhi oleh indikator konsumsi pangan. pendapatan dan jenis
pekerjaan
Soetrisno (1996) menyatakan untuk menganalisis ketahanan pangan dapat
digunakan beberapa indikator seperti (1) angka ketersediaan pangan setara energi,
protein dan lemak dibandingkan angka kecukupan berdasarkan rekomendasi, (2)
angka konsumsi energi, protein dan lemak penduduk dibandingkan angka
kecukupan berdasarkan イ・ォッュ・ョ、。ウセ@ (3) prosentase jumlah penduduk yang
mengalami rawan pangan, (4) angka indek ketahanan pangan rumahtangga,
(5) angka ratio antara stok dengan konsumsi pada berbagai tingkat wilayah, (6)
tingkat harga pangan pokok penduduk setempat, (7) Skor PPH untuk tingkat
ketersediaan atau konsumsi, (8) kondisi ketahanan pangan dan (9) keadaan
kelembagaan cadangan pangan masyarakat.
Sementara Suhrujo (1996) menggunakan beberapa indikator untuk
meng-analisis ketahanan pangan rumahtangga seperti (I) tingkat kerusakan tanaman,
ternak, perikanan, (2) penurunan produksi pangan, (3) tingkat ketersediaan pangan
dalam rumahtangga, (4) proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran atau
pendapatan total, (5) fluktuasi harga-harga pangan utama yang umum dikonsumsi,
(6) perubahan kehidupan sosial seperti migrasi, pinjam meminjam, (7) keadaan
konsumsi pangan seperti kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas serta (8) status
gizL
Pada sisi lain, Maxwell dan Frankemberger (1992) membagi indikator
ketahanan pangan ke dalarn dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator
hasil. Indikator proses dicerminkan oleh faktor ketersediaan pangan dan akses
fisik pangan. Indikator yang mencerminkan ketersediaan pangan diantaranya
adalah informasi sumberdaya alarn, data produksi pertanian, model agro-ekologi,
Neraca Bahan Makanan, informasi sebaran hama penyakit tanarnan, struktur pasar
dan kelembagaan penunjang.
Indikator hasil (outcome indicators) dicerminkan oleh konsumsi pangan,
dimana indikator ini dapat bersifat langsung maupun tidak Iangsung. Indikator
secara langsung melalui survei anggaran belanja dan konsumsi rumahtangga,
persepsi rumahtangga terhadap ketahanan pangan dan frekuensi pangan.
Sementara indikator tidak langsung antara lain mencakup kajian tentang simpanan
(cadangan) pangan, rasio potensi subsisten dan status gizLDari beberapa pendapat
diatas dapat dinyatakan bahwa indikator ketahanan pangan bersifat relatif;
sehingga memungkinkan pemilihan indikator disesuaikan dengan tujuan analisis
dan ketersediaan sumberdaya (Maxwell dan Frankenberger, 1992)
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumahtangga
Komponen penting yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga
adalah ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, harga pangan (Soetrisno,
pangan. Sehingga untuk menjarnin ketersediaan dan akses terhadap pangan oleh
rumahtangga petani, diperlukan ada upaya dalarn meningkatkan pendapatan dan
produksi pangan petani yang dipengaruhi oleh faktor intensitas tanarn (rIM
PSKPG, 1990), penguasaan lahan (Pakpahan, 1993). Disamping itu, ketahanan
pangan juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan aspek sosio-budaya.
Menurut Suhardjo, et al (1988) menyatakan bahwa ketahanan pangan
rumahtangga dipengaruhui oleh empat faktor yaitu: (1) produksi pangan untuk
keperluan rumahtangga, (2) pengeluaran uang untuk pangan rumahtangga, (3)
pengetahuan gizi dan (4) tersediaanya pangan. Sementara Sudjono et.al (1986)
menemukan selain pengeluaran rumahtangga dan besar keluarga, pendidikan
formal kepala keluarga dan istri juga faktor utama yang mempengaruhi ketahanan
pangan rumahtangga. Pendidikan akan menentukan besar kecilnya penggunaan
pendapatan keluarga untuk pengadaan pangan sehari-hari, dimana mereka akan
memilih makanan yang lebih murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai
dengan pangan yang tersedia dan kebiasaan pangan sejak kecil, sehingga
kebutuhan zat gizi dapat dipenuhi (Husaini, 1983).
Sementara Lembaga lImu dan Pengetahuan Indonesia (1988) menyatakan
bahwa ketersediaan pangan rumahtangga berkolerasi dengan pendapatan
rumah-tangga, ukuran keluarga dan potensi desa, sehingga dengan pendapatan yang
rendah menyebabkan orang tidak marnpu membeli pangan dalarn jumlah yang
diperlukan.
2.4. Konsep Ekonomi Rumahtangga Pertanian
2.4.1. Perilaku Rumahtangga Pertanian
Menurut Bryant (1990) rumahtangga berbeda dari unit sosial lain karena
adanya tujuan yang ingin diraih untuk memenuhi kepuasan seluruh anggota rumah
tangga, karena rumahtangga memiliki karakteristik yang penting dalarn
penguasa-an sumberdaya dan distribusi antara anggota rumahtangga serta memiliki peluang
melakukan pilihan cara mencapai tujuan untuk mencapai utilitas. Sedangkan
Deaton (1998) mendefinisikan rumahtangga adalah hidup bersama, makan
ber-sarna dan menyatukan anggaran.
Rumahtangga pertanian merupakan salah satu bentuk utama organisasi
ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini menjadi penting
untuk mengerti dan dapat menjelaskan perilaku mereka ketika dilakukan analisis
intervensi pemerintah di daerah pedesaan. Intervensi pemerintah dapat dalam
bentuk kebijakan harga dan proyek investasi seperti pem bangunan irigasi.
Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi harga komoditas pertanian bertujuan
untuk mempengaruhi produksi, konsumsi, pemasaran, pendapatan dan
kesejah-teraan masyarakat (Singh, 1986).
Sedangkan Badan Pusat Statistik (2004) mendefenisikan rumahtangga
per-tanian adalah rumahtangga yang menghasilkan produk perper-tanian dengan tujuan
sebagian atau seluruh hasilnya untuk di jual untuk memperoleh pendapatan dan
keuntungan atas resiko sendiri. Dari Sensus Pertanian 2004 menunjukkan jumlah rumahtangga pertanian di Indonesia sekitar 21,7 juta rumah tangga atau sekitar
58,4 persen dari seluruh rumahtangga
Sementara Nakajima (1986) menyatakan bahwa perilaku rumahtangga
sebagai produsen, penyedia atau pengguna tenaga kerja dan konsumen dapat
terjadi bersamaan, karena ada kemungkinan rumahtangga yang men jual sebagian
hasil usahatani dan eksistensi pada pasar tenaga kerja.
Dengan demikian perilaku rumahtangga pertanian didalam menentukan
keputusan kegiatan produksi ditentukan oleh keuntungan usahatani, yang
merupakan komponen dari pendapatan rumahtangga. Keuntungan usahatani ini
juga mempengaruhi keputusan konsumsi rumahtangga, akibatnya proses
pem-buatan keputusan dari rumahtangga pertanian mempunyai karakter recursive
dengan didasari asumsi bahwa rumahtangga adalah pricetaleer untuk setiap
komoditi yang dihasilkan dan dikonsumsi rumahtangga serta tenaga kerja.
2.4.2. Model Ekonomi Rumahtangga
Pendekatan ekonomi rumahtangga pertanian lahir dari pemikiran bahwa di
dalam satu unit rumahtangga pertanian terdapat keputusan yang tidak terpisahkan
antara keputusan konsumsi, produksi dan kerja Hal ini disebabkan sulit untuk
menyatakan bahwa kegiatan produksi oleh suatu rumahtangga tidak saling
mempengaruhi dengan kegiatan konsumsi dan kerja Dengan demikian, model
ekonomi rumahtangga pada dasarnya menyangkut suatu sistem persamaan yang
ketersediaan waktu kerja. Model ekonomi rumahtangga dirumuskan oleh Singh,et
al (1986) yang dibagi atas model dasar dan model yang diperluas.
Dalam model dasar diasumsikan rumahtangga memaksimumkan fungsi
utilitas sebagai berikut:
U = U(X., XM, R) ... (1) Dimana:
Xa : produk pertanian yang dihasilkan usahatani sendiri
Xm : produk yang dibeli di pasar
R : waktu santai
Dalam memaksimumkan fungsi utilitas rumahtangga petani dihadapkan
pada kendala pendapatan sebagai berikut:
PmXm = Pa (Qa - Xa) - W(L-F) ... (2)
Dimana:
Pm : Harga produk yang dibeli di pasar
Pa : harga produk pertanian
Qa : produk pertanian yang diproduksi sendiri, sehingga (Qa - Xa)
adalah marketed surplus
W : tingkat upah tenaga ketja
L : total penggunaan tenaga kerja
F : tenaga kerja keluarga
Memperhatikan persamaan (2), dapat diamati bahwa jika selisih antara L
dengan F bernilai positif ini menunjukkan rumahtangga perrtanian menyewa
tenaga kerja untuk mengelola usahataninya. Tetapi jika selisihnya bernilai negatif
ini menunjukkan terjadi kelebihan tenaga ketja dalam keluarga, sehingga dapat
dialokasikan untuk beketja dari usahatani atau non-usahatani lain
Rumahtangga petani juga menghadapi kendala waktu, dimana jumlah
waktu untuk santai (R) dan jumlah waktu untuk mengelola usahatani (F) tidak
dapat melebih waktu yang tersedia (T). Nilai T dihitung dalam waktu 24 jam,
sehingga rumahtangga petani akan menghadapi kendala pilihan antara menambah
waktu beketja dengan mengurangi waktu santai atau menambah waktu bersantai
dengan mengurangi waktu untuk bekerja. Kendala waktu ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
R+ F=T ... (3)
Disarnping itu, rumahtangga petani juga menghadapi kendala produksi
yaitu hubungan antara input dan output. Dalarn model dasar ini fungsi produksi
menggunakan faktor produksi tetap dan total input tenaga kerja (input variabel), seperti persamaan berikut:
Q=Q(L.A) ... (4)
Dimana:
A : faktor produksi tetap
L : input tenaga kerja sebagai input variabel
Q : produksi usahatani.
Tiga kendala dalarn memaksimumkan utilitas dapat dibuat dalarn bentuk
persamaan tunggal yaitu dengan cara mensubsitusikan kendala produksi dan waktu kedalarn kendala pendapatan, sehingga didapat persaman sebagai berikut:
PmXm
=
Pa. Q(L.A) - PaXa - WL+
WT - WR ... (5) Jika:Pa. Q(L.A) - WL = n ... ( 6)
Dimana:
n :
Keuntungan usahatanimaka dengan mensubsitusi persamaan (6) ke persamaan (5) maka diperoleh:
PmXm +
Pax'
+ WR= WT+n ... (7) Dari persamaan (7) dapat dikatakan bahwa sisi sebelah kiri tanda sarnamenunjukkan pengeluaran total rumahtangga terhadap pembelian komoditas
pasar. pembelian rumahtangga petani terhadap produksi mereka sendiri dan
pembelian waktu mereka dalarn bentuk
leisure
(waktu luang). Sementara sisisebelah kanan merupakan bentuk pengembangan konsepfoll income Becker.
Menentukan tingkat konsumsi dari ketiga komoditas tersebut dan total input tenaga kerja untuk produksi pertanian dapat ditentukan dengan jalan
mencari turunan pertama total pendapatan terhadap tingkat penggunaan input
sebagai berikut:
Pa. (OQloL) = W ... (8)
Persarnaan (8) menunjukkan bahwa rumahtangga petani akan
menyarna-kan penerimaan produk mmjinal tenaga kerja dengan upah pasar. Persamaan ini juga menunjukkan hanya ada satu variabel
endogenues
yaitu L. sedangkanpersamaan, ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh
dalam pemilihan L.
Sehingga persamaan (8) dapat diturunkan tingkat penggunaan atau
pennintaan input tenaga kerja (L') sebagai fungsi parameter harga input variabel
(W), output dari fungsi produksi (Pa) dan input tetap lahan (A) sebagai berikut:
LO
=
LO (W, Pa, A) ... (9) Persamaan (9) selanjutnya disubsitusikan ke dalam sisi sebelah kananpersamaan (7) untuk mendapatkan nilai dari full income pada saat keuntungan
usahatani maksimal dari penggunaan input tenaga kerja tersebut. Selanjutnya persamaan (7) dapat ditulis kembali sebagai berikut:
PmXm
+
Pax'+
WR=
yO ... (10) Dimana yO adalah nilai foil income dari perilaku memaksimumkan keuntungan. Memaksimalkan utilitas dengan kendala baru (persamaan 10) akan menghasilkanfirst order condition sebagai berikut:
aUlaXm = APm ... (11)
aUlaXa = APa ... (12)
aUlaR =)"W ... (13)
dan PmXm
+
Pax'+
WR = yO ...•...•. (14) Solusi dari persamaan (11), (12) dan (13) akan menghasilkan kurva pennintaanstandar dengan fungsi sebagai berikut:
Xa = Xa(Pa, Pm, W, yO) ... (15)
Xm = Xm(Pm, Pa, W, Y') ... (16)
R = R (W, Pm, Pa, yO) ... : ...•... (17) Dari model dasar ini dapat diketahui bahwa pendapatan dipengaruhi oleh
aktivitas produksi yang selanjutnya mempengaruhi perilaku konsumsi rumah
tangga. Dengan demikian perilaku konsumsi rumahtangga pertanian tidak
independen dari perilaku produksi.
Model dasar ini memiliki kelemahan karena ada beberapa asumsi yang
mendasari pembentukan model tersebut. Dimana asumsi yang digunakan antara
lain (I) mengabaikan sejumlah kompleksitas sebagai contoh variabel input seperti
pupuk, pestisida, (2) usahatani yang diusahakan hanya menghasilkan satu produk,
(3) adanya subsitusi sempurna antara tenaga kelja keluarga dengan tenaga kelja
luar keluarga, (4) kegiatan produksi tanpa resiko dan (5) harga-harga dalam
model tidak dipengaruhi oleh aktivitas rumahtangga. Sehingga dari model ini
rumahtangga hanya bersifat penerima harga (price taker) pada pasar produk pertanian dan pasar tenaga kerja.
Keterbatasan dari model dasar tadi oleh Singh,et al (1986) dikembangkan
model yang lebih umum. Model umum ini mengakomodasikan keragaman
komo-ditas usahatani dan konsumsi serta suplai tenaga kerja tergantung kepada harga
dan pendapatan. Disarnping itu, keputusan rumahtangga dalam kegiatan produksi
ditentukan oleh keuntungan usahatani (merupakan komponen dari pendapatan
rumahtangga). Ini merupakan hubungan satu arah antara produksi di satu sisi dan
konsumsi dan suplai tenaga kerja di sisi yang lain dikenal sebagai efek
pendapatan.
Dengan demikian, proses pembuatan keputusan dari rumahtangga
pertanian mempunyai sebuah karakter recursive, dengan asumsi bahwa rumah-tangga adaIah pricetaker untuk setiap komoditi meliputi tenagakerja dan yang dihasilkan dan dikonsumsi rumahtangga. Asumsi ini juga akan digunakan dalam
pembentukan model rumahtangga petani dalam penelitian ini.
Model ekonomi rumahtangga yang digunakan adalah sebagai berikut:
dimisalkan rumahtangga mengkonsumsi produk usahatani (Xa), produk yang
dibeli di pasar (XM), waktu santai anggota keluarga pria (Rp), waktu santai
keluarga wanita (Rw). Jenis-jenis komoditi yang dikonsumsi tersebut bisa
diperluas lebih lanjut dengan menganggap bahwa
x.,
Rp,
Rw dan XM sebagai kelompok komoditi atau suatu vektor. Berdasarkan konsumsi tersebut,diasumsi-kan rumahtangga mempunyai fungsi utilitas sebagai berikut:
U (X., Xm,
Rp,
Rw ,) ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• (18) Fungsi utilitas di atas mempunyai ciri-ciri quasi-concave dengan turunan parsial positif; dengan asumsi rumahtangga berusaha memaksimumkan fungsi utilitasdengan kendala yang tersedia. Pendapatan rumahtangga didefinisikan sebagai
jumlah pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang-barang dari pasar XM pada harga Pm atau total pendapatan yang tersedia sebesar PmM. Besamya PmM
ini harus sarna dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga dari berbagai
PmXm = p.(Q. -
x.)
+ PcQc- PyV - Wp(Lp- Fp) - Ww(Lw - Fw) + npNp+nwNw+ E ... (19)
Dimana:
Q. dan Qc : dua jenis atau kelompok komoditas pertanian yang diproduk-si dari usahatani sendiri
p. dan Pc : harga komoditas Q. dan harga komoditas Qc P y : harga input variabel V
Lp dan
Lw :
jumlah tenaga kerja pria dan wanita dari luar keluargaFp dan Fw : jumlah tenaga keIja pria dan wanita dari dalam keluarga yang bekerja di sektor pertanian
: upah tenaga kerja pria dan wan ita diluar sektor pertanian np dan nw
E : pendapatan keluarga yang diperoleh dari bukan penggunaan tenaga keIja misal sewa, bunga dan lainnya.
Pada persamaan (19) diasumsikan bahwa seluruh produk Qc dijual ke pasar. Pada persamaan (19),
(Lp -
Fp) dan(Lw -
Fw) merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan penggunaan tenagakerja di usahatani sendiri. Jika (Lp - Fp) positif menunjukkan bahwa pengunaan
tenaga kerja luar keluarga pria lebih besar dibanding dengan penggunaan tenaga
kerja keluarga pria pada usahatani, berarti pada usahatani ini terdapat pengeluaran
upah sewa tenaga kerja. Sebaliknya jika
(Lp -
Fp) negatif berarti ada penerimaan upah kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian. Hal ini berlaku juga bagitenaga kerja wanita.
Kendala lain yang dihadapi oleh rumahtangga di dalam memaksimumkan
fungsi utilitas adalah kendala ketersediaan tenaga keIja keluarga. Didalam hal ini
bisa dibedakan menjadi tenaga kerja pria dan wanita. Kendala tersebut dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Tp = Fp + Np +
Rp
dan Tw= Fw+ Nw+ Rw ... (20) Dimana:T p dan T w : jumlah tenaga kerja pria dan wanita potensial yang tersedia pada keluarga,
Rp
dan Rw ,jumlah tenaga kerja pria dan wanita potensial yang digunakan untuk santai.Jika Fp dan Fw pada persamaan (20) disubsitusikan pada persamaan (19)
akan diperoJeh persamaan baru sebagai berikut:
PmM + p.X. + WpRp + WwRw = y ... (21)
PmM
+
Pax'+
WpRp+
WwRw=
(P.Q.+
PcQc - Pv V - WpLp - Ww Lw)+
(np-Wp)Np
+
(nw - Ww)+
WpTp+
WwTw+
E ... (22)Sisi sebelah kiri persamaan (22) adalah penilaian dari
komponen-komponen yang menyusun fungsi utilitas yang terdiri atas nilai konsumsi barang
yang dibeli dari pasar, nilai produk pertanian yang dihasilkan dari usahatani
sendiri dan nilai waktu istirahat yang diukur dengan tingat upah tenaga kerja
disektor pertanian. Di sebelah kanan merupakanfoll income. Pada bagian dalam kurung pertama merupakan nilai produksi dikurangi dengan biaya peubah
usahatani atau keuntungan usahtani dan bagian di dalam kurung kedua serta tiga
merupakan selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga pria dan wanita pada
sektor non pertanian. Karena sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan