• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model distribusi spasial raionuklida pada kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model distribusi spasial raionuklida pada kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria)"

Copied!
357
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL DISTRIBUSI SPASIAL RADIONUKLIDA

PADA KECELAKAAN PLTN

(SIMULASI DI PLTN MURIA)

RACHMAT SAHPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda taangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Model Distribusi Spasial Raionuklida pada Kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Bogor, Januari 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

RACHMAT SAHPUTRA. Model of Spacial Distribution of Radionuclide on an Accident at PLTN (Accident Simulation of PLTN Muria). Under direction of TUN TEDJA IRAWADI, ALINDA FITRIANY M ZAIN and PURWANTININGSIH

PLTN has a disadvantage that can cause a contamination to the environment widely when a serious accident occurred. The aforementioned accident would caused a leakage to the reactor, and this would caused a dispersion of the radionuclide resulted from the fission reaction into the environment, then into the air, and finally would deposited on the surface of the land by rain. The model of spacial distribution of radionuclide is needed to predict the pattern of radionuclide dissemination. This research was intended to map the distribution of radionuclide in the area of study caused by the accident that might occur at PLTN. The method used in mapping the radionuclide spacial distribution is initiated by the assumption that serious damages have occurred at type PWR reactor which is unable to stop the distribution of the radionuclide into the environment. Modeling of spacial distribution of radionuclide was done by using ArcGis 9.3 software, with radial basis function (RBF) method to study the impacted area that consist of 260 country sides which include regency of Jepara, Demak, Kudus, and Pati. Spacial modeling was done by distributing the calculated data on the surface coordinate of studied area at 360O direction using 16 points of compass started from the distance of the source at 200 m up to 35000 m. The selection on the inventory at PWR reactor resulted in two important elements, and they are Cs-137 and I-131. Distribution area of radionuclide on the land surface will depend on the differences of land surface area and the vegetation. Seven days after the accident at PLTN, the radionuclide of Cs-137 and I-131 will be distributed more on land surface (69.979%) than on the vegetation surface (30.021%). After one month, radionuclide will be distributed more on the vegetation surface (40.749% of area) than on the land surface (22.999% of area), and similar conclusions are also true after 2, 3, and 4 months of accident at PLTN. Radionuclide experiences degradation due to distribution and adsorption on the non-vegetated land, and adsorption on the vegetated land with distribution rate value of radionuclide I-131 on the land surface is 1.884E-01/day. This value is higher than the degradation rate value of radionuclide Cs-137 at 1.013E-01/day. Model of spacial distribution of radionuclide Cs-137 and I-131 on the land surface of the area of study within the radius of 35 km from the source shows that seven days after the accident at PLTN, the PAZ (Precautionary action zone) zone is located on all of the area of study within radius of 35 km. That means that the radionuclide will be found on the 260 country sides. One month after the accident, the PAZ zone will be at 154 country sides which are located within the radius of 28.94 km from the source of accident. The areal of PAZ zone will keep decreasing after two, three, and four months of accident, and these areas will become the UPZ zones (Urgent Protective Action Planning Zone). Four months after the accident, the UPZ zones will be within the radius of 5.7 km, while the PAZ zone is located within the radius of 2.47 km. The PAZ zone will include the W001 country side. Prediction on the areal distribution of Cs-137 using arcGis 9.2 resulted in the formation of maps for distribution model of radionuclide on an accident at PLTN in the year of 2010, 2020, 2025, and 2030, to give the areal distribution of radionuclide that is acceptable and is not different significantly.

Keyword: Power station nuclear energy, spacial, radionuclide, Inventory, PWR, Radial

(6)
(7)

RINGKASAN

RACHMAT SAHPUTRA. Model Distribusi Spasial Radionuklida pada Kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria). Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI, ALINDA FITRIANY M ZAIN dan PURWANTININGSIH.

PLTN memiliki kelebihan dalam hal keefisienan menghasilkan energi listrik, sekaligus memiliki kekurangan yang dapat mencemari lingkungan secara luas apabila PLTN mengalami kecelakaan parah. Kecelakaan yang dimaksud akan menyebabkan kebocoran reaktor yang mendispersikan radionuklida hasil fissi ke lingkungan, terdispersi ke udara, terdeposisi oleh hujan dan sampai pada permukaan darat. Model distribusi spasial radionuklida diperlukan untuk memprediksi pola sebaran radionuklida jika terjadi kecelakaan parah yang memberi gambaran perpindahan radionuklida ke lingkungan. Penelitian dimaksudkan untuk mempetakan distribusi radionuklida di lingkungan wilayah studi yang ditimbulkan oleh kecelakaan PLTN yang mungkin terjadi dengan tujuan: (1) untuk mengetahui faktor kondisi lingkungan wilayah studi, jarak dan waktu terhadap distibusi setiap jenis radionuklida; (2) untuk mengetahui pola distribusi radionuklida di lingkungan dengan bantuan perangkat lunak “GIS” dari waktu ke waktu; (3) untuk dapat menentukan zonasi kedaruratan apabila kecelakan nuklir terjadi di wilayah studi; (4) untuk dapat memprediksi luasan distribusi radionuklida dari kecelakaan PLTN Muria di masa depan.

Metoda dalam mempetakan distribusi radionuklida secara spasial pada kecelakaan PLTN Muria diawali dengan asumsi telah terjadi kerusakan parah reaktor jenis PWR pada materi pelindung berlapis bahan bakar urarium sehingga tidak mampu menahan radionuklida terdistribusi ke luar lingkungan dan diasumsikan sumber radionuklida dapat ditangani dalam waktu 7 hari. Densitas radionuklida yang mencapai lingkungan, dihitung dari sumber inventory reaktor dengan memperhatikan factor kondisi lingkungan wilayah studi. Radionuklida yang mencapai permukaan darat dihitung dengan memperhatikan faktor deposisi, serapan tanah, dan serapan akar vegetasi. Pemodelan distribusi spasial radionuklida dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis 9.3, metoda radial basis function (RBF) teprhadap wilayah studi yang terdiri dari 260 wilayah desa dalam 22 kecamatan di 4 kabupaten meliputi kabupaten Jepara, Demak, Kudus dan Pati. Pemodelan spasial dilakukan dengan cara mendistribusikan data hasil perhitungan pada koordinat permukaan wilayah studi pada arah 360o menggunakan 16 arah mata angin dari jarak sumber mulai radius 200 m sampai dengan 35000 m.

(8)

banyak di permukaan tanaman (40,749% luas) dari pada di permukaan tanah (22,999% luas) dan kesimpulan serupa untuk waktu 2, 3 dan 4 bulan setelah kecelakaan PLTN. Tujuh hari setelah kecelakaan PLTN merupakan waktu dengan distribusi radionuklida Cs-137 dan I-131 tertinggi di wilayah studi dengan luasan distribusi di permukaan tanah lebih besar daripada distribusi radionuklida pada permukaan tanaman. Densitas radionuklida di permukaan darat wilayah studi selanjutnya terus berkurang sejalan dengan bertambah waktu dengan luasan distribusi radionuklida selanjutnya lebih besar berada di permukaan tanaman dibandingkan dengan yang ada di permukaan tanah. Selain itu, bertambahnya jarak dari sumber akan mengurangi densitas radionuklida dan penurunan densitas cukup besar terjadi mulai jarak 5 km dari sumber.

Radionuklida yang terdeposisi ke permukaan darat densitasnya mengalami degradasi karena terdistribusi dan terserap di tanah non-vegetasi dan terserap tanah bervegetasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai laju degradasi radionuklida di darat untuk I-131 adalah 1.884E-01 /hari dengan waktu degradasi-50 dipermukaan tanah adalah 3.68 hari. Hasil ini memberikan nilai lebih besar dari pada laju degradasi radionuklida Cs-137 yang menghasilkan 1.013E-01 /hari dengan waktu degradasi-50 selama 6.84 hari sehingga hasil ini memberikan informasi bahwa tingkat kepentingan cemaran radionuklida Cs-137 lebih penting daripada radionuklida I-131 yang ada di permukaan darat. Densitas radionuklida Cs-137 dan I-131 hasil deposisi yang ada di permukaan darat yang terdegradasi berdasarkan data hasil lebih banyak ditentukan oleh faktor serapan tanah (8.571E-02 /hari) yang berperan mencapai 81.0 %; dan faktor serapan akar (4.445E-03 /hari) memiliki peran sebesar 4.2 % terhadap degradasi di permukaan tanah.

Pemodelan secara spasial terhadap distribusi radionuklida Cs-137 dan I-131 di permukaan darat wilayah studi radius 35 km dari sumber memberikan hasil bahwa Zona PAZ (Precautionary Action Zone) pada tujuh hari setelah kecelakaan PLTN terletak di seluruh wilayah studi radius 35 km, sehingga radionuklida akan berada pada 260 wilayah desa dengan luasan distribusi paling besar berada di permukaan tanah. Satu bulan setelah kejadian, zona PAZ berada pada 154 wilayah desa yang terletak dalam radius 28.94 km dari sumber. Zona PAZ setelah 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan kejadian luasannya terus berkurang bergeser menjadi zona UPZ (Urgent Protective Action Planning Zone) dan setelah 4 bulan zona UPZ berada pada radius 5,7 km sedangkan zona PAZ terletak dalam radius 2.47 km yang mengenai desa W001. Selian itu, zona PAZ dan UPZ setelah 1,2,3, dan 4 bulan kejadian kecelakaan PLTN menunjukkan hasil luasan yang lebih besar dipermukaan tanaman dibandingkan dengan yang ada di permukaan tanah.

(9)

kecelakaan PLTN Muria yang terjadi di masa depan akan menghasilkan dampak cemaran radionuklida di darat dengan distribusi luasan yang tidak berbeda nyata. Kata kunci: Pembangkit listrik tenaga nuklir, spasial, radionuklida, Inventory,

(10)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

(11)

MODEL DISTRIBUSI SPASIAL RADIONUKLIDA

PADA KECELAKAAN PLTN

(SIMULASI DI PLTN MURIA)

Rachmat Sahputra

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng 2. Dr. Sri Sugiarti

Penguji pada Ujian Terbuka:

(13)

PENGESAHAN

Judul : Model Distribusi Spasial Raionuklida pada Kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria) Nama Mahasiswa : Rachmat Sahputra

Nomor Pokok Mahasiswa : P062050071

Bidang Studi : Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam Lingkungan (PSL)

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua

Dr.Ir.Alinda Fitriany M Zain, M.Si Prof. Dr. Purwantiningsih MS Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Pengelolaan Sumber Daya Alam

Dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(14)
(15)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim. Bersyukur kepada Allah S.W.T dengan takdirNya dan berterima kasih kepada banyak orang yang telah membantu terwujudnya hasil penelitian untuk penyelesaian studi S3 yang berjudul Model Distribusi Spasial Radionuklida pada Kecelakaan PLTN (Simulasi di PLTN Muria).

Penelitian yang berkaitan dengan energi nuklir di kalangan perguruan tinggi, pada fakultas, jurusan atau bidang studi yang ada di Indonesia belum banyak dilakukan, kebanyakan penelitian nuklir dilakukan oleh para peneliti badan tenaga nuklir (BATAN). Kebijakan pemerintah terhadap pengembangan nuklir belum maksimal, hal ini dimungkinkan karena nuklir dianggap memiliki bahaya yang lebih besar dibanding manfaatnya. Menurut hemat penulis, pengembangan energi nuklir akan menguatkan sektor energi, terutama energi listrik yang akan mendorong tumbuhnya semua sektor pembangunan.

Dalam penulisan disertasi yang berkaitan dengan kecelakaan energi nuklir ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi MS, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Alinda Fitriany M Zain, M.Si dan Prof. Dr. Purwantiningsih MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan nasehat dan dorongan semangat sehingga penulis dapat penyelesaikan disertasi ini.

2. Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan dan staf BATAN yang banyak membimbing dan membantu pemikiran dan moril sehingga penelitian terus diupayakan, meskipun mengalami berbagai hambatan

3. Prof. Dr. Sri Saeni MS (Almarhum) yang telah membimbing dan mendorong semangat dengan kebaikan dan kesabaran di awal penelitian ini, semoga amal baik beliau di terima Allah SWT.

4. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Sri Sugiarti sebagai penguji pada ujian tertutup dan telah memberi banyak masukan yang berharga.

(16)

6. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku ketua program studi PSL serta sekretaris program studi PSL, Dr. Ir. Widiatmaka beserta seluruh jajaran staf PSL yang begitu berperan penting disaat penyelesaian studi mengalami kemandegan.

7. Kedua orang tua dan kedua mertua yang tidak sempat melihat selesainya disertasi ini, karena secara bergiliran disaat disertasi ini ditulis, mereka dipanggil menghadap Allah SWT.

8. Seluruh staf UNTAN Pontianak dan STKIP Melawi Nanga Pinoh yang banyak membantu selesainya disertasi ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana khususnya mahasiswa PSL, sdr. Partomo, Asnil, Arief, Subhan, Rahman dan rekan-rekan lain yang berperan dalam keluh kesah menuangkan problema penelitian.

10.Terima kasih disampaikan pula kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan disertasi ini.

Penulis menyadari disertasi ini mengikuti pepatah lama ‘Tiada Gading yang Tak Retak’ dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis perlu mendapat saran dan kritikan demi kesempurnaan disertasi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan dapat digunakan oleh yang berkepentingan, semata-mata untuk kemajuan, kesejahteraan dan ketentraman, serta kenyamanan masyarakat.

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 23 April 1967 dari Pasangan Ubed Subadri dan Titi (alm). Penulis merupakan anak kedua dari 8 bersaudara. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia (SAKMA) Bogor 1987 dan melanjutkan studi Strata-1 (S1) pada Jurusan Kimia FMIPA Universitas Indonesia (UI), lulus 1993. Pendidikan pascasarjana program Magister (S2) mulai ditempuh tahun 1999 di Program Studi Kimia Universitas Indonesia (UI) dan selesai pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) dengan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasinonal Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di jurusan MIPA-FKIP Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak sejak tahun 2000 hingga sekarang. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah bidang ilmu kimia anorganik, bidang ilmu kimia fisika dan lingkungan.

(18)

DAFTAR ISTILAH

Bahan nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai

Daerah Pengendalian adalah daerah yang digunakan untuk daerah pengendalian tetapi kondisi paparpekerjaan tetap dalam peninjauan, meskipun tidak ada tindakan proteksi khusus atau ketentuan keselamatan yang umumnya diperlukan.

Dekontaminasi adalah upaya yang dilakukan untuk memindahkan atau mengurangi kontaminasi, baik dengan cara fisika maupun kimia.

Dosis (dose) adalah jumlah radiasi yang terdapat medan radiasi atau energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi. (rad)

Dosis ambang (threshold dose) (1) Dosis radiasi minimum yang dapat menimbulkan efek biologis yang terdeteksi, (2) Dosis serap minimum yang menimbulkan pengaruh tertentu.

Dosis berlebih adalah dosis yang melampaui nilai batas dosis tahunan yang telah ditetapkan. Kontaminasi adalah keberadaan zat radioaktif pada suatu bahan, tempat atau bagian tubuh, yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan bahaya internal.

Dosis efektif adalah jumlah dosis ekivalen yang diterima jaringan (HT) dengan

faktor bobot jaringan (WT). Satuan khusus J.kg-1 atau Sv.

Dosis ekivalen (H) besarnya tingkat kerusakan pada jaringan tubuh akibat terserapnya sejumlah energi radiasi dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya H = Q.N.D. Satuan = Sv atau rem

Dosis ekivalen efektif adalah dosis ekivalen sesuai dengan bobotnya pada semua jaringan

Dosis ekivalen efektif kolektif, SE dosis paparan radiasi pada populasi yang

dinyatakan oleh integrasi dosis efektif ekivalen dengan jumlah individu populasi yang terkena radiasi. Satuan man.Sv. E E ( E) E

o

S H P H dH

=

Dosis ekivalen efektif terikat adalah jumlah integral selama 50 tahun dosis ekivalen sejak radionuklida masuk ke dalam tiubuh

Dosis ekivalen efektif terikat kolektif (SE,C) dosis terikat kolektif pada populasi

(19)

Dosis Paparan ukuran jumlah paparan sumber radionuklida untuk setiap satuan waktu. Bequerel (Bq) atau curie (Ci)

Dosis radiasi adalah jumlah energi yang dipindahkan dengan jalan ionisasi kepada suatu volume tertentu atau kepada seluruh tubuh, yaitu biasanya disamakan dengan jumlah energi yang diserap oleh jaringan atau zat lainnya tiap satuan massa pada tempat pengukuran.

Instalasi nuklir adalah fasilitas yang digunakan untuk pengoprasian reaktor, pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas.

Instalasi reaktor: Dalam hal Pusat Listrik Tenaga Nuklir meliputi sistem pembangkitan uap dengan tenaga nuklit, sistem turbin dan generator, sistem pendingin, sistem tambahan (auxiliary), serta sistem keselamatan. Dalam hal reaktor uji meliputi sistem pembangkitan panas, fasilitas penelitian, sistem pendingin, sistem tambahan (auxiliary), serta sistem keselamatan.

Kecelakaan adalah suatu kejadian di luar dugaan yang memungkinkan timbulnya bahaya radiasi dan kontaminasi, baik bagi pekerja radiasi maupun bukan pekerja radiasi.

Kecelakaan nuklir adalah setiap kejadian atau rangkaian kejadian yang menimbulkan kerugian nuklir.

Kerugian nuklir adalah setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera atau sakit, kerusakan harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah meledak, atau sifat bahaya lainnya atau selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat tindakan

preventif dan kerugian sebagai akibat atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup.

Laju degradasi adalah kecepatan pengurangan jumlah suatu zat terhadap waktu dengan arah menuju media tertentu.

Limbah Radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan ayng telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir, yang tidak dapat digunakan lagi.

(20)

Paparan Pekerjaan adalah paparan yang diperoleh akibat bekerja di medan radiasi atau dengan sumber zat radioaktif.

Paparan Radiasi adalah penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi internal maupun eksternal.

Pembatas Dosis adalah pembatas prospektif pada dosis individu dari satu sumber yang berfungsi sebagai batas atas dosis dalam optimisasi proteksi dan keselamatan untuk sumber tersebut.

Pengungkung atau containment, penahan (barrier) yang dibuat untuk mengungkung bahan radionuklida agar tidak terlepas ke lingkungan pada kondidi kecelakaan.

Penyinaran atau exposure, pemancaran bahan radioaktif mengenai organ tubuh.

Peringatan dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coheran), dan resmi (official).

Radiasi Pengion adalah gelombang elektromagnetik atau partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya.

Radioisotop adalah isotop yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan radiasi pengion.

Radionuklida adalah inti atom yang menjadi sumber paparan radiasi dengan karakteristik radioaktivitas.

Radiotoksisitas adalah toksisitas yang terkandung dalam radiasi pengion yang dipancarkan oleh suatu radionuklida dan turunannya; tidak hanya dikaitkan dengan karakteristik radioaktivitas sumber, tetapi juga dengan sifat fisika dan kimianya, serta metabolisme unsur tersebut dalam tubuh atau organ.

Risiko (risk) adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta benda dan gangguan kegiatan masyarakat.

(21)

Spasial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan dimensi keruangan atau tempat.

Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau asfek fungsional.

Waktu paruh adalah interval waktu selama unsur radioaktif berkurang menjadi setengah dari awalnya.

Waktu degradasi-50 (WD-50) adalah interval waktu selama zat terdegradasi menjadi 50% dari awalnya karena berinteraksi fisika-kimia dengan media tertentu

Zat radioaktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktivitas jenis lebih besar daripada 70 kBq/kg (2ɳCi/g).

Zona LPZ (Longer Term Protective Action Planning Zone) yaitu zona dimana tindakan penanggulangan direncanakan untuk menurunkan risiko jangka waktu panjang untuk mengurangi dosis dari deposisi pada bahan-bahan makanan.

Zona PAZ (Precautionary Action Zone) yaitu zona di sekitar PLTN dimana tindakan tanggap darurat diimplementasikan segera setelah tanda darurat diumumkan.

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Awal Berkaitan dengan Listrik Indonesia

Penduduk Indonesia setiap tahun terus bertambah, dan dari hasil sensus penduduk tahun-tahun sebelumnya dapat digunakan untuk memperkirakan lonjakan penduduk di tahun-tahun mendatang. BPS mencatat penduduk Indonesia pada tahun 2005 adalah 219.204700 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1.3 % pertahun. Pada tahun 2010 penduduk Indinesia berjumah 230.632.700 orang dengan laju pertumbuhan pada tahun 2010 adalah 1.22 %. Tahun 2015 total penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 247.572.400 orang dengan laju pertumbuhan pada tahun berjalan sekitar 1.12 %. Tahun 2020 penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 261.005.000 orang dengan laju pertumbuhan 0.99 %. Pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia mencapai 273.219.000 orang dengan laju pertumbuhan 0.84 %. Dalam 20 tahun penduduk Indonesia bertambah rata-rata 1.094 % setiap tahunnya (BPS 2010). Rasio Jumlah penduduk Indonesia terhadap jumlah rumah tangga dari olahan data laporan Biro Pusat Statistik (BPS) diperoleh angka rata-rata 1 : 3.95; tahun 2010 terdapat 59.122.523 rumah tangga, tahun 2015 diperkirakan 62.691.742 rumah tangga, tahun 2020 diperkirakan terdapat 66.093.224 rumah tangga dan pada tahun 2025 terdapat 69.186.176 rumah tangga. Jumlah rumah tangga ini merupakan target yang akan dijadikan sasaran pelayanan listrik oleh PLN.

(23)

2009 dan 50 Juta di tahun 2010. Data mengindikasikan, bahwa saat ini keterbelakangan akan sumber-sumber informasi dan penggunaan teknologi pada rakyat Indonesia masih tinggi. Masih banyak rakyat Indonesia yang tidak dapat menikmati listrik dengan baik, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman.

Tabel 1 Jumlah penduduk dan rumah tangga (RT) yang sudah dan belum menikmati listrik

Tahun

Jml Penduduk

(jiwa)

Total Pelangga

n PLN (RT)

Jml RT Terlayani

Jml RT Tak Terlayani

Jml jiwa/klg

Tidak Menikmati

Listrik (jiwa)

2003 213550500 54076516 32151000 21925516 3.949043241 86584810.76

2004 216381600 54793424 33366000 21427424 3.949043241 84617823.22

2005 219204700 55508306 34559000 20949306 3.949043241 82729714.64

2006 222051300 56229139 35751000 20478139 3.949043241 80869055.1

2007 224904900 56951744 37334000 19617744 3.949043241 77471319.65

2008 227779100 57679566 39497477 18182089 3.949043241 71801854.49

2009 230632700 58402171 42454289 15947882 3.949043241 62978875.17

2010 233477400 59122523 46495348 12627175 3.949043241 49865259.61

2011 236331300 59845204 52018240 7826964 3.949043241 30909019.09

2012 239174300 60565126 59566346 998779 3.949043241 3944222.178

Sumber : Olahan Data BPS dan RUPTL PLN, 2008

Grafik persentase penduduk Indonesia yang terlayani dan yang tidak terlayani dapat diperkirakan seperti pada Gambar 3 dengan asumsi bahwa PLN dapat membangun sesuai dengan perencanaan tanpa menghadapi berbagai kendala baik kendala keuangan untuk pengadaan dan perawatan, tidak ada kelangkaan bahan bakar dan melakukan inovasi-inovasi baru dalam mengembangkan teknologi untuk mengganti teknologi dan peralatan yang usang; serta tidak ada kendala lain yang sukar diperkirakan seperti bencana alam dan perubahan kebijakan sosial politik di masyarakat. Dari Gambar 3 tersebut, bila sesuai dengan perencanaan dapat diperkirakan bahwa pada tahun 2013, hampir seluruh rakyat dapat menikmati listrik.

(24)

2003 2004

2005 20062007 2008

2009 20102011 2012 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R um a h Ta ngga Te rl a y a ni da n Ti da k Te rl a y a ni ( % ) Tahun % Terlayani % Tidak Terlayani

Gambar 1 Persentase rumah tangga (RT) yang terlayani dan tidak terlayani aliran listrik (Sumber: Olehan data BPS 2010)

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang tinggi akan menimbulkan banyaknya penduduk yang tidak dapat menikmati listrik perlu diantisipasi secepat mungkin, apabila tidak dapat diantisipasi maka tahun-tahun mendatang menyebabkan terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin dan penurunan tingkat pendidikan masyarakat yang menghambat kemajuan pembangunan Indonesia. Antisipasi petumbuhan penduduk yang tidak dapat menikmati listrik dapat dilakukan dengan pemenuhan tenaga listrik untuk mengimbangi tingginya laju permintaan energi listrik masyarakat.

(25)

sesuai dengan rencana semula. Di pulau-pulau luar Jawa kondisi krisis yang dialami saat ini masih terus berlanjut Target rasio elektrifikasi sekitar 70% dan rasio wilayah berlistrik sekitar 90% dengan 44 juta pelanggan tidak tercapai, karena sejumlah kendala terutama kendala bahan bakar (PLN 2006). Pengolahan data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki electrification ratio (rasio kelistrikan) berkisar separuh rumah tangga yang memperoleh aliran listrik, jauh lebih rendah dari Vietnam yang sudah 79 persen, Filipina 80 persen, Thailand 84 persen, dan China 99 persen. Di antara 12 negara satu kawasan, Indonesia berada di peringkat 11 (PLN 2006). Data laporan yang ada menunjukkan bahwa PLTN belum dapat melakukan pengelolaan ketersediaan listrik secara maksimal.

Pengelolaan ketersediaan listrik dari mulai pembangkitan, transmisi dan distribusi PLN hanya tumbuh 1,43 % pertahunnya belum mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia, sehingga hanya sebesar 13.6 % penduduk Indonesia yang terlayani kebutuhan listriknya (IAEA 2003). Pada tahun 2025 diperkirakan jumlah konsumen yang tidak dapat menikmati listrik mencapai 210 juta dari 240 juta total konsumen, seperti disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 86.4 % penduduk Indonesia tidak dapat menikmati tenaga listrik yang mengidikasikan akan terjadinya peningkatan kemiskinan informasi dan peningkatan masyarakat miskin, dan keterbatasan akses di berbagai bidang.

Tabel 2 Perkiraan penduduk yang tidak dapat menikmati tenaga listrik

Keterangan 2001 2025

Kapasitas PLN (MW)* 21.058.83 29.509.32

Konsumen terlayani (Juta) 29 40

Total Penduduk (Juta) 214 250

Penduduk yang tidak dapat menikmati

listrik (Juta) 185 210

*) Perkiraan jika laju peningkatan kapasitas PT PLN sebesar 1.43 % per tahun. Sumber: IAEA Energy and Economic Database, 2003

2.2 Perbandingan PLTN dan Pembangkit Listrik Lain

(26)

Pembangkit listrik yang dikembangkan Indonesia (PLN) meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Tenaga Panas (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Uap batu bara (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Komposisi energi primer yang dikembangkan PLN dapat dilihat dalam Gambar 4 berikut. 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2020 2020 2020 2020 2020 2020 2025 2025 2025 2025 2025 2025 0 10 20 30 40 50 60

PLTU (Batubara) PLTG (Gas) PLTD (BBM) PLTP (Panas Bumi) PLTA (Hydro) PLTN (Uranium)

Jenis Pembangkit P er se n ta se (% ) d an T ah u n 2005 2010 2015 2020 2025

Gambar 2 Strategi komposisi energi primer untuk pembangkit listrik (Olahan data PLN 2008)

Pembangkit yang banyak digunakan saat ini adalah turbin uap (PLTU), uap yang dihasilkan berasal dari pembakaran batubara, gas alam, atau menggunakan bahan bakar minyak. Pembangkitan dapat dilakukan juga menggunakan bahan bakar nuklir (PLTN) untuk pemanasan uap. Uap yang dihasilkan dipergunakan untuk menggerakkan generator yang selanjutnya menghasilkan listrik.

(27)

Membandingkan efektivitas perolehan energi, PLTN energy availability

factoc (EAF) berada pada kisaran angka 80 %, sedangkan pada pemangkit listrik lainnya, yang menggunakan BBM, besar proses konversi dari kandungan energi awal yang bisa menghasilkan energi listrik berada pada kisaran 30 %. Sehingga PLTN dapat dikatakan penghasil energi yang paling effisien dari seluruh pembangkit yang ada dibanding dengan pembangkit listrik lainnya. Dan jika membandingkan kesetaraan jumlah energi bahan bakar Uranium-235 pada PLTN dengan bahan bakar batu bara pada PLTU, secara teori dapat dihitung sebagai berikut. Besarnya energi yang tersimpan dalam inti atom dirumuskan dengan kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein: E = mc2, massa bahan = m, kecepatan cahaya 3 x 10 8 m/det2 = c. Energi nuklir berasal dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas. Energi panas yang dilepaskan oleh reaksi nuklir dapat dicontohkan dengan perhitungan sederhana dengan memisalkan 1 gram (0.001 kg) bahan bakar U-235. Jumlah atom U-235 tersebut = (1/235) x 6.02 x 10 23 = 25.6 x10 23 atom U-235. Pada setiap proses fisi bahan bakar 235 disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV, maka 1 gram U-235 yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi sebesar: E = 25.6 x 10 20 atom x 200 MeV/atom = 51.2 x 1022 MeV. Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule, dimana 1 MeV = 1.6 x 10 -13 J, maka energi yang dilepaskan menjadi: E = 51.2 x 10 22 MeV x 1.6 x 10 -13 J/ MeV = 81.92 x 10 9 J. Dengan asumsi hanya 30 % energi panas dapat diubah menjadi energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 gram U-235, maka energi listrik yang diperolehnya = 30% x 81.92 x 10 9 J = 24.58 x 10 9 J. Karena 1 J = 1 W.s (E = P.t), jika dipergunakan untuk menyalakan barang elektronik dengan daya 100 W, maka 1 g U-235 dapat memenuhi kebutuhan listrik barang elektronik tersebut sebesar T = E /P = 24.58 x J / 100 W = 24.58 x 107 detik = 7.78 tahun secara terus menerus.

(28)

Salah satu alasan ini menjadi dasar bahwa energi nuklir terus dikembangkan oleh berbagai negara maju. Selain itu, pengrusakan lingkungan akibat pengambilan 1 kg bahan bakar uranium-235 di alam jauh lebih kecil daripada pengrusakan lingkungan akibat pengambilan 2.400 ton batubara di alamn (ABARE 2003).

Energi nuklir yang dihasilkan dari bahan uranium pada reaktor PHWR (Candu) dibandingkan dengan energi yang terdapat pada minyak mentah memiliki perbandingan 1: 615.385, artinya 1 kilogram uranium alam dalam PHWR Candu setara dengan 615.385 kilogram minyak mentah. Perbandingan efektivitas tenaga yang dihasilkan dari sumber-sumber tenaga dapat dilihat dalam Gambar 5 yang merupakan perbandingan konversi tenaga untuk tiap kg sumber tenaga beserta jumlah karbon dioksida yang dihasilkan.

615385 85714 14286 10989 0 1 1,0E-07 1,0E-06 1,0E-05 1,0E-04 1,0E-03 1,0E-02 1,0E-01 1,0E+00 1,0E+01 1,0E+02 1,0E+03 1,0E+04 1,0E+05 1,0E+06 Minya k M ent ah LPG Gas Alam Bat uba

ra H itam

(N SW

& O ld)

Bat uba

ra H itam (

SA & WA ) Bat uba

ra H itam

(C ana

dian bi tum

inous )

Bat uba

ra H itam

(C ana

dian s ub-bitum inous ) Bat uba

ra c okl

at

Bat uba

ra c okl

at ( Vic

. A vera

ge )

Bat uba

ra c okl

at ( Loy

Yang)

Kayu baka

r (ke ring)

Ura nium

Ala m da

lamL WR ium Ala m dala m L WR with U & P

u re cyc le Ura nium Ala m dala m C AN DU Ura nium Ala m dala m F BR Ura nium dika yaka n s /d 3.

5% da

lam LW

R Perbandingan Energi terhadap

Minyak Mentah

Gambar 3 Grafik perbandingan nilai energi yang dihasilkan bahan bakar (Olahan data ABARE Research Report, 2003).

(29)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Karbon (%)

Jenis Bahan bakar

% Carbon

% Carbon 89 81 76 67 25 42 0

Minyak Mentah LPG Gas Alam

Batubara Hitam (NSW &

Old)

Batubara Hitam (Canadian

sub-Kayu bakar (kering)

Uranium Alam dalam LWR

Gambar 4 Perbandingan % C yang dihasilkan antara U-235 dan bahan bakar lain. ( Sumber: olahan data ABARE research report, 2009)

Gambar 6 menunjukkan jumlah karbon yang dihasilkan dari uranium dalam Liquid Water Reaktor (LWR) bernilai nol dan nilai ini jauh lebih rendah dibanding minyak mentah yang melepaskan karbon mencapai 89%, LPG mencapai 81%, gas Alam 76% dan batubara melepaskan karbon mencapai kisaran 25% sampai dengan 67%. Oleh karena itu, bahan bakar selain nuklirlah penyebab akumulasinya karbon di lapisan atmosfir yang mengakibatkan efek rumah kaca dan terjadinya pemanasan global di permukaan bumi. Dari keefektifan penggunaan bahan bakar dan rendahnya pelepasan unsur karbon penyebab pemanasan global, maka pilihan penggunaan energi nuklir untuk PLTN dapat dijadikan dasar sebagai keunggulan dalam menghasilkan energi untuk penyediaan sumber tenaga listrik alternatif.

2.3 Keberadaan Reaktor Nuklir

(30)

dimaksudkan untuk kepentingan penelitian, dan untuk kepentingan penyedia tenaga listrik direncanakan reaktor nuklir akan dibangun di Ujung Lemah Abang (ULA) Muria, Kabupaten Jepara di Jawa Tengah.

Sembilan ratus (900) reaktor nuklir telah beroprasi di dunia saat ini, di dalamnya termasuk sekitar 280 reaktor-reaktor kecil yang digunakan untuk riset produksi isotop untuk obat dan industri di 56 negara. Lebih dari 200 reaktor kecil pemberi tenaga sekitar dalam 150 kapal, umumnya kapal laut dan dari data statistik PLTN dunia tahun 2002 dan 2009 tercatat 439 reaktor PLTN yang beroperasi di 31 negara seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar 360.064 GWe, 35 reaktor PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam tahap pembangunan serta 25 reaktor PLTN dengan kapasitas 29.385 MWe, dan 4 reaktor PLTN baru akan dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Dari 439 reaktor PLTN yang beroprasi di dunia, telah memenuhi 17 % listrik dunia. Negara-negara industri di dunia, 25% listriknya berasal dari reaktor nuklir, di Amerika serikat terdapat 104 reaktor PLTN yang sudah memenuhi 20 % keperluan listrik negara tersebut. Jepang dan Perancis terus membangun PLTN setiap beberapa tahun sekali untuk memenuhi kebutuhan listriknya.

PLTN mulai dibangun sejak tahun 1951 di negara-negara yang saat ini menjadi maju seperti USA, Perancis, Jepang, Rusia, Jerman, Inggris dan Canada. Menyusul dikembangkan Korea Selatan dan Cina, sekarang diikuti India dan Mexico. Data pada tahun 2000 sepuluh negara terbesar pemilik reaktor nuklir di dunia dimiliki Amerika Serikat memiliki 103 reaktor, Perancis memiliki 59 reaktor, Jepang memiliki 53 reaktor, Inggris memiliki 35 reaktor, Rusia memiliki 29 reaktor, Jerman memiliki 19 reaktor, Korea Selatan memiliki 16 reaktor, Kanada memiliki 14 reaktor, Ukraina memiliki 13 reaktor dan India serta Swedia memiliki 11 reaktor. Sepuluh negara pengguna listrik PLTN terbesar antara lain: Perancis 75%, Lithuania 73%, Belgia 58%, Bulgaria 47%, Republik Slowakia 47%, Swedia 47%, Ukraina 44%.

(31)

2 1 7 2 2 18 11 6 4 59 17 4 17 53 20 1 2 1 2 2 31 4 1 2 8 10 5 15 19 104

0 20 40 60 80 100 120

Jumlah PLTN yang beroprasi (IAEA 2009) ARGENTINA BELGIA BULGARIA CINA FINLANDIA JERMAN INDIA KOREA SELATAN MEXICO PAKISTAN FEDERASI RUSIA SLOVENIA SEPANYOL SWISS INGGRIS N a m a n e g a r a

[image:31.595.113.486.117.473.2]

memiliki 53 unit, Korea Selatan yang memiliki 20 unit dan China yang memiliki 11 unit.

Gambar 5 Jumlah reaktor nuklir PLTN yang beroprasi di dunia (Olahan data IAEA, 2002 & 2009).

(32)

Keberhasilan negara-negara di Asia dalam memenuhi kebutuhan negaranya dengan PLTN seperti Jepang meskipun tercatat sebagai negara yang paling rawan gempa, begitu juga negara Cina yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia ternyata tidak menjadi hambatan dalam membangun PLTN dalam rangka memenuhi kebutuhan energi penduduknya. Oleh karena itu, Indonesia dengan melihat keberhasilan Negara lain perlu mempertimbangkan opsi PLTN dalam mengatasi krisis listrik dengan mempersiapkan segala sumber daya dan penguasaan teknologi secepat mungkin.

2.4 Cara Kerja PLTN

Cara kerja PLTN pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik konvensional yaitu : air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik. Perbedaan PLTN dengan pembangkit konvensional

1 2

16 1

1

6 1

2

6 1

9 2

2 1

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Jumah reaktor yang dibangun (IAEA,2009)

ARGENTINA BULGARIA CINA FINLANDIA PERANCIS INDIA IRAN JEPANG KOREA PAKISTAN RUSIA SLOVAKIA UKRAINA AMERIKA SERIKAT

N

am

a n

eg

ar

[image:32.595.112.514.76.428.2]

a

(33)

adalah pada bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan panas, pembangkit konvensional menggunakan bahan bakar fosil seperti : batu bara, minyak dan gas, sedangkan pada PLTN menggunakan bahan bakar uranium. Pembangkit listrik konvensional menggunakan bahan bakar fosil ini yang berdampak akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (S02) dan nitrogen oksida (NOx), serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan teremisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang biasanya menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global. Pada PLTN panas yang akan digunakan untuk menghasilkan uap barasal dari reaksi pembelahan inti uranium dalam reaktor PLTN, sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disalurkan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel seperti C02, S02, atau NOx, juga tidak mengeluarkan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat yang disimpan secara lestari.

Cara kerja PLTN dapat diilustrasikan dengan Gambar 9.

Gambar 7 Skema perolehan tenaga listrik dalam PLTN. 2.5. Dasar Pembangkitan Panas pada PLTN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memperoleh pembangkit listrik untuk memutarkan turbinnya berasal dari hasil reaksi fisi nuklir dalam reaktor. Reaksi fisi menghasilkan tenaga yang cukup besar yang merupakan tenaga panas hasil reaksi fisi. Reaksi fisi memerlukan pengaturan jumlah tumbukan neutron dengan inti atom uranium agar panas yang dihasilkan dapat dikendalikan. Panas yang dihasilkan tersebut dipergunakan untuk menghasilkan uap yang dapat menggerakkan turbin penghasil tenaga listrik.

Panas yang dihasilkan dari reaktor nuklir berasal dari hasil fisi radionuklida uranium-235 yang ditumbuk neutron. Uranium-235 yang bertumbukan dengan neutron terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu

Reaksi fisi penghasil

panas

Air panas penghasil

uap

Uap memutar

turbin

Turbin memutar generator

(34)

kelompok Sr-90 dan Xe-143 beserta unsur kombinasi lainnya. Pembelahan tersebut melepaskan 2 atau 3 netron dengan melepaskan tenaga panas sebesar 200 MeV. Setiap reaksi fisi selalu menghasilkan neutron baru, tetapi karena energi netron yang dihasilkan cukup tinggi sekitar 2 MeV untuk menghasilkan reaksi fisi berikutnya, maka neutron tersebut memerlukan perlambatan agar mencapai tenaga thermal 0.025 eV. Perlambatan neutron dimaksudkan agar reaksi fisi berlanjut dan untuk maksud tersebut memerlukan moderator. Moderator yang sering digunakan dalam reaktor nuklir antara lain: air, air berat, berylium dan grafit, agar reaksi fisi berlangsung terkendali maka diperlukan batang-batang kendali yang berfungsi menyerap neutron yang dihasilkan.

Gambar 8 Ilustrasi proses fisi uranium-235 (Samsung 1986)

(35)

dengan tenaga kinetik sebesar 166 MeV, dan yang terbesar dari seluruh tenaga akan mencapai sekitar 200 MeV yang berasal dari: neutron 5 MeV, sinar gamma serentak 7 MeV, sinar gamma dari hasil-hasil fisi 7 MeV, partikel betta 5 MeV dan neuton 10 MeV (Korsunsky M., 1980), dimana 1 MeV berequivalen dengan 1,6 x 10 -13 joule.

Reaksi pembelahan inti uranium dapat dijelaskan dengan persamaan berikut, dimana netron yang digerakkan ke arah 92U235 akan membelah menjadi 2 fraksi besar mengeluarkan 2 atau 3 netron dengan pancaran radiasi gamma, turunan pembelahan fraksi-fraksi akan memancarkan radiasi alpha dan betta selain gamma.

Keterangan:

0n1 : Neutron termal

92U235 : Inti uranium

(92U236)* : Inti uranium tereksitasi

Z1F1A1 : Fraksi unsur radioaktif 1

Z2F2A2 : Fraksi unsur radioaktif 2

ZnFnAn : Fraksi unsur radioaktif n

E : Tenaga yang dilepaskan (MeV)

Reaksi netron dan 92U235 berkaitan dengan dua langkah terpisah. Pertama, netron menumbuk 92U235 dan keduanya membentuk inti baru. Kedua, inti baru tersebut terpecah membentuk 2 fraksi atau lebih dengan melepaskan tenaga. Inti baru yang terbentuk merupakan unsur transisi dimana nomor atom dan nomor masanya merupakan penggabungan keduanya membentuk uranium-236 tereksitasi dengan waktu paruh yang sangat pendek dalam orde sekitar 10-16 detik. Informasi waktu paruh yang pendek ini dikumpulkan dari reaksi-rekasi nuklir. Keberadaan keadaan tereksitasi dideteksi melalui puncak dari kurva penampang hamburan terhadap tenaga dari suatu reaksi nuklir. Puncak dari kurva dinamakan resonansi pada keadaan tereksitasi. Para peneliti reaksi nuklir telah menggunakan isotop kadmium-113 sebagai pendekatan, unsur tersebut ditembaki neutron membentuk keadaan eksitasi kadmium-114 dan sinar gamma, diperoleh puncak efek resonansi 0,176 eV dengan lebar г = 0,115 eV. Umur rata-rata unsur dalam keadaan tereksitasi dihitung dari persamaan τ = ħ/ г, dimana ħ adalah

(36)

tetapan Planck dan г adalah lebar puncak resonansi. Persamaan tersebut diperoleh dari prinsip ketidak beraturan ∆E ∆t ≥ħ/2.

Terpecahnya unsur transisi (92U236)* membentuk fraksi-fraksi dapat dianalisis dengan pertolongan model antara lain model tetesan-cairan. Asumsinya adalah bahwa apabila tetesan-cairan cukup tereksitasi, tetesan akan berosilasi dengan berbagai cara berubah bentuk menjadi bola lonjong, bola bulat, dan bola lonjong kembali, dan seterusnya. Model ini memandang terdapatnya tegangan permukaan, sehingga unsur transisi tersebut bervibrasi seperti tetesan-cairan. Inti dipengaruhi gaya pembelah dari gaya elektrostatik tolak-menolak proton. Inti bervibrasi sampai kehilangan tenaga eksitasinya melalui peluruhan gamma. Derajat distorsi makin membesar, tegangan permukaan tidak cukup menahan mengembalikan kepada kelompok protonnya. Akhirnya unsur transisi terbelah menjadi 2 fraksi besar dengan melepaskan tenaga (Beiser 1986).

Energi per fisi yang dilepaskan tergantung dari partikel isotop yang dihasilkan, pada bahan bakar 92U235 yang umumnya digunakan dengan neutron termal pembangkit tenaga listrik akan menghasilkann tenaga sekitar 3.2 x 10 -11 joule. Diperlukan sekitar 3.1 x 10 10 fisi per detik untuk menghasilkan 1 watt energi panas. Pada sistem pembangkit tenaga listrik komersial memerlukan 1 kg bahan bakar nuklir agar menghasilkan tenaga 240.000 kilowatt jam, tenaga sebesar ini equivalen dengan tenaga listrik yang dihasilkan oleh 80.000 kg batubara (Dorf RC 2005). Tenaga yang dihasilkan dari PLTN 1000 MWe dapat membangitkan listrik sebesar 7000 GWH/tahun dan diperlukan 20 ton per tahun bahan bakar uranium konsentrasi 3.5% 92U235 dari hasil asil pengayaan atau setara dengan masukan 153 ton pertahun uranium alami atau setara dengan 180 ton pertahun U3O8. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar tenaga nuklir secara kuantitas jauh lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar lainnya seperti batu bara, minyak bumi, bahan bakar hayati atau lainnya.

2.6. Reaktor Nuklir

(37)

tenaga dengan laju sekitar 1 Megawatt (106 W). Tenaga yang dilepaskan dalam sebuah reaktor nuklir dalam bentuk kalor yang dapat diambil dengan mengalirkan zat cair atau gas sebagai pendingin melalui bagian dalam reaktor.

Persoalan penting dalam perancangan reaktor adalah hilangnya neutron yang melewati permukaan reaktor yang terserap tanpa mengindikasikan adanya fisi. Setiap fisi 92U235 rata-rata mengeluarkan 2.5 neutron, 1 neutron diantaranya dapat digunakan untuk melakukan fisi berikutnya, sehingga 1.5 neutron setiap fisi perlu dihilangkan agar reaksi berantai dapat berjalan sendiri. Persoalan ini dapat diatasi dengan memperbesar ukuran reaktor agar luas permukaan per volume menjadi lebih kecil dan bahan yang dilindungi oleh material yang dapat menghamburkan neutron agar neutron hasil fisi dapat mengalami pemantulan.

Persoalan kedua yang lebih sukar dalam melakukan reaksi fisi dalam reaktor nuklir adalah penggunaan uranium alami yang hanya mengandung 0.7% isotop 92U235 yang terfisikan, sedangkan bila isotop 92U235 cukup melimpah dapat menangkap neutron cepat tetapi biasanya isotop tersebut tidak melakukan reaksi fisi. Persoalan ini diatasi dengan memperlambat neutron cepat untuk mencegah neutron terserap oleh 92U238 yang tidak produktif menghasilkan reaksi fisi, maka dengan perlambatan neutron cepat akan mempertinggi peluang isotop 92U235 mengalami reaksi fisi dalam reaktor. Dalam perlambat neutron cepat dalam reaktor bahan bakar uranium perlu diselingi oleh matriks moderator yang terbuat dari bahan yang mampu menyerap neutron cepat. Moderator yang biasanya digunakan adalah air ringan, air berat, grafit dan karbon murni.

(38)
[image:38.595.127.484.204.370.2]

Reaktor komersial dewasa ini menggunakan air ringan sebagai moderator dan juga sebagai pendingin, alasannya adalah karena air memiliki 2 atom hidrogen yang massa intinya hampir sama dengan neutron. Bahan bakar uranium yang digunakan merupakan hasil pengayaan uranium alami yang kadar 92U235 mencapai 3%.

Gambar 9 Sketsa reaktor nuklir (Rashad 2000).

Reaktor nuklir memiliki pertahanan berlapis yang terbuat dari bahan baja seperti ditampilkan dalam Gambar 11. Bahan bakar uranium ditempatkan dalam kelongsong yang terbuat dari baja sebagai tempat reaksi fisi terjadi. Agar reaksi tidak mengalami kebocoran, kelongsong berada dalam rendaman air dalam ruang terbuat dari baja setebal 8 inchi. Ruang tersebut dilindungi pelindung yang terbuat dari lapisan baja setebal 0,25 inchi yang berada dalam pengungkung (containment) dengan bagian dalam terbuat dari baja setebal 45 inchi. Lapisan berlapis ini dimaksudkan agar dapat memperkecil peluang kebocoran yang dapat terdistribusi ke luar reaktor.

PLTN yang beroperasi di dunia sebagian besar berjenis Reaktor Air Ringan (Light Air Reaktor, LWR) dan Reaktor Air Tekan (Pressurized Air

Reactor, PWR). PLTN Jenis PWR merupakan jenis reaktor yang menggunakan air (H2O) sebagai pendingin sekaligus sebagai moderator. Panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi pada bahan bakar uranium dioksida (UO2) dalam bejana reaktor (reaktor vessel) dipakai untuk memanaskan air pendingin primer bertekanan tinggi dengan alat pengendali tekanan (pressurizer) untuk mempertahankan tekanannya. Air pendingin primer selanjutnya dialirkan ke sistem pembangkit uap

Baja tahan tekanan 45 inchi

Baja linier 0,25 inchi

Pelindung 36 inchi

Baja reaktor 8 inchi

(39)
[image:39.595.108.509.197.406.2]

(steam generator) untuk memproses pertukaran panas dari sistem pendingin primer ke sistem pendingin sekunder, pertukaran panas ini menyebabkan air sistem pendingin sekunder mendidih dan menghasilkan uap panas yang selanjutnya dipakai untuk memutar turbin dan generator yang dapat menghasilkan tenaga listrik seperti disajikan dalam Gambar 12.

Gambar 10 Skematik diagram PLTN jenis PWR.

(http: //hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/.../reaktor.html www.animatedsoftware.com

http://reaktor.engr.wisc.edu/tour/tourpics/reaktor2.gif)

Bahan bakar PWR dan LWR berbentuk UO2 yang tertutup dalam tabung panjang sempit dalam reaktor yang terbuat dari swasa-zirkonium yang dirakit bersama batang kendali yang dapat digerakkan yang diletakkan dalam tabung baja tahan tekanan. Tabung baja tahan tekanan tersebut biasanya memiliki tinggi 10 meter berdiameter dalam selebar 3 meter dan tebal dinding 20 cm. Pada PWR air yang mengalir melewati teras dipertahankan bertekanan tinggi sekitar 150 atm untuk mencegah pendidihan. Air yang masuk dalam tabung bertekanan temperaturnya sekitar 2800C dan ketika keluar temperaturnya sekitar 3200C melalui penukar kalor yang menghasilkan uap penggerak turbin seperti pada gambar 12.

(40)

terjadi dalam wadah dengan struktur baja atau beton yang kuat, sehingga uap air yang dihasilkan ini dapat digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit tenaga listrik dengan prinsipnya identik dengan pembangkit listrik tenaga listrik lainnya seperti listrik tenaga minyak bumi, sehingga reaktor nuklir memiliki fungsi seperti ketel uap yang menghasilkan uap penggerak turbin.

Reaktor BWR (Boiling Water Reaktor) memiliki tekanan sekitar 68 atm lebih rendah dari PWR, di dalam tabung yang berisi inti atom memungkinkan terbentuknya uap air hasil transfer panas reaksi fisi dan uap air yang dihasilkan dikirim langsung ke turbin tanpa melewati generator uap. Keuntungan BWR dibandingkan dengan PWR adalah dalam hal kesederhanaannya, tetapi memiliki kelemahan peluang pencemaran lebih besar, karena dinding penghalang berkurang satu dibanding dengan PWR (Beisher 1981). Skematik BWR disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 11 Skematik diagram PLTN Jenis BWR

(http: //hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/.../reaktor.html; www.animatedsoftware.com

http://www.solcomhouse.com/images/boiling.gif

http://www.nrc.gov/reaktors/generic-bwr.pdf)

(41)
[image:41.595.94.523.119.399.2]

Tabel 3 Jenis reaktor nuklir PLTN yang beroprasi di dunia.

Jenis Reaktor Negara Jumlah GWe Bahan

bakar Pendingin Moderator Pressurised Air

Reactor (PWR)

AS, Prancis, Jepang, Rusia

260 243 UO2

diperkaya

air air

Boiling Air Reaktor

(BWR)

AS, Jepang, Swedia.

92 83 UO2

diperkaya

air air

Pressurised Heavy Air Reactor

“CANDU” (PHWR)

Kanada 34 18 UO2 alam Air berar air berat

Gas-cooled Reaktor

(Magnox & AGR)

Inggris 32 12 U (metal),

UO2

diperkaya

CO2 graphite

Light Air Graphite Reactor (RBMK)

Rusia 13 14 UO2

diperkaya

air graphite

Fast Neutron Reaktor (FBR)

Jepang, Prancis, Rusia.

4 1.3 PuO2 dan

UO2

Natrium cair

Tidak ada

Lainnya Rusia, Jepang. 5 0.2

TOTAL 440 371

Sumber: Nuclear Engineering International handbook, 2002.

Perkembangan teknologi PLTN dewasa ini memasuki era generasi keempat. Teknologi generasi pertama muncul dan dibangun pada tahun 1950-1960 melalui eksperimen disain. Teknologi PLTN terus disempurnakan memasuki fase ke dua, yaitu pembangunan reaktor-reaktor besar pada era tahun 1970-1980. Generasi ketiga ditandai dengan kelengkapan pengamanan pada reaktor yang dikembangkan antara tahun 1980-1990. Dewasa ini teknologi PLTN mencapai fase ke empat yang ditandai dengan berpadunya kebutuhan domestik dan internasional yang memperhatikan pengembangan pengamanan, pengembangan sisi ekonomis, pengembangan ketahanan dan upaya-upaya memperkecil limbah nuklir yang mengotori lingkungan. Dalam perkembangan dewasa ini, jenis-jenis reaktor terus berkembang sampai saat ini sudah mencapai jenis reaktor generasi keempat seperti VHTR (Very High-Temperatur Reactor), MSR (Molten Salt

Reaktor), SFR (Sodium Cooled Fast Reactor), SCWR (supercritical Water

Cooled Reactor), GFR (Gas Cooled Fast reacor), dan LFR (Lead Cooled Fast

(42)

2.7 Dosis Radiasi Nuklir

2.7.1 Paparan dan Dosis Radiasi Nuklir

Paparan radiasi nuklir akan bergantung pada sifat fisika sumber, penggunaan sumber tersebut, serta bahan pelindung yang digunakan. Dosis radiasi sumber radioaktif telah dibakukan sebagai cara untuk pengamanan lingkungan dari berbagai risiko, baik untuk para pekerja ataupun masyarakat. Dalam kasus kecelakaan batasan baku merupakan bagian penting yang memberi patokan berkenaan dengan efek kesehatan yang menyebabkan penyakit akut radiasi, erythema, amputasi anggota badan ataupun kematian (IAEA 2003).

Paparan radiasi terdiri dari paparan radiasi eksternal dan paparan radiasi internal. Paparan radiasi eksternal adalah paparan radiasi yang sumber radiasinya berada di luar tubuh. Faktor utama untuk melindungi seseorang dari paparan radiasi eksternal adalah dengan 3 faktor yaitu waktu paparan, jarak dari sumber dan perisai yang digunakan (ICRP 2007). Paparan radiasi internal adalah paparan radiasi dimana radionuklida berada dalam tubuh penerima. Sumber radiasi dapat berada di dalam tubuh karena adanya radionuklida yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan (inhalasi), pencernaan (injesi) dan melalui kulit (luka terbuka, pori-pori kulit). Radionuklida dalam tubuh tersebut meradiasi jaringan selama jangka waktu tertentu sesuai dengan waktu-paruh dan retensi biologis tubuh. Radionuklida akan memberikan peningkatan dosis pada jaringan tubuh penerima selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemasukan. Dosis paparan internal radionuklida dapat diperkirakan melalui pengukuran langsung dengan pemantauan eksternal seluruh tubuh atau organ dan jaringan tertentu, atau pengukuran tidak langsung pada air seni atau tinja.

(43)

Adanya bahan perisai antara sumber radiasi dengan penerima paparan dapat berfungsi untuk mengurangi dosis yang diterima. Ketebalan perisai yang dibutuhkan akan bergantung pada jenis radiasi, aktivitas sumber dan laju dosis sumber. Pengurangan laju dosis dengan adanya perisai akan berbanding secara eksponensial dengan ketebalan bahan perisai. Untuk radiasi gamma, perisai yang baik dipergunakan bahan padat seperti timbal dan baja.

2.7.2 Satuan Dosis

Besaran dosimetrik khusus telah dikembangkan untuk penilaian dosis dari paparan radiasi. Besaran proteksi didasarkan pada pengukuran deposit energi pada organ dan jaringan tubuh manusia. Untuk melihat hubungan dosis radiasi dengan risiko radiasi perlu memperhitungkan variasi efektivitas biologi radiasi dengan kualitas yang berbeda dan variasi sensitivitas organ dan jaringan terhadap radiasi pengion.

Radiasi eksternal berkaitan dengan radiasi gamma relatif ke semua organ badan yang berasal dari cemaran radionuklida, dosis eksternal dari radiasi gamma diekspresikan dalam dosis efektif, sedangkan internal dosis diekspresikan dalam dosis serap (IAEA 1986). Banyak unit-unit satuan yang dipergunakan di dalam pengukuran radioktif dapat dipandang dari sumber ataupun dipandang dari penerima dengan pengaruh jenis sumber maupun karakteristik penerima.

Satuan millisievert umumnya digunakan untuk mengukur dosis efektif di dalam prosedur kesehatan seperti dalam X-ray, obat nuklir, emisi positron, emisi tomografi dan perhitungan tomografi. Radioaktivitas background tergantung dari banyak tempat, tetapi biasanya dihitung sekitar 2.4 mSv/year (CIPM 2002).

2.7.2.1 Dosis Serap (D)

(44)

1Gy = 100 rad. Besaran dosis serap ini dapat digunakan untuk semua jenis radiasi pengion. (BATAN 2009)

Gray mengukur energi radiasi yang terdeposit dalam materi. Sievert mengukur energi radiasi yang terdeposit tergantung pada jenis jaringan yang menyerap. Roentgen didefinisikan sebagai paparan radiasi setara dengan radiasi yang menghasilkan muatan electron dan 1 cm3 di udara menjadi sekitar 0.258 mC/kg (menggunakan densitas udara 1.293 kg/m3), menggunakan energi ionisasi udara 36.161 J/C, dan dihasilkan 1 Gy ≈ 115 R.

2.7.2.2 Dosis Ekivalen (H) dalam Satuan Sievert

Dosis ekuivalen radiasi di dalam satuan Sievert (Sv) dari nama ilmuan Swedia Rolf Maximilian Sievert yang banyaknya mengevaluasi efek biologi radiasi pengion dan karakteristik dosis serapan. Besaran Sievert ini memiliki efek merusak ekivalen dengan dosis sinar gamma. Dosis ekivalen (H) adalah hasil perkalian dosis serap (D) dengan faktor berat WR. . Hubungan antara dosis serap dan dosis ekivalen

Satuan Gy ataupun satuan sievert (Sv) didefinisikan sebagai besaran turunan SI sebagai 1 unit energi (Joule) per unit massa (kilogram). 1 Gy = 1 Sv = 1 J / kg. Faktor berat sebagai faktor kualitas yang ditentukan oleh jenis radiasinya.

Dimana: HT adalah dosis serap ekivalen oleh jaringan T

DT,R adalah dosis serap jaringan T oleh radiasi jenis R dosis yang terserap jaringan T

oleh radiasi jenis R. WR adalah faktor berat .

(45)

Tabel 4 Nilai faktor berat (WR) dari sumber energi

No Jenis radiasi dan energi WR

1 Elektron, positron, muon, atau foton (gamma, X-ray) 1

2 Neutron <10 keV 5

3 Neutron 10–100 keV 10

4 Neutron 100 keV – 2 MeV 20

5 Neutron 2 MeV – 20 MeV 10

6 Neutron >20 MeV 5

7 Proton dan energi >2 MeV 2

8 Partikel alpha, fragmen fisi, non-relativitas, inti berat 20

Sumber: ICRP 103 (2007)

Dosis serap 1 Gy netron 1 MeV ekivalen dengan 20 Sv.

2.7.2.3 Dosis Efektif Radiasi (E) dalam Satuan Sievert

Hubungan antara kemungkinan terjadinya akibat stokastik dengan dosis ekivalen bergantung pada kepekaan organ atau jaringan yang terkena paparan radiasi. Oleh karena itu, untuk menunjukan akibat stokastik total yang berasal dari berbagai dosis pada berbagai organ yang berbeda dianggap perlu untuk mendefinisikan besaran lain yang diturunkan dari dosis ekivalen yaitu dengan memberikan bobot pada dosis ekivalen di setiap organ. Faktor bobot nyang digunakan untuk dosis serap dalam setiap organ yang disebut faktor bobot jaringan, WT. Dosis efektif radiasi (E) yang terserap oleh orang yang terkena radiasi di seluruh jaringan, maka faktor beratnya mencapai nilai 1

Dimana:

HT adalah dosis serap ekivalen oleh jaringan T

DT,R adalah dosis serap jaringan T oleh radiasi jenis R

WT faktor bobot jaringan

(46)

Tabel 5 Nilai faktor bobot jaringan (WT) berdasarkan ICRP No 103 (2007).

No Jenis jaringan

WT

(masing-masing)

WT (kelompok)

1 Permukaan tulang, otak, kelenjar ludah, kulit 0.01 0.02

2 Kandung kemih, oesofagus, hati, tiroid 0.05 0.30

3 Sumsum tulang merah, usus besar, paru,

lambung, dada, adrenal, daerah extratorasik (ET), kandung kemih empedu (gall

bladder), jantung, noda getah bening, otot, oral mucosa, pankreas, prostat, usus halus, limpa, thymus, uterus/cervix

0.12 0.48

4 Gonad 0.20 0.20

Total 1.00

2.7.2.4 Dosis Ekivalen Terikat dalam Satuan Sievert

Dosis ekivalen terikat adalah besaran yang digunakan untuk memperkirakan dosis yang diterima seseorang dari radiasi yang dipancarkan oleh radionuklida yang ada dalam tubuh (paparan radiasi internal). Jika unsur radioaktif masuk ke dalam tubuh dan terdeposit di dalam tubuh maka jaringan tubuh akan menerima dosis tertentu. Besarnya dosis ini merupakan fungsi dari berbagai faktor antara lain jenis radionuklida, waktu paruh dan metabolisme radionuklida di dalam tubuh. Untuk penentuan batas masukan tahunan, ICRP menerapkan perhitungan dosis melalui dosis ekivalen total pada organ yang menerima paparan selama 50 tahun setelah radionuklida masuk ke dalam tubuh. Dosis terikat yang dihitung melalui cara ini disebut sebagai dosis ekivalen terikat, HT(50).

2.7.2.5 Dosis Efektif Terikat dalam Satuan Sievert

(47)

digunakan dalam penentuan dosis perkiraan untuk anggota masyarakat. Dalam kasus ini, jangka waktu terikat 50 tahun dianjurkan untuk orang dewasa. Untuk bayi dan anak-anak, dosis dievaluasi hingga usia 70 tahun.

2.7.2.6 Dosis Efektif Kolektif dalam Satuan Sievert

Dosis efektif kolektif (S) diperlukan untuk menyatakan efek radiasi pada suatu kelompok orang, terutama terhadap paparan pekerjaan untuk maksud optimisasi proteksi radiasi. Besaran ini memperhitungkan paparan semua individu dalam suatu kelompok selama kurun waktu operasional tertentu di daerah radiasi. Dosis efektif kolektif S dihitung sebagai penjumlahan semua dosis efektif individu pada kurun waktu tertentu atau selama operasi. Nama khusus yang digunakan untuk besaran dosis efektif kolektif adalah ‘orang-sievert’

Perkiraan dosis efektif paparan masyarakat berdasarkan dosis efektif tahunan adalah jumlah dosis efektif yang diperoleh dalam satu tahun dari paparan eksternal dan dosis efektif terikat dari radionuklida yang masuk ke tubuh dalam tahun tersebut. Dosis ini ditentukan oleh pengukuran efluen dan lingkungan, perilaku data, dan pemodelan. Komponen akibat pelepasan efluen radioaktif dapat diperkirakan dengan pemantauan efluen untuk instalasi yang sudah ada, atau perkiraan efluen dari instalasi atau sumber selama periode waktu tertentu. Informasi tentang konsentrasi radionuklida dalam efluen dan lingkungan digunakan bersama-sama dengan pemodelan radioekologi (analisis jalur transportasi lingkungan, melalui udara, air, tanah, sedimen, tanaman, dan hewan kepada manusia) untuk mengkaji dosis dari paparan radiasi eksternal dan pemasukan radionuklida. Rujukan informasi ini terdapat dalam Annex B ICRP (2007).

(48)

proteksi untuk membantu pencapaian bahwa semua paparan dijaga serendah mungkin yang dapat dicapai dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi.

2.7.2.7 Dosis Paparan

Satuan dosis lainnya selain dosis serap yang bergantung pada jenis jaringan yang menyerap seperti yang dijelaskan di atas, terdapat satuan lain yang menyatakan ukuran jumlah paparan sumber radionuklida untuk setiap satuan waktu yang dikenal dengan satuan bequerel ataupun satuan curie, persamaan keduanya dapat dijelaskan berikut ini. Satuan Becquerel (Bq) adalah satuan SI dari nama Henri Becquerel. Satu Becquerel (Bq) sama dengan satu disintegrasi per detik, atau 60 dpm atau sama dengan 2.70×10−11 Ci. Satu curie (Ci) sebanding dengan 3.7 x 10 10 Bq atau dps, sama dengan 2.22 x 1012 dpm. 1 μCi = 3.7×104 disintegration per detik = 2.22×106 disintegration per menit. 1 Ci = 3.7×1010 pancaran per detik = 3.7×1010 Bq = 37 GBq sehingga 100 mCi = 3.7 GBq. Sebaliknya 1 Bq = 2.70×10−11 Ci (Supian 1997). Satuan Curie (Ci) adalah satuan lama yang merupakan satuan unit radioaktivits non-SI yang ekivalen dengan 1 gram radium-226. Berikut ini faktor konversi yang dapat dipergunakan dalam satuan dosis paparan yaitu:

1 Ci = 3.7×1010 Bq = 37 GBq maka 1 μCi = 37 000 Bq 1 Bq = 2.70×10−11 Ci = 2.70×10−5μCi = 1 s−1

1 GBq = 0.0270 Ci

Satuan counts per menit (cpm) juga digunakan dalam mengukur radioaktif. Cpm adalah jumlah atom dari bahan radioaktif yang dideteksi dalam satu menit. Disintegration per menit (dpm) digunakan juga dalam mengukur radioaktif yang merupakan jumlah atom yang memberikan pancaran radioaktif dalam satu menit.

Contoh perhitungan radioaktivitas

Bila massa m (dalam gram) dari isotop yang memiliki massa ma dan waktu paruh t1/2, maka jumlah radioaktivitasnya dapat dihitung. Radioaktivitas (dalam Bq) dapat dirumuskan sebagai berikut.

(49)

paruh t1/2 1.248×109 tahun = 39.38388×1015 detik, dan memiliki massa atom 39.96399848, radioaktivitasnya sebesar 31.825 kBq.

Contoh Batas Dosis

Kriteria untuk relokasi suatu luasan setelah kejadian Chernobyl adalah 350 mSv/life time. Di banyak Negara maksimum yang diijinkan bagi pekerja di fasilitas nuklir adalah 20 mSv per tahun yang dirata-ratakan selama 5 tahun, dengan maksimum 50 mSv dalam tiap tahun. (ICRP 2007). Dosis batas paparan bagi masyarakat untuk pertambangan uranium atau fasilaitas nuklir adalah 1 mSv/yr di atas background (CPM 2009).

2.8 Fisika Kima Radionuklida Hasil Fisi

Kecelakaan nuklir menyebabkan tersebarnya radionuklida inventory yang ada di dalam reaktor ke lingkungan. Radionuklida dalam inventory ini merupakan penentu kuat sumber radiasi yang akan mencemari lingkungan sekitar. Radionuklida inventory hasil Fisi Reaktor PWR 1000 MWe dapat diperkirakan setelah 30 menit reaktor padam (shutdown) dimana teras reaktor dalam keadaan seimbang dan reaktor telah beroprasi 1 siklus (18 bulan). Di antara radionuklida yang akan terdistribusi ke lingkungan terdapat radionuklida penting yang akan terdistribusi yang memiliki dampak besar terhadap kesehatan lingkungan yaitu radionuklida cesium-137 dan iodium-131 yang memiliki sifat fisika kimia dijelaskan berikut ini.

Cesium-137

(50)

yang umumnya digunakan untuk keperluan iradiasi pangan dan dalam kedokteran digunakan untuk radioterapi kanker. Cesium-137 belum secara luas digunakan dalam radioterapi karena sifat kimia yang cukup reaktif sehingga sulit penanganannya. Selain itu cesium-137 sangat mudah larut dalam air dan ini karakteristik cesium yang menyulitkan di dalam langkah pengamanannya di lingkungan (NIST 2011).

Keunikan cesium-137 adalah bukan hasil peluruhan radioaktif uranium secara langsung tetapi berasal dari unsur non-radioaktif berupa gas mulia xenon yang sudah terdapat di alam sejak bermilyar-milyar tahun yang lalu. Cesium-137 sedikit sekali digunakan, dalam jumlah kecil digunakan untuk mengkalibrasi peralatan radiodeteksi sebagai penghasil emisi sinar gamma, dan sedikit dipakai untuk menangani kasus-kasus kanker.

Cesium-137 dapat menyebar ke lingkungan dari hasil pengujian cesium dalam uji coba nuklir Nevada di Amerika Serika tahun 1952 dan 1953 ketika antisipasi perang nuklir. Dalam uji coba tersebut menghasilkan informasi bahwa cesium akan menyebar ke lingkungan dalam bentuk cesium-134 dalam jumlah kecil dan bagian terbesarnya dalam bentuk isotop cesium-137 dengan spectrum gamma 660 KeV dan 30 KeV Barium. Informasi serupa dihasilkan dari kejadian kecelakaan nuklir Chernobyl 1986. Oleh karena itu, cesium-137 dalam kecelakaan nuklir akan terdistribusi ke udara dan akan menyebar lingkungan bersamaan dengan suatu ledakan nuklir dari fakta kejadian kecelakaam dan dari hasil berbagai penelitian nuklir.

(51)

sebesar 3800 μCi/kg atau sekitar 44 μg/kg cesium-137 merupakan efek yang mematikan dalam 3 minggu (Redman 1972).

Iodium-131

Radionuklida iodium-131 merupakan unsur penting di dalam kaitannya dengan kecelakaan nuklir. Iodium-131 memiliki proton 53 dan netron 78 dengan masa isotof 130.906, memiliki waktu paruh 8.020 hari. Sebagai hasil produk fisi dari peluruhan Te-131 (β-) yang menghasilkan Xe-131 (β-). Radionuklida ini termasuk radionuklida berbahaya yang berkontribusi pada efek kesehatan sejak bom atom Hirochima, kecelakaan nuklir Chernobyl maupun kecelakaan Fukushima. Hal ini disebabkan karena iodium-131 merupakan produk hasil fisi thorium dari bahan bakar reaktor uranium dan plutonium dengan jumlah mencapai 3% yang dihasilkan dari total produk fisi reaktor nuklir.

Iodium-131 memancarkan sinar beta, dan bila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan mutasi dan kematian sel, tetapi dosis tinggi relatif kurang berbahaya dari pada dosis rendah. Radiasi radionuklida iodium-131 dapat mematikan sel thyroid dan menyebabkan kanker. Contoh kasus, anak-anak yang menerima I-131 ada kelainan pada jaringan thyroidnya dan dideteksi meningkatkan kanker thyroid.

Iodium-131 dengan waktu paruh 8,02 hari untuk mencapai kestabilan yang membentuk Xenon-131 melalui 2 tahapan, tahap pertama memancarkan sinar betta selanjutnya memancarkan sinar gamma.

+ 606 KeV + 364 KeV

(52)

mengotori makanan yang dikonsumsi menyebabkan I-131 terakumulasi pada jaringan thyroid yang berakibat terjadinya kanker thyroid.

Risiko masuknya Iodium-131 dalam tubuh dapat dikurangi dengan mengambil makanan bersuplemen Iodium yang akan meningkatkan jumlah total iodium dalam tubuh dan karenanya dapat mengurangi masuknya I-131 dalam tubuh dan meningkatkan ketahanan jaringan. Metoda pencegahan umum untuk terhindar dari paparan I-131 melalui melalui penjenuhan thyroid secara teratur dengan Iodium-127 non-radioaktif sebagai garam ber-iodium, sehingga thyroid akan menyerap sangat sedikit radioaktif iodium-131 setelah penjenuhan thyroid dengan iodium-127. Dosis untuk orang dewasa adalah 130 mg kalium

Gambar

Tabel 1   Jumlah penduduk dan rumah tangga (RT) yang sudah dan belum
Gambar 2   Strategi komposisi energi primer untuk pembangkit listrik (Olahan
Gambar 3      Grafik perbandingan nilai energi yang dihasilkan bahan bakar
Gambar 6 menunjukkan jumlah karbon yang dihasilkan dari uranium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdiskusi (bertanya antar siswa dan guru). Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru. Berperilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar. Mempresentasikan

Hasil dari identifikasi bahaya pada tahap pemasangan precast fasade ditemukan potensi bahaya sebanyak 18 bahaya dengan tingkat risiko extreme sebanyak 9, high risk

Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk mengetahui besarnya perbedaan biaya overhead pabrik dan harga pokok produksi per unit tiap jenis produk yang terjadi di antara kedua

Nilai standar deviasi tersebut lebih besar dari pada nilai rata-rata (mean), sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kebijakan deviden memiliki tingkat

Meningkatnya kinerja perbankan juga tercermin dari terus meningkatnya LDR, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan penyaluran kredit oleh perbankan di wilayah Kali-Sulampua, lebih

Hasan Sadikin Bandung dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis yang berjudul ³ TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BAHU PADA PASIEN DENGAN KASUS TRAUMA BAHU DI INSTALASI RADIOLOGI

Memang telah banyak tulisan dan kajian yang secara khusus memasukkan isu KDRT dalam Islam, dimana pemukulan istri menjadi salah bentuknya, dan memasukkan ayat tersebut di atas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Manado, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas Wenang belum sesuai dengan pedoman pengelolaan