• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman Dalam Rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah Di Kota Solok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman Dalam Rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah Di Kota Solok"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN

DALAM RANGKA MENGURANGI KONVERSI LAHAN

SAWAH DI KOTA SOLOK

RICKY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman dalam rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah di Kota Solok” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(4)

RINGKASAN

RICKY. Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman dalam rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah di Kota Solok. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan BABA BARUS.

Ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas merupakan unsur penting dalam membangun ketahanan pangan, dalam hal ini setiap daerah mempunyai peranan dengan sesuai kapasitas masing-masing. Peran ini sebenarnya tidak hanya dijalankan oleh wilayah pedesaan, peran sebagian Kota yang masih memiliki lahan pertanian juga tidak dapat begitu saja diabaikan. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Walaupun secara administratif berstatus sebagai sebuah kota, Kota Solok tidak dapat begitu saja meninggalkan sektor pertanian karena masih kuatnya pengaruh sektor tersebut dalam pembangunan wilayah dan adanya kepentingan mempertahakan ketahanan nasional. Pembangunan permukiman di Kota Solok perlu memperhatikan eksistensi lahan sawah yang ada dan sebisa mungkin menghindari alih fungsi yang tidak seharusnya dan harus benar-benar sesuai kebutuhan. Pengembangan infrastruktur permukiman perkotaan sebaiknya tidak diarahkan pada lokasi-lokasi sawah aktual dan lahan-lahan yang potensial untuk sawah. Namun pengembangan permukiman pada umumnya lebih memilih untuk mengalih fungsi lahan sawah yang ada dan lahan-lahan yang potensial untuk sawah.

Penelitian ini bertujuan 1) memperkirakan kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman berdasarakan proyeksi pertumbuhan penduduk, 2) analisis kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah dan 3) mensimulasikan perubahan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan infrastruktur sebagai faktor yang berpengaruh. Metoda yang digunakan adalah Model Saturasi, Analisis Spasial, Markov Chain dan Cellular Automata (CA).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Perkiraan populasi penduduk kota Solok dengan model saturasi pada tahun 2031 mencapai 71.524 jiwa yang akan membutuhkan lahan seluas 223,08 Ha untuk kawasan permukiman, 2) Luas lahan sawah aktual sebanyak 971,27 Ha, sebagian terkategorikan tidak sesuai karena faktor lereng, namun faktor penghambat tersebut telah diatasi dengan pembangunan terasering, 3) Diperkirakan akan terjadi pengurangan luas lahan sawah lebih dari 150 Ha pada tahun 2024. Rencana perluasan jaringan jalan di Kota Solok terbukti cenderung mengikuti kecenderungan pasar yang diarahkan pada lokasi sawah-sawah aktual dan potensial, alih fungsi lahan sawah diperkirakan tetap akan terjadi dalam jumlah yang cukup tinggi terutama pada lahan-lahan berkesesuaian baik.

(5)

SUMMARY

RICKY. Study of Attemps for Directing the Orientation of Settlement Area Development in order to Reduce Wetland Conversion in Solok. Supervised by ERNAN RUSTIADI and BABA BARUS.

Availability, affordability and stability are key factors to national food security. Each region in a country has it’s own role on the national food security. The role was mostly played by the rural area, but some urban regions have significant role especially those with sufficient amount of remaining farm lands. The city of Solok, despite of being a growing urban area, cannot entirely abandon the agricultural sector due to its influence on the development of the region and its contribution on maintaining national food security. The urban settlement development in the city of Solok needs to pay attention on the existing paddy fields while avoiding unnecessary conversion and should really fits the needs. The infrastructure development should not be directed to the existing rice field and potential areas for rice field, since the settlement development tends to convert those areas.

The aims of this study were 1) to estimate the amount of land requirement for settlement area according to prediction of population growth, 2) to assess land suitability for rice field by employing spatial analysis and 3) to simulate of land use change considering infrastructure as driving factor. The methods used in this study was Saturation Model, Spatial Analysis, Markov Chain and Cellular Automata (CA) analysis.

The results showed that : (1) in 2031 the estimated population through saturation model was at 71,524 inhabitants which would require 223.08 Ha for settlement area, (2) The actual paddy field area were 971.27 Ha, some part the area was categorized as not suitable due to slope factor but was overcomed by the construction of terraces and (3) The Markov Chain and CA analysis predicted more than 150 Ha of the of paddy field area conversion in Solok by 2024. Road development plan in City of Solok tends to follow the market trend that directed at the existing and potential paddy field areas, it was predicted that the significant loss of paddy field area will still occure especially on lands with better suitability for paddy fields.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN

DALAM RANGKA MENGURANGI KONVERSI LAHAN

SAWAH DI KOTA SOLOK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman dalam rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah di Kota Solok

Nama : Ricky

NIM : A156140124

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ernan Rustiadi M.Agr Ketua

Dr Ir Baba Barus M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr Ir Ernan Rustiadi M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman dalam rangka Mengurangi Konversi Lahan Sawah di Kota Solok” ini berhasil diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr sebagai Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Disamping itu penghargaan juga penulis sampaikan kepada segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

Bogor, Juni 2016

(11)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Kerangka Pemikiran 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Tinjauan Teoritis 8

Tinjauan Studi Terdahulu 12

3 METODE 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 14

Bahan 14

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

6 SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 61

(12)

ii

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan luas lahan untuk sarana pelayanan umum utama tingkat RW, Kelurahan dan Kecamatan pada kawasan

permukiman di Kota Solok 18

2 Kebutuhan luas lahan untuk sarana pelayanan umum pada

kawasan permukiman di Kota Solok 19

3 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah 21

4 Dasar penentuan kelas bahaya banjir 22

5 Pengelompokan Kelas bahaya banjir 22

6 Klasifikasi penggunaan lahan. 23

7 Jenis data dan metoda analisis data 25

8 Perbandingan antara proyeksi kebutuhan lahan permukiman tahun 2031 dengan Rencana Pola Ruang (RTRW) di Kota Solok 32 9 Luas lahan menurut kelas kesesuaian lahan untuk permukiman. 34 10 Sebaran permukiman aktual pada setiap kelas kesesuaian lahan

untuk permukiman 34

11 Karakteristik lahan pada masing masing SPT (satuan peta tanah) 36 12 Kelas kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah di Kota

Solok (luas lahan sebelum dikurangi lahan terbangun dan

kawasan lindung) 39

13 Lahan tersedia/potensial untuk komoditas padi sawah dan kelas

kesesuaian pada lahan sawah aktual. 41

14 Perbandingan lahan sawah aktual dengan pola ruang 43 15 Perbandingan luas lahan sawah aktual terhadap perkiraan luas

lahan sawah hasil analisis CA. 51

16 Perbandingan kelas kesesuaian lahan sawah aktual dan proyeksi

2024. 52

17 Perkiraan penyusutan lahan sawah di Kota Solok berdasarkan

Kelas Kesesuaian lahan. 52

18 Luas lahan dari masing-masing opsi dalam rekomendasi arahan

pengembangan wilayah Kota Solok. 56

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 7

2 Skema penyaluran insentif LP2B 11

3 Bagan alir tahapan penelitian 15

4 Bagan alir proyeksi kebutuhan lahan permukiman di Kota Solok 16 5 Hasil estimasi non linear terhadap pertumbuhan penduduk Kota

Solok menggunakan model saturasi 17

6 Bagan alir proses analisis spasial untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah. 22 7 Bagan alir proses simulasi perubahan penggunaan lahan dengan

metoda Markov Chain dan Cellular Automata 24

(13)

iii

9 Perkembangan jumlah penduduk Kota Solok tahun 1990 – 2013 29 10 Perkiraan perkembangan jumlah penduduk Kota Solok tahun

2014 – 2031 dengan model saturasi 30

11 Perkiraan titik jenuh pertumbuhan penduduk Kota Solok dengan

model saturasi 30

12 Perkiraan kebutuhan kavling minimum bangunan tak bertingkat

di Kota Solok tahun 2014 – 2031 31

13 Perkiraan kebutuhan luas lahan minimum permukiman dan fasilitas pendukung permukiman di Kota Solok tahun 2014 –

2031 31

14 Kawasan permukiman aktual dan alokasi lahan untuk kawasan

permukiman dalam Pola Ruang Kota Solok 32

15 Kesesuaian lahan untuk permukiman di Kota Solok 33 16 Sebaran permukiman aktual terhadap kelas kesesuaian lahan

untuk permukiman 33

17 Peta satuan lahan Kota Solok 35

18 Peta Curah hujan tahunan di Kota Solok 37

19 Peta sebaran bulan kering di Kota Solok 37

20 Peta lereng Kota Solok 38

21 Peta daerah rawan banjir di Kota Solok 38

22 Peta kelas bahaya banjir pada daerah rawan banjir di Kota Solok 39 23 Peta kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah di Kota

Solok 40

24 Peta ketersediaan lahan untuk komoditas padi sawah di Kota

Solok 41

25 Peta lahan sawah aktual di Kota Solok per 2014 42 26 Peta lahan sawah aktual di Kota Solok per 2014 dan Kelas

keseuaian lahan pada area yang ditempatinya 42 27 Perbandingan sawah aktual dengan alokasi sawah dalam pola

ruang di Kota Solok 43

28 Peta penggunaan lahan Kota Solok tahun 2004 44 29 Peta penggunaan lahan Kota Solok tahun 2010 45 30 Peta penggunaan lahan Kota Solok tahun 2014 45

31 Peta jalan raya aktual Kota Solok 46

32 Buffer 100 meter jalan raya aktual Kota Solok 46 33 Peta rencana pengembangan jaringan jalan di Kota Solok 47 34 Buffer 100 meter rencana pengembangan jalan raya di Kota

Solok 47

35 Matriks transisi / kemungkinan dan matriks area perubahan penggunaan lahan di Kota Solok tahun 2014 hasil analisis

Markov Chain 48

36 Estimasi perubahan penggunaan lahan di Kota Solok tahun 2014

hasil analisis Cellular Automata. 48

37 Nilai akurasi hasil perbandingan prediksi penggunaan lahan di Kota Solok tahun 2014 hasil analisis CA dengan peta

penggunaan lahan tahun 2014 49

(14)

iv

39 Estimasi perubahan penggunaan lahan di Kota Solok tahun 2024 Skenario “Business as Usual” hasil analisis Cellular Automata 50 40 Estimasi perubahan penggunaan lahan di Kota Solok tahun 2024

Skenario “Pengembangan Infrastruktur” hasil analisis Cellular

Automata 50

41 Perbandingan visual antara Estimasi sebaran lahan sawah di Kota Solok tahun 2024 Skenario “Business as Usual” (Tanpa peningkatan infrastruktur) dengan “Skenario Peningkatan

Infrastruktur”. 52

42 Bagan Alir Arahan Pengembangan Wilayah di Kota Solok. 53 43 Peta Rekomendasi Arahan Pengembangan Wilayah di Kota

Solok. 55

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panduan wawancara untuk perkiraan kelas bahaya banjir 61

2 Kumpulan Foto Dokumentasi Penelitian 64

3 Kelas Kesesuaian lahan sawah aktual di Kota Solok dan faktor

penghambat 67

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prinsip “Never put all your eggs in one basket” yang dikenal di kalangan investor dan manajemen resiko sepatutnya juga menjadi perhatian dalam mengelola ketahanan pangan. Prinsip tersebut menekankan kepada pentingnya menyebarkan aset pada lebih dari satu titik, sebagai bagian dari manajemen resiko. Menggantungkan semua kebutuhan pangan nasional/daerah pada suatu titik produksi -walaupun memiliki tingkat produksi tinggi- akan memperbesar resiko timbulnya kerawanan pangan, gangguan seperti kekeringan, serangan hama dan bencana alam pada titik produksi tersebut dapat menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan nasional. Terkadang dalam pengembangan usaha termasuk budidaya pertanian adanya berbagai faktor resiko adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali, namun bukan berarti tidak dapat dikelola untuk menurunkan seminimal mungkin tingkat resiko yang ada. Salah satu kemungkinan penerapannya dalam membangun ketahanan pangan adalah dengan membangun suatu jaringan lumbung pangan nasional yang tersebar di berbagai daerah potensial dimana gangguan pada satu daerah tidak mempengaruhi atau setidaknya hanya sedikit berpengaruh terhadap daerah lain.

Kunci dari ketahanan pangan terletak pada ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas pengadaaannya. Ketersediaan berkaitan dengan aspek produksi dan suplai yang ketersediaan pangannya selalu ada sepanjang waktu, keterjangkauan aspek akses baik secara ekonomi maupun keamanan, sedangkan stabilitas merupakan aspek distribusi (Arsyad dan Rustiadi, 2008). Ada dua pendekatan utama yang mengelola ketahanan pangan: pendekatan lingkungan dengan berupaya untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan, dan pendekatan keadilan sosial bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan. Kedua pendekatan sesuai dengan dua dimensi utama ketahanan pangan: produksi dan pasokan dari kualitas yang memadai dan kuantitas makanan, dan kemampuan orang untuk mengakses makanan (Longo, 2016). Dari segi kebijakan ada beragam pandangan mengenai ketahanan pangan. Sebagian menekankan pada pasar, sebagian pada penduduk. sebagian memandang peran negara sebagai fasilitator, yang lain menganggapnya opresif. sebagian menilai harga sebagai gabungan semua nilai, sebagian lain sebagai eksternalisasi biaya yang harus diinternalisasi. Sebagian memandang isu ketahanan pangan hanya terbatas pada negara-negara berkembang, yang lain menganggapnya tantangan untuk sistem pangan dunia dengan persoalan berbeda pada setiap tingkat perkembangan negara (Lang dan Barling, 2012).

(16)

2

adalah suatu hal yang sulit untuk dihindari. Namun dengan menerapkan upaya-upaya konservasi lahan diharapkan laju konversi lahan dapat dikurangi.

Pengendalian alih fungsi lahan pangan merupakan bagian penting dari pembangunan ketahanan pangan nasional. Hal yang sama juga berlaku di tingkat daerah, tidak hanya untuk menjamin ketahanan pangan di daerah itu sendiri namun juga untuk bersinergi dengan daerah lain dimana pada hakikatnya produksi pangan nasional adalah akumulasi dari produksi pangan daerah di seluruh Indonesia. Contoh upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah yang dapat ditempuh antara lain dengan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan penilaian terhadap kondisi aktual pada lokasi yang dianggap berpotensi.

Beragam faktor dapat menjadi penyebab alih fungsi lahan sawah, menurut Ilham et al. (2005) beberapa penelitian lingkup mikro menunjukkan bahwa harga lahan, aktivitas ekonomi suatu wilayah, pengembangan pemukiman, dan daya saing produk pertanian merupakan faktor-faktor ekonomi yang menentukan konversi lahan sawah. Sementara itu dalam lingkup makro: konversi lahan sawah berkorelasi positif dengan pertumbuhan PDB/PDB; konversi lahan sawah berkorelasi negatip dengan nilai tukar petani. Kedua hal ini sejalan dengan temuan pada lingkup mikro. Secara mikro, berkembangnya pemukiman mempengaruhi konversi lahan sawah, namun secara makro pengembangan pemukiman yang diproksi dengan peningkatan jumlah penduduk tidak menunjukkan hubungan yang positif. Hal ini mengindikasikan adanya trend pemilikan rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi sebagai investasi.Faktor sosial yang berlaku di masyarakat kecenderungannya justru memicu terjadinya konversi lahan sawah. Sementara itu perangkat peraturan pertanahan yang berlaku belum mampu mengendalikan laju konversi lahan sawah.

(17)

3 Sebagai sumber pangan utama sebagian besar masyarakat Indonesia lahan padi sawah memerlukan perhatian lebih dalam upaya menjaga ketahanan pangan dan keberlanjutan ketersediaannya. Menurut Nurmalina (2008) ada tujuh faktor kunci atau faktor dominan yang sangat berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras yaitu produksi, produktivitas, konversi lahan, pencetakan sawah, kesesuaian lahan, konsumsi per kapita dan jumlah penduduk. Nurmalina (2008) menambahkan dari segi keberlanjutan wilayah Jawa dan Sumatera termasuk kategori status cukup berkelanjutan dalam sistem ketersediaan beras, sedangkan Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya kategori kurang berkelanjutan dalam sistem ketersediaan beras. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan wilayah padi/beras selain fokus di Jawa juga sebaiknya diarahkan ke Sumatera. Menurut Mulyani et al. (2011) Laju konversi lahan sawah intensif di Jawa dan kota-kota besar selama dua dekade terakhir tidak dapat diimbangi dengan laju pencetakan sawah baru di luar Jawa. Kedua hal tersebut akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, selain mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan menerapkan berbagai teknologi untuk mendukung Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN), konversi lahan harus dapat dikendalikan dan pencetakan sawah baru terus ditingkatkan. Pada tahun 2050, untuk memenuhi kebutuhan pangan, secara kumulatif diperlukan perluasan areal sawah seluas 6,08 juta ha dan lahan kering 11,75 juta ha.

Perlindungan lahan sawah sangat terkait dengan ketahanan pangan baik ditingkat nasional maupun di tingkat daerah. Ketahanan pangan merupakan suatu isu yang sangat sensitif hingga di tingkat nasional. Secara umum terganggunya ketersediaan pangan akan berakibat terganggunya berbagai aspek mulai dari kehidupan masyarakat secara umum hingga terganggunya stabilitas nasional. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya maka tanpa perlindungan lahan sawah akan sulit untuk mempertahankan ketersediaan pangan pada tingkat yang dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk. Semakin sedikit bahan pangan yang dapat dipenuhi secara lokal akan berakibat semakin tingginya ketergantungan terhadap impor dan semakin rapuhnya ketahanan pangan nasional. Setiap daerah mempunyai peran dan tanggungjawab terhadap ketahanan pangan nasional dengan porsi peranannya dapat bervariasi sesuai dengan kondisi tiap daerah. Sumatera Barat khususnya dalam hal ini Kota Solok merupakan bagian dari rangkaian daerah penghasil beras (Kabupaten Solok dan sekitarnya) dengan luas area sawah yang tidak sedikit untuk ukuran Kota Kecil memiliki peran dan tanggungjawab yang tidak bisa dibilang kecil terhadap ketahanan pangan nasional setidaknya dengan memenuhi kebutuhan setempat.

Perumusan Masalah

(18)

4

pertanian karena sejumlah besar penduduknya masih bekerja di sektor pertanian bahkan terdapat luas area pertanian yang signifikan di dalam wilayah administratif kota tersebut.

Sejumlah kota di Indonesia berawal dari kawasan pertanian yang kemudian tumbuh menjadi pusat berbagai aktivitas lain seperti perdagangan, jasa dan permukiman seiring bertambahnya populasi penduduk dan meningkatnya aktivitas perekonomian yang mengikutinya. Contoh kota-kota yang berkembang dari kawasan pertanian dan masih memiliki aspek agraris yang kuat setelah tumbuh menjadi wilayah perkotaaan atau sebagai pusat pemerintahan kabupaten antara lain Sukabumi, Tasikmalaya dan Kota Solok yang menjadi lokasi dimana penelitian ini dilaksanakan. Pada kota yang masih mempunyai aktivitas agraris yang kuat mempertahankan sebagian lahan sawah masih perlu dilakukan terutama jika masih terdapat penduduk yang mata pencarian utamanya di sektor pertanian dalam jumlah yang signifikan. Alih fungsi lahan sawah dalam jumlah besar akan menimbulkan efek sosial dan ekonomi terutama jika terjadi secara cepat atau dalam jangka waktu yang singkat. Oleh karena itu jika didapati situasi dimana pertanian masih merupakan suatu sektor yang tidak dapat diabaikan pada suatu wilayah kota maka dalam pengembangan kota tersebut diperlukan suatu desain pengembangan kota yang tetap menjalankan fungsi utamanya sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa namun di satu sisi tetap memperhatikan sektor pertanian.

Kota Solok secara geografis maupun sosial budaya dan ekonomi tumbuh-dari, dikelilingi-oleh dan berinteraksi-dengan Kabupaten Solok. Secara umum Kabupaten Solok dikenal sebagai kawasan sentra produksi beras solok sekaligus merupakan salah satu kawasan penghasil padi utama di Sumatera Barat. Kota Solok, walaupun dari segi luas wilayah dan kuantitas produksi padi terbilang kecil dibandingkan wilayah kabupaten yang mengelilinginya, merupakan kota yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi antara aktifitas pertanian dan perdagangan/jasa sehingga tidak dapat begitu saja melepaskan diri dari sektor pertanian. Salah satu faktor yang signifikan adalah masih banyaknya tenaga kerja usia produktif yang beraktifitas di sektor pertanian. Menurut data BPS Kota Solok pada tahun 2013 mayoritas tenaga kerja usia produktif di Kota Solok bergerak di sektor perdagangan (33,43%) dan jasa (32,41%) dan langsung diikuti oleh sektor pertanian di posisi ketiga dengan menyerap 10,14% tenaga kerja usia produktif. Disamping aspek serapan tenaga kerja sektor pertanian juga masih berkontribusi terhadap PDRB Kota Solok hingga mencapai sekitar 8,31 %. Pengembangan sektor perhatian juga mendapat perhatian serius dalam penyusunan pola ruang yang dituangkan dalam RTRW Kota Solok tahun 2012 -2031 dimana perwujudan kawasan pertanian yang dapat mendukung pengembangan agribisnis di Kota Solok merupakan salah satu bagian dari kebijakan penataan ruang wilayah.

(19)

5 yang merupakan varietas unggul lokal yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 73 Tahun 2007. Dari analisis oleh Irawati (2009) ditemukan bahwa terdapat dua varietas padi yang lebih disukai petani di Kota Solok yaitu Varietas Cisokan dan Varietas Anak Daro, faktor pendorong petani lebih memilih kedua varietas tersebut antara lain harga jual yang lebih tinggi dibanding varietas lain dan rasa yang lebih enak sehingga lebih disukai konsumen. Khusus varietas anak daro merupakan varietas asli Kota Solok dimana lisensi untuk pengembangan benih dipegang oleh pemerintah Kota Solok. Kegiatan penyediaan benih padi varietas anak daro merupakan salah satu program pengembangan pertanian di Kota Solok yang mulai diarahkan kepada usaha penangkaran benih mengingat keterbatasan dan semakin berkurangnya lahan sawah mulai kurang mendukung bagi usaha mengembangan tanaman padi untuk keperluan konsumsi.

Sebagaimana kecenderungan wilayah kota setiap tahun terjadi konversi lahan pertanian terutama dari lahan sawah menjadi bentuk lain seperti permukiman dan pertokoan. Menurut data BPS luas lahan sawah di Kota Solok pada tahun 2013 seluas 876 Ha atau sekitar 15,2 % dari total luas Kota Solok. Luas tersebut jauh berkurang dibandingkan luas lahan sawah tahun 2010 sebanyak 1.254 Ha atau menurun 378 Ha (30,14 %). Dalam RTRW Kota Solok tahun 2012 -2031 belum dirumuskan batasan konversi lahan sawah yang dapat ditoleransi, namun pengendalian laju konversi lahan sawah tetap diperlukan dalam rangka pengembangan kawasan pertanian dan pengembangan sektor agribisnis di Kota Solok.

Semakin berkembangnya kawasan kota dan pertumbuhan penduduk di Kota Solok mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan perumahan serta sarana dan prasana ekonomi, pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Sementara luas lahan yang tersedia untuk kebutuhan tersebut tidak bertambah sehingga lahan pertanian terutama sawah menjadi pilihan untuk dialihfungsikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Lahan sawah lebih dilirik untuk alihfungsi karena umumnya memiliki lokasi mudah terjangkau dan dekat dengan berbagai fasilitas umum di daerah ini. Mengingat bahwa pada kawasan perkotaan alih fungsi lahan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, maka upaya untuk mengendalikan dan mengarahkannya adalah langkah yang cukup rasional untuk ditempuh. Dalam rangka mempertahankan lahan sawah salah satu langkah yang dapat ditempuh dengan memancing kecenderungan alih fungsi lahan kepada lahan terbuka non sawah seperti tegalan dan pertanian lahan kering lainnya. Dengan demikian diharapkan lahan sawah terutama yang beririgasi teknis dapat dipertahankan semaksimal mungkin. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk mendorong kecenderungan konversi lahan ke lahan pertanian non sawah adalah dengan pengembangan infrastruktur pendukung permukiman perkotaan seperti jalan raya pada kawasan yang dituju sehingga kawasan tersebut menyediakan kemudahan yang dapat menarik berkembangnya permukiman.

(20)

6

spasial pertumbuhan permukiman di Kota Solok yang selama ini tumbuh dengan mengkonversi lahan lahan-lahan sawah eksisting dan potensial.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan :

1. Proyeksi ketersediaan dan kebutuhan lahan permukiman di Kota Solok. 2. Identifikasi kesesuaian fisik lahan dan kondisi aktual lahan sawah untuk

pengembangan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Solok. 3. Simulasi perubahan penggunaan lahan dengan implementasi rencana

pengembangan infrastruktur jalan.

4. Rekomendasi arahan pengembangan kawasan permukiman di Kota Solok

Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perencanaan pengembangan Kota Solok ke depan dengan menyediakan data mengenai proyeksi perkembangan kebutuhan lahan untuk permukiman dan kemungkinan perubahan lahan pertanian serta ketersediaan lahan potensial untuk pengembangan LP2B.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan data BPS Kota Solok jumlah penduduk Kota Solok cenderung terus meningkat setiap tahun, penurunan hanya terjadi satu kali pada peralihan 2009 ke 2010 setelah terjadinya bencana gempa bumi yang melanda sebagian wilayah propinsi Sumatera Barat, disamping korban jiwa saat kejadian juga diikuti eksodus sebagian penduduk. Namun di luar itu secara umum jumlah penduduk Kota Solok cenderung meningkat, pada tahun 2003 berjumlah 53.862 jiwa dalam waktu 10 tahun pada tahun 2013 menjadi 63.541 jiwa (meningkat 17,97%). Peningkatan ini tentunya diikuti peningkatan kebutuhan hidup seperti pangan, permukiman dan fasilitas pendukung seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan. Pada masa yang akan datang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif sama semua kebutuhan diatas tentu akan lebih meningkat lagi, untuk mengantisipasi hal itu perlu dilakukan proyeksi pertumbuhan penduduk dan proyeksi pertumbuhan kebutuhan hidup yang mengikutinya, dalam konteks penelitian ini yaitu kebutuhan pangan dan permukiman.

(21)

7 ada dapat menjadi habis terkonversi. Jika hal itu terjadi maka pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat akan terpengaruh dan selanjutnya akan berimbas pada ketahan pangan.

Untuk mengantisipasi peningkatan laju konversi lahan sawah perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan lahan, antara lain dengan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan pengembangan infrastruktur pendukung untuk menarik arah konversi lahan dari lahan sawah ke lahan pertanian non sawah. Pada wilayah kota yang sedang berkembang konversi lahan merupakan sesuatu yang tak terhindarkan, namun dengan upaya yang tepat dapat dikendalikan sehingga efek negatif yang ditimbulkan dapat diperkecil.

(22)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis

Perkembangan Permukiman dan Peranan Pengembangan Infrastruktur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia permukiman adalah daerah tempat bermukim (bertempat tinggal) atau perihal bermukim (kbbi.web.id). Dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dinyatakan pengertian dari permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Infrastruktur merupakan bangunan dasar yang tidak dapat dibangun sendiri oleh warga, infrastruktur meliputi tempat-tempat umum, bangunan-bangunan umum, jalan raya, jaringan pipa dan berbagai sistem yang harus dikelola bersama dalam perencanaan, pembiayaan dan perawatannya. Contoh infrastruktur dalam masyarakat modern adalah bangunan penting berskala besar yang digunakan bersama dan dibiayai serta dibangun secara publik. Infrastruktur membutuhkan biaya yang besar dan hanya dapat dibangun melalui peran serta pemerintah. Karena faktor biaya tersebut infrastruktur biasanya dibangun dalam jumlah sebatas yang dibutuhkan dan biasanya dimiliki dan dioperasikan oleh instansi pemerintah. Fasilitas yang harus disediakan atau dijamin ketersediaannya oleh pemerintahan setempat secara berlanjut, efisien dan merata meliputi 1) Fasilitas yang berkaitan dengan sistem lingkungan yaitu pengelolaan air dan sampah, 2) Jalan raya dan transportasi, 3) fasilitas umum dan 4) Energi dan telekomunikasi (Elmer dan Leigland, 2014).

Selanjutnya dalam Elmer dan Leigland (2014) Mushchamp (1995) mendefinisikan infrastruktur sebagai jaringan penghubung yang menyatukan orang, tempat, institusi sosial dan lingkungan alami menjadi hubungan urban yang koheren. Sedangkan Tarr (1984) mendefinisikannya sebagai “urat” dari sebuah kota meliputi : jaringan jalan, jembatan dan terminal, jaringan saluran drainase dan fasilitas pengolahan sampah, sistem pembangkit listrik, bangunan publik, serta taman dan fasilitas rekreasi.

(23)

9 dan tempat usaha, sehingga kedekatan dengan infrastruktur transportasi darat menjadi sesuatu yang sangat penting. Pengaruh kedekatan ini mengakibatkan sering terjadi perbedaan nilai tanah antara satu tempat dengan tempat lainnya, termasuk juga tanah permukiman. Adapun yang dimaksud dengan kedekatan dengan infrastruktur transportasi adalah kedekatan dengan terminal bis dan kedekatan dengan jalan.

Konsep Keberlanjutan

Istilah sustainability (keberlanjutan) berasal dari kata latin sustinere yang secara harfiah berarti “menahan”. Sesuatu dikatakan berkelanjutan jika dapat terus memikul, terus berlangsung atau terus bertahan dari waktu ke waktu. Keberlanjutan merupakan suatu seni adaptif yang dikawinkan dengan ilmu pengetahuan dalam rangka mencapai suatu visi etis. Keberlanjutan meliputi upaya mencukupi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kesejahteraan masa depan yang dilakukan melalui upaya berimbang untuk mencapai kelestarian ekologi, kesejahteraan ekonomi, pemberdayaan sosial dan kreativitas budaya. Keberlanjutan bukan berarti menjaga segala sesuatunya tetap sama persis, perubahan merupakan suatu bagian penting. Namun perubahan tersebut harus dapat dikelola sehingga berlangsung dalam lingkup, skala dan laju yang seharusnya (Thiele, 2013).

Thiele (2013) menambahkan bahwa dalam prakteknya keberlanjutan menekankan pada dua poin penting. Pertama keberlanjutan adalah suatu aktivitas. Kedua keberlanjutan adalah sesuatu yang terus kita kejar tapi tidak akan pernah dapat disempurnakan. Mempraktekkan keberlanjutan itu seperti berlatih menggunakan alat musik, selalu ada sesuatu yang dapat diperbaiki.

Pembangunan berkelanjutan merupakan perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistim ekologi dan sosial dimana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitasnya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya dan kegiatan dunia usahanya (Sumarwoto, 2006 dalam Sugandhy et al., 2009). Selanjutnya Sugandhy et al. (2009) menambahkan bahwa keberlanjutan pembangunan harus memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, serta pengembangan sumberdaya buatan dan menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan, serta menjadi jaminan bagi kesejahteraan serta mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang.

Pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia (sandang, pangan dan papan), sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Gips (1986) dalam Arsyad dan Rustiadi (2008) menjabarkannya sebagai berikut :

(24)

10

2. Bisa berlanjut secara ekonomis, petani harus bisa cukup menghasilkan untuk bisa memenuhi kebutuhan sendiri beserta keluarganya dan mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang telah mereka keluarkan.

3. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya lahan dan kekuasaan harus didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, dan hak-hak mereka di dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis dan peluang pemasaran lebih terjamin.

4. Manusiawi, yang berarti semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) harus dihargai.

5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan dapat mempu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung secara terus menerus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan dan permintaan pasar.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Indonesia

Dari segi perundang-undangan untuk mengantisipasi laju konversi lahan sawah diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Berdasarkan Undang-Undang tersebut definisi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Sedangkan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang. Selanjutnya dijelaskan definisi Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang. Kemudian Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan didefinisikan sebagai wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

(25)

11 Insentif Bagi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Insentif bagi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang bertujuan antara lain untuk mendorong perwujudan LP2B , meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi LP2B, mendukung pemberdayaan petani dan memberikan kepastian hak atas tanah bagi petani. Penyaluran Insentif dilakukan secara terkoordinir mulai dari tingkat Nasional, Propinsi hingga Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah di atas diatur mulai dari mengenai mekanisme penyaluran insentif hingga kewajiban bagi petani penerima insentif.

Di sisi petani sebagai penerima insentif terdapat kewajiban untuk memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah, mencegah kerusakan lahan dan memelihara kelestarian lingkungan, serta dalam hal pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan terdapat jaringan irigasi dan jalan usaha tani, Petani penerima Insentif wajib memelihara dan mencegah kerusakan jaringan irigasi dan jalan usaha tani.

Gambar 2 Skema penyaluran insentif LP2B (sumber : Ditjen PSP Kementerian Pertanian Republik Indonesia)

Markov Chain dan Cellular Automata

(26)

12

menghasilkan tool untuk memvisualisasikan dan memproyeksikan kemungkinan perubahan antar kategori penggunaan lahan.

Dalam teori ilmu komputer, Markov Chain memainkan peran kunci dalam pengambilan sampel dan kalkulasi perkiraan algoritma. Seringkali tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa waktu pencampuran bersifat polinomial dalam logaritma dari ukuran suatu keadaan ruang (Levin et al., 2009).

Menurut El-Hallaq dan Habboub (2015) salah satu kekurangan dari Markov Chain adalah kurangnya orientasi spasial sehingga melengkapinya dengan model Cellular Automata lebih dianjurkan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Mynt dan Wang (2006) bahwa terdapat satu kekurangan yang signifikan pada analsis markov yaitu metode ini tidak mempertimbangkan posisi spasial dari masing-masing kelas yang diamati. Agar output dari analisis markov dapat bersifat lebih informatif dan lebih mudah dipahami maka perlu dilengkapi dengan pendekatan Cellular Automata (CA). Hal ini karena tahapan CA memastikan perubahan penggunaan lahan muncul di sekitar kelas sejenis dan tidak muncul secara acak sebagaimana jika hanya mengandalkan analisis Markov Chain. Selanjutnya secara umum Mynt dan Wang (2006) menyimpulkan bahwa kombinasi antara analisis Markov Chain dan filter CA sederhana cukup efektif untuk memprediksi kemungkinan perubahan penggunaan ataupun tutupan lahan. Menurut Wang et al.

(2012) CA adalah sejenis jaringan model dinamis diskrit, dimana waktu, ruang dan keadaan semua bersifat diskrit, dan interaksi spasial dan kausalitas waktu seluruhnya ditentukan dalam konteks hubungan lokal. CA cocok untuk mempelajari sistem geografis kompleks yang bersifat spasial-temporal, terutama untuk penggunaan lahan perkotaan, dan CA telah menjadi alat penting dan fokus penelitian untuk permodelan perubahan penggunaan/tutupan lahan perkotaan.

Tinjauan Studi Terdahulu

Pengembangan infrastruktur memiliki peranan yang penting dalam proses pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah. Purwoto dan Kurniawan (2009) menemukan bahwa investasi dalam pengembangan infrastruktur terutama jalan raya memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi pada berbagai daerah di Indonesia. Dalam penelitian tersebut dikaji pengaruh dua jenis investasi

infrastruktur jalan raya yaitu 1) pemeliharaan serta peningkatan dan 2) pembangunan jalan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pada daerah yang

infrastruktur jalannya telah berkembang bentuk investasi infrastruktur yang paling berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah pengembangan dan perawatan. Sementara daerah yang kondisi infrastrukturnya belum cukup berkembang kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi ada pada pembangunan jalan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan pengembangan infrastruktur terutama jalan dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menjadi daya tarik untuk berkembangnya berbagai aktivitas penduduk seperti perdangan dan permukiman.

(27)

13 series jumlah penduduk 5 tahun terakhir, 7) Data series kinerja usahatani tanaman pangan tahun terakhir (luas panen; produksi; produktivitas; Indeks Pertanaman/IP), 8) Data series neraca bahan makanan 5 terakhir dan 9) Data alih fungsi lahan sawah 5 tahun terakhir.

Sakti et al. (2013) melaksanakan penelitian mereka dalam 4 tahap yaitu 1) persiapan penelitian, 2) pengumpulan dan penyusunan data/peta, 3) analisis data/peta meliputi kebutuhan pangan, ketersediaan pangan, neraca pangan, alih fungsi lahan sawah, proyeksi jumlah penduduk, kebutuhan luas lahan pertanian pangan, prediksi kondisi pangan masa depan, peta penggunaan lahan pertanian, identifikasi lahan pangan produktif pada Peta RTRW dan 4) Interpretasi dan sinkronisasi data/peta meliputi KP2B, LP2B dan LCP2B. Secara garis besar penelitian tersebut dibagi menjadi dua bagian utama yaitu pemetaan dan analisis data sekunder. Dari analisis yang dilaksanakan diperoleh proyeksi kebutuhan LP2B, pemetaan LP2B dan LPC2B lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Purworejo.

Syamson (2011) meneliti tentang identifikasi lahan untuk pengembangan KP2B di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan juga berupa analisis spasial, data yang digunakan terdiri dari data/peta tematik seperti RBI, citra satelit ALOS AVNIR-2 tahun 2008, peta administrasi, peta tekstur tanah, peta kedalaman tanah, peta kelas lereng, peta drainase, peta ketinggian, peta penutupan dan penggunaan lahan (Land Use) peta infrastruktur jalan, dan peta paduserasi Kabupaten Barru. Data atribut berupa data Kabupaten Barru dalam Angka. Data spasial dan atribut tersebut diolah dengan menggunakan SIG untuk memudahkan dalam mendeteksi/mengidentifikasi dan mendeliniasi lokasi-lokasi lahan yang berpotensi untuk direkomendasikan sebagai KP2B. Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian lahan dan pengamatan lapangan ke lokasi yang teridentifikasi sebagai lahan potensial. Dari analisis dan pengamatan yang dilaksanakan diperoleh rekomendasi untuk lahan potensial bagi pengembangan KP2B.

Christina (2011) dalam penelitian mengenai analisis lahan potensial untuk lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di Propinsi Jawa Barat berdasarkan data spasial dan data tabular dengan cakupan area penelitian yang relatif luas mulai dari tingkat propinsi hingga tingkat kabupaten. Data spasial yang digunakan antara lain peta penutup/penggunaan lahan, peta kesesuaian lahan basah, peta status irigasi, peta intensitas pertanaman, sedangkan data tabular antara lain jumlah penduduk, produksi padi, produktivitas padi, luas panen dan luas tanam. Analisis yang dilakukan meliputi a) Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah, b) Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B dan LCP2B, dan c) Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Potensial untuk KP2B.

(28)

14

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Juni s/d Desember 2015 dengan lokasi penelitian di Kota Solok, Sumatera Barat. Kota Solok adalah sebuah kota kecil yang terletak di propinsi Sumatera Barat, Indonesia dengan luas 57,64 Km2 atau 22,25 mil2 (0,14 % dari luas propinsi Sumatera Barat). Dimana 51 Km2 merupakan lahan Budidaya dan 6,64 Km2 merupakan Hutan Lindung. Daerah ini terdiri dari dua Kecamatan yaitu Kecamatan Lubuk Sikarah dengan tujuh kelurahan dan Kecamatan Tanjung Harapan dengan enam kelurahan. Kecamatan Lubuk Sikarah memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman padi sedangkan Kecamatan Tanjung Harapan sebagian besar adalah lahan kering yang lebih sesuai untuk ditanami dengan tanaman perkebunan dan Hortikultura seperti sereh wangi.

Adapun pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama tujuh bulan mulai bulan Juni sampai Desember 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dari berbagai sumber terkait dan data primer dari pengamatan langsung ke lapangan. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait terdiri dari Peta Administrasi, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Solok, Peta Penggunaan Lahan tahun 2004, 2010 dan 2014, Peta Lereng (masing-masing dalam skala 1 : 50.000) bersumber dari Bappeda Kota Solok, Peta daerah rawan banjir (Skala 1 : 25.000) dari BPBD Kota Solok, Peta tanah (Skala 1 : 50.000) bersumber dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dan data kependudukan tahun 1990 hingga 2013 yang diperoleh dari BPS Kota Solok. Selanjutnya dilengkapi dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian seperti Peraturan Daerah terkait RTRW Kota Solok, dan produk-produk perundang-undangan terkait LP2B.

Data primer diperoleh dari dua sumber yakni melalui : 1) wawancara terhadap warga pada daerah yang tergolong rawan banjir berdasarkan peta bahaya banjir dari BPBD Kota Solok sebagai dasar penyusunan kelas bahaya banjir sebagai bagian dari kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah, lokasi yang berada di luar area rawan banjir diasumsikan tidak terdapat resiko banjir; dan 2) Pengamatan lapangan terhadap lahan-lahan yang dinilai potensial untuk pengembangan LP2B setelah dilaksanakan analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian lahan.

Bahan dan Alat

(29)

15 Perangkat penerima GPS, dalam penelitian ini penulis menggunakan built in GPS pada perangkat Android yang ditambahkan software Maverick Pro untuk memaksimalkan fungsi dan memudahkan penyimpanan data koordinat titik pengamatan, dan 2) perangkat Komputer yang dilengkapi software arcGIS, Statistica 7, Idrisi Selva dan Microsoft Office.

Metoda Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, meliputi analisis kependudukan untuk memperkirakan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan permukiman, analisis spasial terhadap kelas kesesuaian fisik lahan untuk komoditas padi sawah dan simulasi perubahan penggunaan lahan dengan memperhitungkan infrastruktur sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan perubahan fungsi lahan.

Gambar 3 Bagan alir tahapan penelitian

Hasil akhir yang diharapkan dari tahapan-tahapan analisis data tersebut adalah rekomendasi penataan ruang dengan mempertimbangkan kebutuhan permukiman, lahan sawah tersedia dan rekayasa yang dibutuhkan dalam rangka membantu mengarahkan kecenderungan arah pengembangan permukiman ke lahan pertanian non sawah. Tahapan pengolahan data dilaksanakan sebagai berikut :

a. Proyeksi kebutuhan lahan permukiman di Kota Solok

(30)

16

permukiman. Dengan proyeksi tersebut diharapkan dapat diketahui berapa luas area permukiman yang dibutuhkan kedepannya berdasarkan pertumbuhan penduduk, selanjutnya dapat diperkirakan luasan lahan sawah yang dapat dipertahankan.

Gambar 4 Bagan alir proyeksi kebutuhan lahan permukiman di Kota Solok Model estimasi yang umum digunakan dalam simulasi pertumbuhan penduduk antara lain Model Kuadratik, Model Eksponensial, dan Model Saturasi. Untuk memutuskan model pertumbuhan penduduk yang akan digunakan maka penulis melakukan estimasi menggunakan masing-masing model tersebut dan kemudian membandingkan hasilnya. Data yang digunakan adalah jumlah penduduk Kota Solok tahun 1990 – 2013 bersumber dari BPS Kota Solok. Pada model kuadratik dan eksponensial masing-masing diperoleh tingkat kepercayaan 95%, sedangkan pada model saturasi diperoleh nilai R 0.97377. Disini terlihat pola pertumbuhan penduduk Kota Solok lebih mengikuti model saturasi.

Rumus model saturasi digunakan merupakan modifikasi dari model saturasi yang digunakan oleh Munibah et al. (2009) untuk model pertumbuhan penduduk yaitu :

Dimana Y (variabel dependen) merupakan jumlah penduduk pada tahun ke-X, dan X (variabel independen) adalah selisih antara tahun yang diproyeksikan dengan tahun ke-1 (dalam penelitian ini tahun ke-1 adalah 1990), sedangkan a dan b merupakan konstanta. Selanjutnya dilakukan estimasi non linear menggunakan software Statistica 7 untuk mementukan nilai konstanta. Dari estimasi non linear diperoleh nilai konstanta a =78893,9 dan b = 0,055429 dengan nilai R = 0,97377.

(31)

17

Gambar 5 Hasil estimasi non linear terhadap pertumbuhan penduduk Kota Solok menggunakan model saturasi

Proyeksi kebutuhan permukiman dimulai dengan proyeksi kebutuhan kavling minimal. Dalam SNI 3-1733-2004 kebutuhan kavling minimal adalah seluas 100m2 dengan asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga per KK adalah 5 orang. Maka rumus yang digunakan untuk menghitung kebutuhan kavling minimal adalah :

Dimana Y merupakan luas kavling dalam m2, nX adalah jumlah penduduk pada tahun ke-X.

Dalam menghitung kebutuhan sarana pendukung ini penulis secara garis besar membagi sarana pendukung dalam dua kelompok. 1) Kelompok sarana yang kebutuhannya tergantung kepada komposisi administratif daerah (Jumlah Kecamatan, kelurahan dan RW) dan 2) Kelompok sarana yang kebutuhannya tergantung kepada jumlah penduduk. Rincian kebutuhan fasilitas pelayanan umum pada kelompok pertama dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan rincian fasilitas pelayanan umum pada kelompok kedua terdapat pada Tabel 2.

(32)

18

Tabel 1 Kebutuhan luas lahan untuk sarana pelayanan umum utama tingkat RW, Kelurahan dan Kecamatan pada kawasan permukiman di Kota Solok. Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2004) dan Bappeda Kota Solok (2014)

1. RW Balai pertemuan 2.500 150 300

2. Pos hansip 2.500 6 12

3. Gardu listrik 2.500 20 30

4. Telepon umum, bis surat 2.500 - 30

5. Parkir umum 2.500 - 100

Kebutuhan per RW 472

Jumlah RW 50

Total 23.600

6. Kelurahan Kantor kelurahan 30.000 500 1.000

7. Pos kamtib 30.000 72 200

8. Pos pemadam kebakaran 30.000 72 200

9. Agen pelayanan pos 30.000 36 72

10. Loket pembayaran air

bersih

30.000 21 60

11. Loket pembayaran listrik 30.000 21 60

12. Telepon umum, bis surat,

bak sampah kecil

30.000 - 80

13. Parkir umum 30.000 - 500

Kebutuhan per Kelurahan 2.172

Jumlah Kelurahan 13

Total 28.236

14. Kecamatan Kantor kecamatan 120.000 1000 2.500

15. Kantor polisi 120.000 500 1.000

16. Pos pemadam kebakaran 120.000 500 1.000

17. Kantor pos pembantu 120.000 250 500

18. Stasiun telepon otomat

dan agen pelayanan gangguan telepon

120.000 500 1.000

19. Balai nikah / KUA / BP4 120.000 250 750

20. Telepon umum, bis surat,

bak sampah besar

120.000 - 80

21. Parkir umum 120.000 - 2.000

Kebutuhan per Kecamatan 8.830

Jumlah Kecamatan 2

Total 17.660

Total Kebutuhan Sarana Pelayanan Umum Tingkat RW, Kelurahan dan Kecamatan (m2)

(33)

19

1. Pendidikan Taman Kanak kanak 1.250 216 500

2. Sekolah Dasar 1.600 633 2.000

3. SLTP 4.800 2282 9.000

4. SMU 4.800 3835 12.500

5. Taman Bacaan 2.500 72 150

6. Kesehatan Posyandu 1.250 36 60

7. Balai Pengobatan Warga 2.500 150 300

8. BKIA / Klinik Bersalin 30.000 1500 3.000

9. Puskesmas Pembantu dan

13. Peribadatan Musholla/ Langgar 250 45 100

14. Mesjid Warga 2.500 300 600

15. Mesjid Lingkungan

(Kelurahan)

30.000 1.800 3.600

16. Mesjid Kecamatan 120.000 3.600 5.400

17. Sarana ibadah agama lain Tergantung

sistem

18. Perniagaan Toko / Warung 250 50 100

19. Pertokoan 6.000 1.200 3.000

24. Gedung Serbaguna 120.000 1.500 3.000

(34)

20

Taman / Tempat Main 250 - 250

27. Taman / Tempat Main 2.500 - 1.250

b. Identifikasi kesesuaian fisik dan kondisi aktual lahan untuk pengembangan LP2B

Berdasarkan data karakteristik lahan dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah. Dari kelas kesesuaian lahan yang diperoleh kemudian dilakukan analisis luas lahan yang tersedia untuk pengembangan lahan padi sawah dengan mempertimbangkan penggunaan lahan aktual dan keberadaan kawasan lindung. Peta lahan tersedia kemudian ditumpang-tindih dengan peta lahan sawah aktual untuk mengetahui kelas kesesuaian fisik pada lahan sawah yang ada saat ini. Di samping analisis spasial juga dilakukan pengecekan kondisi lapangan pada sejumlah titik pengamatan. Dengan analisis ini diharapkan dapat diketahui kelas lahan sawah aktual dan potensi fisik lahan untuk pengembangan LP2B.

Dari peta satuan lahan ditentukan satuan peta tanah (SPT) selanjutnya sifat-sifat fisik dan kimia tanah pada setiap SPT dicatat dengan berpedoman pada laporan survey tanah yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan karakteristik kesesuaian lahan pada tabel kriteria kesesuaian lahan. Sifat sifat tanah yang dapat diketahui dari peta satuan lahan adalah drainase, tekstur tanah, kedalaman efektif, KTK, kejenuhan Basa, pH, C organik, ketersediaan N, P dan K.

Dari peta land system diamati karakteristik berupa temperatur dan sebaran bulan Kering. Selanjutnya untuk menghasilkan peta keseuaian lahan perlu dilakukan overlay dengan Peta lain yaitu peta lereng, peta area rawan banjir dan peta kelas resiko banjir. dari peta landsystem teramati bahwa kota solok berdasarkan bulan kering terbagi dua yaitu 0 s/d 3 bulan pada bagian timur dan 0 s/d 4 bulan pada bagian barat. Dari segi lama bulan kering periode 0 s/d 3 bulan tergolong kelas S1 dan 0 s/d 4 bulan tergolong S2. Dapat dikatakan dari segi lama bulan kering seluruh wilayah Kota Solok dapat dikatakan cukup potensial untuk pengembangan tanaman padi sawah terutama sepanjang dukungan irigasi teknis tersedia.

(35)

21 kelas kesesuaian lahan. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah.

Kualitas/

- Drainase Terhambat Terhambat, Sedang, baik Cepat Sangat cepat

(36)

22

wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir). Metoda pengelompokan kelas bahaya banjir tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4 Dasar penentuan kelas bahaya banjir

Kedalaman banjir (x) Lamanya banjir (y) 1. < 25 cm

Sumber : Djaenudin et al., 2011 Tabel 5 Pengelompokan Kelas bahaya banjir

Simbol Kelas bahaya banjir

Kelas bahaya banjir berdasarkan kombinasi kedalaman dan lamanya banjir

(F x,y) Sumber : Djaenudin et al., 2011

(37)

23 c. Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan dengan Implementasi Rencana

Pengembangan Infrastruktur Jalan

Untuk memperkirakan perubahan penggunaan lahan terutama kawasan permukiman dilakukan analisis spasial berupa simulasi menggunakan Markov Chain dan Cellular Automata (CA) berdasarkan peta penggunaan lahan dari beberapa tahun yang berbeda. Analisis dilakukan dengan dua skenario :

1. Business as usual tanpa memperhitungkan infrastruktur

2. Dengan memperhitungkan infrastruktur sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan area permukiman.

Simulasi bertujuan memproyeksikan perubahan penggunaan lahan ke depan. Dari peta penggunaan lahan yang tersedia dapat dilakukan proyeksi hingga tahun 2024. Hasil dari simulasi kedua skenario dibandingkan untuk mengetahui pengaruh dari pengembangan infrastruktur terhadap tingkat alih fungsi lahan sawah.

Peta penggunaan lahan tahun 2004, 2010 dan 2014 bersumber dari Bappeda Kota Solok hasil digitasi dari citra satelit Resolusi tinggi (Geoeye dan Pleiades). Selanjutnya peta yang masih dalam format vektor (*.shp) dikonversi menjadi format raster (*.rst) dengan ukuran raster 30 x 30m untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan Software Idrisi Selva.

Dalam analisis perubahan penggunaan lahan diperlukan jumlah kelas penggunaan lahan yang sama pada setiap peta yang digunakan. Sedangkan peta yang tersedia memiliki jumlah kelas penggunaan lahan yang berbeda, 24 kelas penggunaan lahan (2004) dan 25 kelas (2010 dan 2014). Untuk itu perlu terlebih dahulu dilakukan klasifikasi ulang penggunaan lahan sehingga didapat jumlah pembagian kelas penggunaan lahan yang sama. Dalam prosesnya sejumlah penggunaan lahan yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini digabungkan contohnya pertambangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan tegalan digabungkan menjadi satu kelas. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Klasifikasi penggunaan lahan.

No. Kelas Penggunaan Lahan Kode

1. Hutan 1

2. Sawah 2

3. Permukiman 3

4. Kegiatan Pertambangan dan Budidaya Pertanian

Lain 4

5. Lahan Terbangun Lain 5

6. Lahan Terbuka 6

(38)

24

Gambar 7 Bagan alir proses simulasi perubahan penggunaan lahan dengan metoda Markov Chain dan Cellular Automata

Disamping peta penggunaan lahan dalam proses CA juga akan diperlukan peta change potential (Potensi perubahan) penggunaan lahan atau peta kesesuaian yang memberikan arahan spasial dalam proses estimasi perubahan setiap kelas penggunaan lahan. Untuk setiap kelas penggunaan lahan ditentukan satu peta kesesuaian untuk perubahan yang disesuaikan dengan jenis dan karakter dari setiap kelas penggunaan lahan.

(39)

25

c. Proyeksi lahan sawah tersedia Kesesuaian lahan untuk

pengembangan LP2B

Proyeksi pengalihan konversi lahan ke lahan pertanian non sawah dengan 2 skenario :

1) Business as usual

(40)

26

4

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Gambaran umum wilayah penelitian dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang daerah penelitian, baik kondisi fisik maupun sosial ekonomi. Pengetahuan tentang deskripsi daerah penelitian sangat penting untuk mempermudah dalam mengkaji berbagai aspek yang ada di daerah tersebut. Pemahaman terhadap kondisi fisik dan sosial ekonomi daerah penelitian memberikan sumbangan mendasar yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah. Pada bagian ini diuraikan gambaran umum wilayah Kota Solok yang merupakan daerah kajian penelitian ini.

Kondisi Fisik Wilayah

Geografi dan Administrasi

Kota Solok terletak pada posisi geografis yang sangat strategis dengan luas wilayah 57.64 Km² (0.14 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat) berada disimpul jalan Lintas Sumatera dan dikelilingi oleh beberapa nagari pada Kabupaten Solok, dimana Kota Solok memiliki peran sentral di dalam menunjang perekonomian masyarakat Kota Solok dan Kabupaten Solok pada umumnya. Secara Geografis Kota Solok terletak pada posisi 0o32” LU – 1o45” LS dan 100o27” BT – 101o41” BT. Daerah ini terletak pada ketinggian 390 m diatas permukaan laut, dengan topografi datar sampai berbukit dan pada daerah dataran umunya berupa sawah dengan berbagai tingkat irigasi termasuk irigasi teknis. Terdapat tiga anak sungai yang melintasi Kota Solok, yaitu Batang Lembang, Batang Gawan dan Batang Air Binguang. Suhu udara maksimal 28,9ºC dan minimal 26,1ºC. Dilihat dari penggunaan lahan, 21,37 persen lahan di Kota Solok merupakan tanah sawah dan sisanya 78,63 persen dipergunakan untuk selain sawah.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan oleh BPTP Sukarami, tanah di Kota Solok diklasifikasikan kedalam ordo (jenis) inseptisol dan sebagian kecil tergolong ordo Ultisol yang ditemui di Kelurahan Laing Kecamatan Tanjung Harapan. Topografi di daerah ini umumnya datar, bergelombang dan sedikit berbukit dengan ketinggian tempat berkisar 410 – 531 m diatas permukaan laut kecuali Payo di Kelurahan Tanah Garam Kecamatan Lubuk Sikarah. Suhu berkisar 24 – 29,5 oC dan tingkat kelembaban Relatif 60 – 85% dan kelembaban tertinggi ditemukan di Payo. Kota ini memiliki Curah Hujan rata –rata 184,31 mm3/ tahun, dan dilalui oleh tiga aliran sungai yaitu Sungai Batang Lembang, Sungai Batang Gawan dan Sungai Batang Air Bingung.

(41)

27

Ga

mbar

8 P

eta

Admini

stra

si Kot

a S

(42)

28

Kondisi Sosial Wilayah

Demografi

Penduduk Kota Solok berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 berjumlah 59.623 jiwa dengan laju pertumbuhan antar sensus rata-rata 2,13 persen. Pada Tahun 2013, penduduk Kota Solok berjumlah 63.541 jiwa dengan Rasio Jenis kelamin sebesar 97,90 persen. Dilihat dari perbandingan penduduk antar kecamatan, penduduk Kecamatan Lubuk Sikarah lebih besar dibandingkan dengan penduduk Kecamatan Tanjung Harapan. Akan tetapi kepadatan penduduk justru sebaliknya, penduduk di Kecamatan Tanjung Harapan lebih padat dibandingkan dengan penduduk Kecamatan Lubuk Sikarah.

Dari hasil Potensi Desa pada tahun 2008 secara keseluruhan penduduk yang datang ke Kota Solok lebih banyak dibandingkan dengan penduduk pindah. Dari Hasil PPLS 2011, rumah tangga penerima manfaat di Kota Solok berjumlah 3.431 rumah tangga.

Pendidikan dan Ketenagakerjaan

Pada tahun 2013, jumlah sekolah TK hingga SMU/SMK yang dibawah Depdiknas ada sebanyak 55 sekolah negeri dan 18 sekolah swasta, sedangkan dibawah Depag ada 3 sekolah negeri dan 14 sekolah swasta. Jika dirinci menurut jenjang pendidikan ada sebanyak 49 SD negeri/swasta, 9 SLTP sederajat negeri/swasta dan SMU/SMK 12 sekolah negeri/swasta. Perguruan tinggi terdapat juga di Kota Solok yaitu 2 unit di Kecamatan Lubuk Sikarah dan 2 unit di Kecamatan Tanjung Harapan.

Sektor perdagangan dan jasa-jasa merupakan lapangan usaha yang banyak digeluti oleh penduduk usia kerja di Kota Solok yakni masing-masing sebesar 30,83 persen dan 30,52 persen. Besarnya konsentrasi penduduk untuk berusaha pada sektor perdagangan dan jasa tidak terlepas dari tekad pemerintah kota untuk menjadikan Kota Solok sebagai Kota Perdagangan dan Jasa.

Kondisi Perekonomian Wilayah

Pendapatan Regional

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Solok dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurut harga berlaku, PDRB tahun 2013 berjumlah 1.572,57 triliun rupiah atau naik 14,97 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan PDRB berdasarkan harga konstan, PDRB Kota Solok tahun 2013 naik 6,40 persen dari 594,70 milyar rupiah menjadi 632,75 milyar rupiah. Angka ini digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013.

(43)

29

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proyeksi kebutuhan lahan permukiman di Kota Solok

Untuk memperkirakan kebutuhan permukiman di Kota Solok sebelumnya perlu dihitung perkiraan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Solok. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Solok yang telah diterbitkan melalui peraturan daerah mencakup rencana pengembangan hingga tahun 2031, oleh karena itu penulis membuat proyeksi pertumbuhan penduduk antara tahun 2014 s/d 2031 berdasarkan data kependudukan antara tahun 1990 s/d 2031. Metode proyeksi yang digunakan adalah Saturation Model.

Berdasarkan data dari BPS Kota Solok jumlah penduduk Kota Solok pada tahun 1990 sejumlah 42.702 jiwa, kemudian dalam rentang waktu 24 tahun berkembang menjadi 63.541 jiwa pada tahun 2013. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Solok antara tahun 1990 hingga 2013 adalah 1,77% per tahun. Perkembangan jumlah penduduk Kota Solok antara 1990 hingga 2013 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perkembangan jumlah penduduk Kota Solok tahun 1990 – 2013 (Sumber BPS Kota Solok)

Berdasarkan data dari BPS Kota Solok jumlah penduduk Kota Solok meningkat dari 42.702 jiwa pada tahun 1990 menjadi 63.541 jiwa pada tahun 2013 atau meningkat 48,8 % dalam waktu 24 tahun. Peningkatan jumlah penduduk ini tentunya diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan area permukiman. Untuk itu penulis mencoba memperkirakan pertumbuhan penduduk kota solok hingga tahun 2031 sesuai dengan cakupan RencanaTata Ruang Wilayah Kota Solok yang saat ini dipersiapkan untuk periode 2012 - 2031.

(44)

30

Gambar 10 Perkiraan perkembangan jumlah penduduk Kota Solok tahun 2014 – 2031 dengan model saturasi

Gambar 11 Perkiraan titik jenuh pertumbuhan penduduk Kota Solok dengan model saturasi

Untuk mengetahui kebutuhan luas lahan untuk permukiman beserta sarana pendukungnya maka perlu diketahui luas kebutuhan kavling minimal, serta kebutuhan sarana pelayanan umum ditingkat kelurahan dan kecamatan. Dalam studi ini penulis berpatokan kepada SNI 3-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Kebutuhan kavling minimal dihitung dengan asumsi tipe hunian yang digunakan adalah bangunan tidak bertingkat sekaligus untuk mengetahui apakah lahan yang tersedia masih mencukupi untuk hunian tidak bertingkat atau akan diperlukan pengembangan hunian vertikal.

2014 2019 2024 2029 2034 2039 2044 2049 2054 2059 2064 2069 2074 2079 2084 2089 2094 2099 2104 2109 2114 2119 2124 2129 2134 2139 Proyeksi

2014- 2031 Populasi

(45)

31

Gambar 12 Perkiraan kebutuhan kavling minimum bangunan tak bertingkat di Kota Solok tahun 2014 – 2031.

Dari grafik di atas diperkirakan kebutuhan kavling minimal pada tahun 2031 mencapai 143,05 Ha. Kebutuhan kavling minimal ini tentunya akan diikuti dengan kebutuhan sarana pendukung sebagai bagian dari sebuah kawasan permukiman yang lengkap. Untuk itu disamping menghitung kebutuhan kavling bangunan juga perlu diperhitungkan kebutuhan lahan untuk fasilitas-fasilitas pendukung kawasan permukiman antara lain fasilitas pelayanan umum, pendidikan, kesehatan, keagamaan, perniagaan, sosial kebudayaan dan rekreasi.

Gambar 13 Perkiraan kebutuhan luas lahan minimum permukiman dan fasilitas pendukung permukiman di Kota Solok tahun 2014 – 2031

120.00 125.00 130.00 135.00 140.00 145.00

Gambar

Tabel 1  Kebutuhan luas lahan untuk sarana pelayanan umum utama tingkat RW,
Tabel 2  Kebutuhan luas lahan untuk sarana pelayanan umum pada kawasan
Tabel 3  Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah.
Gambar 7  Bagan alir proses simulasi perubahan penggunaan lahan dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi kesetimbangan kimia dengan model Learning Cycle 3E lebih tinggi daripada

Melalui sebuah karyanya yang agung yang berjudul Tafsir Al-Ayah Al-Kawniyyah Fi Al- Quran Al-Karim, penulis akan cuba meninjau metodologi dan pendekatan yang beliau gunakan di dalam

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu telah dibuat game pengenalan huruf alfabet dengan baik, dan berdasarkan hasil kuisioner yang diisi guru SDLB- C Kerten dapat

Tujuan penelitian adalah Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa budaya organisasi orentasi Proses, employee, dan pragmatis berpengaruh terhadap kinerja perspektif balanced scorecard

Penelitian ini menggunakan yang didapatkan dari Laporan Realisasi APBD tahun 2010 hingga 2012 yang seluruhnya menyampaikan laporan kepada situs Dirjen Perimbangan

Sedangkan, Menurut Depsos RI (2004: 4), Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan

1 Iya saya sangat sadar dan sangat setuju, karena di masa seperti ini orang-orang tidak bisa pergi membeli buku maupun keperpustakaan, maka dari internet lah sangat membantu

Observasi dilakukan agar mahasiswa dapat mengenali lingkungan sekolah sebagai lokasi praktik mengajar. Adanya kegiatan observasi tersebut memberikan pengetahuan kepada