HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI
DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN
TELUKAN 03 GROGOL SUKOHARJO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Strata 1 pada
Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
FITRIA DAMAYANTI
J 310 120 006
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1
HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI SDN TELUKAN 03 GROGOL
SUKOHARJO
Abstrak
Higiene personal sering tidak diperhatikan pada anak usia sekolah sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Permasalahan tersebut biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan kebersihan diri. Anak usia sekolah dasar termasuk kelompok rawan penyakit seperti penyakit infeksi (ISPA dan diare). Status gizi berperan penting dalam pertumbuhan fisik anak. Anak dengan status gizi buruk atau kurang akan mengalami hambatan pertumbuhan fisik, terganggunya sistem pertahanan tubuh, sehingga menjadikan seseorang anak mudah terserang penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel yang sebanyak 44 anak dengan usia antara 8-12 tahun. Pengambilan sampel menggunakan teknik Sistematic Random Sampling. Data higiene personal didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 24 pernyataan sedangkan data kejadian infeksi didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 10 pertanyaan. Analisis ini diuji menggunakan Pearson Product Moment. Siswa yang memiliki status gizi normal cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang (70,0%). Siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%. Tidak ada hubungan antara higiene personal dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,494). Tidak ada hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,381).
Kata kunci: Higiene Personal, Kejadian Infeksi, Status Gizi
Abstracts
2
between personal hygiene and nutritional status of school-age children at SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0.494). There is no relationship between the incidence of infection with the nutritional status of school-age children in SDN Telukan 03 Grogol, Sukoharjo (p=0,381).
3
1. PENDAHULUAN
Usia sekolah merupakan masa yang dinamis untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak. Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan akan masalah kesehatan fisik
maupun psikologis. Masalah kesehatan psikologis yang biasa dialami oleh anak usia sekolah
adalah kesulitan dalam belajar, gangguan emosi, dan masalah perilaku. Masalah kesehatan
fisik yang dialami oleh anak usia sekolah misalnya diare, sakit gigi, penyakit kulit dan
sebagainya (Ardhiyarini, 2008).
Secara umum keadaan higiene personal pada anak usia sekolah masih belum
diperhatikan sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut
meliputi perilaku hidup sehat, gangguan infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan
perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan perilaku sehat pada
anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti
gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri (Diliani,
2011).
Anak usia sekolah mudah mengalami anemia, kekurangan vitamin A dan infeksi parasit
yang akan memberi dampak buruk pada status gizi mereka, juga perkembangan dan kinerja
di sekolah (Hidayat, 2005). Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak usia sekolah dasar
adalah ISPA dan diare. Penyakit infeksi khususnya diare menyebabkan kehilangan nafsu
makan, sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman dalam tubuh dan dapat
mengakibatkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat menghambat respon imunitas dan
meningkatkan risiko penyakit infeksi. Penyakit infeksi dengan kondisi status gizi seseorang
dapat digambarkan sebagai hubungan timbal balik. Defisiensi gizi sering menjadi langkah
awal dari gangguan sistem kekebalan tubuh. Penyakit infeksi dan gizi kurang dapat
disebabkan oleh kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Selain itu, infeksi juga
menghambat reaksi imunologis yang normal dengan cara menghabiskan sumber-sumber
energi di tubuh (Santoso, 2004).
Menurut Daldiyono dkk (2007) menyatakan terdapat faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit infeksi antara lain, sanitasi dan higiene perorangan yang
buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi
yang tidak memadai. Berdasarkan hasil penelitian Deb (2010), menyatakan anak dengan
status gizi kurang memiliki skor personal higiene lebih rendah dibandingkan dengan anak
dengan status gizi baik. Menurut penelitian Tarigan (2003), mengatakan bahwa anak dengan
status gizi kurang yang mengalami diare 2,10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak
yang tidak diare sedangkan anak dengan status gizi kurang yang mengalami ISPA 1,4 kali
4
Menurut hasil Riskesdas (2013), prevalensi ISPA kelompok umur 5-14 tahun di
Indonesia masih cukup tinggi, tahun 2013 mengalami peningkatan prevalensi dari tahun
2007 yaitu sebesar 6,2% dan untuk diare juga mengalami kenaikan prevalensi yaitu 4,6%.
Prevalensi infeksi lebih banyak di daerah kumuh dibanding perkotaan dan cenderung lebih
tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah.
Sekolah Dasar Negeri Telukan 03 Grogol Sukoharjo merupakan sekolah yang terletak
berdekatan dengan kebun yang kurang bersih dan tempat pembakaran sampah. Sarana cuci
tangan yang kurang memadai karena tidak disediakan sabun cuci tangan. Selain itu, banyak
siswa yang tidak menggunakan alas kaki saat bermain di halaman sekolah. Hal ini dapat
memicu timbulnya penyakit pada anak sekolah dasar.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diadakan penelitian dengan judul “Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo”.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2016, lokasi penelitian
dilaksanakan di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Populasi dalam penelitian ini adalah
anak sekolah dasar kelas tiga sampai dengan kelas enam di SDN Telukan 03 Grogol
Sukoharjo.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sistem Sistematic
Random Sampling. Kriteria inklusi yaitu anak kelas tiga sampai kelas enam yang bersekolah
di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dan siswa tidak sedang menderita penyakit infeksi
kronis. Sedangkan kriteria eksklusi anak yang tidak masuk saat pengambilan data dan anak
yang pindah sekolah saat pengambilan data.
Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang meliputi, identitas responden,
data higiene personal, data infeksi dan data antropometri (BB dan TB). Data higiene
personal diperoleh dengan cara pengisian kuesioner yang dikategorikan kurang apabila ≤12,
sedang jika skor higiene personal 12-40 dan baik jika skor higiene personal ≥40. Data
kejadian infeksi diperoleh dengan kuesioner dan wawancara kepada responden. Sedangkan
data antropometri diperoleh dengan cara menimbang berat badan menggunakan timbangan
injak dan mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoice.
Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi SPSS 17. for windows. Mengetahui
hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi menggunakan uji
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1Gambaran Umum
SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo berdiri pada tahun 1982. Sekolah ini beralamat
di Telukan RT 02/RW 01 Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Jumlah karyawan di
SDN Telukan 03 Grogol sebanyak 13 orang yang terdiri dari 11 guru, satu kepala
sekolah dan satu penjaga sekolah, sedangkan jumlah siswa pada tahun 2016 adalah 101
siswa. SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo memiliki satu kantin sekolah yang berada di
dalam lingkungan sekolah. kantin sekolah selain menjual makanan dan minuman
kemasan juga menjual makanan matang contohnya nasi bungkus, es kucir dan gorengan.
Pada waktu istirahat para siswa membeli jajanan atau makanan di kantin sekolah. Siswa
tidak diperbolehkan keluar lingkungan sekolah pada jam istirahat, sedangkan jika ingin
membeli jajanan di luar sekolah harus menunggu jam pulang sekolah atau membeli dari
halaman sekolah. Penjual makanan keliling banyak yang berjualan di luar sekolah.
Makanan dan minuman yang dijual bermacam-macam contohnya cakwe, bakso, roti
bakar, leker, siomay, tela-tela, telur goreng, mie, agar-agar, pop ice, es cincau, es doger,
es sirup, dan lain sebagainya (Profil Sekolah).
3.2Analisis Univariat
3.2.1 Karakteristik Responden
Responden adalah siswa kelas tiga sampai kelas enam yang diambil dari
populasi secara Sistematic Random Sampling. Jumlah keseluruhan responden
adalah 44 siswa, sedangkan jumlah populasi 101 siswa. Pada penelitian ini
terdiri dari 25 anak (56,8%) laki-laki dan 19 anak perempuan (43,2%). Rata-rata
umur responden adalah 10 tahun. Umur minimal adalah 8 tahun dan maksimal
12 tahun.
3.1.2 Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Tabel 1.
Pengukuran antropometri pada penelitian ini menggunakan indeks massa
6
paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang menggambarkan keadaan
status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear
dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (WHO,
2007).
Status gizi berdasarkan indeks IMT/U dikategorikan menjadi beberapa
kategori yaitu sangat kurus (< -3), kurus (-3 SD s/d < -2 SD), normal (-2 SD s/d
1 SD), gemuk (> 1 SD s/d 2 SD) dan obesitas (> 2 SD) (Depkes, 2010). Statistik
deskriptif status gizi berdasarkan nilai IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.
Statistik Deskriptif Status Gizi Berdasarkan Nilai IMT/U
Statistik deskriptif Nilai IMT/U
Mean -0,48
Standar Deviasi 1,45
Minimum -3,23
Maksimum 2,53
Responden dalam penelitian ini memiliki mean atau rata-rata nilai IMT/U
sebesar -0,48 dengan nilai minimum -3,23 yang berarti tergolong dalam status
gizi buruk dan nilai maksimum 2,53 yang berarti tergolong status gizi lebih.
Sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 77,3%.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Seprianty (2015) yang
menyatakan penelitian status gizi berdasarkan IMT/U terhadap siswa yang
berusia antara 7-10 tahun di SD Negeri 1 Sungaililin didapatkan jumlah siswa
yang memiliki gizi baik sebesar 77,0%. Status gizi yang normal dapat terjadi
apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja mencapai tingkat kesehatan optimal (Lestari, 2016).
Selain status gizi normal, masih ditemukan siswa dengan status gizi sangat
kurus dan kurus. Persentase status gizi siswa sangat kurus sebanyak 4,5% dan
status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase status gizi siswa sangat kurus
sebanyak 4,5% dan status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian Lestari (2011) yang menyatakan sebanyak 14,6%
responden berstatus gizi kurus. Penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu
proses kurang makan atau ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu
nutrient tidak terpenuhi. Keadaan gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor
7
rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu
(Gibney, 2009).
Responden dengan status gizi gemuk sebesar 2,3% dan sangat gemuk
sebanyak 6,8%. Prevalensi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan
penelitian Mariza (2012) yang menyatakan prevalensi overweight dan obesitas
anak sekolah dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang sebesar 19,7%
untuk overweight dan 8% untuk obesitas. Menurut Mariza (2012), obesitas dapat
terjadi karena ketika anak melewatkan sarapan dan merasa lebih lapar maka
anak tersebut akan mengonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang
didapatkan dari makanan jajanan. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan
responden yang tidak biasa sarapan akan berisiko menjadi biasa jajan sebesar
1,5 kali. Sedangkan kebiasaan jajan memiliki risiko 7 kali lebih besar terhadap
terjadinya status gizi lebih.
Berdasarkan data higiene personal pada penelitian ini terdapat sebanyak
77,3% responden memiliki higiene personal baik. Menurut Hidayat (2010)
personal hygiene dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh, yang dapat
dilakukan dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, dan memakai
pakaian yang bersih. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini dikarenakan tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang
lain, baik kontak langsung maupun tidak langsung. Riset global juga
menunjukkan bahwa kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) tidak hanya
mengurangi, tapi mencegah kejadian diare hingga 50% dan ISPA hingga 45%
(Purwandari, Ardiana & Wantiyah, 2013). Karakteristik statistik deskriptif
higiene personal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Statistik Deskriptif Higiene Personal
Statistik deskriptif Skor Higiene Personal
Mean 46,59
Standar Deviasi 7,14
Nilai Minimum 29,50
8
Mean atau rata-rata higiene personal responden berdasarkan Tabel 4 didapat
skor higiene personal sebesar 46,59. Nilai minimum dari higiene personal adalah
29,50 yang berarti dalam kategori sedang dan nilai maksimum sebesar 58,99
yang berarti dalam kategori baik. Higiene personal dapat dikatakan kurang
apabila mendapat skor <12, kategori sedang jika skor higiene personal 12
sampai dengan 39,99 dan dikatakan baik apabila mendapat skor ≥40.
Berdasarkan penelitian di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo sebagian besar
siswa memiliki higiene personal baik yaitu sebanyak 34 siswa (77,3%). Pada
penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa sebesar 22,7% responden memiliki
higiene personal sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Raples (2013) yang
dilakukan di SDN 38 Kuala Alam Kota Bengkulu menyatakan responden yang
memiliki tingkat personal hygiene baik sebesar 56,8%, sedangkan tingkat
personal hygiene sedang sebesar 35,8%. Apabila kedua penelitian dibandingkan,
terlihat bahwa persentase personal hygiene pada penelitian Raples lebih rendah.
Hal ini disebabkan karena pada penelitian tersebut didapatkan pernyataan bahwa
kurangnya fasilitas di SDN 38 Kuala Alam yang mendukung kesehatan,
diantaranya tidak ada sumber air bersih di sekolah dan tidak ada tempat cuci
tangan khusus sehingga siswa yang tidak menerapkan personal hygiene.
3.1.4 Distribusi Kejadian Infeksi Responden
Telukan 03 Grogol Sukoharjo menderita infeksi yaitu sebesar 72,7%. Menurut
Julia (2011), terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan,
faktor individu, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran
udara, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Faktor individu meliputi umur
anak, berat badan, dan status gizi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan
dan penanggulangan ISPA atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam
menangani penyakit ISPA. Penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya kejadian
penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA).
Pada anak usia sekolah dan dewasa, penyebab diare berasal dari makanan dan
9
bakteri banyak disebabkan oleh bakteri patogen seperti Escherichia coli,
Salmonella, dan Vibrio cholera. Kontaminasi sendiri dapat disebabkan oleh
makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, memakan makanan yang
mentah, serta penjamah makanan tidak menerapkan kebersihan personal (Junias
dan Balelay, 2008).
3.2 Analisis Bivariat
3.2.1 Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi
Tabel 6.
Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Kategori
cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu
sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang
(70,0%). Berdasarkan hasil uji data statistik menggunakan Pearson Product
Moment diperoleh nilai p=0,494. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara higiene personal dan status gizi.
Penelitian ini sejalan dengan Rusmanto dan Mukono (2012) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku personal higiene
dengan status gizi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebenarnya selain
jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, secara langsung status gizi juga
dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan
permukiman. Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak
tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia
saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita
penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gizi. Menurut
Gibney (2009) keadaan gizi kurang diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti
faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik higiene rendah maka
10
Tabel 6 menjelaskan bahwa semakin baik higiene personal seseorang maka
semakin baik pula status gizi mereka. Menurut Gibney (2009) menyatakan
penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan atau
ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu nutrient tidak terpenuhi. Keadaan
gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan
diri. Jika seseorang memiliki praktik hygiene rendah maka dengan mudah
penyakit atau patogen menyerang suatu individu.
3.2.2 Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi
Tabel 7.
Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi
Kejadian
Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus
yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan pearson product moment diperoleh
nilai p=0,38. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian
infeksi dengan status gizi.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusantoro (2016) yang menyatakan
tidak ada hubungan antara lama kesakitan ISPA dan diare dengan status gizi
anak balita di wilayah kerja puskesmas Polokarto Sukoharjo. Pada penelitian
tersebut menyatakan bahwa ada faktor lain yang kemungkinan lebih
berpengaruh terhadap status gizi yaitu asupan makanan, jumlah pangan
khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan
berat badan anak yang bersangkutan akan mengalami perubahan. Dalam
penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak hal
tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi sehingga bila anak tersebut masih
mempunyai asupan makanan yang baik atau juga bila patogen yang menginfeksi
tidak parah maka status gizi anak tersebut masih bisa dipertahankan baik.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jayani (2014) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di
Puskesmas Jambon kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian
11
responden dengan status gizi kurang. Hal ini berarti semakin baik status gizi
seorang balita maka semakin besar kemungkinan seorang balita tidak menderita
infeksi.
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Siswatiningsih (2001) yang
menyatakan semakin rendah status gizi seseorang, maka semakin mudah sakit
dan meningkatkan morbiditas atau kesakitan. Pada penelitian tersebut dijelaskan
bahwa seseorang yang memiliki status gizi baik belum tentu tidak terkena
penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Sebaliknya, seseorang yang mengalami
infeksi belum tentu status gizinya kurang. Anak yang menderita infeksi ISPA
dan atau diare jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan
waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga
penyakit infeksi yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak
(Damanik, 2014).
Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi karena
infeksi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi.
Asupan zat gizi juga berpengaruh langsung terhadap status gizi. Menurut
Muchlisa (2013), menyatakan bahwa asupan energi seimbang akan membantu
memelihara status gizi normal dan asupan energi yang kurang dari kebutuhan
berpotensi terjadinya penurunan status gizi. Selain itu, Status gizi seseorang
dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh
seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi
penyakit parasit. Dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada
kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan protein
sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi yang lainnya akan lebih mudah
dipenuhi.
Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dan status gizi juga dapat
disebabkan karena faktor lingkungan seperti kondisi cuaca. Cuaca yang tidak
menentu seiring dengan perubahan cuaca menyebabkan daya tubuh seseorang
menjadi rendah sehingga mudah sekali terserang penyakit. Penyakit yang cukup
mengganggu dan menjadi persoalan utama sekaligus berpotensi mengakibatkan
keadaan bahaya adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan
sumber penularan penyakit pada anak sekolah. Sebab, dalam interaksi antar
anak, langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya
penyebaran dan penularan penyakit yang akan berdampak pada status gizi
12
Hasil penelitian ini tidak berhubungan juga bisa terjadi karena faktor
lingkungan tempat tinggalnya yang tidak higienis dan tidak memenuhi syarat
rumah sehat seperti terdapat ventilasi rumah yang mencukupi. Menurut
penelitian Marhamah (2012) menyatakan bahwa dari 98 responden yang
ventilasi rumah tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 54 (55,1%) yang
menderita ISPA.
4. PENUTUP
Sebagian besar responden memiliki skor higiene personal baik yaitu 77,3% dan sebanyak
22,7% responden memiliki skor higiene personal sedang. Responden yang menderita infeksi
yaitu sebesar 72,7% dan yang tidak mengalami infeksi sebesar 27,3%. Sebagian besar
responden memiliki status gizi normal yaitu sebesar 77,3%. Responden dengan status gizi
sangat kurus sebanyak 4,5%, status gizi kurus sebesar 9,1%, status gizi gemuk sebesar 2,3%
dan sangat gemuk sebesar 6,8%.
Hasil analisis uji statistik menggunakan pearson product moment higiene personal dengan
status gizi diperoleh nilai p=0,494, sedangkan kejadian infeksi dengan status gizi diperoleh
p=0,381. Tidak ada hubungan higiene personal terhadap status gizi anak usia sekolah di
SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Tidak ada hubungan kejadian infeksi terhadap status
gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dengan p=0,381.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiyarini. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi personal hygiene anak usia sekolah di SD Negeri Pleret Kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan. Yogyakarta.
Budiati, A. 2013. Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Angka Kesakitan Anak di SD Negeri Kartasura 1. Skripsi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Damanik, P., Siregar, Mhd., Aritonang., Evawany. 2013. Hubungan Status Gizi, Pemberian Asi Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Akut (Ispa) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan
Deb, Soumya., Dutta, S., Dasgupta, A., Misra, R. 2010. Relationship of Personal Hygiene with Nutrition and Morbidity Profile: A Study Among Primary School Children in South Kolkata.
Indian J Community Med. 35(2): 280-284.
13
Diliani. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Role Play terhadap Perilaku Personal Hygiene pada Anak Kelas III di SD Pandak I Bantul. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah. Yogyakarta.
Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC.Jakarta
Hidayat, AA. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika. Jakarta
Jayani, I. 2014. Hubungan antara Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun 2014. Hal 5
Julia, Anita. 2011. Perbandingan Kejadian ISPA Balita pada Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok diluar Rumah di Jorong Saroha Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011. Penelitian Keperawatan Keluarga. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang
Junias dan Balelay. 2008. Hubungan antara Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada Penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Vol.03
Lestari, D.I., Ernalia, Y., Restuastuti, T. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. 3(2):5
Marhamah, A., Arsin, A., Wahiduddin. 2012. Faktor yang Behubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Mariza, Y.Y. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan dan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.Artikel
penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Semarang
Melda. 2013. Hubungan Tingkat Kebersihan Diri (Personal Hygiene) dengan Status Gizi Siswa SD Negeri 6 Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Muchlisa, Citrakesumasari, Indriasari, R. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di F akultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Nusantoro, B. 2016. Hubungan Lama Kesakitan Ispa dan Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Purwandari, R., Ardiana, A., Wantiyah. 2013. Hubungan antara Perilaku Mencuci Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten Jember. Jurnal Keperawatan. 4(2):128 Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta
14
Rusmanto, D dan Mukono, J. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Public Health.8(3) :107
Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta
Seprianty, V., Tjekyan, R.M.S., Thaha, M.A. 2015. Status Gizi Anak kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2(1):132-133