• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI

DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN

TELUKAN 03 GROGOL SUKOHARJO

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Strata 1 pada

Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

FITRIA DAMAYANTI

J 310 120 006

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

HUBUNGAN HIGIENE PERSONAL DAN KEJADIAN INFEKSI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI SDN TELUKAN 03 GROGOL

SUKOHARJO

Abstrak

Higiene personal sering tidak diperhatikan pada anak usia sekolah sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Permasalahan tersebut biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan kebersihan diri. Anak usia sekolah dasar termasuk kelompok rawan penyakit seperti penyakit infeksi (ISPA dan diare). Status gizi berperan penting dalam pertumbuhan fisik anak. Anak dengan status gizi buruk atau kurang akan mengalami hambatan pertumbuhan fisik, terganggunya sistem pertahanan tubuh, sehingga menjadikan seseorang anak mudah terserang penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel yang sebanyak 44 anak dengan usia antara 8-12 tahun. Pengambilan sampel menggunakan teknik Sistematic Random Sampling. Data higiene personal didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 24 pernyataan sedangkan data kejadian infeksi didapatkan melalui kuesioner dengan jumlah 10 pertanyaan. Analisis ini diuji menggunakan Pearson Product Moment. Siswa yang memiliki status gizi normal cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang (70,0%). Siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%. Tidak ada hubungan antara higiene personal dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,494). Tidak ada hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0,381).

Kata kunci: Higiene Personal, Kejadian Infeksi, Status Gizi

Abstracts

(6)

2

between personal hygiene and nutritional status of school-age children at SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo (p=0.494). There is no relationship between the incidence of infection with the nutritional status of school-age children in SDN Telukan 03 Grogol, Sukoharjo (p=0,381).

(7)

3

1. PENDAHULUAN

Usia sekolah merupakan masa yang dinamis untuk pertumbuhan dan perkembangan

anak. Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan akan masalah kesehatan fisik

maupun psikologis. Masalah kesehatan psikologis yang biasa dialami oleh anak usia sekolah

adalah kesulitan dalam belajar, gangguan emosi, dan masalah perilaku. Masalah kesehatan

fisik yang dialami oleh anak usia sekolah misalnya diare, sakit gigi, penyakit kulit dan

sebagainya (Ardhiyarini, 2008).

Secara umum keadaan higiene personal pada anak usia sekolah masih belum

diperhatikan sehingga akan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut

meliputi perilaku hidup sehat, gangguan infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan

perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan perilaku sehat pada

anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti

gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri (Diliani,

2011).

Anak usia sekolah mudah mengalami anemia, kekurangan vitamin A dan infeksi parasit

yang akan memberi dampak buruk pada status gizi mereka, juga perkembangan dan kinerja

di sekolah (Hidayat, 2005). Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak usia sekolah dasar

adalah ISPA dan diare. Penyakit infeksi khususnya diare menyebabkan kehilangan nafsu

makan, sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman dalam tubuh dan dapat

mengakibatkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat menghambat respon imunitas dan

meningkatkan risiko penyakit infeksi. Penyakit infeksi dengan kondisi status gizi seseorang

dapat digambarkan sebagai hubungan timbal balik. Defisiensi gizi sering menjadi langkah

awal dari gangguan sistem kekebalan tubuh. Penyakit infeksi dan gizi kurang dapat

disebabkan oleh kemiskinan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Selain itu, infeksi juga

menghambat reaksi imunologis yang normal dengan cara menghabiskan sumber-sumber

energi di tubuh (Santoso, 2004).

Menurut Daldiyono dkk (2007) menyatakan terdapat faktor-faktor lain yang dapat

menyebabkan terjadinya penyakit infeksi antara lain, sanitasi dan higiene perorangan yang

buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi

yang tidak memadai. Berdasarkan hasil penelitian Deb (2010), menyatakan anak dengan

status gizi kurang memiliki skor personal higiene lebih rendah dibandingkan dengan anak

dengan status gizi baik. Menurut penelitian Tarigan (2003), mengatakan bahwa anak dengan

status gizi kurang yang mengalami diare 2,10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak

yang tidak diare sedangkan anak dengan status gizi kurang yang mengalami ISPA 1,4 kali

(8)

4

Menurut hasil Riskesdas (2013), prevalensi ISPA kelompok umur 5-14 tahun di

Indonesia masih cukup tinggi, tahun 2013 mengalami peningkatan prevalensi dari tahun

2007 yaitu sebesar 6,2% dan untuk diare juga mengalami kenaikan prevalensi yaitu 4,6%.

Prevalensi infeksi lebih banyak di daerah kumuh dibanding perkotaan dan cenderung lebih

tinggi pada kelompok yang berpendidikan rendah.

Sekolah Dasar Negeri Telukan 03 Grogol Sukoharjo merupakan sekolah yang terletak

berdekatan dengan kebun yang kurang bersih dan tempat pembakaran sampah. Sarana cuci

tangan yang kurang memadai karena tidak disediakan sabun cuci tangan. Selain itu, banyak

siswa yang tidak menggunakan alas kaki saat bermain di halaman sekolah. Hal ini dapat

memicu timbulnya penyakit pada anak sekolah dasar.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diadakan penelitian dengan judul “Hubungan Higiene Personal dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo”.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2016, lokasi penelitian

dilaksanakan di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Populasi dalam penelitian ini adalah

anak sekolah dasar kelas tiga sampai dengan kelas enam di SDN Telukan 03 Grogol

Sukoharjo.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sistem Sistematic

Random Sampling. Kriteria inklusi yaitu anak kelas tiga sampai kelas enam yang bersekolah

di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dan siswa tidak sedang menderita penyakit infeksi

kronis. Sedangkan kriteria eksklusi anak yang tidak masuk saat pengambilan data dan anak

yang pindah sekolah saat pengambilan data.

Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang meliputi, identitas responden,

data higiene personal, data infeksi dan data antropometri (BB dan TB). Data higiene

personal diperoleh dengan cara pengisian kuesioner yang dikategorikan kurang apabila ≤12,

sedang jika skor higiene personal 12-40 dan baik jika skor higiene personal ≥40. Data

kejadian infeksi diperoleh dengan kuesioner dan wawancara kepada responden. Sedangkan

data antropometri diperoleh dengan cara menimbang berat badan menggunakan timbangan

injak dan mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoice.

Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi SPSS 17. for windows. Mengetahui

hubungan higiene personal dan kejadian infeksi dengan status gizi menggunakan uji

(9)

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Gambaran Umum

SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo berdiri pada tahun 1982. Sekolah ini beralamat

di Telukan RT 02/RW 01 Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Jumlah karyawan di

SDN Telukan 03 Grogol sebanyak 13 orang yang terdiri dari 11 guru, satu kepala

sekolah dan satu penjaga sekolah, sedangkan jumlah siswa pada tahun 2016 adalah 101

siswa. SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo memiliki satu kantin sekolah yang berada di

dalam lingkungan sekolah. kantin sekolah selain menjual makanan dan minuman

kemasan juga menjual makanan matang contohnya nasi bungkus, es kucir dan gorengan.

Pada waktu istirahat para siswa membeli jajanan atau makanan di kantin sekolah. Siswa

tidak diperbolehkan keluar lingkungan sekolah pada jam istirahat, sedangkan jika ingin

membeli jajanan di luar sekolah harus menunggu jam pulang sekolah atau membeli dari

halaman sekolah. Penjual makanan keliling banyak yang berjualan di luar sekolah.

Makanan dan minuman yang dijual bermacam-macam contohnya cakwe, bakso, roti

bakar, leker, siomay, tela-tela, telur goreng, mie, agar-agar, pop ice, es cincau, es doger,

es sirup, dan lain sebagainya (Profil Sekolah).

3.2Analisis Univariat

3.2.1 Karakteristik Responden

Responden adalah siswa kelas tiga sampai kelas enam yang diambil dari

populasi secara Sistematic Random Sampling. Jumlah keseluruhan responden

adalah 44 siswa, sedangkan jumlah populasi 101 siswa. Pada penelitian ini

terdiri dari 25 anak (56,8%) laki-laki dan 19 anak perempuan (43,2%). Rata-rata

umur responden adalah 10 tahun. Umur minimal adalah 8 tahun dan maksimal

12 tahun.

3.1.2 Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT/U

Tabel 1.

Pengukuran antropometri pada penelitian ini menggunakan indeks massa

(10)

6

paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang menggambarkan keadaan

status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear

dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (WHO,

2007).

Status gizi berdasarkan indeks IMT/U dikategorikan menjadi beberapa

kategori yaitu sangat kurus (< -3), kurus (-3 SD s/d < -2 SD), normal (-2 SD s/d

1 SD), gemuk (> 1 SD s/d 2 SD) dan obesitas (> 2 SD) (Depkes, 2010). Statistik

deskriptif status gizi berdasarkan nilai IMT/U dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.

Statistik Deskriptif Status Gizi Berdasarkan Nilai IMT/U

Statistik deskriptif Nilai IMT/U

Mean -0,48

Standar Deviasi 1,45

Minimum -3,23

Maksimum 2,53

Responden dalam penelitian ini memiliki mean atau rata-rata nilai IMT/U

sebesar -0,48 dengan nilai minimum -3,23 yang berarti tergolong dalam status

gizi buruk dan nilai maksimum 2,53 yang berarti tergolong status gizi lebih.

Sebagian besar responden memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 77,3%.

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Seprianty (2015) yang

menyatakan penelitian status gizi berdasarkan IMT/U terhadap siswa yang

berusia antara 7-10 tahun di SD Negeri 1 Sungaililin didapatkan jumlah siswa

yang memiliki gizi baik sebesar 77,0%. Status gizi yang normal dapat terjadi

apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan

kerja mencapai tingkat kesehatan optimal (Lestari, 2016).

Selain status gizi normal, masih ditemukan siswa dengan status gizi sangat

kurus dan kurus. Persentase status gizi siswa sangat kurus sebanyak 4,5% dan

status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase status gizi siswa sangat kurus

sebanyak 4,5% dan status gizi kurus sebanyak 9,1%. Persentase ini tidak jauh

berbeda dengan penelitian Lestari (2011) yang menyatakan sebanyak 14,6%

responden berstatus gizi kurus. Penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu

proses kurang makan atau ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu

nutrient tidak terpenuhi. Keadaan gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor

(11)

7

rendah maka dengan mudah penyakit atau patogen menyerang suatu individu

(Gibney, 2009).

Responden dengan status gizi gemuk sebesar 2,3% dan sangat gemuk

sebanyak 6,8%. Prevalensi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan

penelitian Mariza (2012) yang menyatakan prevalensi overweight dan obesitas

anak sekolah dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang sebesar 19,7%

untuk overweight dan 8% untuk obesitas. Menurut Mariza (2012), obesitas dapat

terjadi karena ketika anak melewatkan sarapan dan merasa lebih lapar maka

anak tersebut akan mengonsumsi makanan berkalori lebih tinggi yang

didapatkan dari makanan jajanan. Pada penelitian tersebut juga dinyatakan

responden yang tidak biasa sarapan akan berisiko menjadi biasa jajan sebesar

1,5 kali. Sedangkan kebiasaan jajan memiliki risiko 7 kali lebih besar terhadap

terjadinya status gizi lebih.

Berdasarkan data higiene personal pada penelitian ini terdapat sebanyak

77,3% responden memiliki higiene personal baik. Menurut Hidayat (2010)

personal hygiene dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh, yang dapat

dilakukan dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, dan memakai

pakaian yang bersih. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya

pencegahan penyakit. Hal ini dikarenakan tangan seringkali menjadi agen yang

membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang

lain, baik kontak langsung maupun tidak langsung. Riset global juga

menunjukkan bahwa kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) tidak hanya

mengurangi, tapi mencegah kejadian diare hingga 50% dan ISPA hingga 45%

(Purwandari, Ardiana & Wantiyah, 2013). Karakteristik statistik deskriptif

higiene personal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Statistik Deskriptif Higiene Personal

Statistik deskriptif Skor Higiene Personal

Mean 46,59

Standar Deviasi 7,14

Nilai Minimum 29,50

(12)

8

Mean atau rata-rata higiene personal responden berdasarkan Tabel 4 didapat

skor higiene personal sebesar 46,59. Nilai minimum dari higiene personal adalah

29,50 yang berarti dalam kategori sedang dan nilai maksimum sebesar 58,99

yang berarti dalam kategori baik. Higiene personal dapat dikatakan kurang

apabila mendapat skor <12, kategori sedang jika skor higiene personal 12

sampai dengan 39,99 dan dikatakan baik apabila mendapat skor ≥40.

Berdasarkan penelitian di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo sebagian besar

siswa memiliki higiene personal baik yaitu sebanyak 34 siswa (77,3%). Pada

penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa sebesar 22,7% responden memiliki

higiene personal sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Raples (2013) yang

dilakukan di SDN 38 Kuala Alam Kota Bengkulu menyatakan responden yang

memiliki tingkat personal hygiene baik sebesar 56,8%, sedangkan tingkat

personal hygiene sedang sebesar 35,8%. Apabila kedua penelitian dibandingkan,

terlihat bahwa persentase personal hygiene pada penelitian Raples lebih rendah.

Hal ini disebabkan karena pada penelitian tersebut didapatkan pernyataan bahwa

kurangnya fasilitas di SDN 38 Kuala Alam yang mendukung kesehatan,

diantaranya tidak ada sumber air bersih di sekolah dan tidak ada tempat cuci

tangan khusus sehingga siswa yang tidak menerapkan personal hygiene.

3.1.4 Distribusi Kejadian Infeksi Responden

Telukan 03 Grogol Sukoharjo menderita infeksi yaitu sebesar 72,7%. Menurut

Julia (2011), terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan,

faktor individu, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran

udara, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian. Faktor individu meliputi umur

anak, berat badan, dan status gizi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan

dan penanggulangan ISPA atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam

menangani penyakit ISPA. Penyakit infeksi berkaitan dengan tingginya kejadian

penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA).

Pada anak usia sekolah dan dewasa, penyebab diare berasal dari makanan dan

(13)

9

bakteri banyak disebabkan oleh bakteri patogen seperti Escherichia coli,

Salmonella, dan Vibrio cholera. Kontaminasi sendiri dapat disebabkan oleh

makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, memakan makanan yang

mentah, serta penjamah makanan tidak menerapkan kebersihan personal (Junias

dan Balelay, 2008).

3.2 Analisis Bivariat

3.2.1 Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi

Tabel 6.

Hubungan Higiene Personal dengan Status Gizi Kategori

cenderung berasal dari siswa yang memiliki kategori higiene personal baik yaitu

sebesar (79,4%) dibandingkan siswa dengan kategori higiene personal sedang

(70,0%). Berdasarkan hasil uji data statistik menggunakan Pearson Product

Moment diperoleh nilai p=0,494. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara higiene personal dan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan Rusmanto dan Mukono (2012) yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku personal higiene

dengan status gizi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa sebenarnya selain

jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, secara langsung status gizi juga

dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan

permukiman. Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak

tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia

saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita

penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang menjadi kurang gizi. Menurut

Gibney (2009) keadaan gizi kurang diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti

faktor kebersihan diri. Jika seseorang memiliki praktik higiene rendah maka

(14)

10

Tabel 6 menjelaskan bahwa semakin baik higiene personal seseorang maka

semakin baik pula status gizi mereka. Menurut Gibney (2009) menyatakan

penyebab gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan atau

ketika kebutuhan tubuh normal terhadap suatu nutrient tidak terpenuhi. Keadaan

gizi kurang juga diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor kebersihan

diri. Jika seseorang memiliki praktik hygiene rendah maka dengan mudah

penyakit atau patogen menyerang suatu individu.

3.2.2 Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi

Tabel 7.

Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi

Kejadian

Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa dengan status gizi sangat kurus dan kurus

yang mengalami infeksi didapatkan hasil yang sama yaitu masing-masing 6,3%.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan pearson product moment diperoleh

nilai p=0,38. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian

infeksi dengan status gizi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusantoro (2016) yang menyatakan

tidak ada hubungan antara lama kesakitan ISPA dan diare dengan status gizi

anak balita di wilayah kerja puskesmas Polokarto Sukoharjo. Pada penelitian

tersebut menyatakan bahwa ada faktor lain yang kemungkinan lebih

berpengaruh terhadap status gizi yaitu asupan makanan, jumlah pangan

khususnya energi dan protein dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan

berat badan anak yang bersangkutan akan mengalami perubahan. Dalam

penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa status gizi dipengaruhi oleh banyak hal

tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi sehingga bila anak tersebut masih

mempunyai asupan makanan yang baik atau juga bila patogen yang menginfeksi

tidak parah maka status gizi anak tersebut masih bisa dipertahankan baik.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jayani (2014) yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di

Puskesmas Jambon kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Hasil penelitian

(15)

11

responden dengan status gizi kurang. Hal ini berarti semakin baik status gizi

seorang balita maka semakin besar kemungkinan seorang balita tidak menderita

infeksi.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Siswatiningsih (2001) yang

menyatakan semakin rendah status gizi seseorang, maka semakin mudah sakit

dan meningkatkan morbiditas atau kesakitan. Pada penelitian tersebut dijelaskan

bahwa seseorang yang memiliki status gizi baik belum tentu tidak terkena

penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Sebaliknya, seseorang yang mengalami

infeksi belum tentu status gizinya kurang. Anak yang menderita infeksi ISPA

dan atau diare jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan

waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga

penyakit infeksi yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak

(Damanik, 2014).

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dengan status gizi karena

infeksi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi status gizi.

Asupan zat gizi juga berpengaruh langsung terhadap status gizi. Menurut

Muchlisa (2013), menyatakan bahwa asupan energi seimbang akan membantu

memelihara status gizi normal dan asupan energi yang kurang dari kebutuhan

berpotensi terjadinya penurunan status gizi. Selain itu, Status gizi seseorang

dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh

seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat gizi atau investasi

penyakit parasit. Dalam perhitungannya konsumsi pangan lebih ditekankan pada

kebutuhan energi dan protein. Sebab apabila kebutuhan akan energi dan protein

sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi yang lainnya akan lebih mudah

dipenuhi.

Tidak adanya hubungan antara kejadian infeksi dan status gizi juga dapat

disebabkan karena faktor lingkungan seperti kondisi cuaca. Cuaca yang tidak

menentu seiring dengan perubahan cuaca menyebabkan daya tubuh seseorang

menjadi rendah sehingga mudah sekali terserang penyakit. Penyakit yang cukup

mengganggu dan menjadi persoalan utama sekaligus berpotensi mengakibatkan

keadaan bahaya adalah penyakit menular pada anak sekolah. Sekolah merupakan

sumber penularan penyakit pada anak sekolah. Sebab, dalam interaksi antar

anak, langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya

penyebaran dan penularan penyakit yang akan berdampak pada status gizi

(16)

12

Hasil penelitian ini tidak berhubungan juga bisa terjadi karena faktor

lingkungan tempat tinggalnya yang tidak higienis dan tidak memenuhi syarat

rumah sehat seperti terdapat ventilasi rumah yang mencukupi. Menurut

penelitian Marhamah (2012) menyatakan bahwa dari 98 responden yang

ventilasi rumah tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 54 (55,1%) yang

menderita ISPA.

4. PENUTUP

Sebagian besar responden memiliki skor higiene personal baik yaitu 77,3% dan sebanyak

22,7% responden memiliki skor higiene personal sedang. Responden yang menderita infeksi

yaitu sebesar 72,7% dan yang tidak mengalami infeksi sebesar 27,3%. Sebagian besar

responden memiliki status gizi normal yaitu sebesar 77,3%. Responden dengan status gizi

sangat kurus sebanyak 4,5%, status gizi kurus sebesar 9,1%, status gizi gemuk sebesar 2,3%

dan sangat gemuk sebesar 6,8%.

Hasil analisis uji statistik menggunakan pearson product moment higiene personal dengan

status gizi diperoleh nilai p=0,494, sedangkan kejadian infeksi dengan status gizi diperoleh

p=0,381. Tidak ada hubungan higiene personal terhadap status gizi anak usia sekolah di

SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo. Tidak ada hubungan kejadian infeksi terhadap status

gizi anak usia sekolah di SDN Telukan 03 Grogol Sukoharjo dengan p=0,381.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyarini. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi personal hygiene anak usia sekolah di SD Negeri Pleret Kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan. Yogyakarta.

Budiati, A. 2013. Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Angka Kesakitan Anak di SD Negeri Kartasura 1. Skripsi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Damanik, P., Siregar, Mhd., Aritonang., Evawany. 2013. Hubungan Status Gizi, Pemberian Asi Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Akut (Ispa) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan

Deb, Soumya., Dutta, S., Dasgupta, A., Misra, R. 2010. Relationship of Personal Hygiene with Nutrition and Morbidity Profile: A Study Among Primary School Children in South Kolkata.

Indian J Community Med. 35(2): 280-284.

(17)

13

Diliani. 2011. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Role Play terhadap Perilaku Personal Hygiene pada Anak Kelas III di SD Pandak I Bantul. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Aisyiyah. Yogyakarta.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC.Jakarta

Hidayat, AA. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika. Jakarta

Jayani, I. 2014. Hubungan antara Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Tahun 2014. Hal 5

Julia, Anita. 2011. Perbandingan Kejadian ISPA Balita pada Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok diluar Rumah di Jorong Saroha Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011. Penelitian Keperawatan Keluarga. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang

Junias dan Balelay. 2008. Hubungan antara Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada Penduduk di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Vol.03

Lestari, D.I., Ernalia, Y., Restuastuti, T. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. 3(2):5

Marhamah, A., Arsin, A., Wahiduddin. 2012. Faktor yang Behubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Mariza, Y.Y. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Sarapan dan Kebiasaan Jajan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.Artikel

penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Semarang

Melda. 2013. Hubungan Tingkat Kebersihan Diri (Personal Hygiene) dengan Status Gizi Siswa SD Negeri 6 Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Muchlisa, Citrakesumasari, Indriasari, R. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi pada Remaja Putri di F akultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

Nusantoro, B. 2016. Hubungan Lama Kesakitan Ispa dan Diare dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Sukoharjo. Naskah Publikasi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Purwandari, R., Ardiana, A., Wantiyah. 2013. Hubungan antara Perilaku Mencuci Tangan dengan Insiden Diare pada Anak Usia Sekolah di Kabupaten Jember. Jurnal Keperawatan. 4(2):128 Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta

(18)

14

Rusmanto, D dan Mukono, J. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Public Health.8(3) :107

Santoso, S. 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta

Seprianty, V., Tjekyan, R.M.S., Thaha, M.A. 2015. Status Gizi Anak kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Sungaililin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2(1):132-133

Gambar

Tabel 1. Distribusi Status Gizi Berdasarkan IMT/U
Tabel 3. Distribusi Higiene Personal Responden
Tabel 5. Distribusi Kejadian Infeksi Responden
Tabel 7. Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi

Referensi

Dokumen terkait

Bagian depan kerangka ROV dibuat lebih maju agar dapat melindungi dome kamera yang terbuat acrilyc dari benturan, karena dome adalah bagian yang paling mudah pecah jika

[r]

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

This research is aimed at finding out; (1) Think Pair Share is more effective than Direct Instruction Method to teach reading comprehension; (2) Students who have high

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan hendaknya lebih meningkatkan faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan PDRB dengan prioritas kebijakan yang mendukung produktivitas

Jika bentuk primer pelaporan informasi segmen perusahaan ialah segmen geografis yang didasarkan pada lokasi aset dan lokasi pelanggannya berbeda dengan lokasi asetnya, maka

Hasil validasi multimedia video pembuatan fly zipper closing pada pantalon pria oleh ahli materi diperoleh nilai presentase kelayakan sebesar 88.97%, validasi oleh ahli

RPJMD Kabupaten Indramayu Tahun 2011 – 2015 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan