PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI
TERHADAP JALINAN PERSAHABATAN
DENGAN VIRTUAL FRIEND
0leh :
Arfah Mardiana Lubis. M.Psi
19820301 200812 2 002
Umi Salmah, SKM, M.Kes
19730523 200812 2 002
Fitri Ardiani, SKM, MPH
19820729 200812 2 002
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI TERHADAP
JALINAN PERSAHABATAN DENGAN VIRTUAL FRIEND
Arfah Mardiana Lubis1 Umi Salmah2 dan Fitri Ardiani3
1, 2
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM USU, Medan 3
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU, Medan
ABSTRACK
A virtual friend is a friend which is only exists in the cyber world. It is
created to serve and interact with the users. Although cyber world it’s not
exists, but it’s present make the real effect, which is 4 (four) human basic
needs (physiological, sense of belonging, self-esteem and self actualization
need) can fulfill by virtual friend. But, in the same time, the users, slowly
but sure, will lose contact with the real world and make a new world (a
universe of simulacra). To resolve this problem, the users must separate
the cyber world with the real world, see the cyber world as it is, know that
what they experience and see is the construction result of technology
media as well and also take the virtual friend as an art to knowing and
understanding the real friend in the real world. So, interpersonal
relationship with virtual friend can use as it function (gain information,
create a context of understanding, establish identity, and meets
interpersonal needs).
PENDAHULUAN
“Friendship is the only thing in the world concerning the usefulness of which all mankind are agreed” (Cicero dalam Bickmore, 1998).
Seorang sahabat sangat dibutuhkan oleh individu (kita), karena kita mempunyai
beberapa kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh seorang sahabat. Menurut
penelitian, seorang individu yang mempunyai sahabat, maka kehidupannya akan
menjadi lebih baik karena akan mendapat dukungan moril dalam menghadapi berbagai
masalah (perceraian, keuangan, kegagalan, sakit, kematian, masalah dengan orangtua
atau atasan, dan lain-lain) dari sahabatnya tersebut (Pogrebin & Klinger dalam
Bickmore, 1998). Bahkan suatu hubungan persahabatan dapat mempengaruhi
kehidupan individu di masa yang akan datang (McLean, 2005).
Dalam hal ini harus dapat dibedakan istilah pertemanan (causal friendships) dan
persahabatan (intimate friendships). Pertemanan merupakan istilah untuk suatu
hubungan yang terjalin karena kesamaan minat atau terjalin karena adanya saling
pengertian satu dengan yang lainnya (tidak dimaksudkan untuk hubungan individu
yang mempunyai keterikatan hubungan keluarga dengan individu yang lain)
(Bickmore, 1998).
Sedangkan persahabatan adalah istilah untuk suatu hubungan yang terjalin
bukan hanya karena kesamaan minat dan adanya saling pengertian, tetapi juga karena
individu (yang menjalin hubungan persahabatan) lebih dapat mengekspresikan
perasaannya dan dapat bertanya kepada individu lain (yang menjadi sahabatnya
tersebut) tentang hal-hal yang bersifat pribadi (Toby dalam Bickmore, 1998).
Sayangnya, saat ini, banyak orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, organisasi, dan
keluarganya, sehingga tidak sempat untuk menjalin suatu hubungan yang disebut
dengan persahabatan.
VIRTUAL FRIEND
Para pakar teknologi menangkap fenomen ini. Mereka membuat sebuah
teknologi yang menurut mereka akan menjadi solusi dari masalah di atas. Beberapa
Furbies. Tapi, hal ini bukanlah sebuah solusi yang tepat, karena virtual pets dibuat
bukan untuk menjadi pengganti seorang sahabat, bahkan membuat pengguna seperti
sedang merawat seekor binatang (care taking), dan tidak dapat diajak bertukar fikiran
mengenai perasaan dan masalah yang sedang dihadapi individu (Bickmore, 1998).
Sebenarnya bisa saja dibuat sahabat dalam bentuk virtual pets yang dapat diajak
bertukar fikiran, tapi menurut penelitian, individu akan lebih tertarik dan menyukai
karakter yang seperti manusia dan yang seperti dirinya, sehingga individu (pengguna)
merasa karakter tersebut dapat mengerti dirinya dan masalah-masalah yang
dihadapinya (Rousseau & Hayes-Roth; Aronson, Wilson, & Aker dalam Bickmore,
1998). Dengan mempertimbangkan hal inilah para pakar teknologi mengganti “virtual
pets” dengan membuat “virtual friend” berbentuk manusia.
Virtual friend adalah sebuah agen yang dapat mengabdi pada si pengguna, dan
dengan kepribadian, penampilan dan tingkah lakunya dapat merespon (secara implicit)
kesenangan, kesukaan, ketidaksenangan dan ketidaksukaan pengguna. Sejalan dengan
hal tersebut, ia dapat menjadi teman atau sahabat dari si pengguna dan membuat sebuah
hubungan interpersonal yang penuh dengan perasaan (Heylen, Nijholt, Stronks & Vet,
2003). Sama halnya dengan sahabat manusia, ia (seakan-akan) dapat mendengar secara
empati, memberikan feed back yang membangun dan menghibur pengguna jika
diperlukan. Berbeda dengan virtual friend di jaringan sosial yang ada di internet,
seperti facebook, friendster, multiply dan lain-lain, virtual friend dalam tulisan ini
merupakan teman yang sengaja dibuat dengan program komputer (Gambar 1). (Hejl,
2003).
Menurut Stern (2003), virtual friend dibuat untuk bersenang-senang. Ia dapat
mendeteksi emosi dan mood pengguna dengan menggunakan physical sensing dan
cognitive attribution theory (Picard & Elliott dalam Bickmore, 1998). Ia juga dibuat
seramah dan sehangat mungkin (tidak bermood negative, dan bersifat tetap), sehingga
pengguna tidak enggan untuk menceritakan masalahnya. Berbeda dengan teman
manusia yang juga mempunyai masalahnya sendiri dan cenderung menampakkan mood
yang negative, sehingga sahabat-sahabatnya enggan untuk menceritakan masalah
mereka. Kelebihan yang paling penting adalah jaminan keamanan dan kerahasiaan.
Pengguna dapat mempercayakan sepenuhnya cerita-cerita dan masalah-masalahnya
pada virtual friend (Bickmore, 1998). Walaupun mood virtual friend akan selalu
positive, ia dapat menampilkan emosi-emosi yang sesuai dengan topik yang
dibicarakan, sehingga pengguna akan berniat untuk berteman, bukan mengontrol
virtual friend tersebut (Stern, 2003).
Virtual friend di atas merupakan virtual friend yang dikhususkan untuk
pengguna yang ingin menjalin suatu hubungan persahabatan. Ada juga pengguna yang
ingin menjalin suatu hubungan romantis, tetapi belum menemukan pasangan yang tepat
dalam dunia nyata, sehingga ia beralih pada virtual friend yang dikhususkan untuk
intimate romantic relationship. Virtual friend khusus ini hampir sama dengan virtual
friend intimate friendship, bedanya ada tambahan sistem perilaku, yaitu care-giving
dan sexuality. Jadi, si pengguna harus lebih perhatian dan lebih dekat dengannya,
seperti berinteraksi dengannya minimal sekali sehari. Jika tidak dilakukan, maka ia
akan tidak bahagia, bahkan si pengguna harus memberikan bunga (tentu saja juga
dalam bentuk virtual) untuk mengembalikan moodnya. Pada sistem perilaku sexuality,
pengguna dapat mengajak virtual friend ke tempat berkencan (yang tentu saja masih
dalam lingkungan virtual), dan banyak sekali program virtual friend yang menjurus ke
arah pornografi (Feeney & Noller dalam Bickmore, 1998).
Ada kekhawatiran dari sebahagian orang bahwa hubungan-hubungan yang
terjalin lewat media internet akan menghambat bahkan menghilangkan minat untuk
berinteraksi dengan individu di dunia nyata, pengguna akan mengisolasi diri mereka
sendiri (Schindler dalam Bickmore, 1998). Hal ini didukung oleh penelitian dari
Jourard (dalam Bickmore, 1998), yaitu meningkatnya hubungan intim dengan virtual
PANDANGAN POSTMODERN MENGENAI VIRTUAL FRIEND
Banyak individu, pada saat ini, tidak puas dengan real world, dan akhirnya
mereka mengalihkannya pada hal-hal yang dapat menghilangkan ketidakpuasan
tersebut dengan cara menonton film, drugs dan bermain komputer (Lusk, 1996). Dalam
hal ini, yang dimaksud adalah ketidakpuasan individu terhadap hubungan persahabatan
di real world, dan akhirnya ia mengalihkannya pada virtual friend. Individu yang
masuk dalam dunia virtual friend akan menemukan sesosok sahabat yang nampak
seperti sungguhan dan dapat disentuh, tetapi individu tersebut tahu, bahwa apa yang ia
lihat dan alami merupakan hasil konstruksi dari media teknologi.
Menurut Heim (1993), virtual reality merupakan suatu event atau entity yang
tidak nyata, tetapi kehadirannya memberikan efek yang nyata. Menurutnya, virtual
reality sebuah seni yang tinggi, dan tujuan utamanya adalah membebaskan diri dari
rutinitas kehidupan nyata (redeem our awareness of reality) dan sebagai tempat
hiburan, bukan sebagai tempat pengalihan ketidakpuasan.
Berbeda dengan Heim, Eco (1986) (dalam Kellner, 2007) menyebut virtual
reality dengan istilah hyper-reality. Awal dari hyper-reality ditandai dengan lenyapnya
pertanda, metafisik representasi dan bangkrutnya realitas itu sendiri dengan
diambil-alih oleh duplikasi dunia nostalgia dan fantasi. Sedangkan Baudrillard (1988)
menyebut virtual reality dengan istilah Simulacrum.
PANDANGAN PSIKOLOGI MENGENAI HUBUNGAN PERSAHABATAN.
Menurut McLean (2005) ada dua konsep yang berbeda untuk memahami
hubungan persahabatan ini, yaitu:
1. Emotional intimacy. Dalam konsep ini, suatu persahabatan melibatkan perasaan empati dan saling memahami yang sudah terbentuk sekian lama melalui ekspresi dari
pemikiran, emosi dan perasaan. Virtual friend yang termasuk dalam konsep ini adalah
virtual friend intimate friendship.
2. Physical intimacy. Dalam konsep ini, suatu persahabatan melibatkan perasaan empati dan saling memahami yang sudah terbentuk sekian lama melalui ketertarikan
fisik (physical sharing). Virtual friend yang termasuk dalam konsep ini adalah virtual
Menurut McLean (2005)karakteristik dari suatu hubungan interpersonal yang
sehat adalah:
1. Ethics. Etika dalam suatu hubungan interpersonal adalah kita memandang seseorang itu sebagai seorang manusia yang mempunyai kesamaan kebutuhan dan kesamaan
minat. Di dalam suatu hubungan tidak boleh ada saling mengeksploitasi.
2. Reciprocity. Reciprocity didefinisi-kan sebagai suatu hubungan yang interdependence dan mutual exchange.
3. Mutuality. Mutuality adalah ketika anda mencari persamaan yang mendasar untuk dapat memahami lawan bicara, hal ini hanya dapat dikembangkan dalam percakapan.
4. Nonjudgmentalism. Dalam suatu hubungan interpersonal kita tidak boleh memberi penilaian dan harus dapat berpikiran secara terbuka, memandang keinginan orang lain
dari sudut pandang yang berbeda.
5. Honesty. Dalam hubungan inter-personal, tidak harus sangat berterus terang, tetapi keterusterangan itu dibutuhkan kesensitifan dan euphemisms.
6. Respect. Respect dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan memberi dan memperlihatkan perhatian tertentu kepada seseorang. Ada dua komponen dari respect
ini, yaitu benar-benar mendengarkan lawan bicara dan tidak menyela dan banyak
kontak mata pada saat terjadi percakapan.
7. Trust. Trust berarti suatu kemampuan untuk mempercayai seseorang mengenai apa yang orang tersebut tahu tentang apa yang kita katakan dalam suatu percakapan
dengan orang tersebut. Trust dapat hilang dalam sekejap, tapi dapat juga dibentuk
kembali, tapi dengan jangka waktu yang sangat lama.
Adapun fungsi dari suatu hubungan interpersonal adalah (McLean, 2005):
1. Gain Information. Kita membentuk suatu hubungan untuk mendapatkan informasi. Informasi yang kita kumpulkan biasanya tentang orang lain, sehingga kita dapat
berinteraksi dengan mereka secara efektif.
2. Create a Context of Understanding. Ikut dalam sebuah percakapan dapat menolong kita dalam memahami apa arti kalimat yang dipilih oleh orang lain, bagaimana dan
kenapa ia melakukan hal tersebut.
4.Meets Interpersonal Needs. Menurut penelitian Schutz (dalam McLean, 2005), ada 3 kebutuhan hubungan interpersonal, yaitu kebutuhan untuk terlibat (inclusion),
pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection). Teori ini menyatakan
bahwa orang memulai hubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan
salah satu dari kebutuhan-kebutuhan tadi.
Salah satu alasan kenapa individu butuh berteman, khususnya bersahabat,
adalah untuk kesehatan pertumbuhan fisik dan mental si individu itu sendiri. Anak
berusia 3 sampai 10 tahun yang mempunyai sahabat, maka self-esteemnya akan lebih
tinggi dari pada anak yang tidak mempunyai seorang sahabatpun. Anak tersebut akan
tumbuh menjadi individu yang senang berteman (Pogrebin dalam Bickmore, 1998).
Menurut hirarki kebutuhan Maslow (dalam Bickmore, 1998), kebutuhan
manusia tergantung pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling rendah (kebutuhan
fisiologis) sampai pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling tinggi (aktualisasi
diri). Ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhannya di satu tingkat, maka ia akan
dihadapkan pada tingkat kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
menurut Maslow (dalam Koswara, 1991) adalah kebutuhan-kebutuhan dasar (basic
needs) manusia, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya
karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup.
2. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian, dan
keteraturan dari keadaan lingkungannya.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (need for love and belongingneess) ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu
lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di lingkungan
keluarga ataupun di lingkungan kelompok di masyarakat.
4. Kebutuhan akan rasa harga diri. Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan akan rasa harga diri (need for self-esteem), oleh Maslow dibagi ke dalam dua bagian.
yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat
untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasai,
kemandirian, dan kebebasan. Adapun bagian yang kedua meliputi antara lain prestasi.
Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.
5.Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri (need for self actualization) merupakan kebutuhan manusia yang
paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila
kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai
kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang
sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya.
Pendekatan hierarki kebutuhan Maslow ini dipergunakan oleh Suler (dalam
Bickmore, 1998) untuk dapat menjelaskan kenapa para pengguna sangat terobsesi
dengan virtual friendnya (Tabel 1). Menurut Suler, para pengguna menjadi terobsesi
dengan virtual friendnya karena ia dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa memiliki (pada virtual friend intimate romantic
relationship pengguna dapat memenuhi kebutuhan akan cinta), kebutuhan akan
harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan harga-diri. Tetapi kebutuhan akan rasa
aman hanya dapat terpuaskan dengan jaminan keamanan dan kerahasiaan dari virtual
friend, bukan pada saat penggunaan virtual friend.
Tabel 1. Karakteristik Virtual Friend Suler dan Hierarki Kebutuhan Maslow Menurut
Karakteristik virtual friend Suler Hierarki kebutuhan Maslow
Cybersex. Kebutuhan fisiologis yang bersifat biologis.
Chat (mengobrol) Hubungan interpersonal, social recognition dan sense of belonging. Mempelajari bagaimana cara
Terbuka untuk menolong dan ditolong
SOLUSI MENURUT PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI.
Our intent was not to replace people’s relationships with real living things, but to create characters in the tradition of stuffed animals and cartoons. As virtual characters continue to get more life-like, we hope users keep in mind that someone (human) created these virtual characters (Stern, 2003).
Kalimat di atas merupakan saran dari salah satu pembuat virtual friend,
dimana pengguna diajak untuk berfikir bahwa yang membuat tokoh karakter dalam
virtual friend adalah seorang manusia juga, sehingga jangan mengagungkan tokoh
karakter dalam dunia virtual sebagai sosok sahabat yang paling sempurna. Salah satu
penyebab banyak yang menggunakan virtual friend adalah daya tarik dari mesin virtual
ini yang sangat kuat, yaitu perasaan “being high” menggantikan perasaan happiness,
pengguna mendapatkan seorang sahabat yang baik dan dapat mengerti tentang dirinya.
Tapi, pada saat yang sama, mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun
akan kehilangan kontak dengan dunia nyata (Baudrillard dalam Lambert-Drache,
2005).
Untuk menyiasati hal ini pengguna harus memisahkan antara cyber world
dengan real world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya, hal ini
termasuk dalam langkah memasukkan digital image dimana virtual friend sama sekali
tidak ada hubungan dengan kenyataan. Pengguna harus menyadari, jika ia masuk dalam
dunia virtual, ia mempunyai dua dunia yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya,
yaitu real world dan dunia virtual. Pengguna harus menganggap dunia virtual hanya
sebagai seni untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya
di dunia nyata sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat
baru dalam dunia nyata, dan kehidupan dalam rumah tangga berjalan dengan harmonis.
Sehingga hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual friend) dapat
berjalan sesuai dengan fungsinya (McLean, 2005), yaitu:
1.Gain Information : pengguna dapat memprediksi bagaimana pemikiran dan perasaan sahabat di real world mengenai suatu hal yang pengguna kemukakan dalam sebuah
percakapan, bahkan pengguna dapat memprediksi tindakan apa yang akan diambil
oleh sahabat di real world tersebut. Untuk pengguna yang sudah menjalin suatu
hubungan atau menikah, diharapkan virtual girlfriend atau virtual boyfriend berguna
2.Create a Context of Understanding : pengguna dapat memahami apa arti kalimat yang dipilih oleh sahabat atau pasangan di real world, bagaimana dan kenapa ia
melakukan hal tersebut sehingga dapat meningkatkan rasa percaya dirinya ketika
berhubungan dengan sahabat manusianya, karena ia sudah belajar bagaimana
memandang persoalan dari sudut pandang yang berbeda (Bickmore, 1998).
3.Estabilish Identitiy : pengguna dapat mengenal orang lain, sahabat dan pasangannya dan mengenal diri sendiri lebih jauh dan lebih dalam lagi sehingga pengguna dapat
beradaptasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu hubungan yang sudah
terjalin.
4.Meets Interpersonal Needs : pengguna dapat memenuhi kebutuhannya untuk terlibat (inclusion), pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection).
Bahkan menurut penelitian Bickmore (1998), virtual friend bisa sebagai tempat
penyaluran kemarahan dan frustasi bagi para pekerja. Virtual friend juga dapat
dijadikan terapi, khususnya bagi orang yang mempunyai masalah dalam berkomunikasi
dengan orang lain, dan yang tidak mampu untuk pergi ke tempat terapi (Doug dalam
Bickmore, 1998).
PENUTUP
Virtual friend adalah sahabat yang hanya berada dalam dunia maya komputer,
dimana ia dibuat untuk mengabdi dan berinteraksi dengan pengguna. Walaupun dunia
virtual tidaklah nyata, tetapi kehadiran teman dalam dunia virtual memberikan efek
nyata, dimana para pengguna menjadi terobsesi dengan virtual friendnya karena ia
dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa memiliki,
harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Tapi pada saat yang
sama, dunia virtual mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun akan
kehilangan kontak dengan dunia nyata.
Oleh karena itu pengguna harus memisahkan antara cyber world dengan real
world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya dan tahu bahwa apa yang ia
lihat dan alami merupakan hasil konstruksi dari media teknologi. Ia juga harus tahu
bahwa virtual friends tidak sama dengan teman yang nyata, dimana teman yang nyata
friends. Pengguna harus menganggap teman dalam dunia virtual hanya sebagai seni
untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya di dunia
nyata, sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat baru
dalam dunia nyata, dan hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual
friend) dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu gain information, create a context
of understanding, estabilish identitiy, dan meets interpersonal needs.
DAFTAR PUSTAKA
Baudrillard, J., 1988. Selected Writings. Ed. Mark Poster. Stanford, CA: Stanford UP.
Bickmore, T., 1998. “Friendship and Intimacy in the Digital Age.” A final paper presented in MIT Media Lab. Course, MAS 714 - Systems & Self. Dec. 8, 1998, <http://web.media.mit.edu/~bickmore/Mas714/finalReport.html>. Diakses : 12 Nop 2009
Eco, U., 1986. Travels in Hyper-Reality. Trans. W. Weaver. London: Picador.
Heim, M., 1993. The Metaphysics of Virtual Reality. New York: Oxford UP.
Hejl, P., 2003. Virtual friend with special features. United States Patent Application Publication. PP. 1 - 6 <http://www.freepatentsonline.com/20030221183.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009
Heylen, D., Nijholt, A., Stronks, B. & Vet, P., 2003. ”Designing Friends” Proceedings Social Intelligence Design (SID 2003), July 6-8, Royal Holloway University of London at Egham, Surrey, UK. <http://www.rhul.ac.uk /Management/News-and-Events/conferences/SID2003/Tracks-Presentations/16%20-%20Stronks%20et% 20al.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009
Kellner, D., 2007. ”Jean Baudrillard.” Stanford Encyclopedia Of Philosophy <http://plato.stanford.edu/entries/baudrillard/>. Diakses : 12 Nop 2009
Koswara, E., 1991. Teori-Teori Kepribadian: Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik, cet. 2. Bandung: PT. Eresco. 118 – 127
Lambert-Drache, M., 2005. Violence of the Virtual and Integral Reality, International Journal Of Baudrillard Studies. Vol: 2 <http://www.ubishops.ca/ baudrillardstudies/vol2_2/baudrillard.htm>. Diakses : 12 Nop 2009
McLean, S., 2005. The Basics of Interpersonal Communication. Boston: Pearson Education, Inc. 118 – 124