• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Memperoleh Pendidikan Inklusi Dan Keadilan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Sesuai Dengan Sila Ke-5 Pancasila

Putri Mutiara

Academic year: 2023

Membagikan "Hak Memperoleh Pendidikan Inklusi Dan Keadilan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Sesuai Dengan Sila Ke-5 Pancasila "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hak Memperoleh Pendidikan Inklusi Dan Keadilan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Sesuai Dengan Sila Ke-5 Pancasila

Nama Universitas, @gmail Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mendefinisikan penyandang disabilitas adalah mereka yang dalam berinteraksi dengan lingkungannya mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam masyarakat sebagai warga negara yang setara. Definisi ini berlaku bagi setiap orang yang pernah mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu yang lama.

Disabilitas yang dimiliki seseorang mungkin mempunyai dampak yang minimal terhadap kapasitasnya untuk terlibat dalam masyarakat, atau mungkin mempunyai dampak yang signifikan sehingga memerlukan bantuan dan dukungan dari luar. Selain itu, hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas dalam mengakses layanan publik seperti layanan pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan membuat mereka lebih sulit untuk dihadapi dibandingkan dengan penyandang non disabilitas.

Penyandang disabilitas mempunyai kedudukan, hak, tanggung jawab, dan peran yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya. Hal ini sejalan dengan sila Pancasila, khususnya sila kelima, yang mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, pasal 27 angka (2) UUD 1945 memuat pernyataan sebagai berikut: “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Hak-hak disabilitas adalah kumpulan nilai-nilai dan pedoman yang dirancang untuk melindungi dan membantu para penyandang disabilitas. Komponen penting dari hak ini mencakup pendidikan inklusif. Pentingnya pendidikan inklusif terlihat dari perlunya mendidik semua siswa secara setara dan memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas. Anak penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikannya. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, sesuai pasal 31 UUD 1945.

(2)

Komponen utama keadilan sosial adalah pemerataan hak dan tanggung jawab bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana terkandung dalam Sila Kelima Pancasila.

Keadilan sosial dalam konteks hak-hak disabilitas mencakup penghapusan prasangka terhadap individu penyandang disabilitas di semua lapisan masyarakat. Untuk memastikan keadilan sosial bagi mereka, akses yang adil terhadap peluang, sumber daya, dan layanan sangatlah penting.

Penyandang disabilitas didorong untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai aspek masyarakat sesuai dengan prinsip keadilan sosial. Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas dan membuka jalan bagi keterlibatan yang adil dalam upaya sosial, budaya, dan atletik.

Pemerintah dan masyarakat dapat memperkuat upaya perlindungan hak-hak penyandang disabilitas dengan mengadopsi perspektif Sila Kelima Pancasila. Sebab, prinsip keadilan sosial menjadi landasan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia. Semangat keadilan sosial dalam penerapan nilai-nilai Pancasila tercermin dalam kesetaraan, pengakuan hak, dan partisipasi penuh penyandang disabilitas di segala bidang kehidupan. (Lengkong, 2021)

Pembahasan

Kebijakan dan praktik yang bertujuan untuk menjamin partisipasi penuh penyandang disabilitas di semua bidang kehidupan dikenal sebagai inklusi sosial.

Komponen penting dari hal ini adalah pendidikan inklusif, yang mengintegrasikan siswa penyandang disabilitas ke dalam kurikulum pendidikan umum untuk menjamin akses yang setara terhadap layanan. Akses terhadap fasilitas umum dan partisipasi tanpa hambatan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan komponen penting untuk menjadi bagian dari masyarakat.

Sekolah inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas terlepas dari kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, atau lainnya, dapat menerima pendidikan di sekolah inklusi dan belajar bersama siswa pada umumnya di kelas reguler. (Fadhil & Faiq, 2022)

Dalam perspektif Sila Kelima Pancasila, sekolah inklusif berfungsi sebagai

(3)

kepada anak penyandang disabilitas, tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, atau lainnya. Gagasan ini menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas pendidikan yang bebas dari diskriminasi. Pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana, serta sistem penilaian, semuanya diciptakan dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. Hal ini untuk memastikan mereka dapat menyesuaikan diri dan mendapatkan pendidikan terbaik berdasarkan kemampuan unik mereka. Sekolah inklusif tidak hanya memperhatikan berbagai keadaan siswanya, tetapi juga memperlakukan mereka dengan layak, memperhatikan minat, jiwa, serta aspek masyarakat dengan segala kreatifitas, empati, dan pemberdayaan individu.

Hambatan yang menghalangi anak penyandang disabilitas untuk bersekolah di sekolah luar biasa dapat dihilangkan dengan hadirnya sekolah inklusif. Mereka diperbolehkan bersekolah di sekolah biasa sama seperti anak-anak lainnya. Baik masyarakat umum maupun anak berkebutuhan khusus sendiri mendapatkan manfaat besar dari pendekatan inklusif yang sejalan dengan prinsip keadilan sosial ini.

Keberadaan sekolah inklusi mendorong penerimaan anak-anak berkebutuhan khusus oleh masyarakat. Di sekolah inklusi, anak-anak tersebut dapat belajar bersama dengan anak-anak normal, diperlakukan setara, dan diberikan kesempatan yang sama.

Kompetensi sosial mereka dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan sekitar yang normal. Interaksi sosial ini memberikan peluang bagi anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kecakapan hidup yang lebih baik, dan mengurangi perilaku yang meledak-ledak.

Penerimaan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus dibina oleh sekolah inklusi. Anak-anak ini dapat belajar bersama anak-anak biasa di sekolah inklusif, di mana mereka juga menerima kesempatan dan perlakuan yang sama. Melalui interaksi dengan lingkungan sekitar yang khas, kompetensi sosialnya dikembangkan. Melalui interaksi sosial, anak berkebutuhan khusus dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, memperoleh keterampilan hidup yang lebih baik, dan mengurangi perilaku tidak menentu. Keuntungan yang ditawarkan sekolah reguler kepada anak berkebutuhan khusus telah banyak diteliti.

(4)

Menurut (Atas et al., 2023) dalam penelitiannya yang membahas manfaat yang didapatkan anak penyandang disabilitas dari sekolah reguler, anak penyandang disabilitas yang bersekolah di sekolah reguler lebih kompeten secara sosial.

Menempatkan anak penyandang disabilitas membantu mereka berkembang secara sosial juga. Anak penyandang disabilitas dapat berinteraksi dengan orang yang berbeda dengan dirinya melalui interaksi sosial.

Namun demikian, masih terdapat kendala yang harus diatasi meskipun sekolah inklusif, sebagaimana dilihat dari perspektif Sila Kelima Pancasila, mewakili cita-cita keadilan sosial. Kesulitan-kesulitan ini timbul karena infrastruktur dan fasilitas yang tidak memadai, yang dapat menyebabkan kurangnya layanan yang diberikan sekolah kepada siswa berkebutuhan khusus. Faktor utama pengorganisasian sekolah inklusif yang memerlukan sarana dan prasarana yang memadai adalah biaya.

Selain itu, salah satu hambatan dalam mendukung sekolah inklusif adalah kurangnya kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus.

Dukungan orang tua mencakup segala bentuk keterlibatan orang tua, seperti memenuhi kebutuhan keluarga, membangun lingkungan yang aman dan stabil, dan memberikan teladan pola asuh yang dapat diterima. Seorang anak berkebutuhan khusus dapat mencapai potensinya secara maksimal apabila mendapat dukungan penuh dari orang tuanya. Dukungan dari ibu dapat memunculkan perasaan berharga pada anak, sementara dukungan dari ayah dapat mengembangkan kompetensi anak. (Pratiwi, 2015)

Keberhasilan inklusi bergantung pada dukungan orang tua, baik dalam hal memutuskan cara terbaik untuk mendidik anak-anak mereka dan dalam hal memberikan semua bantuan yang mereka butuhkan. Penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap sekolah inklusif juga dipengaruhi oleh keberadaan anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, meskipun sekolah inklusif menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan sosial, upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut memerlukan kerja sama dari sektor publik, masyarakat, dan orang tua. Sekolah inklusif mempunyai potensi untuk berfungsi sebagai platform pendidikan inklusif dan mendorong perkembangan terbaik bagi setiap individu dengan peningkatan pemahaman dan pendampingan.

Konsep keadilan sosial dalam Sila Kelima Pancasila memberikan landasan

(5)

yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” merinci prinsip persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia, termasuk penyandang disabilitas.

Menurut Sila Kelima, keadilan sosial mensyaratkan pemberian hak yang sama kepada semua warga negara. Menerapkan hak-hak yang setara dengan hak orang lain, seperti hak atas layanan kesehatan, pekerjaan, pendidikan, dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, merupakan komponen kunci dalam upaya meningkatkan keadilan bagi penyandang disabilitas. Pendekatan inklusif terhadap pendidikan didorong oleh prinsip-prinsip keadilan sosial. Menciptakan sistem pendidikan inklusif di mana penyandang disabilitas dapat belajar bersama teman-temannya tanpa menghadapi diskriminasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan keadilan bagi penyandang disabilitas.

Keadilan sosial dari Sila Kelima sangat menekankan pada penyediaan layanan kesehatan yang adil. Memastikan bahwa individu penyandang disabilitas memiliki akses yang sama terhadap layanan kesehatan, termasuk fasilitas yang dapat diakses oleh mereka dan perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Kesempatan kerja dijamin bebas dari diskriminasi berdasarkan prinsip keadilan sosial. Penyediaan fasilitas ramah disabilitas, kesempatan kerja yang setara, dan lingkungan kerja yang mendorong partisipasi aktif merupakan bagian dari upaya meningkatkan keadilan bagi individu penyandang disabilitas.

Partisipasi aktif dalam masyarakat didorong oleh gagasan keadilan sosial.

Menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat tanpa hambatan atau diskriminasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keadilan bagi penyandang disabilitas.

Penekanan Prinsip Kelima pada keadilan sosial memberikan penekanan yang kuat pada penghentian diskriminasi dalam segala bentuknya. Untuk meningkatkan keadilan bagi individu penyandang disabilitas, harus dilakukan upaya untuk menghilangkan prasangka, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan menghilangkan hambatan yang dapat menimbulkan diskriminasi.

(6)

Untuk mencapai keadilan sosial dan inklusi, masyarakat harus mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan unik individu penyandang disabilitas. Pemerintah dan organisasi terkait harus mengadopsi kebijakan inklusif, termasuk kebijakan yang menjunjung tinggi inklusi dan menjamin hak-hak penyandang disabilitas. Untuk memerangi prasangka dan diskriminasi, diperlukan lebih banyak pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai keberagaman dan nilai inklusi. Penting untuk diingat bahwa mencapai keadilan sosial dan inklusi bagi individu penyandang disabilitas adalah tugas bersama yang melibatkan seluruh masyarakat.

Saran

1. Sekolah dan pejabat daerah terkait mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. Melalui kerja sama, sekolah dan tim penggerak seperti PKK kecamatan dapat secara efektif menyebarkan kesadaran akan pendidikan inklusif dan keberadaan anak penyandang disabilitas. Melalui kemitraan ini diharapkan kebutuhan anak penyandang disabilitas dapat lebih dipahami, bahkan di lapisan masyarakat paling bawah sekalipun.

2. Diperlukan Pemerintah pusat harus berupaya untuk mempublikasikan keberadaan sekolah inklusif dan manfaat yang diperoleh. Meskipun pendanaan telah dialokasikan selama sepuluh tahun untuk melaksanakan pendidikan inklusif, meningkatkan kesadaran dan mempromosikan program ini masih bukan tindakan terbaik. Pemerintah dapat mengambil langkah lebih lanjut dalam mengedukasi masyarakat tentang manfaat pendidikan inklusif.

3. Mengatasi hambatan terkait infrastruktur dan fasilitas diperlukan untuk menjamin keberhasilan sekolah inklusif. Pemerintah dapat membantu sekolah mengatasi kendala keuangan mereka dengan menyediakan fasilitas pendukung.

Penerapan sekolah inklusif dapat memperoleh manfaat dari komunikasi yang baik antara sekolah dan pemerintah, dan kepala sekolah memainkan peran penting dalam mengajukan proposal pendanaan kepada pemerintah yang berwenang.

4. Melibatkan penyandang disabilitas dalam proses pengambilan keputusan merupakan sebuah langkah penting. Kebutuhan dan harapan mereka dapat

(7)

berpartisipasi aktif dalam perancangan kebijakan dan program. Membangun suasana yang kondusif, menggabungkan fasilitas yang dapat menampung individu penyandang disabilitas, sangat penting untuk menjamin aksesibilitas yang adil bagi setiap orang, terlepas dari kondisi fisik atau mental mereka.

5. Untuk menghapus diskriminasi dan stereotip terhadap penyandang disabilitas, tindakan nyata juga harus dilaksanakan. Masyarakat yang lebih sopan dan inklusif akan difasilitasi oleh kampanye publik, inisiatif pendidikan, dan penyesuaian perilaku. Mencapai inklusi dan keadilan sosial bagi individu penyandang disabilitas merupakan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor publik dan swasta. Rahasia mewujudkan perubahan konstruktif yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila adalah dengan menggalang dukungan dari kelompok-kelompok di masyarakat.

Kesimpulan

Upaya menuju inklusi sosial, khususnya dalam pendidikan, memegang peranan penting dalam mewujudkan prinsip keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam Sila Kelima Pancasila. Sekolah inklusi menjadi sarana implementasi nilai-nilai tersebut, memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak penyandang disabilitas tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, atau emosional mereka.

Dalam pandangan Sila Kelima, hak yang setara bagi semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas, menjadi landasan bagi konsep sekolah inklusi.

Pendidikan inklusif dirancang untuk memastikan bahwa semua siswa, tanpa kecuali, memiliki akses yang setara terhadap layanan pendidikan. Pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana, prasarana, dan sistem penilaian di sekolah inklusi disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus siswa, bertujuan agar mereka dapat beradaptasi dan mendapatkan pendidikan yang terbaik sesuai dengan potensi unik masing-masing.

Sekolah inklusi bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga sebagai alat untuk mengamalkan prinsip keadilan sosial. Selain menghilangkan hambatan bagi anak penyandang disabilitas untuk bersekolah di tempat yang luar biasa, sekolah inklusi juga membangun penerimaan masyarakat terhadap keberagaman dan memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu. Meskipun demikian, tantangan seperti kurangnya fasilitas dan sarana, biaya yang tinggi, serta kurangnya kesadaran masyarakat

(8)

dan orang tua perlu diatasi. Dukungan dari pemerintah, kerja sama antarlembaga, dan peningkatan kesadaran masyarakat merupakan kunci untuk mengatasi hambatan- hambatan tersebut.

Keadilan sosial dalam mencapai inklusi memerlukan upaya bersama dari semua pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan orang tua memiliki peran yang signifikan dalam mendukung hak-hak penyandang disabilitas, menciptakan lingkungan inklusif, dan menghilangkan segala bentuk diskriminasi. Dengan upaya bersama ini, masyarakat dapat mencapai visi inklusi dan keadilan sosial yang sejalan dengan nilai- nilai Pancasila.

Daftar Pustaka

Atas, H., Sebagai, P., Hukum, D., Penyandang, B., & Herlambang, P. B. (2023). CALL FOR PAPER Vol. 2 No. 5 (2023) (Vol. 2, Issue 5).

Fadhil, M., & Faiq, A. (2022). Hak Anak Penyandang Disabilitas untuk Sekolah dan Berpendidikan. Jurnal Penelitian Ilmu Sosial, 2(3), 87–94.

https://doi.org/10.56393/konstruksisosial.v1i9.1329

Lengkong, N. L. (2021). Hak Pekerjaan Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Lex Administratum, 9(1), 23–30.

Pratiwi, J. C. (2015). Sekolah Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus : Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan

“Meretas Sukses Publikasi Ilmiah Bidang Pendidikan Jurnal Bereputasi,” 1 (2) (November), 237–242.

UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

0.48 I was asking for help from my caregivers during pain 0.46 Labor pain becomes more intense 0.46 The severity of my labor pain was less than I had heard 0.45 I had enough