ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS KONVERSI LAHAN PERTANIAN
MENJADI PERMUKIMAN DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
ALAMSYAH 060304024
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS KONVERSI LAHAN PERTANIAN
MENJADI PERMUKIMAN DI KOTA MEDAN
SKRIPSI OLEH:
ALAMSYAH 060304024 SEP/AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Diketahui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Hiras ML Tobing, PhD) (Ir. Thomson Sebayang, MT)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
ALAMSYAH : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan, dibimbing oleh Prof. Ir. HIRAS
ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT.
Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor –faktor yang mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.
RIWAYAT HIDUP
ALAMSYAH, lahir di Air Serdang 25 Agustus 1987, anak keenam dari tujuh brsaudara dari
Ayahanda Tamin dan Ibunda Ponirah .
Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar dan lulus tahun 2000 dari SDN 112245 Air Merah.
2. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2003 dari SLTP Negeri 1
Kampung Rakyat.
3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2006 dari SMA Negeri 1
Kampung Rakyat.
Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama duduk di bangku kuliah adalah sebagai berikut:
1. Anggota IMASEP di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tumpak Raja, Kecamatan Gunung Sitember,
Kabupaten Dairi dari tanggal 30 juni sampai 28 Juli 2010.
3. Melaksanakan penelitian Skripsi di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan, Kota
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Illahi Rabbi,
berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Pertanian
dengan judul : ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas
Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan”, dibimbing oleh dan.Shalawat
dan salam kepada Rasulullah SAW, semoga perjalanan hidup beliau dapat menjadi contoh teladan
dalam perjalanan skripsi dan kerja-kerja selanjutnya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti haturkan kepada kedua orang tua tercinta
ayahanda Tamin dan Ibunda Ponirah atas segala do’a dan dukungannya baik spiritual, emosional
maupun material yang diberikan mulai peneliti lahir hingga selesai mengecam pendidikan di
bangku kuliah.
Atas bantuan dan pemikiran yang selama ini diberikan kepada peneliti dalam pengerjaan
skripsi, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. HIRAS ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT selaku dosen
pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas waktu, bimbingan, arahan, semangat serta
ilmu-ilmu yang telah diajarkan semoga terus berguna bagi peneliti baik dalam dunia kerja
maupun dalam perjalanan hidup.
2. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Departemen Agribisnis Bapak Ir, LUHUT
SIHOMBING, MP dan Seketaris Departemen Agribisnis Ibu Dr. Ir. SALMIAH, MS atas
bimbingannya selama peneliti mengecam kuliah di Departemen Agribisnis, Fakultas
3. Terima kasih saya ucapkan kepada semua abang, kakak dan adik kandung serta semua
keluarga saya tercinta yang tidak henti-hentinya memberi dukungan kepada saya.
4. Kepada teman-teman stambuk 2006 semuanya saya ucapkan terima kasih khusnya untuk
keluarga Cherax-Indoagri yaitu Endi, Brem, Kamar dan Rizky kalian smua memang luar
biasa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan
penelitian ini. Akhirnya kepada Allah penulis berserah diri, semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak. Amiin.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN… ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7
2.1 Landasan Teori ... 9
2.2 Kerangka Pemikiran ... 12
2.3 Hipotesis Penelitian ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 16
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16
3.2 Metode Penentuan Sampel ... 18
3.3 Metode Pengumpulan data ... 18
3.4 Metode Analisa Data ... 8
3.5 Definisian Batasan Operasional ... 20
a. Definisi. ... 20
b. Batasan Operasional ... 21
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 22
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 22
a. Kondisi lahan pertanian di Kota Medan ... 23
b. Keadaan Penduduk ... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
5.1 Penurunan Luas Lahan Pertanian di Kota Medan ... 29
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertaniannya di Kota Medan ... ... 33 a. Model Regresi Logistik (Logit) ... 33
b. Pengamatan Faktor-Faktor Lain di Lapangan ... 43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
Kesimpulan ... 45
Saran ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Luas panen padi sawah menurut tahun/kecamatan Kota Medan (Ha) .... 16
Tabel 2 Jumlah bangunan dibangun oleh REI di kota Medan ... 17
Tabel 3 Luas lahan pertanian dan non pertanian di Kota Medan tahun 2009 ... 23
Tabel 4 Profil kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan tahun 2009 ... 24
Tabel 5 Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan Tahun 2007 dan 2008 ... 25
Tabel 6 Karakteristik sampel menurut kelompok umur ... 26
Tabel 7 Karakteristik sampel menurut kelompok luas lahan ... 26
Tabel 8 Karakteristik sampel menurut kelompok proporsi pendapatan pertanian 27
Tabel 9 Karakteristik sampel menurut kelompok status lahan ... 28
Tabel 10 Perkembangan luas lahan pertanian, luas panen padi sawah dan
produksi padi di Kota Medan tahun 2008 ... 29
Tabel 11 Perkembangan jumlah bangunan di bangun di Kota Medan dari tahun
2001 sampai 2008 ... 32
Tabel 12 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 34
Tabel 14 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 40
Tabel 15 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampira 1 Karakteristik Sampel Pemilik Lahan Pertanian ... 48
Lampira 2 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan pertaniannya... 49
Lampira 3 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan pertaniannya... 51
Lampira 4 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan pertaniannya ... 53
Lampira 5 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan pertaniannya ... 55
Lampira 6 Daftar Kelompok Tani Kecamatan Medan Selayang.. ... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran ... 14
Gambar 2 Perkembangan Luas Areal Pertanian di Kota Medan ... 30
Gambar 3 Perkembangan Luas Panen Padi di Kota Medan ... 30
Gambar 4 Perkembangan Produksi Padi di Kota Medan ... 31
ABSTRAK
ALAMSYAH : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan, dibimbing oleh Prof. Ir. HIRAS
ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT.
Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor –faktor yang mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kawasan perkotaan dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial. Dalam rencana
tata ruang kawasan perkotaan sendiri, diatur alokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai
penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau, industri,
sempadan sungai, dsb) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian,
keterbukaan (transparansi) dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak
huni dan berkelanjutan. Rencana tata ruang merupakan landasan pengelolaan
pembangunan kawasan perkotaan atau ekonomi ( Anonimous, 2009).
Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Hal
ini mulai terjadi sejak dikeluarkannya paket-paket kebijakan yang mendorong investor
dalam dan luar negeri menanamkan modalnya di bidang nonpertanian sekitar pertengahan
1980-an. Keperluan lahan nonpertanian mengikuti trend peningkatan investasi tersebut.
Keperluan lahan untuk bidang nonpertanian semakin meningkat pula seiring dengan
booming pembangunan perumahan pada awal tahun 1990-an. Pemerintah memberikan
berbagai fasilitas untuk mendorong pembangunan wilayah. Laju alih fungsi lahan dari
yang semula digunakan untuk pertanian menjadi perumahan dan industri tidak dapat
dihindari. Departemen Pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian
Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan,
bangunan industri dan pemukiman. Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan
untuk penggunaan non pertanian tersebut semakin meningkat, akibatnya banyak lahan
sawah terutama yang berada di sekitar perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan
lain. Kurangnya insentif pada usahatani lahan sawah dapat menyebabkan terjadi alih
fungsi lahan pertanian ke fungsi lainnya (Ilham dkk, 2003).
Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan berkembangnya industri, prasarana ekonomi,
fasilitas umum, dan permukiman dimana semuanya memerlukan lahan telah
meningkatkan permintaan lahan untuk memenuhi kebutuhan nonpertanian. Namun
pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan kondisi sosial ekonomi pada lahan
nonpertanian. Kondisi inilah yang membuat konversi lahan pertanian terus meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang tidak mungkin dapat
dihindari (Sudaryanto, 2002).
Konversi lahan pertanian tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sektor pertanian karena
dapat menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga kerja yang selanjutnya
berdampak pada penurunan produksi pangan, dan pendapatan per kapita keluarga tani.
Konversi lahan pertanian juga mempercepat proses marjinalisasi usaha tani sehingga
menggerogoti daya saing produk pertanian domestik. Konversi lahan pertanian merupakan
isu strateg is dalam rangka pemantapan ketahanan pangan nasional, peningkatan
kesejahteraan petani dan pengentasan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi berbasis
pertanian. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan sebenarnya telah
diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan pertanian namun pengalaman
otonomi daerah, peraturan-peraturan yang umumnya diterbitkan oleh pemerintah pusat
dan pemerintah propinsi, semakin kurang efektif karena pemerintah kabupaten/kotamadya
memiliki kemandirian yang luas dalam merumuskan kebijakan pembangunannya
(Simatupang, 2001).
Manan H, (2006) menyatakan bahwa belum ada peraturan yang khusus mengatur
perlindungan lahan pertanian produktif. Ketentuan perlindungan tersebut saat ini tersebar
dalam berbagai peraturan, antara lain:
1. UU 56 Prp 1960 (luas lahan maksimum dan minimum)
2. UU 12/1992 tentang Budidaya Tanaman (tata ruang memperhatikan rencana produksi
tanaman)
3. UU 26/2007 tentang Penataan Ruang (terdapat kawasan lahan pertanian basah dalam
Rencana Tata Ruang)
4. Keppres 53/1989 jo. 41/1996 jo. 98/1998 tentang Kawasan Industri (dilarang
mengurangi lahan pertanian)
5. Berbagai surat edaran Meneg Agraria/KaBPN, Meneg PPN/KaBappenas, Mendagri
tentang larangan konversi sawah irigasi teknis untuk penggunaan lain.
Widjanarko dkk, (2006) menyatakan bahwa terjadinya perubahan penggunaan lahan dapat
disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan
arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Pada masa lampau yang terjadi adalah
lebih banyak karena dua hal yang terakhir, karena kurangnya pengertian masyarakat
yang sulit diwujudkan. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan
kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor
lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan tanah
dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan nasional yang
berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian ialah:
1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden
Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk
melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya
sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh pada
peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi
subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur ekonomi.
2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi
lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota baru.
Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang
mendorong minat para petani menjual lahannya.
3. Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan
perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan
kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Akibat
kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal permohonan izin lokasi
Kota Medan merupakan kawasan perkotaan yang terus mengalami penurunan luas lahan
pertaniannya terutama lahan sawah. Penelitian ini mencoba mencari faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya. Penelitian ini
dilakukan di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Berapa jumlah penurunan luas lahan pertanian akibat konversi lahan di daerah
penelitian beberapa tahun terakhir?
2. Faktor-faktor apa saja yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah penurunan luas lahan pertanian akibat
konversi di daerah penelitian beberapa tahun terakhir.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dominan mempengaruhi keputusan
petani dalam mengkonversi lahan di daerah peneitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan di kemudian hari dapat dipergunakan sebagi:
1. Sumbangan dalam bentuk penelitian yang terkait dengan masalah konversi lahan
pertanian di perkotaan.
2. Sebagai bahan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi
lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang berdampak negatif (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian
perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang
secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi salah satu ancaman yang serius
terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alih fungsi lahan masih sulit
dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yang beralihfungsi tersebut justru yang
produktivitasnya termasuk kategori tinggi – sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah
lahan sawah beririgasi teknis atau semi teknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana
tingkat aplikasi teknologi dan kelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah
maju (Murniningtyas, 2007).
Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi pada lahan sawah
dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1)
pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan,
datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus
pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah
persawahan daripada daerah tanah kering; (3) daerah persawahan secara umum lebih
mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk
dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan
pegunungan.
Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun
tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan
sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnya berlangsung cepat jika akar
penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang
menghasilkan surplus ekonomi (land rent) jauh lebih tinggi (misalnya untuk
pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan, dan sebagainya) atau untuk
pemenuhan kebutuhan mendasar (prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau
untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan (Murniningtyas, 2007).
Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan
ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusan yang rasional.
Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi pendapatan totalnya, baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang akan meningkat (Ilham dkk, 2003).
Penelitian Syafa’at (1995), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa,
menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang
kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika
pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.
2.2 Landasan Teori
Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak
sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung
dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam proses alih fungsi lahan, telah
terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan
mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor
lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan,
fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya
(Rahmanto dkk, 2008).
Hasil temuan Rusastra (1997), di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan
konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang
kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama penelitian.
Syafa’at (1995), di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi
lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga
lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi
dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung
Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga jual lahan yang
diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status
lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak
dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas
lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan.
Rahmanto dkk, (2008), menyatakan karakteristik rumahtangga memiliki hubungan kuat
terhadap keragaman persepsi multi fungsi lahan sawah di antaranya mencakup
peubah-peubah berikut: (1) usia responden; (2) tingkat pendidikan; (3) jumlah anggota keluarga
tertanggung; (4) luas garapan sawah; (5) proporsi pendapatan rumahtangga dari lahan
sawah. Peubah-peubah tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan yang nyata terhadap
kemampuan berfikir, tingkat pengetahuan serta wawasan petani terhadap multifungsi
lahan, dan kepeduliannya terhadap kelestarian lahan sawah.
Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak
langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan
oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembang
secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa
peraturan mengenai konversi lahan.
Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian
disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan
Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan petani dalam mengkonversi atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Dalam
penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk penelitian berdasarkan peneliti-peneliti
sebelumnya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat
pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya
yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah), kebijakan tata ruang dan harga lahan.
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik menggunakan
model logit yang digunakan untuk menjawab apakah faktor tingkat pendapatan rumah
tangga petani, produktivitas lahan, status lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani,
produktivitas lahan, kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga lahan mempunyai
pengaruh terhadap probabilitas keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya
secara signifikan.
Pengukuran terhadap probabilitas keputusan petani untuk mengkonversi lahan
menggunakan metode logit karena dalam penelitian ini variable terikatnya adalah dummy,
yaitu probabilitas keputusan petani mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak
distribusi logistik (model logit) dengan variabel terikatnya adalah dummy.. Peluang atau
probabilitas merupakan bahasan penting dalam metode logit. Berdasarkan definisi
dijelaskan bahwa (Pi) merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dan (1-Pi) adalah
probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa. Perbandingan antara Pi dan 1-Pi disebut odd
atau sering disebut resiko yaitu perbandingan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa
dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa (Nachrowi dkk, 2008).
2.3 Kerangka Pemikiran
Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini,
jumlah luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya
jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas
penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan
lahan pun meningkat. Pada akhirnya, terjadilah konversi lahan pertanian ke non pertanian
seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenuhi permintaan yang ada.
Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti
pemerintah, swasta dan komunitas (masyarakat).
Yang dimaksud dengan konversi lahan oleh petani dalam penelitian ini adalah petani yang
menjual tanah pertanian miliknya kepada pihak lain, dimana pihak lain yang membeli
tanah tersebut menggunakannya untuk fungsi nonpertanian. Dalam hal ini tanah tersebut
digunakan untuk perumahan.
Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa
ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan
internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status
lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam
mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga
lahan.
Setelah melihat keterkaitan antara kedua faktor tersebut dengan keputusan petani untuk
mengkonversi lahan, maka akan di uji dengan pendekatan probabilitas yaitu model logit.
Adapun hasil output dari uji probabilitas adalah seberapa besar variabel mempengaruhi
keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Menyatakan Keputusan
Menyatakan hubungan
Konversi Lahan
Faktor Internal:
• Proporsi pendapatan • Produktivitas lahan • Luas lahan
• Status lahan
Faktor Eksternal:
• Kebijakan Pemerintah (Pajak tanah)
• Kebijakan Tata Ruang • Harga Lahan
Analisis probabilitas
Keputusan untuk Mengkonversi Keputusan untuk Tidak Mengkonversi
2.4 Hipotesis Penelitian
Diduga faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan
adalah:
a. Faktor harga. Hal ini sesuai berdasarkan hukum penawaran bila harga
meningkat maka penawaran barang akan meningkat pula dalam hal ini barang
tersebut adalah sebidang tanah sehingga memungkinkan terjadinya alih fungsi
lahan pertanian jika pembeli adalah developer. Dari hasil temuan Rusastra
(1997) di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan
adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang
efisien untuk diusahakan.
b. Pajak lahan dan pendapatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Syafa’at (1995)
di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan
adalah pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan
konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang
tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi.
c. Status lahan. Hal ini sesuai penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang,
Jawa Barat, dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan status lahan
mempengaruhi konversi lahan.
d. Kebijakan pemerintah. Hal ini sesuai dengan penelitian Supriyadi (2004)
menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan sawah salah satunya adalah aspek regulasi yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitan
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara sengaja, dengan
memilih Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan,
Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Medan Marelan dipilih dengan alasan bahwa
kecamatan ini adalah kecamatan yang dalam 8 (delapan) tahun terakhir cenderung
mengalami konversi lahan khususnya lahan sawah. Kecamatan Medan Selayang dipilih
karena alasan waktu dan biaya. Penurunan luas panen dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah
ini.
Tabel 1 Luas Panen Padi Sawah Menurut Tahun/Kecamatan kota Medan
Kecamatan Luas Panen Padi sawah (Ha)
2000 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Medan Tuntungan 370 370 287 337 236 310 310 310
Medan Johor 77 77 49 49 15 29 29 29
Medan Amplas 165 165 58 80 20 20 20 20
Medan Denai 43 43 13 13 1 2 2 2
Medan Kota 15 15 5 5 0 0 0 0
Medan Polonia 40 40 25 25 15 15 15 15
Medan Baru 20 20 0 0 0 0 0 0
Medan Selayang 512 512 496 496 450 455 455 455
Medan Sunggal 114 114 72 72 72 72 72 72
Medan Helvetia 116 116 70 70 70 70 70 70
Medan Timur 5 5 4 4 2 2 2 2
Medan Tembung 5 5 3 3 0 0 0 0
Medan Deli 160 160 134 134 120 120 120 120 Medan Labuhan 808 808 393 743 436 695 695 695
Medan Marelan 1.156 1.086 911 1.281 412 580 580 580
Medan Belawan 5 5 0 0 0 370 370 370
Disamping itu data dari Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) perwakilan Sumatera Utara
menunjukan kecamatan dengan tingkat pembangunan perumahan yang paling tinggi di
Kota Medan adalah Kecamatan Medan Marelan yaitu sebanyak 564 unit selama periode
tahun 2007 sampai 2009, sedangkan untuk Kecamatan Medan selayang yaitu sebanyak
315 unit selama periode tahun 2007 sampai 2009.
Tabel 2 Jumlah Bangunan Dibangun Oleh REI di Kota Medan
No Kecamatan Jumlah Perumahan Dibangun (Unit)
2007 2008 2009 Jumlah
1 Medan Marelan 133 268 163 564
2 Medan Tuntungan 12 134 53 199
3 Medan Sunggal 125 47 45 217
4 Medan Tuntungan 32 50 62 144
5 Medan Johor 50 36 49 135
6 Medan Helvetia 12 10 14 36
7 Medan Amplas 146 131 128 405
8 Medan Polonia 12 15 52 79
9 Medan Selayang 97 107 111 315
10 Medan Baru 0 70 75 145
11 Medan Tembung 10 29 31 70
Sumber : REI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani sawah yang belum menjual lahan pertaniannya
yang berlokasi di sekitar kawasan pemukiman serta petani sawah yang sudah menjual
lahan pertaniannya. Dalam hal ini pemilik lahan yang tidak terjun langsung ke lahan tetapi
melakukan kerjasama dengan petani penggarap juga merupakan sampel dalam penelitian
ini. Sampel diambil di Kota Medan sebanyak 30 responden dengan metode purposive
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung dari petani dengan wawancara menggunakan
daftar pertanyaan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor camat Kecamatan
Medan Marelan, kantor camat Kecamatan Medan Selayang, dan juga dari BPS Sumatera
Utara.
Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1, mengenai besar pengurangan luas lahan pertanian akibat
konversi di daerah penelitian digunakan analisis deskriftif.
Untuk identifikasi masalah 2, mengenai analisis faktor yang mempengaruhi keputusan
petani dalam mengkonversi lahan digunakan analisis secara deskriptif dan analisis
probabilitas dengan model logit.
Nachrowi dan Usman (2002) memaparkan fungsi distribusi logit sebagai berikut:
Fungsi distribusi logit:
Li=ln
• pi mempunyai hubungan non linier dengan Zi, artinya pi tidak konstan seperti asumsi
pada MPL (Model Probabilitas Linier).
• Secara keseluruhan, Model Logit adalah Model Non-Linier, baik dalam parameter
maupun dalam variabel. Oleh karena itu, metode OLS tidak dapat digunakan untuk
mengestimasi model logit.
Definisi Logit:
Sekarang, perhatikan rasio antara pi dan 1 – pi :
log natural dari rasio odd adalah sebagai berikut:
Dalam buku berjudul Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progran SPSS oleh Ghojali, I
(2001) langkah-langkah analisis logistikregression adalah sebagai berikut:
1. Buka file logit.xls.
2. Dari menu utama masukan input data dan variabel.
3. Pilih menu Analyze, Regression, lalu pilih Binary Logistic.
4. Menu Logistik Regression masukan variabel terikat pada kolom dependent, dan
variabel bebas dalam kokom covariates.
5. Pilih file option pada Menu Logistik Regression dan muncul Logistic Regression
Option pilih Clasifikation Plot,pilih Hosmer-lemeshow goodness- of- fit, pilih
corelations of estimates, pilih literation history, pilih Cl for exp (B) 95%, pilih
continue.
6. Pilih method forward LR atau metode lainnya.
7. Pilih Ok.
Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari coefisien Cox dan Snell untuk
memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1). Hal ini dilakukan
dengan membagi nilai Cox dan Nell’s R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Negelkerke R
Square dapat digunakan untuk menilai model fit atau tidak dengan menginterpretasikan
Nilai Negelkerke R Square dapat seperti nilai R2 pada Multiple Regression.
Uji serempak (Uji G) untuk mengetahui model fit dengan uji Hosmer dan
Lemeshow’sGoodness of fit yang menguji hipotesis satu (H1) bahwa data empiris cocok
atau sesuai dengan model. Jika nilai Hosmer-Lemeshow signifikan atau lebih kecil dari
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan
operasional sebagai berikut:
Definisi
1. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain dalam hal ini
konversi yang dimaksud merupakan alih fungsi lahan dari lahan sawah irigasi
ataupun sawah tadah hujan menjadi pemukiman.
2. Petani mengkonversi lahan, artinya petani yang menjual lahan pertaniannya
kepada pihak lain yang menggunakan lahan tersebut menjadi lahan nonpertanian.
3. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menjual atau tidak
menjual lahan sawah yang dimilikinya.
4. Land rent adalah sewa lahan atau dalam hal ini dapat dimisalkan dengan lahan
dirubah fungsinya ke arah yang jauh lebih menguntungkan dibanding fungsi
sebelumnya.
5. Asimetris atau asimetris informasi harga dalam hal ini merupakan informasi harga
sawah yang terbaru tidak merata diketahui oleh semua pihak terkait tetapi hanya
diketahui beberapa pihak sehingga harga pasar belum mencerminkan harga
sesungguhnya.
6. Proporsi pendapatan adalah persentase rasio pendapatan pertanian dan total
7. Harga lahan untuk petani yang telah menjual lahan pertaniannya adalah harga yang
diterima saat petani melakukan jual beli lahannya, sedangkan harga lahan untuk
petani yang belum menjual adalah harga pasar jual beli lahan saat dilakukan
penelitian dengan menanyakan langsung dengan petani responden.
Batasan Operasional
1. Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang telah menjual lahan pertaniannya
dan petani yang belum menjual lahan pertaniannya kepada pihak lain.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2010.
3. Daerah penelitian adalah Kota Medan dengan studi kasus Kecamatan Medan
Marelan dan Kecamatan Medan selayang.
4. Sebagai konsekuensi kenyataan di lapangan dari hasil penelitian terhadap
responden ternyata diperoleh data luas lahan dibawah kriteria petani gurem yaitu
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
PETANI SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Medan di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan
Medan Marelan. Kota Medan terletak antara 20.27| - 20.47| dan 980.35| - 980.44| BT. Kota
Medan berada pada ketinggian 2,5m – 37,5m di atas permukaan laut. Menurut batas
administratifnya, Kota Medan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di
sebelah Utara, Selatan, Barat, dan Timur.
Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dengan luas daerah
sekitar 265,10 km2. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar
23,30 C – 24,40 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,90 C – 33,60 C. Hari hujan di
Kota Medan pada tahun 2009 menurut Stasiun Sampali rata-rata per bulan 19 hari dengan
rata-rata curah hujan perbulannya 171,2 mm.
Kondisi pertanian di Kota Medan terus mengalami penurunan, salah satunya adalah
penurunan luas lahan pertanian. Dari tahun 2001 hingga tahun 2008 tercatat penurunan
luas lahan pertanian hingga 36,5% hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu harga
lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas dan status lahan. Berikut merupakan
pembahasan deskripsi wilayah Kota Medan jika dilihat dari kondisi pertanian di Kota
Medan tahun 2009 dan kondisi kelompok tani di kecamatan Medan Selayang dan
a. Kondisi lahan pertanian di Kota Medan
Berdasarkan data BPS dalam buku Medan Dalam Angka tahun 2009 luas lahan pertanian
produktif di Kota Medan adalah 23,43% dimana kecamatan yang memiliki lahan pertanian
terluas adalah Kecamatan Medan Marelan dengan luas 1.161 Ha. Sedangkan untuk
kecamatan dengan luas lahan pertanian terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun dengan
luas hanya 6 Ha. Untuk Kecamatan Medan Selayang memiliki luas lahan pertanian
produktif sebesar 659 Ha.
Tabel 3. Luas lahan pertanian dan non pertanian di Kota Medan Tahun 2009.
No Kecamatan Lahan Pertanian (Ha) Non
Pertanian
Produktif Non
Produkti
Kondisi kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang tercatat 15 kelompok tani yang
masih aktif dan 1 kelompok tani yang tidak aktif lagi sampai tahun 2009. Sedangkan
untuk Kecamatan Medan Marelan tercatat 10 kelompok tani masih aktif dan 7 lainnya
tidak aktif sampai tahun2009.
Tabel 5 Profil kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan Tahun 2009
No Kecamatan Jumlah
Anggota
Jenis Usaha tani Status
1 M. Selayang Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Palawija, Sayuran Padi
Padi Padi
Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija
Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija
Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Palawija, Sayuran 3. Rencana Orchid 4. Bali 17. Subur Makmur
33
Padi, Toga, Tan. Hias Padi, Palawija Tan. Hias, Sayuran Padi, Palawija
b. Keadaan Penduduk
Penduduk Kota Medan berjumlah 2.143.338 orang dengan 492.148 rumah tangga yang
tersebar disetiap kecamatan dan kelurahan di Kota Medan. Penduduk Kota Medan
berdasarkan sumber utama penghasilan penduduk terbagi atas; Petani 10%, Peternak
2,2%, Nelayan 5,5% Pedagang 30%, Jasa 19,2% dan lain-lain 32,4%. Berikut adalah
jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan.
Tabel 4. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan Tahun 2007 dan 2008.
No Kecamatan Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa)
2007 2008
1 M. Selayang K. Sempa Kata 8.877 8.957
K. Beringin 7.592 7.662
K. PB Selayang II 14.309 14.445
K. PB Selayang I 9.686 9.773
K. Tanjung Sari 29.058 29.319
K. Asam Kumbang 14.626 14.758
84.151 84.914
2 M. Marelan K. Tanah Enam Ratus 22.903 23.100
K. Rengas Pulau 57.178 57.692
K. Terjun 18.890 19.070
K. Paya Pasir 10.273 10.363
K. Labuhan Deli 15.125 15.262
124.369 125.487
4.2 Karakteristik Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang masih aktif bertani dan pemilik
lahan yang menjual lahan pertaniannya. Karakteristik sampel yang dimaksud adalah
karakteristik sosial ekonomi petani yang meliputi; umur, luas lahan, produktivitas.
proporsi pendapat dan status lahan.
Tabel 6. Karakteristik sampel menurut kelompok umur.
Umur (Tahun) Jumlah sampel Jumlah
(jiwa)
Sumber: Data diolah dari Lampiran 1.
Tabel 6 menunjukan untuk karakteristik umur sample terbesar pada kelompok umur 61-69
tahun dengan persentase 33,33% sebanyak 10 jiwa. Sedangkan kelompok umur yang
terkecil pada kelompok umur >79 tahun dengan jumlah jiwa adalah 1 jiwa.
Tabel 7. Karakteristik sampel menurut kelompok luas lahan. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah sampel Jumlah
(jiwa)
Tabel 7 menunjukan untuk karakteristik luas lahan sampel dengan presentase terbesar
pada kelompok luas lahan <0,1 Ha dengan persentase 50% sebanyak 15 sampel. Untuk
kelompok luas lahan yang terkecil yaitu pada kelompok luas lahan 1,00-1,99 Ha dengan
jumlah sample adalah 0 sampel.
Tabel 8. Karakteristik sampel menurut kelompok produktivitas lahan. Produktivitas
(kg/Ha)
Jumlah sampel Jumlah
(jiwa)
Sumber: Data diolah dari Lampiran 2.
Tabel 8 menunjukan untuk karakteristik produktivitas lahan sampel terbesar terdapat di
beberapa tingkat produktivitas 3.501-4.500 kg/Ha, 4.501-5.500 kg/Ha, 5.501-6.500 kg/Ha
dengan persentase yang sama yaitu 23,33% dengan jumlah sampel masing-masing 7
sampel.. Sedangkan kelompok yang terkecil pada tingkat produktivitas 1.500-2.500 kg/Ha
dengan jumlah sampel adalah 2 sampel.
Tabel 9. Karakteristik sampel menurut kelompok proporsi pendapatan pertanian. Proporsi
Pendapatan Pertanian(%)
Jumlah sampel Jumlah
(jiwa)
Tabel 9 menunjukan 56,66% atau sebanyak 17 sampel memiliki proporsi pendapatan yang
lebih besar diperoleh dari usahataninya atau dapat diartikan bahwa kelompok petani ini
sangat tergantung dengan lahan usaha taninya. Sedangkan 43,33% atau 13 sampel
memiliki proporsi pendapatan lebih kecil dari usahataninya atau lebih besar pendapatan
diperoleh dari luar usahataninya.
Tabel 10. Karakteristik sampel menurut kelompok status lahan.
Status Sahan Jumlah sampel Jumlah
(jiwa)
Sumber: Data diolah dari Lampiran 2.
Tabel 9 menunjukan untuk keseluruhan sampel mengenai status lahan ternyata 70%
pemilik lahan memperoleh lahan melalui warisan dan 30% lainnya memeperoleh lahannya
dengan membeli. Untuk sampel petani penjual lahan dari total sample 12 sampel diketahui
bahwa 10 sampel memperoleh lahannya secara warisan sedangkan untuk petani yang tidak
menjual lahan dikatahui bahwa 11 petani memperoleh lahannya dengan membeli.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penurunan Luas Lahan Pertanian di Kota Medan
Berdasarkan hasil penelitian penurunan luas lahan pertanian akibat konversi lahan
pertanian menjadi permukiman di Kota Medan dapat dilihat dari berbagai tolak ukur
seperti, penurunan luas areal pertanian, berkurangnya luasan panen padi sawah, dan
berkurangnya jumlah produksi padi. Disamping itu penurunan luas lahan pertanian ini,
dapat diindikasikan terhadap peningkatan jumlah bangunan yang dibangun di Kota
Medan.
Tabel 11. Perkembangan luas lahan pertanian, luas panen padi sawah dan produksi padi di Kota Medan tahun 2008.
Tahun
Luas Panen Padi Sawah (Ha)
Produksi Padi (ton)
Luas Lahan Pertanian (Ha)
2001 6,284 36,824 11,200
2002 4,556 26,677 9,241
2003 4,497 26,341 8,011
2004 4,125 20,719 7,727
2005 4,618 22,824 8,823
2006 4,340 21,906 7,587
2007 3,956 17,433 5,608
2008 3,996 17,619 7,112
Jumlah selisih 2,288 19,205 4,088
Dari Tabel 11 dapat di lihat bahwa penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari
tahun 2001 - 2008 sebesar 4.088 Ha atau berkurang sebesar 36,5% dari luas lahan
pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas lahan pertanian di Kota
Medan sebesar 11.200 Ha dan pada tahun 2008 sebesar 7.112 Ha. Penurunan luas lahan
pertanian dapat dilihat dari gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2 : Perkembangan luas areal pertanian di Kota Medan
Luas Areal Pertanian di Kota Medan
0 5,000 10,000 15,000
Tahun
H
a
Luas Areal Pertanian Luas Areal
Pertanian
11,200 9,241 8,011 7,727 8,823 7,587 5,608 7,112 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Berdasarkan data luas panen tercatat penurunan luasan panen sawah di Kota Medan dari
tahun 2001 sampai tahun 2008 sebesar 2.288 Ha atau berkuarang sebesar 36,4% dari
jumlah luasan panen tahun 2001. Dari gambar 3 terlihat penurunan luasan panen tiap
Gambar 3 : Perkembangan luas panen padi di Kota Medan
Luas Panen Padi Sawah Per Tahun
0
Luas Panen Padi Sawah Luas Panen Padi
Sawah
6,284 4,556 4,497 4,125 4,618 4,340 3,956 3,996 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Berdasarkan data produksi padi sawah tercatat pengurangan produksi padi dari tahun 2001
sampai tahun 2008 sebesar 19.205 ton atau berkurang sebesar 52,15% dari produksi padi
tahun 2001. Dari gambar 4 terlihat penurunan produksi padi tiap tahunnya terlihat
fluktuatif tetapi cenderung menurun.
Gambar 4 : Perkembangan produksi padi di Kota Medan
Produksi Padi di Kota Medan
0
Untuk megetahui perkembangan konversi lahan pertanian menjadi pemukiman di gunakan
tolak ukur lainnya yaitu jumlah bangunan yang dibangun di Kota Medan tiap tahunnya.
Berikut data pemberian izin pembangunan, jumlah bangunan di bangun dan jumlah lokasi
pembangunan di Kota Medan.
Tabel 12. Perkembangan jumlah bangunan di bangun di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008.
Tahun
Diberi izin
membangun Jumlah dibangun
Akumulasi jumlah bangunan dibangun
2001 1.900 718 718
2002 1.824 566 1.284
2003 1.711 666 1.950
2004 2.147 1.103 3.053
2005 1.760 2.012 5.065
2006 1.423 254 5.310
2007 1.110 860 6.170
2008 1.476 2.454 8.624
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2009
Berdasarkan Tabel 12 di atas, di Kota Medan tercatat akumulasi jumlah total bangunan
yang dibangun dari tahun 2001 - 2008 adalah sebesar 8.624 unit. Jika dihubungkan antara
jumlah penurunan luas lahan pertanian dan akumulasi jumlah total bangunan dibangun di
Kota Medan dari tahun 2001 sampai tahun 2008 membentuk hubungan yang negative,
artinya penurunan luas lahan pertanian diikuti dengan penambahan jumlah bangunan
Gambar 5 : Jumlah bangunan dibangun di Kota Medan
Jumlah Bangunan Dibangun di Kota Medan
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertaniannya di Kota Medan
Dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi
lahan pertaniannya, peneliti menggunakan dua analisis yaitu analisis dengan metode logit
dan juga secara deskriptif. Untuk faktor harga jual lahan, proporsi pendapatan, luas lahan,
dan status lahan dianalisis dengan menggunakan metode logit atau binnary logistic.
Sedangkan untuk kebijakan- kebijakan pemerintah terkait tata ruang dan pajak dibahas
secara deskriptif.
Model regresi logistik (Logit)
Sesuai teori-teori sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk mengkonversi lahan pertaniannya maka peneliti menggunakan variabel-variabel
Variabel terikat;
Y = Sudah atau belum menjual lahan pertaniannya.
Y= 1, sudah menjual lahan pertaniannya.
Y= 0, belum menjual lahan pertaniannya.
Variabel bebas
X1 = Harga jual lahan (Rp jutaan/400m)
X2 = Proporsi pendapatan (%)
X3= Luas lahan (Ha)
X4= Produktivitas lahan (kg/Ha)
X5= Status lahan
Damana:
STA =1, memperoleh lahan dari membeli sendiri.
STA =0, memperoleh lahan dari warisan
Dari penjelasan variabel-variabel di atas maka dibuatlah estimasi sebagai berikut:
Ŷ= a + b1X1 + b2 X2 + b3ZX3 + b4 X4 + D1X5 + ε
Analisis logit dalam penelitian ini dilakukan dengan dua bagian pengolahan yaitu;
menurut luas lahan menjadi dua bagian yaitu stratifikasi data dengan luas lahan ≤ 0,09 ha
dan stratifikasi data dengan luas luas >0,09 ha tanpa out layer.
a. Pengolahan data seluruhnya
Setelah penelitian dilakukan dan diperoleh data, ternyata diperoleh data yang diduga out
layer sehingga dalam pengolahan data dan analisis data pada bagian ini akan diolah
dengan dua tahap yaitu data diolah seluruhnya bersama data yang diduga outlayer dan data
diolah tanpa memasukan data yang diduga outlayer. Metode pengolahan data ini adalah
metode forward LR. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit maka
diperolehlah hasil sebagai berikut:
1. Data diolah seluruhnya dengan memasukan data yang out layer
Table 12 Koefisien, odds ratio dan signifikansi
Variabel Logit
Koefisien Odds Ratio Sign
Konstanta
X2
X4
10,308
-0,073
-0,001
0,929
0,999
0,000
0,009
0,007
Negelkerke R Square 0,714
Sumber: Data diolah dari lampiran 2
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh
nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan
Ŷ= 10,308 - 0,073 X2 -0,001 X4 + ε
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati,
terdapat dua variabel yang signifikan dan tiga variabel yang tidak signifikan pada derajat
kepercayaan 5% . Variabel yang signifikan adalah X2 (proporsi pendapatan) dan X4
(produktivitas) dengan derajat kepercayaan 5%, Sedangkan untuk variabel yang tidak
signifikan adalah X1 (harga jual lahan), X3 (luas lahan) dan X5 (status lahan). Adapun
untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:
Uji keseluruhan model (analisis secara serempak)
Uji keseluruhan model digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan model dapat
digunakan sebagai alat prediksi. Uji keseluruhan model dengan menggunakan Chi square
pada Omnibus Test menunjukkan angka siginifikansi model sebesar 0.000. Dari hasil
pengamatan angka signifikansi tersebut menunjukan nilai yang lebih kecil dari 0,05,
berarti dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (X) secara bersama-sama dapat
menerangkan variabel terikat (Y).
Uji Nagelkerke R Square
Uji ini digunakan untuk melihat seberapa besar model mampu menjelaskankan variabel
terikat. Dari hasil pengujian diperoleh nilai Nagelkerke R Square model ini sebesar 71,4
%, maka dapat di artikan bahwa model dengan variabel bebas mampu menjelaskan 71,4%
variabel terikat dan 28,6% merupakan variable lain yang tidak dimasukan ke dalam
Uji model secara parsial
Dari uji secara parsial dari lima variable bebas yang digunakan terdapat tiga variabel yang
signifikan yaitu variabel proporsi pendapatan (X2), variabel produktivitas (X4), dengan
penjelasan sebagai berikut:
• Variabel proporsi pendapatan (X2) secara signifikan mempengaruhi probabilitas
pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel
proporsi pendapatan sebesar -0,073, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi
pendapatan dari pertanian meningkat 1% dari total pendapatan maka secara rata-rata
estimasi logit turun sebesar 0,073. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,929
artinya jika proporsi pendapatan pertanian turun 1% dari total pendapatan dan proporsi
pendapatan dari luar pertaniaan naik 1% dari total pendapatan maka probabilitas
pemilik lahan untuk menjual lahan pertaniannya 0,929 kali dibanding
mempertahankan lahan pertaniannya yaitu sebesar 0,071 kali.
• Variabel produktivitas (X4) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik lahan
untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel produktivitas
sebesar -0,001, ini berarti jika variabel lain konstan dan produktivitas meningkat 1
kg/Ha maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,001. Untuk nilai odds ratio
diperoleh sebesar 0,999 artinya jika produktivitas turun 1 kg/Ha maka kecendrungan
pemilik lahan untuk menjual lahan pertaniannya 0,999 kali dibanding
2. Data diolah seluruhnya tanpa data yang out layer
Table 13 Koefisien, odds ratio dan signifikansi
Variabel Logit
Koefisien Odds Ratio Sign
Konstanta X2
X4
10,964 -0,070 -0,002
0,932 0,998
0,000 0,017 0,009
Negelkerke R Square 0,735
Sumber: Data diolah dari lampiran 3
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh
nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan
persamaan sebagai berikut:
Ŷ= 10,964 - 0,070 X2 -0,002 X4 + ε
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati,
terdapat dua variabel yang signifikan dan tigavariable yang tidak signifikan pada derajat
kepercayaan 5%. Variabel yang signifikan adalah X2 (proporsi pendapatan) dan X4
(produktivitas) dengan derajat kepercayaan 5%, Sedangkan untuk variabel yang tidak
signifikan adalah X1(harga lahan), X3 (luas lahan) dan X4 (status lahan) . Adapun untuk
penjelasannya adalah sebagai berikut:
Uji keseluruhan model (analisis secara serempak)
Uji keseluruhan model digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan model dapat
digunakan sebagai alat prediksi. Uji keseluruhan model dengan menggunakan Chi square
pengamatan angka signifikansi tersebut menunjukan nilai yang lebih kecil dari 0,05,
berarti dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (X) secara bersama-sama dapat
menerangkan variabel terikat (Y).
Uji Nagelkerke R Square
Uji ini digunakan untuk melihat seberapa besar model mampu menjelaskankan variabel
terikat. Dari hasil pengujian diperoleh nilai Nagelkerke R Square model ini sebesar 74,1
%, maka dapat di artikan bahwa model dengan variabel bebas mampu menjelaskan 74,1%
variabel terikat dan 25,9% merupakan variable lain yang tidak dimasukan ke dalam
model.
Uji model secara parsial
Dari uji secara parsial dari lima variable bebas yang digunakan terdapat dua variabel yang
signifikan yaitu variabel produktivitas (X2) dan variabel proporsi pendapatan (X5),
dengan penjelasan sebagai berikut:
• Variabel proporsi pendapatan (X2) secara signifikan mempengaruhi probabilitas
pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel
proporsi pendapatan sebesar -0,070, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi
pendapatan dari pertanian meningkat 1% dari total pendapatan maka secara rata-rata
estimasi logit turun sebesar 0,070. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,932
artinya jika proporsi pendapatan pertanian naik1% dari total pendapatan dan proporsi
pendapatan dari luar pertaniaan turun 1% dari total pendapatan maka probabilitas
pemilik lahan untuk mempertahankan lahannya sebesar 0,932 kali dibanding menjual
• Variabel produktivitas (X4) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik
lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variable
produktivitas sebesar -0,002, ini berarti jika variabel lain konstan dan produktivitas
meningkat 1 kg/Ha maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,002. Untuk nilai
odds ratio diperoleh sebesar 0,998 artinya jika produktivitas naik1 kg/Ha maka
kecendrungan pemilik lahan adalah mempertahankan lahan 0,998 kali dari pada
menjual lahan pertaniannya.
Dari hasil pengolahan dan analisi diatas ternyata setelah data yang diduga outlayer tidak
disertakan dalam pengolahan terjadi peningkatan nilai Negelkerke R Square yaitu dari
71,4% menjadi 74,1%. Dari hasil kedua pengolahan data di atas juga terdapat kesamaan
variabel yang tidak signifikan yaitu variabel harga jual lahan (X1), luas lahan (X3) dan
status lahan (X5). Adapun pengamatan-pengamatan dilapangan yang dapat menjelaskan
variabel yang tidak signifikan adalah sebagai berikut.
• Untuk luas lahan dari penelitian-penelitian sebelumya terdapat hubungan antara luas
lahan dan keputusan petani dalam menjual lahannya dimana petani yang memiliki luas
lahan kecil memungkinkan pemilik lahan untuk menjual lahan disebabkan karena
skala usaha yang kecil untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi . Sementara dari
hasil pengamatan peneliti sendiri kondisi petani di Kota Medan rata-rata memiliki
lahan yang relative kecil yaitu dibawah 0,5 Ha denagan persentase sebesar 93,3%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa
keputusan petani menjual atau tidak lahan pertaniannya tidak dipengaruhi oleh luas
lahan . Sedangkan untuk variabel harga jual lahan mengingat sampel merupakan
dalam hal ini terdapat dua jenis harga yang berbeda. Harga jual untuk petani yang
telah menjual lahan merupakan harga yang diterima saat melakukan jual beli lahan
tersebut, sedangkan harga untuk petani yang belum menjual lahan adalah harga
pasaran lahan di daerah lahan milik petani, dimana pada saat posisi harga tesebut
petani juga tidak ingin menjual lahan mereka. Kemudian karena harga lahan tiap
tahunnya mengalami kenaikan, jadi sebenarnya menurut peneliti penentuan harga
untuk petani yang belum menjual lahan sulit ditetapkan sehingga tidak signifikansi
dalam analisis model logit yang digunakan dalam penelitian ini.
• Status lahan tidak signifikan mempengaruhi keputusan pemilik lahan untuk menjual
atau tidak lahan pertaniannya, karena dari responden ditemukan bahwa pemilik lahan
dengan status lahan beli atau warisan pemilik lahan tetap menjual lahannya.
b. Pengolahan data dengan membagi dua data berdasarkan luas lahan yaitu dengan luas lahan ≤0,09 ha dan luas luas >0,09 ha tanpa out layer.
Dalam pengolahan data berikut di pisahkan menurut luas lahan yaitu data dengan luas
lahan ≤0,09 ha dan data luas lahan >0,09 ha. Pengolahan data dengan luas lahan ≤0,09 ha
hasil pengolahan datanya adalah sebagai berikut:
Table 14 Koefisien, odds ratio dan signifikansi data ≤0,09 tanpa out layer
variabel Logit
koefisien Negelkerke R Square 1,000
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh
nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan
persamaan sebagai berikut:
Ŷ= 96,524 -0,032X1 -1,232X2 +0,00012X3 -0,026X4 +24,202X5 + ε
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati
ternyata semua variabel bebas secara parsial tidak nyata mempengaruhi variabel terikat
dengan tingkat kepercayaan 5%. Meskipun secara serempak variabel memiliki signifikansi
yang nyata yaitu sebesar 0,002 dan Uji Negelkerke R Square yang tinggi sebesar 1,000.
Untuk data dengan luas lahan >0,09 ha, hasil pengolahan datanya adlah sebagai berikut:
Table 15 Koefisien, odds ratio dan signifikansi data luas lahan >0,09 ha
variabel Logit
koefisien Negelkerke R Square 1,000
Sumber: Data diolah dari lampiran 5
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh
nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan
persamaan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati
ternyata semua variabel bebas secara parsial tidak nyata mempengaruhi variabel terikat
dengan tingkat kepercayaan 5%. Meskipun secara serempak variabel memiliki signifikansi
yang nyata yaitu sebesar 0,012 dan Uji Negelkerke R Square yang tinggi sebesar 1,000.
Pengamatan faktor-faktor lain di lapangan.
Untuk variabel pajak dan variabel kebijakan tataruang akan dibahas secara deskriptif.
Alasan mengapa kedua variabel ini dianalisis secara deskriptif karena dari hasil di
lapangan kedua variabel ini jika dikaitkan dengan alasan petani menjual lahan atau tidak
menjual lahan tidak ada pengaruhnya, jadi tidak ditemukan pemilik lahan melakukan
penjualan lahannya karena dipengaruhi oleh pajak dan kebijakan pemerintah.
Pajak
Dalam hal pajak rata-rata petani di daerah penelitian jarang dikutip pajak dan bahkan
beberapa petani tidak pernah dikutip pajak untuk lahan pertanian mereka. Berdasarkan
hasil diskusi dengan beberapa pagawai pemerintahan pemungut pajak, petani selalu
mengeluhkan pengutipan pajak karena masalah ekonomi. Di lapangan juga dapat dilihat
sebagian besar petani padi sawah adalah petani penyewa. Petani penyewa sendiri terbagi
atas petani yang menyewa lahan karena lahan mereka sendiri terlalu sempit sehingga
untuk memperbesar usahanya mereka menyewa lahan yang tidak digunakan oleh
pemiliknya. Kemudian ada petani yang memang tidak memiliki lahan sama sekali
Kebijakan tata ruang
Pembahasan tentang kebijakan tata ruang dan alasan petani menjual lahan atau tidak
lahan pertanian mereka jika dikaitkan secara langsung tidak ditemukan. Seperti misalnya
banyak petani yang menjual lahan karena instruksi kebijakan tata ruang, hal ini tidak
ditemukan di lapangan, tetapi petani melakukan penjualan lahan pertaniannya
kebanyakan karena kebutuhan ekonomi. Meskipun begitu di lapangan juga ditemukan
petani yang mengeluhkan pemerintah yang tidak memperhatikan pembangunan
pemukiman yang kuarang teratur misalnya membangaun rumah bertepatan ada di depan
lahan-lahan milik petani sehingga jalan alternatif masuk ke areal pertanian tertutup. Hal
ini dapat memicu petani menjual lahan mereka dengan terpaksa.
Berikut adalah informasi yang diperolah dari lapangan tentang tata ruang menurut para
petani:
a. Dari pihak petani sendiri sebenarnya sebagian besar tidak mengetahui kebijakan
tataruang yang berlaku saat ini di arela lahan mereka.
b. Jika aturan tata ruang memang menetapkan lahan petani saat ini untuk pemukiman
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dapat dilihat bahwa pengurangan luas
lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4.088 Ha atau
36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas
lahan pertanian di kota medan sebesar 11.200 Ha dan padan tahun 2008 sebesar 7.112
Ha, dengan rata-rata jumlah bangunan dibangun tiap tahunnya sebesar 1.079
bangunan di Kota Medan.
2. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani
dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan
derajat kepercayaan 5% yaitu pada pengolahan data seluruhnya baik dengan data out
layer ataupun tidak. Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual
lahan luas lahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang dominan
mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah produktivitas dan
Saran
Adapun saran untuk petani adalah:
1. Berusaha terus mempertahankan lahan mereka dengan pertanian yang lebih efisien
mengingat lusa lahan kecil seperti memilih komodi yang sesuai dengan skala usaha.
2. Mengaktifkan kelompok tani agar kegiatan pertanian lebih maksimal dengan
kerjasama baik dalam satu kelompok tani ataupun antar kelompok tani dalam banyak
hal untuk kemajuan bersama.
3. Berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas pentuluh
lapangan.
Adapaun saran untuk pemerintah adalah:
1. Memberi sanksi kepada pihak-pihak yang menyalahi aturan terkait kebijakan
tataruang.
2. Memberikan perhatian lebih untuk petani guna mencegah penjualan lahan pertanian
sehingga beralih fungsi menjadi perumahan.
3. Menyiapkan lahan-lahan pertanian untuk petani yang menggantungkan sepenuhnya
hidup dari bertani.
Saran untuk peneliti selanjutnya adalah:
a. Lebih spesifik dalam menetapkan variabel yang mempengaruhi keputusan petani
dalam mengkonversi lahan pertaniannya.
b. Membahas lebih lanjut tentang kebijakan tataruang dan kondisi pertanian saat ini di
perkotaan.