• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN

PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

SKRIPSI

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Imam Abdillah 090904040 Program Studi Humas

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN

PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

SKRIPSI

(Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Komunikasi AntarBudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Johor Medan Dalam

Bimbingan Skripsi)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Imam Abdillah 090904040

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari ini saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat)

maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Imam Abdillah NIM : 090904040 Tanda Tangan :

Tanggal :

(4)

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Imam Abdillah

NIM : 090904040

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non exclusive Royalty - Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul : KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH DI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).

Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media / format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penuli/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : PadaTanggal : Yang Menyatakan

(...) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(5)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

NAMA : IMAM ABDILLAH

NIM : 090904040

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul :KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS

TIONGHOA DAN PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH DI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

Medan,

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Haris Wijaya. S.Sos, M.Comm Dra. Fatma Wardy Lubis.M.A NIP. 19771106 200501 1 001 NIP. 19620828 198601 2 001

Dekan FISIP USU

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Imam Abdillah

NIM : 090904040

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH DI KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Penguji I : ( )

Ditetapkan di : Medan

(7)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN

PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan Pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antar budaya khususnya mengenai proses komunikasi antar budaya, hambatan komunikasi antar budaya dan budaya tionghoa. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Komplek Puri Katelia Indah. Populasi penelitian berjumlah 60 kepala keluarga, Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan penelitian kepustakaan (library research) yaitu melalui literatur dan sumber bacaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal. Hasil penelitian menunjukkan komunikasi yang mereka lakukan selama ini mampu menjadi alat untuk menunjukkan identitas pribadi mereka. Responden menganggap bahwa proses komunikasi yang mereka lakukan selama ini mampu menggambarkan agama, etnis maupun tingkat pendidikan mereka. Aksen menjadi hal yang unik dalam mengungkap etnis masing-masing pelaku komunikasi. Walaupun sudah membaur dalam kehidupan bermasyarakat, para warga di Perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan khususnya etnis Tionghoa belum bisa melepas aksen bawaan mereka dalam berkomunikasi. Perbedaan persepsi, baik persepsi yang terbentuk dari budaya maupun persepsi individu tidak menjadi hambatan dalam proses komunikasi antar warga di perumahan Puri Katelia Indah kecamatan Medan Johor. Faktor-faktor yang membentuk komunikasi antarbudaya antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi lainnya di Perumahan Puri Katelia Indah adalah Faktor lingkungan, persepsi/pendapat, pengalaman pribadi dan perasaan pribadi.

Kata Kunci : Komunikasi antar budaya, etnis, Tionghoa

(8)

ABSTRACT

This study titled "Communication between Chinese culture and Natives in Komplek Katelia Puri Indah Johor". The purpose of this study was to determine the process of intercultural communication ethnic Chinese and natives Komplek Puri Katelia Indah and to determine the factors that influence the process of intercultural communication between ethnic Chinese and natives in Komplek Puri Katelia Indah. This research method used is descriptive method, the method of research that seeks to describe and interpret the object in accordance with what it is. The population is resident Complex Puri Katelia Indah. The study population numbered 60 families, Sampling technique using total sampling technique. Collecting data using questioner and library research namely through the literature and reading sources. Data analysis technique used in this research is the single table analysis. The results showed that the communication is able to be a tool to demonstrate their personal identity. Respondents considered that the communication process can describe religion, ethnicity, and level of education. Although already integrated in the society, the people in Puri Katelia Indah particularly Chinese ethnic have not been able to take off their innate accent in communicating. formed perceptions of culture and individual perception is not an obstacle in the process of communication between the people in Komplek Puri Katelia Indah Johor. Factors that shape intercultural communication between Chinese people and other indigenous ethnic Komplek Puri Katelia Indah Johor are environmental factors, perception / opinion, personal experience and personal feelings.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, kata pertama yang dapat peneliti ucapkan sebagai ungkapan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rezeki, ridho dan berkah yang Ia limpahkan. Skripsi yang peneliti buat adalah sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi program sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul yang peneliti angkat adalah “Komunikasi AntarBudaya Etnis Tionghoa Dan Pribumi Di Komplek Puri Katelia Indah Di Kecamatan Medan Johor Kota Medan”. Skripsi ini menggambarkan seperti apa proses komunikasi antarbudaya etnis tionghoa dan pribumi.

. Selama menjalani masa studi peneliti tidak pernah berjalan sendiri, selalu ada dukungan moril maupun materil yang peneliti dapatkan dari banyak pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada mereka dalam kesempatan ini, walaupun tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. Pertama dan pasti, terima kasih peneliti kepada kedua orang tua tercinta. Terima kasih peneliti persembahkan kepada ayahanda Ir. Edhi Mukhlis dan ibunda Indah Ayuna. Terima kasih untuk kasih sayang yang diberikan dari dalam kandungan hingga akhir nanti. Semoga peneliti dapat membalas semuanya. Begitu juga untuk abang tercinta Andy Warizky dan adik tercinta Muhammad Aulia Akbar, yang membuat hari-hari peneliti tidak pernah sepi. Kepada Irmawats yang selalu peneliti sayangi yang juga banyak membantu dari awal skripsi ini hingga selesai terima kasih atas kesabaran dan waktunya.

Peneliti juga ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dan membantu proses pendidikan dan pengerjaan skripsi ini. Dengan segenap rasa hormat peneliti mengucapkaan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Keluarga besar dari ayahanda dan ibunda semua yang tidak bisa peneliti sebut satu per Satu.

5. Teman-teman Komunikasi khususnya stambuk 2009

6. Masyarakat Komplek Perumahan Puri Katelia Indah Johor Medan yang sangat membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas kerjasamanya.

Peneliti menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan peneliti sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. Kritik dan saran sangat peneliti harapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT meridhoi kita semua. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca da perkembangan Ilmu Komunikasi di Sumatera Utara.

Medan, Hormat Saya

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ORISINALITAS

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

(12)

4.1.3 Teknik Pengolahan Data ………. 42

4.2 Deskripsi Lokasi ………... 42

4.2.1 Sejarah Terbentuknya Kelurahan Gedung Johor …… 42

4.2.2 Profil Kelurahan Gedung Johor ……….. 43

4.2.3 Batas-Batas Dan Luas Wilayah ……….. 43

4.2.4 Keadaan Penduduk ……… 44

4.2.5 Penduduk Berdasarkan Agama ……….. 45

4.2.6 Pemerintah Kelurahan Gedung Johor ………. 46

4.3 Analisis tabel tunggal ………... 47

4.4 Pembahasan ...………... 69

4.4.1 Mengenai Hambatan ………. 71

BAB V I SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 77

5.2 Saran ... 77

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun

1930, 1980, dan 2000 ... 3

Tabel 2.1 Operasional Variabel ... 34

Tabel 3.1 Data Penduduk Perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor ... 37

Tabel 4.1 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 4.2 Penduduk Berdasarkan Agama ... 46

Tabel 4.3 Usia Responden ... 48

Tabel 4.4 Jenis Kelamin Responden ... 49

Tabel 4.5 Agama Responden ... 50

Tabel 4.6 Suku/Etnis Responden ... 51

Tabel 4.7 Pendidikan Responden ... 52

Tabel 4.8 Komunikasi Mampu Menggambarkan Etnis ... 53

Tabel 4.9 Komunikasi Mampu Menggambarkan Agama ... 54

Tabel 4.10 Komunikasi Mengambarkan Tingkat Pendidikan ... 55

Tabel 4.11 Frekuensi Berkomunikasi ... 56

Tabel 4.12 Frekuensi Pertemuan Anda Dengan Tetangga ... 57

Tabel 4.13 Hambatan Lingkungan Dalam Berkomunikasi ... 58

Tabel 4.14 Frekuensi Diadakannya Pertemuan antar Tetangga ... 59

Tabel 4.15 Hambatan Kebutuhan Diri dalam Berkomunikasi ... 60

Tabel 4.16 Etnis yang Berbeda Sebagai Penghambat ... 62

Tabel 4.17 Agama yang Berbeda Sebagai Penghambat Komunikasi... 63

Tabel 4.18 Status Sosial yang Berbeda sebagai Penghambat Komunikasi ... 64

Tabel 4.19 Persepsi/Pendapat yang berbeda sebagai penghambat Komunikasi... 66

Tabel 4.20 Pengalaman Hidup yang Berbeda sebagai Penghambat Komunikasi... 67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model SCMR ... 12

Gambar 2.2 Model Komunikasi AntarBudaya ... 22

Gambar 2.3 Model Teoritis ... 33

(15)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN

PRIBUMI DI KOMPLEK PURI KATELIA INDAH

KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan Pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antar budaya khususnya mengenai proses komunikasi antar budaya, hambatan komunikasi antar budaya dan budaya tionghoa. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Komplek Puri Katelia Indah. Populasi penelitian berjumlah 60 kepala keluarga, Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan penelitian kepustakaan (library research) yaitu melalui literatur dan sumber bacaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal. Hasil penelitian menunjukkan komunikasi yang mereka lakukan selama ini mampu menjadi alat untuk menunjukkan identitas pribadi mereka. Responden menganggap bahwa proses komunikasi yang mereka lakukan selama ini mampu menggambarkan agama, etnis maupun tingkat pendidikan mereka. Aksen menjadi hal yang unik dalam mengungkap etnis masing-masing pelaku komunikasi. Walaupun sudah membaur dalam kehidupan bermasyarakat, para warga di Perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan khususnya etnis Tionghoa belum bisa melepas aksen bawaan mereka dalam berkomunikasi. Perbedaan persepsi, baik persepsi yang terbentuk dari budaya maupun persepsi individu tidak menjadi hambatan dalam proses komunikasi antar warga di perumahan Puri Katelia Indah kecamatan Medan Johor. Faktor-faktor yang membentuk komunikasi antarbudaya antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi lainnya di Perumahan Puri Katelia Indah adalah Faktor lingkungan, persepsi/pendapat, pengalaman pribadi dan perasaan pribadi.

Kata Kunci : Komunikasi antar budaya, etnis, Tionghoa

(16)

ABSTRACT

This study titled "Communication between Chinese culture and Natives in Komplek Katelia Puri Indah Johor". The purpose of this study was to determine the process of intercultural communication ethnic Chinese and natives Komplek Puri Katelia Indah and to determine the factors that influence the process of intercultural communication between ethnic Chinese and natives in Komplek Puri Katelia Indah. This research method used is descriptive method, the method of research that seeks to describe and interpret the object in accordance with what it is. The population is resident Complex Puri Katelia Indah. The study population numbered 60 families, Sampling technique using total sampling technique. Collecting data using questioner and library research namely through the literature and reading sources. Data analysis technique used in this research is the single table analysis. The results showed that the communication is able to be a tool to demonstrate their personal identity. Respondents considered that the communication process can describe religion, ethnicity, and level of education. Although already integrated in the society, the people in Puri Katelia Indah particularly Chinese ethnic have not been able to take off their innate accent in communicating. formed perceptions of culture and individual perception is not an obstacle in the process of communication between the people in Komplek Puri Katelia Indah Johor. Factors that shape intercultural communication between Chinese people and other indigenous ethnic Komplek Puri Katelia Indah Johor are environmental factors, perception / opinion, personal experience and personal feelings.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi dengan sesamanya. Komunikasi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Wilbur Schramm menyebutnya bahwa berkomunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Cangara, 2006: 1-2).

Richard West dan Lynn Turner mendefinisikan komunikasi adalah proses sosial dimana individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West, 2009 :5). Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tak bisa dihitung dan dikelompokkan secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan non verbal. Memahami komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia, salah satunya mengenai komunikasi antarbudaya.

(18)

perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta, sedangkan Sitaram berpendapat bahwa komunikasi antarbudaya sendiri bermakna sebagai sebuah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (Liliweri, 2004: 11).

Penggunaan budaya dalam proses komunikasi menjadi perhatian yang cukup menarik jika dilihat dalam perspektif Indonesia sebagai bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa multikultur. Banyak suku bangsa dengan bahasa dan identitas kultural berbeda yang tersebar di tanah air. Diperkirakan Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa besar maupun kecil. Setiap suku bangsa tersebut memiliki identitas dalam diri mereka.

Perbedaan budaya pada masyarakat Indonesia, memiliki potensi konflik yang cukup besar. Fenomena ini bisa kita lihat dari banyaknya konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia. Konflik antarbudaya terjadi di hampir seluruh wilayah nusantara. Setiap provinsi semisal Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi bahkan di ibukota negara yakni Jakarta konflik antar etnis kerap kali terjadi. Banyak hal yang menjadi penyebab konflik antarbudaya, namun sesuai dengan keilmuan, peneliti memfokuskan pada komunikasi antarbudaya.

(19)

menonjolkan budaya mereka dalam masyarakat. Hal ini yang sering memicu terjadinya konflik antar etnis.

Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan didiami oleh berbagai etnis. Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang ialah suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Kota Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.

Tabel 1.1

Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980 dan 2000

No Etnis Tahun 1930 Tahun1980 Tahun 2000

1 Jawa 24,89% 29,41% 33,03%

2 Batak 2,93% 14,11% 20,93%*

3 Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

4 Mandailing 6,12% 11,91% 9,36%

5 Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6%

6 Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

7 Karo 0,19% 3,99% 4,10%

8 Aceh -- 2,19% 2,78%

9 Sunda 1,58% 1,90% --

10 Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut

*Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%

(20)

konflik di kota ini, terutama berkaitan dengan pribumi dan non pribumi. Pribumi berarti penghuni asli, orang yang berasal dari tempat yang bersangkutan, dalam hal ini adalah nusantara atau lebih kita kenal Indonesia. Sedangkan di luar dari definisi tersebut, kita mengenal mereka sebagai non pribumi.

Polemik sering sekali terjadi antara pribumi dan non pribumi di wilayah nusantara, khusus yang berkaitan dengan etnis Tionghoa. Kita dapat melihat sejarah polemik tersebut dari zaman kolonial hingga saat ini. Kebijakan pemerintah Indonesia menyangkut persoalan etnis Tionghoa dari masa ke masa, terutama masa Orde Baru dengan proyek kebijakan asimilasi dan masa pasca rezim Soeharto ditandai dengan penghapusan pilar-pilar kebudayaan Tionghoa (termasuk penutupan sekolah Tionghoa, pembubaran organisasi etnis Tionghoa dan pemberedelan media massa Tionghoa) serta simbol-simbol dan adat-istiadat etnis Tionghoa.

Pada waktu itu, sejumlah orang Tionghoa telah dibaur dan tidak merasa sebagai Tionghoa lagi. Kelompok etnis Tionghoa tidak lenyap dan jumlahnya masih sangat besar di Indonesia. Kemudian dengan berubahnya kebijakan pemerintah menjadi lebih akomodatif, kebangkitan identitas diri etnis Tionghoa bukan hal yang tidak mungkin.

(21)

Nasionalisme Tionghoa termasuk peranakan, tumbuh terpisah dari dan dikehendaki pemerintah Indonesia rezim Orde Baru dengan kebijakan asimilasinya. Di satu sisi kecenderungan untuk mempertahankan identitas etnisnya terdapat pada sebagian warga etnis Tionghoa, sedangkan di sisi lain, mereka telah merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.

Nasionalisme Indonesia dikonstruksi berdasarkan konsep “kepribumian” dan etnis Tionghoa dikategorikan sebagai orang asing yang dianggap bukan merupakan bagian dari Indonesia. Nasionalis Indonesia didefinisikan sebagai “milik” bangsa pribumi, yaitu kelompok yang mempunyai daerah mereka sendiri. Selanjutnya, konsep pribumi sebagai tuan rumah telah berakar di bumi Indonesia. Etnis Tionghoa dianggap sebagai non-pribumi dan pendatang baru yang tidak bisa diterima sebagai suku bangsa sebelum mereka mengasimilasi diri.

Pribumi memiliki persepsi bahwa etnis Tionghoa merupakan sebuah kelompok etnis yang menduduki tangga ekonomi lebih tinggi dan terpisah dari pribumi. Implikasinya, konsep masyarakat majemuk yang menekankan pada pentingnya kesukubangsaan, akan selalu menempatkan posisi etnis Tionghoa sebagai orang asing, walaupun mereka tersebut berstatus WNI. Secara tidak langsung, etnis Tionghoa yang non-pribumi itu harus membaur menjadi pribumi kalau ingin diterima sebagai orang Indonesia.

(22)

sekurang-kurangnya dari sudut hukum, dan seiring dengan menguatnya persoalan identitas ke-etnis-an, nasionalisme bisa terancam menjadi nasionalisme suku bangsa yang sempit.

Persoalan mengenai keberadaan etnis Tionghoa menarik minat banyak peneliti terutama di Kota Medan. Penelitian Agustrisno (2007: 47), yang berjudul “Respon Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa Terhadap Pembangunan di Kota Medan”, menyatakan bahwa:

“Didapati bahwa integrasi sosial antara etnis di Kota Medan masih diwarnai adanya unsur-unsur prasangka sosial, streotip sehingga menimbulkan jarak sosial dan ini menjadi penghambat dalam pembangunan di Kota Medan”

Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1998 di mana akibat reformasi menjatuhkan Presiden Soeharto, etnis Tionghoa di Kota Medan menjadi korban pengrusakan serta penjarahan dari kaum pribumi. Penelitian lain yang berfokus pada etnis Tionghoa di Kota Medan yang dilakukan Subanindyo Hadiluwih (2006: 26) yang berjudul “Konflik Etnis di Indonesia : Penelitian Kasus di Kota Medan” menyatakan bahwa:

(23)

Etnis Tionghoa telah bermukim di kepulauan Nusantara dan sebagian besar di antara mereka telah hidup seperti etnis lain serta melangsungkan aktivitas budayanya dan di setiap daerah mereka membaur dengan kebudayaan setempat. Namun dalam perjalanan waktu itu mereka senantiasa mengalami berbagai gejolak sosial yang membuat mereka selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya agar bisa diterima secara sosial, budaya dan politik.

Menurut Suryadinata pada era akhir Orde Lama dan masa berkuasanya Orde Baru ada lebih 60 peraturan dan perundang-undangan yang telah membuat etnis Tionghoa merasa tidak nyaman sebagai warga negara karena undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut berbau diskriminasi rasial (Bahrum,2008:3). Peraturan dan perundang-undangan itu telah melakukan pelanggaran dan pembatasan ruang gerak mereka dalam menjalani kehidupannya.

Salah satu peraturan yang membatasi ruang gerak Etnis Tionghoa adalah Keputusan Presiden No. 127/U/Kep/12/1966 tentang peraturan orang Cina atau Tionghoa diharuskan mengganti nama lahir mereka yang menggunakan nama Cina atau Tionghoa menjadi nama-nama yang mengindonesia, seperti Darmawan, Wijaya, Sentosa, Kurniawan, Setiawan, Jayasuprana dan Suparman. Selain itu peraturan pemerintah No 10 Tahun 1959 yang melarang etnis Tionghoa tinggal jauh di pedalaman dan harus berada di kota, sehingga sangat jarang ditemukan etnis Tionghoa menjadi petani atau nelayan di pedalaman. Etnis Tionghoa terkonsentrasi di kota-kota besar menjadi pedagang dan pengusaha dalam berbagai bidang.

(24)

Cemara Hijau di kawasan Pulau Brayan, Komplek perumahan Sunggal di Kampung Lalang dan Komplek perumahan Setia Budi Indah di Tanjung Sari (observasi 2013). Pengelompokkan tempat tinggal pada satu wilayah ini dimungkinkan karena etnis Tionghoa masih sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Namun, fakta ini tidak menutup kemungkinan etnis Tionghoa untuk berbaur dengan penduduk Pribumi. Komplek Puri Katelia Indah di Kecamatan Medan Johor misalnya, etnis Tionghoa pada wilayah komplek ini justru menjadi minoritas. Data yang dikeluarkan pengelola komplek menyebutkan bahwa 15 keluarga dari 60 keluarga yang mendiami komplek tersebut adalah etnis Tionghoa.

Etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi di komplek Puri Katelia Indah ini sudah terbiasa hidup berdampingan. Pada beberapa kegiatan keagamaan, hampir setiap warga komplek ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti ‘proses komunikasi antar budaya etnis Tionghoa dan pribumi pada komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor”.

1.2 Perumusan Masalah

Guna memudahkan pelaksanaan penelitian, peneliti merumuskan rumusan permasalahan. Adapun permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

(25)

2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi di Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan ?

1.3 Batasan Masalah

Guna menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapatmengaburkan penelitian, maka peneliti perlu merumuskan masalah yang akan diteliti. Adapun batasan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas pada proses komunikasi antar budaya etnis Tionghoa dan etnis Pribumi.

2. Objek penelitian adalah etnis Tionghoa dan pribumi penduduk komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

3. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2014, dengan lama penelitian yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan mengetahui proses komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan pribumi Komplek Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor Kota Medan.

(26)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian dan sumber bacaan kepada mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai komunikasi, khususnya komunikasi antarbudaya.

(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2007: 45). Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:

2.1.1 Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communicatio, yang bersumber dari kata ‘communis’ yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Maka komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yangdisampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2000: 9). Pandangan ini memandang komunikator memiliki kekuatan yang kuat untuk mempengaruhi komunikan. Pesan yang disampaikan komunikator akan diterima secara utuh komunikan. Pandangan ini tidak memandang komunikan aktif, melainkan pasif.

Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community)

(28)

Sejalan dengan apa yang disampaikan Sir Gerald Barry, communication

berasal dari kata “communicare” yang artinya “to talk together, confer, discourse, and consult with another”. Lebih lanjut Barry mengemukakan, perkataan ini masih ada hubungannya dengan kata “communitas” yang artinya, “not only community but also fellowship and justice in men’s dealing with one other”.

Masih menurut Barry,

“Society is based on the possibility of men living and working together for common ends in a word, on cooperation. Through communication man share knowledge, information and experience, and thus understand persuade, convert or control their fellows.”

Carl I.Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan sikap mendefinisikan komunikasi sebagai “proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (komunikate) (dalam Purba, 2006: 29-30)

Definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication)

(29)

2.1.1.1 Unsur – Unsur Komunikasi

Dalam model komunikasi David K.Berlo (1960), unsur komunikasi terdiri dari 4 proses utama yaitu SMRC (Source, Message, Channel dan Receiver). Model tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 2.1 Model SMCR

Sumber: Cangara, 2006: 22-23. a. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bias terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber juga sering dikatakan sebagai source, sender,

atau encoder. b. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah suatu yang disampaikan pengirim kepada penerima, pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Pesan disampaikan melalui 2 cara, yaitu verbal dan nonverbal. Bisa melalui tatap muka atau melalui sebuah media

LINGKUNGAN

SUMBER PESAN MEDIA PENERIMA EFEK

(30)

komunikasi Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata

message, content, atau information (Cangara, 2006: 23). c. Media

Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Saluran komunikasi terdiri atas 3 bagian, yaitu: lisan, tertulis, dan elektronik. Misal secara personal (komunikasi interpersonal), maka media komunikasi yang digunakan adalah panca indra atau bisa memakai media telepon, telegram, telepon genggam, yang bersifat pribadi. Sedangkan komunikasi yang bersifat massa (komunikasi massa), dapat menggunakan media cetak (koran, suratkabar, majalah, dan lain - lain) , dan media elektoronik (TV, Radio). Untuk Internet, termasuk media yang fleksibel, karena bisa bersifat pribadi dan bisa bersifat massa.

d. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirm oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima adalah elemen yang penting dalam menjalankan sebuah proses komunikasi. Karena, penerima menjadi sasaran dari komunikasi tersebut. Penerima dapat juga disebut sebagai publik, khalayak, masyarakat, dan lain – lain.

e. Efek

(31)

itu negatif atau positif (De Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

f. Umpan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misal, kita sebagai seorang penulis mengirimkan sebuah artikel kepada suatu media massa. Lalu, bisa saja kita artikel kita ternyata bagus, namun ada beberapa hal yang harus diedit. Sehingga, pihak media mengembalikan artikel kita untuk diedit ulang.

g. Lingkungan

Adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor :

1. Lingkungan fisik(letak geografis dan jarak)

2. Lingkungan sosial budaya (adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial) 3. Lingkungan psikologis (pertimbangan kejiwaan seseorang ketika

menerima pesan)

4. Dimensi waktu (musim, pagi, siang, dan malam). 2.1.1.2 Fungsi Komunikasi

Menurut Effendy (1999: 8) fungsi komunikasi secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut:

(32)

c. Memperoleh hiburan (to entertain). d. Membujuk (to persuade).

Pada fungsi komunikasi to inform (menyampaikan informasi), ditujukan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik yang dilakukan oleh komunikator guna menjadikan khalayak atau publik atau komunikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Sedangkan fungsi to educate (mendidik), dilakukan oleh komunikator untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan yang bermanfaat baik secara formal, non formal maupun informal sehingga mendorong pembentukan watak dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. Fungsi komunikasi to entertain

(menghibur), yaitu fungsi yang dilakukan oleh komunikator untuk memberikan hiburan kepada khalayak atau publik atau komunikan. Dan fungsi terakhir adalah

To persuade (mempengaruhi) yaitu membujuk, mempengaruhi atau membentuk suatu opini seseorang maupun publik, meyakinkan tentang informasi-informasi yang diberikannya sehingga benar-benar mengetahui situasi yang terjadi di lingkungannnya.

2.1.2 Proses Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi ada dua tahap yaitu Primer dan Sekunder.

(33)

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Dalam proses komunikasi, media yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain dalam bentuk ide, informasi atau opini.

Kata-kata mengandung dua jenis pengertian:

1. Denotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti sebagaimana tercantum dalam kamus atau sebenarnya (dictionary meaning).

2. Konotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti emosional atau mengandung penilaian tertentu / kiasan (emotional or evaluate meaning).

Bahasa memegang peranan penting dalam proses komunikasi. Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya “Communication research in the USA” menyebutkan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of reference), paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings)yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 2003: 11-12).

b.Proses Komunikasi Secara Sekunder

(34)

TV, film, e-mail, internet dan lain-lain karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh.

Proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, film, atau media lainnya. Setiap media memiliki ciri atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian suatu pesan tertentu pula (Effendy, 2003:16).

2.1.3 Hambatan Komunikasi

Proses komunikasi yang berlangsung di antara individu tidak selalu berlangsung mulus dan lancar. Adakalanya pesan yang akan disampaikan tersebut mendapat hambatan sebelum sampai kepada komunikan. Hambatan-hambatan tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:

1. Hambatan Sosio-Antro-Psikologis a. Hambatan Sosiologis

(35)

b. Hambatan Antropologis

Dalam melancarkan komunikasi, seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikannya. “siapa” di sini bukan namanya, melainkan ras apa, bangsa apa dan suku apa. Dalam hal ini, komunikator harus mengenal kebudayaan, gaya hidup, norma kehidupan serta kebiasaan komunikannya.

c. Hambatan Psikologis

Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini umumnya disebabkan komunikator tidak mengkaji diri komunikan sebelum melancarkan komunikasi. Komunikasi sulit berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, kecewa, kesal dan lain sebagainya (Effendy, 1986 : 13).

2. Hambatan Semantis

Hambatan semantis meliputi bahasa yang digunakan oleh komunikator dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi, komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab kesalahan dalam ucapan maupun tulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) dan salah tafsir (misinterpretation) yang pada akhirnya dapat menimbulkan salah komunikasi (misunderstanding) (Effendy, 1986 :14).

3. Hambatan Mekanis

Hambatan mekanis kita jumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Seperti suara telepon yang berisik, ketikan huruf yang rusak pada media cetak, atau gambar kabur di layar televisi.

(36)

Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh orang-orang ramai atau kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang dan lain-lain saat sedang berkomunikasi (Effendy, 1986 :16).

2.1.4 Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya sendiri dapat dipahami sebagai pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: proses komunikasi antarbudaya sama seperti proses komunikasi lainnya, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis (Liliweri, 2004: 24).

Mengutip pendapat Habermas, bahwa dalam setiap proses komunikasi (apapun bentuknya) selalu ada fakta dari semua situasi yang tersembunyi di balik para partisipan komunikasi. Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat ditunjukkan oleh karakteristik antara lain; suasana yang menggambarkan derajat kebebasan, suasana di mana tidak ada lagi tekanan kekuasaan terhadap peserta komunikasi, prinsip keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan komunikator dan komunikan untuk dapat membedakan antara minat pribadi dan minat kelompok. Dari sini bisa disimpulkan bahwa iklim komunikasi antarabudaya tergantung pada 3 dimensi, yakni perasaan positif, pengetahuan tentang komunikan, dan perilaku komunikator (Liliweri, 2004: 48).

(37)

terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan non verbal menurut budaya-budaya yang bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya (verbal dan nonverbal) dan kapan mengkomunikasikanya.

Atas dasar uraian di atas, beberapa asumsi komunikasi antarbudaya didasarkan atas hal-hal berikut:

1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.

2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi. 3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.

4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. 5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.

6. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya

Pengaruh budaya atau individu dan masalah-masalah penyandian dan penyadian pesan tertulis pada gambar berikut:

Gambar 2.2

Model Komunikasi Antarbudaya

Sumber: (Mulyana, 2006: 21)

B

A

(38)

Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga kelompok bentuk

geometric yang terlukis. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing-masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tidak beraturan yang hampir menyerupai. Segi empat budaya C sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisiknya dari budaya A dan budaya B.

Dalam setiap budayanya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya lain. Ini menunjukkan individu telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk yang telah mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Hal pertama, ada pengaruh-pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individunya. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

(39)

mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder

(Mulyana, 2006: 21-22).

Model tersebut menunjukkan bahwa bisa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda ranah budaya secara ekstrim hingga interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur atau subkelompok berbeda.

2.1.4.1 Prinsip-prinsip Komunikasi AntarBudaya

Komunikasi antar budaya sebagai proses komunikasi memiliki beberapa prinsip. Prinsip – prinsip komunikasi antarbudaya sebagai berikut:

a. Relativitas Bahasa. Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan di sepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia .

(40)

kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

c. Mengurangi Ketidakpastian. Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidakpastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidakpastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.

d. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya. Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan dan kurang percaya diri.

e. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya. Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu terdapat kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya. f. Memaksimalkan hasil interaksi. Dalam komunikasi antarbudaya terdapat

(41)

konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang perilaku mana yang akan menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya. Pelaku komunikasi kemudian melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil negatif (Devito, 1997: 479-488).

Prinsip – prinsip proses komunikasi antarbudaya menunjukkan bahwa ada beberapa elemen penting dalam komunikasi antarbudaya antara lain adalah penggunaan bahasa. Bahasa yang sama akan memudahkan proses komunikasi antarbudaya yang terjadi. Contoh pada Indonesia dengan berbagai macam budaya dan bahasa daerah, untuk mengurangi resiko dalam proses komunikasi maka pemerintah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penggunaan bahasa daerah digunakan hanya pada acara budaya atau daerah tertentu saja.

2.1.4.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antar Budaya

(42)

1. Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi antarbudaya yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

a. Menyatakan identitas sosial.

Proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan ber bahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.

b. Menyatakan integrasi sosial.

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi , antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.

c. Menambah pengetahuan.

Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing (Liliweri, 2003: 11-12).

(43)

Fungsi sosial komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi antar budaya yang berguna bagi masyarakat sekitar, antara lain:

a. Pengawasan

Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan . Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

b. Menjembatani

Proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa .

c. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

(44)

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian dari kebudayaan lain. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya (Liliweri, 2003: 36-42).

2.1.4.3 Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antarbudaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Di mana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang di atas air (above waterline) dan di bawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antarbudaya yang berada di bawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:

a. Persepsi (perceptions). b. Norma (norms).

c. Stereotip (stereotypes).

d. Filosofi bisnis (business philosophy). e. Aturan (rules)

f. Jaringan (networks). g. Nilai (values).

h. Grup cabang (subcultures group) (Samovar, Larry Et, 1981: 6-17).

(45)

1. Fisik (physical). Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri dan juga media fisik.

2. Budaya (cultural). Hambatan ini berasal dari etnis yang berbeda, agama dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya. 3. Persepsi (perceptual). Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang

memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.

4. Motivasi (motivational). Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.

5. Pengalaman (Experiential). Pengalaman adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

6. Emosi (emotional). Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.

(46)

8. Nonverbal. Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.

9. Kompetisi (competition). Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12).

Peneliti akan menggunakan hambatan fisik sebagai variabel penelitian. Pemilihan ini didasarkan pada hambatan fisik mudah untuk dilihat dan diamati. Hambatan fisik bersifat lebih nyata untuk diteliti dibandingkan dengan di bawah air (above waterline).

2.1.5 Etnis Tionghoa

Kata Tionghoa telah digunakan dalam surat setia kepada tentara Nippon. Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin.

Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

(47)

kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina.

Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya di Indonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.

Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu) atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai

dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:

hanren, "orang Han").

(48)

dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berbunyi :

“Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”.

Pasal ini mengatur secara jelas mengenai Kewarganegaraan di Indonesia. Undang – undang kewarganegaraan ini lahir untuk menghindari konflik di kemudian hari.

2.2 Model Teoritis

Pada penelitian ini peneliti menggunakan model teoritis sebagai berikut: Gambar 2.3

Model Teoritis

Etnis Pribumi

Etnis Tionghoa

- Fungsi Komunikasi antarbudaya.

(49)

2.3 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2011:46).

Tabel 2.1 Operasional Variabel Variabel

Teoritis Variabel Operasional Definisi Operasional Karakteristik

Responden

- Etnis Pribumi - Penduduk bukan keturunan yang berdomisili di perumahan Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.

- Etnis Tionghoa - Penduduk keturunan tiongkok yang telah hidup berabad-abad lamanya di bumi nusantara khususnya di perumahan

- Diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan.

- Menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi , antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.

- Mengawasi budaya satu sama lain.

(50)

- Sosialisasi Nilai

19.Hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

20.Etnis yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.

21.Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal.

22.Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar.

23.Jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama.

24.Emosi atau perasaan pribadi dari pendengar.

25.Pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda.

26.Hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata.

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode atau dalam bahasa Inggris method berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk kepada tata cara yang sudah dibina bedasarkan rencana yang pasti, mapan dan logis pula (Effendy, 2003: 56). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode. Dalam penelitian, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Adapun tujuan penelitian secara deskriptif secara umum adalah untuk:

1. Mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala yang ada.

2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

3. Membuat perbandingan atau elevasi.

4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan, rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang (Kriyantono, 2007: 35)

Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut, selain itu semua yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian

(52)

ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antar budaya etnis tionghoa dan pribumi di Perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian (Nawawi, 1995: 141). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.

Tabel 3.1

Data Penduduk Perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor

NO. NAMA ALAMAT

(53)
(54)

Sedangkan sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi (Nawawi, 1995: 144). Peneliti menetapkan untuk mengambil seluruh populasi menjadi sampel atau biasa disebut sebagai total sampling. Teknik penarikan sampel dalam penelitian juga menggunakan Quota sampling (penarikan sample secara jatah). Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan. Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data. Pada penelitian ini, peneliti menentukan sampel dibagi dalam dua kelompok berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis kelamin wanita dan pria.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Agar diperoleh data yang objektif, maka peneliti menggunakan teknik untuk memperoleh data tersebut dengan cara:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan ini diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan terhadap objek yang telah dipilih yaitu dengan cara mengedarkan kuesioner. Kuesioner yaitu suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu bidang. Kuesioner ini dimaksudkan sebagai daftar pertanyaan untuk memperoleh jawaban-jawaban dari para responden (Kriyantono, 2007: 93). 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

(55)

3.4 Teknik Analisis Data

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pengumpulan data penelitian ini meliputi tahapan pengumpulan data penelitian yang selanjutnya akan diolah menggunakan teknik pengolahan data sebagai berikut:

4.1.1. Tahap Persiapan

a. Meminta izin penelitian dari Fakulta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk mengadakan penelitian.

b. Meminta data kependudukan pada pengelola perumahan Puri Katelia Indah Kecamatan Medan Johor.

c. Menentukan sampel.

d. Membuat kuesioner yang berfungsi untuk membantu pelaksanaan penelitian sesuai data yang diinginkan serta disetujui oleh dosen pembimbing.

4.1.2. Tahapan Pengumpulan Data

Proses sebagai tahapan pengumpulan data penelitian terdiri dari kegiatan:

a. Penyebaran kuesioner penelitian pada tanggal 20 Oktober 2014. Peneliti selama 11 hari melakukan pengumpulan data melalui responden dan selesai pada tanggal 30 Oktober 2014.

b. Penyebaran kuesioner diberikan kepada perwakilan dari 60 KK yang ada di perumahan Johor Katelia Indah dengan membagi menjadi 30 orang perwakilan laki-laki dan 30 orang perwakilan perempuan.

(57)

c. Peneliti memberikan keterangan seperlunya tentang kuesioner penelitian. Peneliti menanyakan satu per satu pertanyaan kepada responden.

4.1.3. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data hasil jawaban karyawan di dalam kuesioner penelitian.

Pengolahan data ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Penomoran kuesioner, proses ini dengan memberikan nomor (01-60) dalam kotak jawaban responden yang tersedia di atas kanan kuesioner dengan tulisan no identitas Responden.

b. Editing, pada tahap ini peneliti melakukan perbaikan/pembenahan dari jawaban responden yang meragukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengisian data.

c. Tabulasi data, pada tahap ini data kuesioner penelitian dimasukkan ke dalam tabel frekuensi, persentase dan selanjutnya dianalisis kecenderungan jawaban sebagai jawaban mayoritas yang menunjuk keadaan umumnya.

4.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.2.1. Sejarah Terbentuknya Kelurahan Gedung Johor

(58)

Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, maka Kelurahan Gedung Johor menjadi salah satu Kelurahan di Kecamatan Medan Johor

4.2.2. Profil Kelurahan Gedung Johor Keadaan wilayah:

• Kelurahan : Gedung Johor

• Kecamatan : Medan Johor

• Kota : Medan

• Propinsi : Sumatera Utara

• Luas Wilayah : ± 315 KM2

4.2.3. Batas-Batas dan Luas Wilayah

Kelurahan Gedung Johor adalah merupakan salah satu Kelurahan yang berada di di Wilayah Kecamatan Medan Johor yang menjadi daerah pemukiman penduduk. Terdiri atas 13 lingkungan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatas dengan Kelurahan Pangkalan Masyhur.

• Sebelah Selatan berbatas dengan Desa Namo Rambe Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.

• Sebelah Timur berbatas dengan Sungai Deli Kelurahan Titi Kuning. • Sebelah Barat berbatas dengan Sungai Babura Kelurahan Kwala Bekala.

4.2.4. Keadaan Penduduk

(59)

yang memadai, maka akan menimbulkan kendala dalam proses pembangunan itu sendiri. Kelurahan Gedung Johor memiliki 13 lingkungan yang merupakan salah satu daerah administratif terkecil dalam tata pemerintahan di Indonesia, memiliki ciri tersendiri tentang gambaran keadaan kependudukannya. Gambaran kependudukan di Kelurahan Gedung Johor dapat dilihat pada paparan di bawah ini:

Penduduk berdasarkan jenis kelamin penduduk Kelurahan Gedung Johor terdiri dari jenis kelamin pria dan wanita baik anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1

Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jumlah Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase 1

2

Pria Wanita

9.756 12.681

43,48 56,52

Total 22.437 100,00

Sumber: Kelurahan Gedung Johor (Agustus, 2014)

Pada tabel di atas diperoleh gambaran bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding dengan jenis kelamin laki-laki. Perempuan berjumlah 12.681 jiwa (56,52%) dan laki-laki berjumlah 9.756 jiwa (43,48%). Jadi ada selisih sekitar 2925 jiwa (13,04%) antara perempuan dengan laki-laki.

4.2.5. Penduduk berdasarkan Agama

(60)

Tapi, apabila ditinjau dari segi agama yang dianut penduduk Kelurahan Gedung Johor dapat di lihat pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2

Penduduk Berdasarkan Agama

NO Agama Jumlah (Jiwa) Persentase

1

Sumber: Kelurahan Gedung Johor (Agustus, 2014)

Dari tabel 4.2 jelas bahwa penduduk Kelurahan Gedung Johor mayoritas memeluk agama Islam yaitu sebanyak 9.756 jiwa (41,02%), agama Kristen Protestan 12.681 jiwa (53,32%), agama Kristen Katolik sebanyak 1.142 jiwa (4,80%), agama Budha sebanyak 163 jiwa (0,68%) dan agama Hindu sebanyak 40 jiwa (0,16%) dan Konghucu sebanyak 7 jiwa (0,02 %).

4.2.6. Pemerintahan Kelurahan Gedung Johor

(61)

bertugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberi pelayanan administrasi kepada Lurah.

Sedangkan kepala urusan bertugas menjalankan kegiatan skretariat desa sesuai bidang tugasnya masing-masing. Kepala lingkungan bertugas membantu pelaksanaan pemerintahan kelurahan di lingkungan masing-masing. Ada pun skema struktur organisasi pemerintahan Kelurahan Gedung Johor dapat dilihat pada bagan 4.1 berikut ini :

Bagan 4.1

Struktur Pemerintahan Kelurahan Gedung Johor

Sumber : Kecamatan Medan Johor (Agustus 2014)

4.3. Analisis Tabel Tunggal

Analisis tabel tunggal merupakan analisa yang peneliti lakukan dengan membagi variabel ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Analisis data frekuensi dalam tabel tunggal terdiri dari kolom frekuensi, dan persentase dari masing-masing jawaban di dalam kuesioner penelitian.

Data yang disajikan dan dibahas dalam tabel tunggal penelitian ini masing-masing sebagai berikut:

Lurah

Kelompok Jabatan Fungsional

Kaur Umum Kaur Pemerintahan

Sekretaris Lurah

Kaur Kesra Kaur

Trantib Kaur

Pembangunan

(62)

Karakteristik responden disajikan untuk mengetahui latar belakang responden meliputi usia responden, jenis kelamin responden, agama responden, suku etnis responden, dan pendidikan responden. Data secara lengkap yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat di dalam tabel adalah sebagai berikut di bawah ini:

Tabel 4.3 Usia Responden

Sumber : P1 / FC1

Berdasarkan tabel 4.3 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=60 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada Gambar 4.3 mengenai usia responden yang berusia <21 tahun sebanyak 6 (10,00 %), usia 21-30 tahun sebanyak 7 (11,67 %), yang berusia 31-40 tahun sebanyak 34 (56,67 %), yang berusia 41-50 tahun sebanyak 10 (16,67 %), dan yang berusia 51-60 tahun sebanyak 3(5,00 %).

Komplek Puri Katelia Indah merupakan pemukiman yang cukup heterogen ini dapat dilihat dari jumlah suku yang cukup beragam. Selain itu, di daerah

Gambar

Tabel 1.1 Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun
Gambar 2.1 Model SMCR
Gambar 2.2 Model Komunikasi Antarbudaya
Gambar 2.3 Model Teoritis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agrobacterium merupakan bakteri tanah gram-negatif yang termasuk pada kelompok Rhizobiaceae, mempunta kemampuan untuk mentransfer sebagian bahan genetiknya (DNA) pada sel

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil sebagai berikut : subjek dengan kemampuan matematika tinggi mampu mengoneksikan koneksi antar topik matematika

perenang menghasilkan prilaku yang tepat dalam suatu pertandmgan, pada saat. mana saran pengajaran tidaklah selalu munglun, dan kornbinasikan

Saya �dak perlu menjalani operasi rongga mulut dan tes�s saya, saya hanya menjalani pengobatan (minum obat) untuk paru-paru saya saja. Padahal secara manusia, kondisi saya

Ketujuh, faktor penyebab rendahnya kemampuan menulis teks pidato antara lain: referensi buku tata bahasa yang kurang; penguasaan kaidah yang tidak memadai; kurangnya

Sesuai dengan hasil analisis data primer, maka masing- masing instrumen yang digunakan dalam penelitian memiliki hasil uji yang menunjukkan bahwa angka cronbach

Informasi pihak terkait dalam Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya disajikan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005

c) Modal sendiri merupakan faktor yang menjadi kekuatan yang sangat penting dengan bobot skala 0,08 karena modal tidak didapatkan dari sumber lain. menurut Disperta, pasar