• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS

FISIK DENGAN KEKUATAN DAN DAYA TAHAN TARUNA

AKADEMI IMIGRASI DEPOK, JAWA BARAT

MEIRISA RAHMAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Meirisa Rahmawati

(3)

ABSTRAK

MEIRISA RAHMAWATI. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat. Dibimbing oleh HADI RIYADI.

Kekuatan dan daya tahan merupakan komponen kebugaran yang harus dimiliki Taruna Akademi Imigrasi (AIM) dalam menjalankan pendidikan. Kedua komponen ini dapat mendukung aktivitas belajar dan aktivitas fisik taruna. Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan kekuatan dan daya tahan taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan subjek penelitian sebanyak 63 taruna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara status gizi dengan kekuatan para taruna. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, aktivitas fisik dengan kekuatan dan daya tahan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi dengan daya tahan para taruna.

Kata kunci: aktivitas fisik, daya tahan, kekuatan, pola konsumsi

ABSTRACT

MEIRISA RAHMAWATI. Association of food consumption pattern and Physical Activity with Strength and Endurance of Taruna Immigration Academy Depok, West Java. Supervised by HADI RIYADI.

Strength and endurance are the important components of fitness required by to Taruna of Immigration Academy in their education. Both components are able to support learning and physical activity of taruna. This study was aimed to observe the association between consumption pattern and physical activity to strength and endurance of taruna in Immigration Academy, Depok, West Java. A cross sectional study of 63 taruna was conducted. The study showed that there was significant correlation (p<0.05) between nutritional status and strength of taruna. There is no significant correlation (p>0.05) between adequacy levels of energy, protein, fat, carbohydrate, calcium, iron, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, physical activity with strength and endurance. There was no significant correlation (p>0.05) between nutritional status and endurance of taruna.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS

FISIK DENGAN KEKUATAN DAN DAYA TAHAN TARUNA

AKADEMI IMIGRASI DEPOK, JAWA BARAT

MEIRISA RAHMAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

Judul Skripsi : Hubungan Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat Nama : Meirisa Rahmawati

NIM : I14090048

Disetujui oleh

Dr Ir Hadi Riyadi MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Kekuatan dan Daya Tahan Taruna Akademi Imigrasi Depok, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr Ir Hadi Riyadi, MS, selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

2. Ibu dr. Karina R Ekawidyani, MSc selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

3. Akademi Imigrasi dan BPSDM Hukum dan HAM yang telah memberikan perizinan dan pengambilan data sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. 4. Taruna Akademi Imigrasi tingkat III yang telah membantu dan bekerjasama

dalam pengambilan data sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

5. Papa dan Mama, abang Lucky, abang Budi serta kak Riska atas dukungan moril, materil, dan doa.

6. Teman-teman seperjuangan Feranita dan Nabil atas kerjasama, semangat dan dukungan dalam penelitian.

7. Sahabat terbaik dan tersayang Yunita Magdalena atas bantuan dalam penelitian dan dukungan serta semangat bersama dengan Yohanes.

8. Teman-teman pembahas (Elyzzabeth Mayorga, Yulita Farisa, Ryan Pranatha, dan Ika Rohmah) juga Gizi Masyarakat 46 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang memberikan banyak kenangan serta kegembiraan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan. Namun penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.

Bogor, Desember 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan Responden 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 10

Karakteristik Taruna 10

Status Gizi 11

Pola Konsumsi Pangan 13

Aktivitas Fisik 25

Tingkat Kebugaran 25

Uji Hubungan Antar Variabel 27

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

(9)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian 5

2 Nilai IMT 6

3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi 7 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 8 5 Kategori status kekuatan otot tangan berdasarkan dynamometer 8 6 Kategori nilai kebugaran fisik berdasarkan Cooper Test untuk laki-laki 8 7 Kategori nilai kebugaran fisik berdasarkan Cooper Test untuk

perempuan 8

8 Kategori nilai VO2max menurut usia untuk laki-laki 9 9 Kategori nilai VO2max menurut usia untuk perempuan 9

10 Karakteristik taruna 11

11 Sebaran taruna menurut status gizi 13

12 Sebaran taruna menurut frekuensi makan 13

13 Sebaran taruna menurut frekuensi makan di luar penyelenggaraan

makan 14

14 Sebaran taruna berdasarkan kebiasaan makan 15

15 Sebaran taruna berdasarkan kebiasaan minum 16

16 Frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian per minggu 16 17 Frekuensi konsumsi daging, telur, ikan, kerang, udang, susu, dan

kacang-kacangan per minggu 17

18 Frekuensi konsumsi sayur dan buah per minggu 19

19 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi taruna 20 20 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi 20 21 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein 21 22 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak 21 23 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 22 24 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan kalsium 23 25 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 23 26 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 24 27 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 24 28 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 25 29 Sebaran taruna berdasarkan tingkat aktivitas fisik 25 30 Sebaran taruna menurut kategori hand grip dynamometer 26

31 Sebaran taruna menurut kategori VO2max 26

32 Hasil uji hubungan karakteristik taruna dengan tingkat kecukupan 27 33 Hasil uji hubungan karakteristik taruna dengan status gizi 28

34 Status gizi taruna berdasarkan asal daerah 28

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap kekuatan dan daya tahan Taruna Akademi Imigrasi

Depok, Jawa Barat 4

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Imigrasi merupakan baris terdepan sebagai penjaga pintu gerbang negara, artinya imigrasi adalah pihak pertama yang menerima kedatangan orang asing dari luar negeri. Imigrasi membutuhkan Aparatur keimigrasian yang terampil dan profesional yang bertugas sebagai penegak hukum demi melindungi negara dari ancaman orang asing. Akademi imigrasi (AIM) adalah tempat pendidikan kedinasan yang akan mencetak kader pemimpin di lingkungan Direktorat Jendral Imigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM. Lulusan AIM akan ditempatkan di seluruh kantor imigrasi di Indonesia dan atau menjadi perwakilan imigrasi di luar negeri (Anonim 2009).

Selama menjalankan masa pendidikan, Taruna AIM dituntut untuk memiliki kekuatan dan ketahanan fisik serta kesiapan mental dan jiwa korsa. Semua itu akan mereka dapatkan dari pendidikan dan latihan-latihan fisik yang diberikan. Latihan-latihan fisik seperti olahraga merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari mereka karena dapat meningkatkan kebugaran dalam melakukan kegiatan. Menurut Strong (1999), anggota layanan individu atau sekolah kedinasan harus memiliki stamina dan kekuatan yang baik untuk dapat melakukan setiap tugas yang dijalankan. Selain olahraga, ketersediaan zat gizi dalam tubuh juga berperan dalam meningkatkan kebugaran fisik taruna.

Kebugaran adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasakan kelelahan yang berarti dan masih dapat melakukan aktivitas fisik di waktu luang serta aktivitas tak terduga dengan cadangan energi yang masih dimiliki (Fatmah 2011). Daya tahan kardiorespiratori dan kekuatan otot merupakan komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kedua komponen tersebut memiliki manfaat dalam menjaga dan meningkatkan kinerja seseorang dalam melakukan aktivitas fisik. Kebugaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, genetik, akivitas fisik, kebiasaan merokok dan status gizi (Fatmah 2011). Asupan zat gizi yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas sangat dibutuhkan untuk mencapai kebugaran. Kecukupan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Kecukupan zat gizi tercapai apabila asupan energi yang dikonsumsi sama dengan energi yang dikeluarkan untuk beraktivitas.

Jumlah zat gizi yang dibutuhkan setiap orang berbeda-beda tergantung pada usia, berat badan, jenis kelamin, aktivitas fisik, kondisi lingkungan (misalnya suhu), dan keadaan tertentu (misalnya sakit) (Irianto 2007). Bagi taruna AIM yang dituntut untuk memiliki kebugaran yang baik dengan aktivitas tinggi, memerlukan makanan yang lebih banyak dari orang pada umumnya. Kualitas dan kuantitas makanan serta pola konsumsi pangan sangat erat hubungannya dengan keadaan gizi, ketahanan fisik, dan produktivitas kerja. Rachmawati (2002) mengatakan bahwa antara konsumsi pangan dengan pengeluaran energi yang meliputi aktivitas fisik, memiliki hubungan yang erat.

(12)

2

ketidakseimbangan antara konsumsi energi dengan pengeluaran energi dari para Taruna Akpol. Penelitian terhadap hubungan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan kekuatan dan daya tahan ini pun belum pernah dilakukan pada Taruna AIM di Depok. Terbatasnya penelitian tentang topik ini dan masalah gizi juga menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan penelitian ini karena gizi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kekuatan dan daya tahan para Taruna. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian hubungan pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik untuk melihat keseimbangan antara konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan keseimbangan energi yang akan menentukan kekuatan dan daya tahan Taruna AIM.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap kekuatan dan daya tahan Taruna Akademi Imigrasi (AIM) Depok.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik taruna meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan asal daerah.

2. Menganalisis pola konsumsi taruna meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C

3. Menganalisis status gizi dan aktivitas fisik taruna.

4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan tingkat kekuatan dan daya tahan taruna

5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan tingkat kekuatan dan daya tahan taruna

6. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kekuatan dan daya tahan taruna

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan tingkat kekuatan dan daya tahan taruna

2. Terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat kekuatan dan daya tahan taruna

(13)

3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola konsumsi, tingkat kecukupan gizi, status gizi dan aktivitas fisik Taruna Akademi Imigrasi. Hal ini penting agar Taruna dapat mengatur pola konsumsi makan yang tepat sesuai dengan kebutuhan gizi masing-masing individu. Selain itu, Taruna juga mendapatkan gambaran dan informasi mengenai hubungan pola konsumsi terhadap kekuatan dan daya tahannya. Pola konsumsi yang baik dan tepat pada Taruna dapat memenuhi kebutuhan gizinya menjadi lebih baik sehingga Taruna mempunyai status gizi yang baik dan dapat melakukan aktivitas fisik tanpa rasa lelah yang berarti.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kekuatan dan daya tahan merupakan komponen kebugaran yang harus dimiliki Taruna Akademi Imigrasi (AIM) dalam menjalankan pendidikan mereka. Kedua komponen kebugaran ini dapat mendukung aktivitas belajar dan aktivitas fisik taruna. Pola konsumsi pangan taruna juga memegang peranan penting terhadap kekuatan dan daya tahan yang mereka miliki. Pola konsumsi pangan yang tepat akan memenuhi kecukupan zat gizi Taruna AIM selama berada di asrama pendidikan.

Karakteristik yang dimiliki setiap Taruna AIM berbeda-beda baik menurut usia, jenis kelamin maupun asal daerah. Hal ini dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan mereka karena pola konsumsi pangan merupakan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari berdasarkan pada faktor sosial dan budaya mereka. Pangan yang dikonsumsi nantinya akan menghasilkan energi dan zat gizi yang dapat dihitung tingkat kecukupannya sesuai dengan umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan faktor aktivitasnya. Konsumsi pangan yang cukup sangat diperlukan tubuh untuk dapat melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik, baik untuk berolahraga maupun untuk melakukan kegiatan sehari-hari, memerlukan energi dari hasil pembakaran makanan yang telah dikonsumsi. Jika konsumsi zat gizi seimbang dengan pengeluarannya maka tingkat kecukupan zat gizi juga akan terpenuhi.

(14)

4

Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan:

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Pengaruh yang diteliti Pengaruh yang tidak diteliti

Pola Konsumsi

Tingkat Kecukupan Energi

dan Zat Gizi

Aktivitas fisik

 Olahraga

 Aktivitas pribadi

Status Gizi

Kekuatan Otot Daya Tahan

Kardiorespiratori

 Genetik

 Kebiasaan Merokok

Karakteristik Contoh

 Usia

 Jenis kelamin

 Berat Badan

 Tinggi Badan

(15)

5

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross-Sectional Study

yang dilaksanakan di Sekolah Akademi Imigrasi yang terletak di Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses peneliti ke lokasi penelitian tersebut. Waktu pengambilan data penelitian dimulai dari bulan Mei sampai Juli 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Responden

Penelitian ini menggunakan populasi yaitu Taruna Akademi Imigrasi yang masih terdaftar sebagai siswa pendidikan selama penelitian ini berlangsung. Populasi penelitian berjumlah 63 orang taruna tingkat III yang dipilih secara

purposive. Jumlah populasi yang diambil berdasarkan jumlah keseluruhan Taruna Akademi Imigrasi tingkat III yang terdiri dari 57 orang taruna dan 6 orang taruni.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan data 1 Karakteristik

taruna

Jenis kelamin Wawancara langsung dengan kuesioner

Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan Tinggi badan diukur dengan

menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm IMT (BB dan TB) IMT dihitung dengan

menggunakan WHO 2007 2 Konsumsi pangan Pola konsumsi Wawancara dan Food

frequency

Kecukupan zat gizi Wawancara dan recall 1x24 jam selama 2 hari yang berbeda

3 Aktivitas fisik Aktivitas fisik pada hari pendidikan dan hari libur

Record aktivitas fisik dan wawancara

4 Tingkat kekuatan dan daya tahan

Kekuatan Kekuatan pegangan tangan kiri dan tangan kanan diukur menggunakan Grip Dynamometer

Ketahanan kardiorespiratori Hasil tes lari 12 menit Cooper

(16)

6

berat badan, tinggi badan dan asal daerah), pola konsumsi, macam aktivitas serta data kekuatan taruna (menggunakan Grip Dynamometer). Data sekunder yang digunakan meliputi data aktivitas resmi taruna, macam menu yang dihidangkan, dan ketahanan kardiorespiratori taruna (hasil tes lari 12 menit Cooper) yang diperoleh dari data hasil tes yang telah dilakukan oleh pihak Akademi Imigrasi untuk menentukan mengetahui kekuatan dan daya tahan taruna. Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci dapat diihat pada Tabel 1.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan

Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Data karakteristik taruna diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai taruna.

Data antropometri taruna yang diukur berupa data tinggi badan (cm) dan berat badan (kg) yang digunakan untuk mengukur data status gizi dengan menggunakan IMT. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtoise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu berat badan dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh (IMT). Nilai indeks massa tubuh menurut IMT disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Nilai IMT di Indonesia

Kategori IMT

Kekurangan berat badan tingkat berat <17 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0-18.4

Normal 18.5-25.0

Kelebihan berat badan tingkat ringan >25.0-27.0 Kekurangan berat badan tingkat berat >27.0

Sumber: Depkes 2002

Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi taruna yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).

(17)

7 Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j

Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) taruna digunakan rumus:

Keterangan:

AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg)

AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasioanal Pangan dan Gizi (WKNPG 2004).

Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus.

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi contoh

Untuk menentukan kecukupan energi taruna digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu Proses Estimasi AKE Dewasa

AKE = Angka kecukupan energi (kkal) BB = Berat badan (kg)

PAL = Nilai Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi taruna dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi dan protein a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan)

b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) d. Normal (90-119% angka kebutuhan)

e. Di atas angka kebutuhan (≥120% angka kebutuhan) Vitamin dan mineral a. Kurang (<77% angka kebutuhan)

b. Cukup (≥77% angka kebutuhan) Sumber: Gibson (2005)

Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode record dan wawancara langsung, hasilnya akan diperoleh dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk aktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan

AKGI = (Ba/Bs) x AKG

TKG = (K/AKGI) x 100

(18)

8

seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan:

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas)

PAR =Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Kemudian PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut Mahan et al. (2008) seperti yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Aktivitas sangat ringan 1-<1.4 Aktivitas ringan 1.4-<1.6 Aktivitas sedang 1.6-<1.9 Aktivitas berat 1.9-<2.5

Sumber: Krause’s food and nutrition therapy (2008)

Data tingkat kekuatan dapat diukur dengan pengukuran kekuatan berdasarkan kontraksi isometrik menggunakan alat pengukur Grip Dynamometer. Kemudian hasil yang diperoleh dikategorikan menjadi tiga kategori seperti yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Kategori status kekuatan otot tangan berdasarkan dynamometer Usia Laki-Laki Perempuan

Lemah Normal Kuat Lemah Normal Kuat 18-19 <35.7 35.7-55.5 >55.5 <19.2 19.2-31.0 >31.0 20-24 <36.8 36.8-56.6 >56.6 <21.5 21.5-35.3 >35.3 25-29 <37.7 37.7-57.5 >57.5 <25.6 25.6-41.4 >41.4

Sumber: Alat ukur grip dynamometer

Tabel 6 Kategori nilai kebugaran fisik berdasarkan Cooper Test untuk laki-laki Usia

(tahun)

Kategori nilai kebugaran fisik

Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 17-19 >3000m 2700-3000m 2500-2699m 2300-2499m <2300m 20-29 >2800m 2400-2800m 2200-2399m 1600-2199m <1600m

Sumber: (Mackenzie 1997).

Tabel 7 Kategori nilai kebugaran fisik berdasarkan Cooper Test untuk perempuan Usia

(tahun)

Kategori nilai kebugaran fisik

Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 17-19 >2300m 2100-2300m 1800-2099m 1700-1799m <1700m 20-29 >2700m 2200-2700m 1800-2199m 1500-1799m <1500m

Sumber: (Mackenzie 1997).

Data tingkat ketahanan kardiorespiratori dilakukan dengan menggunakan data sekunder tes lari 12 menit Cooper dengan mengukur nilai VO2max. Pada tes ini jarak tempuh oleh taruna tidak ditentukan, yang ditentukan adalah waktu tempuh selama 12 menit. Kemudian jarak tempuh diukur setelah taruna berlari

(19)

9 selama 12 menit. Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan kategori nilai kebugaran taruna berdasarkan jarak lari yang ditempuh oleh taruna.

Setelah dilakukan penilaian kebugaran fisik berdasarkan Cooper Test, maka dapat diketahui nilai VO2 max. Untuk menghitung berapa VO2 max maka digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh taruna tersebut.

Total VO2max = ((Total jarak yang ditempuh – 504.9) ÷ 44.73))

Selanjutnya nilai VO2 max dapat dikategorikan berdasarkan usia taruna. Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan kategori penilaian VO2 max menurut usia.

Tabel 8 Kategori nilai VO2 max menurut usia untuk laki-laki

Usia (tahun)

Kategori nilai ketahanan fisik (ml/kg/min)

Super Sangat Baik Baik Cukup Kurang 20-29 >55 51-55 46-50 42-45 <42 30-39 >53 48-53 44-47 41-43 <41

Sumber: (Heywood 2006).

Tabel 9 Kategori nilai VO2 max menurut usia untuk perempuan

Usia (tahun)

Kategori nilai ketahanan fisik (ml/kg/min)

Super Sangat Baik Baik Cukup Kurang 20-29 >49 44-49 40-43 36-39 <36 30-39 >45 41-45 37-40 34-36 <34

Sumber: (Heywood 2006).

Uji Statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain

1. Karakteristik taruna meliputi: umur, jenis kelamin, dan asal daerah menggunakan analisis deskriptif.

2. Pola konsumsi pangan taruna menggunakan analisis deskriptif.

3. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi taruna menggunakan analisis deskriptif 4. Status gizi taruna menggunakan analisis deskriptif.

5. Aktivitas fisik taruna menggunakan analisis deskriptif.

6. Kekuatan dan daya tahan taruna menggunakan analisis deskriptif.

7. Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan kekuatan dan daya tahan taruna dengan menggunakan analisis korelasi Pearson dan Spearman.

8. Hubungan antara status gizi dengan kekuatan dan daya tahan taruna menggunakan uji korelasi Pearson.

(20)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Akademi Imigrasi dibentuk karena konsekuensi logis akan kebutuhan aparatur keimigrasian yang terampil dan profesional dengan tugas sebagai penegak hukum dalam trifungsi Imigrasi (Public service, Security & Law enforcement, National Economic Fasilitator). Akademi Imigrasi berdiri pada tanggal 21 Desember 1962 berdasarkan pengukuhan dari Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor J.P.17/59/11 tahun 1962. Akademi Imigrasi berada dibawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Tugas pokok dari Akademi Imigrasi adalah melaksanakan pendidikan pada jalur pendidikan profesional program diploma III yang ditujukan pada keahlian khusus dalam bidang keimigrasian. Pada Sub Bagian Akademik dan Ketarunaan mengacu pada sistem Pengajaran, Pelatihan dan Pengasuhan (JARLATSUH) (BPSDM Hukum dan HAM 2013).

Taruna Akademi Imigrasi yang dididik dibawah pengawasan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI merupakan orang-orang terpilih yang diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu untuk mengikuti pendidikan kedinasan di Akademi Imigrasi. Persyaratan yang diajukan untuk seleksi menjadi taruna Akademi Imigrasi antara lain:

1. Pria atau wanita,

2. Pendidikan SLTA / sederajat

3. Umur minimal 18 tahun dan maksimal 22 tahun,

4. Tinggi badan minimal 168 cm untuk pria dan minimal 160 cm untuk wanita,

5. Berbadan sehat, tidak cacat fisik dan mental, tidak berkacamata, tidak tuli, tidak bertato, dan tidak buta warna dibuktikan dengan surat keterangan dokter rumah sakit pemerintah,

6. Bebas HIV/AIDS, bebas narkoba, hepatitis dan paru-paru sehat, 7. Belum pernah menikah,

8. Mengikuti seleksi ujian yang terdiri dari seleksi administrasi, ujian tulis tes kompetensi dasar (TKD), tes kesehatan dan kesamaptaan (tes lari selama 12 menit, pull-up, sit-up, push-up,shuttle-run), dan Psikotes serta tes pengamatan fisik dan keterampilan (KEMENKUM HAM 2013).

Pendidikan taruna Akademi Imigrasi dijalani selama 3 tahun. Selama masa pendidikan, taruna juga memiliki beberapa kegiatan selain kegiatan akademik, yaitu marching bands, pasukan khusus taruna, immigration academy big band,

scuba diving, menembak, paduan suara, klub tari, klub olahraga, English club,

band taruna AIM, dan pengajian rutin.

Karakteristik Taruna

(21)

11 Tabel 10 Karakteristik taruna

Karakteristik Nilai

Umur (Median (Min;Max)) 21(20;24) Jenis Kelamin (n (%))

Laki-Laki Perempuan

57 (90.5%) 6 (9.5%) Berat Badan (Rata-rata±Stdev) 68.4±8.5 Tinggi Badan (Rata-rata±Stdev) 172.8±5.7 Asal Daerah (n (%)) kelompok, yaitu remaja (usia <20 tahun), dewasa awal (usia 20-40 tahun), dewasa madya (usia 41-65 tahun), dan dewasa akhir (usia>65 tahun). Kisaran usia taruna Akademi Imigrasi tingkat III menurut teori tersebut berada dalam kelompok usia dewasa awal yaitu antara usia 20-40 tahun. Jumlah taruna terbesar berada pada usia 21 tahun (52.4%) sedangkan jumlah taruna terkecil berada pada usia 24 tahun (6.3%).

Jenis Kelamin

Kementerian Hukum dan HAM mencantumkan kuota penerimaan dalam persyaratan pelamar calon taruna Akademi Imigrasi. Proporsi kuota yang telah ditetapkan lebih banyak jumlah laki-laki dibandingkan perempuan. Sebagian besar taruna dalam penelitian berjenis kelamin laki-laki dan sebagian kecil taruna berjenis kelamin perempuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10. Hal ini sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan dengan 6 orang perempuan.

Berat Badan

Berat badan adalah salah satu pengukuran antropometri yang paling sering digunakan dalam penelitian untuk memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makan yang menurun. Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral tulang. Seiring dengan bertambahnya umur, jumlah lemak orang dewasa mengalami peningkatan dan penurunan pada protein otot (Syafiq et al. 2007).

(22)

12

Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu komponen dalam menentukan status gizi sehingga pengukuran tinggi badan secara akurat sangat penting untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). Tinggi badan yang dihubungkan dengan umur dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu (Syafiq et al

2007). Jumlah taruna terbanyak berada pada kisaran tinggi badan 170-173 cm. Secara keseluruhan, rata-rata tinggi badan taruna Akademi Imigrasi adalah 172.8 ± 5.6 cm sedangkan rata-rata tinggi badan taruna menurut jenis kelamin adalah 173.8 ± 4.8 cm pada laki-laki dan 163.4 ± 3.5 cm pada perempuan. Rata-rata tinggi badan taruna menurut jenis kelamin tersebut, telah memenuhi standar tinggi badan untuk usia 19-29 tahun berdasarkan hasil WKNPG tahun 2012, yaitu sebesar 168 cm untuk laki-laki dan 159 cm untuk perempuan (Hardinsyah et al

2012). Asal Daerah

Akademi Imigrasi adalah sekolah kedinasan yang berada dibawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan HAM RI. Kampus Akademi Imigrasi hanya ada satu di Indonesia yang terletak di Depok. Taruna yang menjalani pendidikan di kampus pengayoman ini berasal dari berbagai daerah di Indoneisa. Tabel 10 menunjukkan bahwa lebih dari separuh taruna berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa. Selain dari pulau Jawa, taruna juga banyak yang berasal dari berbagai daerah yang berada di pulau Sumatera. Hanya sebagian kecil taruna yang berasal dari berbagai daerah yang tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Papua.

Status Gizi

Status gizi adalah gambaran kondisi kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan (Anwar & Riyadi 2009). Status gizi dapat diukur dan dinilai secara langsung dengan beberapa cara, yaitu antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Antropometri merupakan pengukuran yang paling sering digunakan karena relatif murah, mudah dan tidak menimbulkan rasa sakit pada orang yang diukur.

Pengukuran berat badan dan tinggi badan sangat penting untuk menilai status gizi orang dewasa dengan menggunakan indikator indeks massa tubuh (IMT). IMT mencerminkan besarnya cadangan energi di dalam tubuh. Cadangan tersebut berasal dari kelebihan energi yang didapat dari makanan (Susilowati 2007).

(23)

13 gizi seseorang adalah pola konsumsi makan sehari-hari, aktivitas fisik dan status kesehatan.

Tabel 11 Sebaran taruna menurut status gizi

Kategori n %

Kekurangan BB tingkat berat 0 0 Kekurangan BB tingkat ringan 2 3.2

Normal 52 82.5

Kelebihan BB tingkat ringan 9 14.3 Kelebihan BB tingkat berat 0 0

Total 63 100

Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso 2004). Pada penelitian ini pola konsumsi pangan dilihat dari aspek kebiasaan makan, konsumsi berbagai pangan dan tingkat kecukupan taruna.

Kebiasaan makan

Frekuensi makan sehari

Frekuensi makan taruna dibedakan antara hari pendidikan dan hari libur. Terjadi perubahan frekuensi makan taruna pada hari libur. Pada hari libur, beberapa taruna mengurangi dan menambah frekuensi makannya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12 Sebaran taruna menurut frekuensi makan

Frekuensi Makan Hari Pendidikan Hari Libur

(kali/hari) n % n %

2 0 0 11 17.5

3 60 95.2 26 41.3

>3 3 4.8 26 41.3

Total 63 100 63 100

Pada hari pendidikan, hampir seluruh taruna (95.2%) makan sebanyak tiga kali dalam sehari dan sebagian kecil taruna makan lebih dari tiga kali dalam sehari. Sedangkan dihari libur, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, frekuensi makan taruna pada hari libur mengalami perubahan. Sebagian taruna mengubah frekuensi makannya menjadi dua kali dalam sehari dan sebagian taruna lain mengubah frekuensi makannya menjadi lebih dari tiga kali sehari. Sebanyak 41.3% taruna yang frekuensi makannya tetap tiga kali dalam sehari.

(24)

14

waktu makan, taruna boleh tidak mengonsumsi makanan yang telah disediakan. Bila tidak mengonsumsi makanan yang telah disediakan oleh pihak penyelenggaraan makanan AIM, taruna biasanya mengonsumsi makanan dari kantin yang berada di bawah ruang makan mereka. Berikut sebaran taruna menurut frekuensi makan diluar makanan yang telah disediakan oleh penyelenggara makan AIM yang ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran taruna menurut frekuensi makan diluar penyelenggaraan makanan

Frekuensi Makan Diluar Penyelenggaraan Makanan

Hari Pendidikan Hari Libur

n % n %

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa baik hari pendidikan maupun hari libur, frekuensi makan taruna diluar makanan yang telah disediakan penyelenggara makan AIM adalah sebanyak 1-2 kali dalam sehari. Alasan taruna mengonsumsi makanan selain yang telah disediakan karena jenis makanan yang lebih bervariasi dan rasa makanan yang lebih enak.

Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (suka atau tidak suka) dan pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan taruna sangat penting karena dapat mempengaruhi kecukupan energi dan zat gizi pada tubuhnya. Energi dan zat gizi yang cukup diperlukan agar taruna dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pihak AIM menyediakan penyelenggaraan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi para taruna selama menjalankan pendidikan. Namun para taruna tidak diwajibkan untuk mengonsumsi makanan yang disediakan dan diperbolehkan makan di kantin setelah waktu makan berakhir. Hal ini untuk menghindari rasa bosan yang timbul pada taruna.

Pada hari pendidikan sebanyak 77.8% taruna melakukan sarapan dan sisanya menyatakan kadang-kadang melakukan sarapan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14. Pada hari libur, sebagian taruna (50.8%) menyatakan kadang-kadang melakukan sarapan. Sebanyak 34.9% taruna menyatakan selalu sarapan. Berkurangnya persentase taruna yang menyatakan selalu sarapan pada hari libur dikarenakan pada hari libur taruna memiliki waktu bebas dan diizinkan bermalam di luar asrama sehingga tidak terikat dengan peraturan yang mengharuskan mereka untuk sarapan bersama. Pada hari libur, juga terdapat taruna yang mengubah kebiasaan sarapannya menjadi tidak pernah sarapan.

(25)

15 pendidikan juga seperti susunan menu makan siang. Namun, pada hari libur sebanyak 42.9% taruna ada yang memilih susunan menu yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dengan buah atau tanpa buah.

Kebiasaan taruna mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) juga dilihat. Lebih dari separuh taruna menyatakan kadang-kadang mengonsumsi makanan cepat saji baik pada hari pendidikan (42.9%) maupun pada hari libur (71.4%). Tingginya persentase kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji ini, lebih banyak dilakukan ketika hari libur. Pada hari pendidikan sebanyak 23.8% menyatakan tidak pernah mengonsumsi makanan cepat saji dan hanya sebanyak 4.8% yang menyatakan tidak mengonsumsi makanan cepat saji pada hari libur. Kebiasaan makan seseorang terbentuk sejak kecil dan dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan serta tingkat kemajuan ekonomi orang tersebut (Wardiatmo 1989 dalam Khomsan et al

2006).

Tabel 14 Sebaran taruna berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasan Makan Hari Pendidikan Hari Libur

n % n %

(26)

16

tubuh seperti oksigen dan kemudian dibawa ke seluruh sel yang membutuhkan. Konsumsi air terdiri atas air yang diminum dan yang berasal dari makanan, serta air hasil metabolisme (Almatsier 2009). Berikut data sebaran taruna berdasarkan kebiasaan minum air putih dan Sport Drink yang ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran taruna berdasarkan kebiasaan minum

Kebiasan Minum Hari Pendidikan Hari Libur

n % n %

Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar kebiasaan konsumsi air putih taruna lebih dari 8 gelas setiap harinya. Hal ini sesuai rekomendasi kebutuhan air yang harus dipenuhi setiap harinya yaitu antara 8-10 gelas setiap harinya (Irawan 2007). Namun, sebagian taruna lainnya masih mengkonsumsi air putih kurang dari 8 gelas sehari. Selain konsumsi air putih, sebagian kecil taruna juga ada yang mengonsumsi Sport Drink. Sport Drink merupakan salah satu produk pangan yang mengandung gula dan elektrolit (Putri 2012). Produk ini dapat mencegah dehidrasi dan menjaga keseimbangan elektrolit di dalam tubuh pada orang yang melakukan aktivitas atau olahraga. Keseimbangan cairan-elektrolit dapat berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot (Irawan 2007).

Konsumsi bahan pangan

Tabel 16 Frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian per minggu No Jenis Pangan Rata-Rata ± Standar Deviasi Min; Max

1 Serealia,umbi-umbian, dan olahnnya

1. Nasi 19.9 ± 3.6 7; 21

(27)

17 taruna dan memberikan gambaran mengenai pola konsumsi pada satu bulan sebelumnya. Taruna diberikan pertanyaan mengenai jenis dan frekuensi makan yang biasa dilakukan dalam satu bulan. Frekuensi bahan pangan taruna dapat dilihat pada Tabel 16, 17, dan 18. Tabel tersebut menunjukkan rata-rata, minimum dan maksimum konsumsi bahan pangan setiap minggunya.

Berdasarkan Tabel 16, diketahui bahwa taruna lebih banyak mengonsumsi nasi sebagai bahan pangan sumber karbohidrat dengan rata-rata konsumsi sebanyak 19 sampai 20 kali dalam seminggu. Konsumsi nasi minimum dan maksimum dalam seminggu oleh taruna adalah sebanyak 7 kali dan 14 kali. Jenis bahan pangan sumber karbohidrat lainnya yang dikonsumsi oleh taruna, yaitu lontong, bubur, jagung, mie, roti, biskuit, kentang, singkong dan ubi. Rata-rata konsumsi bahan pangan tersebut sangat sedikit bila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi nasi. Hal ini karena nasi merupakan bahan pangan sumber karbohidrat yang selalu disediakan oleh penyelenggara makan AIM. Selain nasi, roti dan biskuit juga menjadi sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi taruna dengan rata-rata konsumsi sebanyak 4 sampai 5 kali dan 3 sampai 4 kali dalam seminggu. Pihak penyelenggara makan AIM terkadang menyediakan roti untuk dikonsumsi pagi-pagi.

Tabel 17 Frekuensi konsumsi daging, telur, ikan, kerang, udang, susu, dan kacang-kacangan per minggu

No Jenis Pangan Rata-Rata ± Standar Deviasi Min; Max 1 Daging dan olahannya

1. Ayam 6.7 ± 5.5 0; 21

2. Daging sapi 2.7 ± 2.4 0; 7 3. Hati Sapi 1.3 ± 1.7 0; 7

4. Sosis 1.2 ± 1.8 0; 7

5. Bakso 1.2 ± 1.7 0; 7

2 Telur dan Olahannya

1. Telur ayam 5.9 ± 4.1 0; 14 2. Telur bebek 0.4 ± 0.7 0; 4

3 Ikan, kerang, udang, dan olahannya

1. Ikan basah 2.5 ± 2.8 0; 14

5 Kacang-kacangan dan olahannya

(28)

18

Protein merupakan zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, serta pertahanan dan detoksifikasi (Devi 2010). Pangan hewani dan pangan nabati adalah bahan pangan sumber protein. Pangan hewani yang biasa dikonsumsi oleh taruna, yaitu daging dan olahannya; telur dan olahannya; ikan, kerang udang dan olahannya; serta susu dan olahannya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 17. Sebagian besar taruna banyak yang mengonsumsi daging ayam, telur ayam dan susu segar. Rata-rata konsumsi daging ayam sebanyak 6 sampai 7 kali setiap minggu, telur ayam sebanyak 5 sampai 6 kali setiap minggu dan susu segar sebanyak 4 sampai 5 kali setiap minggu. Banyaknya konsumsi daging ayam oleh taruna karena bahan pangan ini mudah diakses. Selain disediakan oleh pihak penyelenggara makan, daging ayam juga dapat dibeli dari kantin yang berada di kampus mereka. Begitu juga dengan telur ayam dan susu, bahan pangan tersebut juga disediakan pihak penyelenggara makan dan tersedia dikantin mereka. Untuk daging sapi, daging ikan dan susu kental manis rata-rata konsumsi mereka dalam seminggu adalah 2 sampai 3 kali. Jenis bahan pangan hewani lainnya rata-rata konsumsinya lebih sedikit dari daging sapi dan daging ikan.

Pangan nabati yang biasa dikonsumsi taruna adalah tahu, tempe, oncom, kacang merah, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai seperti yang ditunjukkan pada Tabel 17. Tempe merupakan pangan nabati yang paling sering dikonsumsi oleh taruna dengan rata-rata konsumsi 7 sampai 8 kali setiap minggunya. Selain tempe, tahu juga sering dikonsumsi dengan rata-rata konsumsi 6 sampai 7 kali setiap minggu. Kedua bahan pangan ini hampir setiap hari ada dalam menu makan mereka. Maksimum konsumsi tahu dan tempe dalam seminggu oleh taruna adalah sebanyak 21 kali atau dapat dikatakan sebanyak 3 kali dalam satu hari.

Sayur dan buah merupakan sumber zat pengatur bagi tubuh. Zat pengatur yang terdapat dalam sayur dan buah berupa vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral yang biasa ditemukan didalam sayur dan buah diantarannya vitamin A, vitamin B, vitamin C, zat besi dan kalsium. Pada sayuran dengan daun berwarna hijau dan berwarna jingga/orange mengandung lebih banyak provitamin A berupa beta-karoten. Selain itu, pada sayuran berwarna hijau juga kaya akan kalsium, zat besi dan vitamin C. Sayur kacang-kacangan seperti buncis dan kacang panjang kaya akan vitamin B (Almatsier 2009). Porsi sayur yang dianjurkan menurut Almatsier (2009) untuk orang dewasa adalah sebanyak 1½-2 mangkok atau 150-200 gram sehari.

Sayur yang biasa di konsumsi oleh taruna adalah sayur yang berwarna hijau dan kuning jingga serta sayur kacang-kacangan seperti bayam, daun singkong, kangkung, wortel, buncis, dan kacang panjang. Sayur yang banyak dikonsumsi oleh taruna adalah bayam, kangkung dan wortel. Pada Tabel 18 menunjukkan rata-rata konsumsi taruna pada ketiga jenis bahan pangan tersebut, yaitu 2-3 kali dalam seminggu. Banyak konsumsi bayam, kangkung dan wortel berkaitan dengan menu yang disajikan oleh penyelenggara makan AIM. Menu bobor sayur dan sop cukup sering dihidangkan oleh pihak penyelenggara. Sayur yang digunakan dalam bobor sayur biasanya bayam atau kangkung. Pada menu sop jenis sayuran yang biasa digunakan adalah wortel.

(29)

19 kalium, kalsium dan zat besi (Sediaoetama 2009). Provitamin A banyak ditemukan pada buah berwarna kuning, seperti mangga, papaya, dan pisang. Buah tidak mengandung natrium, lemak (kecuali alpukat), dan kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 2-3 potong atau 200-300 gram sehari (Almatsier 2009). Buah yang biasa dikonsumsi oleh taruna diantaranya alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, melon, papaya, pisang dan semangka. Pisang, papaya, semangka dan melon merupakan jenis buah yang banyak dikonsumsi oleh taruna. Rata-rata konsumsi buah tersebut sebanyak 3-4 kali dalam seminggu. Pihak penyelenggara makan AIM biasa menggunakan keempat jenis buah tersebut untuk menyajikan menu buah mereka. Buah lainnya yang biasa dikonsumsi taruna dengan cara dijus dengan rata-rata konsumsi sebanyak 1 sampai 2 kali dalam seminggu.

Tabel 18 Frekuensi konsumsi sayur dan buah per minggu

No Jenis Pangan Rata-Rata ± Standar Deviasi Min; Max 1 Sayuran

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi

(30)

20

energi. Tingkat kecukupan lemak terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu defisit (<20% AKE), normal (20-30% AKE) dan lebih (>30% AKE), begitu juga dengan tingkat kecukupan karbohidrat. tingkat kecukupan karbohidrat terbagi ke dalam 3 kategori, yaitu defisit (<60% AKE), normal (60-70% AKE) dan lebih (>70% AKE).

Tabel 19 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi taruna Variabel Rata-Rata Konsumsi Tingkat kecukupan (%) Energi (kkal) 2409 ± 741.9 90

Energi sangat dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup guna menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktivitas harian. Keseimbangan antara energi yang masuk melalui makanan dengan energi yang keluar untuk melakukan aktivitas harian perlu diperhatikan agar mendapatkan kondisi fisik yang optimal. Berdasarkan Tabel 19, konsumsi rata-rata taruna sebesar 2409 kkal. Setelah dibandingkan dengan rata-rata angka kecukupan energi taruna yang diperoleh menggunakan estimasi kecukupan energi dari WKNPG 2004, rata-rata tingkat kecukupan energi taruna tergolong kategori normal. Berikut data sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi yang ditunjukkan pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Energi n %

Berdasarkan Tabel 20, diketahui bahwa sebagian besar taruna (30.2%) memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit berat. Jumlah taruna dengan tingkat kecukupan energi normal berada sedikit dibawah taruna yang mengalami defisit berat yaitu sebesar 27.0% taruna. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sari (2013) kepada atlet senam di sekolah Ragunan, Jakarta Selatan, tingkat kecukupan energi para atlet juga diketahui mengalami defisit berat sebanyak 89.5% dan sisanya mengalami defisit sedang. Tidak ada taruna yang memiliki tingkat kecukupan energi yang normal. Menurut Syafiq et al

(31)

21 Protein

Protein merupakan zat gizi yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara metralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sumber energi. Protein digunakan sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiet ketat atau pada waktu latihan fisik intensif (Fatmah 2011). Rata-rata konsumsi protein taruna yang ditunjukkan pada Tabel 19 adalah sebesar 62 gram dengan rata-rata tingkat kecukupan yang tergolong dalam kategori normal. Berikut sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein yang ditunjukkan pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein n %

Defisit berat 18 28.6

Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa jumlah taruna terbanyak berada pada kategori defisit berat, lalu jumlah taruna terbanyak kedua dan ketiga berada dalam kategori normal dan lebih. Pada penelitian Sari (2013) dengan taruna atlet senam di sekolah Ragunan, Jakarta Selatan, juga menunjukkan tingkat kecukupan protein yang mengalami defisit berat sebanyak 63.2% taruna. Sebanyak 21.1% taruna mengalami defisit sedang dan 15.8% taruna tergolong normal. Konsumsi protein terlalu rendah dapat merugikan karena protein tubuh akan dipecah dan tenaga akan dipakai untuk melakukan pemecahan protein tubuh tersebut. Kelebihan konsumsi protein juga dapat menyebabkan terbentuknya lemak tubuh dan meningkatnya kebutuhan akan air (Fatmah 2011).

Lemak

Tabel 22 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak Tingkat Kecukupan Lemak n % Defisit (<20% AKE) 17 27.0 Normal (20-30% AKE) 39 61.9

Lebih (>30% AKE) 7 11.1

Total 63 100

(32)

22

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktivitas fisik, namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi pusat sistem syaraf termasuk otak. Setiap pembakaran 1 gram karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan proses metabolisme energi karbohidrat ini lebih cepat dibandingkan dengan pembakaran lemak. Karbohidrat yang dikonsumsi dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Sekitar 80% dari karbohidrat ini akan tersimpan sebagai glikogen di dalam otot, 18-22% akan tersimpan sebagai glikogen di dalam hati dan sisanya akan bersirkulasi di dalam aliran darah dalam bentuk glukosa (Irawan 2007). Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata karbohidrat taruna sebesar 410.6 gram dengan tingkat kecukupan rata-rata-rata-rata taruna yang tergolong normal. Berikut sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat yang ditunjukkan pada Tabel 23.

Tabel 23 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat n % Defisit (<60% AKE) 15 23.8 Normal (60-70% AKE) 28 44.4 Lebih (>70% AKE) 20 31.7

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 23, diketahui bahwa tingkat kecukupan karbohidrat taruna sebagian besar termasuk kategori normal (44.4%). Sebagian kecil taruna yang memiliki tingkat kecukupan gizi dengan kategori defisit (23.8%) dan sebagian kecil lainnya termasuk kategori lebih (31.7%). Konsumsi karbohidrat yang melebihi kebutuhan akan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk karena karbohidrat berlebih akan diubah menjadi lemak di dalam tubuh (Almatsier 2009).

Kalsium

Kalsium merupakan mikronutrien yang memilik peranan penting. Kalsium merupakan zat gizi yang diperlukan bagi seseorang dengan aktivitas fisik (olahraga) yang cukup. Kebutuhan kalsium akan meningkat dengan jenis olahraga yang dapat meningkatkan densitas tulang, seperti basket, sepak bola, lari, berjalan kaki dan lain-lain (Syafiq et al 2007). Taruna AIM juga membutuhkan konsumsi kalsium yang cukup karena salah satu aktivitas fisik olahraga yang cukup rutin dilakukan oleh mereka adalah lari dipagi hari. Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalsium taruna sebesar 1080.9 mg. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan AKG 2004, yaitu sebesar 800 mg, sehingga rata-rata kecukupan kalsium taruna tergolong cukup tinggi. Tingginya kalsium yang dikonsumsi oleh taruna diperoleh dari konsumsi bahan pangan tertentu seperti susu cair.

(33)

23 olahraganya cukup. Kekurangan kalsium juga dapat mengganggu kerja otot. Bila darah kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi. Tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang (Almatsier 2009).

Tabel 24 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Tingkat Kecukupan Kalsium n %

Defisit 35 55.6

Normal 28 44.4

Total 63 100

Zat Besi

Besi adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin, dan enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan. Besi memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh diantaranya sebagai alat angkut oksigen, alat angkut elektron dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim. Kekurangan zat besi mengakibatkan metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah (Almatsier 2009). Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa konsumsi rata-rata zat besi taruna sebesar 15 mg dan rata-rata tingkat kecukupan zat besi taruna tergolong dalam kategori normal. Sebaran taruna pada Tabel 25 dibawah ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah tingkat kecukupan zat besi taruna tergolong normal dan sebagian kecil taruna lainnya mengalami defisit zat besi. Kekurangan zat besi pada taruna AIM harus dihindari karena akan mengakibatkan kemampuan belajar dan kebugaran tubuh taruna menurun.

Tabel 25 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan zat besi

Tingkat Kecukupan Besi n %

Defisit 17 27

Normal 46 73

Total 63 100

Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang memiliki fungsi penting pada pengelihatan, diferensiasi sel, kekebalan, reproduksi dan pecegahan kanker serta penyakit jantung (Almatsier 2009). Ketika melakukan olahraga berat, akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen dan produksi radikal bebas sehingga menyebabkan peroksidasi lipid dan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan.Vitamin A, meskipun bukan antioksidan yang kuat, diperlukan untuk perbaikan jaringan. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi akan vitamin A diperlukan dalam kondisi aktivitas fisik meningkat (Sapuntzakis&Borthakur 2006). Pada Tabel 19 terlihat bahwa rata-rata konsumsi vitamin A taruna sebesar 506.9 RE. Bila dibandingkan dengan angka kecukupan vitamin A, rata-rata tingkat kecukupan vitamin A taruna tergolong normal. Berikut sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A yang ditunjukkan pada Tabel 26.

(34)

24

kecukupan vitamin A untuk laki-laki dan perempuan usia 19-29 tahun adalah 600 RE dan 500 RE.

Tabel 26 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Tingkat Kecukupan Vitamin A n % pertama yang diidentifikasi sebagai vitamin B-kompleks. Tiamin adalah vitamin yang larut dalam air, sehingga tidak dapat disimpan dalam tubuh dan harus dikonsumsi secara teratur. Tiamin memainkan peran penting dalam metabolisme karbohidrat dan protein, terutama metabolisme asam amino rantai cabang. Tiamin penting bagi individu aktif secara fisik, mengingat perannya dalam metabolisme asam amino dan karbohidrat (Tamimi&Haub 2006). Pada Tabel 19, diketahui bahwa rata-rata konsumsi vitamin B1 taruna sebesar 0.6 mg dengan rata-rata tingkat kecukupan B1 yang tergolong defisit. Berikut tabel sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 yang ditunjukkan pada Tabel 27.

Tabel 27 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 Tingkat Kecukupan Vitamin B n %

Defisit 59 94

Normal 4 6

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 27, diketahui bahwa hampir seluruh taruna tingkat kecukupan vitamin B1 mengalami defisit. Menurut AKG 2004, angka kecukupan vitamin B1 untuk laki-laki dan perempuan pada usia 19-29 tahun adalah 1.2 mg dan 1 mg. Kekurangan tiamin dapat terjadi karena kurangnya konsumsi (biasanya disertai kurang konsumsi energi), gangguan absorpsi, ketidakmampuan tubuh menggunakan tiamin, ataupun karena meningkatnya kebutuhan (Almatsier 2009). Kurangnya konsumsi energi yang terjadi pada taruna diakibatkan perubahan kebiasaan makan taruna untuk menjaga berat badan ideal. Kekurangan tiamin menyebabkan banyak komplikasi, termasuk beri-beri, kehilangan nafsu makan, lemah, insomnia, kehilangan berat badan, nyeri samar-samar dan nyeri, depresi mental, sembelit dan masalah jantung (Tamimi&Haub 2006).

Vitamin C

(35)

25 larut air (Keith 2006). Pada Tabel 19 menunjukkan konsumsi rata-rata vitamin C taruna sebesar 51 mg dan rata-rata tingkat kecukupan vitamin C taruna tergolong defisit.

Berdasarkan Tabel 28, diketahui bahwa tingkat kecukupan vitamin C taruna hampir seluruhnya mengalami defisit dan sebagian kecil lainnya memiliki tingkat kecukupan yang normal. Keadaan ini karena bahan pangan yang biasa dikonsumsi terutama buah-buahan belum memenuhi kebutuhan vitamin C taruna. Angka kecukupan vitamin C untuk laki-laki dan perempuan usia 19-29 tahun menurut AKG (2004) adalah 90 mg dan 75 mg. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penurunan kinerja fisik (Keith 2006).

Tabel 28 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Tingkat Kecukupan Vitamin C n %

Defisit 59 94

Normal 4 6

Total 63 100

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau aktivitas eksternal didefinisikan sebagai suatu rangkaian gerak tubuh yang dihasilkan oleh otot tubuh dengan menggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang sehari-hari dilakukan antara lain berjalan, berlari, berolahraga, mengangkat dan memindahkan benda, mengayuh sepeda, dan lain-lain (Mahardikawati & Roosita 2008). Latihan adalah bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan dilakukan berulang-ulang dengan tujuan perbaikan atau pemeliharan kebugaran fisik (Caspersen et al. 1985).

Tabel 29 Sebaran taruna berdasarkan tingkat aktivitas fisik

Kategori PAL Hari Pendidikan Hari Libur

n % n %

Aktivitas sangat ringan 0 0 5 7.9 Aktivitas ringan 12 19.0 29 46.0 Aktivitas sedang 48 76.2 26 41.3 Aktivitas berat 3 4.8 3 4.8

Total 63 100 63 100

(36)

26

Tingkat Kebugaran

Kekuatan otot

Kekuatan otot adalah komponen kebugaran penting lainnya yang terkait dengan kesehatan. Menurut Ortega et al. (2012), beberapa studi terbaru mendukung hipotesis bahwa rendahnya kekuatan otot di masa dewasa juga mengakibatkan semua penyebab kematian, baik kematian akibat penyakit jantung dan kanker pada orang sehat dan sakit. Kekuatan otot dapat diukur melalui kekuatan genggaman tanggan menggunakan hand grip dynamometer. Kekuatan genggaman tangan adalah metode yang umum digunakan untuk memperkirakan kekuatan otot ekstremitas atas. Metode ini secara langsung berhubungan dengan status gizi (Putrawan et al. 2011). Berikut sebaran taruna berdasarkan kategori

hand grip dynamometer yang ditunukkan pada Tabel 30.

Tabel 30 Sebaran taruna menurut kategori hand grip dynamometer Kategori

Hand

Dynam-ometer

Laki-Laki Perempuan Total

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa lebih dari sebagian taruna memiliki kekuatan genggaman tangan yang normal, baik pada tangan kanan maupun tangan kiri. Hal ini tidak hanya terjadi pada taruna dengan jenis kelamin laki-laki. Pada taruna dengan jenis kelamin perempuan juga menunjukkan kekuatan genggaman tangan yang normal.

Daya tahan kardiorespiratori

Daya tahan kardiorespirasi adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dilakukan dalam periode waktu yang lama, terutama ketika melibatkan sebagian besar otot. Kemampuan ini tergantung pada penyediaan oksigen ke dalam otot-otot yang bekerja sehingga sering disebut kemampuan aerobik dan dapat diukur dengan konsumsi oksigen maksimum (VO2 max) (Lamb et al. 1988). Berikut sebaran taruna menurut kategori VO2 max yang ditunjukkan pada Tabel 31.

Tabel 31 Sebaran taruna menurut kategori VO2max

Kategori VO2 max Laki-Laki Perempuan Total

(37)

27 Berdasarkan Tabel 31, diketahui bahwa dari keseluruhan taruna sebanyak 28.6% memiliki VO2 max dengan kategori cukup. VO2 max pada taruna laki-laki, sebagian besar termasuk dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 29.8% dan pada seluruh taruna wanita VO2 max termasuk kategori cukup. VO2 max dipengaruhi oleh faktor genetika, status kebugaran, jenis kelamin, dan usia. Keberhasilan pengukuran VO2 max dipengaruhi berbagai faktor diantaranya waktu tidur, emosi, dan kesungguhan taruna untuk menggunakan usaha maksimal dalam tes (Mackenzie 1997).

Uji Hubungan Antar Variabel

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel pada penelitian ini adalah uji korelasi Pearson, Spearman dan Chi-Square. Hubungan antar variabel yang akan dilihat pada taruna adalah hubungan antara karakteristik taruna, yaitu usia, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hubungan karakteristik, yaitu usia dan jenis kelamin dengan status gizi, hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan kekuatan dan daya tahan, hubungan antara status gizi dengan kekuatan dan daya tahan, serta hubungan antara aktivitas fisik dengan kekuatan dan daya tahan.

Hubungan Karakteristik Taruna dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Hasil uji korelasi Chi-Square dan Spearman (Tabel 32) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C; usia dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C; berat badan dan tinggi badan dengan tingkat kecukupan kalsium. Hasil uji korelasi Pearson (Tabel 32) juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.05) antara berat badan dengan tingkat kecukupan lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C; serta tinggi badan dengan tingkat kecukupan energi, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C.

Tabel 32 Hasil uji hubungan karakteristik taruna dengan tingkat kecukupan Tingkat kecukupan

Variabel

Jenis Kelamin Umur Berat Badan Tinggi Badan

(38)

28

Hubungan yang signifikan (p<0.05) ditunjukkan pada hasil uji korelasi Chi-Square (Tabel 32) antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan zat besi. Hubungan signifikan (p<0.05) dengan kecenderungan negatif dari hasil uji korelasi Pearson ditunjukkan (Tabel 32) antara variabel berat badan dengan tingkat kecukupan energi dan protein; dan tinggi badan dengan tingkat kecukupan protein. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi berat badan dan tinggi badan taruna, maka semakin rendah tingkat kecukupan energi dan protein mereka. Menurut Hardinsyah et al. (2012), kecukupan energi dan zat gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti berat badan, tinggi badan, pertumbuhan dan perkembangan (usia), jenis kelamin, energi cadangan bagi anak dan remaja, dan aktifitas fisik.

Hubungan Karakteristik Taruna dengan Status Gizi

Berdasarkan hasil uji korelasi Chi-Square dan Spearman yang ditunjukkan pada Tabel 33, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jenis kelamin dan umur dengan status gizi taruna. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada orang dewasa, pengukuran berat dan tinggi badan digunakan untuk menghitung nilai IMT sebagai indikator untuk mengetahui adanya permasalahan gizi. Berbeda pada anak-anak dan remaja, pengukuran IMT sangat terkait dengan umur (Riyadi 2003).

Tabel 33 Hasil uji hubungan karakteristik taruna dengan status gizi

Variabel Status Gizi Berdasarkan pengelompokkan tersebut diketahui bahwa rata-rata IMT taruna berkisar antara 21-23. Berdasarkan klasifikasi nilai IMT untuk orang Indonesia menurut Depkes 2002, status gizi taruna dari ketiga asal daerah tersebut termasuk dalam kategori normal seperti terlihat pada Tabel 34 berikut.

Tabel 34 Status gizi taruna berdasarkan asal daerah

Asal Daerah Rata-Rata IMT Status Gizi

Sumatera 21.8 Normal

Jawa 23.5 Normal

Lain-lain 22.5 Normal

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Kekuatan dan Daya Tahan

(39)

29 ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi taruna dengan kekuatan dan daya tahan. Menurut Fatmah (2011), ketersediaan zat gizi dalam tubuh berpengaruh terhadap kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskular.

Tabel 35 Hasil uji hubungan antar variabel Variabel

Tingkat Kebugaran

Kekuatan Daya Tahan

p r p r

Tingkat kecukupan energi 0.739 0.043 0.983 0.003 Tingkat kecukupan protein 0.260 -0.144 0.366 -0.116 Tingkat kecukupan lemak 0.242 -0.149 0.780 -0.036 Tingkat kecukupan karbohidrat 0.405 0.107 0.692 0.051 Tingkat kecukupan kalsium 0.831 -0.027 0.791 0.034 Tingkat kecukupan zat besi 0.125 0.195 0.821 -0.029 Tingkat kecukupan vitamin A 0.513 0.084 0.214 0.159 Tingkat kecukupan vitamin B1 0.983 0.003 0.643 -0.059 Tingkat kecukupan vitamin C 0.632 0.062 0.430 0.102 Status Gizi 0.003 0.369 0.948 0.008 Aktivitas fisik 0.834 -0.027 0.293 0.135

Hubungan Status Gizi dengan Kekuatan dan Daya Tahan

Hasil uji korelasi Pearson antara variabel status gizi dengan kekuatan menunjukkan hubungan positif (p<0.05; r=0.369), yang artinya status gizi taruna secara signifikan menentukan kekuatan otot. Hal ini sesuai dengan penelitian Putrawan (2011) yang menyatakan status gizi berhubungan positif dengan kekuatan genggaman tangan. Dalam jurnal tersebut juga terdapat penyataan bahwa defisiensi energi yang kronis berhubungan dengan buruknya kekuatan genggaman tangan pada usia muda dan dewasa (Guo et al. 1996). Oleh karena itu, kekuatan genggaman tangan dapat digunakan sebagai salah satu prediktor dari buruknya status gizi (Pieterse et al. 2002).

Hasil uji korelasi Pearson antara variabel status gizi dengan daya tahan menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05; r=0.008). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi taruna dengan daya tahan. Pada penelitian lain yang dilakukan Jaihar (2013) menunjukkan hasil yang sama, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan ketahanan. Menurut penelitian Jaihar (2013) ketika IMT meningkat dari IMT normal ada kecenderungan ketahanan fisik menurun. Namun, hasil uji korelasi tidak ada hubungan antara status gizi dengan ketahanan fisik (Jaihar 2013).

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kekuatan dan Daya Tahan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Tabel 8 Kategori nilai VO2 max menurut usia untuk laki-laki
Tabel 10 Karakteristik taruna
+7

Referensi

Dokumen terkait

misinya. Kedua : Penyesuaian diri terhadap kebiasaan atau tradisi kiai dalam melakukan praktik poligami. Secara umum poligami adalah isu yang menarik bagi

o Teknik kompresi dimana data hasil dekompresi tidak sama dengan data sebelum kompresi namun sudah “cukup”

Sedang untuk siswa yang tidak aktif akan mendapatkan teguran-te- guran baik lewat pembina pramuka atau- pun oleh Waka Kesiswaan diteruskan ke- pada Wali Kelas

- Sering tidak dipaham, bahwa perbuatan mengangkat anak bukanlah suatu perbuatan hukum yang bisa terjadi pada satu saat seperti halnya dengan penyerahan sesuatu barang,

KF-0001 Admin dan user dapat melakukan login di aplikasi KF-0002 Admin dan user dapat mengisi form penghuni baru KF-0003 Admin dan user dapat melihat daftar penghuni KF-0004 Admin

Media CD pembelajaran interaktif dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang tepat guna dan berdaya guna dalam pembelajaran Geografi kelas X topik

dengan harapan dalam kinerja, harapan terhadap usaha yang dilakukan ( Effort Expectancy ) yang berarti pengukuran kesenangan pengguna dalam menggunakan Taxi Online

Rachel had done what Marnal had asked: shooed the relatives away, ex- plained that she’d made a mistake and that he’d got better, and that, no, they couldn’t see him.. It had taken