• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

ILMA MULYAWATI

KARAKTERISTIK MFA (

MICROFIBRIL ANGLE

) DAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ILMA MULYAWATI. Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd). Dibimbing oleh Dr. LINA KARLINASARI, S.Hut, MSc. dan Prof.Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.

Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu jenis yang dikembangkan sebagai tanaman utama untuk program Hutan Tanaman Industri di Indonesia. Faktor yang mendorong penanaman jenis ini ialah pertumbuhannya yang cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ciri-ciri anatomi terutama karakteristik sudut mikrofibril (MFA) dan serat serta kadar air dan berat jenis kayu mangium. Sampel kayu berasal dari tiga umur pohon yaitu 5, 6, dan 7 tahun yang ditanam di areal hutan tanaman Perhutani Parung Panjang. Karakter MFA dan serat kayu dievaluasi melalui sediaan maserasi yang dibuat dengan metoda Schulze. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MFA kayu mangium yang berumur 5, 6 dan 7 tahun masing-masing adalah 23.4˚, 22.3˚ dan 21.8˚. Panjang serat kayu yang berumur 5, 6 dan 7 tahun masing-masing adalah 1016.3 µ m, 986.2 µ m dan 1019.4 µ m. Berdasarkan karakteristik serat, kayu mangium dari 5, 6 dan 7 tahun diklasifikasikan ke dalam Kelas Kualitas II. Nilai rata-rata kadar air kayu adalah 15 % dan berat jenis sekitar 0,46.

Kata kunci: Acacia mangium, sudut mikrofibril, panjang serat, berat jenis

ABSTRACT

ILMA MULYAWATI. MFA and Fibers Characteristics of Three Different Ages of Mangium Wood (Acacia mangium Willd.) Supervised by Dr. LINA KARLINASARI, S.Hut, MSc. and Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.

Mangium (Acacia mangium Willd.) is important wood which comes out from plantation forest in Indonesia. Mangium wood plays important rule to fulfill wood demand due to its faster growing and shorter cutting period. This study was carried out in order to identify its microfibril angle (MFA) and fiber characteristics as well as its physical properties namely specific gravity and moisture content of wood. Wood samples were collected from the trees with three different ages namely 5-, 6- and 7 year-old, from plantation forest of Perhutani, Parung Panjang. Schulze’s method was performed to obtain maceration specimen for both the MFA and fiber observations, while standard procedure was conducted to measure specific gravity and wood moisture. The result showed that average value of the MFA of mangium wood of 5-, 6- and 7 year-old was 23.4˚, 22.3˚ and 21.8˚, respectively, while its fiber length were 1016.3 µm, 986.2 µm and 1019.4 µ m, respectively. Based on its fiber cell characteristics, mangium wood was classified into quality class of II. Average value of air dried moisture content of this wood was 15%, while its specific gravity was 0.46.

(5)

3

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK MFA (

MICROFIBRIL ANGLE

) DAN

SERAT PADA TIGA UMUR KAYU MANGIUM

(

Acacia mangium

Willd.)

ILMA MULYAWATI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)

Nama : Ilma Mulyawati NIM : E24090094

Disetujui oleh

Dr Lina Karlinasari SHut MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir Imam Wahyudi MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc Ketua Departemen

(9)

6

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013 ini adalah Anatomi Kayu dengan judul “Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Lina Karlinasari, SHut, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dra. Sri Rulliaty, M.Sc. dan Esti Prihatini, S.Si. yang telah membimbing selama penelitian di laboratorium. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Mangium (Acacia mangium Willd.) 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Metode 3

Persiapan Contoh Uji 3

Pengukuran Sudut Mikrofibril 3

Pengukuran Dimensi Serat 4

Pengujian Sifat Fisis Kayu 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Sudut Mikrofibril 5

Dimensi Serat 8

Kadar Air 10

Berat Jenis 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(11)

2

DAFTAR TABEL

1 Ringkasan analisis (ANOVA) pengaruh dari umur pohon, posisi batang, dan interaksi keduanya terhadap nilai MFA, panjang serat , kadar air dan

berat jenis 7

2 Nilai rataan MFA pada riap ke-2 dan ke-4 8

3 Dimensi serat kayu pada tiga umur pohon yang berbeda 9 4 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing umur pohon 10

DAFTAR GAMBAR

1 Contoh uji yang diambil pada segmen ke 2 dan 4 pada papan contoh uji 3 2 Contoh sudut mikrofibril A.mangium umur 5 tahun 6

3 Hubungan antara MFA dan umur pohon 6

4 Hubungan antara nilai MFA dan posisi batang 7

5 Hubungan antara panjang serat dan posisi batang 10

6 Hubungan antara kadar air dan umur pohon 11

7 Hubungan antara kadar air dan posisi batang 12

8 Hubungan antara berat jenis dan umur pohon 12

9 Hubungan antara berat jenis dan posisi batang 13

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dikembangkan untuk Hutan Tanaman Industri di Indonesia. Faktor yang mendorong pengembangan tanaman ini ialah pertumbuhannya yang cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Pohon mangium dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah aluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (Dinas Pertanian Palembang 2008). Berdasarkan hasil uji coba dari 46 jenis tanaman yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan di Subanjeriji (Sumatera Selatan), mangium dipilih sebagai jenis tanaman yang paling cocok untuk tempat tumbuh yang marjinal, seperti padang rumput alang-alang (Arisman 2003).

Kayu A. mangium memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan Kelas Kuat II-III dan Kelas Awet III. Pada awalnya pemanfaatan kayu mangium untuk pulp dan kertas tapi sekarang pemanfaatannya lebih luas baik untuk kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (Malik et al.2000). Menurut Pandit & Kurniawan (2008), kayu mangium dapat digunakan untuk bahan kontruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang dan batang korek api.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu pada umumnya ialah nilai stabilitas dimensi dan nilai kekuatan serta kekakuan kayu. Parameter lain yang bisa digunakan ialah nilai sudut mikrofibril (microfibril angle / MFA) pada dinding sel sekunder, namun belum banyak digunakan. Nilai MFA sendiri cukup akurat dan berbanding lurus dengan nilai elastisitas kayu. Seiring pertumbuhan, nilai MFA suatu pohon dapat berubah. Diketahuinya nilai MFA ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi penebangan dan pemanfaatan setiap bagian kayu.

MFA sangat berpengaruh terhadap sifat anisotropis kayu. MFA yang besar dapat menyebabkan penyusutan pada arah longitudinal menjadi bertambah besar (Panshin 1980; Tsoumis 1991; Bowyer 2007). Informasi ini penting karena erat hubungannya dengan stabilitas dimensi kayu sebagai bahan baku. Mengingat penelitian tentang MFA relatif masih terbatas, maka penulis melakukan penelitian untuk menganalisis perbedaan nilai MFA pada kayu mangium.

Tujuan Penelitian

(13)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah tentang besar sudut mikrofibril (MFA) dan karakteristik serat kayu mangium (A. mangium Willd.) dari 3 umur pohon yang masih muda. Informasi ini dapat berguna untuk memberikan arah pemanfaatan dan teknologi pengolahan kayu yang dapat dikembangkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Mangium ( Acacia mangium Willd.)

Ciri umum kayu mangium adalah bagian teras coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, dengan batas yang tegas antara gubal-teras. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Tekstur kayu halus sampai agak kasar dan merata, sedangkan arah serat biasanya lurus dan kadang-kadang berpadu. Permukaan kayu agak mengkilap dan licin serta berwarna coklat (Mandang dan Pandit 1997).

Ciri anatomi kayu mangium adalah sel pembuluh atau porinya baur, tersebar soliter dan berganda radial 2-3 sel, kadang-kadang sampai 4, memiliki diameter agak kecil, berjumlah jarang sampai agak jarang dan memiliki bidang perforasi sederhana. Parenkimanya tipe paratrakeal mengelilingi pembuluh hingga cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek (Mandang dan Pandit 1997).

Kayu mangium memiliki nilai berat jenis (BJ) rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan Kelas Kuat II-III dan Kelas Awet III. Di Jawa Barat riap tumbuhnya 2.4 cm/th pada umur 3 tahun dan 2.8 cm/th pada umur 10 tahun (Haruni Krisnawati et al. 2011). Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu mangium dapat digunakan untuk bahan kontruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang dan batang korek api.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(14)

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu Acacia mangium dari 4 pohon untuk masing-masing pohon 5, 6, dan 7 tahun yang diperoleh dari hutan tanaman Perhutani di BKPH Maribaya Parung Panjang, KPH Bogor. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam identifikasi anatomi kayu yaitu gliserin, alkohol 10%, alkohol 30%, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol absolut, air destilata (aquades), potasium klorat (KClO3), Asam nitrat (HNO3) 50%, iodinin, protasium iodide, safranin 2%, kertas

saring, alumunium foil, dan kertas lakmus.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah tabung reaksi, water bath, corong gelas, sarung tangan, erlenmayer, kaca preparat, cover glass, mikroskop cahaya, cutter, Microtome Rotary, kuas, kamera, kaliper, oven, timbangan elektrik, desikator, komputer, kalkulator, dan alat tulis.

Metode

Persiapan contoh uji

Contoh uji yang dipergunakan berbentuk persegi panjang yang diambil dari papan berukuran panjang x lebar x tebal yaitu 200 cm x 20 cm x 3 cm yang selanjutnya dipotong menjadi beberapa ukuran 20 cm x 3 cm x 3 cm. Contoh uji yang diperoleh mewakili bagian pangkal, tengah dan ujung batang. Selanjutnya dari tiap bagian batang pohon tersebut diambil 2 segmen yaitu pada segmen ke 2 berjarak 2.3 cm dari empulur dan segmen ke 4 berjarak 4.6 cm dari empulur dengan ukuran segmen 3 cm x 1 cm x 1 cm (Gambar 1).

Gambar 1 Contoh uji yang diambil pada segmen ke 2 dan 4 pada papan contoh uji

Pengukuran sudut mikrofibril

Pengukuran sudut mikrofibril dilakukan menggunakan preparat contoh uji. Pembuatan preparat diawali dengan menyayat contoh uji pada bidang tangensialnya menggunakan mikrotom rotary untuk menghasilkan sayatan dengan

(15)

4

ketebalan 10-30 μm. Sayatan terbaik kemudian dicuci dengan air destilata, lalu dicelupkan pada larutan Schultze selama 15 menit. Selanjutnya dicuci kembali dalam air destilata untuk menghilangkan larutan Schultze.

Langkah berikutnya yaitu pencucian dengan alkohol bertingkat (50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan absolut) masing-masing selama 5 menit. Setelah itu kelebihan alkohol dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Sayatan selanjutnya diteteskan larutan iodine dan potassium iodine. Kelebihan larutan tersebut dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Kemudian dilakukan pembilasan menggunakan larutan asam nitrat 50% hingga sayatan berwarna transparan. Kelebihan larutan asam nitrat juga dihilangkan menggunakan kertas saring. Setelah itu didokumentasikan dan diukur sudut mikrofibril 30 ulangan pada setiap bagian pohon. Total pengukuran dari 3 bagian pohon untuk setiap umur kayu sebanyak 720 kali pengukuran. Pengamatan mikroskop preparat dihubungkan dengan software Motic Image Plus untuk mengukur besaran sudut mikrofibril.

Pengukuran dimensi serat

Pengukuran dimensi serat dilakukan melalui sediaan maserasi. Dimensi sel serabut yang diukur adalah panjang dan diameter serat serta diameter lumennya. Contoh uji pengukuran serat diambil pada bagian yang sama dengan contoh uji untuk pengukuran MFA. Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode Schulze yang dimodifikasi. Masing-masing contoh uji dicacah kecil menjadi seukuran batang korek api. Cacahan tadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan KClO3 dan larutan HNO3

50% hingga cacahan terendam seluruhnya.

Tabung reaksi selanjutnya dipanaskan dalam waterbath bersuhu 80˚C hingga cacahan menjadi pucat (putih kekuningan) dan terlihat mulai terjadi pemisahan serat. Setelah itu serat dicuci hingga bebas asam lalu diberi safranin sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan dehidrasi bertingkat menggunakan alkohol mulai dari konsentrasi 10%, 30% hingga 50% masing-masing selama 10-15 menit. Serat hasil maserasi kemudian dibeningkan berturut-turut dalam karboxylol dan toluene, lalu diletakkan di atas gelas objek dan ditutup serta diberi label untuk selanjutnya dilakukan pengamatan. Serat yang diamati dan diukur sebanyak 30 serat utuh meliputi panjang dan diameter serat serta diameter lumen serat. Tebal dinding serat adalah setengah dari selisih antara diameter serat dan diameter lumen. Selain dimensi serat, beberapa parameter turunan dimensi serat dihitung mengacu pada Rachman dan Siagian (1976).

Pengujian sifat fisis kayu

Sifat fisis kayu yang diuji terdiri dari kadar air dan berat jenis kayu. Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awal (BB), lalu dihitung volume awalnya (VB). Kemudian contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)ºC hingga beratnya konstan (BKT). Sebelum ditimbang, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator sampai stabil. Nilai kadar air (KA) dan berat jenis (BJ) kayu dihitung dengan persamaan:

KA = (BB

BKT) / BKT x 100%

(16)

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan percobaan berupa Percobaan Faktorial 2 faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor α adalah variasi umur dan faktor β adalah bagian pohon (p pangkal,tengah dan ujung). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Mode rancangan percobaan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan:

Yijk : Nilai respon pada taraf ke-i faktor variasi umur kayu dan taraf ke-j faktor posisi batang.

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh variasi umur taraf ke-i

βj : Pengaruh posisi bagian pohon taraf ke-j i : variasi umur

j : pososi kayu batang pohon mangium

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara faktor variasi umur pada taraf ke-i dan posisi bagian pohon yang digunakan pada taraf ke-j

Εijk : Kesalahan percobaan pada faktor variasi umur pada taraf ke-i dan posisi bagian pohon yang digunakan pada taraf ke-j yang menyebar normal N (0,σ2

).

Analisis sidik ragam dilakukan pada selang kepercayaan 95% untuk mengetahui pengaruh perlakuan variasi umur dan bagian batang pohon terhadap pengamatan MFA dan panjang serat. Jika berdasarkan hasil analisis ragam ditemukan faktor yang berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji maka dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sudut Mikrofibril

(17)

6

MFA sangat berpengaruh terhadap sifat anisotropis kayu. Sudut mikrofibril yang rendah menyebabkan kekakuan yang tinggi dan susut longitudinal yang rendah (Bowyer et al. 2007). Nilai MFA meningkat seiring dengan penambahan nutrisi atau air (Donaldson 2008).

Gambar 2 Contoh sudut mikrofibril A.mangium umur 5 tahun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MFA kayu mangium yang diteliti bervariasi. Pada kayu yang berasal dari pohon berumur 5 tahun rata-rata MFAnya sebesar 23.4˚, sedangkan pada kayu yang berumur 6 tahun dan 7 tahun masing-masing 22.3˚ dan 21.8˚ (Gambar 3). Nilai yang diperoleh sejalan dengan MFA untuk kayu hardwood menurut Donaldson (2008) yaitu sekitar 20˚.

Gambar 3 Hubungan antara MFA dan umur pohon

Hasil analisis statistik pada selang 95% memperlihatkan umur pohon berpengaruh nyata terhadap nilai MFA (Tabel 1). Hasil uji lanjutan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan memperlihatkan bahwa MFA umur 5 tahun berbeda nyata dengan nilai MFA umur 6 dan 7 tahun.

(18)

disebabkan oleh perbedaan lokasi dan kondisi tempat tumbuh terutama letak geografis, altitute dan latitute. Selain itu, adanya perbedaan metode pengukuran juga dapat berpengaruh terhadap nilai MFA.

Tabel 1 Ringkasan analisis ragam (ANOVA) antara umur pohon dan posisi kayu pada batang pohon terhadap parameter MFA, panjang serat, kadar air dan berat jenis

Sumber keragaman Nilai probabilitas (P)

MFA Panjang serat Kadar air Berat jenis

Umur (A) 0.0003* 0.1059 tn 0.0647 tn 0.8762 tn Posisi batang (B) 0.2630tn 0.2828 tn 0.6479 tn 0.0005* Interaksi (A) dan (B) 0.9025tn 0.1395 tn 0.8372 tn 0.0892 tn Keterangan : * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%, tn = tidak berpengaruh nyata

pada selang kepercayaan 95%

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara MFA dengan posisi kayu dalam batang pohon secara aksial. Hasil penelitian memperlihatkan secara umum bagian ujung batang cenderung memiliki nilai MFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang di bagian pangkal maupun yang di tengah batang. Hal ini diduga berkaitan dengan usia jaringan penyusun batang. Jaringan yang masih muda (yang terdapat di ujung batang) pada umumnya masih dalam tahap pertumbuhan sehingga nilai MFA cenderung lebih besar. Hasil analisis statistik pada selang 95% memperlihatkan posisi kayu pada batang pohon, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MFA (Tabel 1). Nilai MFA terbesar diperoleh pada bagian ujung batang pohon yang berumur 5 tahun yaitu sebesar 23.8˚, sedangkan yang terkecil pada bagian pangkal batang pohon yang berumur 7 tahun yaitu 21.5˚.

Gambar 4 Hubungan antara nilai MFA dan posisi batang

(19)

8

MFA di bagian tengah batang namun keduanya lebih kecil dibandingkan dengan MFA yang ada di bagian ujung batang. Pada pohon yang berumur 6 tahun, nilai MFA cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian tengah dan sedikit berkurang ke arah ujung batang, sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun, nilai MFA cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Donaldson (2008) bahwa MFA di bagian pangkal batang pada umumnya paling rendah dan MFA di bagian ujung batang pada umumnya paling tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan variasi radial MFA berbeda menurut umur pohon (Tabel 2). Pada pohon yang berumur 5 tahun, MFA pada segmen ke-2 lebih besar dibandingkan dengan MFA segmen ke-4. Pada pohon yang berumur 6 tahun, MFA pada segmen ke-2 lebih kecil dibandingkan dengan MFA pada segmen ke-4, sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun kedua riap tumbuh menghasilkan nilai MFA yang sama. Meskipun bervariasi menurut umur pohon, perbedaan riap tumbuh tidak mempengaruhi nilai MFA. Rata-rata MFA pada segmen ke-2 adalah 22.43˚, sedangkan pada segmen ke-4 sebesar 22.53˚. Hasil ini berbeda dibandingkan dengan Bowyer et al. (2007) dan Ishiguri et al. (2012) yang menyatakan bahwa MFA pada umumnya berkurang dari empulur ke arah kulit karena MFA dipengaruhi oleh umur kambium.

Tabel 2 Nilai rataan MFA pada segmen ke-2 dan ke-4

Umur Pohon Nilai MFA (˚)

Tingginya nilai MFA pada segmen ke-4 terkait dengan elastisitas batang yang dibutuhkan untuk menahan angin maupun faktor lingkungan lain sebagaimana dikemukakan oleh Tabet dan Aziz (2010). Abnormalitas ini diduga terkait dengan kondisi pertumbuhan yang dialami pohon. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dimana tegakan yang sangat rapat dan tumbuh sangat berdekatan satu dengan yang lainnya terhindar dari angin yang memaksa pohon bereaksi dengan memperbesar nilai MFA. Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa variasi radial MFA pada kayu Simarouba amara, Carapa procera dan Symphonia globulifera meningkat dari empulur ke kulit.

Dimensi serat

(20)

Diameter serat kayu mangium yang diteliti rata-rata sebesar 23.5 μm, dengan demikian maka kayu mangium termasuk kayu dengan serat berdiameter sedang sebagaimana Casey (1980) dalam Supartini dan Dewi (2010). Tebal dinding serat rata-rata kayu mangium adalah sebesar 3.2 μm, maka berdasarkan IAWA (2008) kayu ini tergolong kedalam serat yang berdinding tipis sampai tebal karena diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dinding serat dan masih terlihat terbuka. Diameter lumen kayu mangium yang diteliti berkisar 16.5-18.9 μm. Tabel 3 Dimensi serat kayu pada tiga umur pohon yang berbeda

Umur pohon

Dimensi serat (µm)

Posisi pada ketinggian pohon Rata-rata (µm)

(21)

10

Gambar 5 Hubungan antara panjang serat dan posisi batang

Tabel 4 memperlihatkan kelas mutu serat kayu mangium yang diteliti sebagai bahan baku pulp dan kertas termasuk nilai total serta nilai panjang serat dan nilai turunan dimensi serat. Turunan dimensi serat yang dihitung meliputi bilangan Runkel (Runkel ratio), bilangan Muhlstep (Muhlstep ratio), daya tenun (felting power), fleksiblitas (felexibility ratio) dan kekakuan (coefficient of rigidity). Dari tabel tersebut diketahui umur pohon tidak mempengaruhi kelas mutu seratnya. Berdasarkan klasifikasi Rachman dan Siagian (1976), ketiga kelas umur kayu mangium yang diteliti akan menghasilkan pulp dengan kualitas yang sama yaitu Kelas Mutu II.

Tabel 4 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing umur pohon

Parameter 5 tahun 6 tahun 7 tahun

Keterangan: *)Semakin tinggi nilai skor maka semakin baik kualitas untuk pulp dan kertas, **) Sumber : Rachman dan Siagian (1976)

Kadar Air

(22)

higroskopis kayu. Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air teikat dimana keduanya secara bersama-sama menetukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel kayu disebut air bebas (free water) sedangkan air yang terdapat didalam dinding sel dinamakan air terikat (bound water). Kadar air segar dalam satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat kayu tersebut berada akibat dari perubahan suhu dan udara (Bowyer et al. 2007).

Hubungan antara kadar air dan umur pohon ditunjukan pada Gambar 6. Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu mangium yang diteliti berkisar antara 14.8-15.1%. Nilai tersebut masuk dalam kisaran nilai KA kondisi kering udara untuk iklim di Indonesia (Hidayati dan Siagian 2012). KA kayu dari pohon yang berumur 7 tahun (14.8%) sedikit berbeda dibandingkan dengan KA kayu dari pohon yang berumur 6 tahun (15.1%) maupun yang berumur 5 tahun (15.0%).

Gambar 6 Hubungan antara kadar air dan umur pohon

Hasil pengukuran kadar air berdasarkan lokasi contoh uji dalam batang menunjukkan adanya variasi menurut umur pohon (Gambar 7). Pada pohon yang berumur 5 tahun, kadar air meningkat dari bagian pangkal ke bagian tengah batang (dari 14.9% ke 15.1%), namun kemudian berkurang ke bagian ujung batang (15%). Pada pohon yang berumur 6 tahun memiliki kadar air yang sama pada bagian pangkal, tengah dan ujung yaitu 15%, sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun kadar air dalam kayu cenderung berkurang dari bagian pangkal ke bagian ujung batang (dari 14.8% ke 14.6%). Analisis statistik pada selang kepercayaan 95% (Tabel 1) menunjukkan bahwa umur pohon, posisi kayu dalam batang pohon, dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai kadar air.

(23)

12

Gambar 7 Hubungan antara kadar air dan posisi batang

Berat Jenis

Berat jenis (BJ) kayu A.mangium diukur pada pada kondisi berat kering tanur. Rata-rata berat jenis kayu mangium dari pohon yang berumur 5, 6, dan 7 tahun masing-masing adalah 0.45, 0.46, 0.46 (Gambar 8). Menurut Martawijaya et al. (1981) dengan nilai BJ kayu yang demikian maka kayu Acacia mangium termasuk dalam Kelas Kuat III.

Gambar 8 Hubungan antara berat jenis dan umur pohon

(24)

sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun BJ kayu berkurang dari bagian pangkal ke bagian tengah batang (dari 0.49 ke 0.42) dan meningkat di bagian ujung (0.48). Analisis keragamannya pada selang kepercayaan 95% (Tabel 1) menunjukkan interaksi antara umur pohon dan posisi kayu pada batang pohon berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%. Hasil uji lanjutan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan memperlihatkan bahwa nilai BJ kayu pada bagian pangkal berbeda nyata dengan nilai BJ kayu pada bagian tengah dan ujung batang.

Gambar 9 Hubungan antara berat jenis dan posisi batang

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Semakin tua umur pohon maka nilai MFA akan semakin kecil. Berdasarkan penelitan yang dilakukan umur pohon berpengaruh secara nyata terhadap nilai MFA. Posisi kayu dalam batang pohon secara aksial berpengaruh nyata pada nilai BJ kayu. Umur pohon, posisi kayu dalam batang pohon secara aksial dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada nilai kadar air dan panjang serat.

Saran

(25)

14

DAFTAR PUSTAKA

Arisman H. 2003 The management aspects of industrial plantation in South Sumatra:a case of PT Musi Hutan Persada. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science

An Introduction Fifth Edition. Ames IOWA (USA): Blackwell Publishing. Dinas Pertanian Palembang. 2008. Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.).

Palembang (ID): Dinas Pertanian.

Donaldson L. 2008. Microfibril angle: Measurement, variation, and relationship-A Review. IAWA Journal. 29(4):345-386.

Hidayati F, Siagian PB. 2012. Struktur dan sifat kayu trembesi (Samanea saman Merr.) dari hutan rakyat di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Mapeki XIII: 228-232.

Hori R, Suzuki H, Kamiyama T. 2003. Variation of microfibril angles and chemical composition implication for functional properties. Journal of Material Science Letters. 22:963-966.

IAWA. 2008. Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopis untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Ishiguri F, Hiraiwa T, Iizuka K, Yokota S, Priadi D, Sumiasri N, dan Yoshizawa

N. 2012. Radial variation in microfibril angle and compression properties of Paraserianthes falcataria planted in Indonesia. IAWA Journal. 33(1):15-23. Jordan L, Hall DB, Clark A, Daniels RF. 2006. Variation in loblolly pine cross-sectional microfibril angle with tree height and physiographic region. Wood and Fiber Science. 38(3):390-398.

Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd. :Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor (ID): CIFOR.

Malik J, Santoso A, Rohman O. 2000. Sari Hasil Penelitian Mangium (Acacia mangium Willd). Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor (ID): Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Rachman AN, RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor (ID): Laporan LPHH no. 75

Supartini, Dewi LM. 2010. Struktur anatomi dan kualitas serat kayu Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. (Dipterocarpace). Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XIII: 262-269.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008.Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(26)

Tabet TA, Aziz FHA. 2010. Influence of microfibril angle on thermal and dynamic-mechanical properties of Acacaia mangium wood using X-Ray difraction and dynamics-mechanical test. Proceeding of the world Congress on Engineering 2010 Vol II WCW. London.

Tsoumis GT. 1991. Science and Technology of Wood: Stucture, properties and Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold

Walker JCF dan Butterfield BG. 1995. The importance of microfibril angle for processing industries. N.Z. Forestry: 34-40.

(27)

16

Lampiran 1. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp

Requirement Class I Class II ClassIII

Requirement Score Requirement Score Requirement Score

Fiber length

(µm)

> 2000 100 1000-2000 50 < 1000 25

Runkel ratio < 0.25 100 0.25-0.5 50 0.50-1.00 25

Felting power > 90 100 50-90 50 < 50 25

Muhlsteph ratio (%)

< 30 100 30-60 50 60-80 25

Flexibility ratio

> 0.80 100 0.5-0.8 50 < 0.5 25

Coeffisient of rigidity

0.10 100 0.10-0.15 50 0.15-0.20 25

Interval 450-600 225-449 < 225

(28)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung 7 Juli 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Encep Sudarmawan dan Ulfah Nuryawati. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 RANGKASBITUNG dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada Bagian Rekayasa Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa HIMASILTAN (Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan) sebagai anggota 2010-2011, LDK Al-Hurriyyah IPB sebagai anggota Departemen Keputrian (2009-2011), dan Senior Resident Asrama TPB IPB (2011-2012).

Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2011 di jalur Sawal-Pangandaran, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2012 di Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di CV. Omocha Toys, Bogor. Penulis juga mengikuti kegiatan Study Konservasi Lingkungan (SURILI) bersama HIMAKOVA (Himpunan mahasiswa Konservasi Alam dan Ekowisata) di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau.

Gambar

Gambar 2 Contoh sudut mikrofibril         A.mangium umur 5 tahun
Gambar 4 Hubungan antara nilai MFA dan posisi batang
Tabel 3 Dimensi serat kayu  pada tiga umur pohon yang berbeda
Gambar 5 Hubungan antara panjang serat dan posisi batang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Setiap orang pernah mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan ada bermacam- macam. Karena kesalahan sendiri, misalnya hasil ulangan jelek karena tidak belajar. Karena hal-hal

Pada formula V, yaitu krim dengan minyak atsiri lengkuas 3,50 g memberikan daya antijamur yang lebih baik dibanding krim formula III dan formula IV (krim dengan

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana pemahaman akan devosi kepada Bunda Maria terhadap minat mengikuti Perayaan Ekaristi dapat dimaknai sebagai sumber hidup beriman

Hasil eigenface disimpan ke dalam matriks u yang di dalam setiap kolom tersimpan satu citra wajah yang sudah berbentuk citra eigenface, setiap proses eigenface menyimpan satu set

Pelaksanaan siklus I diawali dengan tahapan perencanaan tindakan I, dibawah persetujuan guru pamong menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang dirancang,

Interpretasi yang mereka lakukan menentukan mereka akan memiliki konsep diri positif atau konsep diri negatif (Hurlock, 1992, h. 203) mengatakan bahwa umpan balik dari orang

Oleh karena kehidupan Suku Bajo sangat dekat dengan laut, maka suatu hal yang perlu dikaji bahwa bagi mereka nelayan dan laut dapat dipandang sebagai budaya, sumber mencari nafkah