• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN STRUKTUR DAN BENTUK HUTAN KOTA

PT. JAKARTA INDUSTRIAL ESTATE PULOGADUNG

DALAM MEREDAM KEBISINGAN

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Muhamad Sugeng Wahyudi

(4)

ABSTRAK

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI. Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

Kebisingan yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, maka dari itu perlu adanya pembangunan hutan kota dalam meredam kebisingan. Metode penelitian meliputi pengukuran kebisingan menggunakan sound level meter selama 10 menit, pengukuran rata-rata LAI (Leaf Area Index) dan kerapatan tanaman. Hasil uji korelasi antara jumlah kendaraan bermotor terhadap tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai kuat, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai rendah, dan areal yang didominasi rumput memiliki nilai kuat. Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan terlihat pada selisih jarak pengukuran, yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur jarak 0-25 meter (13.2%) dan jarak 0-50 meter (19.3%), hutan kota strata banyak bentuk bergerombol jarak 0-25 meter (11.4%) dan jarak 0-50 meter (16.8%), dan hutan kota yang didominasi rumput jarak 0-25 meter (14.4%) dan jarak 0-50 meter (21.2%). Nilai LAI terendah pada hutan kota strata dua bentuk jalur dan nilai LAI tertinggi pada hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. Areal yang didominasi rumput memiliki nilai LAI berkisar 0.3 – 2.0.

Kata kunci: bentuk, hutan kota, indeks luas daun, kebisingan, struktur

ABSTRACT

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI. The Differences of Structure and Form of Urban Forest PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung in Reducing Noise. Supervised by RACHMAD HERMAWAN and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

The continuing of noise in a long time could harm human healthy, therefore need the urban forest development to solve this problem. The methods in measuring the noise use sound level meter for 10 minutes, this research also measure and average of LAI (Leaf Area Index) and plant density. Urban forest with the result show a correlation between vehicle and noisyin urban forest strata two is high, while in urban forest that has some strata is low and grass area is high. The urban forest capability in reducing noise can be seen by the distance. Urban forest with two strata and line form in the distance 0-25 meter (13.2%) and 0-50 meter (19.3%), urban forest with many strata and assemble form the distance 25 meter (11.4%) and 0-50 meter (16.8%), and urban forest dominated with grasses the distance 0-25 meter (14.4%) and 0-50 meter (21.2%). LAI values at the lowest in urban forest with two strata and line form and LAI values at the highest in urban forest with many strata and clustered form. The urban forest dominated with grasses has LAI values 0.3-0.2.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PERBEDAAN STRUKTUR DAN BENTUK HUTAN KOTA

PT. JAKARTA INDUSTRIAL ESTATE PULOGADUNG

DALAM MEREDAM KEBISINGAN

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei-Juli 2014 ini ialah hutan kota, dengan judul Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Indsutrial Estate Pulogadung Dalam Meredam Kebisingan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF dan Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Wahjoe Indrawati selaku Kepala Suku Bidang Pertanian dan Kehutanan Jakarta Timur, Bapak Yanto dan Bapak Rusli selaku pengelola Hutan Kota PT. JIEP, Bapak Dudi selaku Laboran Lab Analisis Spasial Lingkungan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, serta Ibu Eti selaku Laboran Lab Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, seluruh keluarga, dan teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data, yaitu Ika Kasuarina Samiasih, Heru Hermanto, Ilham Pratama Noviandi, Dewa Bagus Widy Kurniawan, Novirin Razanah Jati, Nurrohim, Wida Agustina, Handi Adrian Hadjeri, Arifani Setyarahim, Maria Krista Ervina dan Nur Dyah Ayu Novita, serta

keluarga “Nephentes rafflesiana” KSHE 47 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Bahan dan Alat 2

Jenis Data 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisi Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Tingkat Kebisingan 5

Kemampuan Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan 13

Disain Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Interpretasi koefisien korelasi nilai r 4

2 Matriks eigenvalue biplot di rumput dan semak 7

3 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk jaur 10 4 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk bergerombol 12 5 Hasil rata-rata pengukuran tingkat kebisingan di hutan kota PT. JIEP 14 6 Kondisi tanaman di lokasi pengukuran kebisingan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 2

2 Plot contoh LAI 3

3 Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap kebisingan di rumput dan semak 6

4 Biplot jarak dan waktu di rumput dan semak 8

5 Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota

strata dua bentuk jalur 9

6 Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata dua bentuk jalur 10 7 Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota

strata banyak bentuk bergerombol 11

8 Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol 13 9 LAI di lokasi (a) hutan kota strata dua bentuk jalur dan (b) hutan kota

strata banyak bentuk bergerombol 16

10 Disain hutan kota dalam meredam kebisingan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tingkat kebisingan tiap lokasi pengukuran 20

2 Parameter tanaman 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Pemerintah melalui BUMN telah mengembangkan kawasan industri yang berfungsi sebagai pengendali terhadap meningkatnya jumlah industri yang memiliki dampak pencemaran, keterbatasan infrastruktur, dan masalah perkembangan kawasan pemukiman yang berdekatan dengan lokasi industri (Kwanda 2000).

Keberadaan industri bila tidak dikendalikan sering kali menimbulkan permasalahan lingkungan yang meliputi pencemaran udara, suara, dan air (Erawaty 2011). Permasalahan lingkungan yang sering ditimbulkan oleh aktivitas industri adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama dan terus-menerus, dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis pada manusia (Wardika et al. 2012). Dampak kesehatan akibat kebisingan bagi masyarakat diperkotaan, adalah menurunnya fungsi pendengaran, gangguan berkomunikasi, dan gangguan pola (Ikron et al. 2005).

Pengendalian kebisingan di kawasan industri perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebisingan. DPU (2005) menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan berbagai macam bentuk, dalam lanskap kota dapat menggunakan fungsi tanaman sebagai bahan untuk meredam suara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Carpenter et al

(1975) diacu dalam Sagitawaty (2001) Penanaman beberapa spesies vegetasi secara bersama-sama lebih efektif daripada penanaman vegetasi dari satu spesies. Maka dari itu penanaman pohon yang efektif dapat membangun hutan kota di kawasan industri.

Menurut Sagitawaty (2001) hutan kota yang hanya terdiri dari pepohonan saja dengan rumput yang tidak terlalu tinggi memiliki kemampuan lebih rendah dalam meredam kebisingan. Penelitian ini dilakukan di dalam hutan kota PT. JIEP untuk menganalisis kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan dengan membedakan struktur dan bentuk hutan kota PT. JIEP.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan berdasarkan bentuk dan struktur hutan kota.

Manfaat

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian terletak di Hutan Kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2014. Lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 1.

Bahan

Gambar 1 Lokasi penelitian

Gambar 1 Lokasi penelitian Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan tally sheet. Alat yang digunakan adalah meteran, kompas, walking stick, sound level meter (SLM), kaki tiga, stop watch, kamera digital, kamera DSLR dengan lensa fish-eye, software hemispherical photograph, software minitab16.

Jenis Data

(13)

3

Data dikumpulkan melalui dua tahapan, yaitu tahap pertama penentuan titik pengukuran kebisingan berdasarkan sumber kebisingan dan tahap kedua mengukur tingkat kebisingan pada lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol, rumput dan semak serta faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan, terdiri dari pengukuran leaf area index (LAI) dan kerapatan tanaman.

Pengukuran tingkat kebisingan

Berdasarkan KLH (1996) Tentang Baku Tingkat Kebisingan, yaitu pengukuran kebisingan dilakukan dengan metode sederhana, yaitu pengukuran kebisingan dicatat selama 10 menit dan dicatat setiap 5 detik dalam setiap jam. Waktu pengukuran pukul 09.00 WIB-17.00 WIB di hari kerja. Pengulangan data dilakukan sebanyak 3 kali berdasarkan titik pengukuran dan waktu yang sama. Pengukuran dilakukan di lokasi hutan kota bentuk strata dua bentuk jalur, hutan kota strata banyak bentuk bergerombol, rumput dan semak yang berdasarkan pada jarak yang berbeda terhadap sumber, yaitu 0 m (dekat sumber kebisingan), 25 m (di tengah hutan kota), dan 50 m (di belakang hutan kota).

Pengukuran LAI (Leaf Area Index)

Pengambilan data LAI dilakukan pada hutan kota strata dua bentuk jalur dan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. Rich et al. (1995) diacu dalam Ratnasih (2012) menyatakan secara sederhana LAI merupakan jumlah luas permukaan daun per unit area permukaan tanah. Pengambilan data LAI dilakukan dengan membuat plot contoh yang dapat mewakili, dengan ukuran 50 m x 50 m. LAI di ambil pada 5 titik (Gambar 2).

50 m

Gambar 2 Plot contoh pengukuran LAI Pengukuran kerapatan tanaman

(14)

4

Analisis Data

Kerapatan tanaman

Kerapatan tanaman dihitung menggunakan rumus (Soerianegara dan Indrawan 2005):

Sumber kebisingan yang didominasi oleh faktor kendaraan bermotor, maka dihitung Leq 1 menit dan Leq 10 menit dengan interval waktu 1 jam, yaitu dengan rumus (KLH 1996) :

Leq (1 menit) = 10 log

6 , . + , . + , . +. . + , . 5 dB(A)

Leq (10 menit) = 10 log

6 , . + , . +. . + , . x dB(A)

Data yang telah dihitung kemudian dirata-rata. Rata-rata tingkat kebisingan dihitung selisih pada jarak 0 meter hingga 50 meter dengan satuan dB (Decibel).

Analisis data juga dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel yang diuji menggunakan uji korelasi dengan program minitab 16. Uji korelasi dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan jumlah kendaraan bermotor (X) dengan tingkat kebisingan (Y). Berikut Tabel 1 menyatakan interpretasi koefisien korelasi nilai r antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) (Riduwan dan Sunarto 2011).

Tabel 1 Interpretasi koefisien korelasi nilai r No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0.80 – 1.000 Sangat Kuat

2 0.60 – 0.799 Kuat

3 0.40 – 0.599 Cukup Kuat

4 0.20 – 0.399 Rendah

5 0.00 – 0.199 Sangat Rendah

Hipotesis yang digunakan dalam uji korelasi adalah sebagai berikut : H0 = Hubungan antara kedua variabel tidak signifikan

H1 = Hubungan antara variabel siginifikan

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur merupakan hutan kota tipe industri yang dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Jakarta Timur, sebagai bagian ruang terbuka hijau dengan fungsi utama untuk penyangga kawasan industri dan sebagai daerah resapan air. Berdasarkan SK Gubernur No 870/2004, bahwa hutan kota tersebut memiliki luas 8.9 ha dan lokasi hutan kota ini memiliki titik koordinat 6°12’10.38’’ LS 106°5502.54’’ BT, 6°1224.59’’ LS 106°5455.08’’ BT, 6°1206.55’’

LS 106°54’44.29’’ BT, dan 6°12’07.00’’ LS 106°54’42.17’’ BT. Secara administrasi kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cakung, Kelurahan Rawa Terate (BLH DKI Jakarta 2012).

Kawasan hutan kota ini terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak dengan berbagai macam jenis pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa jenis pohon sebagai habitat satwaliar. Satwaliar yang dapat dijumpai adalah jenis burung, seperti kutilang (Pycnonotus surigaster) merupakan jenis burung yang mendominasi di hutan kota tersebut. Jenis tumbuhan yang dikembangkan pada hutan kota tersebut merupakan jenis yang memiliki fungsi sebagai penyangga kehidupan dan kenyamanan, meliputi flamboyan (Delonix regia), trembesi (Samanea saman), saga (Adenatera sp), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), Keciat (Spatodae sp), dan ketapang (Terminalia catapa). Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada tumbuhan bawah hingga lapisan tajuk pohon (BLH DKI Jakarta 2012).

Kawasan hutan kota ini memiliki manfaat secara sosial bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat adalah kawasan hutan kota PT. JIEP dimanfaatkan sebagai lahan agroforestry dengan menanam berbagai macam tanaman pertanian yang dikombinasikan dengan tanaman kehutanan. Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk menghidupi keperluan sehari-hari.

Tingkat Kebisingan

(16)

6

Berdasarkan hasil tingkat kebisingan pada bentuk dan struktur hutan kota dan RTH menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Berikut hasil tingkat kebisingan pada bentuk dan struktur hutan kota PT. JIEP dan RTH:

a) Rumput dan semak

Rumput dan semak di hutan kota PT. JIEP memiliki ketinggian mencapai hingga 1 m dengan struktur daun yang rapat dan padat. DPU (2014) menyatakan bahwa rumput dan semak merupakan tanaman penutup tanah (cover crops) yang memiliki fungsi dalam meredam kebisingan, selain itu dalam kondisi pohon atau tegakan pohon yang memiliki tinggi bebas cabang tinggi, rumput dan semak merupakan tanaman kombinasi yang efektif agar peredaman kebisingan lebih optimal. Sagitawaty (2001) menyatakan tingkat kebisingan di areal yang terdapat rumput dan semak dengan kerapatan tinggi, walaupun ukuran daun dan tinggi tanaman tergolong kecil, namun suara yang dikeluarkan oleh sumber kebisingan dapat dipantulkan kembali dan hanya sedikit suara yang dapat masuk melalui ruang-ruang yang kosong.

Tingkat kebisingan rumput dan semak memiliki nilai berbeda-beda pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB (Gambar 3). Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kebisingan pukul 09.00-10.00 WIB memiliki kebisingan mencapai 69.7 dB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut tingkat kepadatan kendaraan bermotor yang melintas cukup tinggi (Lihat Lampiran1), selain itu jam tersebut merupakan jam aktif kantor. Tingkat kebisingan terendah terjadi pukul 13.00-14.00 WIB dengan kebisingan mencapai 69.0 dB. Hal ini dikarenakan jam tersebut merupakan jam aktif karyawan mulai bekerja kembali setelah melakukan istirahat yang berpengaruh terhadap jumlah kendaraan bermotor yang melintas lebih rendah (Lihat Lampiran 1). Tingkat kebisingan tertinggi terjadi pada pukul 16.00-17.00 WIB dengan kebisingan mencapai 73.7 dB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut merupakan jam berakhirnya aktivitas pabrik yang menyebabkan jumlah kendaraan bermotor lebih tinggi (Lihat Lampiran 1).

Gambar 3 Pengaruh jarak 0 m 25 m, 50 m dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di rumput dan semak

(17)

7

Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi rumput dan semak, diperoleh variabel jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value 0.000 dengan korelasi sebesar 0.753, kemudian dibandingkan dengan taraf signifikan 5%, ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih besar daripada p-value, yaitu 0.05 > 0.000, maka H0 di tolak dan H1 diterima. Terbukti bahwa jumlah kendaraan bermotor di lokasi rumput dan semak mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di lokasi rumput dan semak dipengaruhi oleh jumlah kendaraan bermotor yang melintas.

Jumlah kendaraan bermotor tersebut akan mempengaruhi tingkat kebisingan, semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang melintas maka akan semakin tinggi tingkat kebisingan yang terjadi, serta kendaraan bermotor didominasi oleh kendaraan beroda dua, dan masih terdapat kendaraan yang menggunakan knalpot tidak berstandar atau sudah di modifikasi (Lihat Lampiran 1). Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kebisingan selain jumlah kendaraan bermotor adalah waktu pengukuran dan jarak pengukuran tingkat kebisingan, dalam hal ini akan dianalisis menggunakan uji biplot.

Analisis biplot digunakan untuk menganalisis hubungan dua objek, yaitu waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan. Berdasarkan hasil output nilai

eigenvalue yang memiliki cut off 1 akan digunakan untuk menganalisis hubungan objek waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan, sehingga dari hasil output tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan model biplot. Tabel 2 menjelaskan bahwa pada komponen utama memiliki nilai eigenvalue >1, artinya asumsi biplot terpenuhi karena dalam analisis biplot dibutuhkan dua komponen, sehingga dalam penelitian ini komponen pertama sudah dapat mewakili komponen dua dan komponen tiga dengan besar proporsi keragaman kumulatif sebesar 98% (Tabel 2).

Tabel 2 Matriks eigenvalue biplot di rumput dan semak Komponen Utama Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3

Eigenvalue 8.481 0.254 0.099

Proportion 0.960 0.029 0.011

Cumulative 0.960 0.989 1.000

Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat permodelan biplot (Gambar 4). Berdasarkan hasil permodelan biplot terdapat dua objek, yaitu waktu dan jarak. Objek waktu digunakan untuk mengelompokkan waktu yang memiliki karakteristik yang sama terhadap tingkat kebisingan ditunjukkan dengan titik objek didalam kuadran, sedangkan objek jarak digunakan untuk menjelaskan hubungan antara jarak terhadap waktu yang ditunjukkan dengan panjang vektor.

(18)

8

ini dikarenakan pada jam tersebut memiliki tingkat kepadatan jumlah kendaraan bermotor cukup tinggi.

Sartono et al. (2003) menyatakan bahwa dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut tumpul. Gambar 4 menjelaskan bahwa jarak memiliki nilai korelasi yang kuat, yaitu arah vektor membentuk sudut lancip. Nilai keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003). Jarak 0-25 m atau T2 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai keragaman tinggi (Gambar 4). Hal ini dikarenakan keberadaan rumput dan semak berpengaruh untuk meredamkan kebisingan.

Gambar 4 Biplot jarak dan waktu di rumput dan semak b) Hutan kota strata dua bentuk jalur

Struktur hutan kota yang berstrata dua dalam penelitian ini memiliki peran yang penting dalam meredam kebisingan di kawasan industri. Menurut Irwan (1994) hutan kota strata dua merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sementara itu, strata dan bentuk hutan kota merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam lansekap hutan kota. Bentuk jalur hutan kota merupakan komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan, pantai, saluran, dan sebagainya.

(19)

9 tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur.

Gambar 5 Pengaruh jarak 0 m 25 m 50 m dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota strata dua bentuk jalur

Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur, diperoleh variabel jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value 0.000 dengan korelasi sebesar 0.673, kemudian dibandingkan dengan taraf signifikan 5%, ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih besar daripada p-value, yaitu 0.05 > 0.000, maka H0 di tolak dan H1 diterima. Terbukti bahwa jumlah kendaraan bermotor mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Peredaman kebisingan tergantung kondisi tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sagitawaty (2001) bahwa kebisingan yang diredamkan oleh vegetasi namun hanya terdapat rumput-rumput yang berukuran pendek, suara akan tetap menerobos dan nilai peredaman yang dihasilkan rendah. Faktor selain dari fungsi tanaman terdapat juga faktor pada saat pengukuran, yaitu waktu dan jarak pengukuran tingkat kebisingan. Hal ini dilakukan uji biplot di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur untuk mengetahui pengaruh waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan.

(20)

10

Tabel 3 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk jalur Komponen Utama Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3

Eigenvalue 2.390 0.372 0.035

Proportion 0.854 0.133 0.013

Cumulative 0.854 0.987 1.000

Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat permodelan biplot (Gambar 6). Letak objek waktu terhadap tingkat kebisingan, yaitu waktu yang memiliki karakteristik yang sama dalam kuadran pertama terjadi pukul 09.00-10.00 WIB, 10.00-11.00 WIB, dan 11.00-12.00 WIB. Hal ini dikarenakan jumlah kendaraan bermotor yang melintasi titik pengukuran relatif sama. Kuadran kedua terjadi pada pukul 13.00-14.00 WIB dan 15.00-16.00 WIB memiliki karakter relatif sama. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut merupakan aktivitas pabrik mulai merenggang terhadap kepadatan lalu-lintas. Kuadaran ketiga hanya pukul 12.00-13.00 WIB, karena pada jam tersebut jumlah kendaraan bermotor mulai meningkat, selain itu pada jam tersebut para karyawan mulai melakukan mobilisasi menuju tempat istirahat. Kuadran empat terjadi pada pukul 14.00-15.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB. Hal ini dikarenakan pukul 14.00-15.00 WIB memiliki tingkat mobilisasi karyawan yang cukup tinggi. Pukul 16.00-17.00 WIB merupakan waktu berakhirnya aktivitas pabrik, sehingga jumlah kendaraan yang melintas cukup padat (Lihat Lampiran 1).

Gambar 6 menjelaskan bahwa jarak memiliki nilai korelasi yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Nilai korelasi ditunjukkan dengan arah vektor membentuk sudut lancip, sehingga jarak berpengaruh terhadap tingkat kebisingan. Nilai keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003). Gambar 6 pada jarak 0-25 m atau T2 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai keragaman tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor tanaman. Irwan (2008) mejelaskan besarnya tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh (1) vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, (2) faktor iklim yaitu angin, suhu, dan kelembaban udara, (3) properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa keberadaan pepohonan di sekitar ruas jalan memiliki fungsi penting dalam meredamkan kebisingan.

(21)

11

c) Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Hutan kota strata banyak merupakan komuniitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam. Sementara itu, bentuk hutan kota bergerombol merupakan hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan (Irwan 1994). BLH DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa kawasan hutan kota PT. JIEP terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam jenis pepohonan. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan tajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah.

Hasil pengukuran tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata banyak bentuk bergerombol (Gambar 7) menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan, pada pukul 09.00-10.00 WIB, memiliki tingkat kebisingan cukup tinggi yang mencapai 66.0 dB. Hal ini dikarenakan tingkat kebisingan dipengaruhi oleh faktor jumlah kendaraan bermotor yang cukup tinggi. Pukul 11.00-12.00 WIB tingkat kebisingan meningkat kembali hingga mencapai 66.5 dB. Hal ini dikarenakan lokasi pengukuran terdapat masjid sebagai tempat beribadah dan tempat beristirahat bgai karyawan pabrik, sehingga suara yang dihasilkan dari speaker yang berasal dari masjid terekam oleh microphone sound level meter. Pukul 12.00-13.00 WIB memiliki tingkat kebisingan rendah mencapai 64.4 dB. Hal ini dikarenakan jam tersebut merupakan jam istirahat bagi karyawan pabrik, sehingga jumlah kendaraan bermotor yang melintas cukup rendah.

Gambar 7 Pengaruh jarak 0 m 25 m 50 m dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur, diperoleh variabel jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value

(22)

12

0.061 dengan korelasi sebesar 0.388, kemudian dibandingkan dengan taraf signifikan 5%, ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih rendah daripada p-value, yaitu 0.05 < 0.000, maka H0 di terima dan H1 di tolak. Hasil analisis uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan kendaraan bermotor dengan tingkat kebisingan memiliki hubungan negatif atau tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa sumber kebisingan di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol tidak hanya berasal dari jumlah kendaraan bermotor, tetapi berasal dari suara pabrik PT. Jabar Steel yang beroperasi dari pukul 08.00-16.00 WIB. Hal ini berpengaruh terhadap suara yang dihasilkan oleh alat, meskipun jumlah kendaraan rendah tingkat kebisingan tetap tinggi saat pabrik tersebut beroperasi. Suara lain yang mempengaruhi tingkat kebisingan di lokasi tersebut adalah aktivitas ibadah, yaitu merupakan sumber suara yang berasal dari pengeras suara, hal ini terjadi hanya pada saat memasuki waktu dzuhur dan ashar.

Faktor selain dari fungsi tanaman terdapat juga faktor pada saat pengukuran, yaitu waktu dan jarak pengukuran tingkat kebisingan. Hal ini dilakukan uji biplot di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur untuk mengetahui pengaruh waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan. Berdasarkan uji biplot menunjukkan hasil output nilai eigenvalue yang memiliki cut off 1 akan digunakan untuk menganalisis hubungan objek waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan, sehingga dari hasil output tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan model biplot. Tabel 4 menjelaskan bahwa pada komponen utama memiliki nilai

eigenvalue >1, artinya asumsi biplot terpenuhi bahwa dalam analisis biplot dibutuhkan dua komponen, sehingga dalam penelitian ini komponen pertama sudah dapat mewakili komponen dua dan komponen tiga dengan besar proporsi keragaman kumulatif sebesar 98% (Tabel 4).

Tabel 4 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Komponen Utama Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3

Eigenvalue 13.793 1.721 0.197

Proportion 0.878 0.110 0.013

Cumulative 0.878 0.987 1.000

Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat permodelan biplot (Gambar 8). Berdasarkan hasil permodelan biplot terdapat dua objek, yaitu waktu dan jarak. Objek waktu digunakan untuk mengelompokkan waktu yang memiliki karakteristik yang sama terhadap tingkat kebisingan ditunjukkan dengan titik objek didalam kuadran, sedangkan objek jarak digunakan untuk menjelaskan hubungan antara jarak terhadap waktu yang ditunjukkan dengan panjang vektor.

(23)

13

jumlah kendaraan dan suara yang berasal dari aktivitas pabrik memiliki karakter realtif sama. Kuadran empat, pukul 14.00-15.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB merupakan jam paling aktif di lokasi tersebut, sehingga tingkat kebisingan relatif sama. Pada pukul 16.00-17.00 WIB memiliki tingkat kebisingan paling tinggi yang merupakan jam berakhir pabrik, sehingga jumlah kendaraan bermotor yang melintas mencapai jumlah yang maksimal.

Gambar 8 dapat menjelaskan bahwa jarak memiliki nilai korelasi yang kuat terhadap tingkat kebisingan. Nilai korelasi ditunjukkan dengan arah vektor yang membentuk sudut lancip, sehingga jarak signifikan terhadap tingkat kebisingan. Nilai keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003). Gambar 8 pada jarak 0-50 m atau T3 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai keragaman tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kerimbunan hutan kota mampu meredam kebisingan yang berasal dari bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki peran pada jarak 0-50 m dalam meredam kebisingan di kawasan industri Pulogadung.

Gambar 8 Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol Kemampuan Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan

Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan memiliki hasil yang berbeda-beda. Tingkat kebisingan yang dapat diredamkan oleh tanaman juga tergantung pada kepadatan tanaman, tinggi tanaman, lebar tanaman, lebar penanaman, intensitas bunyi, frekuensi, dan arah sumber kebisingan terhadap tanaman (Sagitawaty 2001). Berdasarkan hasil rata-rata tingkat kebisingan dalam satu hari dapat dilihat Tabel 5, menjelaskan tingkat kebisingan hasil rata-rata tersebut memiliki tingkat kebisingan pada jarak 0 m sebesar 70.2 dB, jarak 0-25 m sebesar 60.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan rumput dan semak dalam meredam kebisingan dilihat dari hasil selisih antara jarak 0-25 m memiliki nilai 14.4%, 0-50 m memiliki nilai 21.1%, dan 25-50 m memiliki nilai 7.8%.

Kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 70.4 dB, jarak 0-25 sebesar 61.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 56.8 dB. Sementara itu, kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar 13.2%, jarak 0-50 m sebesar 19.3%, dan jarak 25-50 m sebesar 7.0%.

(24)

14

Kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dapat dilihat pada Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 66.6 dB, jarak 0-25 sebesar 59.0 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar 11.4%, jarak 0-50 m sebesar 16.8%, dan jarak 25-50 m sebesar 6.1%.

Tabel 5 Hasil rata-rata pengukuran tingkat kebisingan di hutan kota PT. JIEP Bentuk, Ambang Batas Kebisingan (NAB), tingkat kebisingan dinyatakan dalam decibel (dB), dan jarak 0 m = T1, 25 m = T2, dan 50 m = T3.

Kemampuan rumput dan semak dalam meredam kebisingan dipengaruhi oleh faktor struktur daun yang rapat, ketinggian rumput dan semak mencapai 0.5-1 m. Hal ini dapat meredam kebisingan yang masuk ke rongga-rongga rumput dan semak. Berdasarkan penelitian Umiati (2011) menyatakan tumbuhan bawah perlu dikombinasikan dengan pepohonan dengan kerimbunan daun rata rata 75% yang merata dari muka tanah hingga ketinggian 5 meter dapat menurunkan bising sekitar 25%.. Sesuai dengan pernyataan Ratnasih (2012), bahwa keberadaan semak yang merupakan bagian dari struktur hutan kota juga sangat penting dalam membantu vegetasi utama hutan kota dalam meredam kebisingan.

Berdasarkan hasil pengamatan di hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki kemampuan dalam meredam kebisingan lebih rendah daripada rumput dan semak (Tabel 5). Faktor tanaman akan berpengaruh dalam meredam kebisingan, jenis tanaman mahoni (Swietenia macrophyla), dadap (Erythrina variegata), glodokan (Polyathea longifolia), dan kenari (Canarium commune). Ha ini dikarenakan tidak terdapat rumput dan semak di dalam hutan kota tersebut, sesuai dengan pernyataan Umiati (2011) bahwa tanaman pohon saja kurang berhasil menurunkan kebisingan.

(25)

15

total rata-rata sebesar 5.51 m, tinggi bebas cabang rata-rata sebesar 2.04 m (Tabel 6). Tinggi tanaman yang cukup tinggi memungkinkan perambatan suara yang tinggi akan mengakibatkan daerah bising memiliki tingkat kebisingan yang tinggi pula, karena tidak terhalang oleh semak yang tidak ditanam rapat dan tinggi bebas cabang yang cukup tinggi pula (Ratnasih 2012).

Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol terdapat jenis tanaman mahoni (Swietenia macrophyla), trembesi (Samanea saman), lamtoro (Leucaena leucocephala), beringin (Ficus benjamina), dan kecerutan (Spathodea companulata). Berdasarkan hasil kemampuan dalam meredam kebisingan memiliki nilai paling rendah dibandingkan hutan kota strata dua bentuk jalur, rumput, dan semak. Hal ini dikarenakan faktor tanaman berpengaruh terhadap kemampuan dalam meredam kebisingan. Tabel 6 menjelaskan kerapatan tanaman di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai lebih rendah daripada kerapatan tanaman di hutan kota strata dua bentuk jalur. Faktor yang menyebabkan kemampuan dalam meredam kebisingan lebih rendah dikarenakan adanya tinggi rata-rata pohon yang tinggi, tetapi tinggi bebas cabang yang dimiliki tinggi pula, sehingga suara yang merambat melalui udara mampu melewati celah antara batang-batang pohon. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sagitawaty (2001), bahwa mekanisme peredaman kebisingan oleh tanaman akan melibatkan struktur batang, cabang, ranting, dan daun dalam proses penyerapan bunyi.

Tabel 6 Kondisi tanaman di lokasi pengukuran kebisingan Bentuk

Keterangan : 1) Hutan kota strata dua bentuk jalur, 2) Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol, K : Kerapatan, KR : Kerapatan relatif, Tt : Tinggi total, Tbc : Tinggi bebas cabang, D : Diameter, LAI : Leaf area index.

(26)

16

LAI 1.42 dan Gambar 9 (b) yaitu hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai rata-rata LAI 2.12. Hal ini menggambarkan bahwa nilai LAI berpengaruh terhadap kerimbunan suatu tanaman serta memiiki nilai estetika yang tinggi (Lihat Lampiran 3). Estetika di dalam hutan kota memberikan nilai lebih dalam membangun hutan kota selain fungsi untuk meredam kebisingan, yaitu nilai manfaat hutan kota yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan kota. Ratnasih (2012) menyatakan kelas kerindangan hutan kota berdasarkan nilai LAI terbagi menjadi : tidak rindang (0.1 - < 1.7), rindang (LAI 1.7 - <2.3), dan sangat rindang (<2.3).

Pengukuran rata-rata LAI menggambarkan hutan kota strata dua bentuk jalur kemampuan dalam meredam kebisingan lebih efektif daripada hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. Hal ini dikarenakan struktur dan bentuk hutan kota memiliki tinggi bebas cabang yang rendah lebih efektif dalam meredam kebisingan, sedangkan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol kurang efektif dalam meredam kebisingan, dikarenakan parameter tanaman memiliki tinggi bebas cabang yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ratnasih (2012) bahwa nilai LAI yang dapat menggambarkan kerindangan suatu vegetasi tidak selalu berbanding lurus terhadap nilai peredaman kebisingan, begitu pula dengan kerapatan tanaman.

Gambar 9 LAI di lokasi (a) hutan kota strata dua bentuk jalur dan (b) hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Disain Hutan Kota PT. JIEP dalam Meredam Kebisingan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa faktor tanaman di hutan kota PT. JIEP berpengaruh dalam meredam kebisingan di kawasan indutri Pulogadung. Faktor tanaman yang harus diperhatikan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang rendah. hutan kota yang memiliki tinggi bebas cabang rendah mampu meredam kebisingan lebih tinggi, selain itu keberadaan rumput dan semak mampu berperan dalam meredam kebisingan. Menurut DPU (2005), bahwa jenis tanaman yang digunakan untuk penghalang harus memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup merata mulai percabangan hingga ketinggian yang diharapkan,

(a)

(27)

17

sehingga perlu dilakukan suatu kombinasi agar kebisingan dapat diredamkan secara efektif, yaitu adanya kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon.

Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan, berdasarkan hasil penelitian bahwa pada lokasi pengukuran terdapat jalur hijau yang ditanam pada median jalan (sumber kebisingan) memiliki kemampuan dalam meredam kebisingan dari arah samping, tanaman yang digunakan adalah jenis mahoni yang memiliki tinggi bebas cabang yang rendah dengan jarak tanam di atur. Jarak 0-20 (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman penutup tanah (rumput dan semak) yang memiliki kerapatan daun yang padat agar kebisingan dapat dipantulkan kembali oleh rumput dan semak. Pada jarak 20-25 (m) tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang rendah yang mencapai 1 m. Pada jarak > 25 m tanaman yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tinggi bebas cabang > 2 m dengan kepadatan daun yang tinggi agar resiko kebisingan yang diterima oleh penerima semakin rendah (Lihat Gambar 10).

Keterangan : a) Jalan raya (sumber kebisingan), b) Jalur hijau mahoni, c) rumput dan semak dengan tinggi rata-rata 0.5-1 (m), d) pohon yang memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 1 m, e) pohon yang memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 3 m, f) pohon yang memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 2 m, g) pohon yang memiliki tinggi bebas cabang 4.7 m, dan h) pohon yang memiliki tinggi bebas cabang 4 m.

Gambar 10 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

18

Saran

1. Perlu dilakukan penambahan strata hutan kota PT. JIEP dengan menanam rumput dan semak dalam meredam kebisingan di kawasan industri.

2. Perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang efektif meredam kebisingan berdasarkan tinggi bebas cabang pohon di kawasan industri.

DAFTAR PUSTAKA

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2004. Prediksi kebisingan akibat lalu lintas. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Pedoman Konstruksi dan Bangunan- Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu-Lintas Jalan. Puslitbang Prasarana Transportasi.

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Arlan M. 2011. Pengaruh volume kendaraan terhadap kebisingan dan pemetaan kebisingan menggunakan perangkat lunak Arcview di kelurahan pondok Cina, Depok, akibat kegiatan transportasi di Jalan Margonda Raya. [Skripsi]. Depok (ID) : Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2012. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta (ID).

Breuer L, Eckhardt K, Frede HG. 2003. Plant parameter values for models in temperate climates. Ecology Model 169: 237-293.

Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the landscape. W.H. Freeman and Co, San Fransisco.

Erawaty R. 2001. Penegakan hukum lingkungan di Kawasan Industri ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Risalah Hukum. Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda (ID). ISSN 021-969X. Vol. 7, No. 1. Ikron, Made DI, Arminsih WR. 2005. Pengaruh kebisingan lalu lintas jalan

terhadap gangguan kesehatan psikologis anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID) : Makara Kesehatan, Vol. 11. No. 1, Juni 2007 : 32-37.

Irwan ZD. 1994. Peranan bentuk dan struktur hutan kota terhadap kualitas lingkungan kota (Studi Kasus Lokasi Permukiman Kota Jakarta). [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Kwanda T. 2000. Pengembangan kawasan industri di Indonesia. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra. Dimensi Teknik Arsitektur vol 28, No. 1. Juli 2000: 54-61.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID) : IPB Press.

(29)

19

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rich PM, Chen J, Sulatycki SJ, Vashisht R, Wachspress WS. 1995. Calculation of leaf area index and other canopy indices from gap fraction: a manual for the LAICALC software. Kansas Applied Remote Sensing Program Open File Report.pdf.

Riduwan, Sunarto H. 2011. Pengantar Statistika : Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dam Bisnis. Bandung (ID) : Alfabeta.

Rusnam. 1993. Laporan Penelitian Studi Tingkat Kebisingan di Kotamadya Bogor Jawa Barat. Bogor (ID) : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Sagitawaty LA. 2001. Peranan vegetasi dalam mereduksi kebisingan jalan raya. [skirpsi]. Bogor (ID) : Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sartono B, affendi FM, Syafitri UD, Sumertajaya LM, Anggraeni Y. 2003. Modul Teori Analisis Peubah Ganda. Bogor (ID) : IPB.

Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Umiati S. 2011. Pengaruh tata hijau terhadap tingkat kebisingan pada perumahan jalan Ratulangi Makassar. Makassar (ID). Teknik Sipil, Universitas Hasanudin.

Wardhana WA. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Offset.

Wardika IK, Suparsa IGP, Wedagama DMP. 2012. Analisis kebisingan lalu lintas pada ruas jalan arteri (studi kasus Jalan Prof. DR. IB. Mantra pada Km 15 s/d KM 16). Jurnal Ilmiah Elektronik Teknik Sipil, Vol 1 No 1.

Werdiningsih H. 2007. Kajian penggunaan tanaman sebagai alternatif pagar rumah.

(30)

20

Lampiran 1 Tingkat kebisingan tiap lokasi pengukuran Lokasi : Rumput dan semak

Pengulangan 1

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 69.7 59.6 54.3 372 97 469

2 10.00-11.00 69.8 58.5 53.9 340 68 408

3 11.00-12.00 69.8 58.5 54.7 265 107 372

4 12.00-13.00 70.7 60.2 55.7 283 57 340

5 13.00-14.00 69.9 59.1 54.2 304 168 472 6 14.00-15.00 71.4 60.9 55.7 362 107 469

7 15.00-16.00 71.7 61.0 56.7 309 89 398

8 16.00-17.00 73.3 63.5 59.0 519 89 608 Pengulangan 2

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 70.3 62.6 56.8 250 64 314

2 10.00-11.00 67.2 60.0 54.5 211 51 262

3 11.00-12.00 69.1 59.0 54.0 227 66 293

4 12.00-13.00 67.2 59.4 54.5 249 69 318

5 13.00-14.00 78.3 59.5 54.4 220 46 266

6 14.00-15.00 69.9 60.7 55.6 321 83 404

7 15.00-16.00 70.4 62.0 57.6 407 69 476

8 16.00-17.00 73.3 66.0 58.9 671 35 706

Pengulangan 3

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 69.0 57.4 54.3 199 66 265

2 10.00-11.00 71.0 59.6 54.6 180 62 242

3 11.00-12.00 67.6 56.8 53.9 212 72 284

4 12.00-13.00 69.7 60.4 57.4 243 52 295

5 13.00-14.00 68.8 57.2 51.8 210 92 302

6 14.00-15.00 70.5 58.8 53.9 276 70 346

7 15.00-16.00 72.6 59.4 55.0 423 69 492

(31)

21

Lampiran 1 Tingkat kebisingan tiap lokasi pengukuran (lanjutan) Lokasi : Hutan kota strata dua bentuk jalur

Pengulangan 1

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 68.8 62.9 57.5 162 50 212

2 10.00-11.00 70.7 63.1 57.2 125 64 189

3 11.00-12.00 66.8 61.6 56.1 91 56 147

4 12.00-13.00 71.9 64.4 58.2 229 84 313

5 13.00-14.00 70.6 63.2 56.5 113 52 165

6 14.00-15.00 71.1 63.8 58.2 140 58 198

7 15.00-16.00 70.8 63.0 57.7 215 59 274

8 16.00-17.00 72.1 64.3 58.7 284 42 326

Pengulangan 2

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 69.8 63.0 57.7 168 59 227

2 10.00-11.00 70.2 62.3 56.5 212 44 256

3 11.00-12.00 69.4 61.9 57.0 155 43 198

4 12.00-13.00 71.3 64.6 58.8 202 65 267

5 13.00-14.00 70.2 59.7 56.2 130 50 180

6 14.00-15.00 70.6 62.8 58.2 280 38 318

7 15.00-16.00 69.4 61.5 57.0 257 42 299

8 16.00-17.00 72.8 64.2 58.4 347 107 454 Pengulangan 3

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 69.9 61.1 56.5 112 43 155

2 10.00-11.00 68.6 60.5 54.9 120 57 177

3 11.00-12.00 70.8 60.6 54.4 118 48 166

4 12.00-13.00 69.3 60.7 56.1 157 51 208

5 13.00-14.00 69.7 60.9 54.5 104 46 150

6 14.00-15.00 71.1 61.5 55.3 183 54 237

7 15.00-16.00 71.3 61.8 55.2 232 46 278

(32)

22

Lampiran 1 Tingkat kebisingan tiap lokasi pengukuran (lanjutan) Lokasi : Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Pengulangan 1

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 63.2 60.3 55.6 70 17 87

2 10.00-11.00 61.3 56.7 51.7 68 21 89

3 11.00-12.00 65.3 59.4 54.7 67 23 90

4 12.00-13.00 63.6 59.0 54.4 146 53 199

5 13.00-14.00 61.4 56.9 52.5 74 25 99

6 14.00-15.00 69.7 63.7 57.3 86 29 115

7 15.00-16.00 66.8 60.0 57.5 115 26 141 8 16.00-17.00 69.1 61.4 56.3 153 17 170 Pengulangan 2

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 70.3 61.1 56.4 82 30 112

2 10.00-11.00 65.9 57.4 52.3 59 23 82

3 11.00-12.00 68.0 56.8 53.1 54 24 78

4 12.00-13.00 67.5 56.5 54.0 88 15 103

5 13.00-14.00 67.1 55.9 52.0 74 26 100

6 14.00-15.00 70.2 60.0 55.8 66 30 96

7 15.00-16.00 68.6 62.1 63.4 83 25 108

8 16.00-17.00 70.3 62.0 56.0 143 30 173

Pengulangan 3

No Pukul dB (A) Jumlah Kendaraan Total

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Roda 2 ≥Roda 4

1 09.00-10.00 64.6 58.1 54.3 56 31 87

2 10.00-11.00 67.7 58.5 55.0 69 32 101

3 11.00-12.00 66.2 58.4 54.8 59 36 95

4 12.00-13.00 62.1 56.7 55.7 76 29 105

5 13.00-14.00 63.0 55.0 53.4 64 27 91

(33)

1

Lampiran 2 Parameter tanaman

Lokasi : Hutan kota strata dua bentuk jalur

No Jenis

Tanaman

∑ X (m)

Y (m)

Kel (m)

D (cm)

Tinggi Tanaman Koordinat

Tt (m) Tbc (m) a1 (m) b1o a2 (m) b2o c1 (m) d1o c2 (m) d2o

1 Mahoni 1 0 0 127 40.45 8.9 4.5 4.0 250 5.5 70 5.0 350 2.0 170

2 Mahoni 1 3 0 77 24.52 6.7 3.4 5.5 280 4.0 100 3.0 350 1.0 170

3 Mahoni 1 5 0 74 23.57 7.4 3.7 5.0 40 4.0 220 4.0 150 1.0 330

4 Mahoni 1 7.5 0 99 31.53 8.2 4.1 7.0 40 5.0 220 5.0 330 0.0 150

5 Mahoni 1 10 0 83 26.43 7.8 3.9 7.0 30 0.0 210 3.0 340 0.0 160

6 Mahoni 1 13 0 65 20.70 5.8 2.9 8.0 320 0.0 140 5.0 10 0.0 190

7 Mahoni 1 16 0 89 28.34 8.4 4.2 5.0 310 4.0 130 2.0 190 1.5 10

8 Mahoni 1 19 0 133 42.36 7.4 3.7 6.0 270 9.0 90 8.0 150 7.0 330

9 Mahoni 1 25.5 0 127 40.45 7.8 3.9 8.0 330 6.0 150 4.0 240 5.0 60

10 Mahoni 1 30 0 121 38.54 6.9 3.5 7.0 300 7.0 120 6.0 40 4.0 220

11 Mahoni 1 32.5 0 85 27.07 8.0 4.0 6.0 320 7.5 140 7.0 60 0.0 240

12 Mahoni 1 34.5 0 104 33.12 7.3 3.7 7.0 260 8.0 80 7.0 20 0.0 200

13 Mahoni 1 37.5 0 80 25.48 6.7 3.4 8.0 130 0.0 310 4.0 5 0.0 185

14 Mahoni 1 40 0 133 42.36 5.4 2.7 0.0 330 7.0 150 7.0 40 0.0 220

15 Mahoni 1 43.5 0 67 21.34 6.2 3.1 7.0 340 0.0 160 7.0 100 6.0 280

16 Mahoni 1 49.5 0 95 30.25 5.7 2.9 7.0 60 1.0 240 4.5 300 5.0 120

17 Flamboyan 1 48 11 97 30.89 5.4 2.7 5.0 100 5.0 280 4.0 300 6.0 120

18 Glodokan 1 40 19 84 26.75 4.5 2.3 5.0 150 4.5 330 5.0 260 5.0 80

19 Glodokan 1 37.5 19 71 22.61 4.5 2.3 4.0 260 3.0 80 4.0 160 3.0 340

20 Kenari 1 37.5 11 53 16.88 8.1 4.1 4.0 70 0.5 250 3.0 40 3.0 220

(34)

2

Lampiran 2 Parameter tanaman (lanjutan)

Lokasi : Hutan kota strata dua bentuk jalur

21 Kenari 1 34.5 11 69 21.97 5.2 2.6 5.0 320 4.5 140 4.0 230 4.0 50

22 Mahoni 1 33 8 48 15..29 4.8 2.4 3.5 340 0.5 160 2.0 260 0.0 80

23 Glodokan 1 32.5 19 74 23.57 3.2 1.6 4.0 100 3.0 280 3.0 20 1.7 200

24 Glodokan 1 30 19 77 24.52 4.3 2.2 3.8 300 2.0 120 3.0 140 1.0 320

25 Glodokan 1 26 19 77 23.52 4.0 2.0 4.8 305 4.5 125 2.7 0 2.0 180

26 Flamboyan 1 25 11 75 23.89 5.7 2.9 5.0 200 5.0 20 4.5 220 4.0 40

27 Glodokan 1 24.5 19 83 26.43 4.2 2.1 3.5 140 3.0 320 2.0 220 1.5 40

28 Glodokan 1 23 19 77 24.52 3.9 2.0 3.5 170 2.5 350 2.5 290 3.0 110

29 Glodokan 1 19 19 78 24.84 3.9 2.0 4.5 70 5.0 250 2.0 20 2.0 200

30 Mahoni 1 19 11 61 19.43 6.7 3.4 3.5 30 1.0 210 0.5 300 0.5 120

31 Mahoni 1 19 8 45 14.33 6.9 3.5 4.3 340 1.0 160 2.0 280 0.5 100

32 Mahoni 1 15 8 63 20.06 6.2 3.1 3.0 350 2.0 170 2.5 300 2.0 120

33 Kenari 1 18 10 51 16.24 6.2 3.1 4.0 10 3.0 190 3.0 90 2.5 270

34 Mahoni 1 13 11 51 16.24 5.4 2.7 0.3 170 1.2 350 2.0 270 1.0 90

35 Glodokan 1 18 19 83 26.43 4.7 2.4 4.4 140 3.0 320 4.2 210 2.5 30

36 Glodokan 1 10 19 76 24.20 3.9 2.0 4.0 110 3.0 290 5.2 70 4.4 250

37 Mahoni 1 10 11 64 20.38 6.1 3.1 6.0 140 4.1 320 3.0 180 4.4 0

38 Glodokan 1 7.5 19 63 20.06 3.9 2.0 5.1 120 4.0 300 3.0 200 2.5 20

39 Glodokan 1 5 19 85 27.07 3.9 2.0 5.0 100 4.0 280 6.0 180 2.0 0

40 Glodokan 1 3 19 84 26.75 4.1 2.1 6.0 300 2.0 120 3.0 200 1.0 20

41 Kenari 1 5 10 52 16.56 6.2 3.1 5.0 120 3.0 300 2.3 210 2.0 30

42 Kenari 1 7.5 10 54 17.20 5.0 2.5 3.0 80 2.0 260 1.2 190 1.0 10

Keterangan : ∑ : Jumlah individu, X & Y : Posisi pohon, Kel : Keliling pohon, D : Diameter, Tt : Tinggi total, Tbc : Tinggi bebas cabang, a1 : Jarak terpanjang, a2 : Jarak terpanjang, b1 : sudut terpanjang, b2 : sudut terpanjang, c1 : Jarak terpendek, c2 : Jarak terpendek, d1 : sudut terpendek, d2 : sudut terpendek

(35)

3

Lampiran 2 Parameter tanaman (lanjutan)

Lokasi : Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

No Jenis

Tanaman

∑ X (m)

Y (m)

Kel (m)

D (cm)

Tinggi Tanaman Koordinat

Tt (m) Tbc (m) a1 (m) b1o a2 (m) b2o c1 (m) d1o c2 (m) d2o

1 Trembesi 1 5 2 90 28.66 7.1 3.4 12 330 4.0 150 4.0 40 6.0 220

2 Kecerutan 1 7 2.5 45 14.33 6.3 3.6 5.0 320 1.0 140 4.0 40 2.0 220

3 Kecerutan 1 9 2.5 40 12.74 5.1 3.7 5.0 25 2.0 205 3.0 310 1.0 130

4 Kecerutan 1 5 10 63 20.06 16 11 5.0 70 1.0 250 2.0 130 0.5 310

5 Kecerutan 1 5 10 87 27.71 17 12 5.0 240 2.0 60 0.5 120 3.0 300

6 Kecerutan 1 5 12 45 14.33 15 12 3.0 120 0.5 300 0.5 20 0.0 200

7 Kecerutan 1 5 14 129 41.08 10 5.0 4.0 120 6.0 300 2.0 30 0.5 210

8 Kecerutan 1 7 10 124 39.49 23 18 5.0 120 2.0 300 3.0 20 3.0 200

9 Kecerutan 1 7 9 38 12.10 9.3 5.6 1.0 60 2.5 240 0.5 120 2.0 300

10 Kecerutan 1 9 9 41 13.06 11 7.3 5.0 50 0.5 230 0.5 260 1.0 80

11 Mahoni 1 15 25 38 12.10 7.3 5.4 3.0 10 1.0 190 2.0 60 0.5 240

12 Mahoni 1 15 26 48 15.29 4.6 0.0 5.0 80 1.0 260 2.0 100 1.0 280

13 Mahoni 1 18 28 40 12.74 6.4 4.3 4.0 60 0.5 240 2.0 100 0.5 280

14 Mahoni 1 21 25 50 15.92 6.3 1.3 4.0 350 3.0 170 2.0 100 1.0 280

15 Mahoni 1 24 25 47 14.97 7.4 2.3 5.0 5 1.0 185 3.0 100 1.0 280

16 Mahoni 1 24 27 43 13.69 7.2 1.7 4.0 20 1.0 200 3.0 50 0.5 230

17 Mahoni 1 35 20 57 18.15 9.4 1.3 9.0 40 4.0 220 6.0 290 5.0 110

18 Mahoni 1 36 26 32 10.19 5.4 3.2 4.0 330 0.5 150 1.0 20 1.0 200

19 Mahoni 1 36 28 39 12.42 3.0 2.4 2.0 20 1.0 200 1.0 120 1.0 300

20 Mahoni 1 36 29 37 11.78 3.4 1.8 2.0 20 1.0 200 1.0 120 1.0 300

(36)

4

Lampiran 2 Parameter tanaman (lanjutan)

Lokasi : Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

21 Mahoni 1 36 29 32 10.19 3.5 2.1 2.0 20 1.0 200 1.0 120 1.0 300

22 Mahoni 1 36 29 35 11.15 3.4 1.9 2.0 20 1.0 200 1.0 120 1.0 300

23 Mahoni 1 36 29 32 10.19 3.5 2.2 2.0 20 1.0 200 1.0 120 1.0 300

24 Mahoni 1 36 29 35 11.15 3.6 2.3 2.0 20 1.0 200 1.5 120 1.0 300

25 Mahoni 1 9 30 32 10.19 2.3 2.1 2.0 40 3.0 220 1.0 320 0.5 140

26 Mahoni 1 9 33 27 8.60 2.7 2.2 3.0 20 4.0 200 1.0 240 1.0 60

27 Mahoni 1 9 36 28 8.92 2.5 2.3 2.0 240 3.0 60 1.0 60 1.0 240

28 Mahoni 1 9 39 26 8.28 2.8 2.2 3.0 320 4.0 140 3.0 40 1.0 220

29 Mahoni 1 9 42 27 8.60 3.0 2.1 2.0 20 4.0 200 0.5 30 1.0 210

30 Mahoni 1 9 45 27 8.60 2.8 1.9 4.0 40 3.0 220 0.5 50 1.0 230

31 Mahoni 1 9 48 26 8.28 3.1 1.8 2.0 310 3.0 130 1.0 60 1.0 240

32 Mahoni 1 12 30 34 10.83 3.2 1.5 1.0 320 2.0 140 2.0 60 1.0 240

33 Mahoni 1 12 33 35 11.15 2.8 1.3 3.0 330 4.0 150 1.0 40 2.0 220

34 Mahoni 1 12 36 32 10.19 2.6 1.7 2.0 320 3.0 140 1.0 20 0.5 200

35 Mahoni 1 12 39 26 8.28 2.3 1.7 4.0 20 3.0 200 1.0 240 6.0 60

36 Mahoni 1 12 42 32 10.19 2.6 2.0 3.0 60 0.0 240 2.0 320 2.0 140

37 Mahoni 1 12 45 27 8.60 2.1 2.1 2.0 80 0.5 260 1.0 20 2.5 200

38 Mahoni 1 12 48 21 6.69 2.5 2.0 4.0 340 3.0 160 2.0 20 0.5 220

39 Mahoni 1 18 30 28 8.92 2.3 1.9 3.0 240 2.0 60 1.0 40 1.0 130

40 Mahoni 1 18 33 28 8.92 3.1 1.7 1.0 280 1.0 100 3.0 310 1.0 140

41 Mahoni 1 18 36 32 10.19 2.6 2.4 2.0 240 0.5 60 4.0 320 0.5 150

42 Mahoni 1 18 39 31 9.87 2.7 2.3 4.0 60 1.0 240 3.0 330 3.0 140

43 Mahoni 1 18 42 33 10.51 3.2 2.0 3.0 80 0.5 260 4.0 20 1.0 200

44 Mahoni 1 18 45 36 11.46 3.5 1.9 2.0 340 1.0 160 4.0 60 1.0 240

(37)

5

Lampiran 2 Parameter tanaman (lanjutan)

Lokasi : Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

45 Mahoni 1 18 48 32 10.19 3.7 1.8 2.0 320 1.0 140 3.0 80 4.0 260

46 Mahoni 1 21 30 33 10.51 3.8 1.7 4.0 240 0.5 60 3.0 340 0.5 160

47 Mahoni 1 21 33 34 10.83 3.2 2.4 2.0 60 5.0 240 2.0 230 3.0 50

48 Mahoni 1 21 36 31 9.87 3.5 2.1 3.0 40 2.0 220 4.0 20 2.0 200

49 Mahoni 1 21 39 32 10.19 3.6 2.1 3.0 30 2.5 210 3.0 60 1.0 240

50 Mahoni 1 21 42 34 10.83 3.2 1.6 2.0 40 0.5 220 3.0 80 0.5 260

51 Mahoni 1 21 45 35 11.15 2.7 1.7 2.0 60 1.0 240 3.0 40 1.0 220

52 Mahoni 1 21 48 34 10.83 2.1 1.3 2.0 60 1.0 240 3.0 30 0.5 210

53 Beringin 1 45 42 174 55.41 23 1.5 13 70 13 250 4.0 150 10 330

54 Kecerutan 1 0 48 67 21.34 12 3.4 6.0 170 3.0 350 2.0 100 2.0 280

55 Kecerutan 1 2 48 53 16.88 6.4 5.5 4.0 140 5.0 320 3.0 100 1.0 280

56 Kecerutan 1 6 45 53 16.88 7.5 6.3 2.0 60 1.0 240 1.0 140 1.0 320

57 Kecerutan 1 8 42 39 12.42 5.4 13 3.0 220 4.0 40 2.0 280 2.0 100

Keterangan : ∑ : Jumlah individu, X & Y : Posisi pohon, Kel : Keliling pohon, D : Diameter, Tt : Tinggi total, Tbc : Tinggi bebas cabang, a1 : Jarak terpanjang, a2 : Jarak terpanjang, b1 : sudut terpanjang, b2 : sudut terpanjang, c1 : Jarak terpendek, c2 : Jarak terpendek, d1 : sudut terpendek, d2 : sudut terpendek.

(38)

28

Lampiran 3 Diagraf profil Hutan Kota Lokasi : Hutan kota strata dua bentuk jalur

Tampak Atas Tampak Belakang

(39)

29

Lampiran 3 Diagram Profil Hutan Kota (lanjutan) Lokasi : Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol

Tampak Belakang

Tampak Atas

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 06 Juni 1992 dari ayah Abdur Rohman dan ibu Sulikah. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA PGRI 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis pernah mengikuti praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Sancang Barat 2012, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi 2013, dan bulan Februari 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung.

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian
Gambar 3  Pengaruh jarak         0 m          25 m,        50 m dalam tiap waktu terhadap
Tabel 2  Matriks eigenvalue biplot di rumput dan semak
Gambar 6  Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata dua bentuk jalur
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini 84,7 % konsumsi oksigen sedimen dalam tambak udang vaname dapat dijelaskan oleh variabel potensial redoks, total bakteri dan bahan organik, sedangkan

Uji aktivitas antimalaria dilakukan dengan pemeriksaan parasitemia dan jumlah leukosit dalam darah mencit yang telah diinduksi parasit, setelah pemberian oral

Penulisan skripsi ini hanya untuk memberikan gambaran atau penjelasan maka sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya penelitian ini

Lahan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian di pilih areal yang memiliki topografi yang relatif datar, pengukuran lahan, pembersihan lahan dari gulma dan tumpukan

Jika percobaan ini tidak sesuai dengan hukum Mendel, maka telah terjadi penyimpangan pada hukum

Untuk mengetahui apakah Rasio Profitabilitas pada Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) Desa Kembung Luar sudah sesuai dengan perspektif syari‟ah..

10 Penelitian Patro di Polandia pada anak 3-48 bulan dengan subyek 141 balita yang diberikan suplementasi seng dibandingkan plasebo tidak memberikan perbedaan bermakna

Demikian sejarah ekonomi rakyat berawal jauh sebelum Indonesia merdeka, namun tidak banyak pakar mengenalnya karena para pakar, khususnya pakar-pakar ekonomi, memang hanya