• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah Dan Irigasi, Di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah Dan Irigasi, Di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

DI KELURAHAN JAYARAKSA, KECAMATAN BAROS,

KOTA SUKABUMI

NOVIANA DEWI PURWATI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah dan Irigasi di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOVIANA DEWI PURWATI. Identifikasi dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah dan Irigasi, di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi. Dibimbing oleh BABA BARUS dan SURIA DARMA TARIGAN.

Kelurahan Jayaraksa memiliki luas lahan pertanian sebesar 79.8 ha. Hamparan lahan sawah yang luas berpotensi memudahkan pengelolaan, tetapi adanya peraturan yang membebaskan petani menanam tanaman sesuai keinginan serta adanya perbedaan kepemilikan dan penguasaan menyebabkan pengelolaan menjadi berbeda sehingga menurunkan produktivitas. Data tersebut belum diketahui dengan baik, sehingga dapat diperbaharui melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Selain itu, tingginya permintaan terhadap lahan untuk kegiatan non pertanian menyebabkan keberadaan sawah menjadi terancam. Konversi lahan sawah membuat sebagian petani kehilangan lapangan pekerjaan serta dapat mengancam ketahanan pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran petakan lahan berdasarkan status penguasaan, menganalisis produktivitas, potensi konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta potensi ancaman ketahanan pangan. Metode penelitian meliputi persiapan dan pengumpulan data, interpretasi citra dan verifikasi, analisis produktivitas dan infrastruktur, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan konversi lahan melalui regresi linear berganda serta analisis potensi ancaman terhadap ketahanan pangan melalui overlay. Informasi mengenai status kepemilikan dan produktivitas diperoleh dari 144 kuesioner dan 79 responden petani. Peta petakan lahan sawah yang diperoleh menghasilkan nilai akurasi sebesar 91.55%. Penggunaan lahan di Kelurahan Jayaraksa sebagian besar berupa sawah, yang penguasaannya didominasi oleh petani penggarap. Status penguasaan merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan. Produktivitas padi rata-rata yang diperoleh adalah 6.27 ton/ha, dengan faktor yang berpengaruh nyata adalah luas lahan dan kebutuhan bibit. Status kecukupan beras bagi masing-masing kelompok tani adalah surplus. Secara keseluruhan, tingkat konversi yang rendah dan status kecukupan beras yang surplus menyebabkan status potensi ancaman ketahanan pangan di wilayah ini masuk dalam kategori rendah.

(5)

ABSTRACT

NOVIANA DEWI PURWATI. Identification and Potential Threat of Food Security, Basedof paddy field and Irrigation, in Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi. Supervised by BABA BARUS and SURIA DARMA TARIGAN.

Agricultural land in Kelurahan Jayaraksa covers an area of 79.8 ha. A huge paddified potentially can increase the management efficiency, but the regulation of liberating farmers to plant according to the desires and the differences of status of ownership and status of authority can inhibit increasing production. These informations have not been sufficiently understood, which can be improved through the used of remote sensing technology. In addition, the high demand of land for non-agricultural activities threathened the existence of paddy field . Land conversion makes some farmers lose their jobs and can threaten food security. The objective of this research were to determine the distribution of plots of paddy field based on its status of ownership, analyze productivity, the potential of conversion, and the factors that influence and also potential threats to food security. The research method consisted of preparation and data collection, image interpretation and verification, productivity and infrastructure analysis, analysis of the factors that affect productivity and land conversion through multiple linear regression and analysis of potential threats to food security through the overlay process. Information of ownership and productivity obtained from 144 questionnaires and 79 respondents farmers. Map plots of paddy field has an accuracy of 91.55%. Land use in the Kelurahan Jayaraksa is mostly rice, which is dominated by landless farmers. Status of ownership is factors that significantly affect the conversion of land. The average productivity of rice obtained is 6.27 tonnes / ha, with a significant factor is land and seed needs. Rice sufficiency status for each farmer group is surplus. Overall, a low conversion rate and the surplus rice sufficiency status causes the status of potential threats to food security in the region fall into the low category.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

IDENTIFIKASI DAN POTENSI ANCAMAN KETAHANAN

PANGAN BERBASIS SAWAH DAN IRIGASI

DI KELURAHAN JAYARAKSA, KECAMATAN BAROS,

KOTA SUKABUMI

NOVIANA DEWI PURWATI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Identifikasi dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah dan Irigasi, di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi.

Terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr Baba Baru, MSc selaku pembimbing skripsi utama atas bimbingan, arahan, masukan serta kesabaran dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr Suria Darma Tarigan, MSc selaku pembimbing skripsi kedua yang telah banyak memberi masukan, arahan serta kesabaran dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi karya ilmiah ini.

4. Ayah, Ibu, Adik serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat dan kasih sayang serta perhatian yang tiada hentinya.

5. Sahabat seperjuangan (Regina, Vanisa, Rio, Gunawan, Aziz dan lainnya) serta rekan sebimbingan (Fitri) atas bantuan dan motivasinya.

6. Teman-teman Ilmu Tanah 48 terutama teman-teman PPJ 48, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

7. Abang dan Kakak MSL 47 dan 46, serta Adik-adik MSL 49 dan 50, terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan dan Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Identifikasi Batas Petakan Lahan Sawah 9

Analisis Tingkat Produktivitas Lahan Sawah 14

Produktivitas berdasarkan Infrastruktur 16

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas 21

Analisis Potensi Konversi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi 22 Analisis Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Domestik 24

Sintesis 29

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kategori kualitas air untuk irigasi berdasarkan nilai EC 5 2 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu

produktivitas 6

3 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu

potensi konversi 6

4 Variabel penetapan neraca kebutuhan pangan di Kelurahan Jayaraksa 6

5 Tingkat kategori ancaman ketahanan pangan 7

6 Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah 9

7 Hasil interpretasi petakan sebelum dan setelah verifikasi 12

8 Hasil uji kadar garam pada saluran irigasi 20

9 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi

produktivitas 21

10 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi

konversi 23

11 Luas lahan sawah berstatus pemilik 23

12 Status kecukupan beras berbasis kelompok tani saat ini 25 13 Status kecukupan beras kelurahan kayaraksa 20 tahun yang akan datang 28 14 Status kecukupan beras masing-masing kelompoktani 20 tahun yang

akan datang 29

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Lokasi Penelitian 2

2 Diagram Alir Penelitian 8

3 (a) Hasil sebelum verifikasi; (b) Hasil setelah verifikasi 11

4 Data Profesi Penduduk Kelurahan Jayaraksa 13

5 Peta Petakan Lahan Sebelum dan Setelah Verifikasi 13

6 Peta Status Penguasaan Lahan 14

7 Peta Sebaran Produktivitas berbasis Kelompok Tani 15 8 (a) Grafik Hubungan Antara Poduktivitas dengan Luas Lahan

Penggarap 15

(b) Grafik Hubungan Antara Produktivitas dengan Luas Lahan Pemilik 16

9 Peta Jaringan Irigasi 17

10 Peta Buffer Irigasi 17

11 Sebaran Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Irigasi 18

12 Kondisi Saluran Irigasi 19

13 Sampel Air untuk Analisis Kadar Garam 20

14 Sebaran Produktivas Berdasarkan Jarak Petakan Sawah Terhadap Jalan 21

15 Peta Potensi Konversi 24

16 Peta Status Kecukupan Beras Saat Ini Berbasis Kelompok Tani 26

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1

Pola Penguasaan Lahan Sawah Kelurahan Jayaraksa 33 2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas 42

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan sawah adalah lahan yang digunakan untuk menanam padi, baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Lutfi 2005). Lahan sawah merupakan suatu tipe penggunaan lahan yang memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang. Selain untuk mempermudah akses ke sawah, adanya pematang juga dapat menunjukkan batas penguasaan.

Pertanian lahan sawah di Kelurahan Jayaraksa telah dilengkapi dengan saluran irigasi. Apabila ditinjau langsung di lapangan, maka dijumpai sampah-sampah plastik yang menumpuk di saluran air tersebut bahkan ada yang masuk ke dalam petakan sawah. Saat ini, sampah plastik yang masuk ke dalam petakan sawah dapat menghambat penyerapan air oleh akar tanaman sehingga mempengaruhi pertumbuhan. Selain masalah sampah, jarak dari petakan sawah dengan saluran irigasi akan menentukan kuantitas air yang masuk ke dalam petakan. Semakin jauh jarak petakan sawah dari saluran irigasi, maka jumlah air yang diperoleh akan semakin sedikit.

Kelurahan Jayaraksa memiliki luas lahan untuk pertanian sebesar 79.8 ha dari jumlah total luas wilayah sebesar 145.2 ha (BPS 2014). Hamparan lahan sawah yang luas berpotensi memudahkan pengelolaan, tetapi adanya peraturan yang membebaskan petani menanam tanaman sesuai keinginan serta adanya perbedaan kepemilikan dan penguasaan menyebabkan pengelolaan menjadi berbeda sehingga menurunkan produktivitas. Untuk mengetahui status kepemilikan dari setiap petak lahan maka perlu dilakukan pemetaan mengenai batas petakan lahan sawah. Identifikasi petakan lahan sawah ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan citra beresolusi tinggi, seperti citra Ikonos. Citra Ikonos memiliki resolusi 4 m untuk citra berwarna dan resolusi 1 m untuk hitam-putih, sehingga cocok untuk aplikasi yang meminta tingkat detil dan akurasi yang tinggi seperti identifikasi batas petakan lahan sawah.

(16)

Tujuan Penelitian

1. Identifikasi petakan sawah dan status penguasaan serta jaringan irigasi 2. Menganalisis produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menganalisis konversi lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 4. Menganalisis potensi ancaman ketahanan pangan

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan citra Ikonos untuk interpretasi batas petakan lahan sawah yang dapat membantu dalam pembuatan persil berdasarkan status kepemilikan serta identifikasi jaringan irigasi. Melalui informasi tersebut ditambah dengan data-data pendukung lain, maka dapat dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap produktivitas, yang nantinya akan menentukan bagaimana status ketahanan pangan di wilayah tersebut.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi. Kelurahan Jayaraksa memiliki luas wilayah 145.2 ha, dengan penggunaan lahan untuk sawah seluas 79.8 ha (BPS 2014). Berdasarkan data fisik lahan, wilayah ini termasuk dalam tiga kelas lereng yaitu kelas lereng 0-3% (datar), 3-8% (berombak) dan 15-25% (berbukit kecil). Namun yang paling dominan adalah kelas lereng 3-8%. Curah hujan di wilayah ini berkisar 2500-3000 mm.

(17)

Informasi mengenai batas-batas administrasi wilayah Kelurahan Jayaraksa adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kelurahan Gedongpanjang

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Limusnunggal dan Baros Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Jayamekar

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Jayamekar/Desa Neglasari Kelurahan Jayaraksa terdiri dari 32 RT dan 7 RW, dengan jumlah penduduk menurut data sensus terakhir tahun 2013 sebanyak 6.148 jiwa. Jumlah ini terdiri dari 3.060 penduduk laki-laki dan 30.088 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.569 (BPS 2014).

Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga bulan Agustus 2015. Pengumpulan data primer beserta survei lapang dilakukan di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Bahan dan Alat

Bahanyang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Ikonos 2012, peta lahan baku sawah, peta administrasi, peta jalan, peta irigasi dan data jumlah penduduk. Alat yang digunakan yaitu, GPS, kamera dijital, alat tulis, software Arc GIS, Statistica 7, Microsoft Excel dan Microsoft Word.

Prosedur Analisis Data

1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

Tahap persiapan dan pengumpulan data meliputi tahap pengumpulan data sekunder berupa citra Ikonos lokasi penelitian, peta lahan baku sawah, peta administrasi, peta jalan, peta irigasi, data jumlah penduduk dan data lain serta pengumpulan data primer melalui kuesioner dan survei lapang.

2. Tahap analisis dan interpretasi

a) Analisis Sebaran Petakan Lahan Sawah

Analisis sebaran petakan lahan sawah dilakukan dengan interpretasi secara visual pada citra Ikonos menggunakan unsur-unsur interpretasi, kemudian dilakukan proses dijitasi. Interpretasi terhadap citra Ikonos dilakukan untuk identifikasi batas petakan lahan dan penutupan/penggunaan lahan sawah. Hasil interpretasi batas petakan lahan tersebut membantu dalam menentukan petak lahan sawah saat survei lapang. Batas petakan sawah hasil survei lapang yang telah diperoleh akan digunakan sebagai dasar untuk mencari informasi mengenai status penguasaan lahan.

(18)

identifikasi batas petakan sawah dilakukan secara visual menggunakan unsur-unsur interpretasi. Berikut merupakan penjabaran unsur interpretasi dalam mengenali objek pada citra menurut Sutanto (1997) dalam Somantri (2008).

a. Rona/warna

Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra, sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap hingga putih.

b. Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur sering dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercak-bercak.

c. Ukuran

Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, kemiringan lereng dan volume. Ukuran tergantung skala dan resolusi citra. d. Bentuk

Bentuk adalah kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti memanjang, lingkaran atau segi empat.

e. Pola

Pola merupakan hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.

f. Bayangan

Bayangan merupakan aspek yang menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap.

g. Site

Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. h. Asosiasi

Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya. b)Verifikasi Petakan Lahan Sawah Melalui Survei Lapang

Hasil dijitasi petakan lahan sawah dari citra Ikonos perlu diverifikasi di lapang. Verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil interpretasi dengan kondisi di lapang. Dalam penelitian ini, verifikasi juga digunakan untuk memperoleh informasi penguasaan lahan sawah. Proses verifikasi ini terdiri dari dua tahap. Pertama, para petani dan PPL dari dinas pertanian setempat dikumpulkan untuk membantu proses verifikasi batas petak lahan sawah dengan melihat hasil dijitasi yang telah di print out. Pembatasan petakan lahan dilakukan berdasarkan status penguasaan melalui nama pemilik atau nama penggarap yang mereka ketahui, tanpa langsung mendatangi petak sawahnya. Kedua, melalui verifikasi langsung ke petak lahan sawah berdasarkan sampling kuesioner. Selain informasi status penguasaan, inrfomasi mengenai produktivitas juga diperoleh dari sampling kuesioner ini.

(19)

20% dari jumlah populasi. Pengambilan sampel pada riset ini tidak

didasarkan pada jumlah petani, tetapi berdasarkan jumlah persil sawah, dengan asumsi, pemilik/penggarap lebih dari satu persil, maka jumlah kuesionernya juga lebih dari satu. Jumlah kuesioner yang digunakan sebanyak 144 kuesioner, dengan responden petani berjumlah 79 orang, terdiri dari 35 pemilik dan 44 penggarap.

c) Tahap Perbaikan Data

Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki hasil interpretasi dengan membandingkan hasil interpretasi dengan hasil verifikasi lapang. Ketidaksesuaian hasil diperbaiki melalui dijitasi ulang pada petakan sawah, serta perbaikan data petakan sawah.

d)Analisis Infrastruktur dan Produktivitas

Analisis infrastruktur dilakukan terhadap jaringan irigasi dan jalan. Analisis data jaringan irigasi dilakukan terhadap kemudahan akses irigasi ke petakan sawah, sedangkan analisis jalan dilakukan terhadap kemudahan akses jalan ke petakan sawah. Asumsi yang dipakai adalah semakin dekat letak petakan sawah terhadap irigasi dan jalan maka produktivitas semakin tinggi karena adanya kemudahan akses memperoleh air serta kemudahan alokasi saprotan. Pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas padi dilakukan melalui fungsi buffer. Jarak buffer irigasi yang digunakan adalah 50 m, 100 m, 150 m dan 200 m, sedangkan jarak buffer untuk jalan adalah 50 m, 100 m, 150 m, 200 m, 250 m, 30 m, 350 m, 400 m, 450 m, 500 m, 550 m, 600 m dan 650 m. Selain itu, dilakukan uji kadar garam terhadap air irigasi. Kategori kualitas air irigasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori kualitas air untuk irigasi berdasarkan nilai EC

Nilai EC (µs/cm) Kategori

0-250 Sangat Baik

>250-750 Baik

>750-2000 Agak Baik

>2000-3000 Kurang Baik

Sumber: Colorado State University dalam Fitriyah (2012)

e) Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi dan Konversi Lahan

Analisis menggunakan multiple regression (regresi berganda) pada perangkat lunak Statistica 7. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah:

(1)

Dimana, Y = Dependent variable (peubah penjelas)

Xi = Independent variable (peubah penduga) ke i, dengan i=1,2,.

(20)

Tabel 2 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu produktivitas

Tabel 3 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu potensi konversi

f) Analisis Kecukupan Beras

Analisis potensi ancaman ketahanan pangan dilakukan dengan menghitung neraca pangan. Perhitungan neraca pangan dilakukan dengan pendekatan surplus dan defisit beras berdasarkan kelompok tani. Surplus dan defisit beras dihitung berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan beras. Variabel dan parameter dalam penetapan neraca kebutuhan pangan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Variabel penetapan neraca kebutuhan pangan di Kelurahan Jayaraksa

No Variabel Nilai

1 Luas Sawah Aktual Kelurahan Jayaraksa (ha) 82.512 2 Jumlah penduduk Kelurahan Jayaraksa tahun 2014 6 418

3 Pertumbuhan penduduk 0.073

4 Produktifitas rataan Kelurahan Jayaraksa (ton/ha) 6.270 5 IP Rataan Kelurahan Jayaraksa 3.00 6 Koefisien konversi gabah ke beras 0.627 7 Koefisien konversi beras ke gabah 1.594 8 Kebutuhan beras dengan standar per kapita Kota

Sukabumi (kg/kapita/th) 91.330

9 Ketersediaan Beras Kelurahan Jayaraksa (ton) 973.759 Simbol Variabel

Y Produktivitas Padi (ton/ha) X8 Penggunaan Pupuk P (kg)

X1 Luas Lahan (ha) X9 Penggunaan Pupuk K (kg)

X2 Kebutuhan Bibit (kg) X10 Penggunaan Pupuk Majemuk (kg)

X3 Biaya Pupuk (kg) X11 Penggunaan Pupuk Organik (kg)

X4 Biaya Obat Pertanian (Rp) X12 Status Penguasaan

X5 Biaya Tenaga Kerja (Rp) X13 Jarak Terhadap Irigasi (m)

X6 Biaya Traktor (Rp) X14 Jarak Terhadap Jalan (m)

X7 Penggunaan Pupuk N (kg)

Simbol Variabel

Y Niat Mengkonversi X3 Jarak Terhadap Jalan (m)

X1 Luas Lahan (ha) X4 Status Kepemilikan

(21)

KbB = yt*kb

KbB = Kebutuhan Beras (Kg)

yt = Jumlah Penduduk (Jiwa)

kb = Konsumsi beras per rata-rata kapita Kota Sukabumi

Kt B = l*Pr*KcG*IP

KtB = Ketersediaan Beras (Kg) l = Luas Lahan (Ha)

Pr = Produktivitas Rataan desa/kelurahan (Ton) KcG = Koefisien Gabah ke Beras (0,6274)

IP = Rata-rata Indeks Pertanaman

SKB = KtB – KbB

SKB = Status Kecukupan beras (Surplus/defisit) (Kg) g) Analisis Ancaman Ketahanan Pangan

Analisis ancaman ketahanan pangan ini dilakukan melalui proses overlay antara peta potensi konversi dengan peta status kecukupan beras. Pengkategorian hasil overlay dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat kategori ancaman ketahanan pangan Status Neraca

Beras

Tingkat Konversi

Tinggi Sedang Rendah

Defisit Tinggi Tinggi Sedang

(22)
(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Batas Petakan Lahan Sawah

Identifikasi batas petakan merupakan kegiatan mengenali batas pematang melalui kenampakannya pada citra. Pada penelitian sebelumnya, Chrisdianti (2014) mengatakan, selain delapan unsur kunci yang digunakan untuk interpretasi, terdapat isu lain yang dapat digunakan untuk membantu dalam membatasi petakan lahan sawah, yaitu dengan melihat kenampakan isi petakan. Informasi hasil identifikasi batas petakan lahan sawah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah Unsur

interpretasi

Kenampakan pada citra

Kenampakan pada citra Kondisi di lapang Batas Isi

Rona/warna Hitam pada lahan non

(24)

Tabel 6 Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah (Lanjutan)

Pematang sawah yang berwarna hitam/gelap menunjukkan pematang tertutup tanaman yang sudah mulai tinggi. Selain itu juga menandakan bahwa petakan sawah tersebut berteras-teras karena berada pada ketinggian. Teras-teras ini menyebabkan bayangan tanaman menutupi pematang sehingga pematang berwarna gelap. Untuk pematang yang berwarna terang menunjukkan bahwa lahan tersebut baru panen atau belum/tidak ditanami sehingga tidak ada bayangan yang menutupi pematang. Ada tidaknya tanaman yang berada dalam petakan mempengaruhi warna pada citra. Untuk petakan yang di dalamnya ditanami, maka petakan akan berwarna hijau. Sedangkan untuk petakan yang di dalamnya tidak terdapat tanaman, maka petakan akan berwarna kecoklatan. Apabila dilihat dari citra, lahan sawah memiliki bentuk yang khas, yaitu kotak, baik persegi Unsur

interpretasi

Kenampakan pada citra

Kenampakan pada citra Kondisi di lapang Batas Isi

Pola Teratur Teratur

(25)

maupun persegi panjang dengan pola teratur. Hal ini disebabkan adanya campur tangan manusia dalam membuat pematang. Pematang yang dibuat selain digunakan untuk mempermudah akses ke petakan sawah juga digunakan untuk menunjukkan batas penguasaan lahan. Dari citra, terdapat petakan dengan tekstur bercak hitam maupun putih. Bercak putih menunjukkan tumpukkan jerami setelah panen, sedangkan bercak hitam menunjukkan tumpukkan jerami yang dibakar.

Proses dijitasi pematang lebih mudah dilakukan apabila berada pada topografi yang datar karena pematang tidak berhimpitan dan polanya teratur, sedangkan pematang yang berada pada topografi yang berlereng lebih sulit didijitasi akibat kenampakan yang berhimpitan bila dilihat pada citra. Hal ini disebabkan adanya teras-teras petakan sawah yang dibuat untuk menekan potensi terjadinya erosi maupun longsor pada lahan sawah. Selain itu, pematang yang berteras biasanya memiliki pola yang tidak teratur, karena mengikuti lereng. Jarak antar pematang juga mempengaruhi proses dijitasi. Pada topografi yang relatif datar, jarak antar pematang lumayan lebar, sehingga mudah didijitasi. Sedangkan jarak antar pematang di topografi berlereng bervariasi. Semakin curam lerengnya, maka semakin rapat jarak antar pematang, sehingga semakin sulit untuk dilakukan dijitasi on screen. Proses dijitasi on screen ini menggunakan skala 1:2000 untuk memperoleh informasi lebih detil.

Peneliti mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pematang sawah dengan saluran irigasi. Hal ini dikarenakan bentuk saluran irigasi hampir mirip dengan pematang dan letaknya berdekatan dengan petakan sawah. Padahal, adanya saluran irigasi dapat mengindikasikan bahwa landuse tersebut adalah sawah. Namun, karena bentuk serta asosiasi yang mirip dengan pematang, maka peneliti harus lebih jeli dalam mendijitasi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya verifikasi lapang berdasarkan hasil dijitasi untuk membuktikan dan mengetahui bagaimana kondisi di lapangan secara aktual. Verifikasi juga dapat digunakan untuk menilai keakuratan hasil interpretasi dari citra. Bila terdapat ketidaksesuaian antara hasil interpretasi dengan kondisi di lapang, maka perlu dilakukan perbaikan sesuai hasil verifikasi. Berikut hasil verifikasi yang disajikan pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Hasil sebelum verifikasi; (b) Hasil setelah verifikasi

(26)

verifikasi menyatakan perbedaan warna tersebut masih dalam satu petakan. Adanya perbedaan warna terjadi akibat pengolahan lahan. Dalam satu petak, terkadang petani membaginya lagi menjadi beberapa petakan dengan membuat pematang baru yang sifatnya sementara. Pembuatan pematang di tengah petakan ini digunakan untuk pembenihan sampai pembibitan (dari benih hingga tumbuh menjadi bibit siap tanam). Setelah bibit siap ditanam, maka pematang baru tersebut kembali dibongkar sehingga petakan kembali ke bentuk semula. Selain itu, warna yang sama antara pematang dengan petakan juga menyebabkan sulitnya penarikan batas petakan.

Hasil verifikasi menunjukkan, petakan sebelum verifikasi berjumlah 1 635 petakan, sedangkan setelah verifikasi jumlah petakan menjadi 1 497 petakan, dengan luas petakan terbesar adalah 2 985.55 m2 sedangkan luas petakan terkecil adalah 38.45 m2. Rata–rata luas petakan tersebut adalah 546.57 m2. Tingkat akurasi petakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil interpretasi petakan sebelum dan setelah verifikasi

Kondisi Petakan Jumlah Petakan Tingkat Akurasi (%)

Sebelum Verifikasi 1635

91.55

Setelah Verifikasi 1497

Tingkat akurasi yang diperoleh adalah 91.55%, yang termasuk tinggi. Nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan berbasis penginderaan jauh adalah sebesar 85% (Campbell dalam Fitriyanto et al. (2013)). Dengan nilai akurasi sebesar 91.55% maka citra tersebut masih dapat diterima untuk pemetaan batas petakan berbasis penginderaan jauh. Tingginya nilai akurasi ini disebabkan kualitas citra yang tinggi dengan resolusi cukup besar, sehingga objek yang terekam dalam citra mempunyai kenampakan yang cukup jelas yang dapat memudahkan proses interpretasi. Selain itu, pengalaman dan kemampuan dalam mengenali objek juga mempengaruhi hasil interpretasi. Bila dibandingkan, jumlah petakan sebelum verifikasi lebih banyak dibandingkan jumlah petakan setelah verifikasi. Hal ini karena terdapat petakan-petakan sawah yang terkonversi serta adanya perbedaan garis administrasi wilayah. Peta petakan lahan sebelum dan setelah petakan dapat dilihat pada Gambar 5.

(27)

telah disepakati. Data statistik menunjukkan bahwa hanya 3.81% penduduk yang berprofesi sebagai petani. Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 4.

Sumber: BPS 2014

Gambar 4. Data Profesi Penduduk Kelurahan Jayaraksa

(28)

Gambar 6 Peta Status Penguasaan Lahan

Analisis Tingkat Produktivitas Lahan Sawah

Sebaran Produktivitas Berbasis Kelompok Tani

Mahoney dalam Campbell (1990) mendefinisikan produktivitas sebagai rasio antara hasil dan masukan dalam suatu proses yang menghasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (output) tersebut meliputi penjualan, laba dan kepuasan konsumen, sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga, keterampilan dan jumlah hasil individu. Lebih lanjut Heady dan Dillon (1972) menjelaskan bahwa berkenaan dengan lahan, produktivitas lahan berkesesuaian dengan kapasitas lahan untuk menyerap input produksi dan menghasilkan output dalam poduksi pertanian.

Produktivitas usaha padi sawah merupakan keseluruhan produksi (hasil) per satuan luas tanam (ton/ha). Oleh karena itu, saat berbicara mengenai produktivitas, maka produksi akan terkait di dalamnya. Produktivitas usaha padi sawah dipengaruhi oleh tingkat intensitas pengelolaan usaha padi sawah tersebut, termasuk diantaranya bagaimana pengalokasian sarana produksi. Perbedaan pengalokasian ini bisa disebabkan karena perbedaan status penguasaan lahan.

(29)

pengaruh salinitas air irigasi, karena letak petakan yang dekat dengan pabrik garam.

(a) (b)

Gambar 7 (a) Peta Kelompok Tani; (b) Peta Sebaran Produktivitas berbasis Kelompok Tani

Berdasarkan kuesioner, lahan sawah yang dikelola petani penggarap luasnya tidak lebih dari 0.5 ha, sedangkan lahan sawah terluas yang dikelola petani pemilik berdasarkan kuesioner adalah 0.82 ha. Gambar 8a dan Gambar 8b menunjukkan bahwa secara umum lahan yang sempit memiliki produktivitas lebih tinggi, meskipun terdapat nilai pencilan pada Gambar 8b.

(30)

Gambar 8b Grafik Hubungan Antara Produktivitas dengan Luas Lahan Pemilik Meskipun lahan mereka termasuk produktif, petani mengaku dalam setahun terdapat musim tanam dimana produktivitas padi menurun cukup drastis. Hal ini terjadi satu kali dalam tiga kali panen. Petugas dari dinas pertanian menjelaskan bahwa penurunan produktivitas tersebut dikarenakan petani menanam padi pada saat musim hujan, dimana debit air hujan sedang tinggi. Pupuk yang diberikan pada tanaman akan dengan mudah hanyut terbawa aliran air dan akar serta batang padi akan lebih cepat busuk akibat terendam air cukup tinggi dalam kurun waktu lama. Selain itu, persarian atau pembungaan yang terjadi saat musim hujan biasanya kurang baik karena benangsari padi biasanya rusak akibat terkena air hujan.

Produktivitas berdasarkan Infrastruktur

Produktivitas Berdasarkan Irigasi

(31)

Gambar 9 Peta Jaringan Irigasi

(32)

Gambar 11 Sebaran Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Irigasi Gambar 11 menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi berada pada petakan sawah dengan jarak 50 m dari jaringan irigasi, dengan sebaran produktivitas berada di antara 5.60-7.00 ton/ha, dan nilai median sebesar 6.03 ton/ha. Dilihat dari box (kotak), pada jarak irigasi 50 m, data produktivitas lebih banyak berada di atas nilai median dibandingkan di bawah median. Hal ini berarti produktivitas yang diperoleh petani mayoritas nilainya lebih tinggi dari 6.03 ton/ha. Sebaliknya, pada jarak irigasi 100 m, data produktivitas lebih banyak berada di bawah nilai median (6.16 ton/ha), dengan sebaran produktivitas antara 4.93-6.80 ton/ha. Hal ini menunjukkan bila produktivitas yang diperoleh petani mayoritas lebih kecil dari 6.16 ton/ha. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin jauh jarak petakan sawah dengan jaringan irigasi maka produktivitas akan semakin kecil karena akses terhadap air yang terbatas. Terbatasnya air untuk pengairan juga berkaitan dengan indeks pertanaman. Petakan dengan kondisi air yang cukup memiliki indeks pertanaman hingga 300, sedangkan untuk petakan dengan air yang terbatas memiliki indeks pertanaman kurang dari itu.

Sistem irigasi di Kelurahan Jayaraksa dapat dikatakan baik. Curah hujan yang cukup sepanjang tahun menyebabkan saluran air jarang mengalami kekeringan. Saluran yang kering terjadi apabila jarak saluran tersier terlalu jauh dari saluran sekunder karena air yang masuk ke dalam saluran semakin terbatas. Selain itu, petani sering mengeluh akibat banyaknya sampah plastik yang dibuang ke dalam saluran irigasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sampah-sampah ini menyumbat saluran air sehingga aliran air menjadi terhambat. Untuk mengatasi hal ini, petani bersama kelompok tani dan petugas dinas pertanian setempat bergotong royong membersihkan saluran air. Berikut

Box Plot Sebaran Produktivitas Terhadap Irigasi

Nilai Tengah Sebaran Produktivitas Sebaran Produktivitas

(33)

dokumentasi kondisi saluran irigasi yang diambil oleh penulis (Gambar 12a dan 12b):

(a) Sebelum dibersihkan (b) Setelah dibersihkan Gambar 12 Kondisi Saluran Irigasi

Gambar 12a menunjukkan kondisi saluran yang dipenuhi sampah plastik. Menurut para petani, sampah plastik tersebut tak jarang masuk ke dalam petakan sawah dan menutupi akar-akar tanaman sehingga menghambat akar dalam menyerap air maupun hara. Ketua Kelompok Tani Sinar Jayaraksa 3, E Mustopa, mengatakan, sampah-sampah yang telah dibersihkan dari saluran tersebut kemudian dibakar dan abunya dibuang ke sungai. Namun sungai tersebut bukanlah sungai yang digunakan untuk keperluan pertanian. Sungai tersebut merupakan sungai tempat pembuangan sisa-sisa aliran air irigasi yang telah melewati petakan-petakan sawah.

(34)

Gambar 13 Sampel Air untuk Analisis Kadar Garam

Hasil uji kadar garam (Tabel 8) menunjukkan bahwa kadar garam pada saluran irigasi Sinar Jayaraksa 1 memang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Hal ini karena letak saluran air yang berdekatan dengan pabrik garam. Dikhawatirkan, pabrik tersebut tidak memiliki sistem pembuangan limbah yang layak, sehingga limbah masuk kedalam saluran irigasi. Meskipun air pada saluran tersebut masih dapat dikategorikan baik, namun kualitasnya lebih rendah bila dibandingkan air pada saluran yang letaknya jauh dari pabrik garam.

Tabel 8 Hasil uji kadar garam pada saluran irigasi Lokasi Pengambilan

Sampel Nilai EC (µs/cm)

Kategori

Sinar Jayaraksa I (1) 281.0 Baik

Sinar Jayaraksa I (2) 276.0 Baik

Sinar Jayaraksa II (1) 174.0 Sangat Baik

Sinar Jayaraksa II (2) 190.0 Sangat Baik

Sinar Jayaraksa II (3) 179.0 Sangat Baik

Sinar Jayaraksa 3 196.5 Sangat Baik

Uriza Latifa 183.3 Sangat Baik

Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Jalan

(35)

Box Plot Sebaran Produktivitas Terhadap Jarak Jalan

Nilai Tengah Sebaran Produktivitas Sebaran Produktivitas

Gambar 14 Sebaran Produktivas Berdasarkan Jarak Petakan Sawah Terhadap Jalan

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Sebelumnya telah dijelaskan mengenai sebaran produktivitas berdasarkan status penguasaan serta infrastruktur. Meskipun demikian, analisis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas perlu dilakukan melaui regresi liniear berganda. Hasil analisis regresi liniear berganda dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai R-square (R²) yang diperoleh adalah 0.193. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut hanya mampu menjelaskan variabel Y (produktivitas) sebesar 19.3% dalam selang kepercayaan 95%. Nilai-nilai yang berwarna merah menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Taraf nyata yang digunakan adalah 5%, sehingga variabel yang memiliki nilai p-level kurang dari 0.05 merupakan variabel yang berpengaruh signifikan. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi adalah luas lahan, kebutuhan bibit, biaya pupuk dan penggunaan traktor. Tabel 9 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi

produktivitas

Variabel Beta Std. Err. Beta t p-level

Luas Lahan (ha) -0.326197 0.164575 -1.98205 0.049582 Kebutuhan Bibit

(kg) -0.197576 0.085960 -2.29846 0.023132

Biaya Pupuk (Rp) -0.297598 0.142389 -2.09004 0.038563 Biaya Obat

Pertanian (Rp) -0.047553 0.085916 -0.55349 0.580879

Biaya Tenaga Kerja

(36)

Tabel 9 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas (Lanjutan)

Variabel Beta Std. Err. Beta t p-level

Penggunaan

Traktor 0.376206 0.133994 2.80763 0.005760

Penggunakan

Pupuk 0.129701 0.121489 1.06759 0.287685

Penguasaan Lahan 0.040158 0.081549 0.49244 0.623238

Jarak Terhadap

Irigasi Tersier -0.114829 0.083082 -1.38212 0.169305

Jarak Terhadap

Jalan 0.034555 0.084743 0.40776 0.684118

R2 0.193

Hasil analisis menunjukkan bahwa luas lahan memiliki koefisien bernilai negatif sebesar 0.326197. Hal ini disebabkan oleh data yang tidak homogen. serta adanya perbedaan status penguasaan yang mengakibatkan beda pengelolaan. Sebagai contoh, data kuesioner menunjukkan, terdapat perbedaan penggunaan dosis pupuk antara lahan yang sempit dengan yang lebih luas. Beberapa petani dengan lahan lebih luas menggunakan dosis pupuk lebih sedikit dibandingkan petani dengan luas lahan yang lebih sempit (Lampiran 2). Hal ini tentu dapat menyebabkan produktivitas menurun. Begitu pula dengan kebutuhan bibit. Koefisien yang bernilai negatif sebesar 0.273915 menunjukkan bahwa semakin banyak bibit yang digunakan dalam penanaman maka produktivitas cenderung turun. Hal ini disebabkan oleh persaingan akar antar tanaman dalam memperoleh suplai air dan hara yang semakin tinggi. Biaya pupuk juga berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Koefisien bernilai negatif sebesar 0.297598 menunjukkan semakin tinggi biaya pupuk, maka produktivitas semakin menurun. Hal ini dikarenakan, biaya pupuk yang tinggi akan membuat petani cenderung mengurangi pemakaian pupuk atau bahkan tidak memakai pupuk sama sekali, sehingga dapat menurunkan produktivitas. Berbeda dengan penggunaan traktor yang memiliki koefisien bernilai positif sebesar 0.376206. Adanya penggunaan traktor membuat pengolahan menjadi cepat dan efisien dari segi waktu, sehingga bibit yang siap tanam dapat segera di tanam di lahan. Hal tersebut berkaitan dengan produksi tanaman, sebab bibit yang sudah terlalu tua apabila ditanam di lahan, kurang mampu menghasilkan produksi yang optimal. Berbanding terbalik dengan data hasil di lapang, hasil uji secara statistik menunjukkan bahwa jarak petakan terhadap saluran irigasi tersier tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Ketidakhomogenan data akibat persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing responden menyebabkan faktor subyektivitas sangat berpengaruh terhadap data.

Analisis Potensi Konversi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi

(37)

produktivitas. Hasil analisis regresi linear menunjukkan bahwa nilai R-square (R2) yang diperoleh sebesar 0.884. Ini artinya, variabel-variabel tersebut mampu menjelaskan variabel Y (keinginan mengkonversi lahan) sebesar 88.4% dalam selang kepercayaan 95%. Diantara kelima variabel tersebut, variabel yang berpengaruh nyata adalah status kepemilikan, karena memiliki nilai signifikan kurang dari 0.05, dengan koefisien bernilai negatif sebesar 0.938637 (Tabel 10). Interpretasi dari hasil analisis adalah semakin banyak petani yang berstatus sebagai pemilik, maka tingkat konversi akan semakin menurun. Hal ini karena, berdasarkan kuesioner, sebanyak 77.78 % luas lahan yang dimiliki petani pemilik adalah kurang dari 0.3 ha (Tabel 11).

Tabel 10 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konversi

Irigasi -0.004678 0.030347 -0.1542 0.877705

Jarak Lahan

Terhadap Jalan 0.004109 0.030238 0.1359 0.892113

Status

Kepemilikan -0.938637 0.029304 -32.0308 0.000000

Produktivitas -0.021161 0.029514 -0.7170 0.474591

R2 0.884

Tabel 11 Luas lahan sawah berstatus pemilik

Kategori Luas Lahan (Ha) Jumlah %

1(Sempit) <0.3 35 77.78

2 (Sedang) 0.3-0.6 8 17.78

3 (Luas) >0.6 2 4.44

total 45 100.00

(38)

memiliki lahan sempit cenderung mempertahankan lahan sawahnya karena lahan tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian yang mereka miliki. Hidayati (2013) dalam penelitiannya mengatakan, petani berlahan luas cenderung memiliki banyak pilihan dalam menentukan keberanjutan lahan sawahnya seperti menjual sebagian lahannya karena tawaran harga yang ditawarkan lebih tinggi, sedangkan petani berlahan sempit memiliki sedikit pilihan antara mempertahankan atau menjuallahan sawah merekadengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran di daerah tersebut. Namun, kenyataan di lapang adalah Kelurahan Jayaraksa lebih didominasi oleh petani penggarap, yang tidak memiliki hak atau kewenangan untuk menjual maupun mengkonversi lahan sawah.

Gambar 15 Peta Potensi Konversi

Analisis Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Domestik

(39)

Ketahanan pangan dapat dipengaruhi oleh luas lahan pertanian yang dimiliki, semakin luas lahan pertanian yang dimiliki maka ketahanan pangan semakin terjamin (Wabwoba dan Wakhungu 2013). Namun dalam praktiknya di lapangan, luas lahan belum tentu mempengaruhi ketahanan pangan karena masih terdapatnya faktor-faktor lain yang mungkin lebih berpengaruh seperti produktivitas padi, indeks pertanaman, konsumsi beras per kapita dan jumlah penduduk dimana faktor-faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dengan ketahanan pangan. Lahan sawah di Kelurahan Jayaraksa seluas 79.8 Ha memiliki produktivitas rata-rata sebesar 6.27 ton/ha. Pada Tabel 12 dapat dilihat status kecukupan beras bagi masing-masing kelompok tani. Tabel 12 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok tani berstatus surplus. Ini berarti, tiap-tiap kelompok tani mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi anggota-anggotanya melalui hasil padi yang diperoleh ketika panen. Kategori surplus tersebut dibagi menjadi tiga, yakni surplus tinggi (neraca beras > 55 000 kg), surplus sedang (neraca beras antara 25 000 kg - 55 000 kg) dan surplus rendah (neraca beras < 25 000 kg). Curah hujan yang cukup sepanjang tahun, menyebabkan rata-rata petani di wilayah ini dapat panen sebanyak tiga kali per tahunnya. Selain itu, wilayah ini memiliki sistem irigasi yang cukup baik sehingga jarang ditemui petakan sawah yang mengalami kekeringan.

Tabel 12 Status kecukupan beras berbasis kelompok tani saat ini Nama

(40)

Berdasarkan status kecukupan beras dan tingkat konversi di Kelurahan Jayaraksa maka dapat diketahui potensi ancaman ketahanan pangan di wilayah tersebut. Melalui Gambar 17, dapat dilihat potensi ancaman ketahanan pangan berbasis kelompok Tani di wilayah Kelurahan Jayaraksa. Status surplus yang terbagi menjadi tiga menyebabkan tingkat potensi ancaman ketahanan pangan di wilayah ini juga terbagi menjadi tiga, yakni rendah, sedang dan agak tinggi. Potensi ancaman rendah apabila kelompok tani tersebut memiliki surplus tinggi dan potensi ancaman agak tinggi apabila kelompok tani tersebut memiliki surplus yang rendah.

Gambar 16 Peta Status Kecukupan Beras Berbasis Kelompok Tani

(41)

menunjukkan tingkat pendidikan petani di Kelurahan Jayaraksa masih sangat rendah, sehingga penerapan teknologi baru cukup sulit dilakukan. Mereka lebih memilih untuk meneruskan teknik pengelolaan yang telah diwariskan turun temurun dalam waktu yang lama karena sudah terlihat hasilnya.

Gambar 17 Peta Potensi Ancaman Ketahanan Pangan

(42)

Tabel 13 Status Kecukupan Beras Kelurahan Jayaraksa 20 Tahun Yang Akan

(43)

Tabel 14 Persentase masing-masing kelompok tani dalam menutupi status kecukupan beras yang defisit

Kelompok Tani

Sinar Jayaraksa III 54.71 -1331.92 4.11

Uriza Latifa 57.87 -1331.92 4.34

Bina Mekar I 12.01 -1331.92 0.90

Tabel 14 menunjukkan bahwa kelompok tani yang paling tinggi memberikan sumbangan untuk defisit adalah Sinar Jayaraksa II yakni sebesar 5.16%. Hal ini dikarenakan Sinar Jayaraksa II memiliki nilai neraca beras yang paling tinggi yaitu 68.71 ton. Nilai neraca beras ini mengindikasikan jumlah beras yang masih dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan beras. Semakin tinggi nilai neraca beras, maka ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan beras akan semakin tinggi.

Sintesis

Hasil interpretasi petakan lahan sawah digunakan sebagai bahan untuk pembuatan batas persil petakan lahan sawah melalui verifikasi lapang. Pembuatan batas persil tidak dapat dilakukan langsung pada citra karena batas yang menandai persil tidak akan terlihat pada citra. Oleh karena itu, verifikasi lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan. Tingkat akurasi yang diperoleh dari verifikasi lapang adalah 91.55% dengan jumlah petakan sebelum verifikasi sebanyak 1 635 petakan, sedangkan setelah verifikasi jumlah petakan menjadi 1 497 petakan, dengan luas petakan terbesar adalah 2 985.55 m2 sedangkan luas petakan terkecil adalah 38.45 m2. Rata–rata luas petakan tersebut adalah 546.57 m2. Status penguasaan di Kelurahan Jayaraksa terbagi dua yaitu status penguasaan pemilik dan penggarap. Pola penguasaan yang paling mendominasi yaitu status penguasaan penggarap.

Kelurahan Jayaraksa memiliki lima kelompok tani, yakni Bina Mekar I, Sinar Jayaraksa I, Sinar Jayaraksa II, Sinar Jayaraksa III dan Uriza Latifa. Dari kelima kelompok tani tersebut, tiga diantaranya, yakni Bina Mekar I, Sinar Jayaraksa II dan Uriza Latifa memiliki produktivitas tinggi yaitu > 6 ton/ha. Sinar Jayaraksa III berproduksi rendah karena jarak antara saluran tersier dengan saluran sekunder terlalu jauh, akibat letak petakan yang berada di ujung wilayah, sedangkan Sinar Jayaraksa I meskipun letak petakan dekat dengan saluran tersier, namun memiliki produktivitas rendah akibat pengaruh salinitas air irigasi, karena letak petakan yang dekat dengan pabrik garam.

(44)

Hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menghasilkan nilai R-square (R²) sebesar 0.193. Variabel yang digunakan adalah luas lahan, kebutuhan bibit, biaya pupuk, biaya obat pertanian, biaya tenaga kerja, penggunaan traktor, penggunakan pupuk, penguasaan lahan, jarak terhadap irigasi tersier dan jarak terhadap jalan. Taraf nyata yang digunakan adalah 5%, sehingga variabel yang memiliki nilai p-level kurang dari 0.05 merupakan variabel yang berpengaruh signifikan. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi adalah luas lahan sawah, kebutuhan bibit, biaya pupuk dan penggunaan traktor.

Hasil analisis regresi linear berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konversi menghasilkan nilai R-square (R2) sebesar 0.884. Variabel yang digunakan untuk analisis potensi konversi ini adalah luas lahan, jarak terhadap irigasi, jarak terhadap jalan, status kepemilikan dan produktivitas. Diantara kelima variabel tersebut, variabel yang berpengaruh nyata adalah status kepemilikan, karena memiliki nilai signifikan kurang dari 0.05.

Masing-masing kelompok tani memiliki status kecukupan beras yang surplus. Ini berarti, tiap-tiap kelompok tani mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi anggota-anggotanya melalui hasil padi yang diperoleh ketika panen. Kategori surplus tersebut dibagi menjadi tiga, yakni surplus tinggi (neraca beras > 55 000 kg), surplus sedang (neraca beras antara 25 000 kg - 55 000 kg) dan surplus rendah (neraca beras < 25 000 kg). Berdasarkan status kecukupan beras dan tingkat konversi di Kelurahan Jayaraksa maka dapat diketahui potensi ancaman ketahanan pangan di wilayah tersebut. Adanya laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.07318 setiap tahun, menyebabkan kebutuhan beras meningkat. Hal ini menyebabkan Kelurahan Jayaraksa mengalami defisit pada tahun 2022, karena jumlah penduduk yang terus bertambah, tetapi luas lahan pertanian tidak bertambah (laju konversi rendah, sehingga diasumsikan luas lahan tetap). Kelompok tani yang paling tinggi memberikan sumbangan untuk defisit adalah Sinar Jayaraksa II yakni sebesar 5.16%. Hal ini dikarenakan Sinar Jayaraksa II memiliki nilai neraca beras yang paling tinggi yaitu 68.71 ton. Semakin tinggi nilai neraca beras, maka ketersediaan beras untuk memenuhi kebutuhan beras akan semakin tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Verifikasi lapang merupakan hal penting yang harus dilakukan karena batas persil tidak dapat dilihat langsung melalui citra dan persil terdiri dari beberapa petakan dengan jumlah petakan yang bervariasi. Tingkat akurasi yang diperoleh adalah 91.55%.

(45)

3. Lahan yang lebih luas memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan lahan yang lebih sempit. Selain itu, semakin jauh letak petakan sawah dari jaringan irigasi, maka produktivitas akan menurun. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas adalah luas lahan, kebutuhan bibit, biaya pupuk dan penggunaan traktor.

4. Tingkat konversi di wilayah ini masih terbilang rendah. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap potensi konversi adalah status penguasaan lahan. 5. Tingkat potensi ancaman ketahanan pangan berbasis kelompok tani di wilayah Kelurahan Jayaraksa terbagi menjadi tiga yakni rendah, sedang dan agak tinggi.

Saran

Perlu dilakukan perbaruan terhadap peta batas administrasi, peta jalan dan sungai agar penitikan dengan GPS menghasilkan titik yang pas saat diplotkan ke dalam peta. Selain itu, perlu dilakukan pendataan ulang petani baik pemilik maupun penggarap agar diperoleh informasi yang tepat, guna membantu dinas setempat dalam menentukan program maupun kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Barus B, Khursatul M, Dyah RP, D Ita M, Nina W, Suci. 2012. Kajian Pendataan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Bogor. PSP3-IPB.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Baros Dalam Angka 2014. Sukabumi (ID): BPS Kota Sukabumi.

Campbell JP. 1990. Productivity in organizations. San Fransisco: Josey-Bass Publisher.

Chrisdianti AP. 2014. Citra Ikonos Untuk Identifikasi Batas Petakan Dan Penggunaan Lahan Pertanian Di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Fitriyanto AM, Tjahjono H, Suhandini P. 2013. Evaluasi Penggunaan Lahan Terhadap Rencanata Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031 (Untuk kecamatan Genuk, Pedurungan, dan Gayamsari). Geo Image. 2(2):43-49.

Hardjowigeno, Luthfi M. 2005. Tanah Sawah. Malang: Bayumedia Publishing. Heady OE, Dillon JH. 1972. Agricultural Production. Ames, Iowa: Iowa State

University Press.

Hidayati HN. 2013. Konversi Lahan Sawah dan Sikap Petani di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Kuncoro M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 3, Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis? Jakarta: Erlangga.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

(46)

Porter JR, Dyball R, Dumaresq D, Deutsch L, Matsuda H. 2014. Feeding Capitals: Urban food security and self-provisioning in Canberra, Copenhagen and Tokyo. JGFS. 3(1): 1-7.

Schwab GO, Flevert RK. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Wiley. New York. US.

Somantri L. 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentanan dan Resiko Banjir. J Gea. 8(2):1.

Suryana A. 2001. Tantangan dan Kebijakan Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar Nasional: Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan Pemulihan Ekonomi. 2001 Maret 29. Jakarta (ID). Departemen Pertanian.

(47)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan

Kode

Responden Nama Responden

(48)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Kode

Responden Nama Responden

(49)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Kode

Responden Nama Responden

(50)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Responden Nama Responden

(51)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Responden Nama Responden

(52)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Responden Nama Responden

(53)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Responden Nama Responden

(54)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Responden Nama Responden

(55)

Lampiran 1 Pola Penguasaan Lahan (Lanjutan)

Kode

Responden Nama Responden

(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)

Lampiran 3 Dokumentasi Lapang a) Saluran Irigasi

(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 21 November 1993. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan Jaswanto dan Suparni. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kroya pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) jalur Undangan pada program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1 Kategori kualitas air untuk irigasi berdasarkan nilai EC
Tabel 4  Variabel penetapan neraca kebutuhan pangan di Kelurahan Jayaraksa
Tabel 5 Tingkat kategori ancaman ketahanan pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu pada tahun 1990an pemerintah mengangkat kembali keberadaan Aksara Sunda dan membuat Aksara Sunda Baku, yaitu Aksara Sunda yang dimodernisasikan, seperti

Laporan akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program diploma III di jurusan teknik elektro program studi teknik listrik politeknik

Dengan hasil penelitian ini merujuk pada hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menyatakan Harga (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan

Falsafah yang dibentuk adalah berdasarkan sistem pendidikan di Malaysia yang meletakkan keredhaan Allah sebagai matlamat akhir.Falsafah PVT ini dapat menjelaskan

Kajian ini dikendalikan untuk mengkaji hubungan antara jangkitan HTT dengan faktor demografi, data antropometri, kepekatan hemoglobin, faktor-faktor status sosio

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang (Penyedia) Pengadaan Langsung Nomor : 06/PKPL-PL/BB/DKP/2012 tanggal 13 Nopember 2 012 dengan ini diumumkan hasil

Fakultas Ekonomi USU lebih berorientasi pada pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, melakukan penelitian- penelitian yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, serta

Menurut hasil penelitian Gunawan (2004), bumil yang tidak mengkonsumsi tablet besi (Fe) mempunyai peluang untuk menderita anemia sebesar 3,48 kali lebih