• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan metode uji P tanah berdasarkan hasil panen tanaman sayuran pada ultisols, Nanggung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemilihan metode uji P tanah berdasarkan hasil panen tanaman sayuran pada ultisols, Nanggung"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN

HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA

ULTISOLS, NANGGUNG

JUANG GEMA KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan Judul Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung adalahkarya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2010

(3)

ABTRACT

Juang Gema Kartika. Determination of P Soil Extraction Method based on Vegetable Relative Yield in Ultisols, Nanggung. Under direction of ANAS D. SUSILA AND KOMARUDIN IDRIS.

Phosphorus (P) content in soil was determined to study the effect of P availability for vegetable production. The research has been conducted in Ultisol in Nanggung District, Bogor, Indonesia from 2006-2007. The research was divided into two phases. First phase was P incubation to build soil P status. Soil was incubating with different rate of P fertilizer, on the soil surface than planted with seven species of vegetables. Vegetables species were Amaranthus sp (amaranth), Ipomoea aquatica (kangkong), Solanum melongena(egg plant), Capsicum annuum (chilli), Lycopersicon esculentum (tomato), Phaseolus vulgaris (green bean), and Vigna unguilata (yard long bean). The treatments were arranged in Randomized Complete Block design with three replications. Treatments were P rate of 0, 45, 90, 135 and 180 kg P2O5ha-1. The second phase was soil P test correlation. The same rate of P fertilizer were applied in the soil after frst season vegetables were harvested. After 2 week of incubating, Soil samples were collected from the field and soil P content was determined by five soil extraction methods (HCl 25%, Morgan Vanema, Bray-1, Mehlich-1 and Olsen) and correlate the result with vegetable relative yield, to find out the best P extraction method. The result showed that yield per plant for kangkong, chilli and green bean linearly increased along with the increasing of P fertilizer rate. The best soil extraction method for amaranth was Mehlich-1, while Olsen was the best for tomato. Extraction methods did not showed significant correlation with kangkong, egg Plant, chilli, green bean and yard long bean relative yield. However, chilli, and green bean relative yield showed the highest correlation with Mehlich-1, while kangkong and yard long bean relative yield showed the highest correlation with Olsen. Chilli relative yield showed the highest correlation with Morgan Vanema.

(4)

RINGKASAN

JUANG GEMA KARTIKA. Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA dan KOMARUDIN IDRIS.

Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas mencapai 30 persen luas total daratan Indonesia. Faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah rendah (masam) dan kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat hara fosfor (P) di dalam tanah. Suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.

Kekurangan unsur P menjadi masalah besar bagi pertumbuhan dan produksi tanaman di tanah masam. Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.

Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual). Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan rekomendasi pemupukan P untuk tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan, pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan.

Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan. Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu. Selama ini peneliti di seluruh dunia telah mengembangkan banyak metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air. Setiap metode memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif.

(5)

tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung dengan dosis pemupukan yang berbeda.

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P menggunakan pupuk SP-36 yang diatasnya ditanami tujuh komoditi tanaman sayuran, yaitu bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang. Pada tahap ini diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P. Tahap kedua adalah aplikasi pupuk P pada lahan yang sama setelah tanaman sayuran dipanen. Setelah inkubasi pupuk P yang kedua selama dua minggu, dilakukan uji P tanah menggunakan lima metode uji P yang hasilnya kemudian dikorelasikan dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut.

(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN

HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA

ULTISOLS, NANGGUNG

JUANG GEMA KARTIKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran pada Ultisols, Nanggung

Nama : Juang Gema Kartika NIM : A351050051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si Ketua

Dr. Ir. Komarudin Idris, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kemampuan bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulisan tesis dengan judul “Pemilihan Metode uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran pada Ultisols, Nanggung” ini dilakukan untuk mendapatkan metode uji P tanah yang spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis tanaman. Sampai saat ini, aplikasi pupuk yang dilakukan petani tidak didasari pada potensi atau status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun rekomendasi pemupukan, khususnya untuk kebutuhan fosfor (P) tanaman yaitu dengan mencari metode uji P tanah terbaik yang berkorelasi tinggi dengan produksi tanaman yang ditanam diatasnya. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis tanaman memberikan nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi optimal tanpa mencemari tanah dan lingkungan,

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Anas D. Susila dan Dr. Komarudin Idris selaku komisi pembimbing atas saran, arahan dan dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian dan melakukan penelitian dengan lancar. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada USAID yang memberikan dana penelitian melalui project SANREM CRSP. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura, Prof. Bambang S. Purwoko (2005-2009) dan Dr. Agus Purwito (2009-2013) atas dukungan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke program master. Terakhir, penulis sampaikan terima kasih tak terhingga pada keluarga dan sahabat yang telah memberi support dan do’a tanpa henti. Penulis mengharapkan, hasil penelitian ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi semua pembaca.

Bogor, Maret 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 01 Juli 1981 sebagai anak pertama dari pasangan Gempito Wiweko dan Maulis Taroh. Pendidikan Sarjana ditempuh penulis di Program Studi Hortikultura, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menempuh program sarjana sejak tahun 1999 hingga 2004. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan beasiswa dari BPPS untuk melanjutkan studi di program Studi Agronomi, Sekolah pascasarjana IPB. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan untuk mengikuti pelatihan selama tiga bulan di North Carolina Agricultural and Technical State University, USA melalui program beasiswa unggulan, Direktorat Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman ... 5

Pemupukan ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah ... 24

Optimasi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis, dan Kacang Panjang ... 25

Korelasi Indeks P Tanah berdasarkan Lima Metode Ekstraksi terhadap Hasil Relatif Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis, dan Kacang Panjang ... 29

KESIMPULAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Tanah Awal ... 24 2. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman

Kangkung (cm) ... 25 3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman

Terong, Cabai, Tomat (cm) ... 26 4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman

Buncis dan Kacang Panjang (cm) ... 27 5. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman

Sayuran per Petak ... 28 6. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman

Sayuran per Tanaman Contoh ... 28 7. Nilai Rata-rata P2O5Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P ... 30 8. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Bayam ... 30 9. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kangkung ... 33 10. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Terong ... 33 11. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Cabai ... 36 12. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Tomat ... 36 13. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Buncis ... 39 14. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode

Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kacang Panjang ... 39 15. Ion-ion Penting Pembebas P dari Lima Metode Pengekstrak ... 41 16. Perbandingan Teknik Pekerjaan dan Biaya Bahan antara Lima Metode

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman bayam ... 31 2. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman kangkung ... 32 3. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman terong ... 34 4. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman cabai ... 35 5. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman tomat ... 37 6. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman buncis ... 38 7. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kriteria penilaian sifat2 kimia tanah menurut pusat penelitian tanah ... 51

2. Diagram alir tahapan Penelitian Korelasi unsur P ... 52

3. Metode ekstraksi dengan pengekstrak HCl 25% ... 53

4. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Morgan-Wolf ... 55

5. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Bray-1 ... 57

6. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Mehlich-1 ... 59

7. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Olsen ... 61

8. Pertumbuhan tanaman terong (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1 ... 63

9. Pertumbuhan tanaman Cabai (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 180 kg P2O5.ha-1 ... 63

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah di kawasan tropika basah pada umumnya memperoleh energi matahari dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Kondisi tersebut menyebabkan tanah mempunyai tingkat erosi serta pencucian yang tinggi. Temperatur dan kelembaban udara yang juga tinggi mengakibatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara berlangsung cepat.

Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia (Subagyo, 2004). Faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah rendah (masam) dan kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat hara fosfor (P) di dalam tanah (Hakim et al., 1986). Suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah (Soepardi, 1983). Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.

Unsur P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar (Soepardi, 1983). Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermedier, penyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983; Havlin, 1999). Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.

(17)

Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual). Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman terhadap hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan rekomendasi pemupukan P pada tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan, pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan.

Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan. Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu (Corey, 1987). Selama ini peneliti di seluruh dunia telah mengembangkan banyak metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air. Setiap metode memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif.

(18)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan metode pengekstrak hara P yang terbaik untuk komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang dibudidayakan pada tanah ultisol, Nanggung

2. Mempelajari perbedaan pertumbuhan dan produksi komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung dengan dosis pemupukan yang berbeda

Hipotesis

1. Terdapat metode pengekstrak hara P tanah yang menunjukkan korelasi tertinggi dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam di tanah ultisol, Nanggung

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Masam dan Kendalanya

Indonesia memiliki 3 jenis tanah penting yang bermasalah. Salah satu diantaranya yang mempunyai agihan luas, adalah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) kurang lebih 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.

Tanah ultisol termasuk dalam kategori tanah masam. Menurut Soepardi (1983), suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, pada keadaan yang demikian, basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Hakim et al, (1986), mengemukakan bahwa kendala umum yang dihadapi pada tanah mineral masam adalah pH tanah rendah, unsur N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur Ca, Mg, K, Mo, dan kandungan Mn dan Fe berlebih, serta kelarutan Aluminium yang tinggi, sehingga merupakan faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman.

Kemasaman tanah membatasi produktivitas tanaman dibanyak tempat di dunia. Faktor kemasaman tanah yang paling penting kontribusinya terhadap potensial hasil yang rendah adalah defisiensi kalsium (Ca) dan keracunan Aluminium (Al). Walaupun demikian keracunan Al dianggap lebih menonjol.

Tingginya Al pada subsoil masam menyebabkan buruknya perkembangan akar, hal ini menyebabkan sistem perakaran terbatas pada lapisan tanah atas yang dangkal, sehingga akar tidak dapat memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil. Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air, pertumbuhannya terhambat dan biomas serta hasil yang diperoleh rendah

(20)

Pengelolaan tanah masam dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya menggunakan varietas toleran dalam budidaya dan produksi tanaman, pemberian kapur (CaCO3 atau MgCO3) yang dapat meningkatkan pH tanah dan kelarutan hara di dalam tanah, penambahan bahan organik, menggunakan metode pemberian pupuk kimia tambahan dengan cara di larik, bukan disebar dan menggunakan pupuk slow release.

Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman

Diantara masalah kesuburan tanah, ketersediaan nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) dalam tanah sering menjadi faktor pembatas utama dalam upaya memperoleh hasil pertanian yang optimal (Havlin et al., 1999). Fosfat (P) merupakan hara makro yang dibutuhkan oleh setiap tanaman, walaupun dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur N dan K.

Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4 , HPO4 , pirofosfat, metafosfat dan dalam bentuk fosfat organik (asam nukleat dan phytin). Sumber unsur P berasal dari Bahan organik, sisa hewan dan tanaman serta penambahan karena pemupukan (Nyakpa, et al.,1988). P merupakan unsur yang immobile dan pada tanah masam, sebagian besar P berada pada bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman sehingga P merupakan unsur pembatas pada tanah masam.

(21)

Makin banyak pupuk P yang diberikan, maka makin banyak P yang tersedia di dalam tanah. Hal ini mungkin disebabkan karena pupuk P merangsang pertumbuhan akar dan pertumbuhan akar akan merangsang penyerapan P tanah yang lebih besar lagi, selain itu pupuk P merangsang kegiatan mikroba pelapuk bahan organik tanah sehingga P organik menjadi tersedia (mineralisasi BO), nisbah Pucuk-akar meningkat oleh pupuk P, karena hanya pucuk yang dianalisa sehingga terkesan penyerapan P meningkat.

Fosfor merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya (Havlin et al., 1999). Defisiensi fosfor berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.

Pemupukan

Keberhasilan pencapaian sasaran produksi komoditas pertanian tidak terlepas dari penggunaan sarana produksi khususnya pupuk secara tepat baik dosis/jumlah, waktu, jenis dan mutunya (Keputusan Menteri Pertanian, 2003). Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menghasilkan kualitas produksi tanaman yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Membangun kesuburan tanah yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sifat fisik, kimia biologi tanah.

(22)

tergantikan dengan unsur yang lain. Unsur hara tersebut berfungsi secara langsung bagi metabolisme tanaman.

Penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pupuk akan meningkatkan kemampuan tanaman menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksinya akan meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Namun, aplikasi pupuk secara tidak bijaksana dan dengan takaran berlebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap neraca hara, sifat fisik dan biologis tanah yang dapat mengganggu keberlanjutan produksi tanaman.

Pemupukan berimbang perlu dilakukan agar tanah tidak kekurangan unsur hara tertentu akibat penyerapan oleh tanaman, tetapi juga tidak boleh diberikan secara berlebihan karena dapat menekan ketersediaan unsur lain di dalam tanah. Teknologi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan jenis tanaman merupakan teknologi pemupukan yang dianggap paling tepat dan efisien, namun masih belum banyak dilakukan oleh petani karena masih kurangnya informasi mengenai hal tersebut.

Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara di dalam tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi yang optimum (Samijan et al., 2002). Pendekatan ini menguntungkan bila rekomendasi pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian dinamika unsur hara dalam tana dan kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Beberapa metode yang digunakan dalam penyusunan rekomendasi pemupukan pada prinsipnya bertitik tolak kepada model uji tanah dan uji tanaman.

(23)

Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor

Agar petani dapat melakukan pemupukan berimbang yang dapat menghasilkan produksi optimum tanpa mencemari lingkungan, maka perlu dilakukan penyusunan rekomendasi pemupukan. Ada enam kriteria yang harus diketahui dalam pembuatan rekomendasi pemupukan menurut Melsted dan Peck (1973) yaitu: (1) status hara tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang akan digunakan, (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, (6) metode pemupukan.

Uji tanah dilakukan untuk menyusun rekomendasi pemupukan. Uji tanah bertujuan untuk: (1) menetapkan dengan teliti status ketersediaan hara dalam tanah, (2) menunjukkan dengan jelas adanya defisiensi atau keracunan untuk berbagai tanaman; (3) membentuk suatu dasar penyusunan rekomendasi pemupukan; dan (4) menyajikan hasil uji tanah dalam bentuk yang memungkinkan suatu evaluasi ekonomi dari rekomendasi yang dianjurkan (Melsted dan Peck, 1973).

Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, tepat dan dapat diulang (reproduciable), serta untuk menduga ketersediaan hara tertentu di dalam tanah (Sutriadi et al., 2004). Pada dasarnya kegiatan uji tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia tanah di laboratorium yang tepat dan teruji; (3) interpreta data hasil analisis; (4) rekomendasi pemupukan (Melsted dan Peck, 1973). Nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah.

(24)

Terdapat berbagai metode ekstraksi unsur hara dari tanah. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25%, dan air. Masing-masing metode tersebut memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif.

Tanaman Sayuran

Tanaman sayuran diproduksi di daerah dengan ketinggian yang beragam dari permukaan laut di daerah pantai sampai 1500 m dpl di daerah pegunungan. Berbagai jenis tanaman sayuran tropis, seperti cabai, bayam, ketimun, terong, kangkung, bawang merah dan kacang panjang mendominasi di dataran rendah. Sedangkan di daerah dataran tinggi tanaman sayuran yang cocok di iklim sedang dihasilkan, diantaranya adalah kentang, kubis, wortel dan bawang putih. Berdasarkan pembagian daerah tanaman sayuran pada ketinggian tempat. Buurma dan Basuki (1990) membedakan tiga daerah produksi sayuran, yaitu: dataran rendah, di bawah 200 m dpl; dataran sedang, 200-700 m dpl; dan dataran tinggi, lebih dari 700 m dpl.

Tanaman sayuran umumya tumbuh dan berproduksi dengan cepat. Sebagian besar jenis tanaman sayuran mengakhiri siklus hidupnya setelah berproduksi (annual). Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sayuran, petani sangat tergantung pada pemakaian pupuk kimia, karena produktivitas tanah yang semakin menurun. Bercocok tanam tanpa menggunakan pupuk hampir dapat dipastikan mendapatkan hasil yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury (1997) yaitu, selain cahaya, faktor lingkungan lain yang sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketersediaan unsur hara.

Bayam

(25)

dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan terdiri dari beta karoten 4-8 mg, vitamin C 60-120 mg, Fe 4-9 mg, Ca 300-450 mg (Grubben, 1994).

Bayam termasuk tanaman C4 yang berarti laju fotosintesisnya optimum pada suhu dan radiasi sinar matahari yang tinggi. Naungan berpengaruh kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan bayam baik pada suhu diatas 25 0C dan suhu malam diatas 15 0C. Pertumbuhan bayam relatif cepat sehingga konsumsi airnya tinggi. Bayam menyukai tanah yang subur, berdrainase baik dan strukturnya remah. Bayam termasuk tanaman yang kuat berkompetisi dengan gulma pada pertanaman (Grubben, 1994).

(26)

mix (180 mg/L N) menghasilkan produksi bayam yang sama dengan penggunaan pupuk AB mix (pupuk standar untuk teknik budidaya tanaman secara hidroponik.

Bayam umumnya mulai dapat dipanen pada umur 3-4 minggu setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman. Rata-rata produksi mencapai 1-2 kg/m2 atau setara dengan 10-20 ton/ha (Grubben, 1994).

Kangkung

Kangkung (Ipomoea aquatica Forsskal) termasuk famili Convolvulaceae yang tumbuh menetap, menjalar atau membelit dan dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Kangkung memiliki bermacam-maam nama lokal, diantaranya kangkung (Indonesia), kango (Papua New Guniea), phakbung (Thailand) (Westphal, 1994).

Kangkung termasuk tanaman sayuran daun yang populer di Indonesia. Kandungan zat gizi, mineral dan vitamin tiap 100 gram tanaman kangkung diantaranya protein 3 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 5 g, serat 1 g, abu 1.6 g, Ca 81 mg, Mg 52 mg, Fe 3.3 mg, mineral 90.2 g, provitamin A 4 000-10 000IU, vitamin C 30-130 mg, energi 134 Kj/100g (Westphal, 1994).

Kangkung terbagi atas dua jenis yaitu kangkung darat (Ipomoea reftans Poirs.) dan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.). Kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung daun yang meruncing, berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Sedangkan kangkung air, mempunyai daun yang panjang dengan ujung daunnya agak tumpul, berwarna hijau kelam dan bunganya berwarna keungu-unguan. Kangkung darat ditanam di tanah yang agak kering sedangkan kangkung air ditanam di kolam atau di rawa-rawa (Sastrahidayat dan Soemarno, 1991).

Kangkung termasuk tanaman yang sanggup melakukan adaptasi yang baik pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kangkung dapat hidup dengan baik dari ketinggian tempat di dataran medium 800 m di atas permukaan laut (dpl) hingga ke daerah tepi pantai. Kondisi tanah yang lebih cocok adalah tanah yang sangat lembab dan sedikit berlempung (Laksanawati dan Dibiyantoro, 1996).

(27)

diberikan pada umur 4-5 HST dan 7-10 hari kemudian yaitu pupuk urea sebanyak 100 kg/ha. Sebanyak 1 sendok makan urea (20 g) dilarutkan dalam 10 l air dan disiramkan pada bedengan sepanjang 2 m. Westphal (1994) menyatakan, di Indonesia petani umumnya mengaplikasikan 300 kg/ha pupuk urea untuk penanaman kangkung. Selain itu, pupuk organik dari ayam maupun bebek juga dapat diaplikasikan. Masriah (2006) dalam penelitiannya mengenai budidaya kangkung menggunakan sistem hidroponik menyimpulkan bahwa pupuk majemuk dapat digunakan sebagai pengganti larutan hidroponik standar pada budidaya kangkung darat secara hidroponik. Tanaman dengan menggunakan larutan hara B yang berasal dari pupuk majemuk memiliki pertumbuhan tanaman lebih cepat dan nilai peubah panen lebih besar dibandingkan tanaman dengan menggunakan larutan hara A yang berasal dari pupuk hidroponik standar. larutan hara standar yang digunakan : 180 mg/l N, 297 mg/l K dan 84 mg/l P. pupuk majemuk yang digunakan adalah NPK 20-20-20 dan NPK 16-20-0 yang jumlahnya telah disesuaikan dengan konsentrasi larutan hara standar AB mix.

Kangkung dapat dipanen pada umur 20-50 hari setelah tanam. Ciri tanaman kangkung siap panen adalah pertumbuan tunasnya telah memanjang sekitar 20-25 cm dan ukuran daun-daunnya sukup besar/normal. Produktivitas kangkung dapat mencapai 7-30 ton/ha (Westphal, 1994).

Terong

Terong, yang memiliki nama latin Solanum melongena L. (eggplant, Aubergin) merupakan tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini diduga berasal dari benua Asia, terutama India dan Birma. Sumber genetik terong ditemukan di Africa antara lain Solanum macrocarpon (Sutarno et al., 1994).

Tanaman terong sudah lama dikenal di Indonesia dan di berbagai daerah terdapat nama lokal terong seperti terong (Sunda), treung (Aceh), trong (Gayo), reteng (Batak), toru (Nias), encong (Jawa) (Sutarnoet al., 1994).

(28)

Tanaman terong berproduksi baik pada suhu udara antara 22-30 0C. Cuaca panas dan iklim kering bukan halangan pertumbuhan sehingga tanaman ini cocok pada musim kemarau. Supaya berproduksi optimal, penyinaran harus langsung tanpa naungan. Tanaman terong berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran tinggi. Ketinggian tempat optimal ± 1 000 m dpl. (Sutarno et al., 1994).

Rekomendasi pemupukan berdasarkan Sutarno et al.(1994), adalah memberikan 0.5 kg pupuk organik, 10 g TSP dan masing-masing 5 gram KCl dan Urea setiap lubang tanam. Warintek (2007b), pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5), perlu dilakukan pengapuran. Bahan kapur pertanian seperti dolomit, kalsit. Pada saat pembuatan bedengan sebarkan pupuk kandang sebanyak 15-20 ton/ha. Pada saat tanam berikan 150 kg Urea, 300 kg TSP dan 150 kg KCl per hektar untuk kultivar lokal atau 300 kg ZA, 220-250 kg TSP dan 200 kg KCl per hektar untuk kultivar hibrida. Berdasarkan rekomendasi BPTP Sumbar (2005b), dosis pupuk untuk terong adalah: 75 kg Urea/ha, 150 kg ZA, 200 kg TSP, 150 kg KCl, dan pupuk kandang sapi 5 t/ha.

Panen pertama dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam (Sutarno et al., 1994). Buah siap panen setelah berukuran dua per tiga dari ukuran maksimum dan masih muda. Pemamenan dapat dilakukan 1-2 kali seminggu. Buah panen dipetik bersama dengan tangkainya dengan tangan, pisau/gunting tajam.

Pada pertanaman yang dipelihara dengan baik, akan dihasilkan buah muda sebanyak 25-50 ton/ha, namun di Indonesia hasil panen berkisar 5.2 ton/ha. Produksi dipengaruhi oleh kultur teknik dan varitas (Sutarno et al., 1994).

Cabai

Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Cabai sangat populer di dunia digunakan sebagai bumbu. Buahnya dikonsumsi segar, dikeringkan atau diproses sebagai sayuran atau bumbu. Buah cabai yang sudah masak mengandung pigmen karotenoid dan xantofil dalam jumlah besar. Dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan terkandung 86 g air, 1.2 g protein, 14.4 mg Ca, 700-21 600 IU vitamin A, 242 mg vitamin C, dengan total energi sebesar 257 kJ (Poulos, 1994).

(29)

Menurut Smith dan Heiser (1951) sifat tandan merupakan sifat tegas yang menentukan perbedaan antara C. annuum dan C. frutescens. Pickersgill (1989) menyatakan secara tegas perbedaan kedua Capsicum tersebut, yaitu C. annuum mempunyai mahkota bunga berwarna putih bersih, sedangkan C. frutescens mahkota bunganya berwarna putih kehijauan.

Tanaman cabai menyukai daerah yang hangat, dengan pH optimal berkisar antara 5.5-6.8. Daya adapatasi tanaman cabai terhadap ketinggian tempat cukup luas. Curah hujan optimum berkisar 600-1250 mm. Suhu malam yang mencapai 30 0C dapat menyebabkan bunga cabai gagal berkembang. Viabilitas polen menurun pada suhu diatas 30 0C atau di bawah 15 0C (Poulos, 1994).

Pemupukan cabai bervariasi bergantung pada jenis tanah, kesuburan maupun teknik budidaya yang dilakukan. Poulos (1994) menyatakan bahwa rekomendasi pemupukan yang layak untuk budidaya cabai merah adalah 10-20 ton/ha pupuk kandang, 130 kg/ha N, 80 kg/ha P, 110 kg/ha K, dan Boron 10 kg/ha. Koryati (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman cabai merah dan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan pemupukan urea dengan dosis 135 g/plot atau 450 kg/Ha.

Panen Cabai dataran rendah lebih cepat dipanen dibanding cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 75-85 hari. Di dataran tinggi, panen baru dapat dimulai pada umur 4-5 bulan. Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman.

Cabai yang sudah berwama merah sebagaian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Kriteria panennya saat ukuran cabai sudah besar, tetapi masih berwama hijau penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama. Produktivitas cabai bervariasi antara 1.5-18 ton per hektar (Poulos, 1994).

Tomat

(30)

daging, dan lain-lain. Nilai penting tomat lebih tinggi dalam bentuk olahan seperti saus, pure, jus maupun tomat kalengan (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Tanaman tomat termasuk perdu semusim, berbatang lemah dan basah. Daunnya berbentuk segitiga. Bunganya berwarna kuning. Buahnya buah buni, hijau waktu muda dan kuning atau merah waktu tua. Berbiji banyak, berbentuk bulat pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Tomat menyukai daerah yang sejuk dan kering. Temperatur optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 21o– 24oC. Tomat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Kemasaman tanah (pH tanah) yang dikehendaki adalah 6.0-6.5. Selama pertumbuhannya tomat harus mendapatkan sinar matahari yang cukup, intensitas cahaya di bawah 100 ft-candle dapat menyebabkan pertumbuhan dan waktu berbunga tanaman terlambat. Tanaman tomat memerlukan air dalam jumlah banyak dan teratur untuk pertumbuhan dan perkembangan tomat dari saat tanam sampai tanaman dapat dipanen, namun tidak menggenangi daerah sekitar akar (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Kebutuhan benih tergantung pada varietas dan jarak tanam, namun berkisar antara 150-300 gram/ha. Jarak antar tanaman sekitar 50-60 cm. Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan 500-1000 g. Buah pertama dapat dipanen setelah umur 3 bulan. Potensi hasil dapat mencapai 8-12 ton/ha (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

(31)

Buah tomat biasanya dipanen pada fase kemasakan masak hijau. Produktivitas tomat di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) berkisar antara 8-12 ton/ha (Opena dan Van Der Vossen, 1994).

Buncis

Tanaman buncis memiliki nama latin Phaseolus vulgaris yang termasuk dalam famili Fabaceae. Buncis merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting. Kandungan gizi per 100 gram bahan dapat dimakan terdiri dari air 91 gram, protein 1.8 gram, lemak 0.2 gram, karbohidrat 6.6 gram, serat 1 gram, abu 0.6 gram. Jumlah energi per 100 gram bahan sebesar 126 kJ/100 gram (Smartt, 1992).

Akar lateral, adventif dan akar tunjang tanaman buncis berkembang dengan baik. Panjang polong buncis mencapai 20 cm. Polong muda berdaging, berwarna hijau atau kekuningan sampai ungu (Smarrt, 1992).

Buncis termasuk tanaman berhari pendek. Suhu diatas atau dibawah suhu optimum dapat menyebabkan penurunan hasil. Kekeringan maupun genangan air sangat menghambat pertumbuhan buncis (Smarrt, 1992).

Aplikasi pemupukan pada tanaman buncis memberikan hasil yang baik. Herawati (2009) melaporkan bahwa aplikasi pupuk kandang 7,5 ton/ha meningkatkan bobot kering tajuk, jumlah polong total, diameter polong, panjang polong dan bobot polong sedangkan pemberian pupuk NPK pada dosis 200 kg/ha meningkatkan tingkat kehijauan daun, bobot kering tajuk, jumlah polong total, panjang polong, dan bobot polong buncis yang ditanam disela tegakan kopi muda. Ermayanti (2009) menyimpulkan bahwa peningkatan dosis pupuk NPK tambahan meningkatkan produksi dan kualitas benih buncis secara linear berdasarkan variabel jumlah cabang total, kecepatan berkecambah benih, dan bobot kering kecambah normal benih buncis. Aplikasi pupuk NPK tambahan sampai 150 kg/ha yang diberikan belum diperoleh dosis optimum pada ketiga variabel tersebut.

(32)

Kacang Panjang

Kacang panjang memiliki nama latin Vigna unguiculata. Kacang panjang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang penting dan bernilai ekonomis tinggi di daerah Asia. Berbeda dengan kacang-kacangan umumnya, Kacang panjang lebih sering dipanen polongnya secara keseluruhan sebagai sayur. Jarang sekali biji kacang panjang tua dimanfaatkan untuk masakan.

Agar tumbuh dengan baik kacang panjang membutuhkan tanah yang gembur. Sebaiknya tanah masih kaya akan bahan organik. Bila tidak, kedka diolah dapat ditambahkan pupuk kandang. Adaptasinya terhadap lahan masam cukup baik. Nilai pH yang cocok untuk kacang panjang sekitar 5,5. Kacang panjang bisa ditanam di lahan tegalan, lahan sawah, maupun pekarangan. Lahan terbuka di dataran rendah sangat disukai tanaman kacang panjang. Untuk satu hektar lahan, dibutuhkan benih sekitar 15-20 kg (Grubben, 1994).

Kacang panjang tipe merambat perlu diberi lanjaran. Lanjaran biasanya menggunakan bamboo atau kayu sepanjang 2-2.5 m pada umur dua MST. Pengendalian gulma terutama diperlukan pada bulan pertama pertumbuhan tanaman. Tiga minggu setelah penanaman perlu dilakukan aplikasi pupuk tambahan dengan memberikan 50 kg/ha Urea yang diaplikasikan melingkar disekitar tanaman. (Grubben, 1994).

Pemupukan tanaman kacang yang dilakukan oleh Churriyati (2005) untuk tujuan rejuvenasi galur-galur kacang panjang menggunakan Urea dan TSP masing-masing 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha dengan lokasi percobaan di Ciawi, Bogor. Menurut Grubben (1994), rekomendasi pemupukan untuk budidaya kacang pnajnag di Indonesia 5-10 ton/ha pupuk kandang, 50 kg/ha Urea, 50 kg/ha KCl dan 100 kg/ha TSP. Adijaya et al. (2006), melaporkan bahwa perlakuan kombinasi dosis pupuk organik 6 ton/ha dengan paket dosis pupuk kimia Urea dan SP-36 masing-masing 100 kg/ha serta KCl 200 kg/ha (P3) memberikan jumlah panen dan siklus produksi tertinggi yaitu masing-masing 19.07 hari dan 37.56 hari, penelitian dilakukan di lokasi Prima Tani Lahan Kering BPTP Bali di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali

(33)
(34)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan mulai Desember 2006 sampai dengan Desember 2007. Percobaan dilaksanakan di dua tempat. Percobaan lapang dilakukan di kebun percobaan Sustainable Agriculture and Natural Resources Management Collaborative Research Support Program (SANREM CRSP), Kecamatan Nanggung, Jawa Barat, sedangkan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia, Instalasi Penelitian tanah dan Agroklimat, Sindang Barang, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kangkung varietas Grand, terong varietas Mustang, kacang panjang varietas 777, tomat varietas Ratna, cabai varietas Gada serta bayam dan buncis lokal. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk Urea, KCL dan SP-36, serta bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan P tanah. Alat yang digunakan yaitu alat-alat budidaya pertanian seperti cangkul, kored dan ajir; dan peralatan laboratorium untuk analisis tanah seperti botol kocok, kertas saraing, shaker, dan spektrofotometer.

Metode

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P yang diatasnya ditanami tujuh spesies tanaman sayuran, yaitu bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang. Pada tahap ini diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P (optimasi pemupukan P).

(35)

dan kacang panjang masing-masing berukuran 1.5 m x 2 m. Setiap satuan percobaan memiliki 5 tanaman contoh. Perlakuan adalah sebagai berikut:

P1 = Penambahan pupuk P sebanyak 0 kg SP-36 ha-1 P2 = Penambahan pupuk P sebanyak 125 kg SP-36 ha-1 P3 = Penambahan pupuk P sebanyak 250 kg SP-36 ha-1 P4 = Penambahan pupuk P sebanyak 375 kg SP-36 ha-1 P5 = Penambahan pupuk P sebanyak 500 kg SP-36 ha-1

Model linier aditif dari rancangan percobaan ini sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2000):

Yij = µ + βj + Ti + Єij Dimana :

Yij = Nilai pengamatan pada faktor penambahan pupuk P ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

βj = Pengaruh kelompok ke-j

Ti = Pengaruh faktor penambahan pupuk P ke-i

Єij = Pengaruh acak

Untuk melihat respon tanaman terhadap perlakuan yang diberikan, data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F), apabila hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial untuk melihat pola responnya.

(36)

Morgan Vanema dan Bray-1. Hasil analisis tanah tersebut kemudian dikorelasikan dengan produksi relatif tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik. Diagram alir kegiatan penelitian ini disajikan pada lampiran 2.

Pelaksanaan

Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi: persiapan benih yang akan digunakan, yaitu bayam, kangkung, buncis dan kacang panjang, bibit tanaman tomat, terong dan cabai, penentuan tata letak petak percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua dan penimbangan pupuk.

Benih tomat, terong dan cabai disemai sebelum ditanam di lapang. Benih disemai dalam tray semai dan siap untuk dipindah tanam setelah berumur 4 minggu. Sedangkan benih bayam, kangkung, buncis dan kacang panjang ditanam langsung di lapang pada waktu yang sama dengan waktu pindah tanam bibit tomat, terong dan cabai.

Pengolahan tanah dilakukan sebelum tanam sebanyak 2 kali hingga mendapatkan struktur tanah dan aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Lahan dibuat bedengan dengan ukuran 1.5 x 4 meter.

(37)

tanaman sedangkan aplikasi pupuk tambahan untuk jenis tanaman lainnya dilakukan dengan cara membuat lubang dangkal melingkar pada tiap tanaman untuk lubang pupuk, kemudian pupuk urea dan KCl yang telah dicampur dimasukkan ke dalam lubang pupuk. Setelah itu lubang ditutup kembali.

Benih bayam ditanam dalam alur dengan jarak antar baris 25 cm. Bibit terong, cabai, tomat ditanam secara double rowdengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Sedangkan benih buncis dan kacang panjang ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm, 2 benih per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan tindakan pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida kimiawi secara periodik.

Pemanenan dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Bayam dan kangkung dipanen pada umur satu bulan setelah tanam. Sedangkan sayuran buah dipanen pada saat telah siap panen.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman serta kandungan hara P dalam tanah. Parameter pengamatan tersebut meliputi: 1. Analisis Tanah Awal.

Sampel tanah diambil sebelum tanah diberi perlakuan. Sampel tanah diambil dari beberapa titik untuk mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum tanah tersebut diberi aplikasi pupuk. Penentuan titik pengambilan contoh tanah individu dilakukan secara diagonal, kemudian permukaan tanahnya dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan batu-batuan atau kotoran lain. Contoh tanah individu diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan cangkul dan sekop sedalam ± 20 cm. Contoh-contoh tanah individu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember plastik, lalu dibersihkan dari sisa-sisa akar. Setelah bersih dan teraduk rata, diambil contoh seberat kira-kira 1 kg untuk dianalisis.

(38)

2. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman (diamati pada musim tanam pertama dan kedua).

a. Pengamatan tinggi tanaman umur 2,3,4,5,6, dan 7 minggu setelah tanam (MST) untuk tanaman terong, cabai, dan tomat, dan umur 2,3,4 MST untuk tanaman kangkung, buncis dan kacang panjang. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi.

b. Bobot panen per petak. Pengukuran dilakukan dengan mengambil bagian tanaman yang biasa dijual (brangkasan maupun buah) dari seluruh tanaman yang terdapat pada bedengan, lalu ditimbang. Bobot dibedakan menjadi bobot total, bobot layak pasar dan bobot tak layak pasar

c. Bobot panen tanaman contoh. Pengukuran dilakukan hanya pada tanaman contoh yang telah ditentukan sebelumnya. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian sampai 3 desimal. Bobot dibedakan menjadi bobot total, bobot layak pasar dan bobot tak layak pasar

3. Nilai P tanah terekstrak

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah

Jenis tanah di lokasi percobaan adalah ultisol yang pada umumnya memiliki masalah tingkat kemasaman yang tinggi dan jerapan Al terhadap unsur P di dalam tanah. Analisis tanah dilakukan sebelum tanah diberi perlakuan. Data hasil analisis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Awal

Sifat Tanah Nilai Uji Tanah Metode/ekstraktan

pH H2O

(40)

percobaan relatif sedang, namun berdasarkan hasil optimasi pemupukan, sebagian besar tanaman merespon positif penambahan pupuk P ke tanah dengan semakin meningkatnya produksi. Kondisi ini diduga disebabkan karena P yang berada di dalam tanah dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman.

Beberapa hal yang menyebabkan tidak tersedianya unsur P bagi tanaman adalah rendahnya pH tanah yang menyebabkan unsur P dalam keadaan tak larut. Kurang tersedianya air saat pengamatan akibat musim kemarau menyebabkan unsur P dalam tanah tidak terlarut dalam air, sedangkan nutrisi yang tersedia bagi tanaman adalah yang terlarut dalam air tanah.

Optimasi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis dan Kacang Panjang

Tanaman kangkung memberikan respon positif terhadap penambahan dosis pupuk yang diberikan ke tanah di lokasi percobaan. Pada pengamatan minggu ke tiga dan ke empat, tanaman kangkung menunjukkan tinggi yang meningkat secara linear. Tinggi tanaman tertinggi pada minggu ke tiga sebesar 19.42 cm, sedangkan pada minggu ke empat tinggi tanaman tertinggi sebesar 28.61 cm, keduanya diperoleh dari tanaman yang di tanam pada tanah dengan penambahan 180 kg P2O5 (Tabel 2).

(41)

Tabel 3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman

45 4.14 5.77 7.67 12.27 17.90 19.04

90 3.67 4.90 7.40 12.66 20.63 27.03

135 2.85 4.40 6.07 7.90 10.80 13.70

180 3.11 5.33 7.98 13.23 19.93 30.73

Respon tn tn tn tn tn L*

Cabai

0 15.40 19.87 23.31 27.40 32.33 33.90

45 17.27 19.90 24.77 29.93 35.43 36.63

90 18.24 23.43 26.27 33.23 36.93 39.60

135 15.49 20.83 26.03 31.93 38.53 41.27

180 15.53 21.13 28.47 34.87 41.40 41.97

Respon Q* tn L** L** L** L*

Tomat

0 19.87 21.57 28.50 32.00 35.40 36.50

45 17.27 24.15 31.03 36.20 40.73 43.77

90 20.07 28.60 37.33 45.90 54.40 53.57

135 17.47 26.47 31.00 38.17 44.77 47.40

180 20.40 30.10 38.23 50.53 59.80 61.03

Respon tn L* tn L* L* L*

Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata; L**: Linear sangat nyata; Q*: kuadratik nyata

Pada tanaman terong, pengaruh penambahan dosis pupuk tidak terlihat signifikan sampai minggu ke 6 setelah tanam, tetapi pada minggu ke tujuh, terlihat pertambahan tinggi yang linear akibat penambahan dosis pupuk P yang diberikan pada tanaman (Tabel 3). Sedangkan tanaman cabai memberikan respon positif terhadap penambahan dosis pupuk P pada tanah. Pada pengamatan minggu ke empat hingga ke tujuh setelah tanam, terlihat respon tanaman yang secara linear meningkatkan tinggi tanaman seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk P yang diberikan (Tabel 3).

(42)

secara linear meningkatkan tinggi tanaman seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk P yang diberikan (Tabel 3).

Tabel 4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Buncis dan Kacang Panjang

Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata

Berdasarkan data hasil pengamatan tinggi tanaman yang tercantum pada table 4, tinggi tanaman buncis terlihat meningkat secara linear pada pengamatan minggu ke dua dan ke lima setelah tanam, secara konsisten, tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari tanaman dengan perlakuan penambahan dosis pupuk P tertinggi (180 kg P2O5.ha-1). Konsentrasi P tanah pada perlakuan tersebut sebesar 10.8 ppm (Bray-1). Pada tanaman kacang panjang, pengamatan tinggi tanaman sampai dengan umur 5 minggu setelah tanam tidak menunjukkan respon yang signifikan akibat penambahan pupuk P pada tanah (Tabel 4).

Bobot Panen

(43)

tomat. Pada komoditi yang lain, secara statistik penambahan pupuk tidak menunjukkan perbedaan respon pertumbuhan yang signifikan. Namun, terlihat kecenderungan bahwa dengan semakin meningkatnya dosis pupuk yang diberikan, semakin tinggi pula hasil panen yang didapat (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Petak

Dosis Pupuk (kg/ha P2O5)

Bobot Panen/Petak

Bayam Kangkung Terong Tomat Cabai Buncis Kacang Panjang

0 370.50 490.60 700.65 696.04 955.20 355.00 205.00

45 1774.00 562.73 566.46 1460.62 1420.82 889.67 479.00 90 2959.00 437.63 1563.71 2208.52 1246.25 616.00 287.00 135 3080.50 667.03 500.08 1492.45 1350.84 924.00 177.00 180 3839.00 642.28 1270.44 3170.15 1592.47 944.67 83.50

Respon tn tn tn L** tn tn tn

Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata

Walaupun perlakuan penambahan pupuk P tidak terlihat signifikan terhadap bobot panen per petak pada komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, buncis dan kacang panjang, namun data pada tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara linear yang signifikan terhadap bobot panen pertanaman, terutama pada komoditi kangkung tomat, cabai dan buncis hingga penambahan dosis pupuk P tertinggi (180 kg P2O5.ha-1). Sehingga dosis pupuk P terbaik bagi produksi sayuran di tanah Ultisol, Nanggung belum dapat dicapai.

Tabel 6. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Tanaman Contoh

Dosis Pupuk (kg/ha P2O5)

Bobot Panen/tanaman

Kangkung Terong Tomat Cabai Buncis Kacang Panjang

0 3.69 151.01 98.82 66.64 31.15 62.51

45 2.60 166.77 165.86 102.70 86.44 114.13

90 5.14 210.42 213.36 86.58 93.10 85.00

135 6.67 101.89 191.26 144.17 96.49 46.59

180 8.00 176.47 315.76 140.49 154.44 97.23

Respon L** tn L** L* L* tn

(44)

Kebutuhan tanaman akan ketersediaan unsur P bagi pertumbuhannya terlihat dari peningkatan produksi pertanaman yang nyata lebih baik seiring dengan meningkatnya dosis pupuk P yang diberikan ke tanah. Ketersediaan unsur P merupakan faktor pembatas bagi tanaman yang dibudidayakan pada tanah masam. Berdasarkan penelitian Nursyamsi (2002), hara P merupakan pembatas pada pertumbuhan tanaman jagung, kesimpulan hal yang serupa kembali disampaikan oleh Nursyamsi dan Widayati (2004), bahwa hara P merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman kedelai.

Penambahan hara P ke dalam tanah melalui pemupukan menyebabkan ketersediaan hara P bagi tanaman meningkat. Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah N dan lebih banyak dari pada K. Unsur P diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan adenosin diphosphate (ADP) dan adenosin triphosphate (ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, kecukupan hara P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman; meningkatkan kualitas hasil; dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al., 1999). Fungsi unsur P yang penting bagi tanaman menyebabkan peningkatan ketersediannya direspons positif oleh tanaman dengan cara meningkatkan pertumbuhan dan produksinya.

Korelasi Index P Tanah berdasarkan Lima Metode Ekstraksi terhadap Hasil Relatif Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis dan

Kacang Panjang

(45)

Tabel 7. Nilai Rata-rata P2O5Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P Dosis

Pupuk (kg/ha P2O5)

HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan

Vanema

... ppm P2O5 ...

0 314,3 4,7 12,3 6,3 1,3

45 602,7 15,0 38,7 28,3 1,7

90 716,0 20,7 61,7 40,7 3,0

135 695,0 19,7 56,7 39,7 2,0

180 699,0 23,3 62,0 43,0 2,3

Secara umum, hasil ekstraksi tanah dari lokasi ketujuh jenis tanaman yang diamati dibudidayakan, metode ekstraksi yang bernilai uji P tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah HCl 25%>Bray-1>Mehlich-1>Olsen>Morgan Vanema (Tabel 7.) Urutan tersebut menunjukkan tingkat kekuatan pengekstrak dalam melarutkan bentuk-bentuk P yang berada di dalam tanah, namun tidak menunjukkan keeratan hubungannya dengan hasil relatif tanaman.

Koefisien korelasi untuk berbagai macam metode uji tanah dapat langsung dibandingkan dengan produksi relatif tanaman yang dibudidayakan pada tanah tersebut. Koefisien korelasi r=1 menunjukkan korelasi sempurna, sedangkan koefisien korelasi r=0 menunjukkan tidak adanya korelasi antara dua hal yang dibandingkan.

Bayam (Amaranthus sp)

Dari lima metode pengekstrak yang digunakan untuk mengekstrak P tanah yang akan ditanami bayam, metode Mehlich-1secara signifikan menunjukkan nilai korelasi tertinggi dibandingkan produksi bayam, yaitu sebesar 0.72 (Tabel 8; Gambar 1). Sedangkan metode yang lain menunjukkan respon yang lebih rendah.

Tabel 8. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Bayam

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y=0.097x+11.76 0.59813ns 0.357759

Olsen y=2.493x+28.27 0.62157ns 0.386349

Bray-1 y=0.879x+33.13 0.60673ns 0.368121

Mehlich-1 y=1.539x+25.96 0.72239* 0.521847

(46)
(47)

Kangkung (Ipomoea aquatica L.)

(48)

Tabel 9. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kangkung

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,067x + 31,33 0.35181ns 0.123770

Olsen y = 1,021x + 51,33 0.39738ns 0.157911

Bray-1 y = 0,300x + 52,95 0.40145ns 0.161162

Mehlich-1 y = 0,387x + 54,08 0.39021ns 0.152264 Morgan Vanema y = 6,178x + 44,16 0.34159ns 0.116684

Terong (Solanum melongena L.)

Produksi terong relatif tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan dengan menunjukkan nilai korelasi tertinggi dengan pengekstrak P yang digunakan (Tabel 10; Gambar 3). Koefisien korelasi berkisar antara 0.10-0.45, dengan nilai korelasi tertinggi diperoleh dari metode Mehlich-1, sehingga dibandingkan metode yang lain, metode ini lebih disarankan untuk uji kalibrasi dan penyusunan rekomendasi pemupukan P pada tanaman terong yang dibudidayakan di tanah ultisol.

Tabel 10. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Terong

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,047x + 12,79 0.34919ns 0.121934

Olsen y = 1,054x + 27,52 0.30152ns 0.090914

Bray-1 y = 0,353x + 30,02 0.27940ns 0.078064

(49)
(50)

Cabai (Capsicum annuumL.)

Koefisien korelasi antara metode pengekstrak P tanah dengan hasil relative tanaman cabai tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata, Dengan kisaran koefisien korelasi antara 0.17 hingga 0.51, korelasi tertinggi didapat dari metode Morgan Vanema (Tabel 11; Gambar 4).

(51)

Tabel 11. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Cabai

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,027x + 23,56 0.23494ns 0.055197

Olsen y = 0,425x + 34,33 0.17742ns 0.031478

Bray-1 y = 0,275x + 31,06 0.28799ns 0.082938

Mehlich-1 y = 0,272x + 34,18 0.19336ns 0.037388 Morgan Vanema y = 9,086x - 14,77 0.50919ns 0.259274

Tomat (Lycopersicon esculentum L)

Berdasarkan analisis korelasi, koefisien korelasi tertinggi terjadi pada hasil relatif tomat dengan dengan metode Olsen (Tabel 12; Gambar 5). Metode Olsen juga memiliki tingkat kemudahan pengerjaan dan harga bahan pengekstrak yang murah, sehingga metode tersebut dinilai paling tepat untuk digunakan pada uji kalibrasi dan penyusunan rekomendasi pemupukan P pada tanaman tomat yang dibudidayakan pada tanah ultisol.

Tabel 12. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Tomat

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,005x + 21,37 0.04655ns 0.002167

Olsen y = 1,093x + 1,870 0.71588** 0.512484

Bray-1 y = 0,024x + 23,82 0.03682ns 0.001356

(52)
(53)

Buncis (Phaseolus vulgaris L)

Buncis dapat diambil hasil panennya sejak umur 3 bulan setelah tanam. Korelasi produksi buncis relatif terhadap beberapa metode ekstraksi tanah tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan (Tabel 13; Gambar 6). Namun metode Mehlich-1 memiliki nilai korelasi tertinggi dengan hasil relatif, dibandingkan metode ekstraksi lainnya, yaitu sebesar 0.46.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

(54)

Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Buncis

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,059x + 22,9 0.39444ns 0.155583

Olsen y = 0,444x + 37,61 0.40280ns 0.162248

Bray-1 y = 0,267x + 43,50 0.41006ns 0.168149

Mehlich-1 y = 0,6x + 41,31 0.45972ns 0.211342 Morgan Vanema y = 1,687x + 42,21 0.13598ns 0.018491

Kacang Panjang (Vigna unguilata)

Seluruh metode analisis P tidak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan hasil relaif tanaman kacang panjang. Walaupun tidak signifikan, namun metode Olsen memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya, dengan besar koefisien korelasi 0. 34 (Tabel 14; Gambar 7).

Tabel 14. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kacang Panjang

Pengekstrak Persamaan Linear Koefisien Korelasi R2

HCL 25% y = 0,011x + 58,63 0.11880ns 0.014113

Olsen y = 0,255x + 54,66 0.34570ns 0.119508

Bray-1 y = 0,130x + 61,15 0.18297ns 0.033478

(55)

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 7. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman kacang panjang

(56)

Nilai koefisien korelasi antara hasil panen relatif tanaman yang diamati dengan index P yang didapat dari lima metode ekstraksi menunjukkan nilai yang rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh kurang homogennya kondisi lingkungan percobaan yang dilakukan di kebun percobaan. Percobaan korelasi sebaiknya dilakukan pada kondisi terkontrol, seperti rumah kaca. Pada percobaan yang dilakukan di rumah kaca, peneliti dapat meminimalisir atau menyeragamkan faktor lain selain perlakuan yang diberikan.

Kemampuan pengekstrak dalam melarutkan bentuk-bentuk P tanah erat kaitannya dengan jenis dan konsentrasi ekstraktan serta lamanya waktu pengocokan (Nursyamsi dan Fajri, 2005). Selain itu, beberapa faktor penting pada prosedur uji tanah, diantaranya adalah rasio tanah-larutan pengekstrak, waktu ekstraksi, kecepatan pengocokan dan bentuk tabung ekstraktor, menjadikan kemampuan setiap jenis metode pengekstrak P tanah berbeda-beda. Setiap metode ekstraksi P tanah memiliki Ion-ion yang aktif membebaskan P (Leiwakabessy, 1988), berdasarkan metode ektraksi yang digunakan, ion-ion tersebut ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Ion-ion Penting Pembebas P dari Lima Metode Pengekstrak Pengekstrak Larutan Pengekstarak Ion penting pembebas P

HCL 25%

(57)

Tanah Ultisol Nanggung bereaksi masam dengan pH sebesar 5.2. Dalam penelitian ini dapat terlihat bahwa metode ekstraksi yang memiliki korelasi dengan hasil panen tanaman sayuran yang diamati adalah metode Olsen dan Mehlich-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1976) yang menyatakan bahwa pengektrak yang bersifat netral sampai alkalin seperti metode Olsen sangat efektif dalam hal mengekstrak bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah. Leiwakabessy (1995), menyampaikan bahwa Mehlich-1cocok untuk tanah masam, kurang cocok untuk tanah berkapur dan alkalin (tinggi Ca-P).

Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai terhadap jenis tanah dan tanaman tertentu perlu mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya adalah (1) Uji tanah bersifat selektif, artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk yang dapat diserap tanaman atau yang tersedia; (2) Sederhana, mudah dan cepat; (3) Bahan-bahan kimia yang diperlukan mudah didapat (Melsted dan Peck, 1972). Data perbandingan teknis pengerjaan dan biaya bahan pengekstrak untuk masing-masing jenis metode pengekstrak P tanah yang digunakan pada penelitian ini di sampaikan secara rinci pada Tabel 16.

Tabel 16. Perbandingan Teknis Pengerjaan dan Biaya Bahan antara Lima

Mehlich-1 5.0 25 0.05 N HCl dalam 0.025 N H2SO4

5 31

Morgan Vanema

5.0 25 NH4OAc 5 4,071

(58)

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Awal
Tabel 2. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Kangkung (cm)
Tabel 3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Terong, Cabai dan Tomat (cm)
Tabel 4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Buncis dan Kacang Panjang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya ditemukan bukti bahwa ada perbedaan signifikan untuk kebijakan pendanaan yang yang diukur dengan variabel berkaitan dengan nilai pasar, dan tidak ada perbedaan

perspektif pendidikan agama (Islam) merupakan salah satu bentuk upaya “pembaharuan” dalam rangka mereformasi dan sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 31 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Bongkaran Aset Tetap Milik Pemerintah

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan alternatif olahan mi non gandum untuk mengurangi impor gandum dan memanfaatkan jagung sebagai bahan baku utama yang ditunjang

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMA Salatiga dalam mencapai tujuan harus melibatkan para dosen melalui aktivitas-aktivitas yang bidang pendidikan dan pengajaran,

standar audit di Indonesia kerja sama antara auditor eksternal dan auditor internal dimungkinkan dengan beberapa persyaratan berupa; kompetensi auditor internal, pemberian

Abstrak: Sistem pendukung keputusan pemberian ijin usaha penambang adalah suatu sistem untuk menginputkan data penambang dalam usaha pertambangan di Dinas Departemen dan Energi.

- Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya; Bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,