• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI VITAMIN A DAN β-KAROTEN MINYAK SAWIT

YANG DIFORTIFIKASI SELAMA PENGGORENGAN

YOGA PUTRANDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YOGA PUTRANDA. Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan DRAJAT MARTIANTO

Minyak sawit dapat menjadi pembawa yang baik dalam fortifikasi vitamin A karena stabilitas dan penggunaannya yang luas, sehingga konsumsinya dapat memberikan dampak positif terhadap gizi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pengaruh jenis fortifikan terhadap retensi vitamin A dan β-karoten dalam minyak sawit yang difortifikasi. Empat jenis minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit difortifikasi β -karoten dari minyak sawit merah (MSM) 47.08 IU/g, difortifikasi vitamin A 59.69 IU/g, difortifikasi dengan campuran A (30 IU MSM, 15 IU vitamin A) 45.64 IU/g dan difortifikasi dengan campuran B (15 IU MSM, 30 IU vitamin A) 45.95 IU/g. Minyak fortifikasi digunakan menggoreng tahu dengan metode shallow frying tiga kali penggorengan dan menumis tauge. Hasil studi menunjukkan bahwa retensi fortifikan menurun dengan pengulangan penggorengan. Pada hari pertama penggorengan, retensi fortifikan tidak berbeda nyata (p=0.05), dalam kisaran 85.2%-88.22%. Pada penggorengan kedua dan ketiga, diketahui bahwa β-karoten memiliki stabilitas lebih rendah dari vitamin A sebagai fortifikan. Fortifikan kombinasi A dan B memiliki stabilitas yang sama. Bilangan peroksida keempat minyak meningkat sampai penggorengan kedua, kemudian turun pada penggorengan ketiga. Kadar asam lemak bebas (ALB) minyak meningkat secara minimal, kecuali minyak sawit yang difortifikasi vitamin A FFA-nya tetap. Yield fortifikan tertinggi pada tumis tauge adalah vitamin A (63.37%), diikuti oleh campuran B (53.42%), campuran A (50.60%), dan MSM (34.86%).

(5)

ABSTRACT

YOGA PUTRANDA. Retention of Vitamin A and β-carotene in Fortified Palm Oils During Frying Process. Supervised by NURI ANDARWULAN and DRAJAT MARTIANTO.

Palm oil can be a good carrier of the vitamin A fortification due to its stability and its wide cooking application, so its consumption contributes to community’s nutrition. The objective of this research is to get information about the effect of fortificants to retention of vitamin A and β-carotene in fortified palm oils. Four palm oils used in this research were palm oil fortified with β-karoten from red palm olein (RPO) 47.08 IU/g, fortified with vitamin A 59.69 IU/g, fortified with combination A (30 IU RPO, 15 IU vitamin A) 45.64 IU/g and fortified with combination B (15 IU RPO, 30 IU vitamin A) 45.95 IU/g. Fortified oils were used to fry tofu by three replicated shallow frying and to stir-fry sprouts. The result showed that the retention of fortificants decreased by frying replication. In the first day of frying, the retention of fortificants were not significanly different (p=0.05), in a range 85.52%-88.22%. In the second and third frying, it was known that β-karoten had lower stability than vitamin A as fortificant. Fortificant combination A and B had the same stability. The peroxide value of the oils increased until the second frying, then decreased in the third frying. The free fatty acid (FFA) percentage increased minimally, except palm oil fortified with vitamin A, the FFA remained same. The highest yield of fortificant in cooked sprouts was vitamin A (63.37%), followed by combination B (53.42%), combination A (50.60%), and RPO (34.86%).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RETENSI VITAMIN A DAN β-KAROTEN MINYAK SAWIT

YANG DIFORTIFIKASI SELAMA PENGGORENGAN

YOGA PUTRANDA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan

Nama : Yoga Putranda NIM : F24090021

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Pembimbing I

Dr Ir Drajat Martianto, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah ketahanan fortifikan pada minyak goreng, dengan judul Retensi Vitamin A dan β -karoten Minyak Sawit yang Difortifikasi Selama Penggorengan.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta, bapak, ibu, dan Anna atas dukungan dan doa yang tidak pernah berhenti kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Dr Ir Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian hingga penulisan skripsi.

3. Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc selaku dosen penguji atas masukannya dalam penulisan skripsi.

4. Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI), dan South East Asia Food And Agricultural Science (SEAFAST) Center IPB yang telah memberi dukungan finansial dalam pelaksanaan penelitian.

5. Sahabat di Pondok Nova: Deni, Dicky, Doni, Helmi, Imam, Najih, Rahman, dan Romi atas canda dan kebersamaan selama ini.

6. Teman seperjuangan: Ayu, Dwi, Gema, Iyan, Satrya, dan Mbak Krisna atas kerja sama dan dukungan selama penelitian.

7. Karyawan, teknisi, dan analis SEAFAST Center: Mbak Desty, Mbak Ria C, Mbak Ria N, Mbak Uswah, Mas Agus, Mas Arief, Pak Sukarna, dan Teh Asih atas bantuannya selama penelitian.

8. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Pencampuran Minyak 3

Sampling Uji Homogenitas 3

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Berbeda 3 Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Sama 4

Tahapan Menumis 4

Ekstraksi Minyak dari Bahan yang Ditumis 4

Metode Analisis 5

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Karakterisasi Minyak Goreng Curah dan MSM 7

Fortifikasi Minyak 8

Siklus Penggorengan 9

Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak 10

Perubahan Bilangan Peroksida 13

Perubahan Asam Lemak Bebas 16

Yield Fortifikan pada Perlakuan Tumis 17

Kontribusi Fortifikan terhadap AKG Vitamin A 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

(12)

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

(13)

DAFTAR TABEL

1 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi 45 IU/g

MSM dan 45 IU/g vitamin A 8

2 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi

campuran 8

3 Karakterisasi minyak yang difortifikasi 9

4 Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi selama

proses penggorengan berulang 12

5 Perubahan bilangan peroksida minyak yang difortifikasi selama proses

penggorengan berulang 14

6 Mekanisme antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol 15 7 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama

penggorengan berulang hari yang berbeda 16

8 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama

penggorengan berulang hari yang sama 17

9 Jumlah vitamin A dan β-karoten yang terserap dalam 100 g tahu goreng 18 10 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu goreng terhadap AKG

vitamin A 18

11 Jumlah vitamin A dan β-karoten pada tumis tauge 19 12 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tumis tauge terhadap AKG

vitamin A 19

DAFTAR GAMBAR

1 Titik sampling uji homogenitas 3

2 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada 1 siklus penggorengan 10 3 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada penggorengan berulang hari

yang sama 11

4 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 minyak dengan fortifikan berbeda

pada 3 hari penggorengan 12

5 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 dengan fortifikan berbeda minyak

pada 3 kali penggorengan 13

6 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 hari

penggorengan 14

7 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 kali

penggorengan 15

8 Yield vitamin A dan β-karoten sampel tumis tauge pada 4 minyak

dengan fortifikan berbeda (α=0.05) 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan minyak dan fortifikan 23

2 Fortifikasi minyak 25

3 Homogenitas fortifikasi 26

(14)

5 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-2 28 6 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-3 29 7 Perubahan konsentrasi vitamin A dan β-karoten minyak yang

difortifikasi selama proses penggorengan berulang 30

8 Rata-rata kadar β-karoten tumis tauge 31

9 Rata-rata kadar vitamin A tumis tauge 32

10 Rata-rata yield (IU) vitamin A dan β-karoten tumis tauge 33 11 Yield (%) vitamin A dan β-karoten 34 12 Hasil analisis statistik retensi vitamin A dan β-karoten 35

13 Hasil analisis statistik bilangan peroksida 38

14 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari berbeda 41 15 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari sama 43 16 Hasil analisis statistik yieldvitamin A dan β-karoten tumis tauge 45

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang penting dalam pertumbuhan dan kesehatan, terutama untuk penglihatan, perkembangan embriyo, spermatogenesis, respon kekebalan, indera perasa, dan pendengaran. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan masalah penglihatan, kebutaan, penurunan resistensi terhadap infeksi, dan peningkatan risiko kematian (Bagriansky dan Ranum 1998).

Fortifikasi vitamin A dalam bahan pangan menjadi penting dilakukan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara berkembang, asupan vitamin A umumnya diperoleh dalam bentuk β-karoten yang terdapat pada beberapa jenis buah dan sayuran hijau yang biasanya hanya terdapat pada musim-musim tertentu (Gegios et al. 2010). Sementara itu, sumber terbaik vitamin A, yaitu pangan hewani harganya tidak terjangkau oleh penduduk miskin.

Salah satu bahan pangan yang potensial sebagai pembawa fortifikan vitamin A adalah minyak goreng. Minyak goreng yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah minyak goreng sawit. Minyak goreng sawit memiliki aplikasi yang sangat luas, terutama penggunaannya untuk menumis dan menggoreng bahan pangan. Sebagai dukungan fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng, Standar Nasional Indonesia (SNI 7709-2012) merumuskan standar minyak goreng sawit harus memiliki kandungan vitamin A sebanyak 45 IU/g. Pemerintah Indonesia juga merencanakan adanya fortifikasi wajib vitamin A 45 IU/g pada minyak goreng.

Minyak sawit merah (MSM) merupakan sumber β-karoten (provitamin A) yang sangat tinggi dan dapat diproduksi dalam negeri. Aktivitas vitamin A dari MSM dapat mencapai 666 IU/g (Hariyadi 2013). Minyak sawit merah ini sangat potensial dijadikan fortifikan, sebagai upaya mengatasi ketergantungan impor vitamin A sintetis. Meskipun stabilitas vitamin A pada minyak lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan pembawa lainnya, penurunan kadar vitamin A masih dapat terjadi. Penurunan kadar vitamin A selama waktu distribusi sekitar 5%, selama penyimpanan sekitar 10%, sedangkan penurunan kadar vitamin A akibat penggorengan 20-50% (Bagriansky dan Ranum 1998). Provitamin A/ karotenoid dari sumber nabati, termasuk β-karoten, umumnya sangat stabil, lebih dari 85% retensinya pada kebanyakan produk pangan dan selama pengolahan (Karmas dan Haris 1988). Alyas et al. (2006) melaporkan bahwa kehilangan β -karoten pada red palm olein selama penggorengan lebih banyak terjadi pada proses penggorengan dengan waktu lebih lama dan temperatur yang meningkat.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi pengaruh jenis fortifikan terhadap retensi vitamin A dan β-karoten minyak goreng fortifikasi yang digunakan menggoreng berulang pada hari sama, menggoreng berulang pada hari yang berbeda, dan menumis. Tujuan khusus penelitian yaitu mendapatkan informasi perubahan mutu minyak selama penggorengan berulang yang diamati pada parameter bilangan peroksida dan asam lemak bebas.

METODE

Penelitian ini meliputi proses fortifikasi minyak sawit curah yang dilanjutkan dengan perlakuan penggorengan (shallow frying) dan tumis. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai November 2013 yang berlokasi di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Evaluasi Sensori SEAFAST Center.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak goreng sawit curah yang diperoleh dari PT. Multimas Nabati Asahan, minyak sawit merah (MSM) yang dibuat di Fat and Oil Pilot Plant SEAFAST Center, vitamin A dalam bentuk vitamin A palmitat (1120537 IU/g), bahan yang ditumis/digoreng dan bumbu-bumbu dari pasar Cibereum Bogor, yang meliputi tauge, tahu putih, bawang putih, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan garam. Bahan-bahan kimia untuk analisis meliputi n-heksan (Merck KgaA), etanol 95% (Mallinckrodt Chemical), phenolftalein (Merck KgaA), NaOH (Merck KgaA) 0.01 N, asam oksalat (Merck KgaA), CH3COOH 60% (Merck KgaA), CHCl3 (Merck KgaA), indikator pati (Merck KgaA), Na2S2O3 (Merck KgaA) 0.05 N, K2Cr2O7 (Merck KgaA), HCl 37% (Merck KgaA), KI (Merck KgaA) jenuh, metanol (MeOH) (Merck KgaA), KOH (J.T. Baker), etanol (Merck KgaA), etilen diklorida (DCM) (J.T. Baker), dan gas N2.

Alat

(17)

3

Pencampuran Minyak

Kebutuhan fortifikan dihitung untuk mendapatkan target fortifikasi 45 IU/g MSM, 45 IU/g vitamin A, campuran 30 IU/g vitamin A dan 15 IU/g MSM (disebut campuran A), campuran 15 IU/g vitamin A dan 30 IU/g MSM (disebut campuran B). Perhitungan disajikan pada Lampiran 1. Setelah itu, minyak dan fortifikan (MSM dan vitamin A) ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Pencampuran dilakukan menggunakan mixer dalam wadah tertutup yang terlindung dari cahaya (Lampiran 16). Fortifikan ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dilakukan pengadukan. Kecepatan pengadukan yaitu 180-200 rpm. Waktu pengadukan dengan fortifikan MSM adalah 45 menit, waktu pengadukan dengan fortifikan vitamin A 90 menit, dan waktu pengadukan dengan fortifikan campuran vitamin A dan MSM 60 menit. Untuk fortifikan vitamin A dilakukan pre-mixing, yaitu dengan mencampur vitamin A yang telah di timbang dengan 50 g minyak goreng curah di dalam gelas piala selama 15 menit menggunakan stirer.

Sampling Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengambil 4-5 titik minyak fortifikasi dari tempat pencampuran minyak. Titik-titik sampling diambil pada tempat dan ketinggian yang berbeda (Gambar 1).

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Berbeda

Penggorengan tahu mengikuti cara penggorengan yang umum dilakukan dalam skala rumah tangga. Tahu berukuran 5 x 4 x 1.5 cm dengan bobot 35±4 g direndam dalam air garam (10 g garam dalam 300 mL air) selama 5 menit kemudian ditiriskan selama 5 menit. Sebanyak 400 g minyak hasil fortifikasi digunakan untuk menggoreng dengan suhu awal penggorengan 170 °C. Tahu digoreng 1.5 menit pada satu sisi dan 1 menit pada sisi lainnya. Sampling minyak sebanyak 120 g dilakukan setelah 15 menit dari total waktu penggorengan ke dalam botol. Botol kemudian ditutup dan dilapisi aluminium foil setelah 45 menit

(18)

4

waktu total. Sisa minyak disimpan pada wadah yang transparan, ditutup, dan disimpan dalam tempat gelap. Siklus penggorengan selanjutnya dilakukan pada jam yang sama pada hari berikutnya. Penggorengan dilakukan dengan perbandingan minyak dan tahu 4:1 (shallow frying) sebanyak satu siklus penggorengan dengan 2 ulangan per hari selama 3 hari berturut-turut. Tidak ada penambahan minyak selama penggorengan.

Tahapan Penggorengan Berulang pada Hari yang Sama

Penggorengan tahu mengikuti cara penggorengan yang umum dilakukan dalam skala rumah tangga. Tahu berukuran 5 x 4 x 1.5 cm dengan bobot 35±4 g direndam dalam air garam (10 g garam dalam 300 mL air) selama 5 menit kemudian ditiriskan selama 5 menit. Sebanyak 400 g minyak hasil fortifikasi digunakan untuk menggoreng dengan suhu awal penggorengan 170 °C. Tahu digoreng 1.5 menit pada satu sisi dan 1 menit pada sisi lainnya. Sampling minyak sebanyak 120 g dilakukan setelah 15 menit dari total waktu penggorengan ke dalam botol. Botol kemudian ditutup dan dilapisi aluminium foil setelah 45 menit waktu total. Siklus penggorengan selanjutnya dimulai setelah suhu minyak turun hingga 50°C. Penggorengan dilakukan dengan perbandingan minyak dan tahu 4:1 (shallow frying) sebanyak 3 siklus penggorengan dengan 2 ulangan. Tidak ada penambahan minyak selama penggorengan.

Tahapan Menumis

Proses menumis mengikuti cara menumis yang umum dilakukan dalam skala rumah tangga. Bahan yang akan ditumis ditimbang, yaitu tauge (500 g), tahu ukuran 2 x 2 x 1 cm (100 g), bawang merah (25 g), bawang putih (8 g), cabai rawit hijau (15 g), cabai merah (15 g), garam (8 g), dan air (12 g). Sebanyak 60 gram minyak sampel dipanaskan dalam wajan hingga suhu 160 ºC, kemudian dengan segera dimasukkan bawang putih (ditumis 10 detik), bawang merah (ditumis 10 detik), cabai rawit hijau dan cabai merah (ditumis 1 menit), tahu (ditumis 2 menit), tauge, garam, dan air. Setelah semua bahan masuk, dilakukan penumisan hingga waktu total 9 menit, kemudian tumis tauge diangkat dari wajan. Setelah 45 menit waktu total, sampel disimpan dalam freezer.

Ekstraksi Minyak dari Bahan yang Ditumis

Tumis tauge dibekukan semalaman, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer selama 3 hari. Tauge kering dihaluskan dengan blender dan diekstrak minyaknya menggunakan metode Folch et al. (1957). Kadar minyak tauge sangat kecil, diasumsikan tidak signifikan mempengaruhi jumlah minyak yang terekstrak.

(19)

5

Metode Analisis

Analisis Vitamin A (Tanumihardjo dan Penniston 2002)

1. Pembuatan kurva standar

Sebanyak 7 seri konsentrasi retinil asetat dibuat (0.5; 1; 1.5; 2; 2.5; 5; 10; 20; 30; 40; 50 ppm), kemudian 750 µL etanol dan 400 µL KOH:H2O 50:50 ditambahkan kedalamnya. Campuran dipanaskan pada waterbath suhu 45 °C selama 1 jam. Sampel diekstrak dengan heksan 0.5 ml 3 kali. Kemudian hasil ekstraksi sampel dievaporasi dengan N2 sampai kering.Sampel dilarutkan dalam 100 µL MeOH:DCM 75:25 dan diinjeksikan dalam HPLC (kolom Eclipse XDB-C18 diameter 5 μm; fase gerak metanol:air (89:11); laju alir 1 mL/menit; sistem isokratik; panjang gelombang 335 nm; waktu running 12 menit).

2. Persiapan sampel

Sebanyak 25 µL minyak sampel diambil, kemudian 750 µL etanol dan 400 µL KOH:H2O 50:50 ditambahkan kedalamnya. Campuran dipanaskan pada waterbath suhu 45 °C selama 1 jam. Sampel diekstrak dengan heksan 0.5 ml 3 kali. Kemudian hasil ekstraksi sampel dievaporasi dengan N2 sampai kering. Sampel dilarutkan dalam 100 µL MeOH:DCM 75:25 dan diinjeksikan dalam HPLC (kolom Eclipse XDB-C18 diameter 5 μm; fase gerak metanol:air (89:11); laju alir 1 mL/menit; sistem isokratik; panjang gelombang 335 nm; waktu running 12 menit).

3. Perhitungan kadar vitamin A

Kadar vitamin A dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear kurva standar Y = a + bX, dengan Y merupakan luas area dan X merupakan konsentrasi vitamin A (dalam μg/mL retinol). Kadar vitamin A yang diperoleh dalam satuan satuan μg/mL retinol dikonversi ke dalam IU/g.

Analisis β-karoten (PORIM 1995)

Sebanyak 5 gram sampel minyak dilarutkan dalam 25 mL heksan. Larutan dikocok hingga homogen. Larutan kemudian dianalisis dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 446 nm. Sebagai blanko digunakan heksan. Total β -karoten dihitung dengan rumus:

Kadar β karoten=100 berat sampel (g)25 absorbansi 8

Analisis Kadar Air (AOAC 1984)

Kadar air produk yang ditumis diukur menggunakan metode oven. Sebanyak 5 gram produk ditimbang ke dalam cawan aluminium yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 105 °C selama 2 jam dan diketahui beratnya. Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 100-102 °C hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air bahan dihitung menggunakan rumus:

Kadar air g/100 g bahan basah = a bb 100

(20)

6

Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS 1998)

Sebanyak 10 gram sampel minyak ditimbang dalam erlenmeyer 100 mL. Sampel kemudian ditambah dengan 50 mL etanol 95% netral dan dipanaskan dalam penangas air hingga minyak terlihat larut. Empat tetes indikator phenolftalein (PP) 1% ditambahkan sebelum melakukan titrasi. Titrasi dilakukan dengan NaOH 0.01 N yang telah distandarisasi. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah muda stabil selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan rumus:

ilangan asam = ml a H a H 56.1 berat sampel

Analisis Bilangan Peroksida (AOCS 1998)

Sebanyak 5gram sampel minyak ditimbang dalam erlenmeyer 250 mL. Sebanyak 30 mL pelarut CH3COOH – CHCl3 (3:2) ditambahkan dan campuran dikocok hingga semua minyak terlarut. Sebanyak 0.5 mL larutan KI jenuh ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dikocok sesekali selama 2 menit. Campuran kemudian ditambah dengan 30 mL akuades dan dikocok 1 menit. Sebanyak 8 tetes indikator pati 1% ditambahkan, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0.05 N hingga warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel minyak. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus:

ilangan peroksida= g sampel1000

S = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (mL) yang telah dikoreksi dengan blanko M = molaritas Na2S2O3 (N)

Retensi Vitamin A dan β-karoten

Perhitungan retensi vitamin A dan β-karoten pada minyak goreng fortifikasi setelah penggorengan adalah sebagai berikut:

R=VV1

0 100 Keterangan:

R = retensi vitamin A atau β-karoten (%)

V0 = kandungan vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi awal

V1 = kandungan vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi yang telah dipakai menggoreng atau minyak terekstrak Yield Vitamin A dan β-karoten

(21)

7 =AA1

0 100 Keterangan:

Yield = yield vitamin A atau β-karoten (%)

A0 = vitamin A dan β-karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi awal ,,, yang digunakan menumis (IU)

A1 = vitamin A dan β-karoten dalam minyak terekstrak (IU)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor. Faktor yang dilihat pengaruhnya pada percobaan ini yaitu jenis fortifikan terhadap retensi vitamin A dan β-karoten minyak sawit yang difortifikasi. Dalam percobaan ini terdapat 4 taraf untuk jenis fortifikan yaitu vitamin A 45 IU/gram, MSM setara 45 IU/gram, kombinasi vitamin A 30 IU/gram dan MSM setara 15 IU/gram (campuran A), dan kombinasi vitamin A 15 IU/gram dan MSM setara 30 IU/gram (campuran B). Bahan yang digoreng (shallow frying) adalah tahu, sedangkan bahan yang ditumis adalah tauge. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ti+ εij Keterangan:

Y = Retensi vitamin A/ β-karoten pada jenis fortifikan ke-i ulangan ke-j µ = Rata-rata retensi vitamin A/ β-karoten

Ti = Pengaruh jenis fortifikan ke-i

εij = Kekeliruan, berupa pengaruh acak pada jenis fortifikan ke-i dan ulangan =ke-j

i = Banyaknya jenis fortifikan j = Banyaknya ulangan

Prosedur Analisis Data

Data retensi yang diperoleh kemudian diolah menggunakan uji ragam (ANOVA) menggunakan software statistik. Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Uji Tukey (α=0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Minyak Goreng Curah dan MSM

(22)

8

asam palmitat). Kadar β-karoten minyak goreng curah sangat rendah yaitu 1.77±0.06 dan 2.20±0.02 IU/g. Hal ini karena karotenoid (500-700 ppm) yang terdapat dalam crude palm oil (CPO) rusak selama proses refining (Khosla 2006). MSM yang digunakan untuk fortifikasi 45 IU/g MSM memiliki bilangan peroksida yang tinggi 6.79±0.01 meq O2/kg, sedangkan MSM untuk fortifikasi campuran memiliki bilangan peroksida yang sangat rendah 0.97±0.00 meq O2/kg. Bilangan peroksida yang tinggi dapat disebabkan oleh oksidasi selama penyimpanan sebelum digunakan. Kadar asam lemak bebas MSM tidak terlalu berbeda yaitu 0.1 0±0.005 dan 0.1 8±0.000 . Kadar β-karoten MSM yang digunakan cukup tinggi yaitu 847.75±3.10 dan 807.55±1.16 IU/g.

Fortifikasi Minyak

Fortifikasi minyak dilakukan dengan mixer dengan empat dosis fortifikan yang berbeda. Bobot minyak dan fortifikan, waktu pengadukan, dan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Minyak yang difortifikasi dipastikan homogenitas fortifikannya (Lampiran 3). Rata-rata fortifikasi ditunjukkan pada Tabel 3. Fortifikasi dengan target 45 IU/g menghasilkan minyak dengan rata-rata fortifikasi 47.08±0.86 IU/g (fortifikan MSM), 59.69±3.13 IU/g (fortifikan vitamin A), 45.64±1.66 IU/g (fortifikan campuran A), dan 45.95±1.51 IU/g (fortifikan campuran B). Secara visual penampakan minyak berubah karena penambahan MSM, kecuali pada minyak yang hanya difortifikasi vitamin A. Pada penelitian preferensi konsumen terhadap minyak yang difortifikasi vitamin A dan yang tidak difortifikasi, tidak ada perbedaan preferensi yang signifikan (Martianto et al. 2009; Nadimin dan Tamrin 2013).

Tabel 1 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi 45 IU/g MSM dan 45 IU/g vitamin A

Analisis Minyak goreng curah MSM

Kadar β-karoten (IU/g) 1.77±0.06 847.75±3.10 Bilangan peroksida

(meq O2/kg)

0.00±0.00 6.79±0.01

Asam lemak bebas

(% asam palmitat) 0.098±0.004 0.130±0.005

Tabel 2 Karakterisasi minyak goreng curah dan MSM untuk fortifikasi campuran

Analisis Minyak goreng curah MSM

Kadar β-karoten (IU/g) 2.20±0.02 807.55±1.16 Bilangan peroksida

(meq O2/kg)

0.00±0.00 0.97±0.00

Asam lemak bebas

(23)

9

Kualitas minyak yang difortifikasi dilihat juga pada nilai bilangan peroksida dan bilangan asam minyak. Bilangan peroksida minyak difortifikasi 0.00 meq O2/kg, tidak berubah dari minyak goreng curah sebelum difortifikasi. Penambahan MSM dengan bilangan peroksida 6.79±0.01 meq O2/kg tidak meningkatkan bilangan peroksida minyak fortifikasi. Hal ini disebabkan jumlah MSM dalam minyak fortifikasi sangat sedikit, hanya 5.10% (b/b) pada fortifikasi 45 IU/g MSM, 1.60% (b/b) pada fortifikasi campuran A, dan 3.46% (b/b) pada fortifikasi campuran B. Asam lemak bebas minyak fortifikasi lebih tinggi dibandingkan minyak goreng curah awal kecuali pada fortifikasi campuran B, asam lemak bebasnya tetap. Peningkatan asam lemak bebas yang paling tinggi terdapat pada minyak yang difortifikasi vitamin A. Kenaikan asam lemak bebas dapat terjadi selama penyimpanan minyak.

Siklus Penggorengan

Siklus penggorengan yang diaplikasikan dibagi menjadi dua jenis, yaitu siklus penggorengan hari yang berbeda dan siklus penggorengan hari yang sama. Satu siklus penggorengan hari yang berbeda didefinisikan sebagai satu kali penggorengan dimulai dari pemanasan minyak hingga suhu 170 °C, penggorengan tahu putih selama 2.5 menit, hingga waktu tunggu 15 menit setelah tahu diangkat. Sampling minyak pada titik ini kemudian disebut penggorengan h-1 (Gambar 2). Siklus penggorengan kedua dilakukan pada hari berikutnya dan sampling minyak setelah siklus ini disebut penggorengan h-2. Siklus penggorengan ketiga dilakukan pada hari berikutnya dan sampling minyak setelah siklus ini disebut penggorengan h-3.

Satu siklus penggorengan pada hari yang sama didefinisikan sebagai satu kali penggorengan dimulai dari pemanasan minyak hingga suhu 170 °C, penggorengan tahu putih selama 2.5 menit, hingga waktu tunggu 15 menit setelah tahu diangkat. Sampling minyak pada titik ini kemudian disebut penggorengan ke-1. Siklus penggorengan kedua dilakukan pada hari yang sama setelah suhu minyak turun hingga 50 °C. Sampling minyak setelah siklus ini disebut penggorengan ke-2. Hal yang sama dilakukan untuk siklus penggorengan ketiga. Sampling minyak setelah siklus penggorengan ketiga disebut penggorengan ke-3. Titik waktu sampling dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 3 Karakterisasi minyak yang difortifikasi

Minyak difortifikasi

45 IU/g Vitamin A 59.69±3.13 0.00±0.00 0.138±0.001 Campuran A

(30 IU/g vitamin A dan 15 IU/g MSM)

45.64±1.66 0.00±0.00 0.082±0.003 Campuran B

(15 IU/g vitamin A dan 30 IU/g MSM)

(24)

10

Profil kenaikan suhu minyak dan tahu dapat dilihat pada Gambar 3. Terlihat bahwa suhu minyak maksimal meningkat seiring dengan pengulangan penggorengan. Hal ini disebabkan oleh jumlah minyak semakin berkurang karena sampling minyak. Suhu internal tahu yang digoreng 78.2 °C pada penggorengan ke-1, 92.7 °C pada penggorengan ke-2, dan 90.8 °C pada penggorengan ke-3. Data suhu lengkap terdapat pada Lampiran 4, 5, dan 6.

Retensi Vitamin A dan β-karoten Minyak

Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi memiliki pola yang sama untuk penggorengan berulang pada hari yang berbeda dan penggorengan berulang pada hari yang sama (Tabel 4). Kadar vitamin A dan β -karoten minyak setiap pengulangan penggorengan dapat dilihat pada Lampiran 7. Minyak fortifikasi yang digunakan menggoreng berulang pada hari yang berbeda memiliki retensi yang sama pada penggorengan h-1, yaitu dalam rentang 85.52-88.22%. Pada penggorengan h-2 dan h-3 minyak yang difortifikasi MSM memiliki retensi fortifikan paling rendah (58.25% dan 25.41%) dibandingkan dengan ketiga minyak fortifikasi lainnya. Sebaliknya, terlihat bahwa minyak yang difortifikasi dengan vitamin A memiliki retensi fortifikan paling tinggi pada penggorengan h-2 dan h-3 (74.91% dan 63.99%), bahkan pada penggorengan h-3 retensinya lebih dari dua kali retensi minyak yang difortifikasi MSM. Retensi minyak difortifikasi vitamin A sejalan dengan studi yang dilakukan Arafah (2008) yang menunjukkan retensi vitamin A minyak (19.24 ppm vitamin A) yang digunakan menggoreng berulang yaitu 81-94% (penggorengan pertama), 64-77% (penggorengan kedua), dan 51-63% (penggorengan ketiga). Retensi β-karoten minyak difortifikasi MSM sedikit lebih besar dibandingkan retensi β-karoten pada penelitian yang dilakukan Wijaya (2013).

Gambar 2 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada 1 siklus penggorengan 0

(25)

11

Gambar 3 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada penggorengan berulang hari yang sama 0

50 100 150 200 250

0 10 20 30 40 50 60 70

S

u

h

u

(

°

C)

Waktu (menit)

Suhu minyak penggorengan ke-1 Suhu bahan penggorengan ke-1 Suhu minyak penggorengan ke-2 Suhu bahan penggorengan ke-2 Suhu minyak penggorengan ke-3 Suhu bahan penggorengan ke-3

(26)

12

Retensi fortifikan pada minyak campuran A dan B ada diantara nilai retensi minyak yang difortifikasi MSM dan vitamin A dan tidak berbeda nyata. Minyak fortifikasi campuran A dan B memiliki nilai retensi masing-masing 72.13% dan 69.54% pada penggorengan h-2 dan 69.54% dan 48.88% pada penggorengan h-3.

Pada penggorengan berulang pada hari yang sama, keempat jenis minyak memiliki retensi fortifikan yang sama pada penggorengan ke-1, yaitu dalam rentang 80.40-89.43%. Sama seperti retensi pada penggorengan berulang pada hari yang berbeda, minyak dengan fortifikan vitamin A memiliki retensi paling tinggi, sedangkan minyak dengan fortifikan MSM memiliki retensi paling rendah. Pada penggorengan kedua, retensi minyak fortifikasi campuran tidak berbeda nyata dengan retensi minyak fortifikasi vitamin A, yaitu dalam rentang 69.04-73.75%. Namun, pada penggorengan ketiga, retensi semua jenis minyak berbeda nyata.

Tabel 4 Retensi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi selama proses penggorengan berulang berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)

Gambar 4 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 minyak dengan fortifikan berbeda pada 3 hari penggorengan

(27)

13

Gambar 4 dan Gambar 5 menampilkan perbandingan retensi keempat jenis minyak. Terlihat bahwa minyak dengan fortifikasi MSM memiliki retensi yang paling kecil diantara ketiga jenis minyak lainnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa energi aktivasi degradasi β-karoten pada minyak yang difortifikasi MSM lebih rendah (75050.73 J/mol) dibandingkan energi aktivasi degradasi vitamin A pada minyak yang difortifikasi vitamin A (83572.64 J/mol) (Wulan 2013; Fitriani 2014). Vitamin A palmitat yang digunakan dalam fortifikasi sangat stabil selama penggorengan berulang pada hari yang berbeda maupun penggorengan berulang pada hari yang sama. Retinil palmitat dalam bentuk oil-soluble memiliki stabilitas yang baik pada minyak (Allen et al. 2006).

Pemanasan minyak sangat berpengaruh terhadap retensi β-karoten. Dalam studi Alyash et al. (2006) melaporkan bahwa kerusakan β-karoten selama pemanasan MSM meningkat akibat penyimpanan dalam suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama.

Minyak fortifikasi campuran A dan B memiliki campuran fortifikan yang berbeda kestabilannya. Namun, perbedaan konsentrasi campuran ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap retensi total fortifikan. Minyak fortifikasi campuran A yang memiliki konsentrasi vitamin A dua kali lebih besar dibandingkan minyak campuran B ternyata memiliki retensi total yang sama.

Perubahan Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida minyak mengalami kenaikan hingga penggorengan h-2, namun turun pada penggorengan h-3 (Gambar 6 dan 7). Pola ini ada pada pada kedua perlakuan penggorengan. Perubahan bilangan peroksida minyak dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum, bilangan peroksida minyak dengan fortifikan MSM memiliki bilangan peroksida paling rendah pada semua penggorengan berulang. Hal ini diduga disebabkan karena di dalam MSM terdapat antioksidan yang menghambat oksidasi selama penggorengan. Antioksidan alami pada minyak sawit yaitu tokoferol dan tokotrienol (Rossi et al. 2007). Jika dilihat dari data retensi β-karoten, minyak yang difortfikasi MSM memiliki retensi β-karoten yang paling rendah dan memiliki kenaikan bilangan peroksida paling minimal. Diduga β-karoten juga mengambil fungsi sebagai antioksidan.

Gambar 5 Retensi vitamin A dan β-karoten 4 dengan fortifikan berbeda minyak pada 3 kali penggorengan

(28)

14

Mekanisme antioksidan karotenoid dan tokoferol yaitu dengan reaksi langsung pada radikal bebas atau quenching singlet oksigen. Mekanisme antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol dapat dilihat pada Tabel 6.

Pada penggorengan h-1, minyak fortifikasi vitamin A dan campuran B memiliki bilangan peroksida tertinggi dengan nilai yang sama (6.80 meq O2/kg), sedangkan minyak fortifikasi campuran A memiliki bilangan peroksida lebih rendah 5.99 meq O2/kg. Pada penggorengan h-2 bilangan peroksida keempat minyak mencapai titik tertinggi. Pada penggorengan ini, bilangan peroksida minyak fortifikasi vitamin A, campuran A, dan campuran B tidak berbeda nyata, masing-masing 10.19 meq O2/kg, 10.04 meq O2/kg, dan 10.93 meq O2/kg. Pada penggorengan h-3 keempat minyak memiliki bilangan peroksida yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5 Perubahan bilangan peroksida minyak yang difortifikasi selama proses penggorengan berulang berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey)

(29)

15

Pada penggorengan ke-1, bilangan peroksida minyak fortifikasi vitamin A, campuran A, dan campuran B tidak berbeda nyata (6.72-6.80 meq O2/kg) dan lebih tinggi dibandingkan bilangan peroksida dengan fortifikasi MSM (5.18 meq O2/kg). Pada penggorengan ke-2, bilangan peroksida minyak mencapai titik tertinggi namun tidak berbeda nyata, yaitu berada dalam rentang 8.50-9.72 meq O2/kg. Hal yang sama pada penggorengan ke-3, minyak fortifikasi memiliki bilangan peroksida tidak berbeda nyata, kecuali minyak fortifikasi MSM yang memiliki bilangan peroksida lebih rendah.

Gambar 7 Bilangan peroksida minyak goreng yang difortifikasi pada 3 kali

Tabel 6 Mekanisme antioksidan β-karoten, tokoferol, dan tokotrienol

Reaksi dengan radikal bebas Quenching singlet oksigen

β-karoten

(Kamal-Eldin dan Appelqvist 1996 dalam Kim 2007)

(Foote 1979 dalam Kim 2007)

Tokotrienol

(30)

16

Penelitian yang serupa, (Abdulkarim et al. 2007) mengenai kestabilan beberapa jenis minyak selama 5 hari penggorengan (6 jam penggorengan per hari) pada 185±5 °C dan (Serjouie et al. 2010) kestabilan minyak goreng sawit selama 5 hari penggorengan (3.5 jam penggorengan per hari) pada 180±5 °C menunjukkan bahwa bilangan peroksida minyak sawit meningkat sampai hari keempat penggorengan, lalu turun pada hari kelima. Bolourian et al. (2011) dan Fan et al. (2013) juga melaporkan bahwa bilangan peroksida minyak sawit naik pada pertama penggorengan, namun relatif tidak meningkat hingga hari kelima. Naiknya bilangan peroksida menunjukkan adanya pembentukan peroksida akibat oksidasi. Bilangan peroksida yang turun setelah pengulangan penggorengan berhubungan dengan perubahan senyawa peroksida. Senyawa peroksida merupakan senyawa yang tidak stabil. Suhu penggorengan dan kerusakan minyak menyebabkan dekomposisi hidroperoksida menjadi karbonil dan aldehida yang menyebabkan bilangan peroksida turun (Shahidi & Wanasundara 2002 dalam Abdulkarim et al. 2007).

Perubahan Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam minyak merupakan salah satu indikator kualitas minyak, tingginya asam lemak bebas menujukkan kerusakan minyak akibat reaksi hidrolisis triasilgliserol (TAG) dan reaksi oksidasi. Kadar asam lemak bebas minyak selama penggorengan disajikan pada Tabel 7 dan 8. Pada kedua perlakuan penggorengan berulang, asam lemak bebas minyak dengan fortifikan vitamin A tidak berbeda nyata pada pengulangan penggorengan, berada dalam rentang 0.136-0.139%. Minyak dengan fortifikasi dengan MSM, campuran A, dan campuran B memiliki asam lemak bebas yang meningkat pada pengulangan penggorengan, namun tidak lebih dari 0.034 poin dari kadar asam lemak bebas penggorengan sebelumnya. Minyak dengan fortifikasi MSM dan vitamin A memiliki kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan minyak yang difortifikasi campuran karena kadar asam lemak bebas awalnya sudah lebih tinggi. Hal ini terjadi karena minyak goreng curah yang digunakan memiliki kadar asam lemak bebas yang berbeda.

Tabel 7 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama penggorengan berulang hari yang berbeda

Minyak difortifikasi Bilangan asam (% asam palmitat) penggorengan h-

0 1 2 3

(31)

17

Kadar asam lemak bebas keempat minyak sedikit sekali berubah pada pengulangan penggorengan hingga tiga kali. Hal ini mengindikasi bahwa keempat minyak cukup stabil untuk penggorengan skala rumah tangga. Namun, penggorengan dengan lebih banyak pengulangan kemungkinan akan terus meningkatkan asam lemak bebas minyak. Penelitian Abiona et al. (2011) menunjukkan pada pengulangan penggorengan dengan minyak goreng sawit hingga 6 hari (10 penggorengan per hari), terbentuk asam lemak rantai pendek baru akibat hidrolisis dan oksidasi lipid. Selain itu, Alireza et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan minyak untuk penggorengan berulang (5 hari penggorengan) menurunkan kadar asam lemak esensial C18:3 dan C18:2.

Yield Fortifikan pada Perlakuan Tumis

Yield fortifikan merupakan rasio jumlah fortifikan yang terdapat pada tumis tauge dengan jumlah fortifikan awal yang ada pada minyak untuk menumis. Perhitungan yield fortifikan keempat minyak terdapat pada Lampiran 8, 9, 10, dan 11. Minyak dengan fortifikasi vitamin A memiliki yield yang lebih tinggi

Gambar 8 Yield vitamin A dan β-karoten sampel tumis tauge pada 4 minyak dengan fortifikan berbeda (α=0.05)

34.86a

Tabel 8 Perubahan kadar asam lemak bebas minyak yang difortifikasi selama penggorengan berulang hari yang sama

Minyak difortifikasi Bilangan asam (% asam palmitat) penggorengan ke-

(32)

18

Tabel 9 Jumlah vitamin A dan β-karoten yang terserap dalam 100 g tahu goreng Penggorengan Jumlah vitamin A dan β-karoten (IU)

MSM Vitamin A Campuran A Campuran B

dibandingkan yield fortifikan minyak dengan fortifikasi MSM (Gambar 8). Yield fortifikan minyak fortifikasi vitamin A adalah 64.37%, sedangkan yield fortifikan minyak fortifikasi MSM 34.86%. Minyak campuran A dan campuran B memiliki yield fortifikan yang tidak berbeda nyata dengan yield fortifikan minyak fortifikasi vitamin A dan MSM.

Kontribusi Fortifikan terhadap AKG Vitamin A

Vitamin A dan β-karoten yang terserap pada tahu dapat dilihat dari Tabel 9. Minyak yang terserap pada tahu dihitung dengan konversi penyerapan minyak pada tahu putih cetak goreng lunak, yaitu sebesar 6.2% dari bobot tahu (Krisdinamurtirin et al. 1974). Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu goreng terhadap AKG vitamin A dapat dilihat pada Tabel 10. Konsumsi 100 g tahu yang digoreng dengan minyak yang difortifikasi vitamin A dapat memenuhi hingga 19.20% (wanita) dan 16.00% (laki-laki) AKG vitamin A per hari. Pada penggorengan ketiga, minyak fortifikasi vitamin A yang terserap pada tahu memiliki kontribusi paling tinggi hingga 14.21% AKG vitamin A untuk wanita, sedangkan minyak fortifikasi MSM yang terserap pada tahu memiliki kontribusi paling kecil terhadap AKG (4.13% AKG vitamin A untuk wanita).

Tabel 10 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tahu goreng terhadap AKG vitamin A

Peng-gorengan

Kelompok Usia1)

Kontribusi minyak fortifikasi terhadap AKG vitamin A (%)

(33)

19

Kontribusi fortifikan yang ada pada tumis tauge (Tabel 11) terhadap angka kecukupan gizi (AKG) vitamin A disajikan pada Tabel 12. Satu takaran saji tumis tauge yang ditumis dengan minyak fortifikasi vitamin A dapat memenuhi 18.59% AKG vitamin A untuk wanita dan 15.49% AKG vitamin A untuk laki-laki. Satu takaran saji tumis tauge yang ditumis dengan minyak difortifikasi MSM berkontribusi lebih rendah yaitu 6.54% AKG vitamin A untuk laki-laki dan 7.85% AKG vitamin A untuk wanita. Sebesar 9.61-10.22% AKG vitamin A untuk laki-laki dan 11.52-12.26% AKG vitamin A untuk wanita dapat terpenuhi dengan konsumsi satu porsi tumis tauge yang ditumis dengan minyak fortifikasi campuran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis fortifikasi yang ditambahkan pada minyak goreng curah sebagai fortifikasi berpengaruh terhadap retensi fortifikan selama penggorengan berulang. Hingga pengulangan tiga kali penggorengan, 23.58% β-karoten dan 63.99% vitamin A masih tersisa dalam minyak. Secara umum, vitamin A memiliki stabilitas yang lebih tinggi dibandingakan MSM. Campuran A dan B berpotensi sebagai fortifikan karena memiliki retensi yang cukup tinggi, hingga 44.74% pada penggorengan ketiga. Secara umum, perubahan bilangan peroksida memiliki pola meningkat hingga penggorengan kedua, kemudian turun pada penggorengan ketiga karena degradasi senyawa peroksida. Perubahan kadar asam lemak bebas keempat minyak yang difortifikasi relatif kecil.

Tabel 12 Kontribusi minyak fortifikasi pada 100 g tumis tauge terhadap AKG vitamin A

Kontribusi minyak fortifikasi terhadap AKG vitamin A (%)

Sumber: 1) Permenkes Nomor 75 Tahun 2013

Tabel 11 Jumlah vitamin A dan β-karoten pada tumis tauge Tauge yang ditumis dengan

minyak fortifikasi

Yield fortifikan pada tumis tauge (IU)

Fortifikan pada 100 g tumis tauge (IU)

MSM 958.09 130.86

Vitamin A 2277.86 309.77

Campuran A 1496.04 204.40

(34)

20

Yield fortifikan pada tumis tauge dipengaruhi oleh jenis fortifikan yang ditambahkan pada minyak. Minyak yang difortifikasi vitamin A memiliki yield fortifikan paling tinggi (64.37%), kemudian diikuti minyak yang difortifikasi campuran B (53.42%), minyak yang difortifikasi campuran A (50.60%), dan yield fortifikan paling kecil yaitu minyak yang difortifikasi MSM (34.86%).

Saran

MSM dapat digunakan sebagai fortifikan pada minyak goreng sawit curah untuk mencapai standar fortifikasi minyak dari SNI 45 IU/g. Fortifikasi minyak sawit 30 IU/g MSM dan 15 IU/g vitamin A direkomendasikan untuk minyak goreng sawit curah kualitas baik yang digunakan untuk menggoreng. Perlu dilakukan karakterisasi awal minyak goreng sawit curah sebelum fortifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim SM, Long K, Lai OM, Muhammad SKS, Ghazali HM. 2007. Frying quality and stability of high-oleic Moringa oleifera seed oil in comparison with other vegetable oil. J Food Chemistry. Vol. 105, Issued 4: 1382-1389. Abiona OO, Awojide SH, Anifowoshe AJ, Babalola OB. 2011. Comparative

study on effect of frying process on the fatty acid profile of fegetable oil and palm oil. E-International Scientific Research Journal. Vol. 3, Issue 3: 210-218. ISSN: 2094-1749.

Alireza S, Tan CP, Hamed M, Che Man YB. 2010. Effect of frying process on fatty acid composition and iodine value of selected vegetable oils and their blends. International Food Research Journal. 17:295-302.

Allen L, Benoist BD, Dary O, Hurrel R. 2006. Guidelines on food fortification with micronutrients. Geneva (SW): WHO Press.

Alyas A, Abdullah A, Idris A. 2006. Changes of β-carotene content during heating of red palm olein. Journal of Oil Palm Research (Special Issue - April 2006). p. 99-102.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, 14th ed. Arlington: AOAC Inc.

[AOCS] American Oil Chemist Society. AOCS. 1998. Official Methods and Recommended Practice of the American il Chemists’ ociety 5th Edition. Champaign: AOCS Press.

Arafah AA. 2008. Retensi vitamin A pada minyak goreng curah yang difortifikasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bagriansky J, Ranum P. 1998. Vitamin A fortification of P.L. 480 vegetable oil. Washington DC (AS): Sharing United States Technology to Aid The Improvement of Nutrition (SUSTAIN).

(35)

21 chips on 11th International Congres on Engineering and Food. Athens (GR): Cosmosware.

Fan HY, Sharifudin MS, Hasmadi M, Chew HM. 2013. Frying stability of rice bran oil and palm olein. International Food Research Journal. 20(1): 403-407.

Fitriani D. 2013. Kinetika oksidasi termal minyak goreng sawit curah dengan fortifikasi vitamin A [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Folch J, Lees M, Stanley HS. 1956. A simple method for the isolation and purification of total lipides from animal tissues. J Biol. Chem. Hal: 497-509. Foote CS. 1979. Quenching of singlet oxygen. Wasserman HH dan Murray RW,

editor. Singlet Oxygen. New York (AS): Academic Press

Gegios A, Amthor R, Maziya-Dixon B, Egesi C, Mallowa S, Nungo R, Gichuki S, Mbanaso A, Manary MJ. (2010). Children consuming cassava as a staple food are at risk for inadequate zinc, iron, and vitamin A intake. J Plant Foods Hum Nutr 65:64–70.

Haila K. 1999. Effect of carotenoids and carotenoid-tocopherol interaction on lipid oxidation in vitro. [disertasi]. Helsinki (FI): University of Helsinki. Han RM, Zhang JP, Skibsted LH. 2012. Reaction dynamics of flavonoids and

carotenoids as antioxidants. Molecules. 17, 2140-2160; doi:10.3390/ molecules17022140. ISSN 1420-3049.

Hariyadi P. 2013 Februari. SNI 7709-2012 Definisi minyak goreng sawit perlu koreksi. InfoSAWIT. Vol. VII No. 2, Halaman 26-27.

Kamal-Eldin A, Appelqvist LA. 1996. The chemistry and antioxidant properties of tocopherols and tocotrienols. Lipids. 31:671-701.

Karmas E dan Harris RS. 1988. Nutritional Evaluation of Food Processing Third Edition. New York (AS): Van Nostrand Reinhold.

Kim HJ. 2007. Oxidation mechanism of riboflavin destruction and antioxidant mechanism of tocotrienols [disertasi]. Ohio (AS): The Ohio State University. Khosla P. 2006. Palm oil: a nutritional overview. AgroFOOD industry hi-tech.

Anno 17 - No 3: 21-23.

Krisdinamurtirin, Mien K, Mahmud, Tarwotjo Ig. 1974. Daftar faktor konversi berat bahan makanan. Bogor (ID): Puslitbang Gizi.

Martianto D, Marliyati SA, Retnaningsih, Mulyono HT. 2009. Studi penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minyak goreng curah yang difortifikasi citamin A. Jur. Ilm. Kel. dan Kons. P: 88-95. ISSN: 1907-6037.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Nadimin, Tamrin A. 2013. Pengaruh fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah terhadap tingkat kesukaan konsumen pada makanan gorengan. Media Gizi Pangan. Vol. XV Edisi 1: 62-69.

[PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 1995. PORIM test method. Kuala Lumpur (MY): Palm Oil Research Institute of Malaysia.

(36)

22

Sejouie A, Tan CP, Mirhosseini H, Che Man YB. Effect of vegetable-based oil blends on physicochemical properties of oils during deep-fat frying. American Journal of Food Technology. 5(5): 310-323. ISSN 1557-4571. Shahidi F, Wanasundra UN. 2012. Method for measuring oxidative rancidity in

fats and oils. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. p: 465-482.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2012. SNI 7709:2012 Minyak goreng sawit. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Tanumihardjo SA, Penniston KL. 2002. Simplified methodology to determine breast milk retinol concentrations. Journal of Lipid Research Volume 43: 350-355.

Wijaya A. 201 . Retensi β-karoten pada minyak goreng curah yang telah difortifikasi karoten dari red palm olein (RPO) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan minyak dan fortifikan A.Fortifikasi 45 IU/g dengan konsentrat vitamin A

1 IU vitamin A = 0. μg retinol

Minyak curah 0 IU = 0 μg retinol (A)

Fortifikasi 45 IU/g = 45 IU/g x 0. μg retinol/IU = 13.5 μg retinol/g

= 0.0135 mg retinol/g

Konsentrat vit A = 1120537 IU/g

= 336161.1 μg retinol/g = 336.1611 mg retinol/g (B)

Persamaan untuk membuat k gram minyak yang difortifikasi (1) 0A + 336.1611B = 0.0135k

(2) A + B = k

B.Fortifikasi 45 IU/g dengan MSM

1 IU vitamin A = 0.6 μg beta karoten

Minyak curah = 1.062 ppm = 0.0011 mg/g (A)

Fortifikasi 45 IU/g = 45 IU/g x 0.6 μg beta karoten/IU = 27 μg beta karoten/g

= 0.027 mg beta karoten/g

MSM = 508.650 ppm

= 508.650 μg beta karoten/g = 0.5086 mg beta karoten/g (B)

Persamaan untuk membuat k gram minyak yang difortifikasi (1) 0.0011A + 0.5086B = 0.027k

(2) A + B = k

C.Fortifikasi 30 IU/g vitamin A dan 15 IU/g MSM (campuran A)

1 IU vitamin A = 0. μg retinol = 4010.73 μg retinol/g = 4.0107 mg retinol/g (B)

= 0.009 mg beta karoten/g

MSM = 484.530 ppm

(38)

24

Persamaan untuk membuat k gram minyak yang difortifikasi

(1) 0A + 4.0107B = 0.009k

(2) 0.0013A + 0.4845C = 0.009k

(3) A + B + C = k

D.Fortifikasi 15 IU/g vitamin A dan 30 IU/g MSM (campuran B)

1 IU vitamin A = 0. μg retinol

Minyak curah 0 IU = 0 μg retinol (A)

Fortifikasi 15 IU/g vit A = 15 IU/g x 0. μg retinol/IU = 4.5 μg retinol/g

= 0.0045 mg retinol/g

Stok vitamin A = 1203.22 IU/g = 4010.73 μg retinol/g = 4.0107 mg retinol/g (B)

1 IU vitamin A = 0.6 μg beta karoten

Minyak curah = 1.320 ppm = 0.0013 mg/g

Fortifikasi 30 IU/g = 30 IU/g x 0.6 μg beta karoten/IU = 18 μg beta karoten/g

= 0.018 mg beta karoten/g

MSM = 484.530 ppm

= 484.530 μg beta karoten/g = 0.4845 mg beta karoten/g (C)

Persamaan untuk membuat k gram minyak yang difortifikasi

(4) 0A + 4.0107B = 0.0045k

(5) 0.0013A + 0.4845C = 0.0018k

(39)

25 Lampiran 2 Fortifikasi minyak

Fortifikasi

Bobot bahan (g) Bobot total

(g)

Kecepatan (rpm)

Waktu (menit) Minyak MSM Konsentrat

vitamin A

MSM 2846 153 - 2999 185-190 45

Vitamin A 2499 - 0.1008 2499.1 185-189 90

Campuran

A 3363 56 82* 3501 185-200 60

Campuran

B 3338 121 41* 3500 180-199 60

(40)

26

Lampiran 3 Homogenitas fortifikasi

(41)

27 Lampiran 4 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-1

Waktu (menit)

Suhu minyak (°C)

Waktu (menit)

Suhu bahan (°C)

0 27.7 4.5 25.5

1 50.1 5 43.1

2 93.9 6.5 62.7

3 130.6 7.5 78.2

4 158.1

4.5 172.3

5 165.5

6 163.3

7 170.2

8 176.2

9 166.7

10 156.0

11 144.4

12 132.6

13 124.0

14 115.4

15 106.3

(42)

28

Lampiran 5 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-2

Waktu (menit)

Suhu minyak (°C)

Waktu (menit)

Suhu bahan (°C)

25 58.2 28.5 25.4

25.5 63.5 29.0 55.2

26.5 111.5 31.5 92.7

27.5 157.7

28.5 174.9

29.5 177.5

30.5 184.4

31.5 195.1

32.5 179.2

33.5 164.6

34.5 149.5

35.5 134.5

36.5 118.2

37.5 109.2

38.5 100.1

39.5 92.9

(43)

29 Lampiran 6 Perubahan suhu minyak dan tahu pada penggorengan ke-3

Waktu (menit)

Suhu minyak (°C)

Waktu (menit)

Suhu bahan (°C)

50 46.5 52.5 25.8

51 88.9 54.5 73.4

52 151.7 55.5 90.8

53 198.1

54 206.7

55 225.2

56 172.3

57 153.0

58 135.4

59 119.7

60.5 94.5

61.5 85.7

62.5 78.3

63.5 68.9

64.5 64.2

65.5 60.3

(44)

30

Lampiran 7 Perubahan konsentrasi vitamin A dan β-karoten minyak yang difortifikasi selama proses penggorengan berulang

Penggorengan berulang hari yang sama Penggorengan berulang hari yang sama

(45)

31

Lampiran 8 Rata-rata kadar β-karoten tumis tauge

(46)

32

Lampiran 9 Rata-rata kadar vitamin A tumis tauge

(47)

33 Lampiran 10 Rata-rata yield (IU) vitamin A dan β-karoten tumis tauge

Tauge yang ditumis dengan minyak

β-karoten (IU)

Vitamin A (IU)

β-karoten terkoreksi

(IU)

Yield fortifikan pada tumis tauge

(IU)

Non-fortifikasi 14542.02 - - -

MSM 15500.11 - 958.09 958.09

Vitamin A - 2277.86 - 2277.86

Campuran A 14684.66 1353.40 142.64 1496.04

(48)

34

Lampiran 11 Yield (%) vitamin A dan β-karoten

Tauge yang ditumis dengan minyak

Minyak untuk menumis

(g)

Konsentrasi fortifikan

minyak (IU/g)

Bobot tumis tauge

(g)

Kadar minyak tumis tauge

(%)

Minyak dalam tumis

tauge (g)

Jumlah fortifikan awal (IU)

Yield

fortifikan pada tumis

tauge (IU)

Yield (%)

MSM 61.51 47.08 735.34 7.94 58.39 2748.53 958.09 34.86a

Vitamin A 62.86 59.69 731.90 8.10 59.28 3538.82 2277.86 64.37b

Campuran A 65.90 45.64 733.56 8.83 64.77 2956.45 1496.04 50.60ab

Campuran B 61.66 45.95 732.43 7.84 57.42 2638.45 1409.43 53.42ab

a

(49)

35 Lampiran 12 Hasil analisis statistik retensi vitamin A dan β-karoten

ANOVA

(50)

36

Retensi_h2

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

MSM 2 58.2450

Campuran B 2 69.5450

Campuran A 2 72.1300 72.1300

Vitamin A 2 74.9100

Sig. 1.000 .302 .260

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Retensi_h3

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

MSM 2 25.4050

Campuran B 2 48.8850

Campuran A 2 51.1750

Vitamin A 2 63.9900

Sig. 1.000 .816 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Retensi_ke1

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05 1

MSM 2 80.4050

Campuran A 2 84.6050

Vitamin A 2 86.4800

Campuran B 2 89.4250

Sig. .156

(51)

37

Retensi_ke2

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2

MSM 2 53.6900

Vitamin A 2 69.0350

Campuran B 2 69.1700

Campuran A 2 73.7450

Sig. 1.000 .530

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Retensi_ke3

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

MSM 2 23.5800

Campuran B 2 44.7350

Campuran A 2 49.7550

Vitamin A 2 64.1300

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

(52)

38

Lampiran 13 Hasil analisis statistik bilangan peroksida

ANOVA

(53)

39

PV_h2

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2

MSM 2 8.7350

Campuran A 2 10.0400 10.0400

Vitamin A 2 10.1900 10.1900

Campuran B 2 10.9250

Sig. .098 .327

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

PV_h3

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05 1

Vitamin A 2 6.8000

Campuran A 2 7.2850

MSM 2 7.5250

Campuran B 2 7.7750

Sig. .192

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

PV_ke1

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2

MSM 2 5.1800

Campuran A 2 6.7150

Campuran B 2 6.7150

Vitamin A 2 6.8000

Sig. 1.000 .983

(54)

40

PV_ke2

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05 1

MSM 2 8.5000

Campuran A 2 9.2300

Vitamin A 2 9.5500

Campuran B 2 9.7150

Sig. .136

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

PV_ke3

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2

MSM 2 5.9100

Vitamin A 2 6.8000

Campuran B 2 6.8000

Campuran A 2 6.8800

Sig. 1.000 .759

(55)

41 Lampiran 14 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari berbeda

ANOVA

Penggorengan_h N Subset for alpha = 0.05

1 2

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ALB_Vit_A_h_beda

Tukey HSDa,b

Penggorengan_h N Subset for alpha = 0.05 1

(56)

42

ALB_Camp_A_h_beda

Tukey HSDa,b

Penggorengan_h N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Penggorengan h-0 3 .08200

Penggorengan h-1 2 .09550

Penggorengan h-2 2 .10100

Penggorengan h-3 2 .11300

Sig. 1.000 .279 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ALB_Camp_B_h_beda

Tukey HSDa,b

Penggorengan_h N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Penggorengan h-0 3 .08000

Penggorengan h-1 2 .09200

Penggorengan h-2 2 .10050

Penggorengan h-3 2 .11300

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

(57)

43 Lampiran 15 Hasil analisis statistik bilangan asam penggorengan hari sama

ANOVA

Penggorengan_ke N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ALB_VitA_h_sama

Tukey HSDa,b

Penggorengan_ke N Subset for alpha = 0.05 1

Penggorengan ke-1 2 .13600

Penggorengan ke-2 2 .13650

Penggorengan ke-0 3 .13833

Penggorengan ke-3 2 .13900

Sig. .214

(58)

44

ALB_Camp_A_h_sama

Tukey HSDa,b

Penggorengan_ke N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Penggorengan ke-0 3 .08200

Penggorengan ke-1 2 .09650

Penggorengan ke-2 2 .10250 .10250

Penggorengan ke-3 2 .10700

Sig. 1.000 .171 .339

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ALB_Camp_B_h_sama

Tukey HSDa,b

Penggorengan_ke N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Penggorengan ke-0 3 .08000

Penggorengan ke-1 2 .09600

Penggorengan ke-2 2 .09750 .09750

Penggorengan ke-3 2 .10550

Sig. 1.000 .930 .086

(59)

45 Lampiran 16 Hasil analisis statistik yieldvitamin A dan β-karoten tumis tauge

ANOVA

Yield_fortifikan_pada_tumis Sum of Squares

df Mean Square F Sig. Between

Groups

890.265 3 296.755 6.510 .051

Within Groups 182.343 4 45.586

Total 1072.608 7

Yield_fortifikan_pada_tumis

Tukey HSDa

Fortifikan N Subset for alpha = 0.05

1 2

MSM 2 34.8600

Campuran A 2 50.6000 50.6000

Campuran B 2 53.4200 53.4200

Vitamin A 2 64.3700

Sig. .157 .310

(60)

46

Lampiran 17 Dokumentasi

Wadah fortifikasi Mixer fortifikasi

Agitator Fortifikasi

(a) Minyak fortifikasi 45 IU/g vitamin A (b) Minyak fortifikasi 45 IU/g MSM

(c) MSM

(a) Minyak goreng curah (b) Minyak fortifikasi campuran A (c) Minyak

fortifikasi campuran B

(61)

47 Lanjutan lampiran 16

Tahu (a) penggorengan pertama (b) penggorengan kedua (c) penggorengan

(62)

48

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman, Yogyakarta tanggal 23 Juli 1991 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suherno dan Ibu Endang Wahyuningsih. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Kotagajah, Lampung Tengah dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Mayor Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan pada tahun 2012 dan praktikum Analisis Pangan pada tahun 2013. Selain kegiatan akademik, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi, diantaranya menjadi panitia orientasi BAUR (2011), panitia LCTIP XIX (2011), anggota Food Processing Club (2011), trainer pada Tropical Plant Curriculum Project SEAFAST CENTER (2013), dan stand exibitor untuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada

Food and Hotel Exhibition (2013).

Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Yayasan Goodwill International. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar AIMS (ASEAN International Mobility for Student) selama satu semester di Universiti Teknologi MARA, Malaysia. Prestasi non akademik yang pernah diraih penulis yaitu menjadi juara ke-3 dalam 1 World Culture International Students Cultural Festival, Nilai University College, Malaysia (2012) dan terpilih sebagai 30 besar Unilever Future Leader League (UFLL) 2013.

Gambar

Gambar 1 Titik sampling uji homogenitas
Tabel 3 Karakterisasi minyak yang difortifikasi
Gambar 2 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada 1 siklus penggorengan
Gambar 3 Profil suhu minyak goreng dan tahu pada penggorengan berulang hari yang sama
+6

Referensi

Dokumen terkait

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung oleh Perusahaan yang

Para pedagang mungkin juga membebankan kondisi-kondisi tertentu pada para perempuan tersebut, seperti sponsor oleh perwakilan dari jejaring perdagangan manusia di negara

Ijime berbeda dengan apa yang disebut perkelahian karena perkelahian biasanya dilakukan oleh satu lawan satu tetapi ijime kelihatannya semacam perkelahian yang dilakukan

SEGMEN BERITA REPORTER C Makam Girigondo Wisata Sejarah Kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan (perangkap + tagetes + imidacloprid), (tagetes + imidacloprid), dan (perangkap + imidacloprid) berpengaruh

Dipandang dari sisi lain, sadar ataupun tidak, wabah Corona yang melanda hampir di seluruh dunia menjadi bukti nyata bahwa Allah subhânahu wa ta'âlâ ingin

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,

Di antara 7 skenario yang diuji tanpa menggunakan normalisasi data, didapatkan akurasi terbaik pada skenario 1 yang merupakan implementasi metode Naïve Bayes