• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN (BPK)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKY CHAIRUNISYA RAMADHANI 110200303

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN (BPK) 

Rizky Chairunisya Ramadhani 

Bismar Nasution 

Windha

Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu BPK. Status hukum uang negara yang ditempatkan melalui keputusan penyertaan modal oleh pemerintah dalam bentuk saham di BUMN yang berbadan hukum persero masih terus dijadikan polemik hukum. Pengaturan hukum mengenai status uang negara di BUMN selama ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Seringnya BUMN dijadikan sebagai arena transaksi dan negoisasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha akan membahayakan keselamatan keuangan negara, maka dari itu perlu dilakukan upaya penyelamatan keuangan negara. BUMN tidak boleh berlindung di balik otonomi badan hukum privat untuk melucuti akses pengawasan rakyat terhadap uang negara yang dipisahkan. Hal ini dapat diatasi dengan peran serta dari BPK untuk mengawasi keuangan negara yang berapa didalam keuangan BUMN, sehingga tidak ada hal yang tidak transparan terhadap pengunaan seluruh kekayaan.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta dengan mempelajari buku-buku, bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realittas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, dan dengan metode pendekatan yuridis. Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum.

Hasil penelitian yang pertama menerangkan bahwa pengelolaan keuangan negara oleh BUMN tidak dapat dilakukan oleh BPK karena hal ini dipegang oleh RUPS; kedua kewenangan BPK dalam memeriksa keuangan BUMN juga tidak dapat dilakukan secara langsung melainkan harus melalui laporan hasil pemeriksaan dari akuntan publik terlebih dahulu; ketiga fungsi pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan oleh BPK adalah untuk penciptaan transparansi akuntanbilitas serta agar pengelolaan keuangan negara tidak disorientasi.

Kata Kunci : Badan Usaha Milik Negara Persero, Badan Pemeriksa Keuangan,

pengelolaan keuangan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara



(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini guna penyelesaian studi untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN

KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)”.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Syarifuddin Saleh dan Eva Anggreini, yang telah mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, dan pengorbanan yang tidak ternilai sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan formal hingga Strata Satu (S1). Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung S.H., M. Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum USU; 2. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum USU;

(4)

4. Bapak OK Saidin S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU;

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU dan Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini;

6. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini;

7. Ibu Joiverdia Arifiyanto, S.H., M.H. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;

8. Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S dan Bapak Edy Ikhsan, S.H., M.Hum. selaku Dosen Fakultas Hukum USU yang telah membimbing, mendidik, serta memberikan banyak nasehat dan yang sangat berguna kepada penulis;

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu; 10.Hj. Mariani dan Datuk Ismail bin Aliyas, JP dan yang telah banyak

(5)

11.Adik penulis, Bayu Ananda yang tak henti memberikan penulis dukungan dan semangat agar skripsi ini selesai;

12.Miftah Fadil Nasution, SE yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini;

13.Sahabat-sahabat seperjuangan, Aina Dwi Utari, Aziza Hasanah, Dinda Anwar, Fitri Apriliani, dan Sabilla Dien Tharra yang telah mengisi hari-hari penulis mulai dari awal hingga akhir perkuliahan. Semoga persahabatan kita terjaga sampai kapanpun.

14.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum USU, khususnya Pengurus HMI FH USU Periode 2013-2014. Terima kasih telah mempercayakan penulis sebagai Wakil Bendahara Umum dan berjuang bersama di jalan Allah SWT;

15.Sahabat-sahabat penulis, Nida Syafwani Nasution, Putri Zulfita Maysari, dan Tengku Devy Malinda yang selalu menghibur dan menyemangati Penulis di hari-hari akhir perkuliahan;

16.Kakak dan abang senior, terkhususnya Fadhlillah, Kak Mutiara, Kak Tiesa, Kak Rahma, Bang Taufik, Bang Akbar, Bang Hary, Bang Ragil serta adik-adik junior, terkhususnya Faisal, Tia dan Rafika yang telah banyak memberi bantuan selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum USU;

(6)

18.Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum USU;

19.Seluruh pihak yang telah membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk ke depannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan hukum di Indonesia.

Medan, April 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………...…………... i

KATA PENGANTAR ………...…... ii

DAFTAR ISI ………... vi

BAB I PENDAHULUAN ……….…... 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .……… 6

D. Keaslian Penulisan ………... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ……….. 7

F. Metode Penelitian ………. …....….. 14

G. Sistematika Penulisan ………. 16

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO ………...……… 18

A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara ………... 18

B. Pengelolaan Keuangan Negara oleh BUMN Persero ….…………. 30

C. Kepastian Hukum Terhadap Status Keuangan Negara pada BUMN Persero ……….…….. 36

(8)

A. Status Badan Pemeriksa Keuangan sebagai Salah Satu Lembaga

Negara ……….…….. 49

B. Struktur dan Tugas Badan Pemeriksa Keuangan …………...…… 56

C. Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam Memeriksa Keuangan BUMN Persero ………..……….. 61

BAB IV FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) …………....… 70

A. Sistem Pengawasan yang Dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap BUMN …………...……...………. 70

B. Fungsi Pengawasan pengelolaan Keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan ……….….…… 77

C. Hambatan-hambatan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap BUMN Persero ………... 81

BAB V PENUTUP ……….……….. 89

A. Kesimpulan ………. 89

B. Saran ……….... 90

(9)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA

KEUANGAN (BPK) 

Rizky Chairunisya Ramadhani 

Bismar Nasution 

Windha

Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu BPK. Status hukum uang negara yang ditempatkan melalui keputusan penyertaan modal oleh pemerintah dalam bentuk saham di BUMN yang berbadan hukum persero masih terus dijadikan polemik hukum. Pengaturan hukum mengenai status uang negara di BUMN selama ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Seringnya BUMN dijadikan sebagai arena transaksi dan negoisasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha akan membahayakan keselamatan keuangan negara, maka dari itu perlu dilakukan upaya penyelamatan keuangan negara. BUMN tidak boleh berlindung di balik otonomi badan hukum privat untuk melucuti akses pengawasan rakyat terhadap uang negara yang dipisahkan. Hal ini dapat diatasi dengan peran serta dari BPK untuk mengawasi keuangan negara yang berapa didalam keuangan BUMN, sehingga tidak ada hal yang tidak transparan terhadap pengunaan seluruh kekayaan.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta dengan mempelajari buku-buku, bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realittas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, dan dengan metode pendekatan yuridis. Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum.

Hasil penelitian yang pertama menerangkan bahwa pengelolaan keuangan negara oleh BUMN tidak dapat dilakukan oleh BPK karena hal ini dipegang oleh RUPS; kedua kewenangan BPK dalam memeriksa keuangan BUMN juga tidak dapat dilakukan secara langsung melainkan harus melalui laporan hasil pemeriksaan dari akuntan publik terlebih dahulu; ketiga fungsi pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan oleh BPK adalah untuk penciptaan transparansi akuntanbilitas serta agar pengelolaan keuangan negara tidak disorientasi.

Kata Kunci : Badan Usaha Milik Negara Persero, Badan Pemeriksa Keuangan,

pengelolaan keuangan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara



(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK). Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta perubahannya (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 23 ayat 5 ditegaskan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.1

Pelaksanaan amanat Pasal 23 UUD 1945 tersebut adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK) mengatur bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Status hukum uang negara yang

1

(11)

ditempatkan melalui keputusan penyertaan modal oleh pemerintah dalam bentuk saham di Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang berbadan hukum persero masih terus dijadikan polemik hukum. Bahkan kini bukan hanya jadi wacana publik, melainkan juga sudah ada beberapa pihak yang mengajukan uji materi untuk membatalkan pengaturan yang menempatkan uang yang dikelola BUMN sebagai bagian dari keuangan negara di Mahkamah Konstitusi (MK).2

Pengaturan hukum mengenai status uang negara di BUMN selama ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), yang antara lain terdapat frasa: “…termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah” yang

telah menempatkan uang negara di BUMN sebagai cakupan rezim hukum keuangan negara. Penempatan status hukum uang negara di BUMN, sebagaimana diatur pada Pasal 3 huruf g UU Keuangan Negara, tak lepas dari amanat Pasal 23 E UUD 1945 yang menempatkan seluruh tipologi kekayaan negara/daerah yang bersumber dari keuangan negara berada di bawah otoritas audit dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Jika dilihat secara historis terhadap status hukum uang negara di BUMN sebenarnya sejak berlakunya hukum keuangan negara pada masa Hindia Belanda yang dikenal dengan Indonesische Comptabiliteit Wet (ICW), yang telah diubah menjadi Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia, telah menganut definisi luas terhadap makna keuangan negara yang menempatkan uang di BUMN sebagai cakupan rezim

2

(12)

hukum keuangan negara. Hal itu berarti apa yang diatur dalam UU Keuangan Negara saat ini sudah memiliki latar belakang sejarah yang sangat kuat.

Manajemen keuangan BUMN yang buruk di masa lalu, ditambah rendahnya kapasitas institusi-institusi bisnis negara itu dalam menginternalisasikan tata kelola keuangan perusahaan yang baik, telah membawa uang negara yang dipisahkan dengan tujuan menambah penghasilan negara untuk kemakmuran rakyat tersebut ke dalam siklus ekonomi-politik. Seringnya BUMN dijadikan sebagai arena transaksi dan negoisasi kepentingan politik antara penguasa dan pengusaha akan membahayakan keselamatan keuangan negara, maka dari itu perlu dilakukan upaya penyelamatan keuangan negara.

Upaya penyelamatan keuangan negara lewat pengaturan definisi keuangan negara yang luas, secara ideal akan sangat menjanjikan bagi upaya penyelamatan keuangan negara dari penyimpangan, namun menjadi persoalan, ketika dikorelasikan dengan ketentuan perundang-undangan lain. Penetapan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) telah menimbulkan berbagai permasalahan terkait status keuangan negara di lingkungan BUMN baik dari sisi kepemilikan maupun pengawasan dan pengelolaannya.

Pasal 4 ayat (1) UU BUMN merumuskan: “modal BUMN merupakan dan berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 4 ayat (2) huruf a menyatakan bahwa

(13)

Rumusan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU BUMN ini, dijelaskan dalam bagian penjelasan pasal. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU BUMN menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melainkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat dengan mengikuti tata kelola dan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga meliputi proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.

(14)

Pengaturan tentang status keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dalam paket undang-undang keuangan negara, undang-undang badan usaha milik negara dan undang-undang perseroan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan tentang klaim kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan (audit) keuangan di lingkungan BUMN Persero. Negara, pada satu sisi ingin menyelamatkan keuangan negara di lingkungan BUMN Persero dari penyelewengan dan penyalahgunaan di dalam pengelolaaanya, tetapi pada sisi lain BUMN Persero dihadapkan pada upaya untuk semakin memajukan BUMN Persero melalui mekanisme BUMN yang sehat, seturut prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Mekanisme BUMN dengan berbagai kebijakan dan terobosan mengandung dua kemungkinan yakni kemajuan yang luar biasa atau kerugian dari transaksi yang dilakukan atas suatu keputusan bisnis (business judgement). Maka dari itu, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan keuangan negara di BUMN agar dapat menyelamatkan keuangan negara dari kemungkinan kerugian yang akan diterima. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan skripsi ini akan diberi

judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN

PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)”

B. Perumusan Masalah

(15)

1. Bagaimanakah pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh BUMN Persero?

2. Bagaimanakah kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam pemeriksaan keuangan BUMN Persero?

3. Bagaimanakah fungsi pengawasan pengelolaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara pengelolaan keuangan suatu BUMN Persero

2. Untuk mengetahui kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa keuangan BUMN Persero

3. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi pengawasan pengelolaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Adapun manfaat penulisan dari skripsi ini baik secara teoritis maupun praktis adalah :

1. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum pada khususnya, juga diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substansi hukum.

(16)

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat sehingga dapat terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan yang disatu sisi bersifat publik dan disisi lain bersifat privat.

D. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan skripsi ini merupakan hasil dari pemikiran penulis yang berasal dari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Bahwa skripsi dengan

judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP FUNGSI PENGAWASAN

PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)” telah diperiksa melalui penelusuran Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum pernah ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Data yang digunakan guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak maupun pengumpulan informasi melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan skripsi yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk mempertanggungjawabkannya.

E. Tinjauan Kepustakaan

(17)

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 UU BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari definisi BPK di atas dapat dilihat, bahwa BPK merupakan suatu lembaga negara yang kedudukannya bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Keberadaan BPK bertujuan untuk memberikan peran aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.

(18)

dengan tiga pasal (Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G) dan tujuh ayat. BPK memiliki tiga tugas pokok yaitu:3

1. Fungsi operasional (fungsi pemeriksaan)

2. Fungsi rekomendasi (memberikan pertimbangan dan saran)

3. Fungsi yudikasi (melaksanakan proses tuntutan perbendaharaan dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah dalam proses tuntutan ganti rugi.

Pada Pasal 23 E Undang-Undang Dasar 1945 diatur bahwa:

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Selanjutnya, Pasal 23 F juga menyatakan:

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Ketentuan mengenai BPK setelah adanya perubahan UUD 1945 mengalami perluasan yang substantif dan mendasar dalam hal pengertian keuangan negara, pengertian pemeriksaan, dan juga mengenai kewenangan BPK. Secara substanti, Bab VIII UUD 1945 yang mengatur hal keuangan, mengaitkan pengertian keuangan negara itu dengan empat hal, yaitu APBN, pajak dan pungutan lain, mata uang, dan bank sentral.

3

(19)

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) sampai dengan (6) UU BPK, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Adapun pemeriksaan BPK mencakup:4

1. Pemeriksaan keuangan, 2. Pemeriksaan kinerja, dan

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Mengenai pemeriksaan yang dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan yang melakukan pemeriksaan keuangan negara selanjutnya harus menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya masing-masing. DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga. Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk. Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD,

4

(20)

dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.5

Tindak lanjut hasil pemeriksaan secara tertulis diserahkan oleh BPK kepada presiden, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh presiden, gubernur, bupati/walikota kepada BPK. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama satu bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. Laporan BPK tersebut dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah.6

Salah satu bentuk pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diperiksa oleh BPK adalah pengelolaan dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dasar keberadaan BUMN adalah Pasal 33 ayat 2 UUD

1945 yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Dalam melaksanakan tugas

5

Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

6

(21)

konstitusional tersebut, negara melakukan penguasaan atas seluruh kekuatan ekonomi melalui kebijakan sektoral yang merupakan kewenangan menteri teknis dan kepemilikan negara pada unit-unit usaha milik negara yang menjadi kewenangan Menteri Negara BUMN. Sebagai turunan dari UUD 1945 tersebut, kebijakan pembinaan BUMN dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 ayat (1)

merumuskan pengertian “Badan Usaha Milik Negara sebagai badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Kemudian Pasal 4 ayat (1)

undang-undang yang sama menyatakan bahwa “BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut

dikatakan bahwa “Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan

negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

(22)

tujuan utamanya mengejar keuntungan.7 Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.8

Badan Usaha Milik Negara sebagai badan hukum privat yang berbentuk perseroan, tidak dikategorikan dalam cakupan pengaturan keuangan negara, termasuk menjadi objek pemeriksaan BPK. Hal ini sebab secara hukum BUMN tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN dimuat dalam Pasal 2 UU BUMN, sebagai berikut :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

2. Mengejar keuntungan;

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan badang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh

sektor swasta dan koperasi;

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

7

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

8

(23)

Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.

F. Metode Penelitian

Sebagaimana untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh karena itu adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi : 1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pendekatan yuridis.

2. Data penelitian

Penyusunan skripsi ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.9

9

(24)

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan, yaitu :

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

f. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan g. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Bahan hukum sekunder yaitu badan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, yang berhubungan dengan skripsi ini.

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau badan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

(25)

skripsi ini yang semua itu dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis data

Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif kualitatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan. Data yang diperoleh didapatkan dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah pemaparan materi dari skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(26)

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO

Bab ini berisi pembahasan tentang ruang lingkup Badan Usaha Milik Negara, pengelolaan keuangan negara oleh BUMN Persero, dan kepastian hukum terhadap status keuangan negara pada BUMN Persero. BAB III KEWENANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM

PEMERIKSAAN KEUANGAN BUMN PERSERO

Bab ini berisi pembahasan tentang status Badan Pemeriksa Keuangan sebagai salah satu lembaga negara, struktur dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan, dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam memeriksa keuangan BUMN Persero

BAB IV FUNGSI PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN BUMN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

Bab ini berisi pembahasan tentang sistem pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan terhadap BUMN, fungsi Badan Pemeriksa Keuangan dalam pengawasan pengelolaan keuangan BUMN, dan hambatan-hambatan Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan pengawasan terhadap BUMN Persero.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB II

PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO

A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara

Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada jaman perjuangan kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak “Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang

tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda.10

Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan yang dimiliki oleh pihak asing atau dengan kata lain kepemilikannya sangat terpusat. Pemerintah pada saat itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan juga mendirikan banyak perusahaan yang berstatus sebagai perusahaan milik Negara.11

10

Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm.12.

11

(28)

Dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan nasionalisasi adalah Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, serta agar terdapat keseragaman dalam pengelolaan Perusahaan Negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin, ditetapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960. Dengan demikian pada waktu itu di Indonesia pada prinsipnya hanya dikenal satu macam Perusahaan Negara (PN), yang semuanya ditundukkan pada satu peraturan perundang-undangan.12

Perusahaan Negara yang semula berasal dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang tunduk pada ICW (Indische Comtabiliteitwet) berdasarkan Stb. 1925 Nomor 448 dan IBW (Indische Bedrijivenwet) berdasarkan Stb. 1925 Nomor 419 jo. Stb. 1936 Nomor 445 yang sebenarnya kurang tepat untuk dinamakan sebagai perusahaan, karena kegiatannya yang cenderung merupakan bagian dari Badan Pemerintah (Dinas) yang mempunyai tugas pokok di bidang pelayanan umum (public services) seperti Pegadaian, Perusahaan Garam, Pos dan lain-lain. Di sisi lain, terdapat pula perusahaan eks (bekas) nasionalisasi perusahaan Belanda yang umumnya bergerak di bidang perdagangan yang tujuannya untuk mencari keuntungan.13

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 menerangkan bahwa perusahaan negara merupakan suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan pemanfaatan umum dan memupuk pendapatan negara serta bertujuan untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin

12

Kurniawan, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm.98.

13

(29)

dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur material dan spriritual. Dalam perkembangannya, pada tanggal 11 Maret 1967 terjadi perubahan politik dan sosial di Indonesia berupa beralihnya kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Pada masa itu, orde baru dicanangkan dan iklim politik ekonomi dapat dirumuskan secara singkat sebagai debirokratisasi.14

Manajemen BUMN mulai dibenahi sekaligus diluruskan kembali fokus usahanya serta ditata kembali pola pelaporannya pada tahun 1989, yaitu dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 714 Tahun 1989 yang mewajibkan manajemen BUMN membuat laporan kerja dan laporan keuangannya sekaligus mempublikasikannya. Hal ini merupakan cerminan dari pemberlakuan program-program Good Coorporate Governance (GCG) sebab dengan dipublikasikannya laporan keuangannya berarti telah terjadi pembelajaran dan pendisiplinan BUMN terhadap pelaksanaan prinsip GCG atau prinsip keterbukaan ini sekaligus menjadi pembelajaran penerapan Protokol Pasar Modal (capital market protocol) mulai pada waktu itu. Dengan penerapan prinsip GCG, sekaligus terkandung maksud untuk dapat memisahkan fungsi kepemilikan dan fungsi sebagai regulator. Hal ini bila tidak dipahamkan tentang pemisahan fungsi dimaksud akan membawa akibat adanya intervensi-intervensi yang dimulai dari pemilik kemudian akan diikuti oleh pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan.15

14

Pandji Anogara, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka jaya, 1995), hlm.13.

15

(30)

Perkembangan BUMN di Indonesia dapat di bagi dalam 5 (lima) kurun waktu:16 1. Kurun waktu sebelum kemerdekaan

Kurun waktu ini mencatat adanya dua jenis badan usaha milik negara, yaitu yang tunduk pada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan yang tunduk pada Indische Comptabiliteit Wet (ICW).

2. Kurun waktu 1945 - 1960

Selama kurun waktu ini beberapa BUMN didirikan dengan modal nasional, seperti BNI-46. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960, BUMN dikelompokkan dalam lima kategori:

a. Yang tunduk pada IBW, seperti Perusahaan Negara Gas;

b. Yang sebelumnya tunduk pada ICW, setelah kemerdekaan dijadikan Perusahaan Negara;

c. Perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasikan pada tahun 1957;

d. Perusahaan-perusahaan swasta yang disebabkan kesulitan keuangan, kepemilikannya jatuh pada Bank Industri Negara (yang kemudian sepenuhnya dikonsolidasikan menjadi Bapindo), atau Bank Negara Indonesia. Oleh karena bank-bank pemerintah ini tidak boleh menjadi pemegang saham, maka perusahaan-perusahaan ini diubah menjadi BUMN (contoh dari BUMN ini adalah Perusahaan Negara Intirub);

e. Yang dulunya merupakan jawatan pemerintah seperti Perusahaan Negara Perhutani.

16

(31)

3. Kurun waktu 1960 - 1969

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960 dikeluarkan dalam usaha menyeragamkan cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari perusahaan negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin. Perusahaan negara adalah semua perusahaan dalam dalam bentuk apapun yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan undang-undang. Di samping itu masih terdapat bentuk penyertaan negara dalam bentuk perseroan terbatas (PT) yang sebagian pemilikannya oleh negara. Dalam kurun waktu ini lahir PT. Hotel Indonesia Internasional, PT. Sarinah.

4. Kurun waktu 1969 - 2003

Selama kurun waktu ini yang dimaksud dengan Perusahaan Negara (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969) adalah Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Sifat usaha dari masing-masing BUMN ini memiliki penekanan yang berbeda. Perjan lebih mengutamakan pelayanan pada masyarakat. Perum lebih mengutamakan berusaha di bidang public utility, disamping berusaha memupuk keuntungan. Disamping itu masih ada bentuk BUMN khusus seperti Pertamina.

5. Kurun waktu 2003 – sekarang

(32)

dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850); Undang_Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989); dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904); dinyatakan tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Kamus Hukum

Dictionary of Law New Edition, memberikan pengertian BUMN yaitu suatu badan usaha yang dibentuk Negara dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. BUMN juga diartikan sebagai suatu kegiatan usaha berbadan hukum yang dibentuk pemerintah pusat yang berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi.17

17

(33)

Modal yang dipisahkan untuk pelaksanaan usaha dari BUMN berasal dari beberapa sumber, antara lain:18

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk pula proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.

2. Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. 3. Sumber lainnya, misalnya keuntungan revaluasi asset.

Sementara itu, yang dimaksud dengan dipisahkan, adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN tersebut sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tugasnya harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Pengawasan BUMN dilakukan oleh komisaris dan pengawas, yang dalam melaksanakan tugasnya juga harus melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Setiap anggota direksi,

18

(34)

komisaris, dan dewan pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung atas kegiatan BUMN dan dapat mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:19

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Dengan tujuan ini BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.

2. Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atas komersial, sedangkan untuk perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

19

(35)

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat;

Badan Usaha Milik Negara sebagai sebuah badan usaha yang dimiliki oleh negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:20

1. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;

2. Pengawasan yang dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional dilakukan oleh pemerintah;

3. Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah; 4. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan

usaha;

5. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah; 6. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara;

20

(36)

7. Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak;

8. Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat;

9. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan;

10.Merupakan salah satu stabilisator perekonomian Negara;

11.Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi;

12.Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan; 13.Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh

masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara;

14.Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi; 15.Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri;

16.Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat; 17.Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Badan Usaha Milik Negara memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan kemakmuran rakyat. Adapun yang menjadi peranan BUMN antara lain:21

1. Mengembangkan perekonomian negara dan penerimaan negara; 2. Memupuk keuntungan (Persero) dan pendapatan;

21

(37)

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum (Perum) berupa barang dan jasa berdaya saing tinggi bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4. Menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan badan usaha swasta dan koperasi;

5. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan dan badan usaha swasta dan koperasi;

6. Membimbing sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah (sektor usaha informal) dan koperasi;

7. Melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

(38)

Perusahaan Perseroan adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.22 Saham kepemilikan Persero sebagian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero diharapkan dapat memberi laba yang besar, maka otomatis persero dituntut harus dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar barang maupun jasa yang dihasilkan tetap laku dan dapat terus-menerus mencetak keuntungan. Beberapa contoh persero yaitu: PT PLN, Bank BRI, dan PT Jasamarga.

Perusahaan Umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.23 Perum merupakan perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikannya dikuasai oleh pemerintah. Beberapa contoh perum yaitu: Perum Pegadaian, Perum Damri, dan Perum Perhutani.

B. Pengelolaan Keuangan Negara oleh BUMN Persero

Pengelolaan keuangan negara didasarkan atas legal framework di pusat dan di daerah. Landasan hukum pengelolaan keuangan negara di pusat antara lain meliputi :

1. UUD 1945;

22

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

23

(39)

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

Tentang Perbendaharaan Negara;

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Program Pembangunan

Nasional;

6. Undang-Undang APBN;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja

dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 9. Peraturan Presiden Pelaksanaan APBN;

10. Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Tahunan;

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.24

Persero atau perusahaan perseroan dalam BUMN pada prinsipnya sama dengan perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Namun, dalam beberapa hal terdapat perbedaan, misalnya perseroan terbatas hanya bisa didirikan oleh minimal

24

(40)

dua orang dengan suatu perjanjian, sedangkan dalam persero hal ini tidak dipersyaratkan. Persero adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.25 Sebagaimana halnya PT yang dimiliki oleh swasta, PT Persero juga memiliki organ yang terdiri dari:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki oleh Negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

2. Direksi Persero

Direksi Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain pengangkatan dan pemberhentian direksi ditetapkan oleh menteri. Dalam hal kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian direksi cukup dilakukan dengan keputusan menteri, karena keputusan menteri memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.

3. Komisaris Persero

Komisaris Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri. Dalam

25

(41)

kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris cukup dilakukan dengan keputusan menteri, karena memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.

Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk persero diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 juga dalam hal-hal tertentu berlaku pula Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), termasuk dalam hal pendirian suatu persero berlakulah UU PT. Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham perseroan terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut.

Persero, seperti yang telah disebutkan di atas, memberlakukan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU PT. Ini berarti dalam hal pendirian Persero, Menteri Keuangan bertindak mewakili Negara, atau dapat memberi kuasa kepada Menteri lain yang sesuai dengan sektor usaha Persero untuk menghadap notaris sebagai pendiri mewakili Negara. Namun, sebelum menghadap notaris, rancangan anggaran dasar Persero yang akan dituangkan dalam akta pendirian harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan. Jadi, apabila Negara menyertakan modal dalam pendirian Persero, maka tindakan tersebut dapat diurutkan sebagai berikut:26

1. Penyertaan modal dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah;

26Irsan, “Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pemeriksaan Keuangan BUMN

Persero”,

(42)

2. Menteri Keuangan Menyetujui anggaran dasar;

3. Menteri Keuangan/Menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya;

4. Dan seterusnya berlaku prosedur menurut UU PT.

Jika dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara BUMN ternyata dalam pasal 2 dinyatakan bahwa:

1. Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak meliputi:

a) Penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam Persero/Perseroan Terbatas dan Perum, serta kegiatan penatausahaan kekayaan negara yang dimanfaatkan oleh Perjan.

b) Pengusulan setiap penyertaan modal negara ke dalam Persero/Perseroan Terbatas dan Perum serta pemanfaatan kekayaan negara dan Perjan.

c) Pendirian Persero, Perum atau Perjan.

2. Dalam melaksanakan kedudukan, tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Menteri Negara BUMN wajib memperoleh persetujuan Menteri Keuangan terlebih dahulu, dalam hal penggunaan sisa penerimaan Perjan pada akhir tahun anggaran.27

27

(43)

Menteri keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal Negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh Persero. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan penatausahaan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penatausahaan dalam hal ini adalah pencatatan dalam rangka pengadministrasian untuk mengetahui posisi keuangan Negara dalam BUMN.

Setelah terjadi penyertaan modal oleh negara, secara ideal maka modal tersebut akan menjadi kekayaan BUMN Persero bersangkutan. Dengan demikian maka pengelolaannya pun harus dilakukan dengan menggunakan mekanisme perseroan terbatas. Akan tetapi dalam praktiknya, masih terdapat perdebatan panjang apakah penyertaan modal negara tersebut mengakibatkan berubahnya status uang negara menjadi uang BUMN Persero atau tidak. Hal ini diakibatkan terjadinya pertentangan pengaturan mengenai lingkup kekayaan negara yang dipisahkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara) dan UU BUMN.

(44)

kekayaan negara yang dipisahkan ini menurut penjelasan Pasal 4 UU BUMN diartikan sebagai pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Berubahnya mekanisme pembinaan dan pengelolaan keuangan ini disebabkan telah terjadinya reformasi keuangan dari keuangan negara (APBN) menjadi keuangan BUMN Persero.28

Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, Teori Transformasi status keuangan merupakan bentuk penggambaran suatu konsekuensi logis dari konsep dan prinsip badan hukum yang sejak lama dikenal sebagai teori hukum. Konsepsi badan hukum inilah yang mempengaruhi status hukum keuangan, khususnya keuangan sektor publik dan sektor privat yang berada pada BUMN. Dengan demikian, dengan adanya transformasi keuangan negara menjadi keuangan privat telah melahirkan suatu status hukum keuangan negara yang bersifat publik. Status hukum dari keuangan negara yang dipisahkan secara implementatif dapat dilihat dari segi pengelolaan dan kedudukan negara atas penyertaan modal pada BUMN Persero. Dari sisi pengelolaan, negara tidak lagi secara langsung dalam mengelola keuangan BUMN Persero melainkan dipegang oleh RUPS dan dari segi kedudukannya negara hanya sebatas pemegang saham.

C. Kepastian Hukum Terhadap Status Keuangan Negara pada BUMN Persero

28

(45)

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.29 Defenisi keuangan negara dalam Pasal 1 butir 1 UU Keuangan Negara tersebut menggunakan defenisi yang luas untuk mengamankan kekayaan negara yang bersumber dari uang rakyat yang diperoleh melalui pajak, retribusi maupun Penerimaan Negara bukan Pajak. Komitmen tersebut terlihat dari defenisi keuangan negara dalam UU Keuangan Negara yang menggunakan sistem definisi yang bersifat luas/komperehensif. Terkait keuangan negara yang dipisahkan terdapat dua pendapat yang berbeda, di satu sisi ada yang berpendapat bahwa keuangan negara yang dipisahkan menjadi terpisah dengan APBN disisi lain ada juga pihak yang berpendapat bahwa keuangan negara dalam sub bidang kekayaan yang dipisahkan merupakan wilayah keuangan negara yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha, dimana keuntungan usaha tersebut akan diserahkan kepada negara dan merupakan bagian dari pendapatan dalam APBN. Kekayaan negara yang dipisahkan dituangkan dalam penyertaan modal pemerintah kepada BUMN.

Adapun kepastian hukum terhadap status keuangan negara pada BUMN Persero dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:

1. Keuangan negara dan keuangan BUMN Persero dalam konteks penyertaan modal negara

29

(46)

Modal yang dimaksudkan adalah modal dasar yang disebutkan dalam akte pendirian, yang merupakan satuan jumlah maksimum sampai jumlah mana surat-surat saham dapat dikeluarkan. Modal BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Mengenai modal BUMN Persero diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 Tentang Persero.

Modal persero terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.30 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada persero dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya.31 Ketentuan ini ditegaskan lagi pada pasal 4 ayat (1) UU BUMN yang menentukan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan “dipisahkan” pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU

BUMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Istilah “dipisahkan” harus dipahami dalam dua pengertian, yaitu: (1) Kekayaan

negara tersebut bukan lagi sebagai kekayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal dalam persero, karena telah berubah menjadi harta kekayaan persero dan (2) Jika terjadi kerugian sebagai akibat resiko bisnis (business risk), maka harus dipahami dan

30

Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

31

(47)

diperlakukan dalam konteks “business judgement” berdasarkan “business judgement

rules”.32 Sebagai perseroan terbatas, keberadaan harta kekayaan persero harus didasarkan pada aturan hukum tentang harta kekayaan perseroan terbatas sebagaimana diatur pada UU PT.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sedangkan menurut Pasal 32 ayat (1) UU PT, modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Sedang harta kekayaan Perseroan Terbatas meliputi modal dasar berupa nilai nominal saham dan asset-aset lainnya. Jadi, semua kekayaan termasuk kekayaan negara yang dipisahkan dan disertakan dalam modal persero adalah bagian dari persekutuan modal, berupa nilai nominal saham yang merupakan modal dasar persero berubah menjadi harta kekayaan persero, yang pengelolaannya didasarkan pada “good corporate governance”.

Sebagian pihak berpendapat aturan hukum dalam UU BUMN dan UU PT terkait modal sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Secara universal berlaku ajaran tentang “separate legal entity” (badan hukum/korporasi),

bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke dalam suatu korposasi/badan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta kekayaan

32

(48)

korporasi/badan hukum tersebut, dan tidak dapat diperlakukan sebagai harta kekayaan pemilik awal.33

2. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek pengelolaan Badan Usaha Milik Negara Persero dikelola oleh organ persero yang terdiri atas rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Pengurusan Persero baik di dalam maupun di luar dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tanggung jawabnya harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Komisaris merupakan organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero tersebut, dan melaporkannya kepada RUPS. Sedangkan pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan adalah RUPS, dimana Menteri menjadi perwakilan negara dalam RUPS persero.

Keberadaan keuangan negara untuk mengikuti penyertaan modal dalam persero diawali dengan diterbitkannya peraturan pemerintah yang menyatakan keikutsertaan negara dalam penyertaan modal suatu perusahaan perseroan, lalu menteri keuangan menyetujui anggaran dasar, kemudian menteri keuangan/menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya, dan seterusnya berlaku prosedur sesuai UU PT. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh persero dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

33

(49)

3. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek audit dan pengawasan

Mekanisme pengawasan keuangan negara dapat dibedakan atas dua hal, yaitu pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan intern meliputi pengawasan supervisi (built in control), pengawasan birokrasi serta pengawasan melalui lembaga-lembaga pengawasan intern. Pada pengawasan supervisi (pengawasan atasan terhadap bawahan) masing-masing pimpinan setiap unit diwajibkan melakukan pengawasan keuangan negara terhadap para bawahan yang menjadi tanggung jawabnya. Adanya pengawasan bertingkat ini diharapkan dapat mengetahui sedini mungkin penyimpangan dari kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan birokrasi adalah pengawasan melalui sistem dan prosedur administrasi.

Pengawasan keuangan negara di Indonesia masih menggunakan sistem anggaran garis (line budgeting system) atau sistem anggaran tradisional. Sistem ini hanya menitikberatkan pada segi pelaksanaan dan pengawasan anggarannya. Dari segi pelaksanaan yang dipentingkan adalah kesesuaian antara besarnya hak dengan obyek pengeluaran dari tiap-tiap Departemen atau lembaga negara. Sedangkan dari segi pengawasan yang dipentingkan adalah kesahihan bukti-bukti transaksi atas pembelanjaan anggaran tersebut.

(50)

lebih lanjut. Hal ini untuk mengetahui apakah transaksi kas tersebut telah efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.34

Dikaitkan dengan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan di BUMN terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa uang negara yang dipisahkan pada BUMN secara yuridis normatif termasuk dalam keuangan negara sebagaimana diatur pada Pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mendefinisikan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sumber kekayaan yang berasal dari APBN menunjukkan bahwa uang negara tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai uang negara yang bersumber dari APBN. BUMN hanya sebatas mengelolanya tetapi sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya tidak menghilangkan karakteristiknya sebagai uang negara, meskipun dikelola oleh BUMN Persero.35

Terkait dengan permasalahan status hukum keuangan negara dalam BUMN Persero, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut MKRI)

34

Arifin Soeriaatmaja, Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Keuangan Negara, Sumber-Sumber Keuangan Negara, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, 2011), hlm.93.

35

(51)

menggelar uji materi Pasal 2 huruf (g) dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf (b), dan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap UUD 1945. Pemohon dalam perkara tersebut Centre for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Omay Komar Wiraatmadja dan Sutrisno beserta Forum Hukum BUMN. Para pemohon menilai pasal yang diujikan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU BUMN dan UU PT. Menurut Prof. Nindyo Pramono (selaku saksi ahli), yang dikutip dari risalah sidang MK36:

“Pertama, Secara objektif saya katakan kalau ditanyakan tentang kekayaan BUMN, apakah menjadi bagian kekayaan negara, kalau mengacu ke Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Tipikor juncto Undang–Undang Pemeriksaan Aparat Negara yang Bersih, Bebas KKN, Undang-Undang BPK, bahkan Undang-Undang Nomor 49 prp. Tahun 1960 yang lalu yang dikabulkan oleh Yang Mulia Mahkamah Konstitusi dalam judicial review, kekayaan BUMN bagian dari kekayaan negara, tetapi kalau mengacu kepada Undang BUMN, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 bersambung dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, bahkan undang-undang terkait di dalam lingkup bisnis, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Pasar Modal, dan lain sebagainya, maka tegas bahwa kekayaan BUMN adalah kekayaan perusahaan.”

“Kemudian yang kedua. Kalau ditanyakan tentang direksi BUMN apakah bisa diperiksa oleh aparat hukum seperti KPK? Kalau terkait dengan korupsi, ya seperti disampaikan oleh Prof. Erman tentunya itu kewenangan KPK, kewenangan kejaksaan. Tetapi kalau terkait dengan kejahatan biasa, tidak mustahil ada oknum direksi BUMN menipu, tidak mustahil oknum direksi BUMN melakukan penggelapan uang perusahaan, sudah ada pasalnya di dalam KUHAP tentang tindak

pidana demikian.”

36

(52)

“Jadi, yang saya garis bawahi, ketidakharmonisan semacam ini tidak sepatutnya kalau dibiarkan untuk menjadikan setiap pelaku-pelaku bisnis, khususnya di dalam BUMN menjadi gamang, menjadi ragu untuk melakukan keputusan bisnis. Dan hal itu terbukti dari kesaksian fakta pelaku- pelaku bisnis menunjukkan hal itu

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran tematik terpadu lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu ( learning by doing ). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau

The depth of our investment resources and diversity of our asset base, coupled with the long-standing governance and risk management culture of a capital based publicly owned

Siswa dapat menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan volume bangun ruang sisi lengkung. *

pemanfaatan ruang menurut per UU an sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang meliputi Izin lokasi, /fungsi ruang, amplop ruang, kualitas ruang. Psl 38 Ay (1)-(6) mengatur insentif

bahwa dengan adanya perubahan Organisasi Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang

[r]

bahwa dengan adanya perubahan Organisasi Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang

Membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Yogyakarta Masa Bakti Tahun 2017-2019 dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan