• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN

MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

IFAH NABILAH ZAHIDAH

109011000288

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi masalah……….. 5

C. Pembatasan masalah dan rumusan masalah ... 6

D. Tujuan penelitian ... 6

E. Manfaat penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian pendidikan ... 7

B. Tujuan pendidikan ... 10

C. Dasar-dasar pendidikan ... 16

D. Kajian terdahulu yang relevan………... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ... 23

B. Jenis dan pendekatan penelitian... 23

C. Sumber data ... 24

D. Tekhnik pengumpulan data... 25

(6)

v

B. Fitrah………... 38

1. Pengertian fitrah dari segi bahasa……… 38

2. Fitrah sebagai dimensi asasi pendidikan Islam…... 40

C. Kewajiban mencari ilmu………... 42

1. Mencari ilmu………... 47

2. Ilmu agama dan bukan ilmu agama……… 51

D. Kaitan antara sains dan agama…... 53

E. Dunia pendidikan dan tantangan zaman……… 56

1. Belajar tentang zaman……….. 56

2. Dunia pendidikan dalam menyikapi perubahan zaman 61 F. Pendidikan dan Dekadansi Moral... 62

BAB V Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70

(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Bimbingan Skripsi

(8)
(9)

i

ABSTRAK

Ifah Nabilah Zahidah (109011000288), Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena popularitas kebudayaan Barat yang mempengaruhi generai muda. Idealnya pendidikan menurut Murtadha Muthahhari secara teoritik, praksis, maupun filosofis mampu menjadi sebuah instrument bagi upaya penegakan moralitas. Namun dalam kenyataannya, perilaku yang tidak bermoral sering terjadi. Tentunya pendidikan yang Islami sebagaimana yang diutarakan Murtadha Muthahhari harus mempunyai peran dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan Murtadha Muthahhari.

Penelitian ini ingin mendeskripsikan serta mendapatkan data dan fakta mengenai pokok-pokok pemikiran pendidikan menurut Murtadha Muthahhari. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research). Dalam penelitian ini data diolah dari pelbagai buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

(10)

i

ABSTRAK

Ifah Nabilah Zahidah (109011000288), Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena popularitas kebudayaan Barat yang mempengaruhi generai muda. Idealnya pendidikan menurut Murtadha Muthahhari secara teoritik, praksis, maupun filosofis mampu menjadi sebuah instrument bagi upaya penegakan moralitas. Namun dalam kenyataannya, perilaku yang tidak bermoral sering terjadi. Tentunya pendidikan yang Islami sebagaimana yang diutarakan Murtadha Muthahhari harus mempunyai peran dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan Murtadha Muthahhari.

Penelitian ini ingin mendeskripsikan serta mendapatkan data dan fakta mengenai pokok-pokok pemikiran pendidikan menurut Murtadha Muthahhari. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research). Dalam penelitian ini data diolah dari pelbagai buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

(11)

ii

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat,

nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan

alam Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang disucikan, dan para sahabat

setianya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,

dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:

1. Aba dan Umi tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

4. Ibu Marhamah Saleh, LC, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum selaku dosen pembimbing yang mau

meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan motivasi kepada

penulis selama proses bimbingan.

6. Bapak Ghufron Ihsan selaku penasehat akademik.

7. Seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

8. Kakak dan adik-adikku yang selalu menghibur dan seluruh keluarga yang

turut memberi motivasi dan doa.

9. Ali Alatas, S.Kom yang terus memberi semangat dan dukungan serta bantuan

lainnya kepada penulis.

10.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Agama Islam angkatan 2009

(12)

iii

12.Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa

memberikan semangat dan motivasi.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan atas jasanya yang

diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bidang

ilmu pengetahuan, Amiin.

Jakarta, 12 Maret 2014

Penulis

(13)

ii

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat,

nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan

alam Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang disucikan, dan para sahabat

setianya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,

dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:

1. Aba dan Umi tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

4. Ibu Marhamah Saleh, LC, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum selaku dosen pembimbing yang mau

meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan motivasi kepada

penulis selama proses bimbingan.

6. Bapak Ghufron Ihsan selaku penasehat akademik.

7. Seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

8. Kakak dan adik-adikku yang selalu menghibur dan seluruh keluarga yang

turut memberi motivasi dan doa.

9. Ali Alatas, S.Kom yang terus memberi semangat dan dukungan serta bantuan

lainnya kepada penulis.

10.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Agama Islam angkatan 2009

(14)

iii

11.Sahabat-sahabatku Ika, Ina, Kokom, Ikoh, yang selalu mengerjakan

sama-sama di perpustakaan. Semoga kita terus berhubungan baik dan saling

silaturahmi.

12.Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa

memberikan semangat dan motivasi.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan atas jasanya yang

diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bidang

ilmu pengetahuan, Amiin.

Jakarta, 12 Maret 2014

Penulis

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses yang sangat penting di dalam kehidupan

manusia. Melalui pendidikan, setiap manusia belajar seluruh hal yang belum

diketahui. Bahkan dengan pendidikan, seorang manusia dapat menguasai

dunia dan tidak terikat lagi oleh batas-batas yang membatasi dirinya.

Pendidikan melahirkan seorang yang berilmu, yang dapat menjadi khalifah

Allah di bumi ini. Seperti diungkapkan Muhammad „Abduh, seorang tokoh

pembaharu Muslim terkenal, bahwa pendidikan adalah hal terpenting dalam

kehidupan manusia dan dapat mengubah segala sesuatu.1

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup

oleh umat Islam dan tidak ada lagi keraguan didalamnya. Ia mengandung

ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan

manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar

masing-masing dan secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan.

Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah

masalah pendidikan.

Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan

sangat penting, Jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan

menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita

jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan

yang bermutu. Ada beberapa indikasi dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan

pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah

manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara

keperluan sosial masyarakat.

Manusia menurut al-Qur’an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang

1

(16)

memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal

tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah

terbatas. Allah berfirman:2













Artinya: “kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS.

Al-Isra’: 85)

Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan

keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan

mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu

tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi,

penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan

bahwa Islamlah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).3

Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak

dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar pemikiran pendidikan

Muthahhari. Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa

kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.





























































Artinya: “Katakanlah, „Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang

-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar:9).

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap

muslim”. Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang

2

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,2000), Cet ke-XI, h.435-436

3

Murtadha Muthahhari, “Tafsir” Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia, dan

(17)

3

sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari ilmu. Mencari ilmu

adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan

bagi satu kelompok dan tidak bagi kelompok yang lain.4

Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya

Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa

mencari ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa

mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu

bukan hanya dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam

menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu

adalah sebuah kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti

shalat, puasa, zakat, dan haji.

Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban

intelektual yang tidak ternilai harganya. Ia menyebar hampir ke seluruh dunia.

Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui

kehebatan imperium Romawi, 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban

intelektualnya yaitu:

Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari

ilmu, mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun

kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut

menjadi kunci penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10,

dan 11M.

Kedua, semangat pencarian ilmu menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta

fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang

berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.5

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun

perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa

4

Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, (Jakarta: Lentera, 1999), Cet. Ke-1, h. 157.

5

(18)

tertentu, sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke

liang kubur” (Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban

menuntut ilmu juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di

negeri Cina”. Artinya bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan

menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan

pengajarnya tetapi mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini

selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan

karena sesungguhnya perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan

begitu saja oleh generasi muda saat ini.

Masih dalam konsep kewajiban mencari ilmu, Muthahhari menukil

salah satu hadis Rasulullah SAW, “Seandainya engkau mengetahui apa yang terkandung di dalam mencari ilmu, maka niscaya mencarinya meskipun

sampai harus mengalirkan darah dan menyelami lautan”. Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi pada satu golongan

tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul SAW, “Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka

menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali KW juga menyatakan,

“Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka ambillah hikmah itu

meskipun dari orang munafik”.6

Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan

akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras

dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang

dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka

pembentukan kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga

dan menghormati kejejatian individu dan masyarakat.7

6

Murtadha Muthahhari, op. cit., h.158.

7

(19)

5

Untuk mengetahui lebih jauh pemikiran Murtadha Muthahhari tentang

pendidikan, penulis akan meneliti lebih dalam lagi mengenai “Konsep

Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa mencari

ilmu wajib hukumnya. Tidak membeda-bedakan baik laki-laki atau perempuan

dan tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu. Maka penulis mencoba

mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1. Kurangnya semangat dalam belajar mengajar

2. Murtadha Muthahhari menyatakan banyak pendidikan yang belum dapat

mendidik akhlak atau moral seseorang.

3. Pendidikan modern mendominasi pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar kajian menjadi jelas dan terarah,

sehingga tujuan kajian tercapai. Dalam kajian ini permasalahan dibatasi pada:

pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan.

Berdasarkan pembatasan masalah, masalah kajian ini dirumuskan dalam

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan menurut Murtadha

Muthahhari?

D.

Tujuan Penelitian

Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan menurut

Murtadha Muthahhari.

E.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat dijelaskan

(20)

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan,

terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep

pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar

di bidang pendidikan.

2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep pendidikan menurut

Murtadha Muthahhari.

3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai

keunggulan dan originalitas konsep pendidikan Muthahhari, yang nantinya

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses yang sangat penting di dalam kehidupan

manusia. Melalui pendidikan, setiap manusia belajar seluruh hal yang belum

diketahui. Bahkan dengan pendidikan, seorang manusia dapat menguasai

dunia dan tidak terikat lagi oleh batas-batas yang membatasi dirinya.

Pendidikan melahirkan seorang yang berilmu, yang dapat menjadi khalifah

Allah di bumi ini. Seperti diungkapkan Muhammad „Abduh, seorang tokoh

pembaharu Muslim terkenal, bahwa pendidikan adalah hal terpenting dalam

kehidupan manusia dan dapat mengubah segala sesuatu.1

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup

oleh umat Islam dan tidak ada lagi keraguan didalamnya. Ia mengandung

ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan

manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar

masing-masing dan secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan.

Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah

masalah pendidikan.

Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan

sangat penting, Jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan

menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita

jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan

yang bermutu. Ada beberapa indikasi dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan

pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah

manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara

keperluan sosial masyarakat.

Manusia menurut al-Qur’an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang

1

(22)

memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal

tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah

terbatas. Allah berfirman:2













Artinya: “kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS.

Al-Isra’: 85)

Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan

keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan

mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu

tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi,

penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan

bahwa Islamlah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).3

Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak

dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar pemikiran pendidikan

Muthahhari. Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa

kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.





























































Artinya: “Katakanlah, „Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang

-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar:9).

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap

muslim”. Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang

2

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,2000), Cet ke-XI, h.435-436

3

Murtadha Muthahhari, “Tafsir” Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia, dan

(23)

3

sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari ilmu. Mencari ilmu

adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan

bagi satu kelompok dan tidak bagi kelompok yang lain.4

Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya

Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa

mencari ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa

mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu

bukan hanya dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam

menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu

adalah sebuah kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti

shalat, puasa, zakat, dan haji.

Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban

intelektual yang tidak ternilai harganya. Ia menyebar hampir ke seluruh dunia.

Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui

kehebatan imperium Romawi, 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban

intelektualnya yaitu:

Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari

ilmu, mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun

kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut

menjadi kunci penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10,

dan 11M.

Kedua, semangat pencarian ilmu menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta

fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang

berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.5

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun

perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa

4

Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, (Jakarta: Lentera, 1999), Cet. Ke-1, h. 157.

5

(24)

tertentu, sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke

liang kubur” (Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban

menuntut ilmu juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di

negeri Cina”. Artinya bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan

menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan

pengajarnya tetapi mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini

selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan

karena sesungguhnya perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan

begitu saja oleh generasi muda saat ini.

Masih dalam konsep kewajiban mencari ilmu, Muthahhari menukil

salah satu hadis Rasulullah SAW, “Seandainya engkau mengetahui apa yang terkandung di dalam mencari ilmu, maka niscaya mencarinya meskipun

sampai harus mengalirkan darah dan menyelami lautan”. Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi pada satu golongan

tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul SAW, “Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka

menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali KW juga menyatakan,

“Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka ambillah hikmah itu

meskipun dari orang munafik”.6

Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan

akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras

dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang

dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka

pembentukan kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga

dan menghormati kejejatian individu dan masyarakat.7

6

Murtadha Muthahhari, op. cit., h.158.

7

(25)

5

Untuk mengetahui lebih jauh pemikiran Murtadha Muthahhari tentang

pendidikan, penulis akan meneliti lebih dalam lagi mengenai “Konsep

Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa mencari

ilmu wajib hukumnya. Tidak membeda-bedakan baik laki-laki atau perempuan

dan tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu. Maka penulis mencoba

mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1. Kurangnya semangat dalam belajar mengajar

2. Murtadha Muthahhari menyatakan banyak pendidikan yang belum dapat

mendidik akhlak atau moral seseorang.

3. Pendidikan modern mendominasi pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar kajian menjadi jelas dan terarah,

sehingga tujuan kajian tercapai. Dalam kajian ini permasalahan dibatasi pada:

pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan.

Berdasarkan pembatasan masalah, masalah kajian ini dirumuskan dalam

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan menurut Murtadha

Muthahhari?

D.

Tujuan Penelitian

Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan menurut

Murtadha Muthahhari.

E.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat dijelaskan

(26)

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan,

terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep

pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar

di bidang pendidikan.

2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep pendidikan menurut

Murtadha Muthahhari.

3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai

keunggulan dan originalitas konsep pendidikan Muthahhari, yang nantinya

(27)

7

BAB II

DEFINISI PENDIDIKAN

A.

Pengertian Pendidikan Islam

Berbicara masalah pendidikan merupakan suatu kajian yang cukup

menarik, karena pemahaman makna tentang pendidikan adalah beragam.

Pendidikan dalam arti sempit yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam arti luas pendidikan adalah

menyangkut seluruh pengalaman.1

Menurut Ibrahim Amini, pendidikan adalah memilih tindakan dan

perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang

diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan

supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada

dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan

kesempurnaan yang diharapkan.2

Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan adalah pengembangan pribadi

dalam semua aspeknya, dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud

pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri,

pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh

aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.3

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memaknai pendidikan adalah

suatu proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi,

masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu

aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam

masyarakat.4

1

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-7, h.24-25

2

Ibrahim Amini 1, Asupan Ilahi, (Jakarta: Al-Huda, 2011), Cet. Ke-1, h.21

3

Ahmad Tafsir, op. cit., h.26

4

(28)

Menurut Ali Ashraf, pendidikan adalah sebuah aktivitas tertentu yang

memiliki maksud tertentu yang diarahkan untuk mengembangkan individu

sepenuhnya.5

Menurut Murtadha Muthahhari sendiri pendidikan identik dengan

proses pengembangan yang bertujuan agar membangkitkan sekaligus

mengaktifkan potensi-potensi yang terkandung (al-malakat al-kaminah) dalam

diri manusia.6

Menurut Marimba pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan

secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak

didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran

Islam.7

Menurut Musthafa Al-Ghulayaini Pendidikan Islam ialah menanamkan

akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan

menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi

salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud

keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan

Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik

dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.

Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin

perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga

menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin kepribadian

masyarakatnya.8 Begitu pula dengan ilmu yang dikembangkan dalam

pendidikan haruslah berorientasi pada nilai-nilai Islami.

Yang harus dilakukan dalam pendidikan pada dasarnya adalah

orientasi terhadap masa depan. Karena pendidikan Islam tidak hanya

5

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 1

6

Murtadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Islam, (Jakarta: Sadra Press, 2011), h. 37

7

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif,

1989), h.19

8

(29)

9

berorientasi pada masa sekarang tetapi juga berorientasi pada masa depan,

yang sekaligus merupakan ciri visi dan misi pendidikan Islam. Islam

mengajarkan agar kita tidak hanya memperhatikan masa kini tetapi juga

memperhatikan serta mempersiapkan diri untuk masa depan, dengan

mengantisipasi serta menetapkan sasaran atas apa-apa yang akan menjadi hasil

atau akibat yang diharapkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan.9

Pada zaman Nabi, pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis,

praktis, dan relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat riil, sehingga

pendidikan di kala itu mempunyai kekuatan dalam hal memberi inspirasi dan mentransformasikan kehidupan manusia menyeluruh. Model pendidikan profetik ini mempunyai substansi pengalaman kehidupan sehari-hari dan

permasalahan-permasalahan komunitas muslim pada awalnya dari masa ke

masa. Pendidikan tersebut tidak seperti pendidikan Islam yang ada sekarang,

yang stagnan dan tidak respontif.10

Pendidikan sebagai proses penyiapan peserta didik agar memiliki

kemampuan mengantisipasi persoalan hari ini dan esok harus dilihat dari

dimensi informasi. Dengan kata lain, kemampuan tersebut akan dicapai hanya

melalui intensitas mencari, mengolah, dan menginterpretasikan informasi.

Menguasai informasi hari ini berarti mampu menguasai informasi hari esok.

Menguasai permasalahan hari ini berarti menguasai permasalahan hari esok.

Sekarang dan esok sebenarnya bersifat saling berkaitan dan merupakan

jaringan-jaringan masalah yang kompleks meski dengan tingkat kompleksitas

yang beragam.11

Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat

penting artinya dalam proses pendidikan, karena dia yang bertanggung jawab

dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat

menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang

bertugas sebagai pendidik, karena memiliki ilmu pengetahuan untuk

9

Muthahhari, op.cit., h. 25.

10

Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: UIN MALANG PRESS, 2008), h. 106

11

(30)

melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas yang

mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih

tinggi dari pada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan

sebagai pendidik.12

B.

Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan adalah suatu proses, maka proses tersebut akan berakir

pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai

oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal

yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.

Pendidikan harus bergerak dinamis, berjalan tiada henti mengikuti

perkembangan bahkan memimpin perkembangan itu menuju kemajuannya.

Maka tujuan yang utama bagi pendidikan ialah melatih anak didik supaya

membiasakan diri untuk berdiri sendiri, dan harus mampu memandang dan

menjangkau jauh ke depan, kepada masa datang yang bakal ditempatinya.13

Menurut Murtadha Muthahhri, pendidikan dan pembelajaran bertujuan untuk

memaksimalkan potensi berpikir pelajar.14

Secara filosofis, pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk al-insan

kamil atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep di atas, maka setidaknya

pendidikan Islam diarahkan pada dua dimensi, yaitu: pertama, dimensi dialektika horizontal terhadap sesamanya. Kedua, dimensi ketundukan vertikal

kepada Allah.15

Pada dimensi pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan

pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks dirinya, sesama

manusia, dan alam semesta. Akumulasi berbagai pengetahuan, keterampilan,

dan sikap mental merupakan bekal utama pemahaman terhadap makna

12

Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet ke 4, h. 167.

13

Zainal Abidin, Memperkembang dan MempertahankanPendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang ), h. 16.

14

Muthahhari, op. cit., h. 13

15

(31)

11

kehidupan. Sementara pada dimensi kedua, memberikan arti bahwa

pendidikan sains dan tekhnologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan,

memelihara, dan melestarikan sumber daya alami, juga menjadi jembatan

dalam mencapai hubungan yang abadi dengan Sang Pencipta. Untuk itu,

pelaksanaan ibadah dalam arti seluas-luasnya merupakan sarana yang dapat

menghantarkan manusia ke arah ketundukan vertikal kepada Khaliknya.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah

terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan

haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.

Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam

menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan

hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup

menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti

firman-Nya:16















Artinya: “Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Zariyat:56)

Tujuan merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia.

Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih

dinamis, terarah, dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas manusia akan

kabur dan terombang-ambing. Dengan acuan ini, manusia dan makhluk

ciptaan-Nya juga memiliki tujuan dalam kehidupannya, yaitu untuk mengabdi

kepada-Nya seperti dalam firman-Nya:

























Artinya: “Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,

hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’am ayat:162)

16

(32)

Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas

pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat,

ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu

mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau

disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam

untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang

benar.17

Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan Islam adalah “mengenal

dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak

mulia”,18

serta “mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan

berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya”.19

Pandangan-pandangan di atas memberikan makna, bahwa secara

substansial pendidikan Islam tidak hanya bertujuan mencetak ulama. Tujuan

ini bahkan mungkin hanya feriferal, mengingat keulamaan bukan sekedar soal

kedalaman ilmu, akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak, pengakuan

masyarakat (social recognition), dan aktivias kehidupan kekinian. Oleh karena

itu, tujuan pendidikan Islam sesungguhnya lebih berorintasi pada

transinternalisasi ilmu kepada peserta didik agar mereka menjadi insan yang

berkualitas, baik dalam aspek keagamaan maupun sosial. Dalam arti lain,

tujuan pendidikan Islam yang dibangunnya bukan hanya bersifat internal bagi

peserta didik guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan mengenal

Khaliknya, akan tetapi juga secara eksternal mampu hidup dan merefleksikan

ilmu yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta. Untuk mencapai tujuan

ideal ini, maka pendidikan Islam hendaknya diformulasi secara sistematis dan

integral, sehingga dapat merangsang tumbuhnya dinamika fitrah peserta didik

secara optimal.20

17

Tafsir, op. cit., h.46-47.

18

HAMKA, op. cit., h. 190.

19

HAMKA, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 2-3.

20

(33)

13

Menurut Muhammad Abduh, tujuan pendidikan Islam sebagai upaya

mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya hingga batas-batas

kemungkinan manusia (peserta didik) mampu mencapai kebahagiaan hidup

dunia dan akhirat.21 Pandangan ini seirama dengan rumusan tujuan

pendidikan pada Kongres se-Dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980

di Islamabad. Pada kongres tersebut, dinyatakan bahwa:

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan

pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan

seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri

manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan hendaknya

mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual,

intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun

kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan

dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada

perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi

komunitas, maupun seluruh umat manusia.

Berpijak pada tujuan pendidikan Islam yang dikemukakannya di atas,

pendidikan Islam hendaknya senantiasa berorientasi pada upaya mengantarkan

peserta didik agar mampu menjawab tantangan zaman yang timbul dalam

kehidupan sosial sebagai konsekuensi logis dari perubahan peradabannya.

Untuk itu, alternatif yang terbaik adalah bersikap terbuka terhadap ilmu

pengetahuan umum dan menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik

ecara seimbang.22

Tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia agar mampu

menjalankan fungsinya sebagai abid Allah dan khalifahNya, manusia yang memiliki unsur-unsur jasmani, akal, dan jiwa. Pembinaan akalnya akan

menghasilkan ilmu, sedangkan pembinaan jasmaninya menghailkan

keterampilan dan pembinaan jiwa menghasilkan akhlak (moral) yang

21

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: LOGOS Wacana Ilmu, 1999), h. 24.

22

(34)

dilakukan secara integral. Dengan demikian terciptalah makhluk dwi-dimensi

dalam satu keseimbangan ilmu, amal, dan iman.23

Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah untuk memberi informasi

tentang Islam kepada anak-anak didik saja, tetapi lebih menekankan

bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka inspirasi sehingga

ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka.24

Menurut pandangan Islam manusia itu satu hakikat tetapi mempunyai

tiga dimensi wujud, yaitu; wujud jasmani (fisik), wujud hewani, dan wujud

insani.25 Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan

khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Oleh karena

itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini

harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus

memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik

mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang.

Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan

yang untuk memenuhinya telah diletakkan berbagai insting dalam dirinya dan

untuk mencapainya telah diciptakan baginya anggota-anggota tubuh yang

sesuai. Manusia memiliki perasaan, kehendak, kemampuan gerak, syahwat

dan marah, yang jika ia kehilangan salah satu darinya maka kehidupan

hewaninya menjadi terganggu. Oleh karena itu, dalam mendidik anak para

pendidik harus mengembangkan insting dan sifat-sifat hewani si anak secara

seimbang.

Akan tetapi manusia tidak terbatas hanya pada dimensi-dimensi fisik,

tumbuhan dan hewan saja, melainkan manusia juga mempunyai dimensi

insani. Manusia memiliki kemampuan keilmuan yang tidak dimiliki

hewan-hewan yang lain. Manusia diciptakan bebas, mempunyai kemampuan memilih

dan mengemban kewajiban di pundaknya. Manusia mempunyai fitrah mencari

dan menyembah Tuhan. Dengan perantara ilmu, iman, amal sholeh dan

23

Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2002), h.173

24

Zainuddin, op. cit., h. 107.

25

(35)

15

berakhlak terpuji, diri manusia menjadi sempurna dan menjadi dekat dengan

Alllah SWT; sebaliknya keyakinan yang menyimpang, amal perbuatan buruk

dan akhlak tercela akan menjatuhkan dan menjerumuskannya.

Untuk itu, para pendidik harus mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan

anak dan mendidiknya supaya menjadi manusia. Para pendidik harus

mendidik mereka menjadi manusia yang berakal, cerdas, beriman, mengenal

kewajiban, gigih, ulet, dan lain-lain. Oleh karena itu, target dan tujuan

pendidikan itu luas dan harus mencakup seluruh dimensi wujud manusia

terutama dimensi-dimensi insaninya.

Peran seorang pendidik tentunya tidak hanya terbatas kepada

pemberian informasi dan mengajarkan kepada pelajar agar mampu menguasai

ilmu. Karena hal ini hanya akan menjadikan otak para pelajar membeku

sehingga tidak termotivasi agar menggunakan nalar dan kreasi mereka.26

C.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi,

misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, proses belajar mengajar, guru, murid,

manajemen, sarana prasarana, biaya, lingkungan dan sebagainya. Berbagai

komponen pendidikan tersebut membentuk sebuah sistem yang memiliki

konstruksi atau bangunan yang khas. Agar konstruksi atau bangunan

pendidikan tersebut kukuh, maka ia harus memiliki dasar, fundament, atau asas yang menopang dan menyangganya, sehingga bangunan konsep

pendidikan tersebut dapat berdiri kukuh dan dapat digunakan sebagai acuan

dalam praktek pendidikan. Dengan demikian, dasar-dasar pendidikan yaitu

segala sesuatu yang bersifat konsep, pemikiran dan gagasan yang mendasari,

melandasi, dan mengasasi pendidikan. Agar bangunan pendidikan tersebut

benar-benar memberikan keyakinan bagi orang yang menggunakannya, maka

ia harus memiliki dasar, fundamen atau asas yang kukuh pula.

26

(36)

Kajian tentang dasar pendidikan telah banyak dibicarakan para ahli.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir misalnya berpendapat, bahwa dasar

pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk

merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Namun menurut Prof.

Abudin Nata lebih cenderung mengatakan, bahwa dasar pendidikan bukanlah

landasan operasional, tetapi lebih merupakan landasan konseptual. Karena

dasar pendidikan tidak secara langsung memberikan dasar bagi pelaksanaan

pendidikan, namun lebih memberikan dasar bagi penyusunan konsep

pendidikan.27

Dasar ilmu pendidikan Islam bersumber dari al-Qur`an, sunnah

Rasulullah SAW, dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran

atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di

dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan

ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an, dan ra`yu tidak boleh

bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah. Macam-macam dasar-dasar

pendidikan Islam:

1. Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada

Muhammad SAW dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan

hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di

akhirat. Terjemahan al-Qur`an ke dalam bahasa lain dan tafsirannya

bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.28

Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah swt

menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:

27

Nata, op. cit., h. 89-90.

28

(37)

17











































Artinya:“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (Q.S. Al-Isra:9)

Petunjuk al-Qur`an sebagaimana dikemukakan Mahmud Syaltut

dikelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai

maksud-maksud al-Qur`an, yaitu:

a. Petunjuk tentang aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh

manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta

kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

b. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan

norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia

dalam kehidupan.

c. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan

dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubugannya

dengan Tuhan dan sesamanya.

Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu

petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah. Dalam menyajikan

maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai

berikut:

1. Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan

Allah SWT.

2. Menceritakan kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang

mengerjakan kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga

dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum

sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka.

3. Menghidupkan kepekaan bathin manusia yang mendorongnya untuk

(38)

kehidupannya dan kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang

menciptakan segala kekuatan.

4. Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.

Menurut M. Quraish Shihab hubungan al-Qur`an dan ilmu tidak

dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an, tetapi adakah

jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta

adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan dengan hasil penemuan

ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa

yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur

terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu.29

Dalam hal ini para ulama sering mengemukakan perintah Allah

SWT langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk berfikir,

merenung, menalar dan sebagainya, banyak sekali seruan dalam al-Qur`an

kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan

dengan peringatan, gugatan,atau perintah supaya ia berfikir, merenung dan

menalar.

2. Sunnah

Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah SAW kepada manusia

dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi.

Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya,

menerimanya dan kemudian mengamalkannya. Sering kali manusia

menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para

sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka

meminta penjelasan kepada Rasulallah SAW, yang memang diberi otoritas

untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah

SWT di bawah ini:

29

(39)

19







































Artinya:“…dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir”. (Q. S. al-Nahl:44)

Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh

yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah SAW berarti

perkataan, perbuatan, atau ketetapannya. Para ulama meyatakan bahwa

kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan

Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan

penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang

membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka

hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang

yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.30

Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan

pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:

a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam

al-Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di

dalamnya.

b. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.

3. Ra`yu

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah

laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,

lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, wewenang dan sebagainya.31

30

http://berbagi-makalah.blogspot.com/2012/06/dasar-dasar-pendidikan-islam.html

31

(40)

Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami

perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat.

Perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang

akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah SAW, tetapi

memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang.

Untuk itulah diperlukan ijtihad dari para pendidik muslim. Ijtihad pada

dasarnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang muslim untuk selalu

berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan

petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku,

orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk

menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.

Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun,

tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih

terpusat pada hukum syarak, yang menurut Ali Hasballah ialah

proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang

disandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin.32

Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek

lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian

tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak

menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu

mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya).

Salah satu dasar pendidikan dan pembelajaran adalah berorientasi

kepada perkembangan atau kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional ini

berbeda dalam setiap umur dan perkembangan anak, semakin dewasa

seseorang maka kecerdasan emosinya pun makin berkembang. Secara

umum emosi anak mulai stabil ketika berumur 17 tahun ke atas. Karena itu

Islam sangat memperhatikan pendidikan sesorang mulai sejak usia 7 tahun

hingga 30 tahun. Dalam banyak hadis Rasulullah saw diingatkan bahwa

32

(41)

21

periode 7 sampai 30 tahun ini di anggap sebagai periode untuk pendidikan

dan pembelajaran. Suatu periode yang cocok untuk mengembangkan

berbagai potensi diri, baik potensi keagamaan, potensi keilmuwan, potensi

akhlak, dan sebagainya. Bahkan periode ini dianggap sebagai fase umur

dan keterbukaan. Pada fase ini segala aspek pembelajarannya berkembang

secara aktif, melalui pertambahan informasi, perkembangan potensi

berpikir, dan perkembangan perasaan dan mental secara umum. Pada fase

ini, daya ingat dan daya tangkap baik sekali. Fase ini merupakan fase

produktif seseorang dalam segala bidang, dan sangat menentukan unsur

material dan spiritual masa depannya.

Aspek yang sangat penting dalam konteks ini berkaitan dengan

sejauh mana perspektif Islam dalam mendidik manusia, karena manusia

terdiri dari fisik dan mental. Menurut ilmu jiwa, jiwa manusia terdiri dari

potensi-potensi fisik atau jasmani dan potensi-potensi psikis atau rohani.33

D. Kajian Terdahulu yang Relevan

Ayatullah Murtadha Muthahhari adalah salah seorang arsitek utama

kesadaran baru Islam di Iran. Muthahhari juga di kenal sebagai tokoh

intelektual Iran yang terkenal sangat produktif dalam menelurkan

pemikiran-pemikiran baru mengenai ajaran Islam lewat karya-karyanya. Bisa dikatakan,

beliau adalah kampiun bagi kebangkitan tradisi intelektual di dunia Muslim.

Kajian terdahulu ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana

masalah ini pernah ditulis oleh orang lain sebelum kajian ini dilakukan.

Kemudian untuk menghindari penelitian yang sama akan ditinjau sejauh mana

perbedaan antara tulisan sebelumnya dengan kajian ini.

Dibawah ini beberapa penelitian yang telah menulis tentang Murtadha

Muthahhari, yaitu:

1. Mahbubillah, dengan judul Pemikiran Murtadha Muthahhari Tentang Manusia dan Tujuan Pendidikan Islam. Dalam skripsinya, Mahbubillah menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk multi dimensi. Manusia

33

(42)

dilengkapi dengan berbagai potensi seperti akal pikiran, agar dapat

menegmbangkan dirinya ke arah yang positif. Dari konsep manusia

menurut Murtadha Muthahhari, maka tujuan pendidikan Islam adalah

pertama, pendidikan Islam mengarahkan seluruh potensi tersebut secara maksimal dan ke arah yang jelas dan benar. Kedua, pendidikan Islam membentuk manusia secara integral dengan mengembangkan nilai-nilai

insaniyah secara seimbang untuk menjadi manusia sempurna (insan kamil).34

2. Zuhriadi, dengan judul Konsep Pendidikan Akhlak Muratdha Muthahhari. Dalam skripsinya, zuhriadi menjelaskan tujuan dari pendidikan akhlak

Murtadha Muthahhari adalah usaha menanamkan, membimbing

keutamaan perangai, tabiat yang dimiliki anak didik. Konsep pendidikan

akhlak Murtadha Muthahhari sangat relevan dengan pendidikan akhlak di

Indonesia. Murtadha Muthahhari meletakkan sebuah konsep pendidikan

akhlak melalui kerangka berfikir ilmiah serta pengembangan semua

potensi yang ada pada anak didik.35

Dari paparan hasil kajian tersebut diatas, penulis menawarkan sebuah

tulisan yang berbeda, di karenakan banyaknya karya ilmiah yang telah ditulis

atau diteliti oleh para pendahulu mengenai pemikiran-pemikiran Murtadha

Muthahhari. Dengan demikian jelas bahwa perbedaannya adalah Tulisan ini

lebih mengacu kepada pandangan Murtadha Muthahhari konsep pendidikan

yang difokuskan bagaimana menghadapi tantangan zaman yang terus

berkembang.

34

Mahbubillah, Pemikiran Murtadha Muthahhari Tentang Manusia dan Tujuan Pendidikan Islam, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.

35

(43)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat atau lokasi di mana penelitian dilakukan.

Sedangkan waktu penelitian berisi penjelasan kapan penelitian dilakukan

(semester, tahun pelajaran) dan lama penelitian dilakukan. Dalam penelitian

kualitatif, tempat penelitian biasa disebut latar atau setting penelitian. Latar berisi penjelasan secara rinci situasi sosial meliputi: lokasi, tempat, aktivitas, atau tokoh

yang diteliti.1

Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Menurut Murtadha

Muthahhari” ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, mulai dari bulan Juli-Maret (2013-2014)

B.

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, termasuk penelitian dapat menggunakan

salah satu dari tiga grand metode, yaitu library research, field research, dan

bibliography research. Yang dimaksud dengan dengan library research adalah karya

ilmiah yang didasarkan pada literature atau pustaka. Field research adalah

penelitian yang didasarkan pada studi lapangan. Sedangkan bibliography research

adalah penelitian yang memfokuskan pada gagasan yang terkandung dalam teori.

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kualitatif deskriptif, yang memfokuskan penelitian pada kajian kepustakaan

(library research) dan mencoba mengkaji seorang tokoh yakni Murtadha Muthahhari tentang pemikiran konsep pendidikan. Untuk mempertajam analisis

metode deskritif kualitatif, peneliti menggunakan teknis content analisys, yaitu

1

(44)

suatu analisis yang menekankan pada analisis ilmiah tentang isi pesan suatu

komunikasi. Content analysis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Purwohardjo Kabupaten Banyuwangi dan penelitian di Kecamatan Bebesan Kabupaten Aceh

Hasil uji hipotesis dan analisis regresi dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan serta servicescape secara simultan atau bersama-sama

Pembuatan wafer dengan bahan turiang padi dan rumput lapang sebagai bahan utamanya memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kualitas fisiknya.. Wafer

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ko-kemoterapi fraksi etil asetat akar pasak bumi dan Doxorubicin terhadap aktivitas proliferasi sel dengan metode

Pengolahan data dilakukan dengan cara Curve Matching yaitu kurva hasil pemetaan antara nilai tahanan jenis dengan ½ jarak electrode arus pada kertas bilog di lapangan

Sejalan dengan hipotesis debt convenant dalam teori akuntansi positif yang menjelaskan bahwa dalam cateris paribus, manajer perusahaan yang memiliki tingkat leverage

Luaran dari kegiatan pengabdian ini adalah produk teknologi tepat guna Kompor Pembakaran Premix Dual Tungku Multi Nosel Terintegrasi Cetakan, artikel ilmiah yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah agronomi yang meliputi tinggi tanaman, sudut daun, luas daun, jumlah daun, bobot spesifik daun, luas daun per helai, bobot kering