HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWI JURUSAN OLAHRAGA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN TAHUN 2014
SKRIPSI
DEVI ENI POHAN 121021063
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWI JURUSAN OLAHRAGA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memeroleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
DEVI ENI POHAN NIM : 121021063
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Pola Menstruasi pada Mahasiswi jurusan Olahraga Universitas Negeri Medan tahun 2014
Nama : Devi Eni Pohan
Nim : 121021063
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Gizi Kesehatan Masyarakat
Tanggal Lulus : 28 Januari 2015
Disahkan Oleh: Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ernawati Nasution, SKM, M.Kes Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si NIP. 19700212 199501 2001 NIP. 19680616 199303 2003
Medan, Januari 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Siklus menstruasi yang tidak teratur merupakan akibat dari tidak seimbangnya hormon pada sistem reproduksi wanita. Sementara itu, ketidakseimbangan energi berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen, gangguan metabolisme, dan terjadinya amenorrhoea atau oligomenorrhoea. Aktivitas yang berlebih juga memengaruhi siklus menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan pola menstruasi pada mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain
cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswi jurusan PJKR UNIMED tahun ajaran 2012, 2013 dan 2014. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional simple random sampling sebanyak 58 orang (23 orang dari semester 1, 20 orang dari semester 3 dan 15 orang dari semester 5). Data pola menstruasi dan aktivitas fisik mahasiswi diperoleh setelah melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner,
untuk mengukur pola makan digunakan kuesioner food recall dan food ferkuensi.
Kemudian data dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan pola makan mahasiswi pada kategori baik (56,9%). Aktivitas fisik mahasiswi pada kategori sedang (53,4%). Siklus menstruasi mahasiswi pada kategori terganggu (51,7%). Berdasarkan Uji Chi Square diketahui ada hubungan yang signifikan antara pola makan (jumlah) dengan volume darah menstruasi (p=0,003). Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan siklus menstruasi dan lama menstruasi.
Disarankan kepada mahasiswi agar lebih memerhatikan pola makan dan kesehatan reproduksinya, dengan cara menerapkan pola makan sesuai dengan pedoman gizi seimbang (PUS).
ABSTRACT
Irregular menstrual cycle is an imbalanced hormone impact in women reproductive system. While imbalance of energy relates to estrogen reduction, disturbance of metabolism, and oligomenore as well as polimenore. Excessive physical activity also affects the menstrual cycle.
The purpose of this research is to determine the relation between dietary habit and physical activity with menstrual pattern for student majoring sports in State University of Medan 2014. This is descriptive research using cross sectional design research. The population of this research is student of PJKR UNIMED of 2012, 2013, and 2014 batch. Technique of sampling is using proportional simple random
sampling which involves 58 sampels (23 sampels of first grade, 20 sampels of third grade and 15 sampels of fifth grade). Dietary habits, menstrual pattern, and physical activity data gained after doing interview by using questionare. to measure dietary habits using food recall and food frequency questionare. Then data analized by using Chi Square test.
The research results showed that student dietary habit of is at good category (56,9%). Student physical activity is at medium category (53,4%). Student menstrual cycle is irregular (51,7%). Based on Chi Square test, it is known that there is
correlation between dietary habit (quantity) with menstrual blood volume (p=0,003). While there is no correlation between dietary habits and physical activity with menstrual cycle, long menstruation, and menstrual blood volume.
It is recommended that student maintan their dietary habit and reproductive health as well by applying their diet in accordance with Guideline for Balanced Nutrition (GBN).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Devi Eni Pohan
Tempat/ Tanggal lahir : Gnt. Pandapotan, 24 April 1990
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah Bersaudara : 6 orang
Alamat Rumah : Simangambat Kec. SD. Hole Kab. Tapanuli Selatan
Riwayat Pendidikan :
- 1997 – 2002 Sekolah Dasar Negeri 2 Sigoring-goring
- 2002 – 2005 MTs Darul Mursyid Simanosor Julu
- 2005 – 2008 MAS Darul Mursyid Simanosor Julu
- 2008 – 2011 Prodi DIII Kebidanan STIKes Flora Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini
dengan judul “ Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Pola
Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Universitas Negeri Medan tahun 2014”.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit tantangan yang dialami oleh penulis
baik pada saat pengumpulan data maupun pengolahan data. Penulis juga menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak menerima bimbingan, arahan
dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan pengarahan,
bimbingan, dan saran yang berharga bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat dan Dosen Penguji II yang telah memberi masukan demi
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
4. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D selaku Dosen Penguji I yang telah memberi
kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.
5. Drs. Basyarudddin Daulay, M.Kes selaku Dekan FIK UNIMED yang telah
menginjinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di wilayah yang beliau
pimpin.
6. Drs. Suharjo, M.Pd selaku Wakil Dekan I dan Drs. Mesnan, M.Kes selaku
Wakil Dekan II FIK UNIMED beserta seluruh staff TU yang telah membantu
saya dalam proses pengumpulan data dan segala urusan administrasi.
7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan FKM USU, khususnya
Departemen Gizi kesehatan Masyarakat FKM USU dan Bapak Marihot
Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam segala urusan administrasi.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Pardomuan Pohan, S.Pd dan Ibunda Rasmiatina Gultom yang telah menjadi panutan dan penyemangat hidupku. Atas dorongan semangat
dan kasih sayang disertai doa yang tiada henti sehingga saya bisa
menyelesaikan pendidikan Sarjana di FKM USU.
2. Bouku Jernih Pohan dan adik- adikku Ayuni Aisah Pohan, Nurhaflah Pohan, Roma Ito Pohan, Divahun Nadia Pohan dan Fahmi Adzka Pohan
3. Sahabat-sahabatku Ade Wira Yanti, Elida Suryani, Febrini Bunga, Nurmala
Syari Lubis, Destari Umairo, Almiyanti, Lisa Febrina, Anisa Meyrina, Nelis,
Annisar, Mutia Firnanda, Fitri Aisyah, Martha Veronica, Kakanda Eliani,
Juspen, Bethesda, Mira Guslaida, Susianita, Rosalyn, Hendrika, Ade Irma,
Enita, Ida Haloho, Siti Hardinisah, Bernike Sofia, Siti Rahma, Novarida,
Rahmi dan semua teman-teman yang telah membantu dan mendampingi di
kala senang maupun susah, dan mendukung dan memotivasi saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak memberi bantuan dan dorongan semangat.
Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya
kepada kita semua dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ...
ABSTRAK ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 8
1.3Tujuan Penelitian ... 8
1.4Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Remaja ... 9
2.1.1 Kebutuhan Energi Remaja ... 12
2.1.2 Status Gizi Remaja ... 14
2.2 Aktivitas Fisik Remaja ... 16
2.2.1 Jenis - Jenis Aktivitas Fisik ... 20
2.3 Pola Menstruasi ... 21
2.3.1 Fisiologi Menstruasi ... 23
2.3.2 Menstruasi Pertama (Menarche) ... 23
2.3.3 Siklus Menstruasi ... 25
2.4 Pola Makan dan Siklus Menstruasi ... 27
2.5 Aktivitas Fisik dan Siklus Menstruasi... 32
2.6 Kerangka Konsep ... 35
2.7 Hipotesis ... 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 36
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 37
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.5 Instrumen Penelitian... 38
3.6 Defenisi Operasional ... 39
3.7 Aspek Pengukuran ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1Gambaran Umum FIK UNIMED... 43
4.2 Karakteristik Responden ... 44
4.2Pola Makan... 45
4.3.1 Pola Makan Mahasiswi Berdasarkan Jumlah Makanan ... 45
4.3.2 Pola Makan Mahasiswi Berdasarkan Frekuensi Makan ... 46
4.3.3 Pola Makan Mahasiswi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan... 46
4.4 Aktivitas Fisik ... 47
4.5 Pola Menstruasi ... 48
4.5.1 Distribusi Siklus Menstruasi Mahasiswi ... 48
4.5.2 Distribusi Lama Menstruasi Mahasiswi ... 49
4.5.3 Distribusi Volume Darah Menstruasi Mahasiswi ... 49
4.6 Hubungan Pola Makan dengan Pola Menstruasi ... 50
4.6.1 Hubungan Jumlah Makanan dengan Siklus Menstruasi ... 50
4.6.2 Hubungan Jumlah Makanan dengan Lama Menstruasi ... 50
4.6.3 Hubungan Jumlah Makanan dengan Volume Darah Menstruasi ... 51
4.6.4 Hubungan Frekuensi Makan dengan Siklus Menstruasi ... 52
4.6.5 Hubungan Frekuensi Makan dengan Lama Menstruasi ... 53
4.6.6 Hubungan Frekuensi Makan dengan Volume Darah Menstruasi ... 53
4.6.7 Hubungan Jenis Bahan Makanan dengan Siklus Menstruasi... 54
4.6.8 Hubungan Jenis Bahan Makanan dengan Lama Menstruasi ... 55
4.6.9 Hubungan Jenis Bahan Makanan dengan Volume Darah Menstruasi .. 55
4.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Pola Menstruasi ... 56
4.7.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Siklus Menstruasi ... 56
4.7.2 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Lama Menstruasi ... 57
4.7.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Volume Darah Menstruasi ... 58
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pola Makan dengan Pola Menstruasi ... 59
5.1.1 Hubungan Pola Makan dengan Siklus Menstruasi ... 59
5.1.2 Hubungan Pola Makan dengan Lama Menstruasi ... 62
5.1.3 Hubungan Pola Makan dengan Volume Darah Menstruasi ... 64
5.2 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Pola Menstruasi ... 65
5.2.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Siklus Menstruasi ... 65
5.2.2 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Lama Menstruasi ... 67
5.2.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Volume Darah Menstruasi ... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 70
6.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang dianjurkan pada
Remaja ... 14
Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia ... 16
Tabel 2.3 Menaksir Pengeluaran Energi untuk Suatu Aktivitas Fisik ... 20
Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Fisik ... 21
Tabel 2.5 Faktor-faktor yang memengaruhi Siklus Menstruasi ... 35
Tabel 4.1 Distribusi Mahasiswi Berdasarkan Tahun Ajaran Jurusan PJKR ... 44
Tabel 4.2 Karakteriktik Responden ... 44
Tabel 4.3 Distribusi Pola Makan Berdasarkan Jumlah Makannan ... 45
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Makan Mahasiswi ... 46
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Makanan Mahasiswi ... 46
Tabel 4.6 Distribusi Jenis Bahan Makanan Mahasiswi ... 47
Tabel 4.7 Distribusi Aktivitas Fisik Mahasiwi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 47
Tabel 4.8 Distribusi Siklus Menstruasi Mahasiswi Jurusan Olahraga tahun 2014 ... 48
Tabel 4.9 Distribusi Lama Menstruasi Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 49
Tabel 4.10 Distribusi Volume Darah Menstruasi Mahasiswi ... 49
Tabel 4.11 Hasil Tabulasi silang antara Pola Makan dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 50
Tabel 4.12 Hasil Tabulasi silang antara Pola Makan dengan Lama Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 51
Tabel 4.13 Hasil Tabulasi silang antara Pola Makan dengan Volume Darah Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 52
Tabel 4.14 Hasil Tabulasi silang antara Frekuensi Makan dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 50
Tabel 4.15 Hasil Tabulasi silang antara Frekuensi Makan dengan Lama Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 51
Tabel 4.16 Hasil Tabulasi silang antara Frekuensi Makan dengan Volume Darah Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 52
Tabel 4.17 Hasil Tabulasi silang antara jenis bahan Makanan dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 50
Tabel 4.19 Hasil Tabusilang antara jenis bahan makanan dengan Volume Darah Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun
2014 ... 52 Tabel 4.20 Hasil Tabusilang antara Aktivitas Fisik dengan Siklus
Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 53 Tabel 4.21 Hasil Tabusilang antara Aktivitas Fisik dengan Lama
Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.22 Hasil Tabusilang antara Aktivitas Fisik dengan Volume Darah
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 : Formulir Recall 24 Jam
Lampiran 3 : Formulir Food Frekuensi
Lampiran 4 : Master Data
Lampiran 5 : Tabulasi Silang
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
ABSTRAK
Siklus menstruasi yang tidak teratur merupakan akibat dari tidak seimbangnya hormon pada sistem reproduksi wanita. Sementara itu, ketidakseimbangan energi berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen, gangguan metabolisme, dan terjadinya amenorrhoea atau oligomenorrhoea. Aktivitas yang berlebih juga memengaruhi siklus menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan pola menstruasi pada mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri Medan tahun 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain
cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswi jurusan PJKR UNIMED tahun ajaran 2012, 2013 dan 2014. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional simple random sampling sebanyak 58 orang (23 orang dari semester 1, 20 orang dari semester 3 dan 15 orang dari semester 5). Data pola menstruasi dan aktivitas fisik mahasiswi diperoleh setelah melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner,
untuk mengukur pola makan digunakan kuesioner food recall dan food ferkuensi.
Kemudian data dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan pola makan mahasiswi pada kategori baik (56,9%). Aktivitas fisik mahasiswi pada kategori sedang (53,4%). Siklus menstruasi mahasiswi pada kategori terganggu (51,7%). Berdasarkan Uji Chi Square diketahui ada hubungan yang signifikan antara pola makan (jumlah) dengan volume darah menstruasi (p=0,003). Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan siklus menstruasi dan lama menstruasi.
Disarankan kepada mahasiswi agar lebih memerhatikan pola makan dan kesehatan reproduksinya, dengan cara menerapkan pola makan sesuai dengan pedoman gizi seimbang (PUS).
ABSTRACT
Irregular menstrual cycle is an imbalanced hormone impact in women reproductive system. While imbalance of energy relates to estrogen reduction, disturbance of metabolism, and oligomenore as well as polimenore. Excessive physical activity also affects the menstrual cycle.
The purpose of this research is to determine the relation between dietary habit and physical activity with menstrual pattern for student majoring sports in State University of Medan 2014. This is descriptive research using cross sectional design research. The population of this research is student of PJKR UNIMED of 2012, 2013, and 2014 batch. Technique of sampling is using proportional simple random
sampling which involves 58 sampels (23 sampels of first grade, 20 sampels of third grade and 15 sampels of fifth grade). Dietary habits, menstrual pattern, and physical activity data gained after doing interview by using questionare. to measure dietary habits using food recall and food frequency questionare. Then data analized by using Chi Square test.
The research results showed that student dietary habit of is at good category (56,9%). Student physical activity is at medium category (53,4%). Student menstrual cycle is irregular (51,7%). Based on Chi Square test, it is known that there is
correlation between dietary habit (quantity) with menstrual blood volume (p=0,003). While there is no correlation between dietary habits and physical activity with menstrual cycle, long menstruation, and menstrual blood volume.
It is recommended that student maintan their dietary habit and reproductive health as well by applying their diet in accordance with Guideline for Balanced Nutrition (GBN).
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah.
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya. Siswi usia pubertas
tidak hanya bertanggung jawab untuk berprestasi akademik, tetapi juga memiliki
tanggung jawab untuk menjamin pemeliharaan fungsi alat reproduksi yang antara lain
adalah menstruasi, kehamilan, dan seksualitas (Gibs, 2008).
Wanita yang telah mencapai usia baligh, secara normal akan mendapatkan
menstruasi setiap bulannya. Akan tetapi kondisinya belum tentu sama antara wanita
satu dengan yang lainnya. Beberapa dari mereka mengalami kondisi yang normal.
Namun, sebagian yang lain memiliki masalah-masalah seputar menstruasi yang
cukup mengganggu aktivitasnya (Jones, 2005).
Haid atau menstruasi yang tidak teratur merupakan proses tidak seimbangnya
hormon pada sistem reproduksi wanita dimana antara hormon estrogen dan
progesteron harus dalam komposisi yang sesuai. Siklus haid yang normal terjadi
setiap 21-35 hari sekali, dengan lama haid berkisar 3-7 hari. Jumlah darah haid
normal berkisar 30-40 mL. Menurut hitungan para ahli, perempuan akan mengalami
500 kali haid selama hidupnya (Ellya, 2010)
terendah di Sulawesi Tenggara sebanyak 8,7%. Lebih rinci lagi, sebanyak 11,7%
remaja berusia 15-19 tahun di Indonesia mengalami haid tidak teratur dan sebanyak
14,9% perempuan yang tinggal di daerah perkotaan di Indonesia mengalami haid
tidak teratur (Riskesdas, 2010)
Berdasarkan Riskesdas (2010) menyatakan persentase perempuan usia 10-59
tahun di Sumatera Utara yang mengalami haid tidak teratur sebanyak 11,6%. Alasan
haid tidak teratur pada perempuan usia 10-59 tahun di Sumatera Utara adalah 0,4%
karena sakit, 2,7% masalah KB, 3,7% menopause, 4,5% lain-lain, dan 7,2% tidak
mengetahui alasannya.
Aktivitas yang berlebih juga memengaruhi siklus menstruasi, perubahan
rutinitas latihan, perjalanan, sakit, atau gangguan dalam rutinitas sehari hari wanita
dapat berdampak pada siklus menstruasinya. Perubahan menstruasi paling umum
dijumpai pada pelari jarak jauh, penari, dan pesenam dan sedikit pada pembalap
sepeda dan perenang. American college of sport medicine (ACSM) melaporkan bahwa sekitar sepertiga pelari jarak jauh wanita (12-45 tahun) mengalami
amenorrhoea atau oligomenorrhoea (Hartono, 2003).
Berdasarkan Riskedas (2013) proporsi aktivitas fisik aktif penduduk Indonesia
usia ≥ 10 tahun termasuk tinggi yaitu 73,9%, sementara proporsi aktivitas fisik
kurang aktif (26,1%). Proporsi aktivitas sedentari ( < 3 jam (33,9%), aktivitas
sedentari 3-5,9 jam (42,0%), dan aktivitas sedentari ≥ 6 jam (24,1%). Proporsi
aktivitas fisik di Sumatera Utara adalah 76,5% dan proporsi aktivitas sedentari < 3
(15,7%). Dimana proporsi aktivitas sedentari remaja usia 15-19 tahun (25,5%) yang
berarti aktivitas remaja Indonesia termasuk aktivitas fisik berat dan sedang.
Umumya olahraga/ latihan dianggap sebagai salah satu penyebab amenorrhoea hipotalamus. Meningkatnya tingkat estrogen terkait dengan amenorrhoea sehingga meningkatkan resiko patah tulang ( fraktur), osteoporosis, dan kesuburan. Atlit dengan latihan intensif sebelum mengalami pubertas khususnya senam dan penari
balet adalah kelompok risiko tinggi mengalami amenorrhoea primer atau atlit dengan stress cenderung lebih tinggi mengalami amenorrhoea (Fatmah, 2011)
Jumlah wanita yang berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas fisik terus
meningkat. Walaupun olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi dapat
menyebabkan beberapa gangguan pada atlit wanita apabila dilakukan secara
berlebihan. Latihan fisik yang berat dapat menimbulkan gangguan pada fisiologi
siklus menstruasi. Gangguan yang terjadi dapat berupa tidak adanya menstruasi
(amenorrhoea), penipisan tulang (osteoporosis), haid tidak teratur atau perdarahan intermenstrual, pertumbuhan abnormal dinding rahim, dan infertilitas. Sifat dan
tingkat keparahan gejala tergantung pada beberapa hal seperti jenis latihan, intensitas
dan lamanya latihan, dan laju perkembangan program pelatihan (Fatmah, 2011)
Wanita yang berpartisipasi dalam olahraga kompetitif memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk terjadinya atau berkembangnya gangguan makan, iregularitas
siklus menstruasi dan osteoporosis, yang dikenal sebagai female athlete triad
nutrisi yang sedikit lebih tinggi. Bila gizi tidak terpenuhi maka akan berisiko
mengalami defisiensi. Pola makan mereka cenderung menghindari makanan yang
mengandung energi tinggi (Ellya, 2010).
Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa rata-rata kecukupan konsumsi energi
penduduk umur 16-18 tahun (usia remaja) di Indonesia berkisar antara
(69,5%)-(84,3%), dan sebanyak (54,5%) penduduk usia remaja mengonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal. Di Indonesia, rata-rata kecukupan konsumsi protein penduduk
umur 18 tahun berkisar antara (88,3%)-(129,6%). Persentase penduduk umur
16-18 tahun yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal adalah (35,6%).
Berdasarkan Riskesdas (2010) menyatakan bahwa di Provinsi Sumatera Utara,
persentase penduduk yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal adalah
sebanyak (43,4%) dan penduduk yang mengonsumsi protein di bawah minimal
adalah sebanyak (21,4%). Sementara persentase remaja usia 16-18 tahun yang
mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal sebanyak (51,5%) dan konsumsi
protein di bawah kebutuhan minimal sebanyak (21,2%).
Meningkatnya aktivitas kehidupan sosial dan kesibukan pada remaja akan
memengaruhi kebiasaan makan. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering
jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Remaja dengan
aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak jelas. Di
kota besar sering kita lihat kelompok-kelompok remaja bersama-sama makan di
negara-negara barat. Fast food tersebut pada umumnya mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah yang
banyak dapat menyebabkan kegemukan dengan segala dampaknya (Sayogo, 2006).
Pada sebagian besar atlit wanita, sering terjadi gangguan makan yang berakibat
terjadinya ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi sehingga
terjadi defisiensi energi kronik. Ketidakseimbangan energi berhubungan dengan
menurunnya kadar estrogen, gangguan metabolisme, dan terjadinya amenorrhoea
atau oligomenorrhoea. Disfungsi hipotalamus yang berhubungan dengan latihan fisik yang berat dan gangguan pada pulsasi GnRH, dapat menyebabkan menarche yang terlambat dan gangguan siklus menstruasi (Warren, 2001).
Siklus haid wanita sangat mudah dipengaruhi oleh suasana kehidupannya. Hal
ini misalnya karena kelelahan, pengaruh stres yang tinggi atau sedang dalam keadaan
emosi. Faktanya, ketika sedang dalam perjalanan atau terjadi perubahan jadwal dalam
aktivitas sehari-hari siklus haid akan telat misalnya pada mereka yang biasa
berolahraga dan menghentikan kebiasaannya tiba-tiba. Pola makan pun bisa
memengaruhi siklus haid. Misalnya seseorang yang biasa makan banyak dan
mendadak diet. Ini akan membuat tubuh stres. Status gizi memengaruhi haid terutama
melalui penyediaan bahan untuk membuat lapisan endometrium lagi dan pengaruhnya terhadap kadar hormon perempuan. Kecemasan dan kelelahan memengaruhi status
hormonal dan keadaan umum tubuh. Bagi yang masih belum menikah atau remaja
sekolah atau kuliah serta rasa cemas yang datang saat menjelang ujian dengan mudah
akan mengganggu siklus haid (Dewi, 2012).
Pada penelitian Rima (2010) terdapat sebanyak 7 sampel (28%) dari 25 sampel
atlit pernah mengalami ketidakteraturan sikus haid. Frekuensi OR perminggu pada
atlit siklus haidnya tidak teratur adalah sering secara bermakna dibanding yang siklus
haidnya teratur (p=0,002). Durasi melakukan kegiatan OR setiap kali latihan pada
atlit yang siklus haidnya tidak teratur adalah lebih panjang secara bermakna
dibanding yang siklus haidnya teratur (p<0,001). Perbedaan distribusi kejadian haid
tidak teratur berdasarkan jenis OR adalah tidak bermakna (p=0,100). Dari hasil
penelitian didapatkan hubungan antara frekuensi dan lama latihan dengan siklus haid
atlit.
Masalah menstruasi yang umum terjadi meliputi menorragi, amenorrhoe, oligomenorre, dismenore, perdarahan uterus disfungsional, perdarahan intermenstruasi, menstruasi tidak teratur. Dimana siklus haid yang tidak teratur dapat
menyebabkan perempuan menderita anemia hingga kurang subur (infertil) (Steele, 2009). Terjadinya anemia dikarenakan kehilangan darah melalui menstruasi pada
wanita memegang peranan penting dalam metabolisme besi. Rata-rata perdarahan
menstruasi tiap bulan adalah 50 mL, atau sekitar 0.7 mg/ hari. Banyaknya darah
menstruasi mungkin mencapai lima kali rata-rata tersebut. Oleh karena itu, pada saat
Siklus haid yang tidak teratur dapat menyulitkan ketika berusaha untuk hamil.
Ovulasi yang tak teratur/ abnormal menyumbang 30% – 40% dari semua kasus
infertilitas. Bila siklus haid sangat panjang jedanya, berarti ovulasi tak terjadi, sebuah kondisi yang dikenal secara klinis sebagai anovulasi. Jika dalam keadaan sakit akan
memperparah penyakitnya (Marmi, 2013).
Berdasarkan survei awal Nuraini (2011) pada 30 orang mahasiswi 16 dari 30
mahasiswi (53,33%) mengalami siklus menstruasi normal (21-35 hari) dengan lama
perdarahan lebih dari 6 hari, dan 9 dari 30 orang (30%) mengalami siklus panjang
(>35 hari), dan 5 orang mahasiswi (16,67%) mengalami siklus pendek (<21 hari), dan
18 mahasiswi (60%) menyatakan adanya perubahan dalam siklus menstruasi jika
sedang mengalami stress seperti menstruasi yang terlambat (dalam 2 bulan tidak ada
mens), siklus menstruasi yang lebih cepat, darah menstruasi yang lebih banyak, serta
perut kram atau dysmenore. Sedangkan hasil penelitiannya menunjukan adanya hubungan yang positif dengan korelasi yang sangat lemah antara tingkat stres dengan
siklus menstruasi (r = 0,179, p = 0,017)
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan terdapat 3 jurusan yaitu
PJKR (Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi), PKO (Pendidikan Kepelatihan
Olahraga), dan IKOR ( Ilmu Keolahragaan) dimana pada fakultas ini sebagian besar
kuliah berlangsung di luar ruangan atau di lapangan. Sesuai dengan kurikulum di FIK
aktivitas yang lebih berat terdapat pada kedua jurusan tersebut sedangkan jurusan
IKOR memiliki mata kuliah yang sebagian besar hanya berupa teori.
Aktivitas fisik pada mahasiswi jurusan olahraga tergolong kepada aktivitas
jasmani yang berat dikarenakan selain mendapat mata kuliah secara teori mereka juga
menjalani mata kuliah praktek. Mata kuliah sebagian besar berlangsung di lapangan
atau di luar ruangan. Mata kuliah sebagai berikut : sepak bola, volly, basket, pencak
silat, permainan kecil, renang, atletik, senam ( lantai dan aerobik), bulu tangkis dll.
Setelah melakukan survei awal terdapat 3 dari 5 orang mahasiswi jurusan PJKR
yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur yaitu polimenorrhea dan amenorrhea. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti hubungan pola makan dan aktivitas
fisik dengan pola menstruasi mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri Medan
tahun 2014.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik
dengan pola menstruasi pada mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri Medan
tahun 2014.
1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan pola
1.4Manfaat Penelitian
Bagi Fakultas Ilmu Keolahragaan UNIMED, sebagai informasi dan bahan
acuan untuk memperhatikan kesehatan mahasiswi agar tidak terjadi gangguan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Makan Remaja
Periode remaja ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik tinggi maupun berat badannya. Kebutuhan zat gizi sangat berhubungan dengan
besarnya tubuh, hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan
yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah dimulai pada umur 10-12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki 12-14 tahun (Arisman, 2009)
Permulaaan growth spurt pada anak tidak selalu sama pada umur yang sama melainkan terdapat perbedaan secara individual (Hanum, 2008). Pertumbuhan yang
cepat biasanya diiringi oleh bertumbuhnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi
akan naik pula. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak
menemui masalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya. Sedangkan anak
perempuan akan lebih mementingkan penampilan, takut gemuk sehingga membatasi
diri dengan memilih makanan yang tidak banyak mengandung energi dan sering tidak
makan pagi (Ellya, 2010).
Menurut Daniel (1977) dalam Arisman (2009) hampir 50 % remaja tidak
sarapan pagi terutama pada remaja akhir. Penelitian yang lain membuktikan masih
banyak remaja yaitu 89 % yang menyakini kalau sarapan memang penting, namun
Menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola pangan atau food pattern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai
aksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya. Pola pangan ada
kaitannya dengan kebiasaaan makan (food habit) (Almatsier, 2009).
Pola konsumsi makan remaja yang sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak
makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Meningkatnya aktivitas kehidupan
sosial dan kesibukan pada remaja akan memengaruhi kebiasaan makan. Remaja
dengan aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak
jelas. Di kota besar sering terlihat kelompok remaja bersama-sama makan di rumah
makan yang menyajikan makanan siap saji (fast food) yang berasal dari negara-negara barat. Fast food tersebut pada umumnya mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah yang banyak
dapat menyebabkan kegemukan dengan segala dampaknya (Sayogo, 2006).
Menurut hasil Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥10 tahun yang
mengkonsumsi makanan berisiko yaitu makanan/ minuman manis ≥1 kali dalam
sehari secara nasional adalah 53,1% dan Provinsi Sumatera Utara termasuk kepada
persentase yang tinggi yaitu (62,5%). Proporsi nasional penduduk dengan perilaku
konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1 kali per hari
40,7% sementara Provinsi Sumatera Utara dengan persentase sebanyak 21,4%.
Pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut kalau terlambat sekolah
menyebabkan anak menyimpang dari kebiasaan makan yang sudah menyimpang dari
kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan pada mereka. Sementara kebutuhan
energi akan meningkat karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik,
misalnya olahraga, bermain dan lain-lain (Waryana, 2010).
Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan
menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang.
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan
masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan
BBLR, dan penurunan kesegaran jasmani. Dan asupan makanan pada masa remaja
sebaiknya mengandung jumlah zat-zat gizi yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Sebagai contoh remaja putri membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi yang
tinggi terlebih bagi remaja putri yang mengalami menstruasi setiap bulan (Sayogo,
2006).
Hasil survei terhadap mahasiswa kedokteran di Perancis membuktikan 16 %
mahasiswa kehabisan cadangan besi, sementara 75 % menderita kekurangan besi.
Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di Kairo menunjukkan asupan besi
sebagian besar remaja perempuan tidak mencukupi kebutuhan harian yang
dianjurkan. Di negara yang sedang bekembang, sekitar 27 % remaja laki-laki dan 26
% remaja perempuan mengalami anemia, sementara di negara maju angka tersebut
hanya berkisar pada bilangan 5 % dan 7 %. Secara garis besar, sebanyak 44 %
sementara ibu hamil lebih besar yaitu 55 %. Di Amerika Serikat sebagian remaja
tidak memperoleh kalsium sebanyak yang dianjurkan oleh RDA. Survei Departemen
Pertanian Amerika (1995) membuktikan bahwa remaja putri yang berusia 12-19
tahun hanya mengkonsumsi 777 mg kalsium sehari (Arisman, 2009).
Saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih
sering dan dalam jumlah yang banyak. Sesudah masa growth spurt biasanya mereka akan lebih memerhatikan penampilan dirinya terutama pada remaja putri. Mereka
seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya,
sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006).
2.1.1 Kebutuhan Energi Remaja
Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan
yang diperlukan umtuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila seseorang
mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan
kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang
dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2002).
Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan
aktivitas yang menjadi karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan
kebutuhan zat gizi, dan terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan
memengaruhi status gizi. Oleh sebab itu asupan makanan pada remaja sebaiknya
contoh remaja putri membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi yang tinggi
terlebih bagi remaja putri yang mengalami menstruasi setiap bulan (Sayogo, 2006)
Secara nasional, penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari angka kecukupan gizi bagi orang
Indonesia) adalah sebanyak 40,7%. Penduduk yang mengonsumsi protein di bawah
kebutuhan minimal (kurang dari 80% dari angka kecukupan bagi orang Indonesia)
adalah sebanyak 37%, Provinsi Bali merupakan provinsi dengan penduduk yang
mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dengan persentase terendah
(30,9%), dan yang persentasenya tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat (46,7%).
Provinsi yang penduduknya mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal
dengan persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (18,0%), dan
yang persentasenya tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (56,0%)
(Riskesdas, 2010).
Berdasarkan Riskesdas (2010) menyatakan bahwa di Provinsi Sumatera Utara
persentase penduduk yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal adalah
sebanyak (43,4%) dan penduduk yang menkonsumsi protein dibawah minimal adalah
sebanyak (21,4%). Sementara persentase remaja usia 16-18 tahun yang menkonsumsi
energi dibawah kebutuhan minimal sebanyak (51,5%) dan konsumsi protein dibawah
kebutuhan minimal sebanyak (21,2%).
Kebutuhan anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih
Sedangkan aktivitas perempuan biasanya sudah mulai menstruasi sehingga
memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (Waryana, 2010).
Jumlah kebutuhan gizi pada anak ditentukan oleh berbagai faktor antara lain
jenis kelamin, berat badan, dan aktivitas sehari-hari. Besarnya kebutuhan energi dan
protein untuk remaja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada Remaja
Jenis Kelamin Umur (thn) Berat badan (kg) Energi (kkal) Protein (gr)
Laki-laki 10-12 35 2050 50
13-15 46 2400 60
16-19 55 2600 65
Perempuan 10-12 37 2050 50
13-15 48 2350 57
16-19 50 2200 50
Sumber : Depkes RI, 2004
Kekurangan energi akan menjadikan tubuh mengalami keseimbangan negatif.
Akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya atau ideal. Bila terjadi
pada bayi dan anak- anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa
menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier,
[image:31.612.115.507.285.437.2]2.1.2 Status Gizi Remaja
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake
makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi
(Supariasa, 2002)
Menurut Almatsier (2002) status gizi (nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Banyak faktor yang
berperan dalam memengaruhi status gizi seseorang, faktor yang bersifat langsung
maupun tidak langsung. Faktor langsung yang memengaruhi status gizi seseorang
antara lain : pola konsumsi makanan sehari-hari, aktivitas fisik, dan keadaan
kesehatan.
Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara
antropometri. Kekurangan hemoglobin atau anemia dengan pemeriksaan darah.
Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah dan murah.
Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai indikator yang baik untuk
menentukan status gizi remaja (Fatmah, 2011)
Hasil Riskesdas (2013) menyatakan bahwa status gizi remaja umur 16-18 tahun
secara nasional prevalensi pendek adalah 31,4% (7,5% sangat pendek dan 23,9%
pendek). Sedangkan prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional
sebesar 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Prevalensi gemuk pada remaja
umur 16-18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas.
adalah Sulawesi Barat (0,6%). Kecenderungan prevalensi remaja kurus relatif sama
tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4%. Sebaliknya prevalensi
gemuk naik dari 1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% pada tahun 2013.
Persentase status gizi remaja usia 16-18 tahun di Sumatera Utara prevalensi
pendek (38%) dan sangat pendek (13%). Prevalensi kurus (6%) dan sangat kurus
(2%). Sedangkan prevalensi gemuk (9%) dan sangat gemuk (1,5%) (Riskesdas,
2013).
Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
persentase status gizi remaja diatas termasuk masalah kesehatan masyarakat karena
telah melewati cut point yaitu pada prevalensi pendek diatas 20%, kurus diatas 5%.
Status gizi remaja dapat ditentukan dengan menggunakan IMT sebagai
indikator ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas
ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah
20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan
tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan. FAO/WHO menyarankan
menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang
digunakan adalah menggunakan ambang batas kali-laki untuk kategori kurus tingkat
berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya
[image:34.612.126.480.215.428.2]diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia (Supariasa, 2002).
Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori Keterangan IMT
Kurus
Kekurangan berat badan
tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan
tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal >18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat
ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat
berat >27,0
Sumber : Depkes RI, 1994
2.2 Aktivitas Fisik Remaja
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang
mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang
terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan
mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik,
sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang
Aktivitas remaja sebagian besar banyak dilakukan di sekolah selama 8 jam
meliputi kegiatan belajar dan bermain saat istirahat. Aktivitas berada dirumah kurang
lebih 5-6 jam meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan
bermain di lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan
pangan mengandung gizi yang cukup sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik
(Fatmah, 2011).
Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik kedalam 2 kategori, yaitu
aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur
(kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja) (Williams, 2002).
Menurut Baecke (1982) terdapat 3 aspek yang secara bermakna dapat
menggambarkan tingkat aktivitas seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga, dan kegiatan
di waktu luang. Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap individu tergantung pada
gaya hidup perorangan dan faktor lainnya.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap
penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus, dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker
payudara, hipertensi, osteoporosis dan risiko jatuh, kelebihan berat badan, kondisi
muskuloskeletal, gangguan mental, dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang
berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktifitas dalam
Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang, diantaranya yaitu :1. Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan
curah jantung, 2. Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan
efisiensi kerja otot jantung, 3. Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
jantung, 4. Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, 5. Peningkatan
metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh), 6. Meningkatkan kemampuan otot,
7. Mencegah obesitas (Fatmah, 2011)
Upaya pencegahan penyakit jantung pada dasarnya berdasarkan faktor
risikonya. Secara umum faktor risiko penyakit jantung berhubungan dengan faktor
gizi, kebiasaan merokok, tingginya stress, hipertensi yang tidak terkendali, dan
kurang olahraga. Dimana olahraga berperan dalam membantu perbaikan penyakit
jantung dan stroke dengan jalan penurunan tekanan darah, peningkatan HDL,
penurunan LDL, memperbaiki aliran darah dan meningkatkan kapasitas kerja jantung.
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Seseorang dengan aktivitas fisik yang
kurang, memiliki kecenderungan 30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang
aktif. Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang
dan berat dapat mencegah kejadian stroke (Bustan, 2007).
Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan
aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya
adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah
penilaian terhadap aktivitas fisik olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya
Menurut Suryadi (2013) aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu
merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam
menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan
Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan
seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram
berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAL = ( ��� � ) 24 ��
Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)
w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/
UNU, 2001) :
1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69
Cara menentukan tingkat aktivitas fisik dengan cara menghitung seluruh kegiatan
[image:38.612.117.464.177.414.2]yang dilakukan selama satu hari dengan menggunakan nilai pada tabel di bawah ini
Tabel 2.3 Menaksir Pengeluaran Energi Untuk Suatu Aktivitas Fisik No Jenis kegiatan Perkiraan pengeluaran Energi
Laki-laki Perempuan
1 Tidur 1,0 1,0
2 Kegiatan
Ringan 1,7 1,7
Sedang 2,7 2,2
Berat 3,8 2,8
3 Kegiatan olahraga 6,0 6,0
4 Saat-saat santai 1,4 1,4
Sumber : Suryadi (2013)
2.2.1 Jenis – Jenis Aktivitas Fisik
Jenis aktivitas dibagi ke dalam 2 kategori yaitu aktivitas fisik terstruktur dan
aktivitas fisik tidak terstruktur. Jenis aktivitas fisik terstruktur seperti olahraga
(Williams, 2002).
Berdasarkan buku akademik FIK UNIMED (2012) jenis aktivitas fisik yang
terstruktur yang dilakukan oleh mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri
1. Endurance seperti :
- renang(jarak menengah dan jarak jauh)
- atletik (lari jarak menengah dan jarak jauh)
2. Spedd power (kecepatan tinggi) : - Atletik (lari jarak dekat)
- Renang (jarak dekat)
3. Power seperti : tolak peluru dan lempar cakram
4. Aesthetik seperti senam lantai dan senam aerobik
5. Ball games yaitu : bola basket, bola volli, sepak bola, bulu tangkis dan tenis meja
6. Weigth dependent seperti : beladiri (pencak silat)
Aktivitas fisik dibagi 3 yaitu ringan, sedang dan berat. Aktivitas ringan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh. Aktivitas fisik sedang
adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar, dengan
kata lain bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya.
Sedangkan aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas lebih
Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Fisik
Klasifikasi aktivitas fisik Pengeluaran kalori Aktivitas fisik
Ringan 2,5-4,9 kkal/menit Berjalan kaki, tenis meja, golf, mengetik,membersihkan
kamar,berbelanja
Sedang 5-7,4 kkal/menit Bersepeda, ski, menari, tennis, menaiki tangga
Berat 7,5-12 kkal/menit Basket, sepak bola, berenang,volli
Sumber : Baecke (1982)
Menurut Baecke (1982) kategori aktivitas fisik ada 3 yaitu Indeks Kerja (IK), Indeks
Sport (IS) dan Indeks Waktu Luang. Dimana pada indeks sport pada tingkat yaitu
sepak bola merupakan salah satu mata kuliah mahasiswa jurusan olahraga yang
berlangsung selama 2 semester. Pada tabel klasifikasi aktivitas fisik menurut Baecke
terlalu sedikit oleh karena itu peneliti akan menggunakan klasifikasi aktivitas fisik
menurut FAO/WHO/UNU.
2.3 Menstruasi
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara
berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik FSH-Estrogen atau
LH-Progesteron. Periode ini penting dalam hal reproduksi dan hal ini biasanya terjadi
setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Menstruasi adalah darah yang
keluar dari vagina wanita sewaktu ia sehat bukan disebabkan oleh melahirkan anak
atau karena terluka. Menstruasi menunjukkan bahwa seorang gadis yang sehat dan
berfungsi sebagai mana mestinya, sedangkan menstruasi dini adalah menstruasi yang
Menstruasi adalah siklus discharge fisiologik darah dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Menstruasi dibawah kendali hormonal
dan berulang secara normal, biasanya interval sekitar empat minggu, tanpa adanya
kehamilan selama periode reproduktif (pubertas sampai menopause) pada wanita dan
beberapa spesies primata (Dorland, 2000). Haid biasanya berlangsung selama lima
sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal
fase folikular ovurium (Sherwood, 2011). Rata-rata darah yang keluar saat menstruasi
adalah 35-50 ml tanpa bekuan darah (Warillow, 2004).
Cakir, et al (2007) dalam penelitiannya di Turki menemukan bahwa dismenorea merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti
ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%).
Pada pengkajian terhadap penelitian penelitian lain didapatkan prevalensi dismenorea
bervariasi antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja. Dalam
penelitian Yassin (2012) di Alexandria, persentasi remaja putri yang mengalami
polimenorrhoea adalah 6,8%, oligomenorrhoea adalah 8,4%, menorragia adalah 2,5% dan hipomenorrea adalah 12,4%.
Hasil penelitian Qomaruddin (2005) pada remaja di daerah kumuh kota
Surabaya, remaja yang mengalami pola siklus menstruasi teratur adalah 65% dan
remaja yang mengalami pola siklus menstruasi tidak teratur adalah 35%. Berkaitan
Hormon yang berperan dalam proses menstruasi adalah hormon estrogen dan
progesteron. Hormon estrogen dihasilkan oleh ovarium, namun 30% estrogen
dihasilkan oleh lemak tubuh melalui proses aromatisasi dengan androgen sebagai zat
pembakalnya sedangkan, hormon progesteron dihasilkan oleh korpus luteum. Fungsi
dari kedua hormon ini adalah mematangkan sel telur sehingga terjadi menstruasi atau
kehamilan jika ada pembuahan (Ellya, 2010).
2.3.1 Fisiologi Menstruasi
Pengendali utama dari semua peristiwa menstruasi adalah hypotalamus.
Hyotalamus mempunyai hormon gonadotropik, hormon releasing, hormon GNRH
yang mengsekresi dua hormon yaitu follicle stimulating hormone releasing hormone
(FSH-RH) dan luteinazing hormone releasing hormone (LH-RH). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis interior untuk mengsekresi follicle stimulating hormone dan lutenaizing hormone yang menyebabkan terjadinya produksi estrogen dan progesteron yang selanjutnya akan memberikan umpan balik yang mengandung
kadar hormon gonadotropik kepada hipotalamus (Prawirohardjo, 2005).
Bila tidak ada pembuahan korpus luteum berdegenerasi dan ini mengakibatkan
bahwa kadar estrogen dan progesteron menurun. Menurunnya kadar estrogen dan
progesteron menimbulkan efek pada arteri yang berlekuk-lekuk di endometrium.
Tampak dilatasi dan statis dengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia.
Setelah itu terjadi degenerasi serta pedarahan dan pelepasan endometrium yang
2.3.2 Menstruasi Pertama (Menarche)
Menarche yaitu menstruasi yang biasanya terjadi pada usia 12-13 tahun. Cepat atau lambatnya kematangan seksual meliputi menstruasi, dan kematangan fisik ini
ditentukan oleh kondisi fisik individual, juga dipengaruhi oleh faktor ras atau suku
bangsa, faktor iklim, pola hidup di lingkungan anak. Badan yang lemah atau penyakit
yang mendera seorang anak gadis bisa memperlambat tibanya menstruasi (Waryana,
2010).
Proses kesehatan reproduksi yang dialami perempuan mulai dari usia pertama
menstruasi (menarche) yang merupakan awal dari proses reproduksi dimulai sampai dengan reproduksi berakhir (menopause). Diketahui 37,5 persen perempuan mengawali usia reproduksi (menarche) pada umur 13-14 tahun, dijumpai 0,1 perempuan dengan umur menarche 6-8 tahun, dan dijumpai juga sebayak 19,8 persen perempuan baru mendapat haid pertama pada usia 15-16 tahun, dan 4,5 persen pada
usia 17 tahun keatas (Riskesdas, 2010).
Sejalan dengan lama menstruasi dan panjang siklus menstruasi, ada beberapa
faktor yang memengaruhi banyaknya volume darah menstruasi wanita. Dasharathy S
et al (2007) dalam penelitian terhadap 201 perempuan dalam BioCycle Study di
Oxford University menyatakan bahwa kehilangan darah menstruasi bervariasi signifikan menurut umur, status perkawinan, paritas, menikah, dan wanita usia
pendarahan ringan terkait dengan usia saat menarche. Indeks massa tubuh, panjang siklus, dan kegiatan tidak berhubungan secara signifikan dengan jumlah volume
perdarahan.
2.3.3 Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi
berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan
berakhir pada saat menopause (Waryana, 2010)
Menstruasi merupakan aktivitas bersiklus yang melibatkan peluruhan sebagian
endometrium. Menstruasi biasanya terjadi setiap 21-35 hari dan siklus yang dianggap
normal adalah 28 hari (Steele, 2009). Pada dasarnya siklus haid wanita tidak sam,
tetapi pada umumnya berlangsung antara 25-35 hari (rata-rata 28 hari). Hari pertama
perdarahan dihitung sebagai permulaan siklus haid. Kemudian, siklus haid anda
adalah jumlah hari sebelum haid berikutnya terjadi, dan jangka waktu menstruasi
antara 3-10 hari (Ellya, 2010).
Gangguan siklus haid dinilai masih masih dalam batas normal bila terjadi
selama dua tahun pertama setelah menarche. Artinya bila seorang gadis mendapatkan haid pada usia 11 tahun, hingga usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur. Ia masih
mengalami siklus haid yang berubah-ubah dan jumlah darah haid sangat bervariasi.
Setelah usia 13 tahun maka haidnya akan teratur. Bila setelah usia 13 tahun haidnya
masih tidak teratur dipastikan telah terjadi gangguan haid. Gangguan haid yang
(amenorrhoea), darah haid yang sangat banyak (menorrhagia) dan timbulnya rasa sakit saat haid (dismenorrhoea) (Ellya, 2010)
Selama menstruasi, hipotalamus mengirim sejumlah faktor pencetus FSH ke
kelenjar bawah otak yang membuat FSH, jumlah FSH dalam darah kemudian
meningkat dan merangsang sejumlah folikel tumbuh dan membentuk estrogen,
sehingga jumlah hormon dalam darah meningkat. Siklus menstruasi dibagi menjadi 4
fase yaitu fase menstruasi, fase proliferasi, fase sekresi atau luteal dan fase
premenstruasi atau iskemik (Mochtar, 1998).
Fase menstruasi yaitu korpus luteum berfungsi samapai kira-kira hari ke 23 atau
hari ke 24 pada siklus 28 hari, dan kemudian mulai bergeser, akibatnya terjadi
penurunan progesteron dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan
perangsangan pada endometrium, perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti
oleh menstruasi (Mochtar, 1998).
Fase proliferasi pada stadium ini berlangsung selama kira-kira 5 hari, kadar
estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma
endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar mulai menjadi
hipertropi dan berproliferasi dan pembuluh darah menjadi banyak sekali (Steele,
2009).
Fase sekresi (luteal) yaitu fase setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron
progesteron dan estrogen menurun, arteri pada endometrium berkontraksi dan dinding
uterus menjadi menyusut dan mati karena iskemia (Jones, 2005).
Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai mencapai umur 18
tahun. Titik kritis ukuran antropometri pencetus menstruasi dini ( menarche) adalah berat badan 40 kg dan tinggi badan 148 cm. Terdapat hubungan antara massa lemak
tubuh dengan kejadian usia menstruasi dini, begitu pula dengan hubungan antara BMI
dengan usia menstruasi (Steele, 2009)
Siklus menstruasi yang tidak teratur dapat disebabkan oleh peningkatan kadar
luteinizing hormone (LH) dan mungkin pula disebabkan oleh peningkatan hormon pria yaitu androgen atau testosteron. Penyebab amenorrhoe sekunder adalah
hiperprolaktinemia. Stress dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia sementara (Ellya. 2010).
2.4 Pola Makan dan Siklus Menstruasi
Untuk petumbuhan normal, tubuh memerlukan nutrisi yang memadai,
kecukupan energi, protein, lemak, dan suplai semua nutrisi esensial yang menjadi
basis pertumbuhan. Kebiasaan makan yang diperoleh sesama remaja akan berdampak
pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan lanjut usia
(Arisman, 2004).
Komposisi diet baik secara kualitatif maupun kuantitatif dianggap
memengaruhi siklus menstruasi serta penampilan reproduksi. Siklus menstruasi
lemak, serat dan nutrien lainnya. Pengaruh diet vegetarian terhadap hormon seks telah
diteliti, dimana 9 orang vegetarian diberi diet yang maengandung daging kemudian
fase folikuler memanjang rata-rata 4,2 hari dan FSH meningkat. Sebaliknya 16 orang
yang diet biasa beralih ke diet kurang daging selama 2 bulan mengalami pemendekan
fase folikuler rata-rata 3,8 hari (Ellya, 2010).
Diet rendak lemak akan menyebabkan panjang siklus menstruasi meningkat
rata-rata 1,3 hari dan lamanya menstruasi meningkat rata-rata 0,9 hari. Dengan
demikian bagi wanita yang bukan vegetarian bila pola dietnya berubah ke diet rendah
lemak maka akan memperpanjang siklus menstruasi sebagai akibat memanjangnya
fase folikuler (Ellya, 2010).
Diet yang buruk atau penurunan berat badan yang ekstrim juga dapat
mempengaruhi hormon. Perempuan dengan anoreksia atau bulimia dikhawatirkan
mengalami haid yang tidak teratur. Eating disorders (pola makan yang buruk) menyebabkan kurangnya gizi yang cukup untuk tubuh berovulasi dengan baik
(Marmi, 2013).
Produksi hormon tiroid yang berlebihan atau kekurangan dapat menjadi
penyebab gangguan siklus haid yang dapat menimbulkan infertilitas kemudian.
Sering mengonsumsi alkohol juga terbukti menjadi kegagalan proses implantasi dan
merokok juga dapat menurunkan produksi hormon reproduksi (Ellya, 2010)..
dengan siklus panjang dan siklus yang tidak teratur. Perempuan dengan BMI yang
normal tinggi 24-25 memiliki dua kali kemungkinan siklus panjang dibandingkan
dengan wanita dengan BMI dari 22-23, dan asosiasi semakin kuat dengan
masing-masing kategori BMI. Perempuan dengan BMI 35 atau lebih memiliki kemungkinan
siklus panjang lima kali. Perempuan dalam kelompok terberat juga menunjukkan
peningkatan kemungkinan siklus tidak teratur.
Selain itu, Rowland AS, et al (2002) menemukan bahwa menarche sebelum usia 13 berhubungan dengan siklus pendek dan perdarahan intermenstrual bagi
perempuan pada usia 21-40. Menarche pada usia 15 ke atas terkait memiliki siklus panjang dan siklus tidak teratur
Agar menstruasi tidak menimbulkan keluhan-keluhan, sebaiknya remaja wanita
mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, sehingga status gizinya baik. Status
gizi dikatakan baik apabila gizi yang diperlukan baik protein, lemak, karbohidrat,
mineral, dan vitamin maupun air digunakan oleh tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Asupan gizi yang dibutuhkan pada remaja pada saat menstruasi :
1. Asupan Energi
Asupan energi untuk remaja putri usia memuncak pada usia 12 tahun (2550
kkal) dan kemudian menurun pada usia 18 tahun 2200 kkal. Energi dibutuhkan untuk
dapat mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas
fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam
Asupan energi bervariasi sepanjang siklus haid, terjadi peningkatan asupan
energi pada fase luteal dibandingkan fase folikuler. Peningkatan 500 kkal/hari,
kesimpulannya bahwa estrogen mengakibatkan efek peningkatan dan penurunan
terhadap nafsu makan. Pada umumnya anak perempuan 10-12 tahun kebutuhan
energinya sebesar 50-60 kal/kg BB/hari dan pada usia 13-18 tahun sebesar 40-50
kal/kg BB/hari (Sayogo, 2006).
2. Asupan Lemak
Lemak memegang peran penting sebagai komponen struktural dan fungsional
membran sel dan perkusor senyawa yang meliputi berbagai segi dari metabolisme.
Lemak juga sebagai sember asam lemak esensial yang diperlukan oleh pertumbuhan,
sebagai suplai energi yang berkadar tinggi, dan sebagai pengangkut vitamin yang
larut dalam lemak (Waryana, 2010).
Perbandingan komposisi energi dan lemak yang dianjurkan adalah 20-30 % dari
energi, hal tersebut sudah dapat menggambarkan pola makan yang baik karena
jumlah ini sudah dapat memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk
membantu penyerapan vitamin larut lemak. Apabila dalam tubuh lemak melebihi dari
yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal maka akan terjadi penimbunan
lemak, sehingga mengakibatkan berat badan lebih dari normal dan hormon yang
dibentuk oleh lemak akan memacu menstruasi datang lebih dini. Asupan tinggi lemak
3. Asupan Protein
Protein diperlukan untuk sebagian besar proses metabolik, terutama
pertumbuhan, perkembangan, dan maintenance merawat jaringan tubuh. Protein
sebagai pemasok energi dapat diberikan dalam jumlah sedang tetapi sebaiknya 20-25
% dari jumlah total kalori. Kebutuhan yang direkomendasikan pada remaja berkisar
44-59 gram. Asupan protein dan lemak akan meningkat pada fase luteal (Arisman,
2008).
Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/ WNPG VIII tahun 2004
dianjurkan pada anak perempuan usia 10-12 tahun kebutuhan protein 50 gr/hari,
13-15 tahun 57 gr/hari dan usia 16-18 tahun 55 gr/hari.
Asupan protein hewani yang kurang akan mempengaruhi penurunan frekuensi
puncak LH dan akan mengalami pemendekan fase folikuler rata-rata 3- 8 hari. Hal ini
telah diteliti pada 9 orang vegetarian yang diberi diet mengandung protein hewani
(daging) ternyata fase folikuler memanjang dan FSH pun meningkat (Waryana,
2010).
4. Asupan Karbohidrat
Sumber terbesar energi tubuh adalah karbohidrat yang menjadi bagian dari
brbagai bermacam-macam struktur komponen primer diet serat. Karbohidrat
disimpan sebagai glikogen atau diubah menjadi lemak tubuh. Tidak ada ketentuan
tentang karbohidrat sehari untuk manusia, namun untuk memelihara kesehatan
Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai
glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan
jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai
cadangan energi di dalam jaringan lemak. Karbohidrat juga merupakan sumber
peningkatan asupan kalori selam fase luteal pada siklus menstruasi (Waryana, 2010).
Jenis makanan yang baik dikonsumsi pada saat menstruasi menurut Marmi
(2013) adalah
- Mengonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat, vitamin dan magnesium.
- Menghindari kafein dan garam
- Mengonsumsi makanan yang kaya kalsium
- Dark chocolate
- Meminum air putih
2.5 Aktivitas Fisik dan Siklus Menstruasi
Perubahan siklus menstruasi pada atlit wanita sulit diketahui oleh karena
munculnya gangguan menstruasi, dari luteal sampai amenorrhoea. Secara definitif,
klasifikasi kejadian menstruasi sebagai berikut: (1) Eumenorrhoea yaitu siklus menstruasi yang teratur dengan interval pendarahan yang terjadi antara 21-35 hari, (2)