SKRIPSI
PENGARUH LIKUIDITAS TERHADAP CAPITAL ADEQUACY RATIO INDUSTRI PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH:
ESTA SURTIWATY SIRAIT 130521006
PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank antara
lain adalah likuiditas yang dapat diwakili dengan rasio-rasio keuangan yang dapat
digunakan untuk memprediksi kesehatan dari segi capital (CAR) terutama rasio
likuiditas yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR). Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada
Industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010
hingga 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laporan
Tahunan Publikasi Industri Perbankan di BEI periode tahun 2010 hingga 2014.
Penelitian ini menggunakan populasi dari Perbankan di Indonesia yaitu dengan
jumlah 12 bank. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan
persamaan kuadrat terkecil dilengkapi uji asumsi klasik normalitas,
multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi untuk mendapat model
estimasi linier yang tidak biasa. Hipotesis diuji menggunakan t-statistik untuk
menguji keberartian koefisien regresi secara parsial serta F-statistik untuk menguji
keberartian koefisien regresi secara bersama-sama (simultan) pada level of
significance 5%. Selama periode pengamatan menunjukkan bahwa data penelitian
berdistribusi normal. Berdasarkan uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan
uji autokorelasi tidak ditemukan variabel yang menyimpang dari asumsi klasik,
hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk
menggunakan model persamaan regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel (1) LDR berpengaruh signifikan terhadap CAR (2)
QR berpengaruh signifikan terhadap CAR (3) IPR berpengaruh signifikan
berpengaruh signifikan terhadap CAR dan (5) CRR tidak berpengaruh signifikan
terhadap CAR.
ABSTRACK
There are several factors that influent in banking performance such as liquidity. There could be represented with its financial ratios which can predict banking performance on capital matter (Capital Adequacy Ratio ). liquidity ratios is Loan to Deposit Ratio (LDR, Quick Ratio (QR, Investing Policy Ratio (IPR), Loan to Asset Ratio (LAR), Liquidity Risk Ratio (LRR), Credit Risk Ratio (CRR). The purpose of this research is to test the influence of the variable liquidity toward Capital Adequacy Ratio (CAR). The result of this research could give contributions to banking managers in keeping its banking performance. This research using time series data from publicity Annual Report of State Banking in 2010 until 2014 periods. This research use the population of State Banking in Indonesia by the number of 12 banks. Analysis technique used is multiple regression equation least squares fitted to test the classical assumption of normality, multicollinearity, heteroscedasticity, a nd autocorrelation to get a linear estimation model that is not biased. The hypothesis was tested using the t-statistic to test coefficient of regression partial and F-t-statistics to test the tr uth of simultaneously influence in level of significance 5%. During research period show as data research was normally distributed. Based on multicolinierity test, heteroscedasticity test and autocorrelation test variable digressing of classic assumption has not founded, its indicate that the available data has fulfill the
significant effect the Capital Adequacy Ratio
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
dan rahmat-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi Deaprtemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
Skripsi in ini berjudul “ Pengaruh Likuiditas Terhadap Capital Adequacy
Ratio Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi ini merupakan
persembahan terindah buat orang tua tercinta Osdiman Sirat dan Romauli Sinaga
yang senantiasa mendoakan, mendukung, mecukupi segala kebutuhan dana,
menasehati, dan memberi kasih sayang yang tulus kepada penulis, serta yang
bersedia menuggu penyelesaian skripsi ini dengan sabar.
Penulis juga telah menerima banyak bimbingan, saran, motivasi, bantuan,
dan doa-doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karenan itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak selaku dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan
3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si selaku Sekretaris Departemen Manejemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi
Manejemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Beby Kandida, SE, M.Si selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
banyak memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara atas segala jasa-jasanya selama masa perkuliahan.
7. Adik-adikku tercinta Yeni Natalia Sirait, Fina Epriana Sirait, Nanda
Wahyu Saputra Sirait dan Joy Sirait yang menjadi alasan penulis untuk terus
berjuang dan selalu memberikan semangat dan doa-doa bagi penulis.
8. Seluruh keluargaku, dan sahabat-sahabatku, Kak Herfina dan Kak Neni
yang memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca dan peneliti lainnya.
Medan, Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.2. Jenis-jenis bank di Indonesia ... 18
2.1.3. Permodalan Bank ... 20
2.1.4. Penilaian kesehatan Bank ... 24
2.1.5. Rasio Keuangan Perbankan ... 25
2.1.6. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap CAR ... 33
2.2. Penelitian Terdahulu ... 41
3.6. Populasi dan Penentuan Sampel ... 52
3.10.2. Uji Parsial ... 61
3.10.3. Koefisien Determinasi ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Perbankan... 64
4.2. Hasil Penelitian ... 65
4.2.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 65
4.3. Tehnik Analisis Data ... 72
4.3.1. Anallisis Deskriptif ... 72
4.3.2. Analisis Regresi Berganda ... 76
4.4. Uji Asumsi Klasik ... 77
4.4.1. Uji Normalitas ... 77
4.4.2. Multikolinearitas ... 81
4.4.3. Uji Autokorelasi ... 82
4.4.4. Uji Heteroskedastisitas ... 83
4.5. Pengujian Hipotesis ... 4.5.1. Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 85
4.5.2. Uji Signifikan Simultan ... 85
4.5.3. Koefisien Determinasi ... 90
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 92
5.2. Saran ... 93
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Data CAR perusahaan perbankan 2010-2014... 6
Tabel 1.2 Data LDR, QR, IPR, LAR, LLR, CRR ... 7
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 41
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 52
Tabel 3.2 Sampel Industri Perbankan Yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014 ... 53
Tabel 4.1. Rata-rata Rasio Keuangan Perbankan ... 69
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 72
Tabel 4.3 Tabel 4.3 Analisis Regresi Berganda ... 76
Tabel 4.4 Uji Normalitas Data ... 80
Tabel 4.5 Multikolinearitas ... 81
Tabel 4.6. Autokorelasi ... 82
Tabel 4.8 Hasil Uji Gletser ... 84
Tabel 4.10 Hasil Uji F ... 85
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 1 Kerangka Konseptual ... 46
Gambar 4.1 Histogram ... 79
Gambar 4.2 Probability Plot of Regression Standardized Residual ... 79
ABSTRAK
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesehatan bank antara
lain adalah likuiditas yang dapat diwakili dengan rasio-rasio keuangan yang dapat
digunakan untuk memprediksi kesehatan dari segi capital (CAR) terutama rasio
likuiditas yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR). Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada
Industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010
hingga 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laporan
Tahunan Publikasi Industri Perbankan di BEI periode tahun 2010 hingga 2014.
Penelitian ini menggunakan populasi dari Perbankan di Indonesia yaitu dengan
jumlah 12 bank. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan
persamaan kuadrat terkecil dilengkapi uji asumsi klasik normalitas,
multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi untuk mendapat model
estimasi linier yang tidak biasa. Hipotesis diuji menggunakan t-statistik untuk
menguji keberartian koefisien regresi secara parsial serta F-statistik untuk menguji
keberartian koefisien regresi secara bersama-sama (simultan) pada level of
significance 5%. Selama periode pengamatan menunjukkan bahwa data penelitian
berdistribusi normal. Berdasarkan uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan
uji autokorelasi tidak ditemukan variabel yang menyimpang dari asumsi klasik,
hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk
menggunakan model persamaan regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel (1) LDR berpengaruh signifikan terhadap CAR (2)
berpengaruh signifikan terhadap CAR dan (5) CRR tidak berpengaruh signifikan
terhadap CAR.
ABSTRACK
There are several factors that influent in banking performance such as liquidity. There could be represented with its financial ratios which can predict banking performance on capital matter (Capital Adequacy Ratio ). liquidity ratios is Loan to Deposit Ratio (LDR, Quick Ratio (QR, Investing Policy Ratio (IPR), Loan to Asset Ratio (LAR), Liquidity Risk Ratio (LRR), Credit Risk Ratio (CRR). The purpose of this research is to test the influence of the variable liquidity toward Capital Adequacy Ratio (CAR). The result of this research could give contributions to banking managers in keeping its banking performance. This research using time series data from publicity Annual Report of State Banking in 2010 until 2014 periods. This research use the population of State Banking in Indonesia by the number of 12 banks. Analysis technique used is multiple regression equation least squares fitted to test the classical assumption of normality, multicollinearity, heteroscedasticity, a nd autocorrelation to get a linear estimation model that is not biased. The hypothesis was tested using the t-statistic to test coefficient of regression partial and F-t-statistics to test the tr uth of simultaneously influence in level of significance 5%. During research period show as data research was normally distributed. Based on multicolinierity test, heteroscedasticity test and autocorrelation test variable digressing of classic assumption has not founded, its indicate that the available data has fulfill the
significant effect the Capital Adequacy Ratio
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi
atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang – undang RI nomor
10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank juga merupakan suatu perusahaan
yang dalam kegiatan usahanya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat
(Suardani dan Astawa, 2011).
Keberadaan bank sangat dibutuhkan dalam suatu negara karena
merupakan alat penyeimbang dalam suatu sistem keuangan yang selama ini
diterapkan di seluruh negara termasuk di Indonesia, karena pembangunan
ekonomi suatu negara sangat bergantung kepada dinamika perkembangan dan
kontribusi nyata dari sektor perbankan (Levine, 2010: 42). Memelihara kestabilan
moneter salah satunya bisa dilakukan dengan mengatur perputaran uang di
masyarakat melalui peranan bank sebagai perantara keuangan.
Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini hampir semua sektor yang berkaitan
dengan kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank , sehingga peran sebagai
perantara keuangan yang dimiliki oleh bank dengan melakukan penghimpunan
dan penyaluran dana juga akan menunjang kelancaran aktivitas perekonomian
Dalam menciptakan perbankan yang sehat, Bank Indonesia telah
mengeluarkan program Arsitektur Perbankan Indonesia. Arsitektur Perbankan
Indonesia adalah Kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat
menyeluruh dan memberi arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk
rentang waktu 5 s/d 10 tahun kedepan. Arsitektur Perbankan Indonesia jadi sangat
dibutuhkan dalam rangka memperkuat dasar-dasar industri perbankan. Krisis
1997 menunjukkan bahwa industri perbankan secara umum dan BI sebagai
pengawas belum kokoh. Arsitektur Perbankan Indonesia adalah program
restrukturisasi perbankan pasca International Monetery Fund (IMF). Arsitektur
Perbankan Indonesia bertujuan untuk memperkuat permodalan bank dalam rangka
meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola usaha maupun risiko guna
mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Dengan
demikian, aspek permodalan merupakan aspek penting yang perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari manajemen bank (Rivai, et al., 2012:9).
Mengingat pentingnya modal pada bank, pada tahun 1988 BIS (Banks for
International Settlements) mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang
lebih dikenal dengan The 1998 Accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai
penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar
modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar
yang sederhana, mensyaratkan bank bank untuk memisahkan eksposurnya
kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur.
Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua
dan resiko yang dimiliki oleh masing-masing nasabah (Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, 2007 No 108).
Sejalan dengan berkembangnya produk – produk di dunia perbankan, BIS
(Banks for International Settlements) kembali menyempurnakan kerangka
permodalan yang ada pada The 1998 Accord dengan mengeluarkan konsep
permodalan baru yang lebih dikenal dengan Basel II. Basel II dibuat berdasarkan
struktur dasar The 1998 Accord yang memberikan kerangka perhitungan modal
yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan
intensif terhadap penigkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini
dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian
kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari
eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional
(Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, 2007 No 108).
Kinerja manajemen bank dalam mengelola permodalan dapat dilihat
melalui rasio keuangan yang salah satu diantarannya adalah Capital Adequacy
Ratio (CAR) yang merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
mengcover atau menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari
kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva produktif yang berisiko. Besarnya
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia untuk
bank-bank yang beroperasi di Indonesia adalah sebesar minimum 8% (Peraturan
Bank Indonesia,2004 No 157). Besar kecilnya Capital Adequacy Ratio (CAR)
yang dimiliki oleh sebuah bank akan dapat dipengaruhi oleh kinerja aspek
keuangan lainnya yaitu aspek likuiditas, aspek kualitas aktiva, aspek sensitivitas
Kegagalan suatu perusahaan khususnya yang bergerak dalam bidang
perbankan dapat dilihat dan diukur antara lain melalui kinerja keuangan, yaitu
dengan cara menganalisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan
merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai
sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang akan diterapkan. Dengan
melakukan analisis laporan keuangan yang baik, maka bank dapat lebih optimal
dalam penyusunan rencana strategis ke depannya dalam kaitannya dengan
minimalisasi risiko keuangan. Meskipun aspek keuangan menjadi aspek yang
sangat dominan dalam pengukuran kinerja dan kesehatan bank namun aspek non
finansial juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengukuran kinerja
bank (Rivai, et al., 2007:51).
Menurut Musyarofatun (2013), Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah
rasio permodalan yang fungsinya menunjukkan kemampuan bank dalam
menyediakan dana untuk menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh
kegiatan operasi bank. Peraturan Bank Indonesia No 10 (2008) menyebutkan
definisi Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di
samping memperoleh dana dari sumber di luar bank seperti dana masyarakat,
pinjaman (hutang), dan lain – lain.
Dari berbagai macam rasio keuangan yang salah satu diantaranya adalah
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih.
(Sugiono dan Untung, 2008:61) Dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
memiliki likuiditas yang tinggi memiliki kinerja yang baik. Dari sisi mikro
perusahaan, Bank for International Settlement (2008) mendefinisikan likuiditas
sebagai kemampuan bank untuk mendanai peningkatan asset dan memenuhi
kewajibannya tanpa menimbulkan kerugian. Edlin dan Jaffee (2009) menyatakan
bahwa tingginya likuiditas perbankan dapat disebabkan karena adanya credit
crunch atau keengganan bank untuk menyalurkan kredit.
Likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana
yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah
dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat (Kuncoro, 2002: 279). Penilaian
likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara dan
memenuhi kebutuhan likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen risiko
likuiditas. Bank dikatakan likuid bila mempunyai alat pembayaran berupa harta
lancar lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya. Maka pengujian
likuiditas difokuskan pada hubungan aktiva lancar dan hutang lancar yang
dimiliki perusahaan atau kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas atau
setara kas, yang ditunjukkan besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang
mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan
(Mamduh dan Halim 2003: 199).
Kinerja bank yang menurun akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat
karena pada dasarnya bank merupakan industri yang dalam menjalankan usahanya
memerlukan kepercayaan masyarakat sehingga kesehatan bank harus
mengukur kesehatan bank yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) yang didasarkan
pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang menurut Resiko (ATMR).
Dengan meningkatnya modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait
dengan rasio permodalan (CAR) sejak periode krisis sampai saat ini CAR menjadi
acuan utama dalam menentukan kesehatan bank, dimulai dari minimum sebesar
4% pada periode awal terjadinya krisis, persyaratan besaran minimum CAR telah
ditingkatkan secara bertahap dan sejak awal tahun 2001, Bank Indonesia
menetapkan CAR sebesar 8% (Ali, 2006:264). Sebuah bank mengalami risiko
modal apabila tidak dapat menyediakan modal minimum sebesar 8%. Secara rinci
besarnya CAR pada perusaaan perbankan selama periode pengamatan nampak
dalam Tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1
Data Capital Adequacy Ratio perusahaan perbankan 2010-2014
No Perbankan 2010 2011 2012 2013 2014
1 Bank Mandiri 14.517.552 11.444.817 18.929.908 18.073.458 20.361.941
2 BRI 59.138.999 17.818.261 19.942.023 19.402.175 20.875.944
3 BRI AGRO NIAGA
16.245.526 22.150.596 18.219.779 24.170.320 209.935.848
www.idx.co.id
Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa perolehan rata-rata
Capital Adequacy Ratio (CAR) perusahaan perbankan menunjukkan nilai yang
tinggi dan mengalami penurunan dari tahun 2010-2014, Melihat rata-rata rasio
Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perbankan di Indonesia menunjukkan bahwa
rata-rata rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) berada diatas 8% sehingga dapat
periode pengamatan (2010–2014) dalam kondisi yang sehat. Rasio CAR pada
tertinggi dimiliki oleh BRI AGRO NIAGA, Tbk dari adalah sebesar 2010
(916.245.526), 2011 (22.150.596), 2012 (18.219.719), 2013 (24.170.320), 2014
(209.935.848), CAR tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2010-2014
dikarenakan likuiditas bank tersebut cukup baik dan bank juga dapat menyediakan
modal minimumnya sebesar 8%. CAR terendah dimiliki oleh PT.Bank Mandiri,
Tbk adalah sebesar : 2010 (14.517.522), 2011 (11.444.817), 2012 (18.929.908),
2013 (18.073.458), 2014 (20.361.941). CAR pada PT. Bank Mandiri, Tbk
menagalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011 dan pada tahun 2012-2014
mengalami kenaikan. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya bank dalam
menyiapkan modalnya sehingga akan sulit dalam menunjang aktivitas bank.
Rentang CAR yang sangat lebar masih menjadi permasalahan bagi industri perbankan
di Indonesia, dimana menurut Bank Indonesia CAR yang diharapkan untuk
memperkuat permodalan bank berkisar antara 8% – 12% (BI, 2007).
Data empiris mengenai variabel indepen yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu: Loan to Deposit Ratio (LDR), Quick Ratio (QR), Investing Policy Ratio
(IPR), Loan to Asset Ratio (LAR), Liquidity Risk Ratio (LRR), Credit Risk Ratio
(CRR) periode 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.2
Data LDR, QR, IPR, LAR, LRR dan CRR Tahun 2010-2013
BANK NEGARA INDONESIA
Tahun LDR QR IPR LAR LLR CRR
2010 79.049.065 22.273.944 42.391.125 10.151.057 43.294.907 96.091.366
BANK MANDIRI PERSERO
2010 35.219.689 12.596.508 19.280.536 63.287.887 113.923.286 17.408.933
2011 84.006.843 29.895.492 42.328.375 50.847.835 115.016.484 0.568.536.311
BANK RAKYAT INDONESIA
2010 12.973.535 35.041.020 45.296.950 10.529.157 207.477.860 23.815.069
2011 12.785.184 28.376.974 47.991.359 10.200.773 234.873.341 39.461.831
Sumber : www.idx.co.id
Tabel 1.2 menunjukkan deskripsi rasio-rasio keuangan yang terdiri dari
rasio likuiditas (yang diwakili Loan to Deposit Ratio (LDR), Quick Ratio (QR).
Investing Policy Ratio (IPR), Loan to Asset Ratio (LAR), Liquidity Risk Ratio
(LLR), Credit Risk Ratio (CRR).
Rasio perbankan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR) nilainya diukur dari
perbandingan total kredit dengan dana pihak ketiga. Nilai keseluruhan perbankan
dari tahun 2010-2011, nilai LDR yang mengalami peningkatan secara terus
menerus terlihat pada Bank Negara Indonesia, Tbk. Dimana Loan to Deposit
Ratio (LDR) pada tahun 2010 sebesar (35.219.689), 2011 (84.006.843), LDR
tersebut mengalami peningkatan secara terus menerus dari tahun 2010 hingga
2011. Peningkatan LDR tersebut disertai dengan meningkatnya kredit. Ketika
kredit tersebut meningkat maka akan menyebabkan likuiditas perbankan menurun,
hal ini disebakan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit
menjadi semakin besar. Peningkatan LDR pada perusahaan yang nilainya relatif
daripada pertumbuhan jumlah dana yang dihimpun sehingga akan mnyebabkan
likuiditas perbankan menurun.
Sedangkan nilai Loan to Deposit Ratio yang mengalami penurunan dari
tahun 2010-2011 dimiliki oleh PT. Bank BNI,Tbk penggunan LDR pada tahun
2010 adalah sebesar (79.049.065), 2011 (78.737.575), dan PT.BRI adalah sebesar
2010 (12.973.535), 2011 (12.785.184). LDR yang rendah /mengalami penurunan
menunjukkan bahwa kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan kredit
kepada pihak ketiga. Ketika Bank kurang dalam melakukan penyaluran kredit
maka Bank yang bersangkutan tidak akan mendapat laba yang maksimal (laba
yang diharapkan) karena sumber keuntungan utama perbankan tersebut berasal
dari besarnya kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga. Tetapi LDR yang
cenderung tinggi akan membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus
ditanggung oleh Bank yang bersangkutan. Dalam hal ini perusahaan harus
memiliki LDR yang seimbang dalam arti kredit tidak lebih besar dari deposit.
Rasio perbankan yaitu Quick Ratio (QR) nilainya diukur dari
perbandingan cash asset dengan total deposit. Nilai QR keseluruhan perbankan
dari periode tahun 2010-2011, nilai tertinggi dan mengalami kenaikan dimiliki
oleh PT Bank Mandiri Persero, Tbk dengan nilai QR pada tahun 2010 adalah
sebesar (12.596.508), 2011 (29.895.492), dan diikuti oleh PT. Bank BNI 2010
(22.273.944), 2011 (26.837.686) mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai
tahun 2011, Ketika QR naik maka likuiditas perusahaan baik CAR mengalami
kenaikan karena likuiditas yang baik menunjukkan bahwa modal yang digunakan
untuk memenuhi permintaan kredit dapat mencukupi untuk membiayai kredit
Quick Ratio (QR) yang mengalami penurunan dimiliki oleh PT. BRI, Tbk
yaitu nilai QR tersebut pada tahun 2010 (35.041.020), 2011 (28.376.974), QR
yang rendah pada perusahaan perbankan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
tidak mampu membayar utang jangka pendeknya pada saat ditagih kepada para
deposannya dan tidak dapat memenuhi permintaan kredit yang telah diajukan oleh
deposannya sehingga likuiditas perbankan menurun dan menyebabkan bahwa
perusahaan tersebut tidak mempunyai modal yang cukup dalam memenuhi setiap
kewajibannya kepada para deposannya.
Rasio perbankan yaitu Investing Policy Ratio diukur dengan perbandingan
antara securities dengan total Deposit. Nilai IPR keseluruhan perbankan dari
periode tahun 2010-2013, Nilai IPR yang mengalami peningkatan dimiliki oleh
PT.Bank BRI, terlihat dari besarnya IPR tahun 2010 (45.296.950) 2011
(47.991.359) , dan di ikuti oleh Bank Mandiri Persero, Tbk yaitu 2010
(19.280.536) 2011 (42.328.375) mulai tahun 2010 sampai tahun 201 mengalami
peningkatan secara terus menerus. Hal ini menunjukan bahwa PT. Bank BRI, Tbk
dan PT. Mandiri Persero, Tbk menunjukkan kemampuan yang baik dalam
melunasi kewajibannya kepada para deposannya dengan cara melikuidasi surat
berharga yang dimilikinya. Kenaikan IPR berarti kenaikan jumlah surat berharga
lebih besar dari kenaikan dana pihak ketiga, sehingga mengakibatkan naiknya
pendapatan surat bunga atas surat berharga tersebut dan Capital Adequacy Ratio
juga mengalami kenaikan.
Investing Policy Ratio yang mengalami penurunan dari tahun 2010-2011
dengan baik, IPR yang rendah menunjukkan bahwa Investing Policy Ratio pada
perusahaan tersebut memiliki surat berharga yang rendah. Ketika IPR rendah
maka pendapatan bunga Bank akan menurun, laba bank menurun, sehingga modal
bank juga rendah dan akan memiliki Capital Adequacy Ratio yang rendah.
Rasio perbankan yaitu Loan to Asset Ratio (LAR) nilainya di ukur dari
perbandingan total loan dengan total asset. Nilai LAR keseluruhan perbankan dari
periode tahun 2010-2013, nilai tertinggi dan mengalami kenaikan dari tahun
2010-2011 dimiliki oleh PT. Bank Negara Indonesia, Tbk terlihat dari besarnya
penggunaan LAR pada tahun : 2010 (10.151.057), 2011 (10.701.528), LAR
tersebut mengalami peningkatan secara terus menerus dari tahun 2010-2011
Peningkatan LAR ini berarti bahwa perusahaan PT. BNI, Tbk menunjukkan
kemampuan Bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total
asset yang dimiliki Bank. Namun penggunaan LAR yang tinggi mengakibatkan
bahwa perusahaan tersebut akan mengeluarkan dana yang besar untuk membiayai
kredit yang diajukan oleh deposannya, maka semakin besar kredit yang disalurkan
maka semakin rendah risiko kredit yang mungkin dihadapi bank karena kredit
yang disalurkan didanai dengan asset yang dimiliki.
Loan to Asset Ratio terendah dan mengalami penurunan dari tahun
2010-2011 dimiliki oleh PT.Bank Madiri Persero, Tbk adalah sebesar : 2010
(63.287.887), 2011 (50.847.835), mengalami penurunan dari tahun 2010-2011 dan
diikuti oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk, hal ini menunjukkan bahwa PT.
Bank Mandiri Persero, Tbk dan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk mampu
meningkatkan likuiditasnya dengan baik, LAR yang rendah berarti bahwa
Dalam hal ini perusahaan mampu menyeimbangkan kredit dengan kasnya yaitu
bahwa kas lebih besar dari kredit. Sehingga ketika LAR mengalami penurunan
maka likuiditas perbankan meningkat dan CAR juga menalami kenaikan.
Rasio perbankan yaitu Liquidity Risk Ratio nilainya diukur dari liquid
asset dikurang dengan short term borrowing dibagi dengan total deposit. Nilai
LAR keseluruhan perbankan dari periode tahun 2010-2011, nilai tertinggi dimiliki
oleh PT. BRI, Tbk terlihat dari besarnya penggunaan LLR pada tahun : 2010
(207.447.860), 2011 (234.873.341), diikuti oleh PT. Mandiri Persero, Tbk adalah
sebesar 2010 (113.923.286), 2011 (115.016.848) dan PT. BNI, Tbk adalah sebesar
2010 (43.294.907), 2011 (62.074.423) LLR tersebut mengalami peningkatan
secara terus menerus dari tahun 2010-2011. LLR yang tinggi mengindikasikan
bahwa perusahaan Bank Agro Niaga, Tbk mampu membayar kewajibanya pada
saat jatuh tempo, semakin tinggi rasio ini semakin tinggi likuiditas bank yang
bersangkutan dan modal juga meningkat sehingga CAR mengalami kenaikan.
Liquidity Risk Ratio terendah LLR yang rendah mengindikasikan bahwa
perusahaan mengalami kegagalan untuk membayar kewajibannya yang harus
segera dilunasi. Ketika LLR mengalami penurunan dari tahun ke tahun ini, berarti
bahwa perusahaan tersebut kurang mampu menjaga likuiditasnya dengan baik.
Rasio perbankan yaitu Credit Risk Ratio (CRR) nilainya diukur dari
perbandingan antara Bad Debts dengan Total Deposit. Nilai CRR keseluruhan
perbankan dari periode tahun 2010-2011 nilai tertinggi dimiliki oleh PT. Bank
BNI, Tbk terlihat dari besarnya penggunaan CRR dari tahun 2010 (96.091.366),
bahwa semakin tinggi resiko ini maka semakin tinggi tingkat keru gian yang
diderita oleh Bank yang bersangkutan karena tidak terpenuhinya kewajiban
nasabah debitur sehingga berpengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
dalam menjaga tingkat kesehatan Bank dalam memenuhi kecukupan modal Bank.
Semakin tinggi rasio ini maka CAR mengalami penurunan.
Credit Risk Ratio terendah dan mengalami penurunan dimiliki oleh
PT.Bank Mandiri Persero, Tbk pada periode tahun 2010-2011 yaitu 2010
(17.408.933), 2011 (0.568.536.311), Hal ini menunjukkan semakin tinggi Credit
Risk Ratio (CRR) maka semakin tinggi tingkat kegagalan bank dan semakin besar
resiko keuangan yang berpengaruh terhadap kesehatan Bank yang dapat
mempengaruhi kecukupan modal Bank. Dan apabila Credit Risk Ratio semakin
Rendah maka semakin rendah risiko kegagalan yang dihadapi oleh Bank, karena
dapa menyeimbangkan antara kredit macet dengan jumlah kredit yang disalurkan
maka akan menjaga tingkat kesehatan perbankan.
Berdasarkan uraian, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Likuiditas Terhadap Capital Adequacy Ratio Industri Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014”.
1.2. Perumusan Masalah
1. Adakah pengaruh yang positif dan signifikan antara likuiditas secara
simultan terhadap Capital Adequacy Ratio Industri perbankan di Bursa
Efek Indonesia?
2. Adakah pengaruh yang signifikan antara likuiditas secara parsial terhadap
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
maka tujuan penelitian ini untuk:
1. Untuk menganalisis pengaruh likuiditas secara simultan terhadap Capital
Adequacy Ratio Industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menganalisis pengaruh likuiditas secara parsia terhadap Capital
Adequacy Ratio Industri perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perbankan
Bagi lembaga perbankan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar pengelolaan dana dalam rangka menjaga kesehatan bank
melalui Capital Adequacy Ratio (CAR). Selain itu, penelitian ini juga
dapat menjadi masukan bagi perbankan dalam menilai tingkat kesehatan
bank.
2. Bagi Investor
Bagi investor penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
menilai tingkat kesehatan bank sebelum menanamkan modalnya di bank
tersebut.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam
bidang keuangan terutama dalam memahami kinerja keuangan melalui
Ratio (QR), Investing Policy Ratio (IPR), Loan to Asset Ratio (LAR),
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Bank
Menurut Triandaru dan Budisantoso, (2006:5) bank adalah lembaga
keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana. Penghimpunan dana secara
langsung berupa simpanan dana masyarakat yaitu tabungan, giro dan deposito dan
secara tidak langsung berupa pinjaman. Penyaluran dana dilakukan dengan tujuan
modal kerja, investasi dan deposito dan untuk jangka panjang dan jangka
menengah.
Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang berperan penting di dalam
perekonomian suatu Negara sebagai lembaga perantara keuangan, bank juga
sebagai suatu industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan
masyarakat sehingga seharusnya tingkat kesehatan bank perlu dipelihara
(Merkusiwati, 2007). Bagi sektor perbankan di Indonesia umumnya, krisis
disebabkan oleh terbatasnya likuiditas dalam mata uang asing, langkanya fasilitas
kredit sebagai akibat dari kebijakan konsolidasi yang dilakukan oleh perbankan
atas portofolio kredit mereka, kenaikan tingkat suku bunga dan kenaikan biaya
kredit seiring dengan naiknya resiko kredit (info bank dalam Fitriyana, 2011).
Menurut Kuncoro, (2002:68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu
kegiatan usahanya sehari-hari ban harus mempunyai dana agar dapat memberikan
kredit kepada masyarakat.
Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai
tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat
sebagai agent of trust, agent of development, dan agen of services (Triandaru dan
Budisantoso, 2008:9).
1. Agen of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam
hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
2. Agen of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan
untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank
tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga
konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan
investasi-distribusi-konsumsi berkaitan dengan penggunaan uang.
3. Agen of Services
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank
juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Kegiatan menghimpun dan
kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah merupakan pendukung
dari kedua kegiatan di atas.
2.1.2. Jenis- jenis Bank di Indonesia
Berdasarkan Undang-undang RI No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang RI No.10 Tahun 1998 tentang
perbankan. Maka Jenis-jenis bank di Indonesia ditinjau dari berbagai segi antara
lain (Taswan, 2010:9) :
1. Berdasarkan jenisnya :
a. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Berdasarkan kepemilikannya : (Taswan, 2010:9):
a. Bank milik pemerintah adalah bank yang akte pendirian dan modalnya
dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank tersebut
merupakan milik pemerintah. Contohnya: Bank Negara Indonesia 46 (BNI
46), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank
b. Bank milik swasta nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun
didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungan diambil oleh pihak
swasta juga. Contohnya: Bank Central Asia (BBCA), Bank Danamon, Bank
Bukopin, Bank Sinarmas, dan bank swasta nasional lainnya.
c. Bank milik asing, adalah bank yang merupakan cabang dari bank yang
berada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu
negara. Contohnya: American Express Bank, Hongkong Bank, Bangkok Bank
dan bank asing lainnya.
d. Bank milik campuran, adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing
dan pihak swasta nasional, kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang
oleh warga negara Indonesia. Contohnya: Inter Pasifik Bank, Ba nk
Finconesia, dan bank campuran lainnya.
3. Bank berdasarkan kegiatan devisa (Triandaru dan Budisantoso, 2006:76-77) :
a. Bank Devisa, adalah bank yang dapat melaksanakan kegiatan transaksi ke
luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers
cheque, pembukuan dan pembayaran Letter of Credit (L/C) dan transaksi luar
negeri lainnya. Untuk menjadi bank devisa harus memenuhi semua
persyaratan yang telah ditetapkan Bank Indonesia.
b. Bank Non Devisa, adalah bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi
seperti halnya bank devisa sehingga transaksi yang dilakukan hanya dalam
2.1.3. Permodalan Bank
Penggunaan modal bank dimaksudkan untuk memenuhi segala kebutuhan
guna menunjang kegiatan operasi bank. Fungsi utama dari modal bank adalah
melindungi para penyimpan uang (deposan ) dari kerugian yang timbul. Modal
bank digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat, khususnya masyarakat
peminjam. Kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro,
deposito dan tabungan yang harus melebihi jumlah setoran modal dari pemegang
saham. Kepercayaan masyarakat amat penting artinya bagi bank, karena dengan
demikian bank akan dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional. Ini
berarti modal dasar bank akan bisa digunakan untuk menjaga posisi likuiditas dan
investasi dalam aktiva tetap (Sinungan, 2000:158).
Pengertian Modal Bank Berdasarkan ketentuan BI, pengertian modal bank
dibedakan antara: Bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan
Kantor Cabang Bank Asing yang beroperasi di Indonesia. Dalam bab ini hanya
diuraikan modal bank Yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia. Modal
bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti dan
modal pelengkap (Dendawijaya, 2001:46 ).
2.1.3.1. Modal Inti
Menurut Ali (2004 : 453-455 ) komponen modal inti pada prinsipnya terdiri
atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak,
dengan perincian sebagai berikut:
1. Modal disetor
Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank
sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
3. Cadangan umum
Cadangan umum adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan
atau bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masingmasing.
4. Cadangan tujuan
Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan
untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota saham.
5. Laba ditahan
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat
umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
6. Laba tahun lalu
Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak
dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu diperhitungkan sebagai modal inti hanya
sebesar lima puluh persen. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun
lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
7. Laba tahun berjalan
Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan
setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun berjalan
mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi
faktor pengurang dari modal inti.
8. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasi. Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak
perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak
perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan anak perusahaan adalah bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh bank.
2.1.3.2. Modal Pelengkap
Modal pelengkap ini terdiri dari cadangan-cadangan yang tidak dibentuk
dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan
modal. Secara terperinci modal pelengkap dapat berupa sebagai berikut (Ali,
2004:456) :
1. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap
Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih
penilaian kembali aktiva tetap mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal
Pajak.
2. Cadangan Penghapusan Aktiva yang Diklasifikasikan
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai
3. Modal Kuasi
Modal kuasi adalah modal yang didukung oleh istrumen atau warkat yang
memiliki sifat seperti modal.
4. Pinjaman Subordinasi
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi beberapa syarat,
seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia, minimal berjangka lima tahun dan pelunasan
sebelum jatuh tempo harus ada persetujuan BI. ATMR terdiri atas jumlah
ATMR yang dihitung berdasarkan masing –masing nilai pos aktiva pada
rekening administrative bank dikalikan dengan bobot risikonya masing –
masing. Komponen pembentuk ATMR :
1. Penempatan pada bank lain (bobot 20 %)
2. Surat berharga ( bobot 100 % )
3. Tagihan derivatif (bobot 100 %)
4. Kredit yang diberikan (bobot 100 %)
5. Penyertaan (bobot 100 %)
6. Aktiva tetap (bobot 100 %)
7. Aktiva lain – lain (bobot 100 %)
8. Fasilitas kredit yang belum ditarik nasabah (bobot 100 %)
9. Bank Garansi yang belum diberikan (bobot 100 %)
Agar perbankan dapat berkembang secara sehat maka permodalan bank
harus senantiasa mengikuti ukuran yang berlaku secara internasional yang
2.1.4. Penilaian Kesehatan Bank
Penilaian Kesehatan Bank dalam (Silhol dan Pangaribuan, 2007) tingkat
kesehatan bank dapat diukur dengan metode CAMEL yaitu capital, asset, quality,
management, earnings dan liquidity. Faktor-faktor CAMEL terdiri dari:
a. Faktor Permodalan (capital)
Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko yang diatur dalam surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No.26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank.
b. Kualitas aset (asset)
Penilaian terhadap rasio kualitas aktiva produktif didasarkan pada dua rasio,
yaitu :
1) Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif.
2) Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh bank
terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh
bank.
c. Manajemen (management)
Penilaian faktor manajemen dalam ketentuan lama didasarkan pada
manajemen permodalan, kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas, diubah
menjadi manajemen umum, penerapan sistem manajemen resiko yang
melekat pada berbagai kegiatan usaha bank dan kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau
d. Earning
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas suatu bank yaitu melihat
kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini
didasarkan kepada 2 macam yaitu:
1) Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets)
2) Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional. (BOPO)
e. Liquidity
Yaitu untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank di dasarkan
kepada 2 macam rasio yaitu:
1) Rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti
2) Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank.
Kemudian ketentuan lain yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank
adalah:
1) Pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) harus sesuai ketentuan
yang berlaku.
2) Pelaksanaan pemberian kredit ekspor sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
3) Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK).
4) Pelanggaran terhadap Posisi Devisa Neto (PDN). Hasil penilaian kesehatan
2.1.5. Rasio Keuangan Perbankan
Menurut Abdullah (2005:124) rasio keuangan yang dibentuk memiliki
tujuan yang ingin dicapai masing-masing. Ini berarti tidak dijumpai batasan yang
jelas dan tegas berapa rasio yang terdapat pada setiap aspek yang dianalisis.
Rasio Keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Rasio Permodalan
Menurut Abdullah (2005:124) rasio permodalan digunakan untuk
mengetahui kemampuan kecukupan modal dalam mendukung kegiatan bank
secara efisien. Untuk dapat mengukur kemampuan permodalan tersebut
dapat digunakan dengan rumus seperti berikut:
a . Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002:562) Capital Adequacy
Ratio (CAR) adalah kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang
mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur,
mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh
terhadap besarnya modal bank”.
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di
samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana
masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, capital adequacy
ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang
merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva
yang berisiko (Dendawijaya, 2009:121). Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio
(CAR) maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko
dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko.
Besarnya Capital Adequacy Ra tio (CAR) diukur dari rasio antara modal
bank terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Menurut PBI No.
10/15/PBI/2008 Pasal 2 Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8%
(delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sebuah bank
mengalami risiko modal apabila tidak dapat menyediakan modal minimum
sebesar 8%. Dengan penetapan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada tingkat
tertentu dimaksudkan agar bank memiliki kemampuan modal yang cukup untuk
meredam kemungkinan timbulnya resiko sebagai akibat berkembang atau
meningkatnya ekspansi aset terutama aktiva yang dikategorikan dapat
memberikan hasil dan sekaligus mengandung resiko sebagaimana yang dikutip
oleh Argo Asmoro dalam Hesti Werdaningtyas (2002).
Besarnya Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank dapat dihitung dengan
rumus berikut. (Lukman Dendawijaya, 2009 :144).
CAR = x 100%
Modal Bank terdiri atas modal inti dan modal pelengkap. Komponen modal
inti meliputi modal disetor, agio saham, cadangan yang dibentuk dari laba setelah
pajak (cadangan umum), dan laba ditahan. Modal pelengkap antara lain adalah
ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva
yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). Menurut Dendawijaya
(2009:144) ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal
masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing
pos aktiva neraca tersebut. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot
risiko dari masing-masing pos rekening tersebut (resiko aktiva administratif).
Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko
diberi bobot 100%. ATMR ini menunjukkan nilai aktiva berisiko yang
memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup (Arthesa dan Handiman,
2006 : 147).
Setelah mengetahui cara perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) maka
dapat diambil kesimpulan tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi Capital
Adequacy Ratio (CAR) adalah sebagai berikut sebagaimana yang dikutip dalam
Ginanjar (2007).
1. Tingkat kualitas manajemen bank dan kualitas sistem dan prosedur
operasionalnya.
2. Tingkat kualitas dan jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat
padanya.
3. Kualitas dan tingkat kolektibilitasnya.
4. Struktur posisi dan kualitas permodalan bank.
5. Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba.
2. Rasio Likuiditas
Menurut Darsono (2004:51) rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek. Menurut Siamat (2004:157) suatu bank dianggap likuid apabila:
a. Memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah kebutuhan likuiditasnya.
b. Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan tetapi bank mempunyai
surat-surat berharga yang dapat dialihkan menjadi kas.
c. Memiliki kemampuan untuk meemperoleh likuiditas dengan cara
menciptakan hutang.
Rasio Likuiditas perbankan sebagai berikut:
a. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to deposit ratio merupakan rasio yang dipergunakan untuk melihat
likuiditas perusahaan. Rasio ini mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana yang diterima bank. Loan to Deposit Ratio
(LDR) adalah seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan oleh deposan dengan mengandalkan kredit yang
diberikan sebagai sumber likuiditasnya. LDR dapat pula digunakan menilai
strategi manajemen bank. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi
semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, disebabkan
jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar.
Rasio ini juga sebagai indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank.
Batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80% dengan batas toleransi
berkisar antara 85% dan 100% (Dendawijaya, 2006:121).
LDR = x 100%
Menurut Dendawijaya (2009:147) jumlah kredit yang diberikan dalam
rumus tersebut adalah kredit yang diberikan bank yang sudah direalisir / ditarik /
dicairkan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, yang
termasuk dalam pengertian dana yang diterima bank (Dendawijaya, 2009:116),
adalah sebagai berikut:
1. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) (jika ada) adalah volume
pemberian pinjaman (kredit) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank
yang bersangkutan.
2. Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat
perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
3. Deposito adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya
dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara
nasabah dan bank.
4. Tabungan masyarakat adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu.
5. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak
termasuk pinjaman subordinasi.
6. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3
7. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3
bulan.
8. Modal pinjaman
9. Modal inti bank terdiri atas modal yang telah disetor pemilik bank, agio
saham (terutama untuk bank yang telah go publik), berbagai cadangan, laba
ditahan (setelah diputuskan oleh rapat umum pemegang saham bank), serta
laba tahun berjalan.
Sesuai SE No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 LDR dapat dirumuskan
sebagai berikut:
LDR =
Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak
termasuk antar Bank). Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito
(tidak termasuk antar Bank).
b. Quick Ratio (QR)
Menurut Abdullah (2005:126) Quick Ratio (QR) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat membayar kembali
pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan
kredit yag diajukan. Cash Asset terdiri dari kas, giro pada Bank Indonesia, giro
pada bank lain dan aktiva likuid dalam valuta asing.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
c. Loan to Asset Ratio (LAR)
Menurut Dendawijaya (2009:144) Loan to Asset Ratio (LAR) merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang
menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan
menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini,
tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan
untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
LAR = x 100%
d. Investing Policy Ratio (IPR)
Investing Policy Ratio (IPR) merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan suatu bank di dalam melunasi kewajiban kepada para deposannya
dengan cara melikuidasi surat-surat berharga yang yang dimilikinya (Zulian
Yamit, 2005:3).
Rasio ini dihitung dengan rumus:
IPR =
e. Liquidity Risk Ratio (LRR)
Liquidity Risk Ratio merupakan risiko yang digunakan untuk mengukur risiko yang akan dihadapi bank apabila gagal dalam memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada para deposannya dengan harta likuid yang dimilikinya (
Muldjono, 2002:132).
Rasio ini dihitung dengan rumus:
f. Credit Risk Ratio (CRR)
Credit Risk Ratio (CRR) merupakan risiko yang paling signifikan yang
dihadapi pebankan, dan keberhasilan bisnis mereka tergantung pada pengukuran
yang akurat dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi terhadap pengelolaan risiko ini
daripada risiko lainnya , Risiko kredit akan dihadapi oleh bank ketika nasabah
(customer) gagal dalam membayar hutang atau kredit yang diterimanya pada saat
jatuh tempo (Siamat, 2005:349). Menurut Muldjono (2002:132) Credit Risk Ratio
(CRR) adalah risiko yang digunakan untuk mengukur risiko terhadap kredit yang
disalurkan dengan membandingkan kredit macet dengan jumlah kredit yang
disalurkan.
Rasio ini dihitung dengan rumus:
CRR = x 100%
g. Banking Ratio
Banking Ratio bertujuan untuk mengukur likuiditas bank dengan membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah deposit yang
dimiliki, Semakin tinggi rasio ini maka semakin rendah tingkat likuiditas bank,
karena jumlah dana yang digunakan untuk membiayai kredit semakin kecil
Menurut Muldjono (2002:132).
2.1.6. Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Capital Adequacy Ratio
Penelitian ini mengulas mengenai pengaruh rasio Likuiditas yang terinci
dalam Loan to Deposit Ratio (LDR), Quick Ratio (QR), Investing Policy Ratio
(IPR), Loan to Asset Ratio (LAR), Liquidity Risk Ratio (LRR) Credit Risk Ratio
(CRR). Pengaruh rasio-rasio tersebut terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
dapat diuraikan sebagai berikut.
2.1.6.1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Suatu kesepakatan pertama pada tahun 1988 adalah tentang “ketentuan
permodalan“ dengan menetapkan Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu rasio
minimum perbandingan antara modal risiko dengan aktiva yang mengandung
risiko (Sinungan, 2000: 160). Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana
modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar
bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lainlain. Dengan kata lain,
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. capital adequacy ratio
(CAR) merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva yang berisiko (Dendawijaya, 2009:121). Semakin tinggi capital
adequacy ratio (CAR) maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk
Besarnya capital adequacy ratio (CAR) diukur dari rasio antara modal bank
terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Menurut PBI No.
10/15/PBI/2008 Pasal 2 Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8%
(delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sebuah bank
mengalami risiko modal apabila tidak dapat menyediakan modal minimum
sebesar 8%.
2.1.6.2. Pengaruh LDR Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang
digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk
kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber
pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran
dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat
pada suatu bank akan membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus
ditanggung oleh bank yang bersangkutan. Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio
(LDR), maka semakin tinggi dana yang disalurkan kepada pihak ketiga. Semakin
tinggi rasio ini maka semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk
membiayai kredit menjadi semakin besar (suatu bank meminjamkan seluruh
dananya (loan-up). Sebaliknya, semakin rendah Loan to Deposit Ratio (LDR)
menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Loan to
Deposit Ratio (LDR)yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan
kelebihan kapasitas (Abdullah, 2003:55). Dengan kata lain, peningkatan nilai
yang diberikan lebih tinggi daripada pertumbuhan jumlah dana yang dihimpun
akan menyebabkan menurunnya nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank.
Penurunan nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) tersebut merupakan sebagai
upaya bank dalam memberikan kepercayaan dan perlindungan kepada nasabahnya
dengan menambah dananya melalui modal sendiri untuk membiayai jumlah kredit
yang diberikan. Hal ini senada dengan apa yang (Siamat, 2004:104) kemukakan
bahwa “Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menilai kecukupan modal
bank antara lain Likuiditas. Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008)
menunjukkan bahwa variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan Capital
Adequacy Ratio (CAR) tidak memiliki pengaruh. Hasil penelitiannya
menunjukkan semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan semakin
riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah Loan to Deposit Ratio
(LDR) menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan kredit. Karena
semakin tinggi LDR maka CAR semakin menurun (kondisi likuiditas terancam),
maka Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif terhadap Capital Adequacy
Ratio (CAR).
H1 :LDRtidak berpengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio
2.1.6.3. Pengaruh QR terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
Quick Ratio (QR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam membayar kewajibannya kepada para deposannya
dengan cash yang dipunyainya, dimana semakin tinggi rasio ini semakin tinggi
(Sitanggang, 2012) menunjukkan bahwa Quick Ratio (QR) berpengaruh
signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).
H2: QR berpengaruh signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio
2.1.6.4. Pengaruh IPR terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
Investing Policy Ratio (IPR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan pihak dalam membayar kembali kewajiban kepada
deposan yang bersumber dari pencairan surat berharga yang dimiliki bank (Arifin
dan Syukri, 2006:42). Sejalan dengan penelitan yang dilakukan (Sefri, 2010),
bahwa Investing Policy Ratio (IPR) berpengaruh positif terhadap Capital
adequacy Ratio (CAR), Dimana kenaikan Investing Policy Ratio (IPR) berarti
kenaikan jumlah surat-surat berharga lebih besar dari kenaikan Dana Pihak Ketiga
(DPK), mengakibatkan naiknya pendapatan bunga atas surat-surat berharga
tersebut. Kenaikan pendapatan surat berharga dapat meningkatkan laba bank,
sehingga modal bank juga naik dan Capital Adequacy Ratio (CAR) juga
mengalami kenaikan.
H3 : IPR berpengaruh signifikan positif terhadap Capital Adequacy Ratio
2.1.6.5. Pengaruh LAR terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR)
Loan to Asset Ratio (LAR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat likuiditas Bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank.
Dengan kata lain, rasio ini merupakan perbandingan seberapa besar kredit yang
diberikan bank dibandingkan dengan besarnya total asset yang dimiliki bank